A DENGAN TETRALOGY OF
FALLOT DI RUANG RAWAT IGD RUMAH SAKIT JANTUNG DAN
PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA
STUDI KASUS
Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Kelompok
Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat dasar
Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir studi kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. A Dengan Tetralogy Of Fallot Di
Ruang IGD Rumah Sakit Jantung Dan Pembuluh Darah Harapan Kita”. Penulisan
tugas akhir kasus ini kami susun dalam rangka memenuhi tugas sebagai peserta
pelatihan keperawatan kardiologi tingkat dasar di Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita. Penulisan tugas akhir ini tidak terlepas dari
dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ns. R Yanti Rayanti, S.Kep, Sp.KV selaku koordinator diklat internal dan
eksternal Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, serta
selaku penguji II dalam seminar tugas akhir ini
2. Ns. Tiarlin, S.Kep selaku pembimbing penulisan tugas akhir ini
3. Ns. Herniati Misdah, S.Kep, Sp.KV selaku penguji I dalam seminar tugas
akhir ini
4. Seluruh staf pengajar diklat yang telah memberikan ilmu dan bimbingan
selama kami mengikuti pelatihan
5. Teman-teman peserta pelatihan keperawatan kardiologi tingkat dasar
angkatan III tahun 2017 yang telah bersama-sama dalam suka dan duka
selama mengikuti pelatihan ini. Dan terimakasih telah berbagi pengalaman
yang luar biasa.
Akhir kata, kami berharap Allah SWT berkenan membalas semua kebaikan semua
pihak yang telah membantu penyusunan tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini
diterima dan kami menerima kritik dan saran membangun agar tugas akhir ini
dapat lebih bermanfaat dan bisa dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat
membawa kontribusi bagi pengembangan ilmu keperawatan di Indonesia
Kelompok 4
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................ iii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................ 4
1.3 Tujuan Penulisan .................................................................. 4
1.4 Ruang lingkup penulisan ...................................................... 5
1.5 Metode penulisan .................................................................. 5
1.6 Sistematika penulisan ........................................................... 5
iv
2.1.2.7. Pemeriksaan Penunjang............................. 15
2.1.2.8. Tata Laksana ............................................ 16
2.1.2.9. Komplikasi ................................................ 21
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Pengkajian Keperawatan ..................................................... 64
4.2. Diagnosa Keperawatan ....................................................... 64
4.3. Intervensi Dan Implementasi Keperawata ........................... 65
4.4. Evaluasi .............................................................................. 66
v
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ......................................................................... 67
5.2. Saran ................................................................................... 67
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
malnutrisi. Penyakit jantung bawaan merupakan cacat bawaan yang paling
sering menyebabkan kematian (Rahajoe dalam Rilantono, 2015).
Secara garis besar PJB dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu penyakit
jantung bawaan tidak biru (non sianosis) dan penyakit jantung bawaan biru
(sianosis), masing-masing memberikan tanda dan gejala klinis berbeda dan
memerlukan tatalaksana yang berbeda pula. Penyakit jantung bawaan tidak
biru adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang tidak ditandai dengan
sianosis. Yang termasuk dalam kelompok PJB sianosis yaitu: Tetralogy of
Fallot (TOF) dan Transpotition of the Great Artery (TGA). Tetralogi of
Fallot merupakan salah satu PJB dengan sianosis sentral, dan mencakup 5-
10% dari seluruh PJB (Supit.Al.2012). Prevalensi TOF adalah 9% bayi
dengan jantung kongenital berat pada umur tahun pertama menderita TOF
(0,196 – 0,258/1000 kelahiran hidup). Insiden TOF di RS. Anak Boston, 8%
menderita penyakit jantung kongenital. (Nasution. AH. 2008). Di Amerika
Serikat, prevalensi TOF adalah sekitar 3,9 per 10.000 hidup kelahiran.
(jakartaheartcenter.com,2013).
Insidens kejadian Tetralogi of Fallot di Indonesia adalah sekitar 5-10%
dari total angka penyakit Jantung Bawaan, sekitar 1 dari 3600 per kelahiran
hidup (Rusli, RH, 2013). Angka ini merupakan angka yang cukup besar. Dari
data rekam medis RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita tahun 2011-
2013, pasien dengan TOF yang berobat ke RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita sebanyak 330 pasien pada tahun 2011, 285 pasien pada tahun
2012, dan 307 pasien pada tahun 2013. Sekitar 95% dari sebagian besar bayi
dengan kelainan jantung. Tetralogi of Fallot tidak diketahui, namun berbagai
faktor juga turut berperan sebagai penyebabnya. Seperti pengobatan ibu
ketika sedang hamil trimester pertama, faktor lingkungan saat sebelum dan
sesudah hamil seperti memelihara hewan berbulu, infeksi pada ibu saat
sebelum hamil dan sewaktu hamil trimester pertama, faktor genetika dan
kelainan kromosom.
Tetralogi of Fallot adalah cacat jantung bawaan melibatkan empat
kelainan anatomi jantung (meskipun hanya tiga dari mereka selalu hadir).
Merupakan cacat jantung sianosis, dan penyebab paling umum dari sindrom
2
kebiruan pada bayi (Wikipedia, 2014). Kelainan yang dimaksud antara lain
adalah Pulmonal stenosis, ventrikel septal defek, overriding aorta dan
hipertropi ventrikel kanan (jika terjadi aliran yang berlawanan dari ventrikel
kanan ke ventrikel kiri). Penyakit ini dapat menyebabkan kondisi yang
berbahaya jika tidak tertangani secara tepat seperti kejadian spell berulang,
perdarahan hingga menyebabkan kematian.
Agar tidak terjadi komplikasi akibat kelainan jantung bawaan ini, maka
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan dituntut dapat memberikan
pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien,
menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi: melakukan
pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar,
menegakkan diagnosa keperawatan berdasarkan hasil analisis data,
merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang
muncul dan membuat langkah atau cara pemecahan masalah, melaksanakan
tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan
evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilakukan.
Sebagai konselor, perawat dapat memberikan konseling / bimbingan
kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai
prioritas. Konseling diberikan kepada individu / keluarga dalam
mengintegrasikan pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
Pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup ke arah perilaku hidup sehat. Sebagai pendidik klien, perawat
membantu klien mengingatkannya melalui pemberian pengetahuan yang
terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien
/ keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang
diketahuinya (http://www.kajianpustaka.com, 2012)
Berdasarkan uraian diatas, kelompok tertarik untuk mengangkat kasus
ini sebagai salah satu bentuk tanggung jawab perawat baik sebagai praktisi
keperawatan dalam menjalankan tugasnya sebagai membela hak serta
memberikan pendidikan kesehatan bagi pasien dan keluarganya. Diharapkan
perawat dapat lebih mengenal penyakit ini lebih secara baik dan benar sesuai
3
dengan sumber ilmu pengetahuan serta penelitian yang telah ada sebelum
benar-benar mengaplikasikan asuhan keperawatan yang rasional kepada
pasien dan keluarganya.
4
1.3.2.4 Melakukan perencanaan pada pasien dengan penyakit TOF.
1.3.2.5 Melakukan implementasi keperawatan pada pasien dengan
penyakitTOF.
1.3.2.6 Melakukan evaluasi pada pasien dengan penyakit TOF.
1.3.2.7 Melakukan Pendokumentasian hasil pada pasien dengan
penyakit TOF.
Bab IV : Pembahasan.
Bab V : Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran.
Daftar pustaka.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
6
2.1.1.2 Cardiac looping (pembentukan jerat jantung)
7
Sekat jantung utama terbentuk pada hari ke 27 dan ke 37
perkembangan janin. Proses pemisahan bagian-bagian jantung serta
arteri besar dengan pembentukan berbagai ruang jantung. Proses
septasi ini terjadi pada segmen atrium, ventrikel dan trunkus
arteriosus. Menjelang akhir minggu keempat, kedua ventrikel
primitif mulai melebar. Dinding medial ventrikel yang sedang
meluas lalu berhimpitan dan bersatu sehingga membentuk septum
interventrikular pars muskularis. Penutupan lengkap lubang
interventrikular membentuk bagian membran septum
interventrikular.
2.1.1.4 Migrasi
Pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhir.
8
Berdasarkan beberapa pengertian diatas kelompok
menyimpulkan TOF adalah kelainan jantung bawaan yang ditandai
dengan 3 kelainan anatomi jantung, yaitu VSD (Ventrikel Sepyum
Defek), PS (Pulmonal Stenosis), dan Overriding Aorta. Yang pada
akhirnya akibat dari ke 3 kelainan tersebut di atas, terjadi
pembesaran pada otot ventrikel kanan dan mengakibatkan ruang
ventrikel kanan menjadi menyempit, kemudian mengakibatkan
kelainan baru yaitu RVH (Right Ventrikel Hipertrofi)
9
1. Stenosis Katup Pulmonal (Valvular) : katup menebal dan /
atau menyempit.
2. Supravalvar stenosis pulmonal : tepat diatas katup
pulmonal menyempit.
3. Subvalvar (infundibular) stenosis pulmonal : otot bawah
area katup menebal, penyempitan saluran keluar dari
ventrikel kanan.
4. Stenosis pulmonal cabang perifer : arteri paru-paru kanan /
kiri menyempit.
10
Keparahan dari sianotik tergantung pada penyempitan katup
pulmonal dan juga outflow tract dari ventrikel kanan. Semakin
sedikit, serta darah di ventrikel kanan akan dipompa melalui
katup aorta akibat defek septum interventrikular.
Fisiologi tetralogy of fallot adalah :
1. Darah yang mengalir ke paru – paru berkurang.
2. Terjadinya percampuran darah yang kaya dan miskin
oksigen dalam jantung.
3. Sianotik yang di sebabkan berkurangnya kadar oksigen
dalam jantung.
2.1.2.4 Etiologi
Penyebab jantung bawaan tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
diduga karena adanya faktor predisposisi. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
11
2.1.2.4.1 Faktor internal:
1. Berbagai jenis penyakit gentik: kelainan kromosom.
2. Adanya penyakit degeneratif seperti DM, hipertensi,
penyakit jantung atau kalainan bawaaan.
2.1.2.4.2 Faktor eksternal:
1. Riwayat kehamilan ibu : minum obat-obatan tanpa resep
dokter (thalidomide, detroamphetalamine, aminopretin,
jamu) pada trimester pertama
2. Ibu menderita rubella (campak jerman) atau infeksi virus
lainnya pada saat kehamilan trimester pertama.
3. Pajanan terhadap sinar – X pada trimester pertama
4. Gizi yang buruk pada ibu selama satu tahun sebelum
kehamilan
5. Faktor kebiasaan: orang tua yang alkoholik, perokok
6. Usia orang tua diatas 40 tahun (sumber : Ilmu Kesehatan
Anak, 2001)
7. Faktor lingkungan: Lingkungan tempat tinggal yang tidak
bersih ( polusi udara, lingkungan perokok )
2.1.2.5 Patofisologi
Kesalahan dalam pembagian trunkus dapat berakibat letak
aorta yang abnormal (overriding), timbulnya penyempitan pada
arteri pulmonaris, serta terdapatnya defek septum ventrikel dengan
demikian, bayi akan lahir dengan kelainan jantung dengan ke 4
kelainan. Derajat hipertropi ventrikel kanan yang timbul tergantung
pada derajat stenosis pulmonal. Pada 50% kasus stenosis pulmonal
hanya infundibuler, pada 10-25% kasus kombinasi infundibuler
dan valvular,dan 10% kasus hanya stenosis valvuler. Selebihnya
adalah stenosis pulmonal perifer.
12
dipintaskan melewati defek septum ventrikel tersebut ke dalam
aorta. Akibatnya darah yang dialirkan keseluruh tubuh tidak
teroksigenesasi, hal inilah yang menyebabkan terjadinya sianosis.
(Ilmu Kesehatan Anak, 2001)
13
PATHFLOW
TETRALOGY OF FALLOT
Darah kaya O2 di LV+ darah kaya CO2 di RV Aliran darah ke paru ↓ Dilatasi RV
Darah yang kaya CO2 masuk ke sistemik Darah yg teroksigenisasi ↓ Gagal Jantung
Kanan
Manifestasi klinik
Sianosis HIPOKSEMIA Aliran vena pulmonalis ke
Takipnea jantung ↓ Manifestasi klinik :
Mudah lelah saat makan - Edema
Mudah lelah saat aktivitas - HR ↑
- Fatique
Diagnosa Kep HIPOKSIA Aliran ke Ventrikel kiri ↓ - Anorexia
1. Gangguan pertukaran gas Diagnosa Kep
2. Perubahanpola nafas 1. Penurunan curah
3. Intoleransi aktivitas Mekanisme tubuh jantung
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan 2. Mual
tubuh
Manifestasi klinik
- Polisitemia Manifestasi klinik
- Trombositopenia - Sianosis berlebihan
- Perdarahan - Takipnea
- Pe ↑ TIK - Gelisah
Diagnosa Kep - Menangis lama
1. Perubahan perfusi jaringan - Kejang
2. Resiko perdarahan - SaO2 ↓
3. Nyeri
Diagnosa Kep
1. Resiko Spell berulang
2. Kecemasan
14
2.1.2.6 Tanda – Tanda dan Gejala Tetralogy Of Fallot
Tanda-tanda dan gejala tetralogy of fallot tergantung pada ukuran defek
yang dialami bayi yang lahir, yaitu:
2.1.2.6.1 Sianosis
2.1.2.6.2 Sesak nafas jika melakukan aktivitas dan kadang disertai
kejang dan pingsan.
2.1.2.6.3 Pertumbuhan dan perkembangan anak lambat.
2.1.2.6.4 Clubbing finger’s
2.1.2.6.5 Murmur terdengar pada batas kiri sternum tengah sampai
bawah.
15
2.1.2.7.3 Elektrokardiografi
Devisiasi sumbu QRS ke kanan dan hipertrofi ventrikel kanan disertai
gelombang P pulmonal
2.1.2.7.4 Ekokardiogram
Akan didapatkan gambaran overriding aorta dengan hipertropi ventrikel
kanan, penurunan ukuran arteri pulmonalis, adanya defek septum
ventrikel dan penurunan aliran darah ke paru-paru serta adanya
hipertropi ventrikel kanan pada anak yang agak besar.
2.1.2.7.5 Kateterisasi
Diperlukan sebelum tindakan pembedahan terutama untuk menilai
arteri pulmonalis dengan cabang-cabangnya.
16
1. Berikan posisi lutut ke dada, hal ini di maksudkan agar aliran balik
dari tubuh bagian bawah menjadi berkurang, dan akan menyebabkan
kenaikan saturasi oksigen arteri. Diharapkan juga pada posisi tersebut
sistemik vaskular resisten meningkat sedangkan vasicular paru tetap,
sehingga aliran darah keparu bertambah,yang akan menambah
saturasi oksigen.
17
3) Propanolol 0,01-0,25 mg/kg IV perlahan-lahan untuk menurunkan
denyut jantung sehingga serangan dapat diatasi. Dosis total
dilarutkan dengan 10 ml cairan dalam spuit, dosis awal/bolus
diberikan separuhnya, bila serangan belum teratasi sisanya
diberikan perlahan dalam 5-10 menit berikutnya.
4) Penambahan volume cairan tubuh dengan infus cairan dapat efektif
dalam penanganan serangan sianotik. Penambahan volume darah
juga dapat meningkatkan curah jantung, sehingga aliran darah ke
paru bertambah dan aliran darah sistemik membawa oksigen ke
seluruh tubuh juga meningkat.
Sarankan kepada orang tua dan keluarga untuk segera dilakukan
tindakan pembedahan, karena jika serangan spell terjadi berulang akan
mengakibatkan peurunan perfusi ke otak yang akan mengurangi
kebutuhan oksigen di otak dan menyebabkan kerusakan sel otak.
Tindakan pembedahan merupakan cara utama dalam mengatasi masalah
yang muncul pada TOF.
18
Pada bayi dengan gejala spell berulang harus dilakukan operasi paliatif
terlebih dahulu yang bertujuan untuk meningkatkan kadar oksigen dalam
darah,memperbesan diameter LPA dan RPA, melatih pompa dari ventrikel kiri.
Hal ini bertujuan untuk memberikan waktu pada bayi untuk tumbuh dan lebih
kuat menghadapi operasi yang lebih besar. Shunt juga ditujukan untuk
meningkatkan aliran darah ke arteri pulmonal sehingga serangan spell dapat
berkurang serta ukuran diameter arteri pulmonal mencapai ukuran optimal
sehingga dapat dialirkan darah saat total koreksi dikerjakan.
Prosedur shunt yang sering dilakukan, antara lain :
1. Classic Blalock-Taussig Shunt (BT-Shunt), yaitu merupakan prosedur shunt
yang dianastomosis sisi sama sisi dari arteri subklavia ke arteri pulmonal.
Prosedur ini biasanya dilakukan pada bayi diatas 3 bulan karena shunt dapat
menjadi tersumbat pada bayi usia < 3 bulan akibat ukuran arteri yang lebih
kecil.
2. Modified Blalock-Taussig Shunt, pada prosedur ini menggunakan Gore-Tex
yaitu alat shunt buatan, dipasang diantar arterisubklavia dan arteri pulmonal.
Prosedur ini paling sering digunakan pada bayi usia < 3 bulan. Insiden
mortalitas surgical pada prosedur ini < 1 %.
3. Water Son Shunt, yaitu embuat anantomosis dari aorta asending ke arteri
pulmonal kanan, hal ini biasanya dilakukan bayi. Pada tipe ini ahli beda harus
hati-hati untuk menentukan ukuran anastomosis yang dibuat antara bagian
aorta asending dengan bagian anterior arteri pulmonal kanan. Jika anastomosis
terlalu kecil makan akan mengakibatkan hipoksia berat.
4. Potts Shunt, yaitu anastomosis anatara aorta desenden dengan arteri pulmonal
yang kiri teknik ini jarang digunakan, karena memiliki tingkat kesulitan dan
komplikasi seperti pada bedah Waterson Shunt.
Bayi atau anak yang telah menjalani BTS, ukuran arteri pulmonalis harus
dievaluasi sekitar 6-12 bulan post BTS. Untuk ini dilakukan pemeriksaan sadapan
jantung dan angiografi arteri pulmonalis dengan cara menyuntikkan kontras di
saluran BTS. Bila pertumbuhan arteri pulmonalis sudah cukup adekwat maka
operasi koreksi total dapat dilakukan. Bila belum maka dievaluasi 6 bulan lagi
atau dipertimbangkan memasang BTS lain di sisi kontra.
19
2.1.2.8.1.1.2 Prosedur Total Koreksi
Indikasi dan saat yang tepat dapat dilakukan total koreksi pada TOF,
antara lain :
1. Ukuran arteri pulmonalis kanan dan kiri cukup besar da memenuhi
kriteria yang diajukan oleh kirklin yang disesuaikan dengan berat
badan.
2. Ukuran dan fungsi ventrikel kiri harus baik agar mampu
menampung aliran darah dan memompanya setelah terkoreksi.
3. SpO2 < 75 %, sering terjadi serangan tetralogi spell secara umum
merupakan suatu pertimbangan untuk indikasi dilakukan operasi.
4. Bayi dengan gejala simptomatik dengan stenosis pulmonal dapat
dioperasi setalah 3-4 bulan. Namun bisa juga operasi dilakukan
setelah 1 atau 2 tahun pada kasus asimptomatik, asianotik, minimal
sianotik, atau pink fallot.
5. Bayi dengan riwayat prosedur shunt sebelumnya dapat dilakukan
total koreksi 6 bulan setelah prosedur shunt.
Total koreksi terdiri atas penutupan VSD, valvotomi pulmonal dan
reaksi infundibulum yang mengalami hipertropi. Penutupan lubang
pada VSD biasanya menggunakan suatu alat yang dinamakan pericardial
patch. Pericardial patch ini menghentikan darah yang kaya oksigen dan
miskin oksigen bercampur antara ventrikel kanan dan kiri. Ketika
ventrikel kanan tidak lagi bekerja dengan kuat untuk mempompakan
20
darah ke paru, makan ukuran ventrikel kanan akan kembali ke ukuran
normal dengan sendirinya. Keuntungan operasi secara dini diantaranya
dapat mengurangi tingkat keparahan hipertropi otot jantung dan fibrosis
ventrikel kanan, serta pertumbuhan yang baik pada arteri pulmonal dan
unit alveolar.
2.1.2.9 Komplikasi
2.1.2.9.1 Polisitemia sebagai mekanisme kompensasi hipoksi/sianosis
2.1.2.9.2 Gagal tumbuh kembang
2.1.2.9.3 Abses cerebri
2.1.2.9.4 Gagal jantung kanan
2.1.2.9.5 Trombositopenia
21
2.2 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
2.2.1.1 Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, berat dan panjang badan saat lahir, berat
dan panjang badan saat pengkajian, nomer rekam medis
2.2.1.2 Riwayat kehamilan
Ditanyakan sesuai dengan yang terdapat di etiologi (faktor endogen
dan ekstrogen yang mempenagruhi).
2.2.1.3 Riwayat kesehatan
2.2.1.3.1 Keluhan utama masuk rumah sakit
2.2.1.3.2 Riwayat penyakit sekarang
2.2.1.3.3 Riwayat penyakit dahulu :
1 Apakah anak sering batuk pilek, infeksi saluran nafas, kesulitan
menyusui (sering berhenti saat enghisap susu botol/ASI), cepat
lelah berkeringat banyak, berat badan tidak sesuai dengan usia
anak, pertumbuhan dan perkembangan terlambat.
2 Adakah tanda-tanda biru disekitar mukosa mulut, jari-jari tangan
biry, bertambah saat anak menangis dan beraktifitas eperti mandi
pagi, pernah kejang atau lemas/pingsan, apakah anak jongkok atau
pada bayi posisi lutut kedada.
3 Adakah tanda-tanda pembengkakan pada tungkai ekstremitas.
2.2.1.3.4 Kebiasaan sehari-hari
1 Makan: jenis,frekuennsi, makanan yang disukai atau tidak disukai
2 Minum: ASI atau formula, frekuensi, jumlah
3 Eliminasi: frekuensi, pola, konsistensi, feses, warna urine
4 Istirahat: pola tidur, kesulitan tidur, cara mengatasi kesulitan tidur,
lamanya tidur.
5 Sosial ekonomi keluarga, pendukung dana/biaya kesehatan
2.2.1.3.5 Riwayat psikososial/perkembangan
1 Kemungkinan mengalami masalah perkembangan
2 Mekanisme koping anak/keluarga dan pengalaman hospitalisasi
sebelumnya.
22
2.2.1.3.6 Pengetahuan tentang anak dan keluarga
1 Pemahaman tentang diagnosis
2 Pengetahuan/penerimaan terhadap prognosis
3 Regimen pengobatan
4 Rencana prawatan ke depan
5 Kesiapan dan kemauan untuk belajar
6 Perawatan dirumah
23
Gambar 2.10 Hasil X-Ray Thorax pada TOF
24
2.2.4.6 Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurang pengetahuan
keluarga tentang diagnosa atau prognosis penyakit anak.
2.2.4.7 Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial sekunder abses otak.
2.2.4.8 Resiko terjadinya spell berulang berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan tubuh.
25
vital dan pola nafas
9. Monitor AGB, elektrolit,
status mental.
26
Resiko terjadinya NOC: NIC:
spell berulang Serangan Spell
1. Kenali tanda – tanda
berhubungan berulang tidak terjadi
spell seperti :
dengan
menangis
ketidakseimbangan
Kriteri hasil : berkepanjangan,
antara suplai
bertambah sianosis,
oksigen dan 1. Tidak ditemukan
pernafasan cepat dan
kebutuhan tubuh tanda – tanda spell
dalam, gelisah, lemas,
seperti : sianotik
kesadaran menurun
yang bertambah,
dan kejang disertai
pernapasan cepat
kejang.
dan dalam,
2. Monitor tanda -tanda
kesadaran menurun
vital
dan kejang.
3. Ciptakan lingkungan
2. Tanda – tanda vital
yang tenang, hindari
dalam batas normal
lingkungan penuh
sesuai umur
stress.
3. Akral hangat dan
4. Batasi aktivitas dan
Kesadaran compos
pengujung.
mentis
5. Atur posisi squatting
atau knee chest jika
terjadi tanda – tanda
spell mulai terjadi
6. Berikan makanan yang
lunak dan mudah
dicerna.
7. Kolaborasi pemberian
O2 / Obat batuk /
penurun panas /
pelunak feces /
penenang serta
27
propanolol jika
diperlukan.
28
7. Gunakan dot yang
lembut bagi bayi dan
berikan waktu istirahat
di sela makan dan
sendawakan.
8. Berikan susu formula
yang mengandung
kalori tinggi yang
disesuaikan dengan
kebutuhan.
9. Catat intake dan output
secara akurat.
10. Kolaborasi dengan tim
gizi dalam pemberian
makanan
11. Bila ditemukan tanda
anemia kolaborasi
pemeriksaan
laboratorium
29
1. Tanda- tanda vital pentingnya pembatasan
normal sesuai umur aktivitas. (terlalu lama /
2. Anak mencapai permainan yang
peningkatan teloransi banyak membutuhkan
aktivitas sesuai umur tenaga / energi, dll)
3. Fatiq dengan 4. Beri kesempatan pada
kelelahan berkurang pasein untuk memilih
4. Anak mau kegiatan / permainan
berpartisipasi dalam yang tidak banyak
setiap kegiatan yang membutuhkan energi
dijadwalkan seperti membaca buku
Anak dapat tidur cerita, bergambar,
dengan lelap menyusun balok, dll (
fasilitas perkembangan
motorik, sensori,
kognitif, sosial,
kemandirian anak, dll.
).
5. Bantu anak dalam
memenuhi kebutuhan
ADL dan dukung ke
arah. Kemandirian
anak sesuai dengan
indikasi.
6. Jadwalkan sesuai
dengan usia, kondisi,
dan kemampuan anak.
7. Tunjukan pada pasien
tentang tanda-tanda
fisik bahwa aktivitas
melebihi batas.
30
Gangguan NOC: NIC:
pertumbuhan dan
Pertumbuhan dan 1 Sediakan kebutuhan
perkembangan
perkembangan dapat nutrisi yang ada kuat
berhubungan
mengikuti kurva 2 Monitor BB / TB , buat
dengan oksigenasi
tumbuh kembang catatan khusus sebagai
tidak adekuat,
sesuai dengan usia. monitor.
pemenuhan
3 Kolaborasi intake Fe
nutrisi jaringan Kriteri hasil :
dalam nutrisi
tubuh
Pasien dapat mengikuti
tahap pertumbuhan
dan perkembangan
yang sesuai dengan
usia
31
yang diberika kepada
pasien sesuai dengan
tingkat pendidikan orang
tua.
32
BAB III
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan menguraikan ”Asuhan Keperawatan pada An.A
dengan TOF, PA dan VSD di Ruang IGD Rumah Sakit Pusat Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta.” Asuhan keperawatan yang dilakukan
selama 1 hari yaitu pada tanggal 14 Juni 2017, yang disusun berdasarkan tahapan
proses keperawatan yang meliputi: Pengkajian, Menentukan Diagnosa, Intervensi,
implementasi dan Evaluasi keperawatan.
3.1.1 Anamnesa
3.1.1.1 Identitas:
Nama : An. A
Tanggal lahir : 16 Februari 2004 (13 Tahun)
Jeniskelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Suku : Batak
Kebangsaan : Indonesia
Alamat : Desa ajijahe tigapanah Kel. Ajijahe Kec. Tiga
panah Karo
Diagnosa medis : TOF
Tanggal Masuk RS : 14 Juni 2017 Jam 14:00 WIB
No. MR : 2017-42-65-52
33
Identitas Penanggungjawab
Nama : Tn. P
Umur : 50 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Alamat :Desa ajijahe tigapanah Kel. Ajijahe Kec.
Tiga panah Karo
Hubungan dengan pasien: Ayah kandung
34
Pembuluh darah Harapan Kita untuk mendapatkan perawatan lebih
lanjut.
3.1.1.5 Riwayat kesehatan keluarga
Klien adalah anak pertama dari tiga bersaudara, anggota
keluarga tidak ada yang menderita penyakit yang sama dengan yang
diderita klien, ayah klien seorang perokok.
Genogram :
35
3.1.1.6.3 Riwayat imunisasi :
Imunisasi klien lengkap
3.1.1.6.4 Riwayat tumbuh kembang :
Tumbuh kembang klien sesuai dengan usianya, ibu klien
mengatakan tidak ada masalah dalam pertumbuhan dan
perkembangan anaknya.
36
3.1.2.4 Aktifitas
Dirumah: Ibu pasien mengatakan bahwa anaknya masih banyak
tidur, secara motorik sudah mampu miring tapi belum bisa
kembali ke posisi semula.
Dirumah Sakit : Ibu pasien mengatakan selama di rumah sakit
anaknya sudah bisa miring ke satu sisi dan kembali terlentang
tanpa bantuan.
37
Heart Rate : 92 x/menit, nadi teratur dan teraba kuat
Respirasi Rate : 30x/menit
Temperature : 360C
Saturasi 02 : 74%
3.1.6.2 Kepala
Rambut: Rambut lurus dan pendek, berwarna hitam, kulit kepala
bersihdan tidak ada luka, tidak ada benjolan atau massa
di kepala.
Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada odema palpebra.
Hidung : simetris, hidung bersih tidak ada mucus.
Mulut : mulut bersih, mukosa bibir kering dan tampak biru
Telinga : simetris, bersih,tidak ada gangguan pendengaran.
3.1.6.3 Paru
Pernafasan 30 x/menit, Bentuk dada cembung, asimetris dan tidak
ada retraksi dinding dada, suara paru vesikuler
3.1.6.4 Jantung :
Frekuensi jantung 92 x/menit, irama teratur, bunyi jantung 1 dan 2
normal, tidak terdengar murmur.
3.1.6.5 Abdomen:
Abdomen soepel, asites tidak ada, bising usus normal, pembesaran
hepar tidak ada.
3.1.6.6 Ekstremitas:
Tidak ada oedema ektremitas, ada clubbing finger, pulsasi teraba
kuat teratur, CRT 5 detik, adanya sianosis.
3.1.6.7 Persarafan:
Tidak ada kejang, tidak ada kelemahan otot, tidak ada spell, skala
nyeri 6/10.
3.1.6.8 Integumen :
Akral dingin, tugor kulit baik, tidak ada ptechie.
38
3.1.6.9 Status antropometri :
Berat Badan : 43 KG
Panjang Badan : 156 cm
Lingkar perut : 67 cm
Lingkar Kepala : 35 cm
39
Limfosit absolut 1529 1800-8000
Monosit absolut 567 0-800
Natrium 138 135-145
Kalium 3,8 35-4,5
Clorida 106
40
Gambar 3.3 Echochardiogram Pasien
- Situs solitu, AV – VA concordance
- Semua PV ke LA
- ASD (-), PDA (-)
- VSD pm besar diameter16 mm, R →R
- PS infundibular severe, very tight, hampir tidak ada flow, RV
– PA gradient 80 mmHg
- Overriding aorta kurang lebih 50%
- PA konfluens, RPA = LPA = 7 mm
- Arkus aorta dikiri, coarctasio (-)
Fungsi sistolik LV baik, EF 85%, kontraktilitas RV baik, Tapol
2,0 cm.
3.1.7.4 EKG
41
Sinus rhytm, rate 121x/m, Axis RAD, P Wave normal, ST- T
changer negatif, PR interval 0,16 second, QRS sempit 0,08
second.
3.1.7.5 CT Scan
42
- R: daerah kepala keseluruhannya
terutama daerah kanan dan kiri
- S: skala 6
- T: terus menerus, sekitar 5-6 menit
DO:
- Ekspresi wajah klien tegang
menahan sakit
- Klien lebih banyak berdiam sambil
memegang daerah kepala sesekali
2 DS : Ibu pasien mengatakan bahwa klien Penurunan Perubahan
diketahui biru kembali sejak usia 2 sirkulasi perfusi
tahunsaat klien melakukan aktivitas (hipoksia jaringan.
berlebihan, setelah lahir tidak pernah kronis
biru lagi. serangan
DO : sianotik akut).
- Akral dingin
- Mukosa Bibir dan ekstremitas sianosis
- Clubbing finger
- TD 124/77mmhg
- HR 92 x/menit
- RR 30 x/menit
- Saturasi O2 74%
- CRT 5 detik
- Hb: 23,4 gr%
- Ht: 73,4%
- Hasil ECHO :
- Situs solitu, AV – VA concordance
- Semua PV ke LA
- ASD (-), PDA (-)
- VSD pm besar diameter16 mm, R →R
- PS infundibular severe, very tight,
hampir tidak ada flow, RV – PA gradient
43
80 mmHg
- Overriding aorta kurang lebih 50%
- PA konfluens, RPA = LPA = 7 mm
- Arkus aorta dikiri, coarctasio (-)
- Fungsi sistolik LV baik, EF 85%,
kontraktilitas RV baik, Tapol 2,0 cm.
44
- T: terus menerus, sekitar 5-6 menit
DO:
- Ekspresi wajah klien tegang
menahan sakit
- Klien lebih banyak berdiam sambil
memegang daerah kepala sesekali
4 Ds : Ibu klien mengatakan anaknya mudah Ketidak Intoleransi
lelah, tidak dapat melakukan aktivitas seimbangan aktifitas
seperti anak seusianya antara suplai
dan kebutuhan
Klien mengatakan dadanya sering
oksigen
berdebar-debar dan disetai sesak nafas
bila setelah melakukan aktifitas yang
agak berat, seperti berjalan agak jauh.
Do :
- Saturasi : 74%
- Hasil lab:
HB : 23,4 gr%
Hematokrit : 73,4%
AGD : alkalosis respiratori
terkompensasi
- Hasil echocardigram:
- Situs solitu, AV – VA
concordance
- Semua PV ke LA
- ASD (-), PDA (-)
- VSD pm besar diameter16 mm,
R →R
- PS infundibular severe, very
tight, hampir tidak ada flow, RV
- PA gradient 80 mmHg
- Overriding aorta kurang lebih
45
50%
- PA konfluens, RPA = LPA = 7
mm
- Arkus aorta dikiri, coarctasio (-)
- Fungsi sistolik LV baik, EF
85%, kontraktilitas RV baik,
Tapol 2,0 cm.
- Hasil X-ray Thorax : CTR 45%,
segmen aorta normal, segmen
pulmonal normal, pinggang jantung
positif, apek dounward, oligemini
positif, dan adanya scoliosis
46
3.3.3 Resiko terjadinya sphell berulang berhubungan dengan
hipoksia jaringan meningkat pada peningkatan aktifitas.
3.3.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen
3.3.5 Mualberhubungandengan peningkatan TIK
3.3.6 Defisite pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya
informasi
47
3.4 Intervensi Keperawatan
Tabel 3. 3 Tabel Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa keperawatan NOC NIC Rasional
1 Nyeri berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Dengan pengkajian yang tepat
agent cedera, ditandai dengan: keperawatan selama 1 x komprehensif termasuk lokasi, durasi maka diharapkan dapat
DS: klien mengatakan satu 24 jam diharapkan dan karakteristik. meberikan asuhan keperawatan
bulan terakhir ini sering kebutuhan nutrisi 2. Observasi reaksi non verbal dari yang tepat sesuai dengan
mengeluh nyeri kepala terpenuhi dengan keidaknyamanan. kebutuhan klien.
- P: Nyeri kriteria hasil : 3. Kontrol lingkungan yang dapat
- Q: seperti berdenyut 1. Nyeri terkontrol mempengaruhi nyeri seperti suhu 2. Reaksi nonverbal merupakan
- R: daerah kepala 2. Skala nyeri berkurang ruangan, ketenangan dan salah satu evaluasi dari hasil
keseluruhannya terutama (1-2) pencahayaan ruangan. intervensi.
daerah kanan dan kiri 3. HR dalam batas 4. Ajarkan klien teknik relaksasi dengan 3. Lingkungan yang nyaman bagi
- S: skala 6 klien diharapkan dapat
normal (60-100x/mnt) nafas dalam saat rasa nyeri timbul.
- T: terus menerus, sekitar 5-6 membuat rileks klien sehingga
. 5. Anjurkan klien untuk beristirahat saat
menit dapat mempengaruhi tingkat
nyeri timbul.
DO: nyeri.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk
- Ekspresi wajah klien tegang
pemberian analgesic. 4. Teknik relaksasi (nafas dalam)
menahan sakit
7. Tentukan lokasi, derajat dan diharapkan dapat mengalihkan
48
- Klien lebih banyak berdiam karakteristik nyeri sebelum rasa nyeri ke konsentrasi
sambil memegang daerah pemberian obat. pengaturan nafas sehingga
kepala sesekali 8. Cek instruksi dokter tentang jenis nyeri dapat terkontrol.
49
10. Respon klien menunjukan
keberhasilan tindakan
keperawatan yang diberikan.
2 Perubahan perfusi jaringan Setelah dilakukan 1. Kaji sistem sirkulasi (TD, nadi, 1. Vasokontriksi sistemik
berhubungan dengan asuhan keperawatan pengisian kapiler, saturasi O2, akral, diakibatkan oleh penurunan
penurunan sirkulasi (hipoksia dalam 1 x 24 jam, pasien warna dan kehangatan kulit). curah jantung. Mungkin
kronis serangan sianotik akut),
dapat mempertankan dibuktikan oleh penurunan
ditandai dengan:
menunjukkan perfusi perfusi.
DS : Ibu pasien mengatakan
bahwa klien diketahui biru jaringan adekuat. 2. Kaji adanya demam, dehidrasi dan 2. Mengetahui secara akurat agar
kembali sejak usia 2 tahun Kriteria hasil : tanda lain yang dapat meningkatkan tidak terjadi gejala yang lebih
saat klien melakukan 1. Keseimbangan cairan kebutuhan oksigen jaringan. berat seperti disritmia atau akut
aktivitas berlebihan, setelah dan elektrolit lung oedema.
lahir tidak pernah biru lagi.
dipertahankan 3. Pemeriksaan kadar Hb dan Ht (pada 3. Hb yang rendah dapat
DO :
2. Tanda-tanda vital pasien dengan TOF dipertahankan mengakibatkan menurunnya
- Akral dingin
- Bibir dan ekstremitas dalam batas normal (15 - 20 gr%) oksigen yang dibawa sewaktu
sianosis(clubbing finger) sesuai umur, saturasi perfusi jaringan.
- TD 124/77mmhg tidak turun. 4. Observasi perubahan status mental : 4. Dapat menunjukkan tidak
- HR 92 x/menit 3. Akral hangat. letargi, bingung, disorientasi dan adekuatnya perfusi jaringan
- RR 30 x/menit
50
- Saturasi O2 74% 4. Kesadaran klien penurunan kesadaran. serebral akibat penurunan
- CRT 5 detik compos mentis curah jantung.
- Hb: 23,4 gr% 5. Tidak ditemukan 5. Menurunkan kebutuhan tubuh
- Ht: 73,4% 5. Batasi aktivitas yang membuat klien
adanya motle, pulsasi cepat lelah. terhadap oksigen.
- Hasil ECHO :
perifer kuat dan sama 6. Intake yang adekuat
- Situs solitu, AV – VA
concordance pada kedua 6. Observasi intake dan output secara mengurangi resiko gangguan
- Semua PV ke LA ekstremitas. adekuat, optimalkan perfusi jaringan difusi akibat viskositas darah
- ASD (-), PDA (-) 6. CRT < 3 detik. ke organ dengan memberikan yang meningkat.
- VSD pm besar diameter16 tambahan cairan melalui IV line. 7. Membantu meningkatkan
mm, R →R 7. Berikan oksigen low flow low suplay oksigen dalam jaringan
- PS infundibular severe, very konsentrasi sesuai kolaborasi
tight, hampir tidak ada flow,
RV – PA gradient 80 mmHg
- Overriding aorta kurang lebih
50%
- PA konfluens, RPA = LPA =
7 mm
- Arkus aorta dikiri, coarctasio
(-)
Fungsi sistolik LV baik, EF
51
85%, kontraktilitas RV baik,
Tapol 2,0 cm
3 Resiko terjadinya spell Setelah dilakukan asuhan 1 Monitor tanda-tanda vital (Blood 1. Penurunan tanda-tanda vital
berulang berhubungan dengan keperawatan selama 1 x Pressure, Heart Rate, Respirasi Rate, secara signifikan dapat
hipoksia jaringan meningkat 24jam serangan spell Suhu, Saturasi). mengindikasikan potensi
pada peningkatan aktifitas, tidak terjadi. terjadinya spell dikarenakan
ditandai dengan: Kriteria hasil : penurunan curah jantung.
DS : Ibu pasien mengatakan 1. Tidak ditemukan 2 Kenali secara dini adanya tanda- 2. Pencegahan spell dapat
bahwa pasien diketahui biru tanda-tanda spell, tanda spell, seperti klien bertambah dilakukan dengan mengetahui
sejak lahir dan akan tampak seperti ; sianosis yang sianosis, peningkatan frekuensi tanda-tanda spell.
bertambah biru jika klien bertambah, pernapasan pernapasan, gelisah, lemas kesadaran
kelelahan beraktivitas, jika cepat dan dalam, menurun dan kejang.
kelelahan klien spontan kesadaran menurun
melakukan squatting. dan kejang. 3 Ciptakan lingkungan yang tenang, 3. Lingkungan yang nyaman dapat
DO : 2. Tanda-tanda vital hindari lingkungan penuh stress. menurunkan kecemasan dan
- Akral dingin dalam batas normal stressor pada anak.
- CRT 5 detik sesuai umur. 4 Batasi aktivitas dan pengunjung. 4. Aktivitas yang berlebih dapat
- Bibir dan ekstremitas 3. Akral hangat. memicu terjadinya spell.
52
sianosis, Kesadaran klien compos 5 Observasi adanya serangan sianotik. 5. Tanda dan gejala yang dapat
- Clubbing finger mentis. dilihat secara nyata sebelum
- Pasien dalam posisi terjadinya spell.
squatting saat dibawa ke 6 Atur posisi squatting atau knee chest 6. Meningkatkan aliran ke paru-
53
perawatan spell. kepada keluarga diharapkan
agar resiko spell di rumah dapat
terhindari.
10 Evaluasi respon pasien. 10. Mengetahui perkembangan
kondisi pasien dalam pemberian
tindakan.
54
3.5 Implementasi Keperawatan
Tabel 3.4 Tabel Implementasi Keperawatan
Tgl/jam Diagnosa Implementasi TTD
14 Juni 17 Nyeri berhubungan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital,
Pk 14.15 dengan agent cedera termasuk mengkaji skala nyeri,
karakterisik, lokasi dan durasi nyeri.
2. Memberikan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
Evaluasi proses :
- TTV, TD: 124/77 mmhg, HR:
92x/menit, RR: 30x/menit, S: 36˚C
Pk 14.30 - Skala nyeri 6, nyeri disekitar kepala
seperti berdenyut dan hilang timbul.
- Menganjurkan klien untuk melakukan
tehnik relaksasi dgn nafas dalam.
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter
untuk dan pemberian 02.
Pk 17.00 Evaluasi proses
- O2 terpasang 4 liter/menit
- SPO2 94%
4. Mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
Pk 20.00 Evaluasi proses :
- klien tampak tenang
5. Mengevaluasi respon klien tentang
nyeri
Evaluasi proses :
P : Nyeri berkurang, Q : seperti berdenyut,
R : kepala, S : skala 3, T : 2-3 menit
55
dengan penurunan 2. Mengkaji Vital Sign, Keadaan Klinis.
sirkulasi (hipoksia Evaluasi proses :
kronis, serangan - HR : 92 x/mnt, RR : 30 x/mnt, Suhu :
sianotik akut) 36 C, akral hangat, mukosa bibir
tampak biru, warna kulit gelap, SpO2
74 %, CRT 5 detik.
- Pasien tidak demam, tidak ada tanda-
tanda dehidrasi.
Pk 14.30 3. Melakukan pemeriksaan darah terutama
AGD, dan kadar Hb, Ht.
4. Memberikan pasien oksigen low flow
low konsentrasion sesuai kolaborasi
dokter.
Evaluasi proses :
- pasien terpasang kanul binasal 4
ltr/mnt.
- Sesak berkurang, RR diukur ulang 24
x/mnt.
- AGD : alkalosis respiratori
terkompensasi
- HB : 23,4 gr%
- Hematokrit : 73,4%
Pk 14.35 5. Melakukan kolaborasi dalam pemberian
terapi cairan (IV Line).
Evaluasi proses:
- IV line terpasang di vena radius dextra
dengan terapi RL 1000 cc/8 jam
pertama.
Pk 17.00 6. Mengobservasi intake dan output
pasien, serta membatasi aktivitas
pasien.
56
Evaluasi proses :
- Klien tidak banyak minum, hanya
sesekali tetapi habis dalam 1 gelas air
putih (±200ml), selama sore ( klien
hanya 1x BAK ± 200cc-250cc)
- Pasien beraktivitas di tempat tidurnya
dan tidak turun dari tempat tidur.
Evaluasi proses :
- kesadaran compos mentis, klien tampak
sianosis, tidak gelisah, klien dalam
posisi bebaring miring dengan melipat
kedua kaki menempel pada dada.
10. Melakukan kolaborasi dalam
pemberian terapi O2 4 ltr/mnt.
Evaluasi proses:
- SPO2 96%
57
11. Memberikan Diit DJ II
Evaluasi proses :
Pk 20.00 - Porsi yang dihabiskan hanya setengah
dari porsi yang disajikan
5. mengobservasi vital sign
6. mengobservasi adanya serangan sianotik.
Evaluasi proses :
-Sianotik tidak ditemukan
-CRT 3detik
-vital sign TD : 120/ 70 mmhg, HR : 88
x/mnt, RR : 18 x/mnt, S : 36˚C, SPO2 96%
12.
15 Juni 17 Nyeri berhubungan 1. Mengobservasi tanda-tanda vital,
Pk 08.00 dengan agent cedera mengkaji skala nyeri, karakterisik,
lokasi dan durasi nyeri.
2. Memberikan lingkungan yang tenang
dan nyaman.
Evaluasi proses :
- TTV, TD: 115/77 mmhg, HR:
82x/menit, RR: 22x/menit, S: 36,5˚C
- Skala nyeri 2, nyeri disekitar kepala
seperti berdenyut dan hilang timbul.
Pk 09.30 3. Menganjurkan klien untuk beristirahat
4. Mengobservasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan
Evaluasi proses :
- klien tampak tenang
Pk 11.05 5. Mengevaluasi respon klien tentang
nyeri
58
Evaluasi proses :
- P : Nyeri berkurang, Q : seperti
berdenyut, R : kepala, S : skala 2, T :
±2 menit
59
meningkat pada nyaman.
peningkatan aktivitas.
Evaluasi proses :
- TD : 110/70 mmHg, HR : 78 x/mnt, RR
: 20 x/mnt, SpO2 : 94 %.
2. Mengobservasi apabila ada tanda-
tanda spell.
Evaluasi proses :
- kesadaran compos mentis, klien tampak
sianosis, tidak gelisah, klien dalam
posisi bebaring miring dengan melipat
Pk 12.00 kedua kaki menempel pada dada
3. Memberikan Diit DJ II
Evaluasi proses :
- Porsi yang dihabiskan hanya setengah
dari porsi yang disajikan
4. Mengobservasi vital sign
5. Mengobservasi adanya serangan
sianotik
Evaluasi proses :
- Sianotik tidak
ditemukan
- CRT 3detik
- vital sign TD : 120/ 70 mmhg, HR: 88
x/mnt, RR : 18 x/mnt, S : 36˚C
60
Pk 21.00 kepala, S : skala 3 T : 2-3 mnt.
O: Keadaan umumm membaik,
kesadaran composmentis, HR : 89
x/menit, TD : 118/75, RR :
18x/mnt, S : 36,3˚C SPO2 96%
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 10
dilanjutkan
Intervensi tambahan: rencana
tindakan kolaborasi pemeriksaan ct
scan kepala tanpa kontras cito.
61
meningkat pada kesadaran composmentis
peningkatan aktivitas - TTV, TD : 118/75 mmHg, HR : 89
x/mnt, RR : 18 x/mnt, SPO2 96%
S : 36,3˚C, O2 nasal 4 L/mnt
- Akral hangat
- CTR 3 detik, Clubbing finger (+)
A : Masalah resiko Spell berulang tidak
terjadi
P : Intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9
dilanjutkan
62
sianotik akut). 88 x/mnt, RR : 18 x/mnt, S : 36˚C,
clubbing finger (+), HB 17 gr/dl
A : Masalah Perfusi jaringan belum
teratasi
P : Intervensi di stop, klien dirujuk ke
RS PON untuk tindak lanjut
perawatan cerebral.
63
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tahap ini kemungkinan kelainan bisa tidak terjadi karena selama
hamil ibu klien selalu melakukan pemeriksaan antenatal secara teratur dan
tidak ada masalah pada saat kehamilan dan ibu klien tidak ada riwayat
penyakit sebelumnya. Tetapi kelainan ini bisa saja terjadi karena ayah dan
kakek (orang tua kandung ayah) klien adalah seorang perokok yang tinggal
dalam satu rumah, dimana itu bisa menjadi factor penyebab karena
lingkungan yang tidak sehat (polusi).
64
beberapa diagnosa keperawatan yang bisa diangkat, tetapi kelompok hanya
memprioritaskan 3 diagnosa utama, yaitu :
65
4.4 EVALUASI
Dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien, evaluasi yang di
dapat baru teratasi sebagian hal ini dikarenakan waktu yang terbatas dan
fasilitas rumah sakit yang hanya khusus untuk penanganan cardiovasculer
saja, sedangkan pada klien juga memiliki kelainan/permasalahan pada
cereberalnya sehingga pasien harus dirujuk ke rumah sakit yang memiliki
fasilitas khusus pada penanganan cerebralnya terlebih dahulu, dimana
akhirnya:
66
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Tetralogy of Fallot merupakan sekumpulan kelainan jantung bawaan yang
terdiri dari stenosis pulmonal, ventrikel septum defek, overriding aorta, serta
hipertrofi ventrikel kanan. Keempat kelainan tersebut merupakan penyebab
aliran darah yang menuju ke paru-paru menjadi berkurang dan juga dapat
mengakibatkan bercampurnya darah yang kaya oksigen dengan darah yang
tidak teroksigenasi di dalam jantung, sehingga oksigen yang di alirkan ke
seluruh tubuh menjadi rendah oksigen sehingga menyebabkan sianosis pada
penderitanya. Tidak semua kasus TOF mengalami spell yang diakibatkan oleh
hipoksia berat.
Untuk penanganan TOF dengan pembedahan dapat dilakukan dengan 2
jenis tindakan, yaitu : yang pertama dengan prosedur paliatif (shunt) dimana
dilakukan 2x pembedahan. Dan prosedur total koreksi adalah pembedahan
yang diakukan 1x. Dimana masing-masing prosedur tindakan memiliki
indikasi dan kriteria yang berbeda. Asuhan keperawatan pada kasus TOF tidak
semua sesuai dengan apa yang didapat pada teori khususnya pada kasus yang
ditemukan oleh kelompok (An.A).
Pencegahan asuhan keperawatan kepada pasien dan keluarga yang
terpenting adalah membantu pasien dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan
agar pasien dan keluarga dapat melakukan upaya-upaya pencegahan
perburukan maupun komplikasi.
5.2 SARAN
Dalam rangka meningkatkan dan memperbaiki kualitas pelayanan
keperawatan pada pasien dengan kelainan jantung bawaan, diharapkan peran
perawat dan tenaga medis lainnya dapat meningkatkan kualitas dalam
memberikan asuhan keperawatan salah satu yang penting demi menunjang
kualitas pelayanan maka pendidikan kesehatan kepada orang tua diharapkan
dapat ditingkatkan.
67
Diharapkan dengan adanya makalah ini sedikit banyak dapat membantu
sebagai bahan pertimbangan bagi teman-teman sejawat dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan kelainan jantung bawaan.
68
DAFTAR PUSTAKA
69
Supit. A. L. 2012, Tetrologi Fallot dan Atresia Pulmonal. E-Journal unsrat.
Diperoleh dari https://ejournal.unsrat.ac.id. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2017 Pk
21.00 WIB.
70