Anda di halaman 1dari 16

PEDOMAN PRAKTIK

Tim Neurotrauma
RSU Dr.Soetomo Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya

KLINIS
Epidural Hematoma (EDH)
DAFTAR ISI

HALAMAN

DAFTAR ISI............... 1

BAB I. PENDAHULUAN................... 2

I.1. Latar Belakang.................. 2


I.2. Permasalahan........................ 2
I.3. Tujuan................................... 2
I.4. Sasaran.................................................................................................................. 3

BAB II. METODOLOGI 4

II.1. Penelusuran Kepustakaan 4


II.2. Penilaian Telaah Kritis Kepustakaan.. 4
II.3. Peringkat Bukti (Level Evidence). 4
II.4. Derajat Rekomendasi.. 5

BAB III. EPIDURAL HEMATOMA 6

III.1. Definisi............... 6
III.2. Etiologi............... 6
III.3. Klasifikasi.. 7
III.4. Pemeriksaan Klinis 7
III.5. Pemeriksaan Penunjang. 9
III.6. Tatalaksana 9
III.7. Alogaritma Diagnosis dan Tatalaksana. 14

Daftar Pustaka. 15

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang dapat terjadi akibat
trauma kepala dan sering kali disertai adanya fraktur tulang tengkorak. Otak berada di dalam
tulang tengkorak yang kaku dan keras dan juga di kelilingi oleh selaput otak yang di sebut
meningen, salah satunya adalah duramater. Duramater adalah salah satu selaput otak yang

1
berfungsi untuk melindungi otak, membentuk sinus-sinus vena, serta membentuk periosteum
tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala dan menimbulkan
fraktur maka patahan tulang kepala tersebut dapat menyebabkan robeknya pembuluh darah
yang melekat di bawahnya dan mengakibatkan akumulasi darah pada rongga epidura, selain
itu vena-vena yang merembes dari patahan tulang pada lokasi fraktur juga dapat
menyebabkan akumulasi darah pada rongga epidura. Keadaan inilah yang di kenal dengan
sebutan epidural hematom.1,2
Epidural hematom adalah keadaan yang bersifat emergency karena sering sekali
menimbulkan gejala perburukan neurologis yang sangat cepat. Kerusakan otak primer pada
epidural hematom sering kali tidak begitu massif, perburukan yang cepat terjadi lebih
disebabkan oleh proses desak ruang yang disebabkan akumulasi perdarahan tersebut.
Sehingga diagnosis serta penanganan yang cepat dan tepat memegang peranan penting dalam
manajemen pasien-pasien dengan epidural hematoma. 3

I.2 Permasalahan

Cedera otak sampai saat ini masih menjadi masalah yang perlu mendapat perhatian para
dokter, khususnya yang berkecimpung dalam bidang neurotrauma dan perawatan gawat
darurat. Problem utama pada cedera otak adalah tingginya angka kecacatan dan kematian.
Angka kematian di RSUD,Dr.soetomo tahun 2002 s/d 2006 berkisar antara 6 % sampai 12 %
keadaan ini lebih tinggi dibanding dibeberapa senter di luar negeri yaitu antara 3-8 %. Hal
yang mengembirakan angka mortalitas ini terus menurun dari tahun ke tahun dan pada tahun
2013 sebesar 7,1 %. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, cedera otak banyak terjadi pada
usia produktif yang tentu akan sangat mempengaruhi produktfitas dan kemajuan bangsa. 4

I.3 Tujuan
1. Menurunkan morbiditas dan morbiditas pasien-pasien EDH di RS Dokter Soetomo Surabaya.
2. Membuat alur penatalaksanaan berdasarkan evidence based medicine untuk membantu tenaga
medis dalam diagnsis dan tatalaksana EDH.
3. Meningkatkan usaha pengobatan, pencatatan, dan pelaporan yang konsisten.

I.4 Sasaran
1. Tenaga medis, peserta didik, dan seluruh jajaran tenaga kesehatan yang terlibat dalam
pengelolaan EDH di RS Dokter Soetomo Surabaya.
2. Pembuat kebijakan di lingkungan rumah sakit, institusi jamianan kesehatan nasional, serta
kelompok profesi terkait.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Nishijima DK, Offerman SR, Ballard DW, Vinson DR, Chettipally UK, Rauchwerger AS,
et al. Immediate and delayed traumatic intracranial hemorrhage in patients with head
trauma and preinjury warfarin or clopidogreluse. Ann Emerg Med. 2012 Jun. 59(6):460-
8.e1-7.

2. Liu JT, Tyan YS, Lee YK. Emergency management of epidural haematoma through burr
hole evacuation and drainage.

3. Borovich B, Braun J, Guilburd JN, et al. Delayed onset of traumatic extradural hematoma.
J Neurosurg. 1985 Jul. 63(1): 30-4.

4. Bajamal AH. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Edisi Ke-2. Surabaya: Tim Neurotrauma
RSU Dr.Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya. 2014. Hal. 1-2

3
BAB II

METODOLOGI

II. 1 Penelusuran Kepustakaan

Acuan dasar untuk penyusunan Pedoman Praktik Klinis (PPK) ini adalah buku Pedoman
Tatalaksana Cedera Otak dan buku Cedera Otak : Seri Perdarahan Intra Kranial dan
Manajemen Operasi yang telah di susun tim neurotrauma yang terdiri dari para ahli bedah
saraf, anestesi, peserta didik spesialis bedah saraf dan anestesi serta paramedis di Instalasi
Rawat Darurat dan Instalasi Rawat Inap Bedah. Tim neurotrauma melakukan pengumpulan
data, identifikasi masalah, opini, pengalaman praktis dan studi literatur serta penelitian yang
berkaitan dengan cedera otak.

II. 2 Penilaian Telaah Kritis Kepustakaan

Sistematika penulisan dan isi dari pedoman adalah sedemikian rupa sehingga sesuai dengan
kondisi di RSUD Dr. Soetomo sebagai rumah sakit tersier tipe A pendidikan. Diharapkan
secara mudah para klinisi, konsultan, peserta didik program dokter spesialis dan mahasiswa
kedokteran serta paramedis dapat menggunakannya. Acuan dan rekomendasi yang
disarankan, diperoleh dari penelitian klinis dan laboratorium serta eksplorasi jurnal atau
referensi, sehingga sangat mungkin berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.

II. 3 Peringkat Bukti (level of evidence)

Pembuatan pedoman ini berdasarkan evidence based medicine dengan membagi tingkat
terapi maupun intervensi menjadi tiga kategori rekomendasi yaitu A, B dan C (Adelson 2003;
Mod. SIGN / Scottish Intercollegiate Guideline Network 2011) :

A. Didapat dari level pembuktian klas I, adalah metode terapi atau intervensi / pembedahan yang
diperoleh dari penelitian yang bersifat prospektif randomized controlled trial (RCT) atau meta
analisis dari penelitian yang bersifat RCT. Metode ini merupakan gold standard atau standard
(high degree of clinical certainty).

4
B. Didapat dari level pembuktian klas II, adalah metode terapi atau intervensi / pembedahan
yang diperoleh dari penelitian yang bersifat analisis baik prospektif maupun retrospektif
(studi observasional, kohort, kasus-kontrol, dan studi prevalensi). Metode ini merupakan
guideline (moderate clinical certainty).
C. Didapat dari level pembuktian klas III, adalah metode terapi atau intervensi / pembedahan
yang diperoleh dari penelitian retrospektif, serial case, dari data registrasi pasien, laporan
kasus, review kasus, dan pendapat ahli (level pembuktian IV). Metode ini merupakan option
(unclear clinical certainty).

II. 4 Derajat Rekomendasi

1. Gold Standard (High degree of clinical certainty) > ( I-a, I-B ) Rekomendasi : A
2. Guideline (Moderate clinical certainty) > ( II-a, II-b) Rekomendasi : B
3. Option (Unclear clinical certainty) > ( III- IV ) Rekomendasi : C

5
BAB III

EPIDURAL HEMATOMA

III. 1 Definisi

Akumulasi darah antara tulang kepala dan duramater yang terjadi akibat separasi tulang
(tabula interna) dan duramater (Lapisan Periosteal) sehingga mengakibatkan robekan pada
pembuluh darah yang berjalan disekitar duramater dan tulang. 1,2

Robekan pembuluh darah tersebut dapat disebabkan oleh separasi tulang-dura atau robeknya
pembuluh darah akibat fraktur tulang kepala.1

III. 2 Etiologi

Epidural Hematoma (EDH) klasik muncul didaerah temporo parietal oleh karena robeknya
arteri meningica media.1 Epidural hematoma juga dapat terjadi karena perdarahan dari vena
pada dura dengan kasus sebanyak 10% dan Vena diploe dari tulang dengan kasus sebanyak
40%.3 Epidural Hematoma (EDH) jarang sekali melewati sutura, kecuali sutura sagitalis di
daerah midline (EDH mudah melewati garis tengah dan garis tengah terdapat sinus sagitalis
superior). Tersering perdarahan berasal dari robeknya pembuluh darah dura (a.v duramater,
terutama a. menigea media) dan Jarang terjadi secara spontan tanpa adanya trauma. EDH
spontan tanpa trauma dapat terjadi akibat infeksi, sinusitis, anomali vaskuler, dan gagal ginjal
kronis.1 Pada anak-anak, Epidural hematoma terjadi karena peregangan atau robeknya a.
meningeal tanpa didapatkan fraktur. EDH jarang terjadi pd anak-anak dan orang tua,
dikarenakan pada anak-anak compliance dari tulang lebih tinggi dan jalur a. meningica media
lebih dangkal dan pada orang tua, dura dan tulang melekat kuat. 1 Epidural hematoma (EDH)
dari vena duramater atau venous EDH jarang terjadi. Tidak seperti arterial EDH, venous
EDH jarang meluas dari ukuran awal karena mempunyai tekanan yang rendah. Venous EDH
jarang disertai fraktur dari calvari dan biasanya cenderung terjadi pada 3 lokasi : 1

Fossa posterior pecahnya sinus transversus


Fossa media disruption dari sinus sphenoparietal
Vertex injury dari sinus sagitalis superior dan vena kortikal

6
III. 3 Klasifikasi

Epidural hematoma dibagi menjadi tiga macam berdasarkan gambaran radiologis ct scan dan
waktu :1

Tipe 1, akut dan hiperakut

Waktu : 1 hari
Gambaran radiologis berupa darah belum solid (hyperdense dengan sedikit bagian
hypodense)

Tipe 2, Subakut

hari ke 2 sampai ke 4
Gambaran radiologis berupa darah solid (hyperdense)

Tipe 3, kronis

Hari ke 7 s/d 20 hari


Gambaran radiologis lucent dan terkadang mixed (Hypodense atau plasma-blood level)

Gambaran untuk tipe 2 dan tipe 3 dapat terjadi bila penderita mempunyai kesadaran penuh
serta terdapat gejala klinis berupa nyeri kepala minimal akan tetapi tidak dilakukan tindakan
operasi atau konservatif. Tipe 2 dan tipe 3 bisa saja terjadi pada penderita yang tidak
mempunyai kesadaran penuh tetapi keluarga menolak untuk dilakukan tindakan operasi
karena alasan tertentu.

III. 4 Pemeriksaan Klinis

Bila penderita mengalami cedera kepala dan datang dengan kesadaran penuh maka beberapa
gejala dari peningkatan tekanan intracranial (TIK) oleh karena efek massa Epidural
hematoma (EDH) harus kita ketahui. Gejala tersebut antara lain :

a. Nyeri kepala
Nyeri kepala makin meningkat saat bangun pagi disebabkan karena saat tidur terjadi
vasodilatasi pembuluh darah oleh karena retensi CO2 saat tidur. Munculnya rasa nyeri oleh
karena penekanan pembuluh darah dan penekanan duramater (keduanya sensitif terhadap
nyeri).4
b. Mual dan Muntah

7
Mual dan muntah makin memberat saat pagi hari. 4
c. Kejang
Peningkatan tekanan intrakranial dapat mencetuskan terjadinya kejang pada penderita cedera
otak.
Gejala klinis yang khas pada Epidural hematoma (EDH) adalah adanya Lucid Interval
(Riwayat penurunan kesadaran , kembalinya kesadaran sementara, dan penurunan kesadaran
kembali).1,2,5 Gejala klasik lucid interval (lihat grafik 1) ini pertama kali ditemukan oleh
Jacobson pada tahun 1886.1 Lucid interval tidak selalu ada pada Epidural hematoma (EDH)
dan lucid interval hanya muncul dengan persentase dibawah 30%. 6 Munculnya kesadaran
penuh untuk sementara merupakan tanda bahwa proses cedera kepala primer tidak
menyebabkan kerusakan pada tingkat axon. Defisit neurologis oleh karena pembesaran massa
Epidural hematoma (EDH) biasanya muncul akibat dari efek massa berupa herniasi uncal
dengan gejala sebagai berikut :1
a. Hemiparesis kontralateral
Hemiparese kontralateral terjadi karena pedunculus cerebri (traktus kortikospinalis) tertekan
oleh uncus. Penekanan ini menyebabkan terganggunya impuls saraf dari motor kortek primer
(Area 4) bersilang di decussatio piramid menuju ke motor end plate dari anggota gerak tubuh
sisi kontralateral.7
b. Pupil anisokor ipsilateral (Midriasis)
Midriasil ipsilateral terjadi karena uncus menekan nervus Occulomotor (N.III). Nervus
occulomotor mempunyai 2 komponen utama : 1. Nukleus parasimpatik (nukleus Edinger-
Westphal/ nukleus autonom aksesori), yang mensarafi otot intraokuler (otot spincter pupil dan
otot siliaris). 2. Bagian besar yang mesarafi 4 dari 6 otot extraokuler (rektus superior,inferior,
medial dan otot obliqus inferior).7
c. Anton Sindrom
Herniasi uncal dapat menyebabkan penekanan pada Arteri serebri posterior yang memberi
supply pada temporal inferior termasuk hippokampus dan lobus medialis occipitalis termasuk
sulcus calcarina.1
Gangguan pada daerah occipitalis dan sulcus calcarina menyebabkan cortical blindness yang
akhirnya menjadi anton sindrom bila penderita dapat hidup kembali. 1
Ganguan paada hippokampus menyebabkan gangguan membentuk memori baru bila
penderita dapat hidup kembali.1
d. Penurunan kesadaran
Penurunan kesadaran terjadi dikarenakan gangguan dan diversi dari Upper part of the
reticulating activating system/ARAS.1
Bila Epidural hematoma (EDH) makin membesar dapat menyebabkan efek massa yang lebih
hebat daripada herniasi uncal sehingga bentuk herniasi yang lebih berbahaya dapat terjadi,
misal herniasi sentral. Herniasi sentral dapat menyebabkan gejala sebagai berikut. 8
Trias Cushing : Bradikardi, hipertensi, respirasi abnormal

8
Diplopia oleh karena gangguan saraf abducens (N.VI)
Disaritmia
Pupil Midriasi maximal
Mati batang otak (MBO)

III. 5 Pemeriksaan Penunjang

Knuckey, Gelbard, dan Epstein (1989) mencatat bahwa epidural hematoma (EDH) yang kecil
dan terdiagnosa dibawah 6 jam jarang meyebabkan defisit neurologis dan bila telah melewati
dari waktu 6 jam biasanya penderita sudah mengalami defisit neuorologis dikarenakan
epidural hematoma (EDH) membesar dan terbukti dengan dilakukannya ct scan kepala. 2
Beberapa gambaran yang dapat kita liat di Ct scan kepala antara lain :

a. Gambaran hiperdens berbentuk biconvex extra axial yang melekat pada tulang kepala. 9,10
b. Biasanya didapatkan fraktur tulang kepala diatas lesi EDH. 1
c. Biasanya dibatasi oleh sutura, kecuali bila terjadi diastasis sutura

III. 6 Tatalaksana

1. Indikasi dan kontraindikasi menurut Greenberg.11


a. Indikasi
Pasien EDH tanpa melihat GCS dengan volume > 30 cc, atau ketebalan > 15 mm, atau
pergeseran midline > 5 mm, atau
Pasien EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor
b. Kontraindikasi
Epidural hematoma (EDH) tipis (ketebalan < 1 cm)
Subakut atau kronis EDH dengan tanpa defisit neurologis
Tidak ada tanda herniasi
2. Indikasi dan kontraindikasi menurut the Japan Society of Neurotraumatology.12
a. Indikasi
Tebal Epidural Hematoma (EDH) 1-2 cm
Volume Epidural Hematoma (EDH) 20-30 cc
Penurunan atau semakin memberatnya Defisit neurologis
Penurunan GCS secara bermakna
b. Kontra indikasi
Tidak didapatkan defisit neurologis
3. Indikasi dan Kontraindikasi menurut Peter reilly dan Bullock. 2
a. Indikasi
Tebal Epidural Hematoma (EDH) 1cm atau lebih
Volume Epidural Hematoma (EDH) > 40 cc

9
Pada pasien sadar, komunikasi baik, tidak memakai ventilator :

a. Penurunan kesadaran
b. Muncul deficit neurologis
c. Nyeri kepala, mual, dan muntah menetap

Pada pasien tidak sadar, komunikasi jelek, memakai ventilator :

a. Munculnya gejala klinis dari batang otak


b. Peningkatan tekanan intrakranial (TIK), > 20mmHg
b. Kontraindikasi
Sadar penuh
Tebal EDH < 1cm
Massa satu sisi dan extra axial (tidak ada multipel lesi di daerah lain maupun kontralateral)
Tidak ada efek massa (mid line shift < 3mm)
Sisterna basalis terbuka

Keterangan Deskripsi Tingkat pembuktian/


Derajat rekomendasi
Indikasi operasi EDH volume > 30 cc harus di evakuasi Level III/C
melihat GCS

EDH dengan syarat ini dapat non operatif


dengan observasi ketat

-volume < 30cc

-ketebalan < 15 mm

-pergeseran midline < 5 mm

-GCS > 8

-tidak ada defisit neurologis


Waktu operasi Direkomendasikan bahwa pasien EDH Level III/C
akut dan GCS < 9 dan anisokor dilakukan
evakuasi secepat mungkin
Tatalaksana operasi pada epidural hematoma 11

Penanganan dan monitoring penderita pasca operasi EDH


Monitoring pasca operasi:
1. Keluhan dan tanda vital
a. Keluhan : Observasi tanda tanda tekanan intrakranial (TIK) meningkat (Nyeri kepala,
mual/muntah, kejang).

10
b. Tanda vital : Observasi tekanan darah (120/70 mmhg), frekuensi nadi (60-100x/mnt),
frekuensi nafas (dewasa : 16-20x/mnt), suhu tubuh. 2,13,14
2. Status Neurologis (GCS, GOS, pupil, lateralisasi)
a. Glasgow Coma Scale (GCS) : Observasi nilai GCS pada penderita. Pada beberapa
kasus seperti Cedera Otak Berat nilai GCS setelah dianggap sembuh tidak pernah
mencapai nilai maksimal (GCS maks 15). Banyak factor yang menyebabkan penderita
tidak mencapai nilai maksimal. Salah satunya kerusakan struktur anatomi otak akibat
dari cedera otak.2,6
b. Glasgow Outcome Scale (GOS) : Glasgow Outcome Scale digunakan untuk menilai
penderita cedera otak setelah perawatan di rumah sakit. Terdapat 5 nilai modalitas : 12
1. Good Recovery : Kembali ke keadaan semula tanpa deficit
2. Moderate Disability : Kerusakan saraf minor tanpa mengganggu kegiatan dan
pekerjaan sehari hari
3. Severe Disability : Kerusakan saraf yang mengganggu kegiatan dan pekerjaan sehari
hari
4. Vegetative : Koma atau kerusakan saraf berat yang menyebabkan penderita
tergantung orang lain.
5. Death

1 Breathing Ventilation,difussion, distribution,


. circulation, BGA, Assisted breathing,
Oral Higiene, upper & lower respiratory
tract.
2 Blood Blood Preasure, Pulse, perfusion(CRT/
. Acral), anemia, blood sugar.
3 Brain-Head-Neck GCS, Neurologic sign, Position,
. temperature, Seizures, Ct-Scan, Eyes,
ICP, FBC, Sign cervical fracture.
4 Bladder Fluid Imbalance, Electrolyte Imbalance,
. Micturation
5 Bowel Nutrition imbalance, SRMD, Defecation
.
6 Bone Fracture, Skin care, muscle
.
7 Medicine Treatment and monitor
.

3. Efikasi dan efek samping obat

11
Penggunaan dari obat-obatan harus dipantau sedemikian rupa dan harus tepat indikasi
serta dosis. Obat obatan simptomatis setidaknya diberikan hingga penderita datang
kontrol ke unit rawat jalan.12
Rangsangan nyeri dapat memicu peningkatan TIK dan harus ditangani. Pada pasien
cedera otak terjadi peningkatan kadar PG dimana PG berperan dalam proses rasa nyeri.
NSAID seperti ketorolac, metamizol dan ketoprofen bermanfaat mengurangi nyeri
dengan menghambat sintesa PG melalui blokade enzim Cyclooxigenase (COX).
Acetaminophen bukan termasuk NSAID namun memiliki mekanisme yang sama dalam
menghambat sintesa PG melalui blokade enzim COX. Peningkatan kadar prostaglandin
terjadi pada pasien cedera otak. Namun pemakaian obat NSAID dapat pula menyebabkan
perdarahan saluran cerna dan gangguan fungsi ginjal. 15
Indometasin merupakan golongan NSAID yang mempunyai sifat anti inflamasi,
analgesik dan antipiretik melalui efek inhibisi reversibel terhadap enzim COX.
Indometasin dapat berfungsi sebagai terapi alternatif dalam manajemen peningkatan
tekanan intrakranial yang refrakter pada COB. Namun mekanisme aksi indometasin
dalam menurunkan cerebral blood flow (CBF) dan tekanan intracranial masih belum
dipahami sepenuhnya.15
Ketorolac untuk dewasa diberikan dengan dosis 30 mg intravena dosis tunggal atau 30
mg/6 jam intravena dengan dosis maksimal 120 mg/hari. Metamizol diberikan dengan
dosis 500-1000mg/6 jam secara peroral, intravena atau perektal (TP/DR : II/B). 15
4. Diet dan nutrisi
Cedera otak meningkatkan respon metabolik dan katabolik tubuh sehingga membutuhkan
nutrisi yang cukup. Disarankan pemberian early feeding yang adekuat karena
memberikan survival dan disability outcome yang lebih baik pada pasien dengan cedera
otak. Belum ada penelitian yang menunjukkan metode pemberian mana yang paling
baik.15
Dari penelitian diketahui bahwa pemberian kombinasi LCT dan MCT mungkin dapat
memberikan efek yang menguntungkan pada metabolisme protein di viscera pasca
trauma. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian late feeding (lebih dari 1 minggu
setelah trauma) berhubungan dengan nitrogen loss yang besar disertai penurunan berat
badan sebesar 15% perminggu. Untuk mencapai pemenuhan nutrisi pada hari ke-7, maka
pemberian nutrisi harus dimulai paling lambat 72 jam setelah trauma atau cedera
(TP/DR : II/B).15
5. Penanganan kejang pasca trauma
Kejang bisa terjadi pada pencerita cedera otak. Hal ini disebabkan karena ada kerusakan
struktur anatomi yang menyebabkan terjadinya fokus kejang. Bila terjadi kejang maka
akan diperlukan tatalaksana khusus untuk menegakkan diagnosa kejang pasca trauma. 6

12
Pengobatan profilaksis dapat dimulai dengan fenitoin, dosis loading dewasa 15-20
mg/kgBB dalam 100 cc NS 0,9% dengan kecepatan infus maksimum 50 mg/menit. Pada
pasien pediatri dosis loading fenitoin yang direkomendasikan 10-20 mg/kgBB, diikuti
dosis rumatan 5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Dosis rumatan dapat ditingkatkan
hingga 10 mg/kgBB/hari untuk mencapai konsentrasi serum antara 10-20 mcg/ml
(TP/DR : II/B).15
6. Perawatan rehabilitasi medik
Penderita cedera kepala dengan defisit neurologis terutama gangguan motorik,
memerlukan rehabilitasi medik untuk meningkatkan fungsi neurologis. 6

13
III. 7 Alogaritma Diagnosis dan Tatalaksana

Stabilisasi ABC
Ax, fisik diagnostic
Epidural Hematoma Radiologis sesuai indikasi
Lab sesuai indikasi

Operatif: Non Operatif:


Volume > 30 cc (EDH) tipis (ketebalan < 1 cm)
Ketebalan > 15 mm Subakut atau kronis EDH dengan tanpa defisit neurologis
Midline shift > 5 mm Tidak ada tanda herniasi
EDH akut (GCS <9) dan pupil anisokor

Post Operative Management + Observasi


Non Operative Management + Observasi

14
Daftar Pustaka

1. Winn HR, Md. Youmans Neurosurgical Surgery, Volume 4. 6th Edition. Philadeplhia :
Elsevier Saunders ; 2011.
2. Reilly P, Bullock R. Head Injury : Pathophysiology and management of Severe Closed
Injury. 2nd edition. London : Chapman and Hall ; 1997.
3. Guillermain P. Traumatic extradural hematoma. Advances in Neurotraumatology,1,1-50,
1986.
4. The Brain Trauma Foundation. The american association of neurological surgeons. The
joint section on Neurotrauma and Critical Care. Indications for intracranial pressure
monitoring. J Neurotrauma; 2007.
5. Torbey MT. Neurocritical Care. First Edition. Cambrige, UK : Cambridge Univeristy
Press ; 2010.
6. Zollman FS. Manual of traumatic brain injury management. First edition. New york :
Demos Medical Publishing ; 2011.
7. Baehr M, Frotscher M. Duus Topical diagnosis in neurology : Anatomy, Physiology,
Signs, Symptomps. 4th edition. New York : Thieme Medical Publisher, Inc ; 2005.
8. Bhardwaj A, Mirski MA. Handbook of neurocritical care. Second edition. New York :
Springer Science+Business Media, LLC ; 2011.
9. Osborn, Anne G. Diagnostic Imanging : Brain. Amyrsis ; 2004.
10. Adams JP, Bell D, McKinlay J. Neurocritical Care : A Guide to practical management.
First Edition. London : Springer ; 2010.
11. Bullock MR, Chesnut RM, Ghajar J,et al. Surgical management of acute epidural
hematoma. Neurosurgery 58 : S7-15, 2006.
12. Guidelines for the Management of Severe Head Injury, the Japan Society of
Neurotraumatology. Second Edition. Neurol Med Chir (Tokyo) 52, 1-30, 2012.
13. Broderick JP, et al. Volume of Intracerebral Hemorrhage, Stroke AHA J; 24:987-993;
1993.
14. Bula, W.I, Loes, D.J. Trauma to the cerebrovasculer system. Neuroimaging Clinics of
North America,4, 753-772 ; 1994.
15. Bajamal AH. Pedoman Tatalaksana Cedera Otak. Edisi Ke-2. Surabaya: Tim
Neurotrauma RSU Dr.Soetomo-Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
2014. Hal. 1-2

15

Anda mungkin juga menyukai