Disusun Oleh :
1. Muhammad Arif Nurohman : H2A013008
Pembimbing :
BAGIANRADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
2017
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak jaman Babilonia dan
zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah diketemukan batu pada
kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk di
seluruh dunia dan tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian
penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara-negara
berkembang, banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju
lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena
adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat
5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia, rata-
rata terdapat 1-12% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini
merupakan salah satu dari tiga penyakit terbanyak di bidang urologi disamping
infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1
1
perawatan medis pada pasien dengan batu saluran kemih. Dengan
perkembangan teknologi kedokteran terdapat banyak pilihan tindakan yang
tersedia untuk pasien, namun pilihan ini dapat juga terbatas karena adanya
variabilitas dalam ketersediaan sarana di masing-masing rumah sakit maupun
daerah.7
Berdasarkan letaknya, batu saluran kemih terdiri dari batu ginjal, batu
ureter, batu buli-buli dan batu uretra. Batu saluran kemih pada umumnya
mengandung unsur: kalsium oksalat atau kalsium fosfat, asam urat, magnesium-
amonium-fosfat (MAP), xanthyn, dan sistin, silikat dan senyawa lainnya.
Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu
staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-
karbonat-apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu
fosfat, batu infeksi, atau batu urease.1
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah kasus yang sering dijumpai dengan
prevalensi 10% pada pria dan 5% pada wanita. Dari penelitian didapatkan
bahwa prevalensi penyakit ini semakin meningkat di Amerika Serikat, dimana
survei pada tahun 1988-1994 menunjukkan bahwa orang dewasa yang berusia
20-74 tahun memiliki prevalensi yang lebih tinggi dibandingkan survei pada
tahun 1976-1980 (5,2% vs 3,2%). Peningkatan terjadi pada orang kulit putih
2
tetapi tidak pada ras Afrika maupun Meksiko di Amerika, lebih tinggi pada pria
dibandingkan wanita, dan meningkat seiring dengan pertambahan usia.
3
BAB II
KASUS
Catatan Medik
Mahasiswa Kepaniteraan Umum
Ilmu Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang
PENYUSUN LAPORAN
Nama :1. Muhammad Arif Nurohman
2. Mohammad Hasvian Ahda
PENGESAHAN
Nama Dosen : dr. Zakiyah, Sp.Rad
dr. Lilis Untari S., Sp. Rad
I. Identitas Pasien
a. Nama : Tn. S
b. Tanggal lahir : 17 Oktober 1965
c. Umur :51 th
d. Agama : Islam
e. Pekerjaan :Tukang las
f. Pendidikan terakhir : SMP
g. Alamat : Jl. Candisari Semarang
h. No RM : 51-86-13
i. Tanggal masuk RS : 16 Mei 2017
j. Tanggal pemeriksan : 18 Mei 2017
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama :
4
2. Keluhan Tambahan :
Tidak bisa buang air kecil, kandung kemih terasa penuh, dan kadang terasa
sedikit pegal dibagian pinggang.
Pada tanggal 16 Mei 2017 pukul 13.00 WIB Tn. S datang ke RS dengan
keluhan nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri pada perut bagian bawahdialami sejak
1 hari yang lalu dan tiba-tiba muncul pada sore hari setelah pulang kerja. Rasa nyeri
muncul diawali dengan rasa penuh dibagian kandung kemih. Nyeri yang dirasakan
tidak menjalar. Keluhan yang dirasakan bertambah buruk dan terjadi secara terus
menerus. Keluhan terasa membaik ketika dibuat istirahat dan memburuk ketika
banyak minum. Gejala lain yang dirasakan adalah sulit untuk buang air kecil,
kandung kemih terasa penuh, dan terkadang terasa sedikit pegal dibagian pinggang.
Keluhan mual (-), muntah (-), demam (-), nyeri pinggang (-), kencing seperti warna
teh (kurang memperhatikan), kencing seperti berpasir (kurang memperhatikan),
merasa tidak tuntas saat berkemih (-), aliran urine tersendat-sendat (-).
5
5. Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat sakit serupa : disangkal
b. Riwayat alergi : disangkal
c. Riwayat hipertensi : disangkal
d. Riwayat hiperkolesterol : disangkal
e. Riwayat asam urat : disangkal
f. Riwayat penyakit ginjal : disangkal
g. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Data Khusus
1. Merokok :sering
2. Konsumsi alkohol : disangkal
3. Sering duduk lama : diakui
4. Sering menahan kencing : diakui
5. Olahraga : tidak pernah
6. Istirahat : cukup
7. Pola makan : kurang teratur
7. Riwayat Lingkungan dan Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai tukang las dan mengenyam pendidikan hingga tingkat SMP.
Pasien sudah menikah, pasien tinggal dilingkungan yang sedikit kotor. Kesan
ekonomi kurang. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan JAMKESDA.
6
III. PEMERIKSAAN FISIK
7
Gusi : mudah berdarah (-)
Lidah dan palatum: lidah kotor (-), Palatoskisis (-)
e. Telinga:
Discharge : (-)
Aurikula hiperemis: (-)
f. Leher:
Deviasi trakea : (-)
Pembesaran KGB : (-)
Pembesaran tiroid : (-)
Toraks:
Dextra Sinistra
Depan
1. Inspeksi Tampak retraksi Tampak retraksi
episternum episternum
Bentuk dada Lateral>Antero Lateral>Antero
posterior posterior
Hemitorak Simetris Simetris
Dinamis Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
Arcus Costa Normal Normal
3. Perkusi Sonor diseluruh lapang Sonor di seluruh lapang
paru paru
4. Auskultasi
Suaradasar Vesikuler Vesikuler
Suaratambahan Wheezing(-), Wheezing(-),
ronki (-/-) ronki (-/-)
Belakang
1. Inspeksi
Bentuk dada Dalam batas normal Dalam batas normal
Hemitorak Simetris Simetris
2. Palpasi
Stem fremitus Dextra = sinistra Dextra = sinistra
Pelebaran ICS (-) (-)
3. Perkusi
Suara lapang paru Sonor di seluruh lapang Sonor di seluruh lapang
8
paru paru
4. Auskultasi
Suaradasar Vesikuler Vesikuler
Suaratambahan Wheezing(-), ronki (-) Wheezing(-), ronki (-)
9
Batas lien : normal
Peka sisi : (+)
Peka alih : (-)
Palpasi:
Nyeri tekan : (-)
defans muscular : (-)
masa : (-)
hepar : tidak teraba
lien : tidak teraba
Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Oedem -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Reflek - -
Kapilary refill < 2 detik < 2 detik
10
IV. PEMERIKAAN PENUNJANG
Hb 9,30 g/ dL L
Ht 31,30 % L
MCV 65,60 fL L
MCH 19,50 Pg L
RDW 22,10 % H
Diff count
Eosinofil 7,20 % L
Basofil 0.30 % N
Neutrofil 61,50 % H
Limfosit 21,90 % L
Monosit 9.10 % N
11
Kimia Darah Hasil Satuan Interpretasi
Kalium 3,41 mmol/L L
Natrium 137,3 mmol/L N
Cloride 100,2 mmol/L N
Glukosa sewaktu 83 mg/dl N
Sgot 10 U/L N
Sgpt 17 U/L N
Ureum 29,5 mg.dl N
Creatinin 0,94 mg/dl N
Calsium 10 mg/dl N
Waktu pemeriksaan : tanggal 16 mei 2017 pukul 19.32 WIB
Pemeriksaan USG
12
13
Interpretasi :
1. Hepar : ukuran normal, tepi tajam, permukaan rata, parenkim homogen, nodul (-)
, v. Porta dan vena hepatika tidak melebar.
2. Duktus biliaris : tidak tampak pelebaran duktus biliaris intra dan ekstra hepatika
3. Vesika felea : ukuran normal, tidak tampak batu
4. Pancreas : ukuran normal, tidaks tampak massa/ kalsifikasi
5. Kelenjar para aorta: tidak membesar
6. Lien : ukuran normal, parenkim homogen, nodul (-), v.lienalis tidak melebar
7. Ginjal kanan: ukuran membesar, parenkim menipis, PCS melebar, batu (+)
multiple staghorn
8. Ginjal kiri: ukuran normal, parenkim normal, PCS tidak melebar, batu (-)
9. Prostat : ukuran normal
Kesan :
14
PemeriksaanBNO
15
Gambaran radiologi :
Kesan :
1. Nephrolithiasis dextra
2. Vesikolithiasis
Diagnosis Banding :
1. Vesikolithiasis
2. Nephrolithiasis
3. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
4. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Diagnosis Kerja :
16
Tata Laksana
Edukasi
1. Edukasi mengenai kondisi yang diderita pasien yaitu tentang adanya batu pada
saluran kencing.
2. Edukasi mengenai penyebab terjadinya penyakit
3. Edukasi mengenai faktor resiko terjadinya penyakit
4. Edukasi mengenai pencegahan terjadinya penyakit
5. Edukasi cara pengobatan yang akan dilakuikan beserta efek sampingnya
Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri pada regio suprapubik secara tiba-tiba
sejak 1 hari yang lalu. Rasa nyeri diawali dengan adanya retensi urine. Nyeri
dirasakan terus menerus dan bertambah buruk. Gejala lain yang dirasakan yaitu
retensi urine, kandung kemih terasa penuh, dan terkadang terasa sedikit pegal
dibagian pinggang. Pasien memiliki kebiasaan merokok, duduk lama, dan suka
menahan kencing. Pemeriksaan fisik dalam batas normal dan pemeriksaan
penunjang USG dan BNO didapatkan kesan Nephrolithiasis dextra et
vesikolithiasis.
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan
posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah
(kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya
hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah
tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan
adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri
adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista
iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal
kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
18
Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.
Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.
Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang
menghubungkan antara calix major dan ureter.
Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica
urinaria.
19
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus
renalis/ Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus
kontortus proksimal, lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang
bermuara pada tubulus pengumpul. Di sekeliling tubulus ginjal tersebut
terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang membawa darah dari dan
menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang memperdarahi
jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks
yang relatif jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung
Henle yang terbenam pada medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu
nefron di mana korpus renalisnya terletak di tepi medula, memiliki
lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan pembuluh-
pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
20
b. Ureter
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli,
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal
21
melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan
eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria
terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain
seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-
pembuluh darah, limfatik dan saraf.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria
menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan
wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga
berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat),
sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria
22
memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan
dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra
pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan
bersifat volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars
membranosa dan pars spongiosa.
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding
uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan
bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali
somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki
fungsi reproduktif.
23
b. Fisiologi4
Fungsi ginjal adalah a) memegang peranan penting dalam
pengeluaran zat-zat toksis atau racun, b) mempertahankan suasana
keseimbangan cairan, c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan
basa dari cairan tubuh, dan d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir
dari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tahap pembentukan urin
adalah :
1. Proses Filtrasi ,
Di glomerulus terjadi penyerapan darah, yang tersaring
adalah bagian cairan darah kecuali protein. Cairan yang
tersaring ditampung oleh simpai bowmen yang terdiri dari
glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, bikarbonat dll, diteruskan
ke tubulus ginjal. cairan yang di saring disebut filtrate
gromerulus.
2. Proses Reabsorbsi
Pada proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian
besar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan beberapa ion
bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif (obligator reabsorbsi)
ditubulus proximal. sedangkan pada tubulus distal terjadi
kembali penyerapan sodium dan ion bikarbonat bila diperlukan
tubuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reabsorbsi fakultatif) dan
sisanya dialirkan pada papilla renalis.
3. Proses sekresi.
Sisa dari penyerapan kembali yang terjadi di tubulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar
II.2 Definisi
Batu ginjal adalah massa keras seperti batu yang berada di ginjal
dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan
aliran kemih, atau infeksi.
24
Sumber : Nugroho, Ditto. 2009. Batu ginjal.
Sinonim
II.3 Etiologi
2. Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
25
3. Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
1. Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu sauran kemih.
4. Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5. Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu
(nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat
jenuh (supersaturated) akan mengendap didalam nukleus itu sehingga
26
akhirnya membentuk batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda
asing di saluran kemih.
2. Teori Matriks : Matriks organik terdiri atas serum/protein urine
(albumin,globulin dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat
diendapkannya kristal-kristal batu.
3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung
zat-zat penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat,
pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu
atau beberapa zat itu berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu
didalam saluran kemih.
II.4 Epidemiologi
27
INSIDENSI UROLITHIASIS
II.5 Patogenesis
28
kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu
sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat
saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran
kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu.7
Sumber : http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium,
baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat sedangkan
sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat
(batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan batu jenis lainnya.
29
Batu struvit
30
Batu Kalsium
31
Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran
kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada
posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.4
II.7 Diagnosis
32
Batu kalsium akan memberikan bayangan opak, batu magnesium
amonium fosfat akan memberikan bayangan semiopak, sedangkan batu
asam urat murni akan memberikan bayangan radiolusen. Batu staghorn
dapat diidentifikasi dengan foto polos abdomen karena komposisinya yang
berupa magnesium ammonium sulfat atau campuran antara kalsium
oksalat dan kalsium fosfat sehingga akan nampak bayangan radioopak.5
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih
lanjut, misalnya distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh
karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun ginjal, khususnya
yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna,
kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu
juga dipertimbangkan adneksitis.6
33
menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,
perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal
polikistik hingga tumor Grawitz.6
Kalsium Opak
MAP Semiopak
34
Gambar Radioopak pada ginjal kanan
35
2. Pielografi Intra Vena (PIV)
Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi
ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi-opak
ataupun batu non opak yang tidak dapat terlihat oleh foto polos
abdomen. Jika PIV belum dapat menjelaskan keadaan sistem
saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai
penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.
3. Ultrasonografi
USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
PIV, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras,
faal ginjal yang menurun, dan pada wanita yang sedang hamil.
Pemeriksaan USG dapat menilai adanya batu di ginjal atau di buli-
buli (yang ditunjukkan sebagai echoic shadow), hidronefrosis,
pionefrosis, atau pengkerutan ginjal.
36
dan batu yang sudah menimbulkan infeksi saluran kemih, harus segera
dikeluarkan.8
1. Terapi Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter <5 mm. Seperti
disebutkan sebelumnya, batu ureter <5 mm bisa keluar spontan. Terapi
bertujuan untuk mengurangi nyeri, memperlancar aliran urin dengan
pemberian diuretikum, berupa :
37
flouroskopi, sehingga memudahkan dalam pengaturan target/posisi
tembak untuk batu ureter. Hal ini yang tidak terdapat pada mesin
generasi lama, sehingga pemanfaatannya untuk terapi batu ureter
sangat terbatas. Meskipun demikian mesin generasi baru ini juga
punya kelemahan yaitu kekuatan tembaknya tidak sekuat yang lama,
sehingga untuk batu yang keras perlu beberapa kali tindakan.9
http://piogama.ugm.ac.id/index.php/2009/02/gelombang-kejut-penghancur-batu-ginjal/)
38
aplikasi ESWL. Kemudian pada awal tahun 1980, pasien pertama batu
ginjal diterapi dengan ESWL di kota Munich menggunakan mesin
Dornier Lithotripter HMI. Kemudian berbagai penelitian lanjutan
dilakukan secara intensif dengan in-vivo maupun in-vitro. Barulah
mulai tahun 1983, ESWL secara resmi diterapkan di Rumah Sakit di
Jerman. Di Indonesia, sejarah ESWL dimulai tahun 1987 oleh
Prof.Djoko Raharjo di Rumah Sakit Pertamina, Jakarta. Sekarang, alat
generasi terbaru Perancis ini sudah dimiliki beberapa rumah sakit besar
di Indonesia seperti Rumah Sakit Advent Bandung dan Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo.
Pembangkit (generator) gelombang kejut dalam ESWL ada
tiga jenis yaitu elektrohidrolik, piezoelektrik dan elektromagnetik.
Masing-masing generator mempunyai cara kerja yang berbeda, tapi
sama-sama menggunakan air atau gelatin sebagai medium untuk
merambatkan gelombang kejut. Air dan gelatin mempunyai sifat
akustik paling mendekati sifat akustik tubuh sehingga tidak akan
menimbulkan rasa sakit pada saat gelombang kejut masuk tubuh.
ESWL merupakan alat pemecah batu ginjal dengan
menggunakan gelombang kejut antara 15-22 kilowatt. Meskipun
hampir semua jenis dan ukuran batu ginjal dapat dipecahkan oleh
ESWL, masih harus ditinjau efektivitas dan efisiensi dari alat ini.
ESWL hanya sesuai untuk menghancurkan batu ginjal dengan ukuran
kurang dari 3 cm serta terletak di ginjal atau saluran kemih antara
ginjal dan kandung kemih (kecuali yang terhalang oleh tulang
panggul). Hal laim yang perlu diperhatikan adalah jenis batu apakah
bisa dipecahkan oleh ESWL atau tidak. Batu yang keras (misalnya
kalsium oksalat monohidrat) sulit pecah dan perlu beberapa kali
tindakan. ESWL tidak boleh digunakan oleh penderita darah tinggi,
kencing manis, gangguan pembekuan darah dan fungsi ginjal, wanita
hamil dan anak-anak, serta berat badan berlebih (obesitas).
39
Penggunaan ESWL untuk terapi batu ureter distal pada
wanita dan anak-anak juga harus dipertimbangkan dengan serius.
Sebab ada kemungkinan terjadi kerusakan pada ovarium. Meskipun
belum ada data yang valid, untuk wanita di bawah 40 tahun sebaiknya
diinformasikan sejelas-jelasnya
3. Endourologi
Tindakan Endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk
mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan
kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang
dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses
pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai
energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser.10
40
Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir
pasti dapat diambil atau dihancurkan; fragmen dapat diambil
semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas. Prosesnya
berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil
atau tidak. Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan
khusus bagi ahli urologi. Sebagian besar pusat pendidikan lebih
banyak menekankan pada URS dan ESWL dibanding PNL.8
4. Bedah Terbuka
Di klinik-klinik yang belum mempunyai fasilitas yang
memadai untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun
ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan
terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi atau
41
nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan
ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus
menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena
ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),
korteksnya sudah sangat tipis, atau mengalami pengkerutan akibat batu
saluran kemih yang menimbulkan obstruksi atau infeksi yang
menahun.11
5. Pemasangan Stent
Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent
ureter terkadang memegang peranan penting sebagai tindakan
tambahan dalam penanganan batu ureter. Misalnya pada penderita
sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian stent sangat
perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).11
42
II.11 Pencegahan
II.12 Komplikasi
43
avulsi ureter, trauma organ pencernaan, sepsis, trauma vaskuler, hidro
atau pneumotorak, emboli paru dan urinoma. Sedang yang termasuk
kurang signifikan perforasi ureter, hematom perirenal, ileus, stein
strasse, infeksi luka operasi, ISK dan migrasi stent.15
44
Komplikasi akut meliputi transfusi, kematian, dan komplikasi
keseluruhan. Dari meta-analisis, kebutuhan transfusi pada PNL dan
kombinasi terapi sama (< 20%). Kebutuhan transfusi pada ESWL sangat
rendah kecuali pada hematom perirenal yang besar. Kebutuhan transfusi
pada operasi terbuka mencapai 25-50%. Mortalitas akibat tindakan
jarang, namun dapat dijumpai, khususnya pada pasien dengan
komorbiditas atau mengalami sepsis dan komplikasi akut lainnya. Dari
data yang ada di pusat urologi di Indonesia, risiko kematian pada operasi
terbuka kurang dari 1%.15
II.13 Prognosis
45
batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan
obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Makin besar
kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan
dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal.1
46
DAFTAR PUSTAKA
1. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 4th ed. US: Saunders; 2006.
2. Scanlon VC, Sanders T. Essential of anatomy and physiology. 5th ed. US:
FA Davis Company; 2007.
3. Van de Graaf KM. Human anatomy. 6th ed. US: The McGraw-Hill
Companies; 2001.
4. Guyton dan Hall. 2007. Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN Edisi II.
EGC: Jakarta
5. http://medicastore.com/penyakit/90/Batu_Saluran_Kemih.html. akses
tanggal 18 Mei 2017.
6. Purnomo, Basuki 2010. Dasar-dasar Urologi. edisi ketiga. Sagung seto:
Jakarta
7. Soeparman, dkk. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Hlmn 378. Balai
Penerbit FKUI : Jakarta
8. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
9. http://www.emedicine.com/med/topic1599.htm/nefrolitiasis. akses tanggal
18 Mei 2017.
10. Glenn, James F. 1991. Urologic Surgery Ed.4. Philadelphia : Lippincott-
Raven Publisher.
11. Oswari, Jonatan; Adrianto, Petrus. 1995. Buku Ajar bedah, EGC: Jakarta
12. Rasyad, Syahriar, dkk. 1998. Radiologi Diagnostik, Ed.4, Balai Penerbit
FKUI: Jakarta.
13. Shires, Schwartz. Intisari prinsip prinsip ilmu bedah. ed-6. EGC :
Jakarta. 588-589
14. http://www.aku.edu/akuh/health_awarness/pdf/Stones-in-the-Urinary-
Tract.pdf. akses tanggal 18 Mei 2017.
47