Anda di halaman 1dari 75

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH I

QBL & CBL: PEMBULUH DARAH & ASUHAN


KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
KARDIOVASKULAR
disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah I

OLEH FG 3 :

Triana Ferdianingsih (NPM 1806270192)

Rofi Istiyani (NPM 1806270116)

Iif Afifatunnisa (NPM 1806269966)

Nur Ikhsan (NPM 1806270040)

Rudi Hadi Suwarno (NPM 1806270135)

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS INDONESIA

2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena ridha-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Keperawatan
Medikal Bedah I“. Tidak lupa juga kami mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1) Ns. Denissa Faradita Aryani, S.Kep., M.Sc. selaku fasilitator yang telah
membimbing dan memberikan arahan dalam penyusunan makalah ini.
2) Teman-teman kelompok FG 3 Keperawatan Medikal Bedah I yang telah
bekerjasama dalam penyusunan makalah ini.
3) Serta seluruh pihak yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu yang sudah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca dan untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin


masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini. Meskipun demikian, penulis berharap bahwa makalah ini dapat
memberikan kontribusi dalam mempermudah pelaksanaan kegiatan asuhan kesehatan
pada klien terutama dalam sistem kardiovaskuler.

Depok, April 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... 2

Daftar Isi........................................................................................................ 3i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................... 5
B. Tujuan Penulisan................................................................................ 5
C. Metode Penulisan............................................................................... 6
D. Sistematika Penulisan........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN TEORI

A. QBD
1. Peran pembuluh darah .....................................................................8
2. Hubungan aliran, tekanan dan resistensi..........................................12
3. Pembuluh darah arteri ......................................................................13
4. Pembuluh darah arteriol ...................................................................17
5. Pembuluh darah kapiler....................................................................17
6. Pembuluh darah vena .......................................................................20
B. PBL
1. Definisi Penyakit Jantung Koroner..................................................26
2. Klasifikasi Penyakit Jantung Koroner..............................................27
3. Manifestasi Klinik Penyakit Jantung Koroner.................................28
4. Etiologi Penyakit Jantung Koroner ............................................... .30
5. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner......................................... .34
6. Komplikasi Penyakit Jantung Koroner .......................................... .36

3
7. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik ...............................................38
8. Penatalaksanna Penyakit Jantung Koroner ....................................44
9. Asuhan Keperawatan Penyakit Jantung Koroner............................51
1. Pengkajian...........................................................................51

2. Diagnosis keperawatan.......................................................59

BAB III TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian.............................................................................................60
B. Analisis Data.........................................................................................61
C. Diagnosis Keperawatan........................................................................62
D. Intervensi dan Rasional.........................................................................63
E. Implementasi.........................................................................................72
F. Evaluasi.................................................................................................72

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................73
B. Saran.......................................................................................................73
Daftar Pustaka 74

4
BAB I
PENDAHULUAN

1) Latar Belakang
Penyakit jantung koroner merupakan salah satu kelompok penyakit
kardiovaskuler, dimana menurut Riskesdas (2013) prevalensi penyakit jantung
koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis oleh dokter sebesar 0,5%
sedangkan berdasarkan terdiagnosis atau gejala sebesar 1,5%. Di Indonesia
menduduki peringkat pertama penyumbang angka kematian dan angkanya
meningkat sebesar 37% penduduk. Begitupun menurut data WHO (2013)
kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai 17,1 juta orang pertahun.
Penyakit jantung koroner dan stroke menjadi urutan pertama dalam daftar
penyakit kronis di dunia.
Jantung merupakan salah satu organ tubuh dengan fungsi vital bagi manusia.
Salah satu fungsi nya untuk memompa dan mengalirkan darah berisi oksigen dan
nutrisi dari jantung ke seluruh tubuh. Dengan bertambahnya usia, pola makan,
gaya hidup serta kurangnya aktivitas akan meningkatkan kadar kolesterol dalam
darah. Dan kadar kolesterol tinggi ini akan berpengaruh terhadap kerja jantung.
Lama kelamaan akan menyebabkan penyakit jantung koroner. Dengan banyak
nya kasus penyakit jantung di Indonesia khususnya, kondisi klien yang
terdiagnosa dengan penyakit jantung koroner yang datang ke pelayanan
kesehatan juga sudah pada kondisi terminal.
Oleh sebab itu, berdasarkan latarbelakang tersebut maka penulis akan
menjelaskan tentang asuhan keperawatan pasien dengan gangguan
kardiovaskuler.
2) Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mempelajari lebih dalam
mengenai sistem kardiovaskular, melatih berfikir kritis dalam mengelola

5
kasus pemicu, dan menerapkan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gangguan Sistem Kardiovaskular.

2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui anatomi fisiologi, peran pembuluh darah dan pola hubungan
aliran darah, tekanan darah, dan resistensi pembuluh darah.
b. Mengetahui definisi sindrom koroner akut
c. Mengetahui klasifikasi sindrom koroner akut
d. Mengetahui manifestasi klinis sindrom koroner akut
e. Mengetahui etiologi sindrom koroner akut
f. Mengetahui patofisiologi sindrom koroner akut
g. Mengetahui komplikasi sindrom koroner akut
h. Mengetahui pemeriksaan penunjang/diagnostik pada gangguuan
kardiovaskular
i. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan pada gangguan kardiovaskular
j. Mengetahui asuhan keperawatan pada klien kardiovaskular

3) Metode Penulisan
Dalam pembuatan asuhan keperawatan ini penulis menggunakan metode studi
pustaka dan jurnal.

4) Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun terdiri dari 4 BAB yaitu :
1. BAB I Pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, metode
penulisan, dan sistematika penulisan
2. BAB II Tinjauan teori terdiri dari anatomi fisiologi sistem respirasi,
mekanisme bernafas, kontrol ventilasi, bagaimana mekanisme demam,
mekanisme terjadinya sputum, penyebab nyeri dada pleuritik, pemeriksaan
penunjang/diagnostik pada gangguuan respirasi, penatalaksanaan

6
keperawatan pada gangguan respirasi dan asuhan keperawatan pada klien
pneumonia
3. BAB III Tinjauan Kasus terdiri dari pengkajian, diagnosa, intervensi dan
rasional keperawatan.
4. BAB IV penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran
5. Daftar pustaka

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. QBD (Question Based Discussion)


1) Peran pembuluh darah

Gambar 1. Sistem peredaran darah (Sherwood, 2012)

Sirkulasi sistemik kardiovaskuler dan paru-paru masing-masing terdiri dari


suatu sistem peredaran pembuluh darah tertutup. Pembuluh darah masing-
masing terdiri dari rangkaian kesatuan yang berbeda tipe pembuluh darah
yang dimulai dan berakhir dengan jantung. Pada sistem kardiovaskuler
memiliki 5 pembuluh darah, arteri, arteriol, kapiler, venula, dan vena.

a. Arteri
Arteri membawa darah dari jantung ke organ-organ, bercabang semakin
kecil, dengan berbagai cabang mengantarkan darah ke berbagai bagian
tubuh. Peran arteri adalah sebagai berikut:
 Tekanan arteri berfluktuasi berkaitan dengan sistol dan diastol
ventrikel

8
Tekanan darah adalah gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap
dinding pembuluh darah yang bergantung pada volume darah,
compliance dan distensibilitas. Tekanan darah dikatakan konstan
apabila volume darah yang masuk ke arteri sama dengan volume
yang keluar selama satu periode. Namun kenyataannya tidaklah
demikian. Ketika sistol ventrikel atau isi sekuncup darah masuk ke
arteri dari ventrikel (sepertiga dari jumlah tersebut meninggalkan
arteri untuk masuk ke arteriol) dan selama diastol tidak ada darah
yang masuk arteri, selamaitu pula darah terus keluar dari arteri karena
didorong oleh recoil elastis. Tekanan maksimal yang ditimbulkan
arteri saat darah mengisi pembuluh darah disebut tekanan sistol.
Rerata sistol ialah 120 mmHg. Sedangkan tekanan diastol adalah
tekanan minimal didalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju
ke pembuluh darah yang lebih kecil di hilir dengan rerata 80 mmHg.
Tekanan darah arteri dinyatakan sebagai tekanan sistolik per diastolik
dengan batas rata-rata 120/80 mmHg (Sherwood, 2012).
 Tekanan arteri rata-rata merupakan gaya pendorong utama aliran
darah
Dalam setiap siklus jantung tekanan arteri lebih dekat dengan tekanan
diastolik daripada sistolik untuk periode yang lebih lama. Pada
kecepatan jantung istirahat, sekitar 2/3 dari siklus jantung disebabkan
oleh diastol dan sisanya sistol.rumusnya yaitu: Tekanan arteri rata-
rata-tekanan diastolik+1/3 tekanan nadi.
Karena arteri tidak banyak menimbulkan resistensi terhadap aliran
darah maka hanya sedikit energi yang hilang dipembuluh ini akibat
gesekan. Karena itu, tekanan arteri-sistol, diastol,nadi atau tekanan
rata-rata pada hakikatnya sama diseluruh percabangan arteri
(Sherwood, 2012).

b. Arteriol

9
Ketika arteri kecil mencapai organ yang disuplai, bercabang menjadi
banyak arteriol. Volume darah mengalir melalui organ dapat disesuaikan
dengan mengatur kaliber (diameter internal) dari arteriol organ. Arteriol
memainkan peran penting dalam mengatur aliran darah dari arteri ke
kapiler dengan mengatur resistensi, perlawanan terhadap aliran darah
karena gesekan antara darah dan dinding pembuluh darah. Karena ini
mereka dikenal sebagai pembuluh resistensi. Ketika diameter pembuluh
darah lebih kecil, gesekan lebih besar, sehingga ada lebih banyak
resistensi. Kontraksi otot polos arteriol menyebabkan vasokonstriksi,
yang meningkatkan resistensi lebih banyak dan menurunkan aliran darah
ke kapiler yang disuplai oleh arteriol itu. Sebaliknya, relaksasi otot polos
arteriol menyebabkan vasodilatasi, yang menurunkan resistensi dan
meningkatkan aliran darah ke kapiler. Perubahan diameter arteriol juga
dapat mempengaruhi tekanan darah: Vasokonstriksi arteriol
meningkatkan tekanan darah, dan vasodilatasi arteriol menurunkan
tekanan darah.

c. Kapiler
Cabang arteri lebih jauh di dalam organ menjadi kapiler, pembuluh darah
terkecil. Pertukaran kapiler adalah keseluruhan tujuannya dari sistem
peredaran darah; semua aktivitas sistem lainnya adalah diarahkan untuk
memastikan distribusi yang memadai untuk diisi ulang darah ke kapiler
untuk ditukar dengan semua sel. Bahan-bahan yang ditukar melalui
dinding kapiler dengan proses difusi. Fungsi utama kapiler adalah
pertukaran zat antara darah dan cairan interstitial. Karena itu, pembuluh
darah berdinding tipis ini disebut sebagai pembuluh darah exchange
(pertukaran).

d. Venula

10
Kapiler bergabung kembali untuk membentuk venula kecil, yang
selanjutnya bergabung membentuk vena kecil yang meninggalkan organ.
Vena kecil semakin progresif bersatu untuk membentuk pembuluh darah
yang lebih besar yang akhirnya kosong ke jantung. Arteriol, kapiler, dan
venula secara kolektif disebut sebagai mikrosirkulasi, karena mereka
hanya terlihat melalui mikroskop. Semua pembuluh darah bersirkulasi
mikro berada dalam organ. Sirkulasi paru terdiri dari hal yang sama jenis
pembuluh darah, tetapi semua darah dalam lingkaran ini berada di antara
jantung dan paru-paru.

e. Vena
Vena melengkapi perjalanan sirkulasi darah. Darah keluar lapisan kapiler
memasuki sistem vena untuk transportasi ke dalam hati. Vena memiliki
pembuluh pembuluh besar, sehingga mereka memiliki sedikit resistensi
untuk mengalirkan darah. Luas penampang total vena berangsur
berkurang ketika vena yang lebih kecil bertemu semakin sedikit tetapi
pembuluh yang lebih besar aliran darahnya semakin cepat saat mendekati
jantung. Peran lain dari vena selain sebagai lorong dengan resistensi
rendah mengembalikan darah dari jaringan ke jantung, vena juga
berfungsi sebagai reservoir darah. Karena kapasitas penyimpanannya
vena sering disebut pembuluh kapasitansi. Vena lebih tipis dinding
ototnya dibanding arteri. Sebaliknya, berbeda untuk arteri vena sedikit
elastis karena penghubung vena jaringan mengandung serat kolagen
yang jauh lebih banyak daripada serat elastin. (Sherwood, 2012).

11
Tabel 1 ciri-ciri pembuluh darah (Martini, 2012)

2) Hubungan aliran, tekanan dan resistensi


Aliran darah adalah jumlah darah yang mengalir melalui pembuluh darah.
Tekanan darah adalah gaya dorong utama bagi aliran melalui suatu
pembuluh. Resistensi adalah hambatan atau tahanan terhadap aliran darah
yang melalui pembuluh darah; dipengaruhi oleh viskositas darah, panjang
pembuluh darah, dan jari-jari pembuluh darah. Hubungan aliran darah,
tekanan dan resistensi digambarkan dengan rumus:

𝐹=∆𝑃/𝑅
Keterangan:
F = Laju Aliran Darah
∆𝑃=𝐺𝑟𝑎𝑑𝑖𝑒𝑛 𝑇𝑒𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 Darah
R = Resistensi Pembuluh Darah

12
Gambar 2: perbandingan laju aliran darah dengan perbedaan ∆𝑃 (kiri),
perbandingan laju aliran darah dengan persamaan ∆𝑃 (kanan) (Sherwood,
2014).
3) Pembuluh darah arteri
Menurut Mohan (2010) berdasarkan pada ukuran dan ciri-ciri histologis
tertentu, arteri dibagi menjadi 3 jenis: arteri besar (elastis), arteri berukuran
sedang (berotot) dan arteriol terkecil. Secara histologis, semua arteri di tubuh
memiliki 3 lapisan di dindingnya: tunica intima, tunica media, dan adventitia
tunica. Lapisan-lapisan ini semakin berkurang dengan berkurangnya ukuran
pembuluh darah.
a. Tunica intima.
Ini adalah lapisan dalam arteri. terdiri dari lapisan endotelium, jaringan
ikat subendotelial dan dibatasi secara eksternal oleh lamina elastis
internal. Endotelium adalah lapisan sel pipih yang berdekatan dengan
darah yang mengalir. Persimpangan-persimpangan sempit ada di antara
sel-sel endotel yang berdampingan yang berfungsi sebagai lewatnya
tempat material-material tertentu. Integritas lapisan endotel sangat
penting dalam pemeliharaan fungsi vaskular karena jika terjadi
kerusakan maka akan terjadi trombus. Jaringan subendotelial terdiri dari
jaringan penghubung dari jaringan ikat yang meliputi sel myointimal,

13
kolagen, proteoglikan, elastin dan matriks glikoprotein. Lamina elastis
internal adalah lapisan serat elastis yang memiliki susunan bertingkat.
b. Media tunika.
Media tunika adalah lapisan tengah dinding arteri, yang diikat secara
internal oleh lamina elastis internal dan eksternal oleh lamina elastis
eksternal. Lapisan ini adalah yang paling tebal dan terutama terdiri dari
sel otot polos dan serat elastis. Lamina elastis eksternal terdiri dari
kombinasi jaringan elastis yang mana tidak lebih baik daripada lamina
elastis internal.
c. Tunica adventitia
Lapisan luar arteri adalah tunica adventitia. Ini terdiri dari jaringan
longgar, jaringan ikat dan beberapa serat elastis yang bergabung dengan
jaringan yang berdekatan. Lapisan ini kaya akan limfatik dan serabut
saraf otonom. Lapisan dinding arteri menerima nutrisi dan oksigen dari 2
sumber:
 Tunica intima dan sepertiga bagian dalam media diberi nutrisi oleh
difusi langsung dari darah yang ada di lumen.
 Dua pertiga bagian luar dari media dan adventitia disuplai oleh vasa
vasora (yaitu pembuluh pembuluh), dimana pembuluh nutrisi
dihasilkan dari arteri induk.

Menurut Mohan (2010) berdasarkan ukuran dan fitur strukturalnya,


arteri dibagi menjadi tiga jenis:
1) Arteri besar atau elastis, termasuk aorta, cabang-cabangnya yang
besar (terutama yang innominate, subklavia, carotid umum, dan
iliac), dan arteri pulmonalis memiliki kandungan jaringan elastis
yang sangat tinggi dan lamina elastis yang tebal.
2) Arteri berukuran sedang (berotot) adalah cabang dari arteri elastis
atau dari cabang lain dari aorta (mis., arteri koroner dan ginjal).
Ketiga lapisan dinding arteri lebih tipis daripada di arteri elastis.

14
Lamina elastis internal muncul sebagai garis bergelombang tunggal
sedangkan lamina elastis eksternal kurang menonjol. Media ini
terutama terdiri dari sel-sel otot polos dan beberapa serat elastis.
3) Arteriol adalah cabang terkecil dengan diameter internal 20-100 μm
di dalam substansi jaringan dan organ. Secara struktural, mereka
terdiri dari tiga lapisan seperti pada arteri berotot tetapi jauh lebih
tipis dan tidak dapat dibedakan. Arteriol terdiri dari lapisan sel
endotel di intima, satu atau dua sel otot polos di media dan sejumlah
kecil kolagen dan jaringan elastis yang terdiri dari adventitia.
Lamina elastis hampir hilang. Kapiler seukuran RBC (7-8 μm) dan
memiliki lapisan endotelium tetapi tidak ada media. Darah dari
kapiler kembali ke jantung melalui venula post-kapiler dan
kemudian ke venula lalu vena.

Gambar 3 struktur arteri berukuran sedang (berotot) (harsh mohan,


2010)

Jumlah relatif dan konfigurasi konstituen dasar berbeda di sepanjang


sistem arteri karena adaptasi lokal untuk kebutuhan mekanik atau
metabolisme. Variasi struktural ini, dari satu lokasi ke lokasi lain,
utamanya di media dan di ECM.

Dengan penuaan, aorta kehilangan elastisitas, dan pembuluh darah besar


berkembang kurang mudah, terutama ketika tekanan darah meningkat.

15
Dengan demikian, arteri dari orang yang lebih tua sering menjadi
semakin berliku dan melebar (ectatic). Pada arteri berotot, media
sebagian besar terdiri dari sel otot polos yang tersusun melingkar atau
spiral. Pada arteri dan arteriol otot (lihat di bawah), aliran darah dan
tekanan darah regional diatur oleh perubahan ukuran lumen melalui
kontraksi sel otot polos (vasokonstriksi) atau relaksasi (vasodilatasi),
sebagian dikendalikan oleh sistem saraf otonom dan sebagian oleh
faktor metabolisme lokal dan interaksi seluler (Kumar, et.al, 2010).

Arteri berfungsi sebagai saluran transit cepat bagi darah jantung ke


berbagai organ (karena memiliki diameter yang besar, arteri tidak
menimbulkan resistensi terhadap aliran darah) dan berfungsi sebagai
reservoar (penampung) tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong
bagi darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi. Ketika relaksasi
berarti tidak ada darah yang dipompa keluar. Namun, aliran darah
kapiler yang tidak berfluktuasi antara sistol dan diastol jantung, darah
terus mengalir melalui kapiler yang mendarahi organ-organ. Gaya
pendorong ini dihasilkan oleh sifat elastis dinding arteri.

Lapisan endotel arteri dikelilingi oleh suatu dinding tebal yang terbuat
dari otot polos dan jaringan ikat. Jaringan ikat arteri mengandung 2 jenis
serat yaitukolagen dan elastin. Kolagen menghasilkan kekuatan tensile
terhadap tekanan pendorong yang tinggi dari darah yang dihasilkan oleh
jantung, sedangkan elastin berfungsi memberi dinding arteri elastisitas
untuk mengembang secara temporer menampung kelebihan volume
darah yang dihasilkan oleh jantung. Selain itu dapat berfungsi
menyimpan energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung.

Ketika jantung memompa darah ke dalam arteri saat sistol ventrikel,


darah akan lebih banyak masuk ke arteri dari jantung daripada yang

16
keluar ke pembuluh-pembuluh kecil dihilir dikarenakan pembuluh kecil
tersebut memiliki resistensi yang lebih besar.

Ketika jantung berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding arteri


akan teregang secara pasif mengecil (recoil). Recoil ini mendorong
kelebihan darah di arteri untuk masuk kedalam pembuluh darah yang
berada di hilir dan memastika aliran darah tersebut secara kontinyu ke
organ-organ (Sherwood, 2012)

4. Pembuluh darah arteriol


Arteriol atau arteri kecil adalah pembuluh mikroskopis yang berlimpah yang
mengatur aliran darah ke jaringan kapiler pada jaringan tubuh. Ada sekitar
400 juta arteriol memiliki diameter yang berkisar dari 15µM hingga 300 µM.
Ketebalan dinding arteriol adalah satu setengah dari total diameter
pembuluh.
Arteriol memiliki tunika interna tipis dengan lamina elastis internal tipis,
fenestrasi (dengan pori-pori kecil) yang menghilang di ujung terminal.
Media tunika terdiri dari satu hingga dua lapisan sel otot polos yang
memiliki orientasi melingkar di dinding pembuluh darah. Ujung terminal
arteriol, daerah yang disebut metarteriol (setelah), mengecil menuju
persimpangan kapiler. Di persimpangan metarteriol-kapiler, sel otot paling
jauh membentuk sfingter pra-kapiler (untuk mengikat erat), yang memantau
aliran darah ke kapiler; sel-sel otot lain dalam arteriol mengatur resistensi
(oposisi) terhadap aliran darah.
Tunica externa dari arteriol terdiri dari jaringan ikat areolar yang
mengandung banyak saraf simpatis tak bermielin. Pasokan saraf simpatis ini,
bersama dengan tindakan mediator kimia lokal, dapat mengubah diameter
arteriol dan dengan demikian memvariasikan laju aliran darah dan resistensi
melalui pembuluh darah ini.
5. Pembuluh darah kapiler

17
Kapiler atau pembuluh darah terkecil, memiliki diameter 5-10 m, dan
membentuk belokan yang menghubungkan aliran arteri ke aliran balik vena.
Karena sel darah merah berdiameter 8 μm, mereka harus sering melipat
dirinya sendiri agar dapat melewati berkas tunggal melalui lumen pembuluh
darah ini. Kapiler membentuk jaringan yang luas, sekitar 20 miliar, pendek
(ratusan mikrometer panjangnya), bercabang, pembuluh darah yang saling
terhubung yang berjalan di antara sel-sel tubuh. Jaringan ini membentuk area
permukaan yang sangat besar untuk melakukan kontak dengan sel-sel tubuh.
Aliran darah dari metarteriol melalui kapiler dan ke venule postcapillary
(venula yang menerima darah dari kapiler) disebut mikrosirkulasi tubuh.
Kapiler ditemukan hampir disetiap sel dalam tubuh, tetapi jumlahnya
bervariasi dengan aktivitas metabolisme jaringan yang mereka layani.
Jaringan tubuh dengan kebutuhan metabolisme yang tinggi, seperti otot,
otak, hati, ginjal, dan sistem saraf, menggunakan lebih banyak O2 dan nutrisi
sehingga memiliki jaringan kapiler yang luas. Jaringan dengan kebutuhan
metabolisme yang lebih rendah, seperti tendon dan ligamen, mengandung
lebih sedikit kapiler. Kapiler tidak ada dalam beberapa jaringan, seperti
semua epitel yang menutupi dan melapisi, kornea dan lensa mata, serta
tulang rawan.
Struktur kapiler sangat cocok untuk fungsinya sebagai pembuluh exchange
karena mereka tidak memiliki media tunika dan tunika eksternal. Karena
dinding kapiler hanya terdiri dari satu lapisan sel endotel dan membran
dasar, suatu zat dalam darah harus melewati hanya satu lapisan sel untuk
mencapai cairan interstitial dan sel-sel jaringan. Pertukaran material hanya
terjadi melalui dinding kapiler dan awal venula; dinding arteri, arteriol,
sebagian besar venula, dan vena. Kapiler membentuk jaringan percabangan
luas yang meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran
bahan yang cepat. Di sebagian besar jaringan, darah mengalir hanya melalui
sebagian kecil jaringan kapiler ketika kebutuhan metabolisme rendah.

18
Namun, ketika sebuah jaringan aktif, seperti otot yang berkontraksi, seluruh
jaringan kapiler terisi oleh darah.
Di seluruh tubuh, kapiler berfungsi sebagai bagian dari kapiler, jaringan 10-
100 kapiler yang muncul dari satu metarteriol tunggal. Di sebagian besar
tubuh, darah dapat mengalir melalui jaringan kapiler dari arteriol ke venula
sebagai berikut:
1) Kapiler. Dalam rute ini, darah mengalir dari arteriol ke kapiler dan
kemudian ke venula (venula postcapillary). Seperti disebutkan
sebelumnya, di persimpangan antara metarteriol dan kapiler adalah
cincin serat otot polos yang disebut sfingter precapillary yang
mengontrol aliran darah melalui kapiler. Ketika sphincter precapillary
rileks (terbuka), darah mengalir ke kapiler; ketika sphincters
precapillary berkontraksi (menutup atau menutup sebagian), aliran darah
melalui kapiler berhenti atau berkurang. Biasanya, darah mengalir
perlahan melalui kapiler karena kontraksi bergantian dan relaksasi otot
polos metarteriol dan sphincter precapillary. Kontraksi dan relaksasi
yang intermiten ini, yang dapat terjadi 5 sampai 10 kali per menit,
disebut vasomotion. Sebagian, vasomotion disebabkan oleh bahan kimia
yang dilepaskan oleh sel endotel; nitric oxide adalah salah satu
contohnya. Pada waktu tertentu, darah hanya mengalir sekitar 25% dari
kapiler.
2) Saluran jalur menyeluruh. Ujung proksimal dari metarteriol dikelilingi
oleh serat otot polos yang tersebar yang kontraksi dan relaksasi
membantu mengatur aliran darah. Ujung distal pembuluh tidak memiliki
otot polos; menyerupai kapiler. Saluran semacam itu menyediakan rute
langsung untuk darah dari arteriol ke venula, sehingga melewati kapiler.

Tubuh mengandung tiga jenis kapiler yaitu:

1) Kapiler kontinyu: Sebagian besar kapiler adalah kapiler kontinu, di


mana membran plasma sel endotel membentuk tabung kontinu yang

19
hanya terputus oleh celah antar sel, kesenjangan antara sel-sel endotel
yang berdekatan. Kapiler kontinu ditemukan di sistem saraf pusat, paru-
paru, jaringan otot, dan kulit.
2) Kapiler fenestrasi: Selaput plasma sel endotelial di kapiler ini memiliki
banyak fenestrasi, pori-pori kecil (lubang) dengan diameter mulai dari
70 hingga 100 nm. Kapiler terfenestrasi ditemukan di ginjal, vili usus
kecil, pleksus koroid ventrikel di otak, proses siliaris mata, dan sebagian
besar kelenjar endokrin.
3) Kapiler sinusoid. Kapiler Sinusoid, lebih lebar dan lebih berliku
daripada kapiler lainnya. Sel-sel endotel mereka mungkin memiliki
fenestrasi besar yang luar biasa. Selain memiliki membran dasar yang
tidak lengkap atau tidak ada, sinusoid memiliki celah interselular yang
sangat besar yang memungkinkan protein dan dalam beberapa kasus
bahkan sel-sel darah melewati dari jaringan ke dalam aliran darah.
Sebagai contoh, sel darah yang baru terbentuk memasuki aliran darah
melalui sinusoid sumsum tulang merah. Selain itu, sinusoid
mengandung sel-sel lapisan khusus yang disesuaikan dengan fungsi
jaringan. Sinusoid dalam hati, misalnya, mengandung sel fagosit yang
menghilangkan bakteri dan kotoran lain dari darah. Kelenjar limpa,
hipofisis anterior, dan kelenjar paratiroid dan adrenal juga memiliki
sinusoid.

6. Pembuluh darah vena


Vena mengumpulkan darah dari semua jaringan dan organ dan
mengembalikannya ke jantung. Dinding vena bisa lebih tipis dari pada arteri
yang sesuai karena tekanan darah di vena lebih rendah daripada di arteri.
Meskipun dinding mereka lebih tipis, pada umumnya vena berdiameter lebih
besar dari arteri yang sesuai. Berdasarkan ukurannya, vena dibagi menjadi:
a. Venula

20
Venula adalah pembuluh vena terkecil. Mereka mengumpulkan darah
dari kapiler. Mereka sangat bervariasi dalam ukuran dan struktur. Venula
rata-rata memiliki diameter internal sekitar 20 μm. Venula yang lebih
kecil dari 50 μm tidak memiliki media tunika, dan venula terkecil
menyerupai kapiler yang diperluas.
b. Vena Sedang
Vena berukuran sedang sebanding ukurannya dengan arteri muskularis.
diameter internal mereka berkisar dari 2 hingga 9 mm. Media tunika
mereka tipis dan mengandung sedikit sel otot polos. Lapisan paling tebal
dari vena berukuran sedang adalah tunica externa, yang mengandung
ikatan longitudinal serat elastis dan kolagen.
c. Vena Besar
Vena besar termasuk vena cavae superior dan inferior serta cabang-
cabangnya di dalam rongga abdominopelvic dan toraks. Semua vena
besar memiliki ketiga lapisan. Media tunika ramping dikelilingi oleh
tunica externa tebal yang terdiri dari campuran serat elastis dan kolagen.
d. Katup Vena
Sistem arteri adalah sistem tekanan tinggi: Hampir semua kekuatan yang
dikembangkan oleh jantung diperlukan untuk mendorong darah di
sepanjang jaringan arteri dan melalui bermil-mil kapiler. Tekanan darah
di venula perifer hanya sekitar 10 persen dari yang ada di aorta asendens,
dan tekanan terus turun di sepanjang sistem vena. Tekanan darah di
venula dan vena berukuran sedang sangat rendah sehingga tidak bisa
mengatasi gaya gravitasi. Pada tungkai, vena dengan ukuran ini
mengandung katup, lipatan tunika intima yang terproyeksi dari dinding
pembuluh dan menunjuk ke arah aliran darah. Katup-katup ini, seperti
yang ada di jantung, memungkinkan aliran darah dalam satu arah saja.
Katup vena mencegah darah bergerak kembali menuju kapiler.
Selama katup berfungsi normal, setiap gerakan yang mendistorsi atau
menekan pembuluh darah mendorong darah ke jantung. Efek ini

21
meningkatkan aliran balik vena, laju aliran darah ke jantung. Mekanisme
ini sangat penting ketika Anda berdiri, karena darah yang kembali dari
kaki Anda harus mengatasi gravitasi untuk naik ke jantung. Katup
membagi darah dalam pembuluh darah, membagi berat darah di antara
kompartemen. Setiap kontraksi otot rangka di sekitarnya memeras darah
menuju jantung. Meskipun Anda mungkin tidak menyadarinya, ketika
Anda berdiri, siklus kontraksi dan relaksasi yang cepat terjadi dalam
otot-otot kaki Anda, membantu mendorong darah ke tubuh. Ketika Anda
berbaring, katup vena memainkan bagian yang lebih kecil dalam
pengembalian vena, karena jantung dan pembuluh darah utama Anda
berada pada level yang sama (Martini, Nath, & Bartholomew, 2014).

Gambar 4 Katup Vena (Martini, Nath, & Bartholomew, 2014).


Venula berkomunikasi secara kimia dengan arteriol di dekatnya. Pada
tingkat mikrosirkulasi, kapiler mengalir ke venula, yang semakin
menyatu membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Berbeda dengan
arteriol, venula memiliki sedikit nada dan resistensi. Komunikasi yang

22
luas terjadi melalui sinyal kimia antara venula dan arteriol di dekatnya.
Pensinyalan venuloarteriolar ini sangat penting untuk mencocokkan
aliran masuk dan keluar kapiler dalam suatu organ.

Aliran balik vena dipengaruhi oleh berbagai faktor ekstrinsik, antara lain:
a. Pengaruh kegiatan simpatik pada aliran balik vena
Vena tidak terlalu berotot dan memiliki sedikit nada yang melekat,
tetapi otot polos vena dipenuhi dengan serabut saraf simpatis.
Stimulasi simpatis menghasilkan vasokonstriksi vena, yang sedikit
meningkatkan tekanan vena; ini pada gilirannya, meningkatkan
gradien tekanan untuk mendorong lebih banyak darah yang disimpan
dari vena ke atrium kanan, sehingga meningkatkan aliran balik vena.
Vena biasanya memiliki jari-jari sedemikian besar sehingga
vasokonstriksi moderat dari stimulasi simpatik memiliki sedikit efek
pada resistensi terhadap aliran. Bahkan ketika menyempit, vena
masih memiliki jari-jari yang relatif besar dan masih pembuluh yang
resistannya rendah.
b. Pengaruh aktivitas otot tulang pada aliran balik vena
Banyak vena besar di ekstremitas terletak di antara otot rangka,
sehingga kontraksi otot menekan vena. Kompresi vena eksternal ini
menurunkan kapasitas vena dan meningkatkan tekanan vena, yang
pada dasarnya memompa darah dalam vena ke arah jantung.
Tindakan pemompaan ini, dikenal sebagai pompa otot rangka.
c. Pengaruh katup vena pada aliran balik vena
Vasokonstriksi dan kompresi vena eksternal mendorong darah ke
jantung. Darah hanya dapat didorong ke depan karena pembuluh
darah besar dilengkapi dengan katup satu arah dengan jarak 2-4 cm;
katup-katup ini membiarkan darah bergerak maju menuju jantung
tetapi mencegahnya bergerak kembali ke jaringan. Katup vena ini
juga berperan dalam menetralkan efek gravitasi dari postur tegak

23
dengan membantu meminimalkan aliran balik darah yang cenderung
terjadi ketika seseorang berdiri dan dengan secara temporer
mendukung bagian-bagian dari kolom darah ketika otot-otot
kerangka dilonggarkan.
d. Pengaruh aktivitas pernafasan pada aliran balik vena
Sebagai hasil dari aktivitas pernapasan, tekanan di dalam rongga
dada rata-rata 5 mmHg lebih rendah dari tekanan atmosfer. Ketika
sistem vena mengembalikan darah ke jantung dari bagian bawah
tubuh, ia bergerak melalui rongga dada, dimana ia terkena tekanan
subatmosfer ini. Karena sistem vena di tungkai dan perut ada pada
tekanan atmosfer normal, gradien tekanan yang diterapkan secara
eksternal ada antara vena yang lebih rendah (pada tekanan atmosfer)
dan vena dada (kurang dari tekanan atmosfer). Perbedaan tekanan ini
mendorong darah dari vena yang lebih rendah ke vena dada,
meningkatkan aliran balik vena. Mekanisme memfasilitasi aliran
balik vena disebut pompa pernapasan karena dihasilkan dari aktivitas
pernapasan.
e. Pengaruh hisap jantung pada aliran balik vena
Tingkat pengisian jantung tidak sepenuhnya tergantung pada faktor-
faktor yang mempengaruhi vena. Jantung berperan dalam mengisi.
Selama kontraksi ventrikel, katup AV ditarik ke bawah,
memperbesar rongga atrium. Akibatnya, tekanan atrium turun secara
sementara di bawah 0 mmHg, sehingga meningkatkan gradien
tekanan vena-ke-atria sehingga aliran balik vena ditingkatkan. Selain
itu, ekspansi yang cepat dari ruang ventrikel selama relaksasi
ventrikel menciptakan tekanan negatif sementara di ventrikel
sehingga darah "disedot" dari atrium dan vena yaitu, tekanan
ventrikel negatif meningkatkan vena-ke-atria-ke- gradien tekanan
ventrikel, lebih lanjut meningkatkan aliran balik vena. Dengan

24
demikian, jantung berfungsi sebagai "pompa isap" untuk
memfasilitasi pengisian jantung (Sherwood, 2016).

Gambar 5. Faktor yang mempengaruhi aliran balik vena (Sherwood, 2016).

25
B. (PBL)Problem Based learning
ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN KARDIOVASKULAR

Kasus Pemicu
Seorang laki-laki berusia 56 tahun diantar ke rumah sakit dengan keluhan nyeri
dada yang terasa seperti tertekan benda dan menjalar ke bahu dan lengan kiri.
Nyeri dirasakan sejak 4 jam sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dirasakan
berlangsung 20 menit dan tidak berkurang dengan istirahat dan mengkonsumsi
nitrat. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan: TD 140/90 mmHg, frekuensi nadi
106 kali/menit, frekuensi napas 26 kali/menit, suhu 36.8 °C, TB 168 cm, BB 82
kg. Pasien tampak gelisah, tegang dan sulit tidur. Keluarga menangis dan
bertanya tentang kondisi pasien.
Pasien berasal dari suku Jawa, menikah dan mempunyai 5 orang anak. Pekerjaan
sopir angkutan kota. Pasien memiliki riwayat merokok sejak SMP, hipertensi
sejak 10 tahun yang lalu dan DM sejak 5 tahun yang lalu. Pasien telah beberapa
kali berobat, dan mendapat obat anti hipertensi ACE inhibitor, namun pasien
tidak selalu meminumnya dan tidak berobat secara rutin. Pasien juga
mendapatkan obat diabetes yang diminumnya hanya saat badan pasien terasa
tidak enak.
Hasil pemeriksaan EKG terjadi perubahan ST elevasi pada lead I, aVL,V5 dan
V6, serta pemeriksaan diagnostik didapatkan peningkatan enzim jantung
CK/CKMB dan Troponin T dan I. Pasien diistirahatkan total, diberikan oksigen
via kanula binasal 4 L/menit.

a. DEFINISI
1. Sindrom Koroner Akut adalah spektrum gejala klinis penyakit jantung
koroner sebagai akibat penurunan mendadak aliran darah ke jantung
yang menyebabkan iskemia miokard akut (PERKI, 2014). Menurut
Soeharto (2004) Penyakit jantung koroner adalah suatu keadaan dimana
terhalangnya atau terdapat kelainan di arterikoroner sehingga tidak

26
cukup untuk menyuplai dan memberi nutrisi untuk menggerakan
jantung secara normal.
2. Angina pektoris adalah nyeri dada yang terjadi akibat iskemia
miokardium (supali darah yang tiidak adekuat ke miokardium (Black,
2014). Menurut Black (2014) klasifikasi angina terbagi menjadi: angina
stabil, angina tidak stabil, angina varian (prinzmetal), angina nocturnal,
angina decubitus, angina intraktabel, dan angina paska infark.
3. Infark Miokardium adalah terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemik total (Kumar, 2010). Infark Miokardium
adalah iskemia yang lebih berat, disertai kerusakan sel dan jaringan
jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah
koroner berkurang (Smeltzer, 2010). Istilah infak miokard menunjukan
terbentuknya suatu daerah nekrosis miokardium akibat iskemia lokal
(Kumar, 2010). Klasifikasi infak miokardium menurut Black (2014)
yaitu STEMI (Infark miokardium dengan elevasi segmen ST) dan
NSTEMI (Infark miokardium tanpa elevasi segmen ST).
Didefinisikan sebagai PJK jika pernah didiagnosis menderita PJK (angina
pektoris dan/atau infark miokard) oleh dokter atau belum pernah didiagnosis
menderita PJK tetapi pernah mengalami gejala/riwayat: nyeri di dalam
dada/rasa tertekan berat/tidak nyaman di dada dan nyeri/tidak nyaman di
dada dirasakan di dada bagian tengah/dada kiri depan/menjalar ke lengan
kiri dan nyeri/tidak nyaman di dada dirasakan ketika mendaki/naik
tangga/berjalan tergesa-gesa dan nyeri/tidak nyaman di dada hilang ketika
menghentikan aktifitas/istirahat.

b. KLASIFIKASI
Menurut Irmalita (2015) terdapat 3 klasifikasi penyakit jantung koroner
yaitu:
1. Infark Miokard Dengan Elevasi Segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarction)

27
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner terdapat nyeri dada saat
melakukan aktivitas berlangsung selama 1 – 5 menit dan hilang saat
istirahat. Nyeri dada bersifat kronik (>2 bulan). Nyeri terutama di
daerah retrosternal, terasa seperti tertekan benda berat atau terasa panas
dan menjalar ke lengan kiri, leher, maksila, dagu, punggung, dan jarang
menjalar pada lengan kanan. Pada pemeriksaan EKG biasanya
didapatkan depresi segmen ST.
2. Infark Miokard Dengan Non Elevasi Segmen Elevasi (NSTEMI: Non
ST Segment Elevation Myocardial Infarction).
3. Angina Pektoris tidak Stabil (UAP: Unstable Angina Pektoris)
Pada klasifikasi penyakit jantung koroner Secara keseluruhan sama
dengan penderita angina stabil. Tapi nyeri lebih bersifat progresif
dengan frekuensi yang meningkat dan sering terjadi saat istirahat. Pada
pemeriksaan EKG biasanya didapatkan deviasi segmen ST.

C. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Black (2014) aterosklerosis saja (secara tunggal) tidak
menimbulkan suatu manifestasi klinis subjektif. Untuk menimbulkan suatu
manifestasi, harus terjadi suatu defisit kritis dalam suplai darah pada jantung
yang berbanding dengan kebutuhan oksigen dan nutrisi, atau dengan kata
lain, harus terjadi suatu ketidakseimbangan antara kebutuhan dan suplai. Jika
atersklerosis berkembang secara perlahan, sirkulasi kolateral yang terbentuk
umumnya dapat memenuhi kebutuhan jantung. Jadi apakah manifestasi PJK
terjadi atau tidak bergantung pada suplai darah total ke miokardium (melalui
jalur arteri koroner dan sirkulasi kolateral) dan tidak hanya pada kondisi
arteri koroner.
Perkembangan cepat lesi aterosklerotik (tipe VI) dapat menyebabkan
iskemia dan dapat menyebabkan perkembangan sindrom koroner akut
berupa angina tidak stabil, infark miokardium, dan kematian jantung
mendadak. Perkembangan lambat lesi aterosklerotik (tipe Vb dan Vc)

28
berhubungan dengan penyakit arteri koroner stabil dan manifestasi klinis
angina stabil kronis. Lesi ini biasanya menyebabkan iskemia selama periode
peningkatan kebutuhan oksigen.

Gambar 1 sirkulasi kolateral jika pembuluh darah baru terbentuk selama


periode iskemia sumber Black (2014)

Gejala penyakit jantung koroner adalah :

1) Sakit dibagian dada, sakit dibagian lengan, pundak, leher, rahang dan
juga bagian punggung
2) Mengalami sesak nafas
3) Keluhan pada sakit dada biasanya bervariasi terjadI

Manifestasi klinis lain penyakit arteri koroner dapat berupa perubahan pola
EKG, aneurisma ventrikel, disritmia dan kematian mendadak.

Menurut Smeltzer (2010) angina ditandai dengan gejala:

1) Iskemia otot jantung akan menyebabkan nyeri dengan derajat yang


bervariasi, mulai dari rasa tertekan pada dada atas sampai nyeri hebat
disertai dengan rasa takut atau rasa akan menjelang ajal.
2) Nyeri sangat terasa pada dada didaerah belakang sternum atas atau
sternum ketiga tengah (retrosternal). Meskipun rasa nyeri biasanya
terlokalisasi, namun nyeri tersebut dapat menyebar ke leher, dagu, bahu,

29
dan aspek dalam ekstremitas atas. Selama terjadi nyeri fisik, pasien
mungkin akan merasa akan segera meninggal. Karakteristik utama nyeri
angina adalah nyeri tersebut akan berkurang apabila faktor
presipitasinya dihilangkan.
3) Pasien biasanya terlihat sesak, tercekik dengan kualitas yang terus
menerus.
4) Rasa lemah atau baal di lengan atas, pergelangan tangan alan menyertai
rasa nyeri.

Menurut Smeltzer (2010) tanda dan gejala muncul pada penyakit infark
miokard adalah:

1) Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di


bawah bagian sternum dan perut atas merupakan gejala utama yang
biasanya muncul.
2) Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan lengan
biasanya ke lengan kiri.
3) Nyeri muncul secara spontan (bukan setelah bekerja berat atau
gangguan emosi) dan menetap selama beberapa jam sampai beberapa
hari dan tidak akan hilang dengan istirahat maupun nitrogliserin.
4) Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin,
pusing dan kepala ringan, mual serta muntah

Pasien DM mungkin tidak merasa nyeri berat bila menderita penyakit infark
miokardium, karena neuropati yang menyertai DM memengaruhi
neuoreseptor sehingga menumpulkan nyeri yang dialaminya.

D. ETIOLOGI
Terdapat dua faktor resiko yang menyebabkan penyakit pada jantung dan
pembuluh darah, yaitu penyebab atau faktor resiko yang tidak bisa
dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi (Lewis, Dirksen, Heitkemper, &

30
Bucher, 2013), (Smeltzer & Bare, 2010) dan (White & Duncan, 2013) hal:
432.
Faktor yang tidak dapat dimodifikasi, antara lain:
1. Usia
Semakin bertambahnya usia, resiko untuk terjadinya penyakit jantung
semakin besar. Resiko penyakit jantung pada Pria >45 tahun dan wanita
>55 tahun (usia menopouse). Pada kasus ditemukan data pasien berupa,
pasien tersebut berusia 56 tahun.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin angka kejadian penyakit jantung lebih sering
terjadi pada laki-laki berusia lebih muda, sedang angka kejadian pada
wanita biasanya sering terjadi pada usia post menopouse. Pada kasus
pasien berjenis kelamin laki-laki.
3. Etnis
Etnis berpengaruh pada angka kejadian penyakit jantung karena
berhubungan dengan gaya hidup, data demograpi dan adat istiadat.
Pasien yang bersuku Jawa, kemungkinan memiliki kebiasaan atau
cenderung lebih menyukai jenis makanan yang manis sehingga akan
meningkatkan resiko terkena DM yang menambah resiko terkena
penyakit jantung.

Faktor yang dapat dimodifikasi, antara lain:


1) Hiperlipidemia
Level lipid serum yang meningkat adalah salah satu dari empat faktor
risiko yang paling kuat untuk terjadinya sakit jantung. Risiko dikaitkan
dengan kadar kolesterol serum lebih besar dari 200 mg / dL (5,2 mmol /
L) atau tingkat trigliserida puasa lebih besar dari 150 mg / dL (3,7 mmol
/ L).
2) Merokok

31
Resiko terjadinya penyakit jantung dua sampai enam kali lebih tinggi
pada mereka yang merokok dibandingkan pada mereka yang tidak
merokok. Lebih lanjut, merokok menurunkan kadar estrogen,
menempatkan wanita premenopause berisiko lebih tinggi untuk terkena
penyakit jantung. Risiko sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap.
Nikotin dalam asap tembakau menyebabkan pelepasan katekolamin
(mis., Epinefrin, norepinefrin). Neurohormon ini menyebabkan
peningkatan denyut jantung (HR), vasokonstriksi perifer, dan
peningkatan TD. Perubahan ini meningkatkan beban kerja jantung. Asap
tembakau juga terkait dengan peningkatan kadar LDL, penurunan kadar
HDL, dan pelepasan radikal oksigen toksik. Semua ini menambah
peradangan pembuluh darah dan trombosis. Pada kasus, pasien memiliki
riwayat merokok sejak SMP.
3) Hipertensi
Hipertensi meningkatkan risiko kematian akibat penyakit jantung 10
kali lipat pada semua orang. Pada wanita pascamenopause, hipertensi
dikaitkan dengan kejadian penyakit jantung yang lebih tinggi
dibandingkan pada pria dan wanita premenopause. Klasifikasi tekanan
darah:
a. Normal (TD kurang dari 120/80 mm Hg)
b. Pre-Hipertensi (TD 120-139/80 hingga 89 mm Hg)
c. Hipertensi stadium 1 (140 hingga 159/90 hingga 99 mm Hg)
d. Hipertensi stadium 2 (BP lebih besar dari 160/100 mm Hg).

Penyebab hipertensi pada 90% dari mereka yang terkena tidak


diketahui, tetapi biasanya dapat dikontrol dengan diet dan atau obat-
obatan. Pada kasus, pasien hipertensi sejak 10 tahun yang lalu dan
mendapat obat anti hipertensi ACE inhibitor, namun pasien tidak selalu
meminumnya dan tidak berobat secara rutin.

4. Diabetes Mellitus

32
Insiden penyakit jantung dua hingga empat kali lebih besar di antara
orang yang memiliki diabetes, bahkan mereka dengan kadar glukosa
darah yang terkontrol dengan baik, daripada populasi umum. Pasien
dengan diabetes memanifestasikan penyakit jantung tidak hanya lebih
sering tetapi juga pada usia yang lebih muda. Tidak ada perbedaan usia
antara pasien pria atau wanita dengan diabetes dalam timbulnya gejala
penyakit jantung. Pada kasus, pasien DM sejak 5 tahun yang lalu, pasien
juga mendapatkan obat diabetes yang diminumnya hanya saat badan
pasien terasa tidak enak.
5) Obesitas
Tingkat kematian akibat PJK secara statistik lebih tinggi pada orang
gemuk. Obesitas didefinisikan sebagai indeks massa tubuh (BMI) lebih
besar dari 30 kg / m2 dan lingkar pinggang lebih dari 40 inci untuk pria
dan lebih dari 35 inci untuk wanita. BMI adalah ukuran lemak tubuh
berdasarkan tinggi dan berat badan. Pada kasus, pasien memiliki TB 168
cm, BB 82 kg.
6) Kurangnya aktivitas fisik
Ketidakaktifan fisik menyiratkan kurangnya latihan fisik yang memadai
secara teratur. Contoh dari kegiatan kesehatan rutin yang dipromosikan
adalah berjalan cepat (3 hingga 4 mil per jam) selama setidaknya 30
menit lima kali atau lebih dalam seminggu. Mekanisme di mana
aktivitas fisik predisposisi seseorang untuk penyakit jantung sebagian
besar masih belum diketahui. Orang yang aktif secara fisik telah
meningkatkan level HDL. Olahraga meningkatkan aktivitas trombolitik,
sehingga mengurangi risiko pembentukan bekuan darah. Olahraga juga
dapat mendorong perkembangan sirkulasi kolateral di jantung. Latihan
olahraga untuk mereka yang tidak aktif secara fisik mengurangi risiko
penyakit jantung melalui metabolisme lipid yang lebih efisien,
peningkatan produksi HDL, dan ekstraksi oksigen yang lebih efisien
oleh otot-otot yang bekerja, sehingga mengurangi beban kerja jantung.

33
Pada kasus pasien bekerja sebagai pengemudi angkot, yang sangat
mungkin kurang atau tidak melakukan aktifitas fisik.

E. PATOFISIOLOGI
Dari semua faktor resiko di atas, dapat menyebabkan respons inflamasi,
yang dimulai dengan cedera pada endotel pembuluh darah. Kehadiran
peradangan memiliki banyak efek pada dinding arteri, termasuk daya tarik
sel-sel inflamasi, seperti monosit (makrofag). Makrofag menelan lemak,
menjadi "sel busa" yang mengangkut lipid ke dinding arteri. Makrofag yang
diaktifkan juga melepaskan zat biokimia yang selanjutnya dapat merusak
endotelium, menarik trombosit dan memulai pembekuan. Sel-sel otot polos
di dalam dinding pembuluh kemudian berkembang dan membentuk fibrous
yang di atas inti diisi dengan infiltrat lipid dan inflamasi. Hal ini disebut
atheroma atau plak, menonjol ke dalam lumen pembuluh, mempersempitnya
dan menghalangi aliran darah. Akumulasi abnormal lipid, atau zat berlemak,
dan jaringan berserat (fibrous) di lapisan dinding pembuluh darah arteri juga
disebut sebagai aterosklerosis. Zat-zat ini menghalangi dan mempersempit
pembuluh koroner dengan cara mengurangi aliran darah ke miokardium.
Plak mungkin stabil atau tidak stabil, tergantung pada derajat peradangan
dan ketebalan fibrosa. Jika fibrosa di atas plak tebal dan relatif stabil, ia
dapat menahan tekanan aliran darah dan pergerakan pembuluh darah. Jika
fibrosa tipis dan peradangan sedang berlangsung, lesi menjadi apa yang
disebut plak rentan. Pada titik ini, inti lipid dapat tumbuh, menyebabkannya
pecah dan berdarah ke dalam plak. Plak yang pecah adalah fokus untuk
pembentukan trombus. Trombus kemudian dapat menghalangi aliran darah,
yang mengarah ke sindrom koroner akut (ACS), yang dapat mengakibatkan
infark miokard akut (MI) jika tindakan cepat dan tegas tidak dilakukan.
Ketika MI terjadi, sebagian otot jantung menjadi nekrotik.
Lebih dari 90% ACS dihasilkan dari gangguan plak aterosklerotik dengan
agregasi trombosit berikutnya dan pembentukan trombus intrakoroner.

34
Trombus mengubah daerah penyempitan plak menjadi salah satu oklusi berat
atau lengkap, dan aliran darah yang terganggu menyebabkan
ketidakseimbangan yang nyata antara pasokan dan permintaan oksigen
miokard. Bentuk ACS yang dihasilkan tergantung pada derajat obstruksi
koroner dan iskemia terkait. Trombus parsial oklusif adalah penyebab khas
dari sindrom terkait erat angina tidak stabil (UA) dan non-ST elevation
myocardial infarction (NSTEMI). Jika trombus benar-benar menghalangi
arteri koroner, hasilnya adalah iskemia yang lebih parah dan jumlah nekrosis
yang lebih besar, bermanifestasi sebagai infark miokard ST-elevasi (STEMI)
(Lilly, 2011).
ACS dimulai ketika trombosit berkumpul (berkelompok) dan trombi
terbentuk pada plak arteriosklerotik yang pecah. Jika gumpalan menutup
pembuluh selama lebih dari 20 menit, jaringan miokard menjadi nekros dan
tidak dapat diperbaiki. Miokardium mungkin tidak dapat berkontraksi
dengan baik, sehingga mengurangi curah jantung ke organ vital dan jaringan
tubuh. Pasokan darah yang menurun ke jaringan tubuh dapat menyebabkan
tubuh menjadi syok.
Angina tidak stabil terjadi saat istirahat atau dengan aktivitas minimal. Klien
lebih rentan terhadap infark miokard dan kematian mendadak. Nyeri dada di
NSTEMI berlangsung lebih lama dan lebih parah daripada nyeri angina tidak
stabil. Nyeri pada angina tidak stabil dan NSTEMI dapat bertahan lebih dari
15 menit jika tidak diobati dengan istirahat dan / atau nitrogliserin. Rasa
sakit mungkin atau mungkin tidak menyebar ke lengan, leher, punggung,
atau daerah epigastrium.
Klien juga mungkin mengalami dispnea, diaphoresis, mual, dan pusing.
Klien mungkin mengalami takikardia, takipnea, hipertensi atau hipotensi,
penurunan SaO2, dan disritmia jantung. Wanita dengan ACS mungkin
mengalami gangguan pencernaan, jantung berdebar, mual, mati rasa di
tangan, dan kelelahan, bukan nyeri dada (White & Duncan, 2013).

35
F. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara akut dalam beberapa hari
setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan berkurang dengan
meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan efektif. Semua
komplikasi ini mengancam nyawa dan memerlukan deteksi dan penanganan
secepat mungkin.
1. Regurgitasi katup mitral
Regurgitasi katup mitral dapat terjadi selama fase subakut akibat dilatasi
ventrikel kiri, gangguan m.Papilaris, atau pecahnya ujung m.Papilaris
atau chordae tendinae. Keadaan ini biasanya ditandai dengan
perburukan hemodinamis dengan dispnea akut, kongesti paru dan
murmur sistolik baru yang biasanya tidak terlalu diperhatikan dalam
konteks ini. Diagnosis ini dicurigai dengan pemeriksaan klinis dan perlu
segera dikonfirmasi dengan ekokardiografi darurat. Edema paru dan
syok kardiogenik dapat terjadi dengan cepat.
2. Ruptur jantung
Ruptur dinding bebas ventrikel kiri dapat terjadi pada fase subakut
setelah infark transmural dan muncul sebagai nyeri tiba-tiba dan kolaps
kardiovaskular dengan disosiasi elektromekanis. Hemoperikardium dan
tamponade jantung kemudian akan terjadi secara cepat dan bersifat fatal.
Diagnosis dikonfirmasi dengan ekokardiografi. Apabila tersumbat oleh
formasi trombus, ruptur dinding subakut yang terdeteksi dengan cepat
dapat dilakukan perikardiosentesis dan operasi segera.
3. Ruptur septum ventrikel
Ruptur septum ventrikel biasanya ditandai perburukan klinis yang
terjadi dengan cepat dengan gagal jantung akut dan mumur sistolik yang
kencang yang terjadi pada fase subakut. Diagnosis ini dikonfirmasi
dengan ekokardiografi, yang dapat membedakan dengan regurgitasi
mitral akut dan dapat menentukan lokasi dan besarnya ruptur. Left-to-

36
right shunt yang terjadi sebagai akibat dari ruptur ini dapat
menghasilkan tanda dan gejala gagal jantung kanan akut awitan baru.
4. Infark ventrikel kanan
Infark ventrikel kanan dapat terjadi sendiri atau, lebih jarang lagi, terkait
dengan STEMI dinding inferior. Biasanya gejalanya muncul sebagai
triad hipotensi, lapangan paru yang bersih serta peningkatan tekanan
vena jugularis. Elevasi segmen ST ≥1 mV di V1 dan V4R merupakan
ciri infark ventrikel kanan dan perlu secara rutin dicari pada pasien
dengan STEMI inferior yang disertai dengan hipotensi. Ekokardiografi
Doppler biasanya menunjukkan dilatasi ventrikel kanan, tekanan arteri
pulmonal yang rendah, dilatasi vena hepatika dan jejas dinding inferior
dalam berbagai derajat.
5. Perikarditis
Insidensi perikarditis setelah STEMI semakin berkurang dengan
semakin majunya terapi reperfusi yang modern dan efektif. Gejala
perikarditis antara lain nyeri dada berulang, biasanya khas yaitu tajam
dan bertentangan dengan iskemia rekuren, terkait dengan postur dan
pernapasan. Nyeri biasanya menghilang dengan pemberian aspirin dosis
tinggi, paracetamol atau kolkisin. Pemberian steroid dan NSAID jangka
panjang perlu dihindari karena dapat menyebabkan penipisan jaringan
parut dan pembentukan aneurisma atau ruptur. Perikardiosentesis jarang
diperlukan, namun perlu dilakukan apabila terdapat perburukan
hemodinamik dengan tanda-tanda tamponade. Bila terjadi efusi
perikardial, terapi antikoagulan yang sudah diberikan (misalnya sebagai
profilaksis tromboemboli vena) perlu dihentikan kecuali apabila benar-
benar diindikasikan pemberiannya.
6. Aneurisma ventrikel kiri
Pasien dengan infark transmural besar, terutama di dinding anterolateral,
dapat mengalami perluasan infark yang diikuti dengan pembentukan
aneurisma ventrikel kiri. Proses remodeling ini terjadi akibat kombinasi

37
gangguan sistolik dan diastolik dan seringkali, regurgitasi mitral.
Ekokardiografi Doppler dapat menilai volume ventrikel kiri, fraksi
ejeksi, derajat dan luasnya abnormalitas gerakan dinding, dan
mendeteksi trombus yang memerlukan antikoagulasi. ACE-I/ARB dan
antagonis aldosteron telah terbukti memperlambat proses remodeling
dalam infark transmural dan meningkatkan kemungkinan hidup, dan
perlu diberikan segera sejak keadaan hemodinamik stabil. Pasien
seringkali akan menunjukkan tanda dan gejala gagal jantung kronik dan
perlu ditangani dengan sesuai.
7) Trombus ventrikel kiri
Frekuensi terjadinya trombus ventrikel kiri telah berkurang terutama
karena kemajuan dari terapi reperfusi, penggunaan obat-obatan
antitrombotik dalam STEMI, dan berkurangnya ukuran infark
miokardium akibat reperfusi miokardium yang segera dan efektif.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa hampir seperempat
infark miokard anterior memiliki trombus ventrikel kiri yang dapat
terdeteksi, keadaan ini dikaitkan dengan prognosis yang buruk karena
berhubungan dengan infark yang luas, terutama bagian anterior dengan
keterlibatan apikal, dan risiko embolisme sistemik. Penelitian-penelitian
yang relatif tua menunjukkan bahwa pemberian antikoagulasi pada
pasien-pasien dengan abnormalitas gerakan dinding anterior besar
mengurangi terjadinya trombus mural.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik
jantung (Price, 2006). Ini adalah rekaman grafik dari aktivitas listrik
jantung; EKG dapat direkam dengan 12, 15, atau 18 lead, menunjukkan
aktivitas dari titik referensi yang berbeda. EKG diperoleh dengan
menempatkan elektroda sekali pakai pada posisi standar pada kulit

38
dinding dada dan ekstremitas. EKG 12-lead standar adalah alat yang
paling umum digunakan untuk mendiagnosis disritmia, kelainan
konduksi, ruang jantung yang membesar, iskemia atau infark miokard,
kadar kalsium dan kalium yang tinggi atau rendah, dan efek dari
beberapa obat. EKG 15-lead menambahkan 3 lead dada tambahan di
precordium kanan dan merupakan alat yang berharga untuk diagnosis
dini infark ventrikel kanan dan ventrikel kiri posterior. EKG 18-lead
menambahkan 3 lead posterior ke EKG 15-lead dan sangat berguna
untuk deteksi dini iskemia dan cedera miokard. Untuk meningkatkan
interpretasi EKG, usia pasien, jenis kelamin, TD, tinggi badan, gejala,
dan obat-obatan (terutama digitalis dan agen antiaritmia) harus dicatat
pada kertas/lembaran EKG (Smeltzer, 2010)
Penyebab elevasi segmen ST menurut Levine (2014) adalah:
1) Infark miokard akut (MI) akibat oklusi trombotik arteri koroner
2) Prinzmetal angina (varian angina), dimana terdapat vasospasme
arteri koroner.
3) MI yang diinduksi kokain, dimana terdapat vasospasme dari arteri
koroner, dengan atau tanpa tambahan trombotik
4) Perikarditis, di mana biasanya ada elevasi segmen ST yang difus
5) Aneurisma ventrikel kiri
6) Blok cabang bundel kiri (LBBB)
7) Hipertrofi ventrikel kiri dengan kelainan repolarisasi
8) Elevasi J point, suatu kondisi yang terlihat secara klasik pada pasien
muda keturunan Afrika-Amerika tetapi itu dapat dilihat pada pasien
mana pun, yang diduga disebabkan oleh “repolarisasi dini”
9) Hiperkalemia berat

39
Gambar ST segment elevasi dan depresi (kiri) dan normal 12 lead (kanan)
Jones (2005)

Gambar EKG dengan symptom ACS sumber Smeltzer & Bare (2010)

Perbedaan hasil EKG pada ACS

40
1) STEMI : ST elevasi 2 atau lebih, marker jantung (troponin )
positif
2) NSTEMI : ST depresi/ Twave inversion, marker jantung
(troponin) positif
3) UAP : ST depresi/T wave inversion, marker jantung negatif
(Smeltzer, 2010).

2. Coronary Angiogram
Prosedur menggunakan sinar X-ray untuk melihat pembuluh darah pada
jantung. Tabung (catheter) yang berbentuk kecil dan panjang yang
biasanya dipasang melalui arteri di lengan atau pangkal paha menuju ke
arteri jantung. Pewarna cair yang dapat di deteksi oleh sinar X dikirim
melalui arteri pasien menghasilkan beberapa foto dari jantung pasien
dan dapat menunjukkan penyumbatan atau penyempitan arteri
3. Echocardiogram
Menggunakan gelombang suara yang di arahkan ke jantung pasien.
Echo dapat membantu dalam menentukan apakah jantung memompa
secara normal.
4. Myocardial Perfusion Imaging (MPI)
Uji ini menunjukkan seberapa baik darah mengalir melalui otot jantung.
Sejumlah zat radioaktif di suntikkan ke dalam darah pasien.
Menggunakan kamera khusus mendeteksi pergerakan darah pada
jantung untuk mengungkapkan apakah darah yang mengalir cukup
banyak mengalir melalui otot-otot jantung.
5. CT- Angiografi
Menggunakan teknologi sinar X yang dapat menghasilkan banyak
gambar berupa irisan 2 /3 dimensi dari jantung pasien. Gambar ini juga
dapat mengidentifikasi arteri koroner yang menyempit atau tersumbat.
6. Rontgen thorax

41
Rontgen dada posteanterior, lateral, dan oblik membantu mengkaji
jantung, paru, dan aorta. Perubahan patologis yang khusus pada jantung
sulit di deteksi dengan rontgen thorax, tetapi perubahan anatomi dapat di
kaji.
7. Echocardiografi Transesofageal
TEE (transesophageal echocardiography) untuk memperoleh kualitas
gambar yang lebih tinggi di bandingkan echokardiografi reguler. Lebih
bermanfaat pada klien dengan penebalan jaringan paru atau penebalan
dinding dada atau obesitas. Dengan TEE dapat menyingkirkan dugaan
gangguan struktur dada dan hasil gambar jantung dan pembuluh darah
besar dari posterior. Probe diletakkan di samping jantung, atrium kiri.
Dapat juga digunakan dalam operasi, saat EKG konvensional tidak
efektif.
8. Kateterisasi jantung.
Pemasangan kateter kedalam jantung, arteri koroner, dan pembuluh
darah sekitar untuk mendapatkan informasi tentang struktur dan
performa jantung, katup, dan sistem sirkulasi
9. Cek darah Lengkap
Pengukuran volume packed cell atau hematokrit adalah cara termudah
untuk memastikan konsentrasi sel darah merah dalam darah. Klien
dengan anemia mengalami penurunan massa sel darah merah yang
bermakna dan penurunan kapasitas distribusi oksigen. Anemia dapat
merupakan manifestasi angina atau dapat berlanjut menjadi gagal
jantung dan menghasilkan bising jantung (murmur). Hitung jenis sel
darah putih meningkat pada infeksi dan penyakit inflamasi jantung. Hal
ini sering kali terlihat sesudah infark miokardium karena seldarah putih
dalam jumlah besar diperlukan untuk membersihkan jaringan nekrotik
akibat infark.
10. Enzim jantung

42
Enzim adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi kimia dalam sel
mahluk hidup. Enzim jantung dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam
jaringan miokardium. Kerusakan jaringan menyebabkan pelepasan
enzim dari simpanan intraseluler. Sebagai contoh, infark miokardium
menyebabkan anoksía seluler, yang memengaruhi permeabilitas
membran dan menyebabkan enzim masuk ke sekitar jaringan.
Kebocoran enzim ini dapat dideteksi dengan peningkatannya di dalam
plasma. Kadar enzim jantung menggambarkan adanya infark
miokardium (kematian selular).
Mioglobin adalah penanda adanya nekrosis miokardium; mioglobin
dilepaskan cepat dari sirkulasi dalam 1 sampai 2 jam saat infark.
Dengan pelepasan mioglobin memungkinkan deteksi dini infark
miokardium, tetapi waktu paruhnya yang singkat membuatnya kurang
berguna bagi klien yang datang beberapa jam setelah onset.
Enzim ini tidak spesifik untuk jantung dan meskipun meningkat awal,
bukan merupakan indikator reliabel bagi infark miokardium.
Pengukuran kadar mioglobin tidak direkomendasikan jika terdapat bukti
kerusakan otot trauma atau gagal ginjal karena kemungkinan besar
terjadi hasil uji positif palsu.
Enzim yang paling sering digunakan untuk mendeteksi infark
miokardium karena kesensitifannya adalah kreatin kinase (CK) dan
troponin. Terdapat 3 isoenzim CK: CK MM (otot skeletal), CK-MB
(otot miokardium), dan CKBB (otak). Troponin memiliki tiga
komponen: I, C, dan T. Troponin I memodulasi kontraksi, troponin C
mengikat kalsium, dan troponin T mengikat troponin I dan O. Meskipun
troponin ada di semua otot skeletal, komponen troponin dalam otot
jantung memiliki asam amino yang berbeda. Oleh karena itu, antibodi
terhadap troponin I dan T jantung sangat spesifik. Peningkatan troponin
l sama sensitifnya dengan CK-MB dalam mendeteksi cedera
miokardium. Oleh karena spsesifitas yang tinggi bagi cedera

43
miokardium, troponin dapat digunakan untuk menyingkirkan dugaan
diagnosis infark miokardium ketika CK-MB kemungkinan positif palsu
Troponin I adalah uji laboratorium definitif bagi diagnosis infark
iokardium.
CK-MB plasma dapat dilihat dalam 2 jam setelah onset gejala,
peningkatan bermakna terjadi dalam 6-8 jam onset gejala dan kembali
normal setelah 48-72 jam dan menetap selama 4-7 hari. Oleh karena itu,
sampel darah harus diambil sesegera mungkin dan diulang setiap 6-8
jam dalam 24 jam pertama. Diagnosis membutuhkan 2 sampel darah
terpisah sekurang-kurangnya 4 jam.
1) Lipid serum
2) Protein Reaktif-C (CRP)
3) D-dimer
4) Elektroolit serum (natrium, kalsium, magnesium, fosfat)
5) Nitrogen urea, kreatinin, LFG
6) Glukosa serum.

H. PENATALAKSANAAN
1. PCI ( Percutaneous Coronary Intervention) Emergensi
Merupakan pengobatan lini pertama untuk pasien dengan MI yang
dikonfirmasi (mis., Perubahan EKG definitif dan / atau penanda jantung
positif). Tujuannya adalah untuk membuka arteri yang tersumbat dalam
waktu 90 menit setelah kedatangan ke fasilitas yang memiliki
laboratorium kateterisasi jantung intervensi.
Keuntungan PCI meliputi:
a.PCI memberikan alternatif untuk intervensi bedah
b. Dilakukan dengan anestesi lokal
c.Pasien rawat jalan segera setelah prosedur

44
d. Lama tinggal di rumah sakit adalah sekitar 1 hingga 3 hari
dibandingkan dengan tinggal 4-6 hari dengan operasi CABG,
sehingga mengurangi biaya rumah sakit; dan
e.Pasien dapat kembali bekerja beberapa minggu lebih cepat setelah
PCI, dibandingkan dengan pemulihan 6-8 minggu setelah CABG.

Kemajuan dalam teknik PCI telah secara signifikan mengurangi


kebutuhan akan CABG. Saat ini, lebih banyak PCI dilakukan daripada
CABG. Komplikasi PCI yang paling serius adalah pembedahan arteri
koroner yang baru dilatasi. Jika kerusakannya luas, arteri koroner dapat
pecah, menyebabkan tamponade jantung, iskemia dan infark, penurunan
CO, dan kemungkinan kematian.

2. Terapi Trombolitik
Pengobatan MI dengan terapi trombolitik bertujuan untuk menghentikan
proses infark dengan melarutkan trombus di arteri koroner dan reperfusi
miokardium. Terapi trombolitik diberikan sesegera mungkin, idealnya
dalam satu jam pertama dan lebih disukai dalam 6 jam pertama setelah
timbulnya gejala. Kematian berkurang 25% jika reperfusi terjadi dalam
6 jam. Semua trombolitik diberikan secara IV.
Kriteria inklusi untuk terapi trombolitik meliputi:
1) Nyeri dada khas MI akut 6 jam atau kurang dalam durasi;
2) Temuan EKG 12-lead konsisten dengan MI akut; dan
3) Tidak ada kontraindikasi absolut

Komplikasi utama dengan terapi trombolitik adalah perdarahan.

1) Revaskularisasi Bedah Koroner


Revaskularisasi koroner dengan operasi CABG direkomendasikan
untuk pasien yang
f. Gagal manajemen medis,

45
g. Meninggalkan arteri koroner utama atau penyakit tiga
pembuluh darah,
h. Bukan kandidat untuk pci (mis. Lesi lama atau sulit diakses)
i. Mengalami gagal pci dan terus mengalami nyeri dada
j. Menderita diabetes mellitus, atau
k. Diharapkan memiliki manfaat jangka panjang dengan cabg
dibandingkan dengan pci.
2) Coronary Aretery Bypass Graft Surgery (CABG)
Operasi CABG terdiri dari penempatan saluran untuk mengangkut
darah antara aorta, atau arteri utama lainnya, dan miokardium distal
ke arteri koroner yang tersumbat (atau arteri). Prosedur ini dapat
melibatkan satu atau lebih cangkokan menggunakan arteri mamaria
internal, vena saphenous, arteri radial, arteri gastroepiploic, dan /
atau arteri epigastrikus inferior.
Pembedahan CABG membutuhkan sternotomi (pembukaan rongga
dada) dan bypass kardiopulmoner (CPB). Selama CPB, darah
dialihkan dari jantung pasien ke mesin di mana oksigen dan
dikembalikan (melalui pompa) ke pasien. Hal ini memungkinkan
ahli bedah untuk beroperasi pada jantung yang tenang, tidak
berdenyut, dan tidak berdarah sementara perfusi ke organ-organ
vital dipertahankan.
Arteri mammae interna (IMA) adalah arteri yang paling umum
digunakan untuk bypass graft. Itu dibiarkan melekat pada asalnya
(arteri subklavia) tetapi kemudian dibedah dari dinding dada.
Selanjutnya, ia dianastomosis (dihubungkan dengan jahitan) ke
arteri koroner distal ke penyumbatan. Tingkat patensi jangka
panjang untuk cangkok IMA lebih besar dari 90% setelah 10 tahun.
Vena saphenous juga digunakan untuk memotong bypass. Dokter
bedah mengangkat vena saphenous dari satu atau kedua kaki secara
endoskopi. Bagian dilampirkan ke aorta asendens dan kemudian ke

46
arteri koroner distal ke penyumbatan. Cangkok vena saphenous
mengalami hiperplasia intima difus. Ini berkontribusi pada stenosis
dan oklusi graft di masa depan. Penggunaan terapi antiplatelet dan
statin setelah operasi meningkatkan patensi vena. Tingkat paten
cangkokan ini adalah 50% hingga 60% pada 10 tahun.
Arteri radial adalah saluran lain yang dapat digunakan. Ini adalah
arteri berotot tebal yang rentan terhadap kejang. Pemblokir saluran
kalsium perioperatif dan nitrat yang bekerja lama dapat mengontrol
kejang. Tingkat paten pada 5 tahun setinggi 84%. Belum ada
laporan komplikasi ekstremitas (mis., Iskemia tangan, infeksi luka)
setelah pengangkatan arteri ini.
Saluran potensial lainnya termasuk gastroepiploic atau arteri
epigastrium inferior. Namun, jarang digunakan, karena pembedahan
arteri ini sangat luas. Ini menambah panjang operasi dan risiko
komplikasi luka di lokasi panen, terutama pada pasien obesitas atau
diabetes. Seperti arteri radial, ini juga rentan terhadap kejang.
Tingkat patensi satu tahun untuk arteri epigastrium adalah 90%, dan
tingkat patensi 10 tahun untuk arteri gastroepiploic adalah 62%.
Operasi CABG tetap menjadi pengobatan paliatif untuk CAD dan
bukan obat. Penelitian telah menunjukkan hasil pasien yang
meningkat, kualitas hidup, dan kelangsungan hidup setelah operasi
CABG. Namun, komplikasi pasca operasi dan mortalitas meningkat
seiring bertambahnya usia.
Wanita memiliki angka kematian operatif yang lebih tinggi
daripada pria. Ini telah dikaitkan dengan keterlambatan pengobatan
CAD pada wanita karena wanita pertama kali hadir dengan penyakit
pada usia yang lebih tua dan lebih sakit (mis., Penurunan fungsi
ventrikel kiri) pada saat operasi.
3) Minimal Invasive Direct Coronary Artery Bypass

47
Bypass arteri koroner langsung invasif minimal (MIDCAB)
menawarkan pasien dengan penyakit terbatas pendekatan untuk
perawatan bedah yang tidak melibatkan sternotomi dan CPB.
Dalam banyak kasus pasien ini berisiko terlalu tinggi untuk operasi
bypass tradisional. Teknik ini membutuhkan beberapa sayatan kecil
di antara tulang rusuk. Thoracoscope digunakan untuk membedah
IMA. Jantung diperlambat menggunakan β-adrenergic blocker
(mis., Esmolol [Brevibloc]) atau dihentikan sementara dengan
adenosine. Stabilizer mekanik melumpuhkan situs operasi. IMA
kemudian dijahit ke anterior descending kiri atau arteri koroner
kanan. Arteri radial atau graft vena saphenous dapat digunakan jika
IMA tidak tersedia.
4) Bypass Arteri Koroner Off-Pump.
Prosedur bypass arteri koroner off-pump (OPCAB) menggunakan
sternotomi penuh atau parsial untuk mengakses semua pembuluh
koroner. OPCAB dilakukan pada detak jantung menggunakan
stabilisator mekanik dan tanpa CPB. Biasanya dicadangkan untuk
pasien yang memiliki penyakit terbatas tetapi berisiko tinggi untuk
pembedahan tradisional sekunder dengan beberapa komorbiditas.
Pasien yang biasanya kandidat OPCAB memiliki EF yang sangat
rendah, penyakit paru-paru yang parah, penyakit ginjal akut atau
kronis, risiko tinggi untuk stroke, atau aorta yang terkalsifikasi.
5) Bedah Kardiotoraks dengan Bantuan Robot
Teknik ini menggabungkan penggunaan robot dalam melakukan
penggantian CABG atau katup mitral. Manfaat dari operasi robotik
termasuk peningkatan presisi, sayatan yang lebih kecil, penurunan
kehilangan darah, lebih sedikit rasa sakit, dan waktu pemulihan
yang lebih singkat.
6) Revaskularisasi Laser Transmyocardial

48
Revaskularisasi laser Transmyocardial (TMR) adalah prosedur
revaskularisasi tidak langsung. Ini digunakan untuk pasien dengan
CAD lanjut yang bukan untuk operasi CABG tradisional dan yang
memiliki angina persisten setelah terapi medis maksimum. Prosedur
ini melibatkan penggunaan laser berenergi tinggi untuk membuat
saluran di jantung untuk memungkinkan aliran darah ke area
iskemik. Prosedur ini dilakukan selama kateterisasi jantung sebagai
TMR perkutan atau selama operasi menggunakan sayatan
torakotomi anterior kiri sebagai tambahan untuk CABG.
7) Terapi obat
a. IV Nitrogliserin
IV NTG (Tridil) digunakan dalam perawatan awal pasien
dengan ACS. Tujuan terapi adalah untuk mengurangi nyeri
angina dan memperbaiki aliran darah koroner. IV. NTG
mengurangi preload dan afterload sambil meningkatkan suplai
oksigen miokard. Permulaan tindakan langsung. Titrasi NTG
untuk mengontrol dan menghentikan nyeri dada. Karena
hipotensi adalah efek samping yang umum, pantau BP dengan
cermat selama waktu ini. Pasien yang menjadi hipotensi sering
mengalami penurunan volume dan dapat mengambil manfaat
dari cairan bolus IV. Toleransi adalah efek samping lain dari
terapi nitrat IV. Strategi yang efektif untuk fenomena ini adalah
melakukan titrasi dosis di malam hari saat tidur dan menaikkan
dosisnya di siang hari.
b. Sulfat morfin
Morphine sulfate adalah obat pilihan untuk nyeri dada yang
tidak berkurang oleh NTG. Sebagai vasodilator, ini mengurangi
beban kerja jantung dengan menurunkan konsumsi oksigen
miokard, mengurangi kontraktilitas, dan menurunkan TD dan
SDM. Selain itu, morfin dapat membantu mengurangi

49
kecemasan dan ketakutan. Dalam situasi yang jarang terjadi,
morfin dapat menekan pernapasan. Pantau pasien adanya tanda-
tanda bradypnea atau hipotensi, kondisi yang harus dihindari
pada iskemia dan infark miokard.
c. β-Adrenergic Blocker
β-Adrenergic blocker menurunkan kebutuhan oksigen miokard
dengan mengurangi SDM, BP, dan kontraktilitas. Penggunaan
obat-obatan ini pada pasien yang tidak berisiko untuk
komplikasi MI (misalnya, syok kardiogenik) mengurangi risiko
reinfarction dan terjadinya HF. Kelanjutan dari blocker β-
adrenergik tanpa batas direkomendasikan.
d. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors
ACE inhibitor harus dimulai dalam 24 jam pertama dan
dilanjutkan tanpa batas pada pasien yang pulih dari STEMI
dinding anterior, dengan gagal jantung, atau EF 40% atau
kurang. Penggunaan ACE inhibitor dapat membantu mencegah
remodeling ventrikel dan mencegah atau memperlambat
perkembangan HF. Untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi
ACE inhibitor, angiotensin II receptor blocker harus
dipertimbangkan.
e. Obat-obatan Antidisritmia
Disritmia adalah komplikasi paling umum setelah MI. Secara
umum, mereka sembuh sendiri dan tidak diperlakukan secara
agresif kecuali mereka mengancam jiwa (misalnya, takikardia
ventrikel berkelanjutan).
f. Obat Penurun Lipid
Panel lipid puasa diperoleh pada semua pasien yang dirawat
dengan ACS. Semua pasien dengan trigliserida tinggi dan
kolesterol LDL harus menerima obat penurun lipid.
g. Pelunak feses

50
Setelah MI, pasien dapat mengalami konstipasi karena istirahat
di tempat tidur dan pemberian opioid. Pelunak feses (mis.,
Docusate sodium [Colace]) diberikan untuk memfasilitasi
pergerakan usus. Ini mencegah tegang dan stimulasi vagal yang
dihasilkan dari manuver Valsava. Stimulasi vagina
menghasilkan bradikardia dan dapat memicu disritmia.
8) Terapi nutrisi
Tingkatkan diet sesuai toleransi terhadap diet rendah garam, rendah
lemak jenuh, dan rendah kolesterol. Penanganna terapi atau
tatalaksana pada penderita ACS (Acute Coronary Syndrom) pada
dasarnya harus dilakukan secara tepat, cepat efektik. Hal ini
berkaitan untuk memperbaiki jantung sedini mungkin. Sehingga
tidak menimbulkan kerusakan otot jantung yang dapat
menyebabkan.kegagalan jantung.

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Data Biografi dan Demografi
 Nama
 Usia
 Jenis Kelamin
 Tempat Lahir
 Status Pernikahan
 Pekerjaan
 Ras/ Etnis

(Black, 2014)

b. Pemeriksaan Fisik
Menurut Black, (2014):

51
1. Penampilan secara umum dan tingkat kesadaran
Penampilan secara umum adalah gambaran awal klien dan
memperlihatkan tingkat kenyamanan serta distress. Perhatikan
klien dan tentukan:
a) Apakah klien berbaring dengan tenang atau adakah
ketidaknyamanan atau ada gerakan terus menerus?
b) Dapatkah klien berbaring atau hanya dapat tegak?
c) Apakah ekspresi wajah menggambarkan kesakitan atau
menampakan gejala gagal napas?
d) Apakah terdapat manifestasi sianosis atau pucat?
e) Dapatkan klien menjawab pertanyaan tanpa sesak napas saat
diwawancarai?
Tingkat kesadaran menggambarkan kecukupan perfusi serebral
dan oksigenasi.
2. Tanda-tanda Vital
Tekanan Darah
Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan ukuran manset
yang sesuai dan dengan posisi klien: duduk, berbaring, dan
berdiri. Tekanan darah normalnya bervariasi 5-15 mmHg dengan
adanya perubahan posisi.

Nadi
Karakteristik nadi bervariasi. Jika nadi tidak teratur, kaji jumlah
nadi yang kurang pada apikal dan radial secara bersamaan,
perhatikan perbedaan frekuensi. Kekuatan nadi dapat

52
dideskrepsikan dengan istilah nadi melompat-lompat (bounding),
samar (threadly), atau tidak teraba (absent).
Frekuensi Napas
Catat frekuensi, irama, kedalam, dan kualitas pola napas. Lihat
ada tidaknya penggunaan otot aksesori. Apakah klien harus
duduk tegak agar dapat bernapas dengan mudah, atau apakah
klien dapat berbaring dengan nyaman?
3. Kepala dan leher
Ketika memeriksa kepala periksa mata, perhatikan ada tidaknya
arkus senilis (cincin keabuan yang mengelilingi iris, kemungkinan
akibat penumpukan kolesterol) dan xantelasma (peningkatan plak
kuning di sekitar bulu mata akibat dari penumpukan lipid).
4. Thoraks
Inspeksi
Lakukan inspeksi dan palpasi prekordium secara bersamaan
untuk mengetahui keberadaan pulsasi/ denyut normal dan
abnormal. Posisi klien telentang (supine) dengan daerah dada
terbuka. Posisi pemeriksa di sebelah kanan klien, amati dada
depan: ukuran, bentuk, kesimetrisan gerakan, dan pulsasi.
Palpasi
Ketika palpasi, gunakan jari dan telapak tangan. Titik impuls
maksimum (Point of Maximum Intensity (PMI)) atau impuls
apeks biasanya terlihat pada ruang interkosta 5 medial dari garis
midklavikula kiri (lebih mudah terlihat pada orang kurus).
Auskultasi dada posterior
Posisi klien duduk tegak, auskultasi kedua sisi paru. Bunyi
Crackles menandakan adanya gagal pada ventrikel kiri. Crackles
paling terdengar di dasar paru (karena adanya gaya gravitasi)
selama akhir inspirasi.
Auskultasi Prekordium

53
Posisi klien supine, auskultasi daerah prekordium untuk
mengetahui frekuensi dan irama jantung yang normal dan
abnormal. Gunakan bel untuk mendengarkan suara bernada
rendah dan diafragma untuk mendengar suara bernada tinggi.
5. Abdomen
Inspeksi
Lihat ada/ tidaknya distensi abdomen
Auskultasi
Dengarkan adanya Bruit aorta (di atas umbilikus)
Palpasi
Periksa adanya asites, pembesaran hati.
6. Ekstremitas
Kulit
Amati kulit dan membran mukosa untuk mengetahui
abnormalitas seperti sianosis sentral atau perifer. Kaji Capillary
refill time sebelum menggunakan oksimetri nadi.
Turgor Kulit
Kaji turgor kulit dengan mengangkat lipatan kulit di atas sternum
atau lengan bawah dan kemudian lepaskan. Jika turgor kulit
bagus maka kulit akan segera kembali ke posisi semula. Turgor
kulit yang menurun menandakan adanya dehidrasi , deplesi
volume, penurunan berat badan yang cepat, dan pertambahan
usia.
Jari tabuh
Periksa jari untuk melihat ada/ tidaknya tabuh dab lihat ada/
tidaknya perdarahan pada kuku
Edema
Pada klien yang aktif bergerak, edema terlihat jelas pada kaki,
pergelangan kaki, dan tungkai bawah. Pada klien yang duduk di

54
kursi roda atau harus berbaring, edema dapat di rubah pada area
sakrum, abdomen, dan skapula. Kaji derajat edema.
c. Pengkajian Lanjutan
Pengkajian menurut Doenges, (20)
Hal yang dikaji Data yang mungkin ditemukan
1. AKTIVITAS / ISTIRAHAT  Dispnea saat aktivitas
 Gaya hidup tidak sehat
 Kelemahan, perasaan tidak
mampu setelah berolahraga
 Kelelahan
 Aktivitas dan tidur terganggu
oleh rasa sakit
2. SIRKULASI  Takikardia, disritmia
 Riwayat penyakit jantung,  Tekanan darah (BP) normal, tinggi,
hipertensi pada diri sendiri atau menurun
atau keluarga  Bunyi jantung: Mungkin normal, S4
lanjut atau murmur sistolik lanjut
sementara menunjukkan disfungsi
otot papiler — yang mungkin
terbukti selama nyeri.
 Kulit lembab, dingin, pucat, selaput
lendir di hadapan vasokonstriksi
 Perubahan tekanan darah ortostatik
3. INTEGRITAS EGO  Ketakutan, gelisah
 Stres kerja, keluarga, orang
lain, dan masalah keuangan
4. MAKANAN / CAIRAN  Bersendawa, distensi lambung
 Mual, heratburn, kembung
 Diet tinggi kolesterol dan

55
lemak, garam
 Konsumsi kafein dan alkohol
5. NEUROSENSORY
 Riwayat pusing, pingsan,
mati rasa sementara,
kesemutan di ekstremitas
(iskemia di mana saja di
tubuh dapat menghasilkan
gejala neurologis sementara)
6. NYERI  Wajah meringis, gelisah
Catatan: Laporan lokasi nyeri dan  Menempatkan kepalan tangan di
tingkat keparahan berbeda antara midsternum
pria dan wanita.  Menggosok lengan kiri, ketegangan
 Nyeri dada substernal atau otot
anterior yang mungkin  Respons otonom, misalnya
menjalar ke rahang, leher, takikardia, perubahan tekanan darah
bahu, dan ekstremitas atas,
seringkali ke sisi kiri. Wanita
dapat melaporkan rasa sakit
di antara tulang belikat, sakit
punggung.
 Kualitas: Bervariasi dari
transien dan ringan hingga
sedang, tekanan berat, sesak,
remas, terbakar. Wanita
dapat melaporkan rasa sakit
yang tumpul.
 Durasi: Biasanya kurang dari
15 menit, jarang lebih dari 30

56
menit (rata-rata 3 menit).
 Faktor pencetus: aktivitas
fisik atau emosi yang hebat,
seperti kemarahan atau
gairah seksual; berolahraga
di cuaca ekstrem; atau
mungkin tidak dapat
diprediksi atau terjadi selama
istirahat atau tidur di angina
yang tidak stabil
 Faktor yang meringankan:
Nyeri mungkin responsif
terhadap mekanisme
pertolongan tertentu, seperti
istirahat dan obat anti angina.
 Nyeri dada baru atau
berkelanjutan yang telah
berubah dalam frekuensi,
durasi, karakter, atau
prediktabilitas, terutama
tidak stabil, varian, atau tipe
Prinzmetal.
7. RESPIRASI  Peningkatan kecepatan dan ritme,
 Dispnea berhubungan dengan perubahan kedalaman
aktivitas atau istirahat
 Batuk dengan atau tanpa
dahak
 Riwayat merokok
8. KEAMANAN 

57
Riwayat jatuh, pingsan atau
pusing dengan perubahan posisi.
9. SEKS 
 Riwayat disfungsi ereksi (DE),
penurunan libido
 Nyeri dada saat berhubungan
seks
10. MENGAJAR / BELAJAR 
 Riwayat keluarga atau faktor
risiko CAD; obesitas, gaya
hidup tak bergerak, HTN,
stroke, diabetes, merokok,
hiperlipidemia
 Menggunakan atau
menyalahgunakan obat
jantung, antihipertensi, dan
obat bebas
 Riwayat terapi penggantian
hormon (HRT) pada wanita
pascamenopause
 Penggunaan vitamin atau
suplemen herbal, seperti
niasin, koenzim Q10, jahe,
bilberry, komprei, bawang
putih, atau L-karnitin
 Penggunaan atau
penyalahgunaan alkohol atau
penggunaan obat-obatan
terlarang

58
2. DIAGNOSIS KEPERAWATAN
Diagnosis Keperawatan yang mungkin ditegakkan menurut Doenges,
(2010) adalah:
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Peningkatan beban kerja jantung
dan konsumsi oksigen. Penurunan aliran darah miokard, iskemia
jaringan ditandai dengan laporan nyeri yang bervariasi dalam
frekuensi, durasi, dan intensitas, terutama ketika kondisinya
semakin memburuk. Adanya ekspresi erangan, menangis, mondar-
mandir, atau gelisah. Respon otonom, seperti diaforesis, perubahan
tekanan darah dan denyut nadi, pelebaran pupil, peningkatan atau
penurunan laju pernapasan.
2. Resiko penurunan Curah Jantung ditandai dengan adanya
perubahan inotropik, seperti iskemia miokard sementara dan
berkepanjangan dan efek obat, Perubahan kecepatan, irama denyut
jantung.
3. Cemas berhubungan dengan krisis Situasional. Ancaman terhadap
konsep diri, seperti citra atau kemampuan yang berubah. Respon
patofisiologis yang mendasari Ancaman terhadap atau perubahan
status kesehatan, seperti kursus penyakit yang dapat mengarah pada
kompromi lebih lanjut, kelemahan, dan bahkan kematian. Berbicara
sendiri secara negatif ditandai dengan perubahan dalam peristiwa
kehidupan Peningkatan ketegangan dan ketidakberdayaan,
Perhatian, ketidakpastian, kegelisahan, hilangnya citra tubuh yang
sehat, kehilangan tempat atau pengaruh, merasa tidak berharga.
4. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan perawatan,
perawatan diri, dan rencana kepulangan berhubungan dengan
Kurangnya keterpaparan, informasi yang tidak akurat, atau salah
tafsir informasi, tidak terbiasa dengan sumber daya informasi
ditandai dengan Pertanyaan, pernyataan keprihatinan, Permintaan
informasi.

59
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Data Biografi dan Demografi
 Nama : Tn. X
 Usia : 56 Tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Tempat Lahir: -
 Status Pernikahan : Menikah
 Pekerjaan : Supir
 Ras/ Etnis : Jawa
2. Tanda-tanda Vital
 TD : 140/90 mmHg
 Nadi : 106 kali/ menit
 Pernafasan : 26 kali/ menit
 Suhu : 36,8 oC
 TB : 168 Cm = 1,68 m
 BB : 82 Kg
 IMT : 82/(1,68)2 = 29,1 (Obesitas Lv. 1).
3. Pengkajian Lanjutan
 AKTIVITAS / ISTIRAHAT
Sulit tidur, gelisah
 SIRKULASI
Riwayat hipertensi sejak 10 tahun yang lalu
 INTEGRITAS EGO
-
 MAKANAN / CAIRAN
--
 NEUROSENSORY

60
--
 NYERI
Nyeri dada sebelah kiri menjalar hingga bahu dan lengan kiri, seperti
tertimpa beban berat, tidak berkurang setelah istirahat dan
mengkonsumsi nitrat. Durasi 20 menit.
 RESPIRASI
Riwayat merokok sejak SMP
 KEAMANAN
--
 SEKS
--
 MENGAJAR / BELAJAR
Faktor risiko; obesitas, diabetes, merokok, hipertensi
Mengkonsumsi obat Anti Hipertensi dan Obat Diabet tidak teratur.

B. ANALISIS DATA
No. Data Diagnosis
1. DS : Klien mengatakan nyeri Nyeri akut berhubungan dengan
dada sebelah kiri menjalar Peningkatan beban kerja jantung
hingga ke punggung dan dan penurunan aliran darah
lengan kiri, tidak berkurang miokard ditandai dengan adanya
dengan istirahat dan konsumsi laporan nyeri
nitrat. Durasi nyeri 20 menit.
DO : Pasien tampak gelisah,
tegang, dan sulit tidur.
BP : 140/80 mmHg
HR : 106 kali/ menit
RR : 26 kali/ menit
T : 36,8 oC

61
2. DS : - Resiko penurunan Curah Jantung
DO : ditandai dengan adanya
BP : 140/80 mmHg perubahan inotropik, seperti
HR : 106 kali/ menit iskemia miokard sementara dan
RR : 26 kali/ menit berkepanjangan dan efek obat,
T : 36,8 oC Perubahan kecepatan, irama
denyut jantung
3. DS :. Kurang pengetahuan mengenai
DO: Keluarga menangis dan kondisi, dan rencana kepulangan
bertanya tentang kondisi berhubungan dengan Kurangnya
pasien keterpaparan, ditandai dengan
Pertanyaan dan Permintaan
informasi.

Diagnosis Keperawatan Prioritas:


1. Nyeri akut berhubungan dengan Peningkatan beban kerja jantung dan
penurunan aliran darah miokard ditandai dengan adanya laporan nyeri
2. Resiko penurunan Curah Jantung ditandai dengan adanya perubahan
inotropik, seperti iskemia miokard sementara dan berkepanjangan dan
efek obat, Perubahan kecepatan, irama denyut jantung.
3. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, dan rencana kepulangan
berhubungan dengan Kurangnya keterpaparan, ditandai dengan
Pertanyaan dan Permintaan informasi.

62
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Diagnosis Tujuan dan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1. Nyeri akut Nyeri berkurang, Mandiri
berhubungan dengan dibuktikan dengan:
Peningkatan beban tanda-tanda vital
Menilai dan Memberikan informasi tentang
kerja jantung dan yang stabil dan tidak
mendokumentasikan perkembangan penyakit. Membantu
penurunan aliran adanya ketegangan respons klien dan efek mengevaluasi keefektifan intervensi
dari pengobatan. dan mungkin mengindikasikan
darah miokard otot dan kegelisahan.
perlunya perubahan dalam rejimen
ditandai dengan terapi.
adanya laporan nyeri
Anjurkan klien
Mengurangi kebutuhan oksigen
istirahat total selama
miokard untuk meminimalkan risiko
episode anginal.
cedera jaringan dan nekrosis.

Tinggikan kepala
Memfasilitasi pertukaran gas untuk
tempat tidur jika klien
mengurangi hipoksia dan sesak napas
sesank

Klien dengan angina tidak stabil


Pantau detak jantung
memiliki peningkatan risiko disritmia
dan ritme.
akut yang mengancam jiwa, yang

63
terjadi sebagai respons terhadap
perubahan iskemik dan stres.

Pantau tanda-tanda vital BP mungkin awalnya naik karena


setiap 5 menit selama stimulasi simpatis dan kemudian turun
serangan anginal awal. jika curah jantung terganggu.
Takikardia juga berkembang sebagai
respons terhadap stimulasi simpatis
dan dapat dipertahankan sebagai
respons kompensasi jika curah jantung
menurun.

Tetap bersama klien Kecemasan melepaskan katekolamin,


yang mengalami rasa yang meningkatkan beban kerja
sakit atau tampak miokard dan dapat meningkatkan atau
cemas. memperpanjang nyeri iskemik.
Kehadiran perawat dapat mengurangi
perasaan takut dan tidak berdaya.

Stres mental atau emosional


Pertahankan lingkungan meningkatkan beban kerja miokard.
yang tenang dan
nyaman; batasi
pengunjung seperlunya.

Kolaborasi
Meningkatkan oksigen yang tersedia
Berikan oksigen untuk pengambilan miokard dan

64
tambahan, seperti yang pembalikan iskemia.
ditunjukkan.
NTG telah menjadi standar untuk
Berikan obat anti- mengobati dan mencegah nyeri angina
anginal segera, seperti: selama lebih dari 100 tahun. Saat ini,
Nitrat: NTG sublingual tersedia dalam berbagai bentuk dan
(Nitrostat, NitroQuick); masih merupakan landasan terapi anti-
tablet dan kapsul rilis anginal. Efek vasodilator yang cepat
yang diperpanjang, berlangsung 10 hingga 30 menit dan
seperti Nitrong dan dapat digunakan sebagai pencegahan
Nitrogard SR; untuk mencegah, serta membatalkan,
semprotan takaran serangan angina. Persiapan kerja
terukur (Nitrolingual); panjang digunakan untuk mencegah
patch transdermal kekambuhan dengan mengurangi
(Minitran, Nitrodisc); vasospasme koroner dan mengurangi
salep transdermal beban kerja jantung. Dapat
(Nitrol, Nitro-Bid); menyebabkan sakit kepala, pusing,
isosorbide (Isordil, dan gejala sakit kepala ringan yang
Imdur) biasanya berlalu dengan cepat. Jika
sakit kepala tidak dapat ditoleransi,
perubahan dosis atau penghentian obat
mungkin diperlukan. Catatan: Isordil
mungkin lebih efektif untuk klien
dengan varian angina.

Kurangi angina dengan mengurangi


Beta Blocker, seperti beban kerja jantung. Catatan:
atenolol (Tenormin), Seringkali, obat-obatan ini saja sudah
carteolol (Cartrol), cukup untuk meredakan angina dalam

65
labetalol (Normodyne), kondisi yang tidak terlalu parah.
nadolol (Corgard),
metroprolol (Tropol
XL), dan propranolol Menghasilkan relaksasi otot polos
(Inderal) pembuluh darah koroner, melebarkan
arteri koroner, dan menurunkan
Pemblokir saluran resistensi pembuluh darah perifer.
kalsium, seperti bepridil
(Vascor), amlodipine
(Norvasc), nicardipine
(Cardene), nifedipine
(Procardia), felodipine
(Plendil), isradipine
(DynaCirc), dan
diltiazem (Cardizem) Biasanya analgesia yang cukup untuk
menghilangkan sakit kepala yang
disebabkan oleh pelebaran pembuluh
Analgesik, seperti darah otak sebagai respons terhadap
asetaminofen (Tylenol) nitrat.

Analgesik opioid yang manjur dapat


digunakan pada onset akut karena
efeknya yang menguntungkan. Efek
Morphine sulfate (MS) tersebut termasuk vasodilatasi perifer
dan mengurangi beban kerja miokard;
sedasi, yang menghasilkan relaksasi;
dan aliran katekolamin vasokonstrik
yang terputus, sehingga secara efektif
menghilangkan nyeri dada yang parah.

66
MS diberikan secara intravena (IV)
untuk tindakan cepat dan karena
penurunan curah jantung mengganggu
penyerapan jaringan perifer.

Iskemia selama serangan angina dapat


menyebabkan depresi segmen ST
sementara atau elevasi dan inversi
Pantau perubahan EKG gelombang-T. Penelusuran serial
seri memverifikasi perubahan iskemik,
yang mungkin hilang ketika klien
bebas rasa sakit. Mereka juga
menyediakan dasar untuk
membandingkan perubahan pola
kemudian.

2. Resiko penurunan Tunjukkan Pertahankan tempat Memenuhi kebutuhan O2, mengurangi


peningkatan tidur atau sandaran beban kerja miokard dan risiko
Curah Jantung
toleransi aktivitas. kursi dalam posisi dekompensasi
ditandai dengan Laporkan atau nyaman selama episode
tampilkan penurunan akut.
adanya perubahan
episode dispnea, Takikardia dan perubahan tekanan
inotropik, seperti angina, dan darah (hipotensi atau hipertensi) dapat
disritmia. Pantau tanda-tanda vital terjadi karena nyeri, kecemasan,
iskemia miokard
Berpartisipasi dalam dan irama jantung. hipoksemia, dan penurunan curah
sementara dan perilaku dan jantung. Perubahan EKG yang
kegiatan yang mencerminkan iskemia dan disritmia
berkepanjangan dan
mengurangi beban menunjukkan perlunya evaluasi
efek obat, Perubahan kerja jantung. Auskultasi bunyi nafas tambahan dan intervensi terapeutik.

67
kecepatan, irama dan bunyi jantung. Crackles dapat terjadi dengan
Dengarkan murmur. dekompensasi jantung atau beberapa
denyut jantung.
obat, terutama beta blocker.
Perkembangan murmur dapat
mengungkapkan penyebab katup
untuk nyeri dada, seperti stenosis aorta
atau mitral atau ruptur otot papiler.

Menghemat energi dan mengurangi


beban kerja jantung.

Berikan waktu istirahat


yang cukup. Bantu atau Manuver Valsalva menyebabkan
lakukan kegiatan bradikardia, yang dapat diikuti oleh
perawatan diri, seperti rebound takikardia, yang keduanya
yang ditunjukkan. dapat merusak curah jantung.

Intervensi tepat waktu dapat


Tekankan pentingnya mengurangi konsumsi oksigen dan
menghindari mengejan beban kerja miokard dan dapat
terutama saat buang air mencegah atau meminimalkan
besar. komplikasi jantung.

Efek yang diinginkan adalah

68
mengurangi kebutuhan oksigen
Dorong pelaporan nyeri miokard dengan mengurangi stres
segera untuk pemberian ventrikel. Obat-obatan dengan sifat
obat segera, seperti inotropik negatif dapat menurunkan
yang ditunjukkan. perfusi menjadi miokardium iskemik.
Kombinasi nitrat dan beta blocker
mungkin memiliki efek kumulatif
pada curah jantung.

Angina hanyalah gejala patologi yang


mendasarinya yang menyebabkan
Kaji adanya tanda dan iskemia miokard. Penyakit dapat
gejala gagal jantung. membahayakan fungsi jantung hingga
titik dekompensasi.

Berkurangnya perfusi otak dapat


menghasilkan perubahan yang dapat
Mengevaluasi status diamati pada sensorium.
mental, mencatat
perkembangan
kebingungan dan
disorientasi. Sirkulasi perifer berkurang ketika
curah jantung turun, memberikan
Perhatikan adanya warna pucat atau abu-abu pada kulit
perubahan warna kulit tergantung pada tingkat hipoksia
serta kualitas pulsa.
Sistem pernapasan dapat mengalami
dekompensasi dengan serangan
Nilailah paru-paru

69
untuk suara adventif, angina.
seperti kresek.

3. Kurang pengetahuan Pengetahuan tentang Diskusikan tentang Klien dengan angina perlu belajar
perjalanan penyakit mengapa itu terjadi dan apa yang
mengenai kondisi, dan Manajemen Penyakit
bersama klien dapat mereka lakukan untuk
rencana kepulangan Jantung bertambah mengendalikannya. Ini adalah fokus
manajemen terapi untuk mengurangi
berhubungan dengan dibuktukan dengan:
kemungkinan MI dan mempromosikan
Kurangnya gaya hidup sehat jantung.
keterpaparan, ditandai Pemahaman verbal
dengan Pertanyaan tentang kondisi, Dorong penghindaran Dapat mengurangi insiden atau tingkat
faktor atau situasi yang keparahan episode iskemik.
dan Permintaan proses penyakit, dan
dapat memicu episode Membantu klien mengelola gejala.
informasi potensi komplikasi. angina, seperti stres
emosional, aktivitas
fisik yang luas atau Ini adalah langkah penting dalam
Memahami dan intens, konsumsi membatasi atau mencegah serangan
makanan besar atau angina.
berpartisipasi secara
berat (terutama
lisan dalam rejimen menjelang waktu tidur),
dan paparan suhu
terapi. Lakukan
lingkungan yang
perubahan gaya ekstrem.
hidup yang
diperlukan.
Mengizinkan klien mengidentifikasi

70
aktivitas-aktivitas yang dapat
dimodifikasi untuk menghindari stres
jantung dan tetap di bawah ambang
batas angina.

Bantu klien untuk


mengidentifikasi
sumber-sumber stres
fisik dan emosional dan
membahas cara-cara Bersiap untuk menghilangkan rasa
yang dapat dihindari. takut bahwa klien akan tahu apa yang
Tinjau pentingnya harus dilakukan jika serangan terjadi.
berhenti merokok,
kontrol berat badan,
perubahan pola makan,
dan olahraga.

Diskusikan dampak
kondisi pada gaya
hidup dan aktivitas
yang diinginkan,
termasuk bekerja,
mengemudi, aktivitas
seksual, dan hobi.

71
Berikan informasi,
privasi, atau konsultasi,
sebagaimana
ditunjukkan

D. IMPLEMENTASI
 Merupakan proses keperawatan berupa pelaksanaan tindakan dari intervensi yang telah direncanakan
 Implementasi disesuaikan dengan kebutuhan klien

E. EVALUASI
Evaluasi atau hasil yang diharapkan dalam pemberian asuhan keperawatan pada ACS ini adalah:
1. Klien mampu melakukan aktivitas yang diinginkan dan klien mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri dengan
sedikit atau tanpa rasa sakit.
2. Klien tidak terjadi komplikasi.
3. Klien dan keluarga mampu memahami Proses penyakit, prognosis, dan rejimen terapi.
4. Klien mau berpartisipasi dalam program perawatan dan perubahan perilaku.

72
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Penyakit Jantung koroner adalah penyakit jantung dimana terjadi
penyempitan, penyumbatan atau kelainan pembuluh nadi koroner. Pembuluh
darah koroner adalah pembuluh arteri koroner. Terjadi bila ada timbunan
(plak) yang mengandung lipoprotein, kolesterol, sisa sisa jaringan dan
terbentuknya kalsium pada permukaan bagian dalam pembuluh darah.
Ateriosklerosis menyebabkan penimbunan lipid dan jaringan fibrosa dalam
arteri koronaria, sehingga mempersempit diameter pembuluh darah.
Faktor resiko penyakit jantung koroner terdiri dari genetik, jenis kelamin, usia
dan ras. Faktor resiko lain seperti kolesterol, hipertensi, aktivitas fisik, stress,
diet nutrisi dan alkohol.
Untuk mendiagnosa penyakit jantung koroner dengan pemeriksaan
diagnostik, salah satunya dengan pemeriksaan enzim jantung CK-CKMB
dengan golden time 3-12 jam setelah kerusakan sel miokardium. Puncaknya
24 jam dan kembali normal setelah 48-72 jam. Pengamatan terhadap
peningkatan kadar enzim jantung menjadi gold standar untuk penilaian infark
berulang atau infark yang luas pada klien dengan penyakit jantung koroner.

B. SARAN
Penyakit jantung koroner dapat menyerang siapapun, bukan pada usia lanjut
saja tetapi juga pada usia muda dengan gaya hidup dan diet nutrisi tinggi
lemak. Jadi dengan informasi tentang penyakit ini maka perilaku hidup sehat
harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari pola makan yang
sehat dan teratur dan membiasakan diri untuk berolahraga dan tidak merokok.
Dengan telah dipaparkannya asuhan keperawatan dengan klien gangguan
kardiovaskuler diharapan perawat dapat memberikah tindakan serta asuhan
yang tepat dengan klien khususnya dengan kasus penyakit jantung koroner.

73
DAFTAR PUSTAKA

Black, J., & Hawks, J. H. (2014). Medical-Surgical Nursing: Clinical


Management for Positive Outcomes (8th ed). Singapore: Elsevier Inc

Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Singapore:


Elsevier.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2010). Nursing Care Plans
10th Ed. Philadelphia: F.A. Davis Company.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya


Media
Irmalita. (2015). PEDOMAN TATALAKSANA SINDROM KORONER AKUT.
Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Jones, S.A. (2005). Always At Your Side ECG Notes: Interpretation and
Management Guide. Philadelphia: FA Davis Company

Kumar, et al. (2010). Robbins And Cotran Pathologic Basis Of Disease. – 8th Ed.
Philadelphia: Elsevier
Levine, G, N.(2014). Cardiology Secrets 4th Ed. Philadephia: Elsevier.
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., & Bucher, L. (2013). Medical-
surgical nursing : assessment and management of clinical problems, Ninth
Edition. Missouri: Elsevier.

Library of Congress Cataloging-in Publication Data. (2012). Critical Care


Nursing Made Incredibly Easy! 3rd Ed. Norristown Road: Lippincott
Williams & Wilkins p.169
Lilly, L. S. (2011). Pathophysiology of Heart Disease: A Collaborative Project of
Medical Student and Faculty, Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott.

Porth, C. M. (2011). Essentials of pathophysiology : concepts of altered health


states 3th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Health.

74
Price, Wilson. 2006. Patofisiologi Vol 2; Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit.
Penerbit Buku Kedokteran. EGC. Jakarta

Sherwood, L., (2009). Fisiologi Manusia dari Sel ke SistemJakarta : EGC . Edisi
Baradero, M, Dayrit, M.W. (2008). Klien Gangguan Kardioovaskular:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah
brunner & suddarth. (edisi 8, volume 2). Alih bahasa oleh H. Y. Kuncara,
Monica Ester, Andry Hartono, & Yasmin Asih; editor bahasa indonesia
oleh Endah Pakaryaningsih & Monica Ester. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2010). Brunner and Suddarths Textbook of
Medical-Surgical Nursing 10th Ed. Philadelphia: Lippincott.

Soeharto, I. (2004). Penyakit Jantung Koroner & Serangan Jantung. Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama

Tortora, G. J., Derrickson, B. (2014). Principles Of Anatomy & Physiology 14th


Edition. Danvers: John Wiley & Sons Inc.

White, L., & Duncan, G. (2013). Medical-Surgical Nursing in Integrated


Approach, Third Edition. New York: Delmar Cengage Learning.

75

Anda mungkin juga menyukai