Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KASUS KEPANITERAAN KLINIK

RSUD ADHIYATMA TUGUREJO SEMARANG

Nefrolitiasis dan Vesikolitiasis

Disusun Oleh :
1. Muhammad Arif Nurohman : H2A013008

2. Mohammad Hasvian Ahda : H2A012003

Pembimbing :

dr. Zakiyah, Sp. Rad

dr. Lilis Untari S., Sp. Rad

BAGIANRADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2017

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat
5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-
rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1

Di Indonesia penyakit batu saluran kemih masih menempati porsi


terbesar dari jumlah pasien di klinik urologi. Insidensi dan prevalensi yang pasti
dari penyakit ini di Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Dari data
dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah penderita
batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari
tahun ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada
tahun 2002, peningkatan ini sebagian besar disebabkan mulai tersedianya alat
pemecah batu ginjal non-invasif ESWL (Extracorporeal shock wave lithotripsy)
yang secara total mencakup 86% dari seluruh tindakan (ESWL, PCNL, dan
operasi terbuka).1

Kekambuhan pembentukan batu merupakan masalah yang sering


muncul pada semua jenis batu dan oleh karena itu menjadi bagian penting

1
perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun
daerah.7

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi
dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.7

Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-
amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya.
Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu
staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-
karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu
fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1

Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah kasus yang sering dijumpai dengan
prevalensi 10% pada pria dan 5% pada wanita. Dari penelitian didapatkan
bahwa prevalensi penyakit ini semakin meningkat di Amerika Serikat, dimana
survei pada tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa orang dewasa yang berusia
20-74 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan survei pada
tahun 1976-1980 (5,2% vs 3,2%). Peningkatan terjadi pada orang kulit putih

2
tetapi tidak pada ras Afrika maupun Meksiko di Amerika, lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita, dan meningkat seiring dengan pertambahan usia.

Batu ginjal terbentuk pada tubuli ginjal kemudian berada di kaliks,


infundibulum , pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks
ginjal. Kelainan atau obstruksi pada sistem pelvikalis ginjal mempermudah
timbulnya batu saluran kemih. Dalam referat kali ini akan dibahas lebih dalam
tentang batu saluran kemih terutama batu ginjal, diagnosis, dan penatalaksanaan
batu ginjal.

3
BAB II
KASUS

Catatan Medik
Mahasiswa Kepaniteraan Umum
Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang

PENYUSUN LAPORAN
Nama :1. Muhammad Arif Nurohman
2. Mohammad Hasvian Ahda

PENGESAHAN
Nama Dosen : dr. Zakiyah, Sp.Rad
dr. Lilis Untari S., Sp. Rad

I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Tanggal lahir : 17 Oktober 1965
c. Umur :51 th
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan :Tukang las
f. Pendidikan terakhir : SMP
g. Alamat : Jl. Candisari Semarang
h. No RM : 51-86-13
i. Tanggal masuk RS : 16 Mei 2017
j. Tanggal pemeriksan : 18 Mei 2017
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :

Nyeri pada perut bagian bawah

4
2. Keluhan Tambahan :

Tidak bisa buang air kecil, kandung kemih terasa penuh, dan kadang terasa
sedikit pegal dibagian pinggang.

3. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pada tanggal 16 Mei 2017 pukul 13.00 WIB Tn. S datang ke RS dengan
keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri pada perut bagian bawahdialami sejak
1 hari yang lalu dan tiba-tiba muncul pada sore hari setelah pulang kerja. Rasa nyeri
muncul diawali dengan rasa penuh dibagian kandung kemih. Nyeri yang dirasakan
tidak menjalar. Keluhan yang dirasakan bertambah buruk dan terjadi secara terus
menerus. Keluhan terasa membaik ketika dibuat istirahat dan memburuk ketika
banyak minum. Gejala lain yang dirasakan adalah sulit untuk buang air kecil,
kandung kemih terasa penuh, dan terkadang terasa sedikit pegal dibagian pinggang.
Keluhan mual (-), muntah (-), demam (-), nyeri pinggang (-), kencing seperti warna
teh (kurang memperhatikan), kencing seperti berpasir (kurang memperhatikan),
merasa tidak tuntas saat berkemih (-), aliran urine tersendat-sendat (-).

4. Riwayat Penyakit Dahulu :


a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat hiperkolesterol : disangkal
e. Riwayat asam urat : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangka
h. Riwayat masuk RS : pernah 5 bulan yang lalu dikarenakan gastritis

5
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat hiperkolesterol : disangkal
e. Riwayat asam urat : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Data Khusus
1. Merokok :sering
2. Konsumsi alkohol : disangkal
3. Sering duduk lama : diakui
4. Sering menahan kencing : diakui
5. Olahraga : tidak pernah
6. Istirahat : cukup
7. Pola makan : kurang teratur
7. Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai tukang las dan mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP.
Pasien sudah menikah, pasien tinggal dilingkungan yang sedikit kotor. Kesan
ekonomi kurang. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan JAMKESDA.

6
III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum :normal


2. Kesadaran : kompos mentis
3. GCS : E4M6V5
4. Status gizi
BB : 70 gram
PB : 160 cm
IMT : 27,34
Kesan Gizi : obesitas I
5. Tanda vital:
TD : 110/70
Respirasi : 28x/ menit
Nadi : 88x/menit, teratur
Suhu axiller : 36,8oC
6. Status Generalisata
a. Bentuk Kepala : kesan mesosefali, simetris
b. Mata
Palpebra : edem palpebra (-/-), cekung (-/-)
Konjungtiva : pucat (-/-)
Sklera : ikterik (-/-)
Pupil : isokor
c. Hidung :
Bentuk : simetris
Pernafasan cuping hidung: (-)
Sekret : sekret (-)
d. Mulut:
Bentuk : simetris
Bibir : bibir kering (-), sianosis (-), pucat(-)

7
Gusi : mudah berdarah (-)
Lidah dan palatum: lidah kotor (-), Palatoskisis (-)
e. Telinga:
Discharge : (-)
Aurikula hiperemis: (-)
f. Leher:
Deviasi trakea : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran tiroid : (-)
Toraks:
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi Tampak retraksi Tampak retraksi
episternum episternum
Bentuk dada Lateral>Antero Lateral>Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
3. Perkusi Sonor diseluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru paru
4. Auskultasi
Suaradasar Vesikuler Vesikuler
Suaratambahan Wheezing(-), Wheezing(-),
ronki (-/-) ronki (-/-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang paru Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang

8
paru paru
4. Auskultasi
Suaradasar Vesikuler Vesikuler
Suaratambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)

Tampak anterior paru Tampak posterior paru

SD : vesikuler (-/-) SD : vesikuler (-/-)


ST : ronki (-/-), wheezing (-/-) ST : ronki (-/-), wheezing (-)
Cor
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Perkusi : Konfigurasi jantung: dalam batas normal
Auskultasi: Reguler
Suara jantung murni: SI,SII (normal) reguler.
Suara jantung tambahan gallop (-), murmur (-) SIII (-), SIV (-).
Abdomen:
Inspeksi:
bentuk : cembung
warna : sesuai dengan kulit sekitar
spider angioma : (-)
stretch mark : (-)
Auskultasi :
bunyi peristaltik : setiap 2-5 detik sekali
succusion splash : (-)
Perkusi :
Seluruh lapang abdomen: timpani
Batas hepar : normal

9
Batas lien : normal
Peka sisi : (+)
Peka alih : (-)
Palpasi:
Nyeri tekan : (-)
defans muscular : (-)
masa : (-)
hepar : tidak teraba
lien : tidak teraba
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Reflek - -
Kapilary refill < 2 detik < 2 detik

10
IV. PEMERIKAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium darah lengkap

Darah Lengkap Hasil Satuan Interpretasi

Lekosit 10,38 10^3/ ul H

Eritrosit 4,77 10^6/ uL L

Hb 9,30 g/ dL L

Ht 31,30 % L

MCV 65,60 fL L

MCH 19,50 Pg L

MCHC 29,70 g/dL L

Trombosit 465 10^3/ ul H

RDW 22,10 % H

Diff count

Eosinofil Absolute 0.75 10^3/ ul N

Basofil Absolute 0.03 10^3/ ul N

Netrofil Absolute 6,39 10^3/ ul H

Limfosit Absolute 2,27 10^3/ ul N

Monosit Absolute 0,94 10^3/ ul N

Eosinofil 7,20 % L

Basofil 0.30 % N

Neutrofil 61,50 % H

Limfosit 21,90 % L

Monosit 9.10 % N

Pemeriksaan kimia darah

11
Kimia Darah Hasil Satuan Interpretasi
Kalium 3,41 mmol/L L
Natrium 137,3 mmol/L N
Cloride 100,2 mmol/L N
Glukosa sewaktu 83 mg/dl N
Sgot 10 U/L N
Sgpt 17 U/L N
Ureum 29,5 mg.dl N
Creatinin 0,94 mg/dl N
Calsium 10 mg/dl N
Waktu pemeriksaan : tanggal 16 mei 2017 pukul 19.32 WIB

Pemeriksaan USG

12
13
Interpretasi :

1. Hepar : ukuran normal, tepi tajam, permukaan rata, parenkim homogen, nodul (-)
, v. Porta dan vena hepatika tidak melebar.
2. Duktus biliaris : tidak tampak pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatika
3. Vesika felea : ukuran normal, tidak tampak batu
4. Pancreas : ukuran normal, tidaks tampak massa/ kalsifikasi
5. Kelenjar para aorta: tidak membesar
6. Lien : ukuran normal, parenkim homogen, nodul (-), v.lienalis tidak melebar
7. Ginjal kanan: ukuran membesar, parenkim menipis, PCS melebar, batu (+)
multiple staghorn
8. Ginjal kiri: ukuran normal, parenkim normal, PCS tidak melebar, batu (-)
9. Prostat : ukuran normal

Kesan :

1. hydronephrosisdextra et causa nephrolithiasis


2. vesikolithiasis

14
PemeriksaanBNO

15
Gambaran radiologi :

1. Preperitoneal fat line (+)


2. Psoas line (+)
3. Kontur ginjal kanan membesar dan ginjal kiri normal
4. Distribusi udara usus dalam batas normal
5. Tampak gambaran opaq setinggi regio ginjal kanan (multiple) staghorn
6. Tampak gambaran opaq setinggi cavum pelvi (multiple)
7. Fecal material (+)

Kesan :

1. Nephrolithiasis dextra
2. Vesikolithiasis

Diagnosis Banding :

1. Vesikolithiasis
2. Nephrolithiasis
3. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
4. Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Diagnosis Kerja :

Nephrolithiasis dextra et vesikolithiasis

16
Tata Laksana

Monitor tanda vital, status lokalis, dan produksi nefrostomi.


IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam.
Cefoperazone sulbactam 2x1g IV
Tramadol 3x100 mg IV
Vit K 3x1
Vit C 1x1
Transamin 3x500 mg IV
Cek DPL, elektrolit post operasi.
Analisa batu.
Edukasi pencegahan terjadinya batu berulang

Edukasi
1. Edukasi mengenai kondisi yang diderita pasien yaitu tentang adanya batu pada
saluran kencing.
2. Edukasi mengenai penyebab terjadinya penyakit
3. Edukasi mengenai faktor resiko terjadinya penyakit
4. Edukasi mengenai pencegahan terjadinya penyakit
5. Edukasi cara pengobatan yang akan dilakuikan beserta efek sampingnya
Resume

Pasien datang dengan keluhan nyeri pada regio suprapubik secara tiba-tiba
sejak 1 hari yang lalu. Rasa nyeri diawali dengan adanya retensi urine. Nyeri
dirasakan terus menerus dan bertambah buruk. Gejala lain yang dirasakan yaitu
retensi urine, kandung kemih terasa penuh, dan terkadang terasa sedikit pegal
dibagian pinggang. Pasien memiliki kebiasaan merokok, duduk lama, dan suka
menahan kencing. Pemeriksaan fisik dalam batas normal dan pemeriksaan
penunjang USG dan BNO didapatkan kesan Nephrolithiasis dextra et
vesikolithiasis.

17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Saluran Kemih1,2,3

a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya
hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista
iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri


dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman),
tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari
tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus
colligent).
Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke
arah korteks
Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.
Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor.

18
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica
urinaria.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal, CW Urology

19
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.

Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan


percabangan dari aorta abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara
pada vena cava inferior. Setelah memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis
akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang akan memperdarahi
segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior, anterior-
superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.

Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk


persarafan simpatis ginjal melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui
n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan n.lumbalis. Saraf ini
berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan persarafan
simpatis melalui n.vagus.

20
b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil


penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis
menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak
retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal.

Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di


depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan
a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding
lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai
vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
urine setelah memasuki kandung kemih. Terdapat beberapa tempat di
mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalis-
ureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria.
Tempat-tempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.

Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis,


a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior.
Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui
pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior
dan inferior.

c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal

21
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.

Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral


yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta
mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan
sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra). Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot
spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian
posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan
suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua
ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak
memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong.

Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan


inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh
a.vaginalis.

Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan


simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus
minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2.
Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-
S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria

22
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.

Pars pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae


dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot
m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar
prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus
kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar
dibanding bagian lainnya.
Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan
tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus
penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di
luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah
kendali volunter (somatis).
Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang,
membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar
penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan
bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali
somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.

23
b. Fisiologi4
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin
adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate
gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan
tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
II.2 Definisi

Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.

24
Sumber : Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal.

Sinonim

Nephrolithiasis, kidney stones, renal stones, urinary stones,


urolithiasis, ureterolithiasis, kidney calculi, renal calculi, ureteral calculi,
urinary calculi, acute nephrolithiasis, urinary tract stone disease

II.3 Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan


gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi,
dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu
pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

Faktor intrinsik itu antara lain adalah :


1. Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

25
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.

2. Iklim dan temperatur


3. Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.

5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

(Purnomo, Basuki 2007. Dasar-dasar Urologi. edisi kedua. Sagung


seto: Jakarta)

Banyak teori yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih


tetapi hingga kini masih belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa
teori pembentukan batu adalah :

1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga

26
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih.
2. Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung
zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu
didalam saluran kemih.

II.4 Epidemiologi

Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan


penyakit batu mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan
masyarakat dan berubah sesuai dengan perkembangan kehidupan suatu
bangsa. Berdasarkan pembandingan data penyakit batu saluran kemih di
berbagai negara, dapat disimpulkan bahwa di negara yang mulai
berkembang terdapat banyak batu saluran kemih bagian bawah, terutama
terdapat di kalangan anak.

Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran


kemih relatif rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun
batu saluran kemih bagian atas. Di negara yang telah berkembang,
terdapat banyak batu saluran kemih bagian atas, terutama di kalangan
orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu, penyakit batu saluran kemih
sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika Selatan.

Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1.


Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA
sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering
ditemukan pada wanita daripada pria.

27
INSIDENSI UROLITHIASIS

PEMBENTUK BATU India USA Japan UK

Calcium Oxalate Murni 86.1 33 17.4 39.4

Calcium Oxalate bercampur 4.9 34 50.8 20.2


Phosphate

Magnesium Ammonium 2.7 15 17.4 15.4


Phosphate (Struvite )

Asam Urat 1.2 8.0 4.4 8.0

Cystine 0.4 3.0 1.0 2.8

II.5 Patogenesis

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih


terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran
urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli.
Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat
benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-
keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.7

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan


organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal
tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam
urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan
terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan
presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan
mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi
kristal yang lebih besar.7

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan


belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat
kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi

28
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.7

Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat
(batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.

29
Batu struvit

Batu struvit, disebut juga batu infeksi, karena


terbentuknya batu ini disebabkan oleh adanya infeksi saluran
kemih. Batu dapat tumbuh menjadi lebih besar membentuk batu
staghorn dan mengisi seluruh pelvis dan kaliks ginjal. Kuman
penyebab infeksi ini adalah golongan kuman pemecah urea atau
urea splitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah
urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi
amoniak, seperti pada reaksi: CO(NH2)2+H2O2NH3+CO2.1

Sekitar 75% kasus batu staghorn, didapatkan komposisi


batunya adalah matriks struvit-karbonat-apatit atau disebut juga
batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi,
atau batu urease, walaupun dapat pula terbentuk dari campuran
antara kalsium oksalat dan kalsium fosfat.1

suasana basa ini yang memudahkan garam-garam


magnesium, ammonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amoniun fosfat (MAP) atau (Mg NH4PO4.H2O) dan
karbonat apatit (Ca10[PO4]6CO3. Karena terdiri atas 3 kation Ca++
Mg++ dan NH4+) batu jenis ini dikenal dengan nama batu triple-
phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea
diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Serratia, Enterobacter,
Pseudomonas, dan Stafilokokus. Meskipun E.coli banyak
menyebabkan infeksi saluran kemih, namun kuman ini bukan
termasuk bakteri pemecah urea.1

30
Batu Kalsium

Batu jenis ini paling banyak dijumpai, yaitu kurang lebih


70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan batu jenis ini
terdiri atas kalium oksalat, kalium fosfat, atau campuran dari kedua
unsur tersebut

Factor terjadinya batu kalsium adalah:

1. hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urin lebih besar


dari 250-300 mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat tiga
macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:
a. hiperkalsiuri absortif yang terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus.
b. hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal.
c. hiperkalsiuri resorbtif terjadi karena adanya
peningkatan resorpsi kalsium tulang yang banyak
terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau tumor
paratiroid.
2. Hiperoksaluri
3. hiperurikosuri
4. hipositraturia
5. hipomagnesiuria
Batu asam urat

Batu jenis lain

II.6 Manifestasi Klinis

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai


berat karena distensi dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis
renalis, dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.

31
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran
kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada
posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada


pinggang. Nyeri ini mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan
kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot polos sistem
kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk mengeluarkan batu
dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan tekanan
intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf
yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat


saluran kemih, biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter
(ureteropelvic junction), dan ureter. Nyeri bersifat tajam dan episodik di
daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke perut, atau lipat paha,
bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan muntah
sering menyertai keadaan ini.4

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena


terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik
mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kosto-vertebra, teraba ginjal
pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,
retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam-menggigil.4

II.7 Diagnosis

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk


menegakkan diagnosis, penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan
radiologik, laboratorium dan penunjang lain untuk menentukan
kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan gangguan faal
ginjal. Secara radiologik, batu dapat radioopak atau radiolusen. Sifat
radioopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini
dapat diduga jenis batu yang dihadapi.5

32
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang
berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.5

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan


kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan
fungsi ginjal, dan menentukan sebab terjadinya batu.

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua


ginjal secara terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter
tersumbat total. Cara ini dipakai untuk memastikan ginjal yang masih
mempunyai sisa faal yang cukup sebagai dasar untuk melakukan tindak
bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan ultrasonografi dapat untuk
melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen saluran kemih,
serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.6

II.8 Diagnosis Banding

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh
karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna,
kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.6

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan


keganasan apalagi bila hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu
juga diingat bahwa batu saluran kemih yang bertahun-tahun dapat

33
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.6

II.9 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk


penegakkan diagnosis dan rencana terapi antara lain:

1. Foto Polos Abdomen


Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat
kemungkinan adanya batu radio opak di saluran kemih. Batu-batu
jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radio opak dan
paling sering dijumpai diantara batu lain, sedangkan batu asam urat
bersifat non opak (radio lusen). Urutan radioopasitas beberapa batu
saluran kemih seperti pada tabel 1.

Tabel 1. Urutan Radioopasitas Beberapa Jenis Batu Saluran Kemih3

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/Sistin Non opak

34
Gambar Radioopak pada ginjal kanan

Gambar radioopak pada Vesika urinaria

35
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak
ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem
saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.

3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-
buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.

4. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan


Kristal.
5. Renogram, dapat diindikasikan pada batu staghorn untuk menilai
fungsi ginjal.
6. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya.
7. Kultur urin, untuk mecari adanya infeksi sekunder.
8. DPL, ureum, kreatinin, elektrolit, kalsium, fosfat, urat, protein,
fosfatase alkali serum.3
II.10 Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih


secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang
lebih berat. Indikasi untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu
saluran kemih adalah jika batu telah menimbulkan obstruksi, infeksi,
atau harus diambil karena suatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu
saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis

36
dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.8

Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit


seperti diatas, namun diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya
(misalkan batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang)
memiliki resiko tinggi dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada
saat yang bersangkutan sedang menjalankan profesinya dalam hal ini
batu harus dikeluarkan dari saluran kemih. Pilihan terapi antara lain :

1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :

b. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari


c. - blocker
d. NSAID
Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran
batu syarat lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien,
ada tidaknya infeksi dan obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK
menyebabkan observasi bukan merupakan pilihan. Begitu juga dengan
adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu (misalnya ginjal
tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada
toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan
intervensi. 10

2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)


Berbagai tipe mesin ESWL bisa didapatkan saat ini. Walau
prinsip kerjanya semua sama, terdapat perbedaan yang nyata antara
mesin generasi lama dan baru, dalam terapi batu ureter. Pada generasi
baru titik fokusnya lebih sempit dan sudah dilengkapi dengan

37
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.9

http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)

Dengan ESWL sebagian besar pasien tidak perlu dibius,


hanya diberi obat penangkal nyeri. Pasien akan berbaring di suatu alat
dan akan dikenakan gelombang kejut untuk memecahkan batunya
Bahkan pada ESWL generasi terakhir pasien bisa dioperasi dari
ruangan terpisah. Jadi, begitu lokasi ginjal sudah ditemukan, dokter
hanya menekan tombol dan ESWL di ruang operasi akan bergerak.
Posisi pasien sendiri bisa telentang atau telungkup sesuai posisi batu
ginjal. Batu ginjal yang sudah pecah akan keluar bersama air seni.
Biasanya pasien tidak perlu dirawat dan dapat langsung pulang.
ESWL ditemukan di Jerman dan dikembangkan di Perancis.
Pada Tahun 1971, Haeusler dan Kiefer memulai uji coba secara in-
vitro penghancuran batu ginjal menggunakan gelombang kejut. Tahun
1974, secara resmi pemerintah Jerman memulai proyek penelitian dan

38
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).

39
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10

Beberapa tindakan endourologi antara lain:

a. PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy) yaitu mengeluarkan


batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara
memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi
pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih
dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil.8
PNL yang berkembang sejak dekade 1980-an secara
teoritis dapat digunakan sebagai terapi semua batu ureter. Tapi
dalam prakteknya sebagian besar telah diambil alih oleh URS
dan ESWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal
yang besar dan melekat masih ada tempat untuk PNL. Prinsip
dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara
perkutan. Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan
nefroskop rigid atau fleksibel, atau ureteroskop, untuk
selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.8

40
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.8

b. Litotripsi (untuk memecah batu buli-buli atau batu uretra


dengan memasukkan alat pemecah batu/litotriptor ke dalam
buli-buli),
c. ureteroskopi atau uretero-renoskopi. Keterbatasan URS adalah
tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang besar,
sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di
atas. Pilihan untuk menggunakan jenis pemecah batu tertentu,
tergantung pada pengalaman masing-masing operator dan
ketersediaan alat tersebut.8
d. ekstraksi Dormia (mengeluarkan batu ureter dengan
menjaringnya melalui alat keranjang Dormia).
Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah
mengubah secara dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi
dengan pemecah batu ultrasound, EHL, laser dan pneumatik telah
sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter dapat diekstraksi
langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS
dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk
terapi batu ureter.8

4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau

41
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.11

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin


masih dilakukan. Tergantung pada anatomi dan posisi batu,
ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi pada flank, dorsal atau
anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada batu
ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-
penderita dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang
besar.11

5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).11

Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya


yang tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya
kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7% per
tahun atau kurang lebih 50% dalam 10 tahun.11

42
II.11 Pencegahan

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan


unsur yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis
batu. Pada umumnya pencegahan itu berupa :

1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan


produksi urin 2-3 liter per hari.
2. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu.
3. Aktivitas harian yang cukup.
4. Pemberian medikamentosa.
Beberapa diet yang dianjurkan untuk mengurangi kekambuhan
adalah:

1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium


urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam.
2. Rendah oksalat.
3. Rendah garam, karena natriuresis akan memacu timbulnya
hiperkalsiuri.
4. Rendah purin.
Diet rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada pasien yang menderita
hiperkalsiuri tipe II.4

II.12 Komplikasi

Dibedakan komplikasi akut dan komplikasi jangka panjang.


Komplikasi akut yang sangat diperhatikan oleh penderita adalah
kematian, kehilangan ginjal, kebutuhan transfusi dan tambahan
intervensi sekunder yang tidak direncanakan. Data kematian, kehilangan
ginjal dan kebutuhan transfusi pada tindakan batu ureter memiliki risiko
sangat rendah. Komplikasi akut dapat dibagi menjadi yang signifikan
dan kurang signifikan. Yang termasuk komplikasi signifikan adalah

43
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro
atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk
kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.15

Komplikasi jangka panjang adalah striktur ureter. Striktur tidak


hanya disebabkan oleh intervensi, tetapi juga dipicu oleh reaksi
inflamasi dari batu, terutama yang melekat. Angka kejadian striktur
kemungkinan lebih besar dari yang ditemukan karena secara klinis tidak
tampak dan sebagian besar penderita tidak dilakukan evaluasi radiografi
(IVP) pasca operasi. 15

Obstruksi adalah komplikasi dari batu ginjal yang dapat


menyebabkan terjadinya hidronefrosis dan kemudian berlanjut dengan
atau tanpa pionefrosis yang berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang
terkena. Komplikasi lainnya dapat terjadi saat penanganan batu
dilakukan. Infeksi, termasuk didalamnya adalah pielonefritis dan sepsis
yang dapat terjadi melalui pembedahan terbuka maupun noninvasif
seperti ESWL. Biasanya infeksi terjadi sesaat setelah dilakukannya PNL,
atau pada beberapa saat setelah dilakukannya ESWL saat pecahan batu
lewat dan obstruksi terjadi. Cidera pada organ-organ terdekat seperti
lien, hepar, kolon dan paru serta perforasi pelvis renalis juga dapat
terjadi saat dilakukan PNL, visualisasi yang adekuat, penanganan yang
hati-hati, irigasi serta drainase yang cukup dapat menurunkan resiko
terjadinya komplikasi ini. 15

Pada batu ginjal nonstaghorn, komplikasi berupa kehilangan


darah, demam, dan terapi nyeri yang diperlukan selama dan sesudah
prosedur lebih sedikit dan berbeda secara bermakna pada ESWL
dibandingkan dengan PNL. Demikian pula ESWL dapat dilakukan
dengan rawat jalan atau perawatan yang lebih singkat dibandingkan
PNL.14

44
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan
jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan
komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi
terbuka kurang dari 1%.15

Komplikasi ESWL meliputi kolik renal (10,1%), demam


(8,5%), urosepsis (1,1%) dan steinstrasse (1,1%). Hematom ginjal terjadi
akibat trauma parietal dan viseral. Hasil studi pada hewan tidak
menunjukkan adanya kelainan lanjut yang berarti. Dalam evaluasi
jangka pendek pada anak pasca ESWL, dijumpai adanya perubahan
fungsi tubular yang bersifat sementara yang kembali normal setelah 15
hari. Belum ada data mengenai efek jangka panjang pasca ESWL pada
anak. 15

Komplikasi pasca PNL meliputi demam (46,8%) dan hematuria


yang memerlukan transfusi (21%). Konversi ke operasi terbuka pada
4,8% kasus akibat perdarahan intraoperatif, dan 6,4% mengalami
ekstravasasi urin. Pada satu kasus dilaporkan terjadi hidrothoraks pasca
PNL. Komplikasi operasi terbuka meliputi leakage urin (9%), infeksi
luka (6,1%), demam (24,1%), dan perdarahan pascaoperasi (1,2%).
Pedoman penatalaksanaan batu ginjal pada anak adalah dengan ESWL
monoterapi, PNL, atau operasi terbuka. 15

II.13 Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,


letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu

45
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1

Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60%


dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada
pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,
namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.1

46
DAFTAR PUSTAKA

1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta
5. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses
tanggal 18 Mei 2017.
6. Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
8. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
9. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal
18 Mei 2017.
10. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher.
11. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
12. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
13. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589
14. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-
Tract.pdf. akses tanggal 18 Mei 2017.

47

Anda mungkin juga menyukai