Anda di halaman 1dari 54

Keperawatan Kritis

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS


KLIEN DENGAN CHF
(GAGAL JANTUNG KONGESTIF)
Disusun oleh:
Kelompok 2 Kelas A

Nurul Niken Kasim 841417001


Jihan Adhalin Harun 841417010
Apriyanto Dai 841417016
Yuditia Audina 841417019
Irmayani Hulopi 841417022
Faradila Mohamad 841417030
Sri Yuspita Laginta 841417043
Widyawati S. Momo 841417036
Fatiyah Halid 841417048
Moh. Rizaldi Kaharu 841417116

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Kuasa, karena atas limpahan rahmat serta
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang membahas
mengenai materi Keperawatan Kritis tepat pada waktu yang ditentukan dengan
baik dan lancar.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Kritis
yang selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat pengetahuan tentang
mata kuliah ini khususnya mengenai materi “Asuhan Keperawatan Kritis Klien
dengan CHF”.
Untuk itu, ucapan terima kasih tak lupa kami sampaikan kepada selaku
dosen pengajar mata kuliah ini di Universitas Negeri Gorontalo, yang dalam hal
ini telah memberi pengetahuan dalam bentuk materi maupun pemikiran sehingga
dalam penyusunan makalah ini berjalan dengan lancar.
Kami selaku penyusun mengharapkan kritikdan saran yang membangundari
para pembaca demi perbaikan dan kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermafaat bagi semua pihak khususnya bagi teman-
teman para pembaca.

Gorontalo, 04 Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi.......................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 3
Bab II Konsep Medis
2.1 Definisi Gagal Jantung Kongestif (CHF)....................................... 4
2.2 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif (CHF)................................... 4
2.3 Etiologi Gagal Jantung Kongestif (CHF)....................................... 6
2.4 Manifestasi Klinis Gagal Jantung Kongestif (CHF)....................... 7
2.5 Patofisiologi Gagal Jantung Kongestif (CHF)................................ 10
2.6 Pemeriksaan Penunjang Gagal Jantung Kongestif (CHF).............. 10
2.7 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif (CHF).......................... 11
2.8 Komplikasi Gagal Jantung Kongestif (CHF)................................. 12
2.9 Prognosis Gagal Jantung Kongestif (CHF).................................... 12
BAB III Konsep Keperawatan
3.1 Pengkajian Keperawatan................................................................ 14
3.2 Daftar Diagnosa Keperawatan........................................................ 20
3.3 Perencanaan Intervensi Keperawatan............................................. 23
3.4 Implementasi Keperawatan............................................................ 40
3.5 Evaluasi Keperawatan.................................................................... 46
BAB IV Penutup
4.1 Simpulan......................................................................................... 49
4.2 Saran............................................................................................... 49
Daftar Pustaka................................................................................................ 50

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Gagal jantung kongestif merupakan keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme jaringan. Gejala yang muncul sesuai dengan gejala gagal
jantung kiri diikuti gagal jantung kanan, terjadi di dada karena peningkatan
kebutuhan oksigen (Mansjoer, 2009. Dalam Bariyatun S, 2018).
Menurut Brashers dalam Syandi (2008) masalah kesehatan dengan penyakit
Congestive Heart Failure (CHF) masih menduduki peringkat yang tinggi. CHF
merupakan salah satu penyebab mortalitas dan morbiditas yang tinggi. WHO
(2013) melaporkan bahwa sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF.
Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada 1,5% sampai 2% orang dewasa di
Amerika Serikat menderita Congestive Heart Failure (CHF) terjadi 700.000
perawatan di rumah sakit pertahun. Sedangkan di Eropa dan Jepang masing-
masing terdapat sekitar 6 juta dan 2,5 juta kasus dan hampir 1 juta kasus baru
didiagnosa tiap tahunnya di seluruh dunia. (Bariyatun S, 2018).
Gagal jantung merupakan salah satu penyakit jantung yang angka
kejadiannya di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan
Hasil Riskesdas Kemenkes RI (2013), prevalensi penyakit jantung coroner di
Indonesia mencapai 0,5% dan gagal jantung sebesar 0,13% dari total penduduk
berusia 18 tahun keatas. (Bariyatun S, 2018).
Menurut Rosdahl (2015) gagal jantung diderita oleh sekitar 5 juta orang di
Amerika Serikat, dengan 500.000 kasus baru terdiagnosis setiap tahun.
Berlawanan dengan penurunan kematian akibat penyakit kardiovaskuler lain,
insiden gagal jantung dan kematian terkait dengan gagal jantung telah meningkat
dengan stabil sejak 1975. Sekitar 300.000 pasien meninggal karena konsekuensi
langsung atau tidak langsung dari gagal jantung setiap tahun dan jumlah kematian
karena gagal jantung terus meningkat 6 kali lipat setelah 40 tahun. Gagal jantung
merupakan penyakit primer pada orang berusia lanjut, mengenai 6% sampai 10%
orang berusia lebih dari 65 tahun. Penyakit ini juga merupakan kasus terbanyak

1
yang menyebabkan orang berusia lanjut dirawat di rumah sakit. (Bariyatun S,
2018).

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana konsep medis CHF ?
Terdiri atas :
a. Definisi gagal jantung kongestif (chf).
b. Klasifikasi gagal jantung kongestif (chf).
c. Etiologi gagal jantung kongestif (chf).
d. Manifestasi klinis gagal jantung kongestif (chf).
e. Patofisiologi gagal jantung kongestif (chf).
f. Pemeriksaan penunjang gagal jantung kongestif (chf).
g. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif (chf).
h. Komplikasi gagal jantung kongestif (chf).
i. Prognosis gagal jantung kongestif (chf).
1.2.2 Bagaimana konsep keperawatan CHF ?
Terdiri atas :
a. Pengkajian keperawatan.
b. Daftar diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan intervensi keperawatan.
d. Implementasi keperawatan.
e. Evaluasi keperawatan.

2
1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui konsep medis CHF.
a. Definisi gagal jantung kongestif (chf).
b. Klasifikasi gagal jantung kongestif (chf).
c. Etiologi gagal jantung kongestif (chf).
d. Manifestasi klinis gagal jantung kongestif (chf).
e. Patofisiologi gagal jantung kongestif (chf).
f. Pemeriksaan penunjang gagal jantung kongestif (chf).
g. Penatalaksanaan gagal jantung kongestif (chf).
h. Komplikasi gagal jantung kongestif (chf).
i. Prognosis gagal jantung kongestif (chf).
1.3.2 Mengetahui konsep keperawatan CHF.
a. Pengkajian keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Perencanaan intervensi keperawatan.
d. Implementasi keperawatan.
e. Evaluasi keperawatan.

3
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1 DEFINISI
Congestive heart fairlure (CHF) atau sering disebut dengan gagal jantung
kongestif adalah kondisi saat jantung mengalami kegagal jantung memompa darah
guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen secara adekuat
(Udijianti, 2014).
Menurut Rachma (2014), mengatakan gagal jantung adalah syndroma klinik
yang ditandai dengan adanya kelainan pada struktur atau funsgi jantung yang
mengakibatkan jantung tidak dapat memompa darah untuk memenuhi kebutuhan
metabolism jaringan.
Gagal jantung merupakan suatu kondisi ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh yang
ditentukan sebagai konsumsi oksigen. Gagal jantung terjadi karena perubahan
fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami kegagalan sehingga
tidak dapat menangani jumlah darah yang normal atau pada kondisi tidak ada
penyakit, tidak dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak
(misalnya selama latihan fisik). Kegagalan pompa menyebabkan hipoperfusi
jaringan diikuti kongesti pulmonal dan vena sistemik. Gagal jantung
menyebabkan kongesti vaskular sehingga disebut juga sebagai gagal jantung
kongestif (Black dan Hawks, 2014).

2.2 KLASIFIKASI
Berdasarkan american Heart Association Udijianti (2014), klasifikasi dari
gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut:
a. Stage A
Stage A merupakan klasifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi
tetapi belum ditemukan kerusakan struktural pada jantung serta tanpa
adanya tanda dan gejala (syimtom), dari gagal jantung tersebut, pasien
yang didiagnosa gagal jantung stage A umumnya terjadi padaa pasien

4
hipertensi, penyakit jantung koroner, diabetes melitus, atau pasien yang
mengalami keracunan pada jantungnya (cardiotoxins).
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan
adanya kerusakan struktural pada jantung tetapi menunjukan tanda
dan gejala dari gagal jantung tersebut, stage B padaa umumnya
ditemukan pada pasien infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel
kiri atau pun penyakit valvular asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada
jantung bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah
terjadi kerusakan. Gejala yang timbul dapat berupa napas pendek,
lemah, tidak dapat melakukan aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan
ataupun intervensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan pdaa saat
keadaan isterahat, serta pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.

The New York Heart Association (Yancy et al. 2013) mengklasifikasikan


gaagal jantung dalam empat kelas, meliputi :
a. Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukaan aktivitas fisik secara normal
tidak menyebabkan dyspnea, kelelahan, atau palpitasi
b. Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspnea, palpitasi, serta angina pektoris (mild
CHF)
c. Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktifitas fisik sedikit saja
mampu menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
d. Kelas IV

5
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktifitas
apapun, bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala
yang berat (server CHF)

Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA


memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus
pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi
menurut NYHA berfokous pada aktivitas dan gejala yang ditimbulkan yang pada
akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan seberapa berat gagal jantung
yang dialami pasien (Yancy et al. 2013).

2.3 ETIOLOGI
Penyebab gagal jantung menurut Wijaya & Putri (2013) Dalam Bariyatun S.
(2018), adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan preload: regurditasiaorta,cacat septum ventrikel
b. Meningkatkan afterload: stenosis aorta,hipertensi sistemik
c. Menurunkan kontraktilitas ventrikel: IMA, kardiomiopati
d. Gangguan pengisisan ventrikel: stenosi katup antrioventrikuler,
perikarditif konstriktif,tampo nade jantung
e. Gangguan sirkulasi: aritmia melalui perubahan rangsangan listrik yang
melalui respon mekanis
f. Infeksi sistemik/infeksi paru: respon tubuh terhadap infeksi akan
memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan metabolisme
yang meningkat
g. Emboli paru, yang secara mendadak akan meningkatkan resistensi
terhadap ejaksi ventrikel kanan

Menurut Black dan Hawks (2014), gagal jantung dapat disebabkan oleh
faktor yang berasal dari jantung atau dari faktor eksternal yang menyebabkan
kebutuhan berlebihan dari jantung. Farkor intrinsik atau faktor yang berasal dari
dalam, penyebab paling sering gagal jantung adalah Penyakit Arteri Koroner

6
(PAK). PAK mengurangi aliran darah melalui arteri koroner sehingga mengurangi
penghantaran oksigen ke miokardium. Tanpa oksigen, sel otot tidak dapat
berfungsi. Penyebab lain adalah infark miokardium. Selama infark miokard,
miokardium kekurangan darah dan jaringan mengalami kematian sehingga tidak
dapat berkontraksi.
Sedangkan faktor eksternal jantung meliputi peningkatan afterload misalnya
hipertensi, peningkatan volume sekuncup jantung dari hipovolemia atau
peningkatan preload, dan peningkatan kebutuhan tubuh. Miokardium yang
menjadi lemah tidak dapat menoleransi perubahan volume darah yang memasuki
ventrikel kiri. (Black dan Hawks, 2014).

2.4 MANIFESTASI KLINIS


Menurut Ey kumalasari (2013), manifestasi klinis gagal jantung bervariasi,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat penampilan
jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan:
a. Gejalah paru berupa Dyspnea, orthopnea dan paroxysmal
nocturaldyspnea
b. Gejalah sistemik berupa lemak, cepat lelah, oliguri, nocturi, mual,
muntah, asites, hepatomegali, dan edema perifer.
c. Gejalah susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, dan mimpi
buruk sampai delirium.

Menurut Black dan Hawks (2014), manifestasti klinis gagal jantung antara
lain sebagai berikut :
a. Gagal ventrikel kanan atau gagal ventrikel kiri
1) Gagal Ventrikel Kiri
Gagal ventrikel kiri menyebabkan kongesti pulmonal dan gangguan
mekanisme pengendalian pernapasan. Masalah ini akhirnya akan
menyebabkan distress pernapasan. Derajat distress bervariasi

7
dengan posisi, aktivitas, dan tingkat stress pasien. Mekanisme
dyspnea dapat berkaitan dengan penurunan volume udara paru
(kapasitas vital) saat udara digantikan oleh darah atau cairan
interstitial.
Ortopnea merupakan tahap lanjut dari dyspnea. Ortopnea terjadi
karena posisi telentang (supine) meningkatkan jumlah darah yang
kembali ke jantung dan paru dari ekstremitas inferior (preload).
Pasien mengalami distress pernapasan di malam hari.
Paroxysimal Nocturnal Dyspnea (PND) mencerminkan situasi
sensasi kesulitan bernapas yang menakutkan. Pasien tiba-tiba
bangun dengan perasaan sesak napas yang berat dan mereda dengan
duduk tegak atau membuka jendela untuk mencari udara segar.
Pernapasan dapat bersifat berat disertai mengi (wheezing). Menurut
Mosby (2009) upaya-upaya yang dapat dilakukan pasien CHF untuk
mengurangi sesak akibat PND salah satunya adalah pengaturan
posisi yang baik dan benar.Posisi yang dapat mengurangi PND
yaitu dengan meninggikan bagian kepala menggunakan bantal atau
posisi tempat tidur 30° atau 45.
Pernapasan Cheyne Stokes kadang terjadi pada pasien dengan gagal
jantung. Pernapasan cheyne-stokes terjadi akibat waktu sirkulasi
yang memanjang antara sirkulasi pulmonal dan sistem saraf pusat.
Batuk merupakan manifestasi yang sering pada gagal jantung kiri.
Pasien batuk karena sejumlah cairan yang banyak terperangkap
dalam saluran pernapasan dan mengiritasi mukosa paru. Pada
auskultasi, dapat terdapat ronkhi bilateral.
Hipoksia serebri dapat terjadi sebagai hasil penurunan keluaran
jantung, yang akan menyebabkan perfusi otak yang tidak adekuat.
Curah jantung yang tidak adekuat akan menyebabkan jaringan yang
hipoksia dan memperlambat pembuangan sampah metabolik yang
akhirnya akan menyebabkan pasien mudah lelah.

8
Komplikasi pada gagal ventrikel kiri yaitu edema paru akut. Pada
pasien dengan dekompensasi jantung berat, tekanan kapiler di
dalam paru menjadi sangat meningkat karena cairan didorong dari
darah sirkulasi ke interstitium dan kemudian ke alveoli, bronkiolus,
dan bronkus. Hasil dari edema paru jika tidak diterapi adalah
kematian karena sulit bernapas.
2) Gagal Ventrikel kanan
Jika terjadi penurunan fungsi ventrikel kanan, akan terjadi edema
perifer dan kongesti vena pada organ. Pembesaran hati
(hepatomegaly) dan nyeri abdomen dapat terjadi ketika hati
mengalami kongesti/ terbendung cairan darah vena. Edema bersifat
simetris dan terjadi pada bagian tubuh yang menggantung di mana
tekanan vena paling tinggi.
b. Gagal jantung akut atau kronis
Menurut Morton (2012) Dalam Bariyatun S. (2018), timbulnya gejala
pada gagal jantung akut secara mendadak, biasanya beberapa hari atau
beberapa jam, sedangkan pada gagal jantung kronis gejalanya selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menggambarkan
keterbatasan kehidupan sehari-hari.
c. Gagal jantung menurut derajat sakitnya
Gagal jantung menurut derajat sakitnya yaitu (a) derajat 1, bisa
melakukan aktifitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan ataupun
sesak napas; (b) derajat 2, aktifitas ringan menyebabkan kelelahan atau
sesak napas; (c) derajat 3, aktivitas fisik sedang menyebabkan kelelahan
atau sesak napas; (d) tidak dapat melakukan aktifitas fisik sehari-hari
bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika
melakukan aktivitas (Nurarif dan Kusuma, 2015. Dalam Bariyatun S.
2018)

9
2.5 PATOFISIOLOGI
Menurut Syaifudin (2014), Gagal jantung sering dipisahkan menjadi dua
klasifikasi kegagalan kanan atau gagal jantung kiri. Pada jantung kanan, ventrikel
kanan tidak dapat memompa darah kedalam arteri pulmonalis, sehingga kurang
darah yang beroksigen oleh paru-paru dan meningkatkan tekanan diatrium kanan
dan sirkulasi vena sistemik. Hipertensi vena sistemik menyebabkan edema pada
ektrenitas. Pada gagal sisi kiri, ventrikel kiri tidak stabil untuk memompa darah ke
sirkulasi sistemik sehingga terjadi peningkaatan tekanan diatrium kiri dan
pembuluh darah paru. Paru-paru menjaddi sesak dengan darah, menyebabkan
tekanan paru relevated dan edema paru.
Meskipun, setiap jenis menghasilkan perubahan arteri yang berbeda
sistemik/paru, secara klinis tidak biasa untuk mengamati kegagalan semata-mata
gagal jantung kaanan atau gagal jantung kiri. Sejak kedua sisi jantung tergantung
pada fungsi yang memadai dari sisi lain, kegagalan satu ruang meenyebabkan
perubahan timbal balik diruang berlawanan. Misalnya, dalam peningkatan
kegagalan sisi kiri kemacetan vvaskular paru akan menyababkan tekakan
meningkat pada ventrikal kanan, sehingga benar hiprtrofi ventrikel,penurunan
efisiensi miokard, dan akhirnya mengumpulkan darah dalam sirkulasi vena
sistemik (Syaifudin, 2014).

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Menurut Bariyatun S. (2018), pemeriksaan pada gagal jantung adalah
sebagai berikut:
a. Foto thoraks dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung yang
disertai adanya pembendungan cairan diparu karna hipertensi pulmonal.
Tempat adanya infiltrat procordial kedua paru dan efusi pleura.
b. Laboratorium mengungkapkan penurunan HB dan Hematokrit. Jumlah
leukosit meningkat bila sangat meninggi mungkin memperberat
jantung. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme,
masukan kalori, keadaan paru dan fungsi ginjal, kadar natrium darah
sedikit menurun walaupun kadar natrium total bertambah. Berat jenis

10
urine menigkat, enzim hepar mungkin meningkat dalam kongesti hepar.
Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksi dengan peningkatan PCO2. BUN dan kratinin menunjukan
penurunan perfusi ginjal. Albumen/transferin serum mungkin menurun
sebagai akibat penurunan masukan protein atau penurunan sintesis
protein dalam hepar mengalami kongesti. Keecepatan sedimentasi
menunjukan adanya inflamasi akut.
c. Ultrasonography (USG) merupakan gambar cairan bebas dalam rongga
abdomen, dan gambaran pembesaran hepar dan lien. Pembesaran hepar
dan lien kadang sulit diperiksa secara manual saat disertai asites.
d. EKG mengungkapkan adanya tachicardi, hipertrofi bilik jantung dan
iskemik (jika meliputi : elektrolit serum yang mngungkapkan kadar
natrium yang rendah sehingga hasil hemodelusi darah dari adanya
kelebihan retensi air, K, Na, CL, ureum, gula darah).

2.7 PENATALAKSANAAN
Menurut Kosron (2012) dalam Bariyatun S. (2018), penatalaksanaan pada
gagal jantung meliputi :
a. Terapi non farmakologi
1) Istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung
2) Oksigenasi
3) Dukung diit : pembatasan natrium untuk mencegah,mengontrol
atau menghilangkan oedema
b. Terapi farmakologi
1) Glikosida jantung : Digitalis meningkatkan kekuatan kontraksi otot
jantung dan memperlambat frekuensi jantung.
2) Terapi deuretik diberikan untuk memacu ekskresi natrium dan air
melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hipnotermia dan hipokalemia.
3) Terapi vasodilator : obat-obatan fasoaktif digunakan untuk
mengurangi impadasi tekanan terhadap penyemburan darah oleh

11
ventrikel . obat ini memperbaiki pengosongan ventrikel dan
peningkatan kapasitas vena sehingga tekanan pengisian ventrikel
kiri dapat diturunkan.

2.8 KOMPLIKASI
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) dalam Bariyatun S. (2018),
Komplikasi gagal jantung antara lain adalah :
a. Edema paru akut terjadi akibat gagal jantung kiri.
b. Syok kardiogenik : stasium dari gagal jantung kiri, kongestif akibat
penurunan curah jantung dan perfusi jaringan yang tidak adekuat ke
organ vital (jantung dan otak).
c. Episode trombolitik
d. Trombus terbentuk karena imobilitas pasien dan gangguan sirkulasi
dengan aktifitas trombus dapat menyumbat pembuluh darah.
e. Efusi perikardial dan temponade jantung
f. Masuknya cairan kekantung perikardium, cairan dapat meregangkan
perikardium sampai ukuran maksimal. CPO menurun dan aliran balik
vena ke jantung menuju temponade jantung.

2.9 PROGNOSIS
Prognosis gagal jantung masih tergolong buruk dan sangat terkait dengan
laju kematian yang lebih tinggi dibandingkan laju kematian sebagian kanker yang
umum ditemukan (misalnya kanker payudara, kanker rahim, kanker kandung
kemih, dan kanker prostat). Data studi klasik Framingham menunjukkan bahwa
median kesintasan pada pria dan wanita dengan gagal jantung masing-masing
adalah 1,7 tahun dan 3,2 tahun. Sementara itu, tak lebih dari 25% pria dan 38%
wanita yang mampu bertahan hidup dalam kurun 5 waktu pasca diagnosis gagal
jantung.
Di sisi lain, analisis terhadap data dari 1075 individu dalam kurun waktu 50
tahun pada studi Framingham menemukan bahwa terdapat penurunan laju
kematian sebesar 10-11% per dekade yang mengisyaratkan perbaikan dalam tata

12
laksana gagal jantung. Namun, data semacam ini diambil dari studi ketat yang
mungkin tidak representatif terhadap prognosis gagal jantung di populasi yang
lebih besar. Gagal jantung di komunitas masih menunjukkan prognosis yang
sangat buruk dan menyebabkan kematian pada 60% pria dan 40% wanita dalam
kurun waktu 5 tahun sejak diagnosis (Kusuma, 2015).

13
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian Primer / Pengkajian Segera
1. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas, meliputi pemeriksaan
mengenai adanya obstruksi jalan nafas, dan adanya benda asing.
Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan napas bersih.
Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas tambahan seperti
snoring. Biasanya pasien dengan CHF mengalami batuk dengan
atau tanpa adanya sputum, penggunaan bantuan otot pernafasan,
oksigen.
2. Breathing
Frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada, dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suara nafas, kaji adanya suara
napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma
pada dada. Pasien dengan CHF biasanya mengalami :
a) Sesak saat aktifitas ringan atau istirahat.
b) RR lebih dari 24 x/menit, irama ireguler dangkal
c) Ronchi, krekles
d) Ekspansi dada tidak penuh
e) Penggunaan otot bantu nafas
3. Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan cardiac output
serta adanya perdarahan. Pengkajian juga meliputi status
hemodinamik, warna kulit dan nadi. Pasien dengan CHF biasanya
didapatkan :
a) Nadi lemah, tidak teratur
b) Takikardi

14
c) TD meningkat / menurun
d) Edema
e) Gelisah
f) Akral dingin
g) Kulit pucat, sianosis
h) Output urine menurun
4. Disability
Menilai tingkat kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil. Mengkaji
juga kemampuan klien dalam menggerakkan ekstremitas, dan
apakah klien mengalami nyeri.
5. Drugs
Mengkaji toleransi obat, obat-obatan penekan fungsi jantung,
steroid, jumlah cairan per-IV, alergi terhadap obat tertentu.

b. Pengkajian Sekunder / Pengkajian Lengkap


1. Identitas pasien
Nama : Tidak dapat dikaji
Umur : Tidak dapat dikaji
Jenis Kelamin : Tidak dapat dikaji
Status Pernikahan : Tidak dapat dikaji
Agama : Tidak dapat dikaji
Pekerjaan : Tidak dapat dikaji
Pendidikan : Tidak dapat dikaji
Alamat : Tidak dapat dikaji
Nomor register : Tidak dapat dikaji
Tanggal MRS : Tidak dapat dikaji
Diagnosa medis : CHF
2. Penanggung Jawab
Nama : Tidak dapat dikaji
Umur : Tidak dapat dikaji
Jenis Kelamin : Tidak dapat dikaji

15
Hubungan dgn Pasien : Tidak dapat dikaji
Pekerjaan : Tidak dapat dikaji
Alamat : Tidak dapat dikaji
3. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Pada umumnya pasien dengan CHF masuk rumah sakit dengan
keluhan sesak napas
b) Riwayat penyakit saat ini
Pada umumnya pasien mengeluh sesak nafas, mudah lelah, dada
terasa berat, dan abadan lemah, nafsu makan menurun.
c) Riwayat penyakit terdahulu
Tidak dapat dikaji
d) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah keluarga pasien yang mengalami hal serupa dengan
pasien, dan apakah keluarga memiliki penyakit ulang/penyakit
lainnya yang duturunkan.
e) Riwayat psikososial
Merupakan respon esmosi pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
serta respond an pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik
dalam keluarga maupun masyarakat.
4. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda - Tanda Vital
Kesadaran : Tidak terkaji
GCS : Tidak terkaji
Suhu badan : Tidak terkaji
Denyut nadi : Tidak terkaji
Tekanan darah : Tidak terkaji
Berat badan : Tidak terkaji
Tinggi badan : Tidak terkaji

16
b) Metode Review Of System (ROS)
1) Sistem Pernapasan
Kondisi pernapasan pada pasien CHF aitu dispnea saat
aktifitas dan saat tidur sambil duduk, batuk dengan atau tanpa
sputum, adanya penggunaan bantuan pernapasan seperti
oksigen atau medikasi.
2) Sistem Kardiovaskuler
Pasien gagal jantung kongestif dilakukan auskultasi untuk
mengetahui adanya bunyi bising jantung S3 dan S4, dan
kemungkinan cara pemompaan jantung sudah mulai gagal.
Pasien mengami pembengkakan pada kaki dan abdomen.
Tekanan darah mungkin rendah (gagal pernapasan), iram
jantung disritmia, kuku pucat atau sianotik dengan pengisian
kapiler lambat.
3) Sistem Gastrointestinal
Pasien mengalami kehilangan napsu makan, mual muntah,
penambahan berat badan dsignifikan, pembengkakan pada
ekstremitas bawah, distensi abdomen (asites).
4) Sistem Perkemihan
Pasien dengan CHF biasanya mengalami penurunan dalam
berkemih, urine berwarna gelap, sering berkemih pada malam
hari (nokturia), diare atau konstipasi.

c) Pemeriksaan Head To Toe

Anggota Tubuh Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultas


Kepala Bentuk kepala Tidak ada - -
simetris, bulat nyeri kepala
sempurna,
tidak ada
penonjolan
atau lesi, kulit
kepala bersih.

17
Wajah Wajah tampak Tidak ada - -
menahan sakit, nyeri tekan di
tidak ada lesi wajah.
atau perubahan
bentuk lainnya
dan tidak
tampak edema.
Mata Bentuk mata, Tida ada nyeri - -
sclera, tekan pada
konjungtiva mata.
dan pupil
normal.
Konjungtiva
tampak anemis
(jika terjadi
perdarahan).
Hidung Bentuk hidung Tidak ada - -
normal nyeri tekan
simetris, tidak pada hidung
ada deformitas, atau nyeri
tidak ada tekan sinus
pernapasan
cuping hidung.
Telinga Tidak ada lesi, Tidak ada
simetris antara nyeri tekan
kiri dan kanan,
lubang telinga
bersih dan
tidak ada
cairan yang
keluar
Mulut & Faring Tampak Tidak ada - -
lembab nyeri tekan
pada lidah,
gusi dan gigi.
Leher Bentuk leher Tidak terdapat - -
simetris dan nyeri tekan
warna kulit pada leher,
pada leher tidak teraba
normal tidak penonjolan
ada perubahan,

18
tidak terlihat
adanya kaku
kuduk,
pembesaran
JVP,
tenggorokkan
normal, tidak
ada
pembesaran
tonsil, nyeri
telan.
Thoraks/Dada Bentuk dada Pengembangan Sonor pada Terdengar
normal, tidak paru pada kedua lapang adanya suara
terlihat adanya inspirasi dan paru wheezing
barel chest, ekspirasi, fokal
tampak fremitus dan
pengembangan nyeri tekan.
paru tidak
maksimal,
terdapat otot
bantu
pernapasan
Payudara & Ketiak Bentuk dan Ada atau tidak - -
benjolan. ada nyeri tekan
dan benjolan.
Abdomen Bentuk Tidak terdapat Suara Terdengar
abdomen datar, nyeri tekan, thympani, ada bising usus dan
simetris, tidak tidak ada pantulan peristaltic 5-35
ada hernia massa, turgor gelombang x/m
baik, tidak ada cairan
defands
muskuler,
terdapat
pembesaran
hepar
Jantung Daerah apeks Nadi - Daerah ICS
kordis dan meningkat ke-2 dekat
iktus kordis sternum
tidak nampak didengar suara
S1 dan
terdengar suara

19
jantung S2 di
daerah ICS ke
4 dan ke 5
linea
midklavikula
Genitalia Tidak ada Tiidak ada - -
hernia, tidak nyeri tekan
tampak pada alat
pembesaran kelamin
lymphe

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada pasien CHF yaitu dengan dilakukan EKG,
kateterisasi jantung, rontgen dada, enzim hepar, oksimetri nadi,
pemeriksaan analisa gas darah (AGD), BUN dan albumin. (Doenges,
2012. Dalam Bariyatun S, 2018).

3.2 DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN


a. Pola Napas Tidak Efektif
b. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
c. Resiko Penurunan Curah Jantung
d. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif
e. Defisit Nutrisi
f. Hipervolemia
g. Nyeri Akut
h. Hipertermia
i. Intoleransi Aktivitas
j. Ansietas

20
Penyimpangan KDM CHF

Faktor sistemik Aterosklerosis Beban kerja jantung Penyakit jantung


(Hipoksia & Anemia) Koroner meningkat lainnya

O2 ke Jantung Gangguan aliran


darah

Disfungsi
miokardium Dx: Penurunan curah
jantung
Beban sistole

Kontraktilitas
Tekanan vena pulmonalis

Hambatan pengosongan ventrikel


Tekanan kapiler paru

Beban jantung
Edema paru

GAGAL JANTUNG
Ronkhi basah

Gagal pompa ventrikel kiri


Iritasi mukosa paru

Akumulasi sekret
Fordward failure Back faiulre

Suplai darah jaringan Metabolisme anaerob Asidosis metabolik


menurun

Dx: Intoleran aktivitas Fatigue ATP

Suplai O2 otak Sinkop Dx : Resiko Perfusi


menurun Serebral Tidak Efektif

Renal flow RAA Aldosteron

Dx : Hipervolemia Retensi Na + H2O ADH

Dx : Bersihan Jalan Reflek batuk


Napas Tidak Efektif

Iritasi mukosa paru

Dx: Hipertermia Suhu tubuh Infeksi virus 21


GAGAL JANTUNG

Gagal pompa ventrikel kanan

Tekanan diastole

Bendungan atrium kanan

Bendungan vena sistemik

Lien Hepar

Splenomegali Hepatomegali

Mendesak diagfrahma Persepsi nyeri

Dispnea Dx : Nyeri akut

Dx : Ansietas Dx : Pola Napas


Tidak Efektif

Kegagalan akomodasi
Pembesaran vena di
Anoreksia & mual kembali dari sirkulasi
abdomen
ventrikel

Dx : Defisit Nutrisi

22
3.3 PERENCANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSIS KEPRAWATAN LUARAN KEPERAWATAN INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL

1 1. Pola Napas Tidak Efekif b.d. Pola Napas Manajemen Ventilasi Mekanik
Hambatan upaya napas Setelah dilakukan intervensi
(mis.nyeri saat keperawatan selama 3 x 24 jam, Observasi Observasi
bernapas,kelemahan otot masalah pola napas tidak efektif 1. Periksa indikasi ventilator 1. Untuk menghindari kesalahan
pernapasan) d.d. dispnea, membaik dengan kriteria hasil : mekanik (mis. kelelahan otot dalam pemberian intervensi
penggunaan otot bantu 1. Ventilasi semenit napas, disfungsi neurologis, terkait pemasangan ventilator
pernafasan,pola napas abnormal 2. Diameter thoraks anterior- asidosis respiratorik) maka perlu melihat indikasi
(mis. Takipnea,bradipnea, posterior
hiperventilasi), ortopnea. 3. Tekanan ekspirasi
4. Tekanan inspirasi 2. Monitor efek ventilator terhadap 2. Untuk memastikan apakah
status oksigenasi (mis. bunyi ventilator sudah sesuai atau
Kategori : Fisologis paru, Xray paru, AGD. SaO2, status oksigenasi dari pasien
Subkategori : Respirasi SyO2, ETCO2, respon subyektif membaik
pasien).
3. Penyapihan ventilator
Definisi : 3. Monitor kriteria perlunya
dilakukan apabila kondisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang penyapihan ventilator
pernapasan pasien sudah
tidak memberikan ventilasi
kembali membaik sehingga
adekuat.
dapat dilakukan pelepasan
ventilator
Penyebab :
4. Untuk menghindari hal buruk
1. Hambatan upaya napas 4. Monitor efek negatif ventilator
terjadi kepada pasien
(mis.nyeri saat
5. Jika terjadi peningkatan
bernapas,kelemahan otot 5. Monitor gejala peningkatan
pernapasan maka perlu
pernapasan) pernapasan (peningkatan denyut
dilakukan penyesuain degan
jantung atau pernapasan,
23
Gejala dan Tanda Mayor peningkatan tekanan darah, ventilator
Subjektif diaforesis, perubahan status
1. Dispnea mental)
Objektif 6. Monitor kondisi yang
6. Jika ada kondisi yang
1. Penggunaan otot bantu meningkatkan konsumsi oksigen
meningkatka konsumsi
pernapasan (demam, menggigil, kejang, dan
oksigen pada pasien maka
2. Pola napas abnormal (mis. nyeri)
perlu dilakukan penyesuaian
Takipnea,bradipnea,
kembali dengan ventilator
hiperventilasi)
7. Untuk melihat apakah ada
Gejala dan Tanda Mayor 7. Monitor gangguan mukosa oral,
lendir yang menghalangi jalan
Subjektif nasal, trakea dan laring
napas
1. Ortopnea
Objektif
1. Ventilasi semenit menurun Terapeutik
8. Atur posisi kepala 45 - 60o Terapeutik
2. Kapasitas vital menurun
9. Reposisi pasien setiap 2 jam 8. Untuk mencegah aspirasi
3. Tekanan ekspirasi menurun
9. Untuk memperlancar
4. Tekanan inspirasi menurun
10. Lakukan fisioterapi dada, jika peredaran darah pasien
5. Ekskursi dada berubah
perlu 10. Dilakukan jika ada tumpukan
lendir di dada
11. Lakukan penghisapan lendir 11. Untuk menghilangkan lendir
sesuai kebutuhan dari jalan napas
12. Ganti sirkuit ventilator setiap 24 12. Sebagai standar dalam
jam atau sesuai protokol pelayanan perawatan
13. Siapkan bag-valve mask di 13. Sebagai persiapan bantuan
samping tempat tidur untuk napas manual apibila terjadi
antisipasi malfungsi mesin. gangguan dengan mensin
Berikan media untuk ventilator
14. Untuk menilai tingkat

24
berkomunikasi (kertas, pulpen) kenyaman pasien
14. Dokumentasikan respon terhadap
ventilator

Kolaborasi
Kolaborasi
15. Kolaborasi pemilihan mode 15. Dapat disesuaikan dengan
ventilator (kontrol volume, anjuran dokter
kontrol tekanan atau gabungan)
2 Bersihan Jalan Napas Tidak Bersihan Jalan Napas Penyapihan Ventilasi Mekanik
Efektif b.d. spasme jalan napas d.d. Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi
mengi, wheezing dan/atau ronkhi keperawatan selama 3x24 jam, 1. Periksa kemampuan untuk disapih 1. Untuk mengetahui status
kering, dispnea, ortopnea, pola
masalah Bersihan Jalan Napas (meliputi hemodinamik stabil, kesiapan untuk disapih agar
napas berubah.
meningkat dengan kriteria hasil : kondisi optimal, bebas infeksi) proses penyapihan berjalan
1. Produksi Sputum dengan baik dan tidak
Kategori : Fisiologis 2. Mengi menimbulkan hal2 yg tidk
Subkategori : Sirkulasi 3. Wheezing diinginkan
4. Dipsnea 2. Monitor prediktor kemampuan 2. Dengan mengurangi tekanan
Definisi untuk mentolerir penyapihan (mis. intratoraks selama inspirasi
Ketidakmampuan membersihkan tingkat kemampuan bernapas, memunngkinkan udara mengalir
sekret atau obstruksi jalan napas kapasitas vital, Vd/Vt, MVV, kedalam paru sehingga
untuk mempertahankan jalan napas kekuatan inspirasi, FEV1, tekanan memenuhi volumenya,
tetap paten inspirasi, FEV1, tekanan inspirasi digunakan pada gagal nafas
negatif) kronik yang berhubungan
Penyebab: dengna kondisi neurovascular
Fisiologis
1. Spasme jalan napas
3. Monitor tanda-tanda kelelahan otot 3. Untuk mengetahui tanda-tanda
pernapasan (kenaikan PaCO2 kelelahan. Pengkajian terus
Gajala dan Tanda Mayor

25
Objektif mendadak, napas cepat dan menerus untuk mendeteksi
1. Mengi, wheezing dan/atau dangkal, gerakan dinding abdomen adanya kegagalan pernapasan.
ronkhi kering paradoks), hipoksemia, dan
hipoksia jaringan saat penyapihan. 4. Untuk mempertahankan
Gejala dan Tanda Minor 4. Monitor status cairan dan elektrolit keseimbangan atau homeostasis
Subjektif tubuh.
1. Dispnea
2. Ortopnea Terapeutik Terapeutik
Objektif 1. Posisikan pasien semi fowler (35- 1. Agar jalan nafas efektif
1. Pola napas berubah 45 derajat)
2. Lakukan pengisapan jalan napas, 2. Penghisapan dibutuhkan untuk
jika perlu mengeluarkan sekret, dan
mengurangi resiko infeksi
pernapasan dan untuk mebuka
jalan nafas
3. Lakukan uji coba penyapihan 3. Untuk melihat intervensi apa
(30-120 menit dengan napas yang akan dilakukan
spontan yang dibantu ventilator) selanjutnya
4. Gunakan teknik relaksasi, jika 4. Untuk melancarkan jalan nafas
perlu 5. Agar pemberian penyapihan
lebih optimal
5. Hindari pemberian sedasi 6. Dukungan psikologis juga
farmakologis selama percobaan dapat mempengaruhi keadaan
penyapihan jasmani individu dengan
6. Berikan dukungan psikologis meningkatkan kesehatan fisik
dan psikologis. 

26
Edukasi Edukasi
7. Ajarkan cara pengontrolan napas 7. Agar nafas terkontrol dan tidak
saat penyapihan menyebabkan kelelahan

Kolaborasi Kolaborasi
8. Kolaborasi pemberian obat yang 8. Untuk meningkatkan
meningkatkan kepatenan jalan kepatenan jalan nafas dan
napas dan pertukaran gas. pertukaran gas
3 Resiko Penurunan Curah Curah Jantung Pemantauan Tanda Vital
Jantung b.d. perubahan afterload, Setelah dilakukan intervensi Observasi Observasi :
perubahan kontraktilitas. keperawatan selama 3 x 24 jam, 1. Monitor tekanandarah 1. Pada gagal jantung kongestif
masalah curah jantung meningkat dini, sedang atau kronis tekanan
Resuji Penurunan Curah dengan kriteria hasil : darah dapat meningkat. Pada
Jantung (D.0011) 1. Tekanan darah CHF lanjut tubuh tidak mampu
Kategori : Psikologis 2. Capillary refill time (CRT) lagi mengkompensasi dan
Subkategori : Sirkulasi hipotensi tidak dapat normal
lagi.
Definisi : 2. Biasanya terjadi takikardi
Beresiko mengalami pemompaan 2. Monitor nadi (frekuensi, kekuatan, (meskipun pada saat istirahat)
jantung yang tidak adekuat untuk irama) untuk mengkompensasi
memenuhi kebutuhan metabolism penurunan kontraktilitas
tubuh. ventrikel.
3. Untuk mengetahui
Faktor Reesiko : perkembangan status kesehatan
1. Perubahan afterload 3. Monitor pernapasan (frekuensi, pasien dan mencegah
2. Perubahan kontraktilitas kedalaman) komplikasi lanjutan.
4. Monitor suhu tubuh 4. Untuk mencegah terjadinya
Kondisi Klinis Terkait : syok.
1. Gagal jantung kongestif 5. Monitor oksimeter nadi 5. Mengidentifikasi kualitas
27
peredaran darah nadi pasien.

6. Monitor tekanan nadi 6. Untuk mengetahui nadi pasien


dalam keadaan normal atu tidak.
7. Identifikasi penyebab perubahan 7. Untuk mengetahui sumber
tanda vital penyebab dari perubahan tanda
vital.

Terapeutik Terapeutik
8. Atur interval pemantauan sesuai 8. Agar pemantauan lebih teratur
kondisi pasien sesuai kondisi pasien.
9. Dokumentasikan hasil pemantauan 9. Sebagai bukti atau catatan
bahwa perawat telah melakukan
intervensi tersebut.

Edukasi Edukasi
10. Jelaskan tujuan dan prosedur 10. Agar pasien maupun keluarga
pemantauan. tahu apa tindakan yang
dilakukan.
11. Informasikan hasil pemantauan 11. Agar pasien maupun keluarga
tahu hasil dari pemantauan
tersebut.
4 Resiko Perfusi Serebral Tidak Perfusi Serebral Perawatan Jantung
Efektif b.d penurunan kerja Setelah dilakukan intervensi
ventrikel kiri keperawatan selama 3x24 jam, Observasi Observasi
masalah Perfusi Serebral 1. Identifikasi tanda/gejala primer 1. Agar kita dapat mengetahui
Kategori : Fisiologis meningkat dengan kriteria hasil : penurunan curah jantung adanya tanda/gejala primer
Subkategori : Sirkulasi 1. Nilai rata-rata tekanan darah (meliputi dispnea, kelelahan, dari penurunan curah jantung
2. Kesadaran edema, ortopnea, paroxymal

28
Definisi 3. Tekanan darah sistolik nocturnal dyspnea, peningkatan
Beresiko mengalami penurunan 4. Tekanan darah diastolic CVP)
sirkulasi darah ke otak 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder 2. Agar kita dapat mengetahui
penurunan curah jantung adanya tanda/gejala sekunder
Faktor Resiko (meliputi peningkatan berat dari penurunan curah jantung
1. Penurunan kinerja ventrikel badan, hepatomegali, distensi
kiri vena jugularis, palpitasi, ronkhi
basah, oliguria, batuk, kulit
pucat).
3. Monitor tekanan darah (termasuk 3. Agar dapat mengontrol
tekanan darah ortostatik, jika tekanan darah pasien
perlu)
4. Monitor berat badan setiap hari 4. Mengontrol berat badan
pada waktu yang sama penting karena berat badan
berlebih dapat memperberat
kerja jantung
5. Monitor saturasi oksigen 5. Agar pasien tidak sesak nafas
6. Monitor keluhan nyeri dada 6. Agar keluhan nyeri yang
(mis.intensitas, lokasi, radiasi, dirasakan dapat diatasi dengan
durasi, presivitasi yang segera
mengurangi nyeri)
7. Monitor OKG 12 sadapan 7. Untuk mengetahui apakah
jantung berfungsi secara
normal
8. Monitor aritmia (kelainan irama 8. untuk mengontrol adanya
dan frekuensi) aritmia pada pasien
9. Monitor fungsi alat pacu jantung 9. alat pacu jantung digunakan
agar irama jantung lebih

29
teratur
10. Periksa tekanan darah dan 10. Untuk mengetahui perbedaan
frekuensi nadi sebelum dan tekanan darah dan frekuensi
sesudah aktivitas nadi sebelum dan sesudah
beraktivitas
11. Periksa tekanan darah dan 11. Agar obat yang diberikan
frekuensi nadi sebelum aman untuk pasien
pemberian obat (mis.beta blocker,
ACE inhibitor, calcium channel
blocker, digoksin)

Terpeutik Terapeutik
12. Posisikan pasien semi fowler atau 12. Untuk membantu mengurangi
fowler dengan kaki kebawah atau sesak napas pada klien
posisi nyaman
13. Berikan diet jantung yang sesuai 13. Untuk memberikan asupan
(batasi asupan kafein, natrium, nutrisi kepada pasien tanpa
kolesterol, dan makanan tinggi memperberat kerja jantung
lemak)
14. Fasilitasi pasien dan keluarga 14. Agar pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup dapat mengubah gaya
sehat hidupnya
15. Berikan terapi relaksasi untuk 15. Agar pasien merasa lebih
mengurangi stres, jika perlu nyaman
16. Berikan dukungan emosional dan 16. Agar pasien merasa lebih
spiritual tenang dan semangat untuk
sembuh

30
5 Defisit Nutrisi b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
ketidakmampuan menelan, keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Nutrisi Manajemen Nutrisi
mencerna dan mengabsorbsi maka Status Kesehatan Komunitas
makanan / nutrisi, d.d nafsu makan Membaik dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
menurun. 1. Nafsu makan meningkat 1. Identifikasi status nutrisi 1. Agar kita dapat mengetahui
2. Kekuatan otot menelan nutrisi yang di butuhkan klien
Defisit Nutrisi (D.0019) membaik 2. Identifikasi alergi dan intoleransi 2. Agar kita dapat mengetahui
Kategori : Fisiologis makanan alergi klien
Subkategori : Nutrisi dan Cairan 3. Identifikasi makanan yang 3. Agar klien dapat memenuhi
disukai nutrisi dan cairan
Definisi : 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan 4. Agar kitabisa mengetahui
Asupan nutrisi tidak cukup untuk jenis nutrien kalori dan jenis nutrient pada
memenuhi kebutuhan metabolisme. klien
5. Identifikasi perlunya 5. Agar dapat membantu klien
Penyebab : penggunanan selang nasogastrik untuk makan dan minum
3. Ketidakmampuan menelan 6. Monitor asupan makanan 6. Untuk mengontrol asupan
makanan makanan klien
4. Ketidakmampuan mencerna 7. Monitor berat badan 7. Untuk mengontrol berat badan
makanan klien
5. Ketidakmampuan mengabsorbsi 8. Monitor hasil pemeriksaan 8. Untuk mengetahui
nutrien laboratorium pemeriksaan lebih lanjut klien
Terapeutik : Terapeutik :
Gejala dan tanda mayor : 9. Berikan makanan tinggi kalori 9. Agar klien dapatmemenuhi
Subjektif : dan tinggi protein nutrisi dan protein
-
Objektif : Edukasi : Edukasi :
- 10. Ajarkan diet yang diprogramkan 10. Agar klien dapat mengatur
keseimbangan tubuh

31
Gejala dan tanda minor :
Subjektif : Kolaborasi : Kolaborasi :
2. Nafsu makan menurun 11. Kolaborasikan dengan ahli gizi 11. Untuk mengetahui gizi dan
untuk menentukan jumlah kalori nutrisi yang di butuhkan klien
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan.

6 Hipervolemia b.d kelebihan Setelah dilakukan intervensi Pemantauan Cairan


asupan cairan d.d edema anasarka keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi Observasi
dan/atau edema perfier, berat badan maka masalah Keseimbangan 1. Monitor frekuensi dan kekuatan 1. Untuk mengetahui perubahan
meningkat dalam waktu singkat, nadi dari situs nadi
Cairan Membaik dengan kriteria
dispnea. 2. Monitor frekuensi napas 2. Untuk mengetahui perubahan
hasil :
1. Edema frekuensi napas
Kategori : Fisiologis
Subkategori : Nutrisi dan Cairan 2. Dehidrasi 3. Monitor tekanan darah 3. Untuk mengetahui perubahan
3. Asites frekuensi dari tekanan darah
Definisi : 4. Monitor waktu pengisian kapiler 4. Untuk mengetahui pengisian
Peningkatan volume cairan kapiler
intravascular, interstisial, dan/atau 5. Monitor elastisitas atau tirgor 5. Untuk mengrtahui apakah
intraselular. kulit turgor kulit sudah normal atau
belum
Penyebab : 6. Monitor jumlah, warna dan berta
1. Kelebihan asupan cairan 6. Untuk mengetahui jumlah dan
jenis urine
warna urine dan mengetahui
Gejala dan Tanda Mayor : apa yang menjadi faktor ia bisa
Subjektif : hipervolemia
1. Dispnea 7. Untuk mengetahui input dan
7. Monitor kadar albumin dan
output cairan pasien
Objektif : protein total
8. Mengkaji pengeluaran input
1. Edema anasarka dan/atau edma 8. Monitor intake dan output cairan
perifer output pada pasien

32
2. Berat badan meningkat dalam 9. Identifikasi faktor resiko 9. Untuk mengetahui faktor
waktu singkat ketidakseimbangan cairan ketidakseimbangan cairan
(mis.prosedur pembedahan
Kondisi Klinis Terkait :
mayor, trauma/perdarahan)
1. Gagal jantung kongestif

Terapeutik Terapeutik
10. Atur interval waktu pemantauan 10. Untuk mencegah terjadi nya
sesuai dengan kondisi pasien interval yang membuat kondisi
pasien memburuk
11. Dokumentasikan hasil 11. Untuk memudahkan dalam
pemantauan memberikan tindakan
selanjutnya

Edukasi Edukasi
12. Jelaskan tujuan dan prosedur 12. Untuk membaeri pemahaman
pemantauan kepada pasien untuk dengan
melakukan tindakan
pemantauan
13. Informasikan hasil pemantauan, 13. Agar keluarga pasien
jika perlu mengetahui keadaan pasien

7 Nyeri Akut b.d Agen pencedera Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
fisik(trauma) d.d Mengeluh nyeri, keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri
tampak meringis, bersikap protektifmaka Tingkat Nyeri Menurun
(mis. Waspada, posisi menghindari dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
nyeri), gelisah, dan sulit tidur. 1. Keluhan nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 1. Untuk mengetahui keadaan
2. Meringis durasi, frekuensi, kualitas, umum klien dan untuk
Kategori : Psikologis 3. Sikap protektif intensitas nyeri mengetahui secara lebih jelas
Subkategori : Nyeri dan 4. Gelisah nyeri yang dirasakan

33
Kenyamanan 5. Kesulitan tidur 2. Identifikasi skala nyeri 2. Untuk mengetahui nyeri yang
6. Berfokus pada diri sendiri dirasakan klien sehingga
Definisi : memudahkan dalam melakukan
Pengalaman sensorik atau intervensi
emosional yang berkaitan dengan 3. Identifikasi respon nyeri non verbal 3. Untuk memonitor ekspresi wajah
kerusakan jaringan aktual atau klien saat nyeri terjadi
fungsional, dengan onset mendadak 4. Identifikasi faktor yang 4. Agar dapat memberikan
atau lambat dan berintensitas ringan memperberat dan memperingan tindakan keperawatan yang tepat
hingga berat yang berlangsung nyeri sesui dengan manajemen nyeri
kurang dari 3 bulan. 5. Monitor efek samping penggunaan 5. Untuk melihat efek samping dari
analgetik analgesik tersebut
Penyebab :
2. Agen pencedera fisik (trauma) Terapeutik :
6. Untuk mengatasi dan mengatasi
Gejala dan Tanda Mayor : nyeri klien
Subjektif : 7. Agar suhu ruangan dapat terjaga
2. Mengeluh nyeri dengan baik demi kenyamana
Terapeutik : klien
Objektif : 6. Berikan teknik nonfarmakologis 8. Agar tidak terjadi komplikasi
3. Tampak meringis untuk mengurangi rasa nyeri pada saat meredahkan nyeri
4. Bersikap protektif (mis. 7. Kontrol lingkungan yang
Waspada, posisi menghindari memperberat rasa nyeri
nyeri)
5. Gelisah 8. Pertimbangkan jenis dan sumber
6. Sulit tidur nyeri dalam pemilihan strategi Edukasi :
meredakan nyeri 9. Agar pasien dapat mengetahui
Gejala dan Tanda Minor : penyebab terjadinya nyeri
Objektif : tersebut
1. Berfokus pada diri sendiri 10. Agar nyeri dapat di hilangkan
Edukasi : meskipun tanpa menggunakan
Kondisi Klinis Terkait : 9. Jelaskan penyebab, periode, dan obat tertentu
2. Cedera traumatis pemicu nyeri 11. Agar pasien dapat mengukur

34
nyerinya sendiri
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri 12. Anageltik diberikan untuk
membantu menghambat
stimulus nyeri ke pusat
11. Anjurkan memonitor nyeri secara presepsi nyeri di orteks serebri
mandiri sehingga nyeri dapat berkurang
12. Anjurkan menggunakan analgetik 13. Untuk mengatasi dan
secara tepat menghilangkan rasa nyeri

13. Ajarkan teknik nonfarmakalogis


untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
Kolaborasi : 14. Pengunaan anagelsik yang
14. Kolaborasi pemberian analgetik, berlebihan dapat menutupi
jika perlu gejala.

8 Hipertermia b.d respon trauma d.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
suhu tubuh diatas normal, kulit keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Hipertermia Manajemen Hipertermia
terasa hangat. maka Termoregulasi membaik
dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
Kategori : Lingkungan 1. Suhu tubuh 1. Identifikasi penyebab hipertermia 1. Untuk mengetahui sumber
Subkategori : Keamanan dan 2. Suhu kulit penyebab nyeri
Proteksi 2. Monitor suhu tubuh 2. Untuk mencegah terjadinya
syok
Definisi : 3. Monitor kadar elektrolit 3. Untuk memantau kadar
Suhu tubuh meningkat di atas elektrolit pada tubuh
rentang normal tubuh.
Terapeutik : Terapeutik :
Penyebab : 4. Sediakan lingkungan yang dingin 4. Untuk menurunkan suhu pasien
1. Respon trauma 5. Longgarkan atau lepaskan pakaian 5. Agar pasien tidak merasa

35
kepansan
Gejala dan Tanda Mayor 6. Berikan cairan oral 6. Untuk mengurangi dehidrasi
Objektif : yang dialami pasien
1. Suhu tubuh diatas nilai normal 7. Lakukan pendinginan eksternal 7. Untuk menurunkan suhu badan
(mis. Selimut hipotermia atau pasien
Gejala dan Tanda Minor kompres dingin pada dahi, leher,
Objektif : dada, abdomen, aksila)
1. Kulit terasa hangat 8. Hindari pemberian antipiretik atau 8. Untuk menurunkan suhu tubuh
aspirin
Kondisi Klinis Terkait :
1. Trauma Edukasi : Edukasi :
9. Anjurkan tirah baring 9. Untuk menstabilkan suhu
tubuh

Kolaborasi : Kolaborasi :
10. Kolaborasi pemberian cairan dan 10. Untuk mengatasi dehidrasi
elektrolit intravena, jika perlu. yang terjadi akibat peningkatan
suhu tubuh
9 Intoleran Aktivitas b.d Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional intervensi :
ketidakseimbangan antara suplai keperawatan selama 3 x 24 jam Manajemen Energi Manajemen Energi
dan kebutuhan oksigen, d.d merasa maka Toleransi Aktivitas Membaik
lemah dan sianosis. dengan kriteria hasil : Observasi : Observasi :
1. Kemudahan dalam melakukan 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Agar kita dapat mengetahui
Intoleran aktivitas (D.0056) aktivitas sehari-hari meningkat tubuh yang mengakibatkan tubuh yang mengalami
Kategori : Fsikologis kelelahan kelelahan.
Subkategori : Aktivitas/istirahat 2. Monitor kelelahan fisik dan 2. Agar kt dapat mengontrol fisik
emosional dan emosional klien
Definisi : 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Agar kita dapat mmengatur
Ketidakcukupan energi untuk 4. Monitor lokasi dan kebutuhan klien
melakukan aktivitas sehari-hari ketidaknyamanan selama 4. Agar kita dapat mengetahui

36
melakukan aktivitas aktivitas klien
Penyebab :
1. Ketidakseimbangan antara Terapeutik : Terapeutik :
suplai dan kebutuhan oksigen 5. Sediakan lingkungan nyaman dan 5. Agar dapat menurunkan
rendah stimulus (mis. stimulasi yang berlebihandapat
Gejala dan tanda mayor : Cahaya,suara, kunjungan) mengurangi kecemasan
Subjektif : 6. Lakukan latihan rentang gerak 6. Dapat meningkatkan
- pasif dan atau aktif kemampuan klien untuk
Objektif : melakukan rentang gerak pasif
- dan aktif
7. Berikan aktivitas distraksi yang 7. Agar klien dapat merasakan
Gejala dan tanda minor : menenangka kenyamanan
Subjektif :
1. Merasa lemah Edukasi : Edukasi :
8. Anjurkan tirah baring 8. Untuk menghilangkan stress
Objektif : 9. Anjurkan melakukan aktivitas 9. Agar klien dapat memahami
1. Sianosis secara bertahap aktivitas yang di berikan

Kolaborasi : Kaloborasi :
10. Kolaborasi dengan ahli gizi 10. Agar kebutuhan gizi klien
tentang cara meningkatkan terpenuhi
asupan makanan

10 Ansietas b.d Kurang terpapar Setelah dilakukan intervensi Intervensi : Rasional Intervensi :
informasi d.d merasa khawatir keperawatan selama 3 x 24 jam Reduksi Ansietas Reduksi Ansietas

37
dengan akibat kondisi yang maka Tingkat Ansietas Menurun
dihadapi, tampak gelisah, tampak dengan kriteria hasil : Observasi Observasi
tegang. 1. Verbalisasi khawatir terhadap 1. Identifikasi saat tingkat ansietas 1. Agar pasien dan keluarga lebih
kondisi yang dihadapi berubah (mis, kondisi, waktu, memahami apa itu ansietas
Kategori : Psikologis 2. Perilaku gelisah stresor) sendiri dan bisa mengantisipasi
Subkategori : Integritas Ego 3. Perilaku tegang jika ansietas itu timbul dengan
berbagai macam tingkatan
Definisi : ansietas
Kondisi emosi dan pengalaman
subyektif individu terhadap objek Terapeutik Terapeutik
yang tidak jelas dan spesifik akibat 2. Temani pasien untuk mengurangi 2. Agar pasien lebih merasa
antisipasi bahaya yang kecemasan, jika memungkinkan nyaman dan tidak merasa
memungkinkan individu melakukan sendiri
tindakan untuk menghadapi 3. Pahami situasi yang membuat 3. Untuk lebih mengetahui dan
ancaman. ansietas lebih mengontrol pasien agar
tidak terjadi ansietas yang
Penyebab : berlebih
1. Kurang terpapar informasi 4. Gunakan tehnik bhsp agar
4. Gunakan pendekatan yang tenang terjalin komunikasi yang
Gejala dan Tanda Mayor dan meyakinkan adekuat dan untuk
Subjektif : menimbulkan rasa kepercayaan
1. Merasa khawatir dengan akibat 5. Agar pasien tidak merasakan
dari kondisi yang dihadapi 5. Motivasi mengidentifikasi situasi asietas yg berkepanjangan
yang memicu kecemasan
Objektif :
1. Tampak gelisah Edukasi Edukasi
2. Tampak tegang 6. Anjurkan keluarga untuk tetap 6. Karena keluarga merupakan
bersama pasien, jika perlu unit terbesar dalam membantu
Gejala dan Tanda Minor kesembuhan pasien
Objektif : 7. Latih penggunaan mekanisme 7. Untuk dapat mengbebaskan diri
1. Muka tampak pucat pertahanan diri yang tepat. segala jenis kerusakan fisik
Kondisi Klinis Terkait : yang berhubungan dengan

38
1. Rencana operasi kejahatan

39
3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
DIAGNOSIS
NO TANGGAL & JAM IMPLEMENTASI TTD
KEPERAWATAN
1 04 Maret 2020 Pola Napas Tidak Efektif 1. Memeriksa indikasi
(08.00) ventilator mekanik
2. Memonitor efek negatif
ventilator
3. Memonitor gejala
peningkatan pernapasan
(peningkatan denyut
jantung atau
pernapasan,
peningkatan tekanan
darah, diaforesis,
perubahan status
mental)
4. Mengatur posisi kepala
45 - 60o
5. Mereeposisi pasien
setiap 2 jam
6. Menyiapkan bag-valve
mask di samping
tempat tidur untuk
antisipasi malfungsi
mesin dan memberikan
media untuk
berkomunikasi (kertas,
pulpen)
7. Mendokumentasikan
respon terhadap
ventilator

40
2 04 Maret 2020 Bersihan Jalan Tidak 1. Memonitor tanda-tanda
(11.00) Efektif kelelahan otot
pernapasan
2. Memposisikan pasien
semi fowler (35-45
derajat)
3. Melaakukan pengisapan
jalan napas
4. Menggunakan teknik
relaksasi
5. Memberikan dukungan
psikologis
6. Mengkolaborasi
pemberian obat yang
meningkatkan
kepatenan jalan napas
dan pertukaran gas.
3 04 Maret 2020 Resiko Penurunan Curah 1. Memonitor tekanan
(14.00) Jantung darah
2. Memonitor tekanan
nadi
3. Memonitor pernapasan
(frekuensi, kedalaman)
4. Mengatur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
5. Mendokumentasikan
hasil pemantauan

4 05 Maret 2020 Resiko Perfusi Serebral 1. Mengidentifikasi


(10.00) Tidak Efektif tanda/gejala primer

41
penurunan curah
jantung
2. Memonitor tekanan
darah
3. Memonitor saturasi
oksigen
4. Memonitor aritmia
(kelainan irama dan
frekuensi)
5. Memonitor fungsi alat
pacu jantung
6. Memeriksa tekanan
darah dan frekuensi
nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
7. Memposisikan pasien
semi fowler atau fowler
dengan kaki kebawah
atau posisi nyaman
8. Memberikan diet
jantung yang sesuai
(batasi asupan kafein,
natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
9. Memfasilitasi pasien
dan keluarga untuk
modifikasi gaya hidup
sehat
10. Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi stres
17. Memberikan dukungan

42
emosional dan spiritual
5 05 Maret 2020 Defisit Nutrisi 1. Mengidentifikasi status
(15.00) nutrisi
2. Mengidentifikasi alergi
dan intoleransi
makanan
3. Mengidentifikasi
makanan yang disukai
4. Memonitor asupan
makanan
5. Memonitor berat badan
6. Memberikan makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein
7. Mengkolaborasikan
dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan.
6 05 Maret 2020 Hipervolemia 1. Memonitor elastisitas
(19.00) atau turgor kulit
2. Memonitor jumlah,
warna dan berta jenis
urine
3. Memonitor intake dan
output cairan
4. Mengidentifikasi faktor
resiko
ketidakseimbangan
cairan
5. Mengatur interval

43
waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi
pasien
7 05 Maret 2020 Nyeri Akut 1. Mengidentifikasi lokasi,
(22.00) karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala
nyeri
3. Mengidentifikasi faktor
yang memperberat dan
memperingan nyeri
4. Memberikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5. Mengontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
6. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Menganjurkan
memonitor nyeri secara
mandiri
8. Mengajarkan teknik
nonfarmakalogis untuk
mengurangi rasa nyeri
9. Mengkolaborasi
pemberian analgetik.
8 06 Maret 2020 Hipertermia 1. Memonitor suhu tubuh
(10.00) 2. Menyediakan
lingkungan yang dingin

44
3. Melonggarkan atau
lepaskan pakaian
4. Memerikan cairan oral
5. Mengkolaborasi
pemberian cairan dan
elektrolit intravena
9 06 Maret 2020 Intoleransi Aktifitas 1. Memonitor pola dan
(14.00) jam tidur
2. Menyediakan
lingkungan yang
nyaman
3. Menganjurkan tirah
baring
4. Menganjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
10 06 Maret 2020 Ansietas 1. Menemani pasien untuk
(16.00) mengurangi kecemasan,
jika memungkinkan
2. Menggunakan
pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
3. Memotivasi
mengidentifikasi situasi
yang memicu
kecemasan

45
3.5 EVALUASI KEPERAWATAN

DIAGNOSIS CATATAN
NO TANGGAL TTD
KEPERAWATAN PERKEMBANGAN
1 04 Maret 2020 Pola Napas Tidak Efektif S : Klien merasa tidak sesak
lagi
O : Klien tampak bisa
bernapas normal
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
2 04 Maret 2020 Bersihan Jalan Napas S : Klien merasa rileks,
Tidak Efektif tidak ada lendir atau sputum
O : Klien tampak bisa
bernapas normal
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
3 04 Maret 2020 Resiko Penurunan Curah S : Klien merasa tidak sesak
Jantung lagi
O : Klien tampak bisa
bernapas normal
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
4 05 Maret 2020 Resiko Perfusi Jaringan S : Klien merasa tidak
Serebral Tidak Efektif pusing
O : Klien tampak membaik,
tidak pusing, dapat bernapas
normal
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.

5 05 Maret 2020 Defisit Nutrisi S : Klien mengatakan napsu


makan sudah

46
membaik/sudah kembali
seperti biasanya
O : Klien tidak mual muntah
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
6 05 Maret 2020 Hipervolemia S : Klien merasa nyaman
O : Edema tampak
berkurang
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
7 05 Maret 2020 Nyeri Akut S : Klien merasa nyaman
dengan berkurangnya nyeri
setalah melakukan terapi
nyeri.
O : Klien mampu mengatasi
rasa nyeri
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
8 06 Maret 2020 Hipertermia S : Klien merasa nyaman
O : Suhu tubuh klien
menurun
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
9 06 Maret 2020 Intoleransi Aktifitas S : Klien mengatakan tidak
merasa lemah / capek.
O : Klien tampak berenergi.
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.
6 06 Maret 2020 Ansietas S : Klien mengatakan
merasa tenang dan sudah
tidak cemas/gelisah
O : Klien tampak tenang

47
dan tidak gelisah
A : Masalah teratasi.
P : Intervensi dihentikan.

48
BAB IV
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Gagal jantung merupakan suatu kondisi ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh yang
ditentukan sebagai konsumsi oksigen. Gagal jantung terjadi karena perubahan
fungsi sistolik dan diastolik ventrikel kiri. Jantung mengalami kegagalan sehingga
tidak dapat menangani jumlah darah yang normal atau pada kondisi tidak ada
penyakit, tidak dapat melakukan toleransi peningkatan volume darah mendadak
(misalnya selama latihan fisik).

3.2 SARAN
Dalam penyusun makalah ini sangat jauh dari penyempurnaan maka kami
sangat mengharapkan saran,kritikan,ide dari teman-teman mahasiswa atau
mahasiswi yang bersifat menambah dan membangundemi penyempurnaan
makalah ini.

49
DAFTAR PUSTAKA

Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada Pasien Congestive Heart


Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan Oksigenasi di RSUD Wates
Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah]. Prodi Keperawatan, Politeknik
Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

Black & Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah – Manejemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan Edisi 8 Buku 2. Singapore: Elsevier.

Doenges. 2012. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada


Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah]. Prodi
Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

Ey Kumalasari. 2013. Gagal Jantung Kongestif (CHF). Link url :


PDFeprints.undip.ac.id › Etha_Yosy_K_Lap. (Diakses: Kamis 18
Oktober2018 Pukul : 20.43).

Kosron. 2012. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada


Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah]. Prodi
Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

Mansjoer. 2009. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada


Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah]. Prodi
Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

Morton. 2012. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen Pada


Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan Kebutuhan
Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah]. Prodi
Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

50
Nurarif dan Kusuma. 2015. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian
Oksigen Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan
Kebutuhan Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah].
Prodi Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Rachma. 2014. Upaya Penatalaksanaan Pola Nafas Tidak Efektif Pada Pasien
Gagal Jantung Kongestif.(Diakses : Rabu 04 Maret 2020. Pukul 10.23).

Syaifudin.2014.Gagal Jantung Congestive. Link url :


PDFrepositori.ump.ac.id>LUJIMIATI BAB. (Diakses : Rabu 04
Maret 2020. Pukul 10.23).

Udijianti. 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Tidur Pada


Pasien Congestive Heart Failure. Vol. 2 (2).(Diakses : Rabu 04 Maret 2020.
Pukul 10.23).

Wijaya & Putri. 2013. Dalam Bariyatun S. 2018. Penerapan Pemberian Oksigen
Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan Gangguan
Kebutuhan Oksigenasi di RSUD Wates Kulon Progo. [Karya Tulis Ilmiah].
Prodi Keperawatan, Politeknik Kementrian Kesehatan. Yogyakarta.

51

Anda mungkin juga menyukai