Anda di halaman 1dari 15

Referat

Glasgow Coma Scale

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Kepaniteraan Klinik Senior (KKS)


di Departemen Neurologi RSMH Palembang

Oleh
Lisa Yuniarti, S. Ked

04084821517055

M. Ramadhandie Odiesta S, Ked

04084821517041

Pembimbing:

Dr. H. A. R. Toyo, Sp.S (K)

BAGIAN/DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT Dr.MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
2016

HALAMAN PENGESAHAN
Referat
Judul
Glasgow Coma Scale
Oleh
Lisa Yuniarti, S. Ked
M. Ramadhandie Odiesta S, Ked
Pembimbing
Dr. H. A. R. Toyo, Sp.S (K)
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior di
Bagian/Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/Rumah Sakit Dr.
Mohammad Hoesin Palembang periode 21 November 26 Desember 2016.

Palembang, 29 November 2016


Pembimbing

Dr. H. A. R. Toyo, Sp.S (K)

KATA PENGANTAR
2

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
berkah, rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul
Glasgow Coma Scale. Laporan kasus ini disusun sebagai salah satu syarat Kepaniteraan Klinik
Senior (KKS) Departemen Neurologi RSMH Palembang. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Dr. H. A. R. Toyo, Sp.S (K) selaku pembimbing yang telah memberikan
bimbingan selama penulisan dan penyusunan referat ini, serta semua pihak yang telah membantu
hingga selesainya referat ini.
Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan referat ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari seluruh pihak agar referat ini
menjadi lebih baik. Semoga referat ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan bagi
penulis dan pembaca.

Palembang, 29 November 2016

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
3

HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
BAB I

PENDAHULUAN ........................................................................... 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi .................................................................................. 1
2.2 Cara Penilaian ........................................................................ 3
2.3 Interpretasi ............................................................................. 9

BAB III KESIMPULAN .............................................................................. 11


DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Kesadaran adalah kesiagaan seseorang terhadap peristiwa-peristiwa di
lingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi memori, pikiran,
perasaan dan sensasi-sensasi fisik. Kesadaran memiliki beberapa tingkatan yang
dapat ditentukan dengan cara melakukan pemeriksaan Glasgow coma scale.
Adapun hal-hal yang dinilai berupa kemampuan motorik dan orientasi seseorang.
Glasgow Coma Scale dikembangkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan
Jannet sebagai cara praktis untuk menilai dalam dan durasinya gangguan
kesadaran pada kondisi berbeda termasuk trauma kepala. Skor GCS dicatat pada
skor subskor bebas yaitu motor, verbal, dan eye. Kesedarhanaan yang lebih jauh
adalah hanya dengan menjumlahkan tiga komponen sebagai skor tunggalnya yang
diambil oleh Teasdale dan Jannet pada tahun 1977.
Orientasi terhadap orang individu, waktu, dan tempat perlu dinilai.
Orientasi merupakan kemampuan untuk mengaitkan keadaan sekitar dengan masa
lampau. Orientasi dan tempat dapat dianggap sebagai ukuran memori jangka
pendek, yaitu kemampuan pasien memantau perubahan sekitar yang kontinu.
Penilaian orientasi dilakukan dengan melakukan tanya jawab yang secara tidak
langsung melakukan penilaian juga terhadap kemampuan berbahasa dan
menentukan ada tidaknya hendaya dalam berbahasa (afasia).
Dalam berbahasa tercakup berbagai kemampuan yaitu bicara spontan,
komprehensif,

menamai,

repetisi

(mengulang),

membaca

dan

menulis.

Pemeriksaan kelancaran berbicara, seseorang dikatakan lancar berbicara apabila


bicara spontannya lancar, tanpa tertegun tegun dan mencari kata yang diinginkan.
Glasgow coma scale merupakan instrumen standar yang dapat digunakan
untuk mengukur tingkat kesadaran. Glasgow coma scale merupakan salah satu
komponen yang digunakan sebagai acuan pengobatan, dan dasar pembuatan
keputusan klinis umum untuk pasien.. Oleh karena itu, penting bagi dokter umum
untuk mengetahui

Glasgow Coma Scale mulai dari cara pemeriksaan dan

penilaian. Sehingga pada referat ini akan dibahas mengenai Glasgow Coma Scale
secara umum.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skala Koma Glasgow (GCS) adalah kriteria yang secara kuantitatif
dan terpisah menilai respon membuka mata (E), respon motorik terbaik
(M), dan respon verbal terbaik (V) yang dapat diperlihatkan penderita,
yang disusun berdasarkan sebuah studi internasional yang dikoordinasikan
dari kota Glasgow, dan diterima secara luas untuk menilai derajat atau
tingkat kesadaran penderita. Setiap penilaian mencakup poin poin, dimana
total tertinggi bernilai 15.1,2,3
2.2 Cara Penilaian
Dalam kasus gangguan kesadaran maka auto anamnesis masih
dapat dilakukan, hal ini terjadi pada kasus dimana ganggua kesadaran
masih bersifat ringan, pasien masih dapat menjawab pertanyaan hasil auto
anamnesis ini dapat dimanfaatkan untuk menetapkan adanya gangguan
kesadaran yang bersifat psikiatrik, termasuk sindrom otak organik atau
gangguan kesdaran yang bersifat neorologik (dinyatakan secara kualitatif
maupun kuantitatif kedalam GCS). Respon perilaku dalam pemeriksaan
GCS meliputi respon membuka mata, respon verbal dan respon motorik.
Glasgow Coma Scale meliputi pengkajian reflek:2,3
2.2.1

Respon membuka mata (E)


Penilaian membuka mata meliputi evaluasi terhadap keadaan

terjaga, aspek pertama dari kesadaran. Jika mata pasien tertutup, maka
keadaan terjaga pasien dinilai berdasarkan derajat stimulasi yang
diperlukan agar pasien dapat membuka matanya. Membuka mata (terjaga
selalu menjadi pengukuran pertama yang dilakukan sebagai bagian dari
GCS karena tanpa hal tersebut kognisi tidak dapat terjadi. Membuka mata
pasien tidak dapat dilakukan jika mata penderita membengkak. Skor
penilaiannya adalah:4,5

a. Nilai 4
Membuka mata secara spontan, mata membuka tanpa harus
diperintah atau disentuh (respon optimal).
b. Nilai 3
Mata membuka sebagai respon terhadap stimulus verbal (biasanya
nama paien) tanpa menyentuh pasien. Observasi mulai dari volume
suara yang normal dan naikkan volume suara jika diperlukan dengan
mengatakan perintah yang jelas.
c. Nilai 2
Mata membuka sebagai respon terhadap nyeri sentral, misalnya
penekanan trapezium, tekanan suborbital (direkomendasikan), sterna
rub (menekan dan memutar diatas sternum). Stimulus nyeri hanya
dilakukan jika pasien gagal merespon terhadap perintah yang jelas dan
keras
d. Nilai 1
Mata tidak membuka walaupun dengan stimulus verbal dan nyeri
sentral. Cara melakukan stimulus nyeri sentral meliputi :
1. Cubitan trapezium
Dengan cara menggunakan cubitan ibu jari dan jari telunjuk
pada sekitar 5cm otot trapezius (diantara kepala dan bahu dan
diputar).
2. Tekanan suborbital
Teknik pelaksanaannya letakkan satu jari disepanjang margin
supraorbital (pada tepi tulang disepanjang puncak mata) sampai
mmenemukan takik atau lekukan. Tekanan pada daerah ini akan
menyebabkan nyeri yang menyerupai jenis nyeri kepala. Kadangkadang hal ini dapat membuat pasien meringis yang menyebabkan
penutupan dan bukan pembukaan mata. Catatan : tidak boleh
dilakukan jika pasien mengalami fraktur wajah.
3. Sternal rub teknik.
Pelaksanaannya tekan dengan kuat sternum menggunakan
kuku-kuku jari. Catatan : dapat dilakukan dengan metode lain
karena pada metode ini dapat meninggalkan bekas pada kulit.
2.2.2

Respon Motorik (M)

Respon motorik dirancang untuk memastikan kemampuan pasien


untuk mematuhi perintah dan untuk melokalisasi, menarik, atau merasakan
posisi tubuh yang abnormal sebagai respon terhadap stimulus nyeri.jika
pasien tidak merespon dengan mematuhi perintah, maka respon terhadap
stimulus nyeri harus dinilai. Respon melokalisasi yang benar adalah pasien
mengangkat lenganya setinggi dagu, misalnya menarik masker oksigen.
Untuk membangkitkan respon ini direkomendasikan untuk melakukan
cubitan trapezium, tekanan rijisupraorbital, atau tekanan pada tepi rahang.
Untuk menghindari cidera jaringan lunak,maka setimulus diberikan tidak
lebih dari sepuluh detik kemudian dilepaskan. Selain itu ketika
memberikan setimulus,paling baik dimulai dengan tekanan yang ringan
kemudian ditingkatkan sampai respon terlihat, yang penilaianya sebagai
berikut: 4,5
a. Nilai 6
Pasien mematuhi perintah, minta pasien untuk menjulurkan
lidah, jangan minta pasien untuk hanya meremas tangan anda karena
hal ini dapat menampilkan respon genggam primitif,pastikan perawat
meminta mereka untuk melepasnya.Hal ini penting untuk memastikan
bahwa respon yang didapat bukan hanya suatu gerakan reflek,sangat
penting untuk meminta pasien melakukan dua perintah yang berbeda.
b. Nilai 5
Melokalisasi pusat nyeri,jika pasien tidak merespon terhadap
stimulus verbal,pasien dengan sengaja menggerakan lengan untuk
menghilangkan penyebab nyeri.Tekana rigisupra orbital dianggap
merupakan tehnik yang paling dapat dipercaya karena paling kecil
kemungkinannya untuk terjadi kesalah interpretasi.
c. Nilai 4
Menarik diri dari nyeri : pasien melakukan fleksi atau melipat
lengan menuju sumber nyeri namun gagal melokalisasi sumber nyeri.
Tidak ada rotasi pergelangan tangan.
d. Nilai 3

Fleksi terhadap nyeri : pasien memfleksikan atau melipat


lengan. Ini ditandai oleh rotasi internal dan aduksi bahu dan fleksi
pada siku dan jauh lebih lambat dari pada fleksi normal.
e. Nilai 2
Ekstensi terhadap nyeri pasien mengekstensiakn lengan
dengan meluruskan siku,kadang kadang disertai dengan rotasi internal
bahu dan pergelangan tangan,kadang kadang disebut sebagai postur
deserebrasi
f. Nilai 1
Tidak ada respons,tidak ada respons terhadap stimulus nyeri
yang internal.
2.2.3

Respon Verbal (V)


Penilaian respons verbal mencakup evaluasi kewaspadaan, aspek

kedua dari kesadaran. Pada respons ini dilakukan penilaian secara


komprehensif dari apa yang dilakukan oleh praktisi dan dilakukan evaluasi
terhadap area yang berfungsi pada pusat yang lebih tinggi serta
kemampuan untuk mengatakan dan mengekspresikan jawaban Disfasia
atau ketidak mampuan berbicara dapat disebabkan oleh kerusakan pada
pusat bicara di otak,misalnya setelah pembadahan intrakranial atau cedera
kepala. Memastikan ketajaman pendengaran pasien dan pemahaman
bahasa sebelum menilai respons ini merupakan hal yang penting.
Ketidakmampuan berbicara mungkin tidak selalu menunjukan pnurunan
tingkat kesadaran. Selain itu,beberapa pasien mungkin membutuhkan
stimulasi yang banyak untuk mempertahankan konsentrasi mereka ketika
menjawab pertanyaan. Banyaknya stimulasi yang diperlukan harus dicatat
sebagai bagian dari penilaian dasar. Skor penilaiannya adalah sebagai
berikut:4,5
a. Nilai 5
Orientasi baik, pasien dapat mengatakan kapeda praktisi siapa
mereka, dimana mereka, hari, tahun, serta bulan saat ini (hindari
menggunakan hari keberapa dari hari minggu ini atau tanggal)
b. Nilai 4
6

Konfusi (bingung), pasien dapat melakukan percakapan dengan


praktisi, namun tidak dapat menjawab secara akurat terhadap
pertanyaan yang diberikan.
c. Nilai 3
Kata-kata yang tidak tepat, pasien cenderung menggunakan katakata tunggal dari pada suatu kalimat dan tidak terdapat percakapan
dua arah.
d. Nilai 2
Suara yang tidak dimengerti,respons pasien diperoleh dalam
bentuk suara-suara yang tidak jelas seperti ruangan atau gumaman
tanpa kata-kata yang dapat dimengerti. Stimulus verbal dan juga
stimulus nyeri mungkin diperlukan untuk mendapatkan respons dari
pasien.Jenis pasien ini tidak waspada terhadap lingkungan sekitarnya.
e. Nilai 1
Tidak ada respons, tidak didapatkan respons dari pasien walaupun
dengan stimulus verbal maupun fisik. Catatan : catat sebagai D jika
pasien mengalami disfasia dan T jika pasien menggunakan selang
trakeal atau trakeostomi.

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)


Respons Membuka Mata (E)

Spontan

Dengan perintah verbal

Dengan nyeri

Tidak ada respon

Nil
Nilai
4
3
2
1

Respons Motorik (M)

Menurut perintah

Dapat melokalisi nyeri

Reaksi menghindar

Reaksi fleksidekortikasi

Reaksi ekstensideserebrasi

Tidak ada respon

6
5
4
3
2
1

Respons Verbal (V)

Dapat berbicara dan memiliki orientasi yang baik

Dapat berbicara, namun disorientasi

5
4

Berkata-kata tidak tepat dan tidak


jelas (inappropriate words)
Mengeluarkan suara tidak jelas
(incomprehensive sounds)/mengerang
Tidak ada respon

3
2
1

Tabel 2.1. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)8

Gambar 2.1 Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)


Respons Membuka Mata

Spontan

Terhadap perintah

Terhadap rangsang nyeri

Tidak ada respon membuka mata

Respons Motorik
Sesuai perintah
Dapat melokalisi nyeri
Reaksi menghindar
Reaksi fleksidekortikasi
Reaksi ekstensideserebrasi
Tidak ada respon

Respons Verbal

Tersenyum, berorientasi terhadap suara, mengikuti objek, berinteraksi

Nilai
4
3
2
1
6
5
4
3
2
1
5

Menangis lemah, interaksi tidak sesuai


Menangis (karena diberi rangsanagan nyeri), mengerang
Merintih (karena diberi rangsanagan nyeri), gelisah
Tidak ada respon

4
3
2
1

Tabel 2.2. Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) pada anak8

2.3 Interpretasi
Dari hasil penilaian yang meliputi respon membuka mata (E), respon
motorik (M), respon verbal (V), skor diakumulasi dan didapatkan:4,5,6,7
a. Compos Mentis (14 15)
Kondisi sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya dan dapat menjawab pertanyaan yang ditanyakan pemeriksa
dengan baik.
b. Apatis (12 13)
Kondisi seseorang yang tampak segan dan acuh tak acuh terhadap
lingkungannya.

c. Delirium (10 11)


Kondisi seseorang yang mengalami kekacauan gerakan, siklus tidur
bangun yang terganggu dan tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi serta
meronta-ronta.
d. Somnolen (7 9)
Kondisi seseorang yang mengantuk namun masih dapat sadar bila
dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti akan tertidur kembali
e. Sopor atau Stupor (5 6)
Kondisi seseorang yang mengantuk yang dalam, namun masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat menjawab pertanyaan dengan baik.
f. Semi Coma (4)
Penurunan kesadaran yang tidak memberikan respons terhadap
pertanyaan, tidak dapat dibangunkan sama sekali, respons terhadap rangsang
nyeri hanya sedikit, tetapi refleks kornea dan pupil masih baik.
g. Coma (3)

Penurunan kesadaran yang sangat dalam, memberikan respons terhadap


pertanyaan, tidak ada gerakan, dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.

BAB III
KESIMPULAN
Kesadaran adalah kesiagaan awareness seseorang terhadap peristiwaperistiwa di lingkungannya serta peristiwa-peristiwa kognitif yang meliputi
memori, pikiran, perasaan dan sensasi-sensasi fisik. Kesadaran memiliki beberapa
tingkatan yang dapat ditentukan dengan cara melakukan pemeriksaan Glasgow
coma scale.
Dari hasil penilaian yang meliputi respon membuka mata (E), respon
motorik (M), respon verbal (V), skor diakumulasi dan didapatkan: Compos Mentis
(14 15), Apatis (12 13), Delirium (10 11), Somnolen (7 9), Sopor atau
Stupor (5 6), Semi Coma (4), Coma (3).

10

DAFTAR PUSTAKA
1. Harsono. Gangguan Fungsi Luhur. In: buku ajar neurologi klinis 5th Edition.
Yogyakarta: Gadjah Mada Unversity Press. 2011. P.3-8.
2. Fadhia N. Ulfiana E. Ismono SR. 2012. Hubungan Fungsi Kognitif Dengan
Kemandirian Dalam Melakukan Activities of Dyly Living (ADL) pada Lansia
di UPT PSLU Pasuruan. Uiversitas Airlangga.
3. Lindsay. Ian Bone. Examination of The Unconscious Patient. In: Neurology
& Neurosurgery Illustrated. International Ed. P.30
4. Maurice Victor. Allan H. Craniocerebral Trauma. In: Principle of Neurology
7th Ed.2001. P.713-14
5. Mahardjono M. Sidharta P. Kesadaran dan Fungsi Luhur. In: Neurologis
Klinis Dasar 15th Ed. Jakarta: PT-Dian Rakyat.
6. Rowland lewis. Pedley Timothy. Head Injury. In: Merrits Neurology 12th Ed.
2013. P.485-86
7. Japardi I. Gangguan Fungsi Luhur. Bagian Bedah: Fakultas Kedokteran
Uniersitas Sumatera Utara.
8. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik: Pemeriksaan Fisik dan Mental 15th
Ed. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. 2012.

11

Anda mungkin juga menyukai