Anda di halaman 1dari 48

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya yang telah memberikan
kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Asuhan Keperawatan pada Tn.
Y.N dengan ACUTE STEMI ANTERIOR ONSET 18 JAM TIMI RISK 4/14 KILLIP IV,
AHF PADA ACS, SYOK KARDIOGENIK , CAD 1VD, HIPERTENSI, OMI INFERIOR di
ruang ICVC Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
Laporan ini merupakan salah satu tugas penulis sebagai perawat dalam program
penugasan pencapaian kinerja kompetensi perawat di RS pusat Jantung Nasional Harapan
Kita. Adapun penyusunannya tidak terlepas dari dukungan semua pihak, oleh karena itu
izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ns. Siti Noorwidiastuti, S.Kp selaku Ka op IWM dan ICVC


2. Ns. Ahmad Fauzy S.Kep selaku Ka. Unit ICVC
3. Para perawat dan staf di Ruang ICVC Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah
Harapan Kita
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik
dan saran sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata,
penulis berharap makalah ini dapat berguna bagi semua pihak.

Jakarta, Agustus
2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .……………………………………………... 1

DAFTAR ISI ....…………………………………………….……..... 2

BAB I : PENDAHULUAN ..………………………….. 4

1.1 Latar Belakang ...…………………………. 4

1.2 Tujuan ……………………………………... 5

1.3 Manfaat ..……………………………………. 5

1.4 Metode Penulisan …………………………… 5

1.5 Sistematika Penulisan ………………………. 5

BAB II : TINJAUAN TEORITIS ……………………….. 7

2.1 Definisi …………………………………….... 7

2.2 Patofisiologi ………………………………… 8

2.3 Etiologi …………….………………………... 11

2.4 Klasifikasi ………........................................... 13

2.5 Manifestasi klinis ……….......………………. 15

2.6 Pemeriksaan Diagnostik……… ..................... 16

2.7 Penatalaksanaan ..…………………………… 18

2.8 Asuhan Keperawatan Secara Teoritis ………. 20

2.9 Implementasi ………………………………… 25

3.0 Evaluasi ……………………………………… 26

2
BAB III : TINJAUAN KASUS …..…………………….. 27

3.1 Pengkajian .…………………………...…... 27

3.2 Analisa Data …………………………….... 34

3.3 Diagnosa Keperawatan ..…………………... 38

3.4 Intervensi Keperawatan ...………………...... 39

3.5 Implementasi ………………………………… 47

3.6 Evaluasi ……………………………………… 55

BAB IV : PEMBAHASAN ………………………………… 62

BAB V : KESIMPULAN ………………………………….. 63

DAFTAR PUSTAKA ……………………………. 64

HALAMAN PENGESAHAN

Makalah studi kasus ini diajukan oleh :


Desi Kristiyanti

Judul Studi Kasus :


Asuhan Keperawatan pada Tn.Y.N dengan Tn.Y.N dengan ACUTE STEMI ANTERIOR
ONSET 18 JAM TIMI RISK 4/14 KILLIP IV, AHF PADA ACS, SYOK KARDIOGENIK ,
CAD 1VD, HIPERTENSI, OMI INFERIOR

Mengetahui,

3
Ka. Inst. Perawatan Medikal Intensive Jakarta, Agustus 2020
Intermediate dan Kegawatdaruratan

( Ns. Indri Mukadas, S.Kp ) ( Ns. Desi Kristiyanti, SKep)

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Syok merupakan suatu keadaan kegawat daruratan yang ditandai dengan kegagalan
perfusi darah ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel. Dalam
keadaan berat terjadi kerusakan sel yang tidak dapat dipulihkan kembali (syok
irreversibel), oleh karena itu penting untuk mengenali keadaan tertentu yang dapat
mengakibatkan syok. Salah satu bentuk syok yang amat berbahaya dan mengancam jiwa
penderitanya adalah syok kardiogenik, syok kardiogenik adalah gangguan hemodinamik
yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memberikan asupan darah untuk
mempertahankan fungsi alat alat vital tubuh akibat disfungsi otot jantung.
Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi hipotensi persisten dan hipoperfusi
jaringan akibat kegagalan fungsi jantung dengan volume intravaskular dan tekanan
pengisian ventrikel kiri yang memadai. Dengan kata lain pada syok kardiogenik terjadi
penurunan curah jantung sistemik yang dapat mengakibatkan hipoksemia jaringan dalam
kondisi volume intravaskular yang cukup (Califf & Bengston,2008).

4
Insiden syok kardiogenik dalam komunitas tidak mengalami penurunan yang
signifikan dalam beberapa waktu terakhir. Walaupun angka mortalitas sempat menurun
berkaitan dengan tindakan revaskularisasi, syok kardiogenik masih merupakan penyebab
kematian tersering pada pasien rawat inap dengan infark miokard akut. Meskipun syok
kardiogenik muncul setelah kejadian infark, hal ini tetap tidak terdeteksi pada
penanganan awal di rumah sakit (Menon and Hotcman, 2013).
Menurut Wolfe RE dan Fischer CM (2007) angka kematian penderita syok
kardiogenik sangat tinggi, mencapai 50-80% sedangkan menurut Fauci AS, et.al (2008)
syok kardiogenik merupakan penyebab utama dari kematian pasien dengan infark
miokard akut yang di rawat di RS.

B. TUJUAN
1. Tujuan umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Syok kardiogenik di ruang ICVC
(Intensive Cardiovaskular Care) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan
Kita.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada klien dengan Syok Kardiogenik
b. Menentukan masalah keperawatan yang terjadi pada klien dengan Syok
Kardiogenik sesuai data yang diperoleh
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Syok Kardiogenik
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Syok Kardiogenik
e. Mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan Syok
Kardiogenik

C. RUANG LINGKUP
Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah asuhan keperawatan pada klien dengan Syok
Kardiogenik di ruang ICVC Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
tanggal 28 Agustus 2020

D. METODE PENULISAN
Dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan metode kepustakaan dari berbagai
sumber, antara lain study kepustakaan buku buku keperawatan dan internet yang sesuai
dengan makalah yang disusun oleh penulis

5
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Makalah ini terdiri dari 5 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan
Membahas tentang latar belakang penulisan, tujuan penulisan, rruang lingkup penulisan
dan sistematika penulisan
BAB II : Tinjauan teori
Membahas tentang definisi syok kardiogenik, Iinsidensi dan epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, prognosis dan komplikasi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang dan
penatalaksanaan syok kardiogenik
BAB III : Tinjauan kasus
Membahas tentang pengkajian, diagnose keperawatan, rencana tindakan keperawatan,
implementasi dan evaluasi
BAB IV : Pembahasan
BAB V : Kesimpulan

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi syok kardiogenik


Syok didefinisikan sebagai suatu sindroma gangguan patofisiologi berat yang
ketika berlanjut menyebabkan perfusi jaringan yang buruk, hal ini dapat dikaitkan
dengan metabolism sel yang tidak normal. Selain itu syok merupakan kegagalan
sirkulasi perifer yang menyeluruh sehingga perfusi jaringan menjadi tidak adekuat
Syok kardiogenik merupakan suatu kondisi dimana terjadi hipoksia jaringan sebagai
akibat dari menurunnya curah jantung, meski volume intravascular cukup. Sebagian
besar syok ini disebabkan oleh infark miokard akut (Asikin et.all, 2016).
Pendapat lain mengatakan bahwa syok kardiogenik adalah kelainan jantung
primer yang menyebabkan kelainan fungsi jaringan yang tidak cukup untuk
mendistribusikan bahan makanan dan mengambil sisa metabolisma. Syok kariogenik
adalah syok yang disebabkan oelah ketidakadekuatan perfusi jaringan akibat dari
kerusakan fungsi ventrikel. Syok kardiogenik adalah ketidakmampuan jantung
mengalirkan cukup darah ke jaringan untuk memenuhi kebutuhan metabolism, akibat
dari gangguan fungsi pompa jantung (Aspiani, 2015).

6
Istilah syok kardiogenik ini pertama kali disampaikan oleh Stead (1942) dimana
saat itu dilaporkan 2 orang pasien yang disebutkan mengalami “syok yang diakibatkan
oleh jantung (shock of cardiac origin)”. Yang kemudian hari istilah ini berubah
menjadi syok kardiogenik.
Gambaran yang esensial dari syok kardiogenik adalah adanya hipoperfusi
sistemik yang menyebabkan hipoksia jaringan dengan bukti volume intravaskular
yang adekuat. Kriteria hemodinamik syok kardiogenik adalah adanya hipotensi yang
berkepanjangan dengan batasan tekanan darah sistolik untuk syok kardiogenik adalah
< 90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit atau mean arterial pressure < 30 mmHg
dari baseline dengan indeks kardiak yang berkurang (< 2,2 L/menit/m2) dan tekanan
baji kapiler paru (pulmonary capillary wedge pressure/PCWP) > 15 mmHg.
Ada suatu keadaan yang merupakan kelanjutan dari kegagalan ventrikel kiri
yakni “syok kardiogenik non hipotensif”. Secara definisi pasien ini memiliki tanda-
tanda klinis dari hipoperfusi periferal seperti yang telah dijelaskan diatas namun
dengan tekanan darah sistolik > 90 mmHg tanpa dukungan vasopresor. Hal ini sering
terjadi pada kejadian infark miokard di dinding anterior yang ekstensif. Oleh karena
itu, diagnosis syok kardiogenik dapat ditegakkan pada pasien dengan tekanan darah >
90 mmHg dengan ketentuan sebagai berikut (1) Jika parameter hemodinamik
merupakan hasil dukungan dari medikasi dan/atau alat-alat pendukung. (2) Adanya
tanda-tanda hipoperfusi sistemik dengan curah jantung yang rendah namun dengan
tekanan darah yang masih dapat dipertahankan dengan vasokonstriksi, serta (3) Jika
tekanan sistemik rata-rata (MAP) < 30 mmHg dari tekanan darah baseline pada kasus
pasien dengan hipertensi.
Kasus syok kardiogenik 80% disebabkan oleh kegagalan ventrikel akibat infark
miokard akut. Sedangkan sisanya akibat regurgitasi mitral berat yang akut, ruptur
septum ventrikular, gagal jantung kanan predominan dan ruptur dinding atau
tamponade.
Pasien-pasien dengan syok kardiogenik biasanya datang dengan adanya tanda-
tanda hipoperfusi sistemik, termasuk perubahan status mental, kulit dingin, dan
oliguria. Keberadaan ronchi basah basal (rales) yang merupakan penanda adanya
edema paru, bisa ada namun bisa juga tidak. Edema paru tidak ditemukan pada 30%
pasien-pasien syok kardiogenik melalui pemeriksaan auskultasi dan radiografi toraks.
Pengukuran tekanan darah dengan cara biasa sering tidak akurat pada keadaan syok,

7
oleh karena itu penentuan tekanan darah intra- arterial lebih tepat dimonitor dengan
kanula intra - arterial.
Pada keadaan syok, hipoperfusi yang terjadi pada miokardium dan jaringan
perifer akan mendorong terjadinya metabolisme anaerobik sehingga dapat
menyebabkan asidosis laktat. Keadaan hiperlaktatemia ini dapat dipertimbangkan
sebagai petanda adanya hipoperfusi dan dapat menjadi informasi tambahan terhadap
hasil pemeriksaan klinis serta pemeriksaan tekanan darah yang mungkin kurang
meyakinkan bergantung dari status syok. Akumulasi asam laktat dapat menyebabkan
edema mitokondrial, degenerasi serta deplesi glikogen. Hal ini dapat mengganggu
fungsi miokardium dan menghambat glikolisis. Akhir dari proses ini adalah kerusakan
yang ireversibel pada miokard akibat iskemik. Nilai laktat serum sangat penting
sebagai suatu faktor prognostik pada syok kardiogenik. Pada suatu analisa multivariat,
nilai laktat > 6,5 mmol/L pada pasien-pasien syok kardiogenik merupakan suatu
prediktor independen yang sangat kuat terhadap mortalitas selama masa perawatan di
rumah sakit.
Kebanyakan studi mendefinisikan syok kardiogenik sebagai suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik <90 mmHg selama sekurangnya 30-60 menit dimana :
(1) tidak respon dengan pemberian tunggal terapi cairan; (2) akibat sekunder dari
disfungsi jantung; (3) memiliki hubungan dengan tanda- tanda hipoperfusi atau indeks
kardiak <2,2 L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PCWP) >15mmHg.
Beberapa studi telah menggunakan metode invasif untuk menilai hemodinamik
sebagai kriteria diagnostik bagi syok kardiogenik. Pada pasien-pasien dengan
dukungan agen inotropik/vasopresor atau alat bantu sirkulasi, indeks kardiak 2,2-2,5
L/mnt/m2 dapat dipertimbangkan menjadi cut point. Sedangkan pada pasien yang
tidak mendapatkan dukungan agen inotropik/vasopresor atau alat bantu sirkulasi, cut
off pointnya 1,8-2,2 L/mnt/m2.

B. Insidensi dan Epidemiologi


Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian paling sering pada pasien-
pasien yang dirawat dengan infark miokard. Tindakan revaskularisasi dini terbukti
mampu menurunkan kejadian syok kardiogenik pada kasus infark miokard akut.
Tingkat kejadian syok kardiogenik telah banyak berkurang belakangan ini, mulai dari
20% pada tahun 1960an, hingga saat ini tinggal + 8% saja. Jenis infark miokard akut
yang paling sering menyebabkan syok kardiogenik adalah STEMI. Sekitar 80% kasus

8
syok kardiogenik yang berkaitan dengan infark miokard akut. 80% Syok kardiogenik
yang terjadi akibat infark miokard disebabkan oleh kegagalan ventrikel kiri.
Sedangkan yang lainnya adalah mitral regurgitasi akut, rupture septum ventrikular,
gagal ventrikel kanan, serta tramponade jantung. Insidensi syok kardiogenik lebih
tinggi pada pria daripada wanita (3:2). Perbedaan ini disebabkan karena semakin
meningkatnya kejadian penyakit jantung koroner pada pria. Namun demikian
persentase kejadian syok kardiogenik yang mengikuti infark miokard lebih banyak
pada wanita dibanding pria. Umur rata-rata pasien dewasa yang mengalami syok
kardiogenik adalah 65-66 tahun. Ras yang paling tinggi persentasenya untuk kejadian
syok kardiogenik adalah ras hispanik (74%) sedangkan ras afrika amerika 65%, kulit
putih 56%, sedangkan Asia dan selebihnya 41%.
Berdasarkan SHOCK register dan trial disebutkan bahwa : 74,5% syok
kardiogenik disebabkan oleh predominasi kegagalan ventrikel kiri; 8,36% akibat MR:
4,6% akibat ruptur septum ventrikel; 3,4% masalah pada jantung kanan; 1,7%
tamponde/ruptur jantung; 3,0% penyebab lain.

C. Etiologi
Syok kardiogenik dapat disebabkan oleh berbagai macam kelainan yang terjadi
pada jantung seperti : disfungsi sistolik, disfungsi diastolik, disfungsi katup, aritmia,
penyakit jantung koroner, komplikasi mekanik. Karena besarnya angka kejadian ACS,
maka ACS pun menjadi etiologi terhadap syok kardiogenik yang paling dominan pada
orang dewasa. Selain itu, banyak pula kasus syok kardiogenik yang terjadi akibat
medikasi yang diberikan, contohnya pemberian penyekat beta dan penghambat ACE
yang tidak tepat dan tidak terpantau pada kasus ACS. Pada anak-anak penyebab
tersering adalah miokarditis oleh karena toksik terhadap jantung infeksi virus,
kelainan congenital dan konsumsi bahan-bahan yang.
Secara fungsional penyebab syok kardiogenik dapat dibagi menjadi 2 yakni
kegagalan Jantung kiri dan kegagalan Jantung kanan. Penyebab-penyebab
kegagalan jantung kiri antara lain :
(1) Disfungsi sistolik yakni, berkurangnya kontraktilitas miokardium. Penyebab
yang paling sering adalah infark miokard akut khususnya infark anterior.
Penyebab lainnya adalah hipoksemia global, penyakit katup, obat-obat yang
menekan miokard (penyekat beta, penghambat gerbang kalsium, serta obat-obat

9
anti aritmia), kontusio miokard, asidosis respiratorius, kelainan metabolic
(asidosis metabolic, hipofosfatemia, hipokalsemia), miokarditis severe,
kardiomiopati end-stage, bypass kardiopulmonari yang terlalu lama pada
operasi pintas jantung, obat-obatan yang bersifat kardiotoksin (mis.
Doxorubicin, adriamycin).
(2) Disfungsi diastolik. Hal ini dapat terjadi akibat meningkatnya kekakuan ruang
ventrikel kiri. Selain itu dapat pula terjadi pada tahap lanjut syok hipovolemik
dan syok septik. Hal-hal yang dapat menyebabkannya antara lain : iskemik,
hipertrofi ventrikel, kardiomiopati restriktif, syok hipovolemik dan syok septik
yang berlama-lama, kompresi eksternal akibat tamponade jantung
(3) Peningkatan afterload yang terlalu besar. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, koarktasio aorta, hipertensi maligna.
(4) Abnormalitas katup dan struktur jantung. Hal ini dapat terjadi pada keadaan
mitral stenosis, endokarditis, regurgitasi mitral dan aorta, obstruksi yang
disebabkan oleh atrial myxoma atau thrombus, ruptur ataupun disfungsi otot-
otot papilaris, ruptur septum dan tamponade.
(5) Menurunnya kontraktilitas jantung. Hal ini terjadi pada keadaan, infark ventrikel
kanan, iskemia, hipoksia dan asidosis.
Kegagalan ventrikel kanan dapat disebabkan oleh berbagai peristiwa antara
lain:
(1) Peningkatan afterload yang terlalu besar misalnya, emboli paru, penyakit
pembuluh darah paru (hipertensi arteri pulmonalis dan penyakit oklusif vena),
vasokonstriksi pulmonal hipoksik, tekanan puncak akhir ekspirasi, fibrosis
pulmonaris, kelainan pernafasan saat tidur, PPOK.
(2) Artimia. Ventrikel takiaritmia sering berkaitan dengan syok kardiogenik.
Sementara bradiaritmia dapat menyebabkan atau memperburuk syok yang
disebabkan oleh etiologi lain. Sinus takikardia dan takiaritmia atrial dapat
menyebabkan hipoperfusi dan memperburuk syok.
Penyebab syok kardiogenik dapat pula dibedakan berdasarkan infark
miokard akut atau non-infark miokard seperti berikut ini :
● Infark miokard akut
√ Kegagalan pompa jantung
●Infark luas, > 40% ventrikel kiri

10
● Infark kecil namun dengan riwayat disfungsi ventrikel kiri atau
riwayat infark sebelumnya
●Infark yang meluas
●Reinfark
√ Komplikasi mekanik
● Mitral regurgitasi akut akibat/disfungsi ruptur otot papilari atau korda
tendinea
● Defek septum ventrikel yang disebabkan roleh ruptum septum
intraventrikular
● Ruptur dinding ventrikel kiri
● Tamponade perikard
√ Infark ventrikel kanan
● Kondisi lain
√ Kardiomiopati tahap akhir (end stage)
√ Miokarditis
√ Syok septik dengan depresi miokard berat
√ Obstruksi jalan keluar ventrikel kiri
● Stenosis aorta
● Kardiomiopati obstruktif hipertrofik
√ Obstruksi jalan masuk (pengisian) ventrikel kiri
● Stenosis mitral
● Myxoma atrium kiri
√ Regurgitasi mitral akut (ruptur korda)
● Insufisiensi katup aorta akut
● Kontusio miokardial
● Bypass kardiopulmonari yang berkepanjangan

Menentukan etiologi syok kardiogenik merupakan suatu tantangan yang tidak


mudah. Anamnese dan pemeriksaan klinis dapat memberikan informasi penting dalam
menentukan etiologi syok kardiogenik. Misalnya, jika keluhan utama pasien yang
masuk adalah nyeri dada, maka hal yang dapat diperkirakan adalah adanya infark
miokard akut, miokarditis, atau tamponade perikard. Selanjutnya, jika ditemukan
murmur pada pemeriksaan fisik, maka dapat dipikirkan kemungkinan adanya ruptur
septum ventrikel, ruptur otot-otot papillaris, penyakit akut katup mitral atau aorta.

11
Adanya murmur pada syok kardiogenik merupakan suatu indikasi untuk segera
dilakukan pemeriksaan echocardiography.

D. Patofisiologi
Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system
sirkulasi baik yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau
ventrikel kanan (akibat disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang
adekuat merupakan penyebab primer syok kardiogenik pada infark miokard akut.
Akibatnya adalah hipotensi, hipoperfusi jaringan, serta kongesti paru atau kongesti
vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri merupakan bentuk yang paling sering dari syok
kardiogenik, namun bagian lain dari sistem sirkulasi juga ikut bertanggung jawab
terhadap gagalnya mekanisme kompensasi. Kebanyakan abnormalitas ini sifatnya
reversibel sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung mungkin masih
dapat dipertahankan.
Hipotensi sistemik, merupakan tanda yang terjadi pada hampir semua syok
kardiogenik. Hipotensi terjadi akibat menurunnya volume sekuncup/stroke volume
serta menurunnya indeks kardiak. Turunnya tekanan darah dapat dikompensasi oleh
peningkatan resistensi perifer yang diperantarai oleh pelepasan vasopresor endogen
seperti norepinefrin dan angiotensin II. Namun demikian gabungan dari rendahnya
curah jantung dan meningkatnya tahanan perifer dapat menyebabkan berkurangnya
perfusi jaringan. Sehubungan dengan itu, berkurangnya perfusi pada arteri koroner
dapat menyebabkan suatu lingkaran setan iskemik, perburukan disfungsi miokardium,
dan disertai dengan progresivitas hipoperfusi organ serta kematian. Hipotensi dan
peningkatan tahanan perifer yang disertai dengan peningkatan PCWP terjadi jika
disfungsi ventrikel kiri merupakan kelainan jantung primernya. Meningkatnya tekanan
pengisian ventrikel kanan terjadi jika syok akibat kegagalan pada ventrikel kanan,
misalnya pada gagal infark luas ventrikel kanan. Namun pada kenyataannya sebuah
penelitian SHOCK trial menunjukkan pada beberapa pasien post MI, syok malahan
disertai oleh vasodilatasi. Hal ini mungkin terjadi sebagai akibat adanya respon
inflamasi sistemik seperti yang terjadi pada sepsis. Respon inflamasi akut pada infark
miokard berkaitan dengan peningkatan konsentrasi sitokin. Aktivasi sitokin
menyebabkan induksi nitrit oksida (NO) sintase dan meningkatkan kadar NO sehingga
menyebabkan vasodilatasi yang tidak tepat dan berkurangnya perfusi koroner dan

12
sistemik. Sekuens ini mirip dengan yang terjadi pada syok septik yang juga ditandai
dengan adanya vasodilatasi sistemik.

E. Prognosis dan Komplikasi


Syok kardiogenik merupakan penyebab kematian tersering pada infark miokard
akut. Tanpa penanganan yang agresif dan ahli yang berpengalaman, mortalitas syok
kardiogenik mencapai 70-90%. Kunci untuk mencapai prognosis yang baik adalah,
diagnose yang cepat, terapi suportif sesegera mungkin, serta revaskularisasi arteri
koroner secara tepat pada pasien yang mengalami iskemik dan infark miokard.
Mortalitas pasien-pasien yang dirawat inap secara keseluruhan mencapai 57%. Pasien
dengan usia >75 tahun, mortalitas 64,1%. Mortalitas syok kardiogenik yang disebabkan
STEMI dan NSTEMI adalah sama. Infark yang melibatkan ventrikel kanan memiliki
prognosis yang lebih buruk.
Komplikasi kardiogenik syok antara lain: kardiopulmonari arrest, disritmia,
gagal ginjal, gagal organ multipel, aneurisma ventricular, tromboembolik, stroke,
kematian. Prediktor mortalitas dapat diidentifikasi berdasarkan trial GUSTO-I yakni :
usia, riwayat infark miokard sebelumnya, perubahan kesadaran, kulit yang basah dan
dingin serta oliguria. Temuan echocardiogram sepert fraksi ejeksi ventrikular kiri,
regurgitasi mitral, merupakan predictor independen terhadap mortalitas. EF < 28%
memilki persentase keselamatan 24% dalam 1 tahun, sedangkan EF > 28% persentase
keselamatannya dalam setahun mencapai 56%. Regurgitasi mitral sedang-berat
memiliki persentase keselamatan dalam 1 tahun sebesar 31% sedangkan tanpa
regurgitasi mitral, persentase keselamatannya mencapai 58%. Dalam SHOCK trial,
mortalitas syok kardiogenik sangat menurun dengan tindakan revaskularisasi yang
cepat di bandingkan dengan yang tidak ( 38% vs 70%).

F. Manifestasi Klinis
Menurut buku Aspiani 2015 timbulnya syok kardiogenik dengan infark miokard
akut dapat di kategorikan dalam beberapa tanda dan gejala berikut :
1. Timbulnya tiba tiba dalam waktu 4-6 jam setelah infark akibat gangguan miokard
akut atau rupture dinding ventrikel kiri
2. Timbulnya secara perlahan dalam beberapa hari sebagai akibat infark berulang

13
3. Timbulnya tiba tiba hingga 10 hari setelah infark miokard disertai timbulnya
bising mitral sistolik, rupture septum. Episode ini disertai atau tanpa nyeri dada,
tetapi sering disertai dengan sesak napas akut.
Keluhan nyeri dada pada infark miokard akut biasanya di daerah substernal, rasa
seperti ditekan, di peras, rasa dicekik dan disertai rasa takut. Rasa nyeri menjalar ke
leher, rahang, lengan dan punggung. Nyeri hebat biasanya berlangsung lebih dari 30
menit, tidak hilang dengan pemberian obat obatan nitrat.

Tanda penting yang muncul pada syok kardiogenik adalah sebagai berikut
(Yudha, 2011) ;
1. Tachicardy : jantung berdenyut lebih cepat karena stimalasi simpatis yang
berusaha untuk meningkatkan curah jantung. Namun, hal ini akan menambah
beban kerja jantung dan meningkatkan konsumsi oksigen yang menyebabkan
hipoksia miokardium.
2. Kulit pucat dan dingin : vasokonstriksi sekunder akibat stimulasi simpatis
membawa lairan darah yang lebih sedikit (warna dan kehangatan) ke kulit
3. Berkeringat / diaphoresis (mandi keringat)
4. Sianosis pada bibir dan bantalan kuku
5. Peningkatan CVP dan PCWP, pompa yang mengalami kegagalan tidak mau
memompa darah, tetapi darah tetap masuk ke jantung, menambah jumlah darah
di dalam jantung sehingga meningkatkan preload.
6. Perubahan mental
Syok kardiogenik didiagnosa jika ditemukan adanya disfungsi miokardium
setelah mengeksklusikan penyebab lain yang mungkin misalnya hipovolemia,
perdarahan, sepsis, emboli paru, tamponade perikard, diseksi aorta atau penyakit katup
jantung. Dikatakan syok jika terdapat bukti adanya hipoperfusi organ yang dapat
dideteksi pada pemeriksaan fisik. Adapun karakteristik pasien-pasien syok kardiogenik
antara lain :
● Kulit berwarna keabu-abuan atau bisa juga sianosis. Suhu kulit dingin dan bisa
muncul gambaran mottled skin pada ekstremitas.
● Nadi cepat dan halus/lemah serta dapat juga disertai dengan irama yang tidak teratur
jika terdapat aritmia
● Distensi vena jugularis dan ronkhi basah di paru biasanya ada namun tidak harus
selalu. Edema perifer juga biasanya bisa dijumpai.

14
● Suara jantung terdengar agak jauh, bunyi jantung III dan IV bisa terdengar
● Tekanan nadi lemah dan pasien biasanya dalam keadaan takikardia
● Tampak pada pasien tanda-tanda hipoperfusi misalnya perubahan status mental dan
penurunan jumlah urine
● Murmur sistolik biasanya terdengar pada pasien dengan regurgitasi mitral, murmur
biasanya terdengar di awal sistol
● Dijumpainya thrill parasternal menandakan adanya defek septum ventrikel.

G. Klasifikasi
Menurut Muttaqin 2009 syok dapat di bagi menjadi 3 tahap yang semakin lama
semakin berat :
1. Tahap 1, syok terkompensasi (non-progresif) di tandai dengan respons
kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi/ mencegah krmundursn lebih lanjut.
2. Tahap 2, tahap progresif ditandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan
kemunduran fungsi organ
3. Tahap 3, refrakter (irreversible) ditandai dengan kerusakan sel yang hebat yang
tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju ke kematian

H. Pemeriksaan Penunjang
Seperti telah disampaikan sebelumnya, kunci keberhasilan penatalaksanaan
pasien syok kardiogenik adalah diagnosis yang cepat, terapi suportif sesegera
mungkin, serta revaskularisasi arteri koroner yang tepat pada kasus iskemik dan infark
miokard. Selain pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan pencitraan seperti
echocardiography, toraks foto, angiografi, elektrokardiografi serta monitoring
hemodinamik invasif.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap terutama
berguna untuk mengeksklusikan anemia. Peningkatan jumlah leukosit hitung
menandakan kemungkinan adanya infeksi, sedangkan jumlah platelet yang rendah
mungkin disebabkan oleh koagulopati yang disebabkan oleh sepsis. Pemeriksaan
biokimia darah termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati, bilirubin, aspartate
aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), laktat dehidrogenase
(LDH), dapat dilakukan untuk menilai fungsi organ-organ vital. Pemeriksaan enzim
jantung perlu dilakukan termasuk kreatinin kinase dan subklasnya, troponin,
myoglobin, dan LDH untuk mendiagnosa infark miokard. Kreatinin kinase merupakan

15
pemeriksaan yang paling spesifik namun dapat menjadi positif palsu pada keadaan
myopathy, hipotroidisme, gagal ginjal, serta injuri pada otot rangka. Nilai myoglobin
merupakan pemeriksaan yang sensitif pada infark miokard, nilainya dapat meningkat
4 kali lipat dalam 2 jam. Nilai LDH dapat meningkat pada 10 jam pertama setelah
onset infark miokard dan mencapai kadar puncak pada 24-48 jam, selanjutnya
kembali ke kadar normal dalam 6-8 hari. Troponin T dan I banyak digunakan dalam
mendiagnosa infark miokard. Jika kadar troponin meningkat namun tidak dijumpai
adanya bukti klinis iskemik jantung, maka harus segera dicari kemungkinan lain dari
kerusakan jantung misalnya miokarditis. Kadar troponin T meningkat dalam beberapa
jam setelah onset infark miokard. Kadar puncak dicapai dalam 14 jam setelah onset,
mencapai kadar puncak kembali pada beberapa hari setelah onset (kadar puncak
bifasik) dan tetap akan menunjukkan nilai abnormal dalam 10 hari. Hal ini
menyebabkan kombinasi troponin T dan CK-MB menjadi parameter diagnostik
retrospektif yang amat bermanfaat bagi pasien yang datangnya terlambat dari onset
penyakit. Troponin T juga merupakan suatu indikator prognostik independen sehingga
dapat digunakan sebagai stratifikator resiko pada pasien angina tidak stabil dan infark
miokard gelombang non-Q. pemerksaan analisa gas darah dapat melihat homeostasis
asam basa secara keseluruhan serta tingkat oksigenasi darah di arteri. Peningkatan
defisit basa di darah berhubungan dengan keparahan syok dan sebagai marker dalam
pemantauan selama resusitasi terhadap pasien syok. Pemeriksaan laktat serial
bermanfaat sebagai marker hipoperfusi dan indikator dari prognosis. Meningkatnya
kadar laktat pada pasien dengan adanya gejala hipoperfusi menunjukkan prognosis
yang buruk. Meningkatnya kadar laktat selama proses resusitasi menunjukkan
mortalitas yang sangat tinggi. Kadar brain natriuretic peptide (BNP) berguna sebagai
pertanda adanya gagal jantung kongestif dan merupakan suatu indikator prognostik
yang independen. Nilai BNP yang rendah dapat menyingkirkan syok kardiogenik
pada keadaan hipotensi. Namun demikian, nilai BNP yang meningkat tidak serta
merta dikatakan syok kardiogenik. Pemeriksaan saturasi oksigen juga bermanfaat
khusunya dapat mendeteksi defek septum ventrikel.

Pemeriksaan Pencitraan
Echocardiography
Harus dilakukan secepatnya untuk menetapkan penyebab syok kardiogenik.
Echocardiography mampu memberikan informasi tentang fungsi sistolik global dan

16
regional serta disfungsi diastolik. Selain itu, pemeriksaan ini juga dapat mendiagnosa
dengan cepat penyebab mekanik syok seperti defek septum ventrikel akut, ruptur
dinding miokardium, tamponade perikard, serta ruptur muskulus papilaris yang
menyebabkan regurgitasi miokardial akut. Selain itu, dapat pula ditentukan area yang
mengalami diskinetik atau akinetik pada pergerakan dinding ventrikular atau dapat
juga memperlihatkan disfungsi katup-katup. Fraksi ejeksi juga dapat dinilai pada
echocardiography. Jika ditemukan hiperdinamik pada ventrikel kiri, maka penyebab
lain harus ditelusuri seperti syok sepsis atau anemia.
Radiografi toraks
Sangat penting dilakukan untuk mengeksklusikan penyebab lain syok atau nyeri dada.
Mediastinum yang melebar mungkin adalah suatu diseksi aorta. Tension
pneumothorax atau pneumomediastinum yang mudah ditemukan pada foto toraks
dapat bermanifestasi syok dengan low-output. Gambaran radiologis pasien syok
kardiogenik kebanyakan memperlihatkan gambaran kegagalan ventrikel kiri berupa
redistribusi pembuluh darah peulmonal, edema paru interstisial, bayangan hilus
melebar, dijumpai garis kerley-B, kardiomegali serta effusi pleura bilateral. Edema
alveolar tampak pada foto toraks berupa opasitas perihilar bilateral (butterfly
distribution).
Ultrasonografi
Dapat menjadi panduan dalam manajemen cairan. Pada pasien yang bernafas spontan,
vena kava inferior yang kolaps saat respirasi menandakan adanya dehidrasi.
Sedangkan jika tidak maka status cairan intravaskular adalah euvolume.3 Angiografi
arteri koroner : perlu dilakukan segera pada pasien dengan iskemik atau infark
miokard yang mengalami syok kardiogenik. Angiografi penting untuk menilai
anatomi arteri koroner dan tindakan revaskularisasi segera jika diperlukan. Pada kasus
dimana ditemukan kelainan yang luas pada angiografi, maka respon kompensasi
berupa hiperkinetik tidak dapat berlangsung akibat beratnya aterosklerosis arteri
koroner. Penyebab tersering syok kardiogenik adalah infark miokard yang luas atau
infark yang lebih kecil pada pasien yang sebelumnya telah mengalami dekompensasi
ventrikel kiri.
Elektrokardiografi
Iskemik miokard akut didiagnosa berdasarkan munculnya elevasi segmen ST, depresi
segmen ST, gelombang Q. Inversi gelombang T, meskipun paling tidak sensitif, dapat
pula terlihat pada orang-orang dengan iskemik miokard. EKG pada dada kanan dapat

17
memperlihatkan adanya infark pada ventrikular kanan selain sebagai diagnostik juga
dapat berguna sebagai faktor prognostik. Hasil EKG yang normal tidak
menyingkirkan kemungkinan infark miokard akut.
Monitoring Hemodinamik Secara Invasif
Monitoring hemodinamik secara invasif (kateterisasi Swan-Ganz) sangat bermanfaat
untuk mengeksklusi penyebab dan jenis syok. Pemeriksaan hemodinamik pada syok
kardiogenik adalah PCWP lebih dari 18 mmHg dan indeks kardiak < 2,2 L/mnt/m2.
Meningkatnya tekanan pengisian jantung kanan tanpa adanya peningkatan PCWP,
menandakan infark pada ventrikel kanan jika disertai dengan kriteria dari EKG.
Meningkatnya saturasi darah pada ventrikel dan atrium kanan merupakan diagnostik
suatu ruptur septum ventrikel.

I. Penatalaksanaan syok kardiogenik


Syok kardiogenik merupakan suatu kegawatdaruratan yang memerlukan
tindakan resusitasi sesegera mungkin sebelum syok menjadi ireversibel dan merusak
organ-organ vital. Kunci keberhasilan penatalaksanaan syok kardiogenik adalah
pendekatan yang terorganisir untuk mendapatkan diagnosis secara tepat dan cepat
serta terapi farmakologik sesegera mungkin untuk mempertahankan tekanan darah
dan curah jantung. Seluruh pasien syok kardiogenik harus dirawat di ruang perawatan
intensif.Hipoperfusi sistemik berat yang terjadi dapat menyebabkan hipoksemia dan
asidosis laktat yang dapat lebih jauh lagi memperberat miokardium baik secara
langsung maupun sebagai akibat dari berkurangnya respon sistemik terhadap
vaspresor seperti dopamin dan norepinefrin. Oleh karena itu, jika memungkinkan
koreksi terhadap kondisi metabolik seperti yang disebutkan diatas sangatlah penting.

Penanganan Suportif (Resusitasi dan Ventilasi)


Manajemen awal berupa resusitasi cairan bila dijumpai hipovolemia dan
hipotensi,kecuali dijumpai adanya edema paru. Pemasangan jalur vena sentral dan
arteri, katetrisasi Ganz, serta pulse oksimeter perlu dilakukan.3 Oksigenasi dan
proteksi jalan nafas merupakan hal yang penting di awal penanganan khususnya pada
kondisi hipoksemia (SpO2 <90% atau PaO2 < 60 mmHg), oksigen dapat diberikan
mulai dari 40-60% selanjutnya dapat dititrasi sampai SpO2 > 90%. Jika diperlukan,

18
intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik dapat dilakukan. Selain itu monitoring
tekanan darah juga harus dilakukan.
Hipovolemia dapat terjadi pada kasus syok kardiogenik misalnya dengan
riwayat penggunaan diuretik atau jika ada muntah. Pemberian terapi pengganti cairan
harus dipantau dengan pemeriksaan PCWP, saturasi oksigen arteri (SaO2), tekanan
arteri sistemik, serta curah jantung. Pemberian challenge volume intravaskular yakni
saline isotonik sebanyak sekurangnya 250 mL dalam 10 menit dapat dilakukan
sebelum tindakan kateterisasi pada jantung kanan jika tidak ada bukti bendungan paru
pada pemeriksaan fisik maupun rontgen torak serta pasien tidak dalam keadaan distres
pernapasan.
Pada beberapa kondisi dukungan cairan yang lebih besar kadang-kadang diperlukan
misalnya pada syok kardiogenik akibat infark ventrikular kanan, dimana tekanan
pengisian yang tinggi diperlukan untuk memaksimalkan aliran ke ventrikel kiri. Infark
pada ventrikel kanan dapat disangkakan jika dijumpai gambaran infark inferior,
lapangan paru bersih pada pemeriksaan auskultasi serta syok. Pemberian cairan dalam
jumlah banyak diindikasikan dalam kasus ini sepanjang tidak dijumpai peningkatan
tekanan vena jugularis/sentral.
Pasien yang datang dengan overload cairan dan edema paru kardiogenik tanpa
adanya hipotensi dapat diterapi dengan diuretik, morfin, suplemen oksigenm serta
vasodilator.

Manajemen Hemodinamik
Kateterisasi arteri pulmonalis (Swan-Ganz) saat ini tidak begitu sering
dilakukan karena adanya kontroversi dimana disebutkan dalam suatu studi prospektif
observasional bahwa kateterisasi arteri pulmonalis dapat memperburuk hasil
pengobatan. Saat ini penilaian klinis lebih banyak dilakukan dengan
echocardiography. Melalui modalitas ini, tekanan sistolik arteri pulmonalis dan
tekanan baji dapat dihitung secara akurat dengan echocardiography dopler.
Dukungan farmakologi (inotropik dan vasopresor) harus digunakan dengan
dosis sekecil mungkin yang memberi efek terapeutik. Semakin tinggi dosis
vasopresor, makan semakin kecil angka keselamatannya. Hal ini disebabkan pada
kenyataan bahwa keadaan penyakit yang mendasarinya sudah sedemikian berat serta
efek toksik obat itu sendiri. Pemberian inotropik merupakan hal yang penting dalam
penatalaksanaan syok kardiogenik. Namun sayangnya dengan pemberian inotropik,

19
konsumsi ATP miokardium juga meningkat, sehingga perbaikan hemodinamik yang
membaik dalam sesaat harus dibayar dengan peningkatan kebutuhan oksigen jantung
dimana pada saat yang sama jantung sendiri sudah mengalami kegagalan ditambah
lagi ketersediaan kebutuhan sudah terbatas. Namun demikian inotropik dan
vasopresor saat ini tetap dibutuhkan untuk mempertahankan perfusi koroner dan
sistemik sambil menunggu pemasangan IABP (Intra-aortic balloon pump) atau sampai
syok berhasil ditangani. Data yang membandingkan efektifitas penggunaan beberapa
agen vasopresor masih sedikit. Dopamine, norepinefrin dan epinefrin merupakan
vaskonstriktor yang dapat digunakan untuk mempertahankan tekanan darah yang
adekuat dan membantu memperbaiki tekanan perfusi pada hipotensi yang mengancam
jiwa. Target tekanan arteri rata-rata (MAP) yakni 60-65 mmHg.
Pada Pasien dengan status perfusi jaringan tidak adekuat dan volume
intravaskular yang adekuat, inisiasi permberian obat inotropik dan atau vasopresor
dapat mulai diberikan. Yang termasuk obat vasopresor adalah dopamin, norepinefrin,
epinefrin dan levosimendan Dosis reguler dopamine adalah 5-10 mcg/kg/min namun
dapat ditingkatkan hingga 20 mcg/kg/min. Dosis norepinefrin adalah 8-12 mcg/min
dapat ditingkatkan dan dalam keadaan sepsis dapat ditingkatkan hingga 3,3
mcg/kg/min. obat-obat inotropik antara lain : dobutamin dan fosfodiesterasi inhibitor
(PDIs). Dosis dobutamin adalah 2,5-10 mcg/kg/min. Dalam keadaan hipotensi ringan
(TDS > 70-100 mmHg tanpa klinis syok), Dobutamin dapat digunakan, namun dalam
kondisi hipotensi berat dengan klinis syok yang nyata, pilihan yang terbaik adalah
dopamin (TDS 70-100 mmHg dengan klinis syok) dan norepinefrin (TD < 70 mmHg).
Terapi Farmakologi lain
Pemberian terapi antitrombotik yakni aspirin dan heparin harus diberikan
sebagaimana yang telah direkomendasikan pada infark miokard. Clopidogrel dapat
ditunda setelah tindakan angiografi emergensi sebab, bisa saja setelah dilakukan
angiografi, pasien selanjutnya diputuskan akan segera menjalani bedah pintas
jantung / CABG (coronary artery bypass grafting). Clopidogrel dianjurkan bagi semua
pasien yang menjalani PCI (pada pasien infark miokard yang dalam keadaan syok
ataupun tidak). Pemberian inotropik negatif dan vasodilator (termasuk nitrogliserin)
harus dihindari. Oksigenasi arteri dan pH darah harus dipertahankan dalam batas
normal untuk meminimalisasi iskemia. Pemberian insulin dapat meningkatkan
angkakeselamatan pada pasien kritis yang mengalami hiperglikemia. Pemberian
ventilasi mekanik perlu dipertimbangkan baik melalui sungkup ataupun pipa

20
endotrakeal. Hal ini bermanfaat untuk menurunkan preload dan afterload serta
mengurangi kerja pernapasan.
Terapi Mekanikal : IABP (Intra-aortic balloon pump)
Intra-aortic ballon pump merupakan terapi mekanik yang sudah sejak lama
digunakan pada syok kardiogenik. IABP dapat memperbaiki perfusi koroner dan
perifer melalui deflasi balon pada saat sistole dan inflasi balon saat diastol sehingga
afterload menjadi sangat berkurang dan aliran ke koroner menjadi semakin baik.
Namun tidak semua pasien dapat memberikan respon hemodinamik terhadap
pemasangan IABP, hal ini selanjutnya menjadi salah satu faktor prognostik. IABP
semestinya dilakuan secepatnya bahkan jika ada operator yang terlatih dan prosedur
memungkinkan untuk dilakukan secepatnya, maka IABP dapat dilakukan sebelum
pasien dikirim untuk tidakan revaskularisasi. Komplikasi dari tindakan ini semakin
jarang sejalan dengan dengan kemajuan zaman yakni sebesar 7,2% untuk komplikasi
secara keseluruhan dan 2,8%9
Reperfusi
Reperfusi koroner dapat dilakukan dengan fibrinolisis, PCI (percutaneous
coronary intervention), atai CABG (coronary artery grafting baypass). Semakin cepat
reperfusi dilakukan, maka hasil yang didapat semakin baik. Keuntungan tindakan
revaskularisasi dini pada syok kardiogenik jelas terlihat pada beberapa studi
observasional terutama pada SHOCK trial yakni sebesar peningkatan angka
keselamatan pada 1 tahun pertama sebesar 13% pada pasien syok kardiogenik yang
menjalani reperfusi dini. ACC/AHA merekomendasikan dalam guideline agar
revaskularisasi dilakukan pada pasien syok kardiogenik dengan usia <75 tahun. Terapi
trombolitik kurang efektif dibanding PCI namun dapat diindikasikan jika transport
pasien menuju sarana PCI tidak memungkinkan ataupun membutuhkan waktu yang
lama dan jika onset infark miokard dan syok kardiogenik terjadi dalam rentang waktu
kurang dari atau sama dengan 3 jam. Waktu yang terbaik untuk PCI dini adalah 0-6
jam sejak onset. CABG diindikasikan pada pasien dengan oklusi pada arteri left main
atau sembatan terjadi pada 3 pembuluh darah. Stenting dan pemberian obat golongan
glikoprotein IIb/IIIa inhibitor memperlihatkan peningkatan akan keberhasilan pada
beberapa studi.

Bantuan Sirkulasi Total

21
Bantuan sirkulasi total mencakup pemasangan LVADs (Left ventricular assist
devices) dan ECLS (Extra corporeal life support). Prinsip kerja kedua alat ini adalah
mengalirkan darah keluar dari ventrikel kiri dan memompakannya ke sistemik
sehingga memungkinkan jantung untuk istrahat, memulihkan miokard, memperbaiki
kondisi neurohormonal, mencegah hipotensi, iskemik dan disfungsi miokard. Namun
pada prakteknya, aplikasi dari alat ini sangat terbatas karena komplikasi yang
disebabkan oleh alat itu sendiri serta adanya kerusakan organ yang ireversibel.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN
I. Identitas
Nama : Tn. Y.N

22
TTL : Jakarta, 18-08-1957
Umur : 63 tahun
Status : Menikah
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pendidikan : Akademi/diploma
Pekerjaan : PNS
Alamat : Komp. Pondok Bahar RT 006 RW 05 Karang Tengah
Tangerang
No. Medrec : 2020411080
Tanggal masuk RS : 28-08-2020 jam 03.08 WIB
Tanggal Pengkajian : 28-08-2020 jam 14.30 WIB
Ruangan : ICVCU
Diagnosa medis : Acute STEMI Anterior onset 18 jam timi risk 4/14 killip IV,
AHF pada ACS, kardiogenik syok, CAD 1VD, hipertensi
OMI Inferior
II. Keluhan utama
Nyeri dada skala 5/10 dan sesak napas
III. Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sudah 3 hari mengeluh sesak napas dan
sesak paling berat dirasakan 18 jam sebelum masuk rumah
sakit, durasi nyeri ≤ 15 menit hilang timbul tidak ada
keringat dingin, mual muntah tidak ada, klien juga mengeluh
tidak bisa tidur, PND (+), OP (+), DOE (+), tidur dengan
menggunakan 2 bantal.
Saat di IGD jam 03.08 klien mengeluh nyeri dada skala 6/10 dan sesak napas,
kesadaran compos mentis, BP 94/66 mmHg HR 85 x/mnt RR 25-30 x/mnt SaO2
99% dengan O2 binasal 5 ltr/mnt, terpasang IV line NTG 10/50 ----> 5 µg/mnt dan
Nacl 0,9% untuk emergensi
Saat tiba di ruang ICVCU jam 12.00 pasien masih mengeluh nyeri dada rasanya
seperti tertekan oleh benda berat skala nyeri 5/10, durasi lebih dari 20 menit, tidak ada
penjalaran, sesak napas dirasakan lebih berat dibandingkan saat di IGD.

23
Jam 14.30 pasien semakin gelisah, kesadaran compos mentis / apatis, dipsnea (+),
cuping hidung (+), bernapas dengan menggunakan otot bantu, keringat dingin (+),
ronkhi (+) 1/3 basal lapangan paru, rales (+), wheezing (-), suara napas vesikuler,
akral dingin, pulsasi arteri perifer sangat lemah cenderung tidak teraba, warna kulit
ekstremitas pucat, saturasi turun sampai 87 % dengan NRM 15 ltr/mnt, BP turun
87/27 mmHg (41), HR 140 x/mnt, irama sinus tachicardy, tachipneu 40-45 x/mnt,
hasil AGD asidosis berat.
Pasien direncanakan untuk dilakukan pemasangan alat bantu napas, IABP dan early
PCI.
Jam 14.50 pasien dilakukan intubasi, pemasangan vena dalam, koreksi bicnat total
175 meq
Jam 16.45 pasien dilakukan pemasangan IABP di arteri femoralis sinistra
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelumnya klien mempunyai riwayat nyeri dada, dada terasa panas seperti terbakar
hilang timbul kemudian tanggal 23-08-2020 klien berobat ke poliklinik Sukaman di
sarankan untuk dilakukan MSCT angiografi hasil CAD 1VD tanggal 23-08-2020.
Klien merupakan pasien lama RSJHK, satu minggu yang lalu klien berobat ke IGD
dengan keluhan sesak dan nyeri dada tetapi tidak dirawat melainkan di pulangkan.
Klien juga sebelumnya pernah di rawat di RS Hermina selama 6 hari karena serangan
jantung bulan Mei 2020.
Selain itu klien juga mempunyai riwayat hipertensi (+), merokok (+) 1 – 2 bungkus
perhari, stroke (-), DM (-), dislipidemia (+), sedangkan faktor herediter di sangkal
V. Riwayat kesehatan keluarga
Klien mengatakan kedua orangtuanya dan saudaranya tidak ada yang menderita
penyakit jantung.
VI. Riwayat psikososial dan spiritual
● Aspek psikologis : klien tampak sangat cemas terhadap penyakit yang dideritanya
saat ini.
● Aspek sosial : menurut keluarga, klien dikenal sebagai seorang yang ramah dan
mudah bergaul di lingkungannya. Klien masih bekerja sebagai PNS di perusahaan
BUMN di Tangerang. Pasangan hidup merupakan orang yang dominan dalam
memberikan support selama ini.
● Aspek spiritual : menurut keluarga, klien memiliki keyakinan yang baik tentang
agamanya yaitu Islam

24
VII. Pengkajian fisik
1. Kondisi umum : Kesadaran compos mentis/apatis, tampak sesak, gelisah,pucat,
Terpasang oksigen NRM 15 ltr/mnt (Jam 14.30 WIB)
BP 87/27 mmHg (41) HR 140 x/mnt RR 40-45 x/mnt irama
Sinus tachicardy SaO2 87% T 35,5°C BB 70 kg TB 172 cm
2. Kepala
Tidak ada keluhan sakit kepala, kebersihan rambut dan kulit kepala baik, tidak
terdapat trauma kepala
3. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pandangan normal, dan tidak
memakai alat bantu penglihatan
4. THT
Pendengaran dalam batas normal, tidak ada epistaksis, tidak ada nyeri pada waktu
menelan
5. Gigi dan mulut
Mukosa membran tampak pucat, bibir lembab, gigi berlubang (+) 2 buah geraham
kanan dan geraham kiri, tidak menggunakan gigi palsu
6. Jantung
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur dan gallop tidak ada
7. Sistem respirasi
Klien tampak sesak, gelisah, pucat, pergerakan cuping hidung (+), pucat (+),
bernapas dengan menggunakan otot bantu pernapasan, suara paru vesikuler,
tackipneu dengan frekwensi napas 40-45 x/mn, ronkhi basah halus di 1/3 basal
lapangan paru +/+, tidak terdengar wheezing, SaO2 87% dengan oksigen NRM
15 liter/menit
8. Saluran pencernaan
Bising usus (+) 7 x/mnt terdengar lemah, ascites (-), mual dan muntah (-),
terpasang NGT, residu lambung 50 hitam

9. Saluran perkemihan
Klien terpasang dower kateter no 16 dengan produksi urine 0,4 cc/kgBB/jam,
urine 200 cc/7 jam, warna urine kuning pekat
10. Ekstremitas

25
Akral teraba dingin, pulsasi arteri perifer sangat lemah
cenderung tidak teraba, keringat dingin/diaphoresis (+),
capillary refill menurun ≥ 3 detik, warna kulit ekstremitas
pucat, ABI kanan 0,82 dan ABI kiri 0,88, edema ekstremitas
tidak ada
11. Persyarafan
Tidak terdapat kejang, tidak terdapat paralise, pergerakan ekstremitas kedua
tangan dan kaki normal

VIII. Pemeriksaan penunjang


1. Elektrokardiografi, tanggal 28-08-2020 jam 03.15 WIB (IGD)
Sinus tachicardy, QRS rate 110 x/mnt, Axis RAD, P wave normal, PR interval
0,12 det, QRS durasi 0,04 det, Q pathologis II, III, AVF, RBBB complete, T
inverted di II, III, AVF, ST elevasi di V2-V4
Elektrokardiografi serial, tanggal 28-08-2020 jam 09.15 WIB (IGD)
Sinus tanchicardy, QRS rate 109 x/mnt, Axis RAD, P wave normal, PR interval
0,12 det, Q pathologis di II, III, AVF, RBBB complete, T inverted di II, III, AVF,
ST elevasi V2-V6
2. Echokardiografi, tanggal 28-08-2020 (IGD)
EDD 59 ESD 52 EF 26% TAPSE 1,9, akinetik inferior + infero lateral, segmen
lain hipokinetik berat, MR moderate, TR mild, mPAP 35 mmHg, IVC 24/18
LVOT 8
Echokardiografi hemodinamik bedside (ICVCU)
EDD 47 ESD 40 EF 28% TAPSE 1,1 akinetik inferior + infero lateral, segmen
lain hipokinetik MR moderate
CO 1,41 liter/mnt SV 15,5 ml/beat SVR 2991 dyne/sec/m TAPSE 1,1 ERAP 15
IVC 24/22BP 81/56 mmHg (64) HR 92 x/mnt
3. Rontgen thorax tanggal 28-08-20120 (IGD)
CTR 45%, sgmen aorta normal, segmen pulmonal normal, pinggang jantung
normal, apex downward, infiltrat (-), kongesti (+)

4. Hasil MSCT koroner tanggal 23-08-2020

26
LM normal
LAD soft plaque di proximal dengan stenosis 40-50%
LCX soft plaque di distal dengan stenosis 20%
RCA soft plaque di proximal dengan stenosis 80%, distal 60%

5. Nilai laboratorium

No. Pemeriksaan Hasil Nilai normal

1 Hemoglobin 12,9 13,7-17,5

2 Leukosit 15710 4230-9070

3 Hematokrit 38 40,1-51

4 Trombosit 200 163-337

5 LED 11 0-15

6 CKMB 193 0-25

7 Hs Troponin T 2158 <14

8 Ureum 32,2 16,6-14,4

9 BUN 15 6-20

10 Creatinin 1,03 0,7-1,2

11 GDS 136 70-99

12 CRP 100 0-5

13 Procalcitonin 29,57

14 Prothrombin time 21,6 9,1-13,1

15 INR 1,93 2-4,8

16 APTT/NK 32,2/29 25-33

17 Fibrinogen 310 238-298

27
18 D-Dimer 5832 <232

19 PH 7,19 7,35-7,45

20 PO2 52,8 80-100

21 PCO2 16,6 35-45

22 HCO3 13,5 20-24

23 BE -13 -3,3-1,2

24 Saturasi oksigen 77,1 95-100

25 Kalium 6,08 3,5-5,1

26 Calsium total 2,23 2,05-2,4

27 Magnesium 2,1 1,6-1,9

28 Natrium 145 136-145

29 Chlorida 97 98-107

30 Asam laktat <20 0-2

31 Protein total 5,4 6,6-8,7

32 Albumin 2,7 3,5-5,2

33 Globulin 2,7 2,3-3,5

34 SGOT 10914 0-40

35 SGPT 4466 0-41

6. Therapie medis
o Dobutamin 500/50 ----> 10 µg/kgBB/menit (IV)
o Norepineprine 8/50 ----> 0,2µg/kgBB/menit (IV)
o Adrenalin 10/50 ----> 0,5µg/kgBB/menit (IV)
o Gelofusin 500 cc ----> untuk loading ( 50 cc/10 menit) (IV)

28
o Triofusin 1600 ----> 500 cc/24 jam (IV)
o Pantoprazole ----> 3 x 40 mg (IV)
o Nitrogliserin 10/50 ----> 5 µg/mnt (IV) distop karena BP turun
o Inpepsa syrup 4 x CI (oral)
o Clopidogrel 1 x 75 mg (oral)
o Simvastatine 1 x 20 mg (oral)
o Laxadine syrup 1 x CI (oral)
o Nitrokaf 2 x 2,5 mg (oral)
o Diazepam 1 x 5 mg (oral)
o Aspilet 1 x 80 mg (oral) tunda karena perdarahan lambung
o Lovenox 2 x 0,6 cc (SC) tunda karena perdarahan lambung
o Diit Jantung I 6 x 150 kkal @ 100 cc/ 24 jam
o Target cairan 1800 cc/24 jam
o Terpasang vena dalam tripple lumen di vena subclavia dextra 28/08/20
o Terpasang arteri line di arteri radialis dextra tanggal 28/08/2020
o Terpasan IABP di arteri femoralis sinistra tanggal 28/08/2020 jam 16.45 WIB
o Terpasan dower kateter no 16 tanggal 28/08/2020
o Terpasang ventilasi mekanik dengan mode PRVC (-2) RR 12 PEEP 5 TV 560
FiO2 100 28/08/20 jam 15.40 WIB

● Data fokus

29
Data subjektif Data objektif

Saat dikaji di dapatkan data sebagai ● Kesadaran compos mentis/apatis GCS 15


berikut :
● BB 70 kg, TB 172 cm
● Klien masih mengeluh nyeri dada
● Klien sesak, gelisah, pucat
rasanya seperti tertekan oleh benda
berat, tidak ada penjalaran, durasi ● Pergerakan cuping hidung (+)
lebih dari 20 menit, skala nyeri
● Bernapas dengan menggunakan otot bantu
5/10
pernapasan
● Klien mengatakan sesak napas
● Suara paru vesikuler
yang dirasakan lebih berat
dibandingkan pada saat di IGD ● Tackipneu dengan frekwensi napas 40-45
x/mnt
● Klien mengatakan cepat capai
● Terdengar ronkhi basah halus di 1/3 basal
lapangan paru +/+

● Tidak terdengar wheezing

● Akral teraba dingin

● Pulsasi arteri perifer sangat lemah bahkan


cenderung tidak teraba

● Keringat dingin (+)

● Capillary refill menurun > 3 detik

● Mukosa mulut pucat

● Warna kulit daerah ektremitas pucat

● Bising usus (+) 7 x/mnt terdengar lemah

● TD 87/27 (41) mmHg, HR 140 x/mnt

RR 40-45 x/mnt, SaO2 87% dengan NRM


15 ltr/mnt T 35,5°C

● Residu lambung 50 cc hitam


30
B. ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah

1 Data subjektif : Penurunan curah

Suplay demand MvO2 jantung


Klien mengatakan sesak
imbalance
napas dan cepat capai ↓
Anaerobic metabolism
Data objektif : ↓
Lactic produced
TD 87/27 (41) mmHg, HR ↓
Myocardial damage
140 x/mnt, RR 40-45 x/mnt, ↓
SaO2 87%, produksi urine 0,4 Decreased Contractility

cc/kgBB /jam warna kuning Decreased Myocardial
pekat performance

Decreased Stroke
Kesadaran compos Volume
mentis / apatis, ↓
Decreased CO
gelisah, keringat
dingin (+), mukosa
mulut pucat, warna
kulit daerah
ektremitas pucat,
akral dingin, pulsasi
arteri perifer sangat
lemah cenderung
tidak teraba,
capillary refill
menurun ≥ 3 detik,
bising usus (+) 7

31
x/mnt terdengar
lemah

Hasil Echokardiografi tgl 28-


08-2020 jam 13.00 WIB EDD
47 ESD 40 EF 28% TAPSE
1,1 akinetik inferior + infero
lateral, segmen lain
hipokinetik berat, MR
moderate

CO 1,41 liter/mnt SV 15,5


ml/beat SVR 2991
dyne/sec/m TAPSE 1,1 ERAP
15 IVC 24/22BP 81/56
mmHg (64) HR 92 x/mnt

Terpasang obat IV line:

Dobutamin 10 µg/kgBB/mnt
Adrenaline 0,5 µg/kgBB/mnt
Norepineprin 0,2 µg/kgBB

Hasil Pemeriksaan EKG


tanggal 28-08-2020 jam
09.15 WIB

Sinus tanchicardy, QRS rate


109 x/mnt, Axis RAD, P
wave normal, PR interval 0,12
det, Q pathologis di II, III,
AVF, RBBB complete, T
inverted di II, III, AVF, ST
elevasi V2-V6

Hasil pemeriksaan MSCT

32
coroner tanggal 23-08-2020

LM normal

LAD soft plaque di proximal


dengan stenosis 40-50%

LCX soft plaque di distal


dengan stenosis 20%

RCA soft plaque di proximal


dengan stenosis 80%, distal
60%

33
2 Data subjektif : Low Output Gangguan
pertukaran gas
Klien mengatakan sesak ↓
napas
RAAS
Data objektif :

Klien sesak berat, pergerakan
↑ Preload/LVEDP
cuping hidung (+), pucat (+),
bernapas dengan ↓
menggunakan otot bantu
Backward Effect
pernapasan, suara paru
vesikuler, tackipneu dengan ↓
frekwensi napas 40-45 x/mn,
Pulmonary Congestion
ronkhi basah halus di 1/3
basal lapangan paru +/+, tidak ↓
terdengar wheezing, SaO2
V/Q mismatch
87% dengan oksigen NRM 15
liter/menit ↓

Hasil laboratorium AGDA Impaired gas exchange

PH 7,19 PO2 52,8 PCO2


16,6 BE -13 HCO3 13,5
Penurunan perfusi
saturasi77,1% (asidosis
jaringan akibat dari
metabolik berat)
penurunan curah jantung,
Asam laktat >20 kalium 6,08 kongesti pulmonal

34
3 Data Subjektif : Decreased CO Ketidakefektifan
perfusi jaringan
Klien mengatakan sesak ↓
napas dan cepat capek
RAAS activation
Data objektif :

Pasien sesak berat, pucat,
Peripheral
gelisah, kesadaran compos
mentis/apatis, keringat dingin Vasocontriction
(+), akral dingin, warna kulit

ekstremitas pucat, pulsasi
arteri perifer lemah cenderung Decreased peripheral
tidak teraba, mukosa
Blood flow
membran mulut pucat, residu
lambung 50 cc warna coklat
pekat, urine 0,4 cc/kgBB/jam
warna kuning pekat, CO 1,4
liter/mnt, SV 15,5 cc/beat,
SVR 2991

Hasil laboratorium AGDA

PH 7,19 PO2 52,8 PCO2


16,6 BE -13 HCO3 13,5
saturasi 77,1% asam laktat >
20 K 6,08 (asidosis metabolik
berat)

Data subjektif : Atherogenesis Nyeri akut

Klien mengatakan dadanya ↓

masih nyeri rasanya seperti Rupture plaque


tertekan oleh benda berat, ↓
tidak ada penjalaran, dengan
Thrombus formation
durasi lebih dari 20 menit,

35
skala nyeri 5/10 ↓

Data objektif : Occlusion/microembolus


Klien terlihat sesekali
meringis kesakitan sambal Myocardial ischemic

memegang dada sebelah kiri, ↓


klien tampak lemah Anaerobic metabolism

Tanda tanda vital TD 87/27 ↓


(MAP 41 mmHg), HR 140
Lactic, HSBP produced
x/mnt, RR 40-45 x/mnt, SaO2

87% dengan pemberian
oksigen NRM 15 ltr/ mnt Nosiseptor stimulated


Hasil lab CKMB 193 Hs Trop
T 2158 Pain

Hasil Pemeriksaan EKG


tanggal 28-08-2020 jam Agen pencedera fisiologis
09.15 WIB (infark)

Sinus tanchicardy, QRS rate


109 x/mnt, Axis RAD, P
wave normal, PR interval 0,12
det, Q pathologis di II, III,
AVF, RBBB complete, T
inverted di II, III, AVF, ST
elevasi V2-V6

Hasil pemeriksaan MSCT


coroner tanggal 23-08-2020

LM normal

LAD soft plaque di proximal


dengan stenosis 40-50%

LCX soft plaque di distal

36
dengan stenosis 20%

RCA soft plaque di proximal


dengan stenosis 80%, distal
60%

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas miokard,
peningkatan afterload
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan perfusi jaringan akibat
dari penurunan curah jantung, kongesti pulmonal
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan vasokonstriksi perifer
4. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (infark)

D. INTERVENSI KEPERAWATAN

37
No Diagnosa Luaran SLKI Intervensi SLKI
Keperawatan

1 Penurunan curah Setelah dilakukan P Perawatan Jantung (I.02075)


jantung asuhan keperawatan
Observasi
berhubungan selama 2 x 24 jam
dengan curah jantung kembali o Identifikasi tanda/gejala primer
perubahan optimal dengan kriteria penurunan curah jantung
kontraktilitas hasil: (meliputi dispenea, kelelahan,
miokard, preload ortopnea paroxysmal nocturnal
o Kekuatan nadi
dan afterload dyspenea, peningkatan CVP)
perifer meningkat
o Identifikasi tanda /gejala
o Ejection fraction
sekunder penurunan curah
meningkat
jantung (meliputi distensi vena
o Cardiac index jugularis, palpitasi, ronkhi
meningkat basah, oliguria, batuk, kulit
pucat)
o Stroke volume index
meningkat o Monitor tekanan darah (tanda
tanda vital)
o Palpitasi menurun
o Monitor intake dan output cairan
o Paroxymal nocturnal
dypsnea menurun o Monitor saturasi oksigen

o Batuk berkurang o Kaji keluhan nyeri dada (mis.


Intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
o SVR menurun presivitasi yang mengurangi
nyeri)
o PVR menurun

o Monitor EKG 12 sandapan


o Tekanan darah
membaik (dalam o Monitor adanya aritmia
batas normal) (kelainan irama dan frekwensi)

o Capilary reffil o Monitor nilai laboratorium


membaik <3 detik jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
o PCWP membaik
38
E. IMPLEMENTASI

39
No. DX Tanggal Jam Implementasi

1,2,3,4 28/08/20 12.00 Mengkaji keadaan umum, tingkat kesadaran dan keluhan
pasien

Respon :

Pasien dalam kondisi sadar penuh (compos mentis), tampak


lemah dan sesak dengan posisi tidur semifowler

Pasien mengatakan dada sebelah kiri masih terasa sakit


seperti tertekan oleh benda berat, nyeri hilang timbul dengan
skala nyeri 5/10, durasi lebih dari 20 menit, tidak ada
penjalaran, cepat capai dan sesak napas dirasakan lebih berat
di bandingkan saat di IGD

Mengkaji suara napas, status oksigenasi, irama dan frekwensi


napas

Respon :
12.05
Suara napas vesikuler, ronkhi basah di 1/3basal lapangan
paru, pernapasan tachipnea dengan RR 40-45 x/mnt, saturasi
oksigen 87% dengan binasal 5 ltr/mnt

Memberikan oksigen sungkup NRM 15 ltr/mnt atas instruksi


dokter

Respon :

Saturasi oksigen naik sampai dengan 92%, pasien masih


12.10
terlihat sesak

Mengobservasi tanda tanda vital

Respon :

BP 92/45 mmHg (60) HR 95 x/mnt RR 40-45 x/mnt

Rec SRSaO2 95% T 36,5°C


12.15
Mengkaji suhu, warna dan kelembaban kulit
40
F. EVALUASI

41
No. DX Tanggal Jam Evaluasi

1. 28/08/15 21.00 Data Subjektif :

Pasien terintubasi dan masih dalam pengaruh sedasi

Data Objektif :

Kesadaran masih dalam pengaruh obat sedasi, akral mulai


sedikit hangat, pulsasi arteri perifer teraba lemah, capillary
refill < 3 detik, warna kulit perifer ekstremitas bawah
masih pucat, produksi urine output 0,6 cc/kgbb/jam 400
cc/ 9 jam (12.00 s/d 21.00), cairan lambung masih hitam

TD 90/28 ( 48 ) HR 120 x/mnt Rec ST RR 12-14 x/mnt


SaO2 99-100 % dengan FiO2 50 % T 36,7 °C

Masih terpasang dobutamin 10 µg/kgbb/mnt, adrenaline


0,7 µg/kgbb/mnt, dan vascon 0,2 µg/kgbb/mnt

Terpasang IABP frekwensi 1 : 1 augmentasi maksimal


trigger EKG

Analisa :

Penurunan curah jantung masih ditegakkan

Planning :

● Observasi tanda tanda vital ( TD, HR, RR, T)

● Monitor intake output/jam

● Kaji tingkat kesadaran pasien

● Pertahankan CV line tetap lancar

● Kaji pulsasi, akral dan warna kulit pada bagian perifer

● Target urine output > 0,5 cc/kgbb/jam

● Monitor irama jantung

● Kaji pemberian obat obat inotropik sesuai intruksi


42
BAB IV
PEMBAHASAN

Sindroma coroner akut merupakan penyakit jantung pembunuh nomor 1 didunia. Pada
kasus sindroma coroner akut dengan STEMI terapie utamanya adalah dengan melakukan
reperfusi segera baik dengan trombolitik maupun primary percutaneous coroner intervention
jika onset tercapai.
Sindroma coroner akut dapat berkembang menjadi gagal jantung terutama pada lesi
yang luas dan signifikan sehingga dapat menurunkan kemampuan jantung untuk
berkontraktilitas. Pada gagal jantung berat akita STEMI sering di jumpai berkembang
menjadi syok kardiogenik..
Pasien saat dilakukan pengkajian di ICVC di diagnosis sebagai Acute STEMI
Anterior onset 18 jam timi risk 4/14 killip IV, AHF pada ACS, kardiogenik syok, CAD 1VD,
hipertensi OMI Inferior. Sebelumnya pasien seudah di lakukan MSCT coroner tanggal
23/08/2020 dengan hasil LM normal, LAD soft plaque di proximal dengan stenosis 40-50%,
LCX soft plaque di distal dengan stenosis 20%, RCA soft plaque di proximal dengan stenosis
80%, distal 60%. Dan pasien ini belum dilakukan tindakan reperfusi, baik trombolitik
maupun PPCI, pasien baru ada wacana untuk dilakukan early PCI.
Hasil Echokardiografi hemodinamik bedside (ICVCU) EDD 47 ESD 40 EF 28%
TAPSE 1,1 akinetik inferior + infero lateral, segmen lain hipokinetik MR moderate CO 1,41
liter/mnt SV 15,5 ml/beat SVR 2991 dyne/sec/m TAPSE 1,1 ERAP 15 IVC 24/22BP 81/56
mmHg (64) HR 92 x/mnt. Dari hasil pemeriksaan echocardiografi ditemukan penurunan
fraksi ejeksi (EF) yang dignifikan yaitu LVEF 28 %, hal ini dapat disebabkan karena miokard
tidak mendapatkan supply oksigen dan nutrisi yang adekuat sehingga menyebabkan
kerusakan kontraktilitas semakin meningkat dan menjadi penentu angka mortalitas pada
pasien STEMI sesuai dengan penelitian bahwa fungsi Left Ventricle Ejection Fraction
(LVEF) merupakan predictor kuat terhadap angka mortalitas pada pasien dengan STEMI dan
NSTEMI.
Pada kasus Tn.Y.N pasien telah mengalami komplikasi gagal jantung akut akibat infark
miokard, dimana infark miokard paling sering menyebabkan gagal jantung yang dapat terjadi
segera dan persisten lambat ataupun berkembang lebih lambat.

43
BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Syok kardiogenik adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskular
(jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam
jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan.
Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah,
termasuk kelainan jantung ( serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang
rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah
(misalnya reaksi alergi atau infeksi).
Syok kardiogenik merupakan kasus kegawatdaruratan. Penilaian klinis yang lengkap
sangat penting untuk mendapatkan penyebabnya dan menetapkan sasaran terapi untuk
mengatasi penyebabnya. Syok kardiogenik yang muncul akibat infark miokard biasanya
muncul setelah pasien masuk ke rumah sakit, namun demikian, sebagian kecil pasien datang
ke rumah sakit sudah dalam keadaan syok. Pada pasien terlihat tanda-tanda hipoperfusi
(curah jantung yang rendah) yang terlihat dari adanya sinus takikardia, volume urine yang
sedikit, serta ekstremitas dingin. Hipotensi sistemik ( TDS < 90mmHg atau turunnnya TD <
30 mmHg dari TD rata-rata) belakangan akan muncul dan meyebabkan hipoperfusi jaringan
Kebanyakan pasien yang datang dengan infark miokard akut merasakan nyeri dada
yang muncul tiba-tiba seperti diperas atau ditimpa beban berat di substernal. Nyeri ini dapat
menyebar hingga ke lengan kiri atau leher. Nyeri dada bisa saja tidak khas, terutama jika
lokasinya hanya di epigastrium, leher atau lengan. Kualitas nyerinya bisa seperti terbakar,
seperti ditusuk-tusuk atau seperti ditikam. Bahkan nyeri bisa saja tidak dirasakan pada
pasien-pasien yang mempunyai penyakit diabetes dan usia tua. Gejala-gejala autonomik lain
bisa juga muncul seperti mual, muntah, serta berkeringat.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala
gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi
kerja kita pada saat saat/ menit menit pertama penderita mengalami syok.

44
1. Syok kardiogenik merupakan suatu keadaan penurunan curah jantung dan perfusi
sistemik pada kondisi volume intravaskular yang adekuat, sehingga menyebabkan
hipoksia jaringan dimana tekanan darah sistolik < 90 mmHg selama sekurangnya 1
jam dimana :
● Tidak respon dengan pemberian cairan
● Biasanya terjadi akibat sekunder dari disfungsi jantung
● Memiliki hubungan dengan tanda tanda hipoperfusi atau indeks cardiac < 2,2
L/mnt/m2 dan tekanan baji arteri pulmonalis (PAWP) > 15 mmHg
2. Penyebab syok kardiogenik tersering adalah kegagalan ventrikel kiri akibat infark
miokard akut
3. Mortalitas syok kardiogenik saat ini adalah ≈ 50%
4. Revaskularisasi dini pada syok kardiogenik memberikan harapan hidup lebih baik
dibandingkan stabilisasi kondisi medis terlebih dahulu
5. Diagnosa syok kardiogenik dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
penunjang ( radiografi toraks, echokardiografi dan data hemodinamik)
6. Manajemen syok kardiogenik meliputi penanganan suportif (resusitasi dan ventilasi),
manajemen hemodinamik termasuk pemberian agen inotropik atau vasopresor, terapi
farmakologi lain (aspirin, heparin, clopidogrel), terapi mekanik (IABP), terapi
reperfusi (PCI, fibrinolitik dan CABG) serta alat bantu sirkulasi (LVADs dan ECLS)
7. Pasien dengan diagnosa syok kardiogenik harus dirawat di ruang intensif

B. SARAN
Kita sebagai perawat harus menunjukan profesionalisme dengan melakukan
pengembangan diri terhadap perkembangan era teknologi kedokteran sehingga dapat
melakukan asuhan keperawatan pada pasien kompleks dengan baik.
Secara umum, masalah keperawatan pasien belum teratasi. Kolaborasi yang baik dengan
medis akan mendukung keberhasilan diagnose keperawatan.

45
DAFTAR PUSTAKA

1. Hochman JS, Ohman EM. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series. Wiley-
Blackwell. Januari 2009
2. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic
shock in acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni
2013 Available from www.uptodate.com
3. Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013.
Available from www.emedicine.medscape.com
4. Hochman JS, Ingbar D. Cardiogenic Shock and Pulmonary Edema ; in Kasper DL
et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005
5. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November
2009
6. Khalid L, Dhakam SH. A Review of Cardiogenic Shock In Acute Myocardial
Infarction. Current Cardiology Review. Pakistan ; 2008
7. Kruger W, Ludman A. Acute Heart Failure. Birkhauser. p72-85. Berlin ; 1997
8. Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al.
Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed.
Saunders. Philadelphia ; 2008
9. Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving
outcomes. Circulation. Feb 5 2008;117(5):686-97
10. Hochman JS, Menon V. Management of Cardiogenic Shock Complicating Acute
Myocardial Infarction. Heart. 2002 Available from : www.bmjjournals.com
11. Fuster V et al. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In Hurst’s The
Heart, 12th ed. The McGraw-Hill Companies ; 2008
12. Califf RM, Bengtson JR. Cardiogenic Shock, Current Concepts. NEJM. June
1994

46
47
DAFTAR PUSTAKA

1. Hochman JS, Ohman EM. Cardiogenic Shock. The AHA Clinical Series. Wiley-
Blackwell. Januari 2009
2. Hochman JS, Menon Venu. Clinical manifestations and diagnosis of cardiogenic
shock in acute myocardial infarction. UpToDate. Wolters Kluwer Health. Juni
2013 Available from www.uptodate.com
3. Ren X, Lenneman A. Cardiogenic Shock. Medscape Reference. May 2013.
Available from www.emedicine.medscape.com
4. Hochman JS, Ingbar D. Cardiogenic Shock and Pulmonary Edema ; in Kasper DL
et al. Harrison’s Principles of Internal Medicine. McGraw-Hill inc. USA ; 2005
5. Alwi I, Nasution SA. Syok Kardiogenik. Dalam Sudoyo AW dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, ed kelima jilid I. Interna Publishing. Jakarta ; November
2009
6. Khalid L, Dhakam SH. A Review of Cardiogenic Shock In Acute Myocardial
Infarction. Current Cardiology Review. Pakistan ; 2008
7. Kruger W, Ludman A. Acute Heart Failure. Birkhauser. p72-85. Berlin ; 1997
8. Antman EM, ST-Elevation Myocard Infarc Management. In Libby P et al.
Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine, 8th ed.
Saunders. Philadelphia ; 2008
9. Reynolds HR, Hochman JS. Cardiogenic shock: current concepts and improving
outcomes. Circulation. Feb 5 2008;117(5):686-97
10. Hochman JS, Menon V. Management of Cardiogenic Shock Complicating Acute
Myocardial Infarction. Heart. 2002 Available from : www.bmjjournals.com
11. Fuster V et al. ST-Segment Elevation Myocardial Infarction. In Hurst’s The
Heart, 12th ed. The McGraw-Hill Companies ; 2008
12. Califf RM, Bengtson JR. Cardiogenic Shock, Current Concepts. NEJM. June
1994

48

Anda mungkin juga menyukai