Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN POST

PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION (PCI)


RUMAH SAKIT JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH
HARAPAN KITA JAKARTA

Disusun untuk memenuhi Tugas Akhir Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat


Dasar Rumah Sakit Jantung Harapan Kita Jakarta

Oleh:
Kelompok B
SUMIYATI, AMK

ARIF, Amd Kep

TYAS RATNA PURI, AMK

SYAMSUL PUTRA,Amd Kep

NETTI OVIANTI, AMK

Divisi Pendidikan dan Latihan


Program Pelatihan Keperawatan Kardiovaskular Tingkat Dasar
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
2016
HALAMAN PENGESAHAN

Studi kasus ini diajukan oleh:

1. Sumiyati, amk
2. Arif, Amd Kep
3. Tyas Ratna Puri, Amk
4. Syamsul putra. Amd Kep
5. Netti ovianti, Amk

Program : Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar

Judul Studi Kasus : Asuhan keperawatan pada klien dengan Post Percutanus
Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI RS Pusat Jantung Nasional Harapan Kita
Jakarta.

Telah Diperiksa dan Disetujui oleh Pembimbing

PEMBIMBING

Ns Hero Sunandar, S.Kp, Sp.KV

Mengetahui,

Penguji I Penguji II

Ns Rita Kartika ,S.kep. S psi Ns Yanti Rayanti, S.Kep.,SpKV MM

i
KATA PENGANTAR

Pujisyukur kami panjatkan kehaditarat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmatnya, sehingga kami dapat menyelesaikanmakalah ini dengan tepat waktu.

Adapun judul makalah ini adalah“asuhan keperawatan pada klien dengan Post
Percutanus Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta”.Makalahini di susun guna memenuhi tugas
kelompok pada Pelatihan Keperawatan Kardiovaskuler Tingkat Dasar di Divisi Diklat
Pusat Jantung Nasional dan Pembuluh Darah Harapan Kita Angkatan III 2016.

Kelompok ini menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak pihak yang
telah membantu, maka dari itu kelompok mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ns Hero Sunandar, S.Kp, Sp.KV Selaku pembimbing kelompok dalam


penyusunan makalah ini .
2. Ns Yanti Rayanti, S.Kep.SpKV MM Selaku Manager Of Training Pelatihan
Keperawatan Kardiologi Tingkat Dasar dan Penguji dalam persentasi
Makalah.
3. Ns Rita Kartika ,S.kep. S Psi Selaku Penguji dalam persentasi Makalah.
4. Segenap perawat ruang Cath Lab Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta .
5. Seluruh staf Diklat dan teman-teman peserta Pelatihan Keperawatan
Kardiovaskuler Tingkat Dasar di Divisi Diklat Rumah Sakit Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita Jakarta Angkatan III 2016.

ii
Kami kelompok menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, dan
masih jauh dari sempurna oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun

Akhirnya kami berharap semoga makalah yang kami susun dapat bermanfaat bagi
siapa pun yang membacanya .

Jakarta , Oktober 2016

Penulis

iii
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................


Kata Pengantar .................................................................................................. i
Lembar Pengesahan...........................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................01
B. Tujuan Penelitian .............................................................................02
C. Ruang Lingkup.................................................................................02
D. Metode Penulisan.............................................................................02
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Coronary Artery Disease (CAD)..............................03
B. Percutaneous Coronary Intervention ...............................................08
C. Contrast Induced Nephropathy ........................................................16
D. Asuhan Keperawatan .......................................................................22
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian ........................................................................................32
B. Pemeriksaan penunjang....................................................................36
C. Analisa Masalah ...............................................................................30
D. Diagnosa Keperawatan.....................................................................42
E. Intervensi Keperawatan....................................................................43
F. Implementasi dan Evaluasi...............................................................47
BBAB IV PEMBAHASAN
A. Pembahasan ............................................................................................... 57
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .......................................................................................62
B. Saran..................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA
DaftarPustaka Saran................................................................................63
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Kardiovaskular masih merupakan pembunuh nomor satu di


Indonesia maupun di dunia. Dari data di Amerika setiap tahun 1,2 juta orang
mengalami infark miokard dan kira-kira sepertiganya merupakan infark
miokard dengan ST elevasi (Keeley EC, Hillis LD, 2007)
Dari seluruh orang yang mengalami infark miokard di Amerika, 25-35%
nya meninggal sebelum mendapat perawatan, sebagian besar karena Fibrilasi
Ventrikel. Pada kelompok yang mendapat perawatan, angka kematian turun
dari 11.2% di tahun 1990 menjadi 9.4% di tahun 1999. Hal tersebut dikarena-
kan adanya tindakan reperfusi pada Infark dengan ST elevasi, baik dengan
fibrinolitik maupun percutaneous coronary intervention (PCI). Dari analisa
National Registry of Myocardia Infarction angka kematian di rumah sakit
pada pasien yang mendapat reperfusi adalah sekitar 5.7%, jauh lebih rendah
dibandingkan dengan pasien yang tidak mendapat reperfusi walaupun
sebenarnya kandidat yaitu 14.8%. (Keeley EC, Hillis LD, 2007)
Percutaneous coronary intervention(PCI) adalah sebuah trobosan dalam
reperfusi yang cepat pada infark miokad. Menurut Davis 2004, Percutaneous
Coronary Intervention (PCI) adalah intervensi atau tindakan non bedah untuk
membuka/dilatasi/melebarkan arteri koroner yang mengalami penyempitan
agar aliran darah dapat kembali menuju ke otot jantung (Davis, 2011).
Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30 menit akan
meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%. Sehingga segala usaha
harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi. (May MRL,2008)
Meskipun Percutaneous Coronary Intervention (PCI) merupakan tindakan
pilihan, namun tidak lepas dari adanya resiko resiko yang diakibatkan oleh
tidakan tersebut, oleh karena itu kelompok tertarik untuk melakukan asuhan
keperawatan pada klien dengan post percutaneous coronary intervention
(PCI) untuk meminimalisir efek yang diakibatkan oleh tindakan percutaneous
coronary intervention (PCI)

1
1.2. Tujuan

1.2.1. Tujuan Umum

Mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan Post


Percutanus Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI
1.2.2. Tujuan Khusus

a. Mampu memahami konsep teori Post Percutaneous Coronary


Intervention (PCI) : Elektif PCI
b. Mampu melakukan Asuhan Keperawatan Post Percutaneous
Coronary Intervention (PCI) : Elektif PCI
1.3. Sistematika Penulisan

Makalah ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

1. BAB I Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang dan tujuan


2. BAB II Tinjauan Teori berisi pengertian, indikasi, kontraindikasi,
intervensi, komplikasi, konsep asuhan keperawatan, peran perawat,
prosedur pencabutan sheath, prosedur pelepasan nichiband,
3. BAB III Tinjauan Kasus yang terdiri dari pengkajian, analisa masalah,
diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
4. BAB IV Pembahasan pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi,
dan evaluasi.
5. BAB V Penutup terdiri dari kesimpulan dan saran.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Coronary Artery Disease (CAD)


2.1.1 Pengertian Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah keadaaan dimana terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan miokardium atas oksigen dengan
penyediaan yang di berikan oleh pembuluh darah koroner (Nazpi, 2010).

Coronary Artery Disease (CAD) adalah merupakan gangguan yang


terjadi pada arteri koroner akibat penyempitan atau penyumbatan lemak di
dinding koroner mengakibatkan kurangnya asupan oksigen dan nutrisi ke
miocardium yang berujung pada iskemia otot jantung (Rahmi, 2013).

Coronary Artery Disease dapat dikarakteristikkan sebagai akumulasi


dari plak yang semakin lama semakin membesar, menebal dan mengeras
di dalam pembuluh darah arteri (Nactina, 2005).

Terdapat 4 faktor yang menentukan besarnya kebutuhan oksigen


miokardium : frekuensi denyut jantung, daya kontraksi, massa otot, dan
tegangan dinding ventrikel. Bila kebutuhan miokardium meningkat,
otomatis penyediaan oksigen juga harus meningkat. Untuk meningkatkan
penyediaan oksigen dalam jumlah yang memadai, aliran pembuluh darah
koroner harus ditingkatkan. Rangsangan yang paling kuat untuk
mendilatasi arteri koronaria dan meningkatkan aliran darah koroner adalah
hipoksia jaringan lokal. Pembuluh darah koroner dapat melebar sekitar lima
sampai enam kali sehingga dapat memenuhi kebutuhan miokardium. Namun,
pembuluh darah dapat mengalami stenosis dan tersumbat akibatnya
kebutuhan miokardium akan oksigen tidak dapat terpenuhi (Silvia, Loraine,
2006)

3
2.1.2 Etiologi

Penyebab utama dari CAD adalah atherosclerosis, yang merupakan suatu


proses patologis yang menyebabkan ketidakteraturan dan penebalan dari
dinding pembuluh darah arteri. Atherosclerosis biasanya terjadi pada lapisan
intima atau lapisan paling dalam dari dinding pembuluh darah. Proses
pembentukan atherosclerosis ini dimulai pada awal kehidupan dengan
perkembangan lemak (lapisan lemak yang makin lama makin menebal) terdiri
dari sel-sel makrofag dan sel-sel otot yang lembut. Lama kelamaan sel otot
yang lembut tersebut berproliferase dan membentuk jaringan matrik yang
kaku, yang terakumulasi di intrasel dan ekstrasel (Finkelmeier, 2000).

Aterosklerosis pembuluh darah koroner merupakan penyebab tersering


penyakit jantung koroner. Aterosklerosis disebabkan oleh adanya
penimbunan lipid di lumen arteri koronaria sehingga secara progresif
mempersempit lumen arteri tersebut dan bila hal ini terus berlanjut, maka
dapat menurunkan kemampuan pembuluh darah untuk berdilatasi. Dengan
demikian, keseimbangan penyedia dan kebutuhan oksigen menjadi tidak
stabil sehingga membahayakan miokardium yang terletak sebelah distal
daerah lesi (Silvia, Loraine, 2006a)

2.1.3 Faktor Resiko Terjadinya CAD


2.1.3.1 Faktor resiko yang tidak dapat diubah : (Muttaqin,2009)
1. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65
tahun atau lebih dan yang meninggal empat dari 5 orang berusia
diatas 65 tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini
merupakan refleksi dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa
lalu.

4
2. Jenis Kelamin

Terjadi tiga kali lebih sering pada pria dibanding wanita. Pria
memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada
wanita resiko lebih besar setelah masa menopause, ini terjadi akibat
penurunan kadar estrogen dan peningkatan lipid dalam darah.

3. Riwayat keluarga positif sakit jantung.

Tingkat factor genetik dan lingkungan membantu terbentuknya


atherosclerosis belum dietahui secara pasti. Tendensi
atherosclerosis pada orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada
hubungan terjadinya sama dengan anggota keluarga lain.

4. Ras (Suku Bangsa)

Orang amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi


dibandingkan dengan orang kulit putih, hal ini dikaitkan dengan
penemuan bahwa 33% orang amerika kulit hitam menderita
hipertensi dibandingkan dengan orang kulit putih.

2.1.3.2 Faktor resiko yang dapat diubah :

1. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA
daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung pada jumlah rokok
yang dikonsumsi perhari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya.
Hal ini dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari
monoksida karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin meningkatkan
beban kerja miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen.
Karbon monoksida mengganggu pengangkutan oksigen karena
hemoglobin mudah berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.

2. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam trasportasi,
digesti dan absorb lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol

5
melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA
dibandingkan dengan yang memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang
mengandung lemak jenuh merupakan factor utama yang menimbulkan
hyperlipidemia.

3. Tekanan darah tinggi (Hipertensi)


Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk
miokard menghadapi suplai yang bekurang.

4. Diabetes Mellitus (Gula Darah Tinggi)


Atherosklerosis diketahui beresiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes
tanpa memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi
vaskuler terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal
memegang peranan dalam pertumbuhan atheroma.

5. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kallori dan kadar low density
lipoprotein.

6. Inaktifitas Fisik.
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara
menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap
fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari
lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac
output.

7. Stress Psikologi berlebihan.


Stress merangsang system kardiovaskuler melepaskan katekolamin
(hormone yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal dalam menanggapi stress)
yang meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.

6
2.2 Percutaneous Coronary Intervention
2.2.1 Pengertan Percutaneous Coronary Intervention
(PCI) terdiri dari tiga kata yakni Percutaneous yang artinya melalui
kulit, Coronary adalah pada arteri koroner, dan Intervention adalah
tindakan yang dilakukan dalam rangka pengobatan pada kelainan/penyakit
jantung koroner. Percutaneous coronary intervention(PCI) adalah
intervensi atau tindakan non bedah untuk membuka/dilatasi/melebarkan
arteri koroner yang mengalami penyempitan agar aliran darah dapat
kembali menuju ke otot jantung (Davis, 2011).
Percutaneous Coronary Intervention merupakan suatu tindakan
angioplasty (dengan atau tanpa stent) dalam 12 jam pada lesi culprit
setelah simtom, tanpa didahului oleh pemberian fibrinolitik atau obat lain
yang dapat melarutkan bekuan darah. Prosedur ini bertujuan untuk
membuka infarc related artery saat terjadinya infark miokard akut dengan
elevasi segment ST (Keeley EC, Hillis LD, 2007)

2.2.2 Jenis Percutaneous Coronary Intervention (PCI)


Team Work Service Koroner PJNHK membagi Percutaneous Coronary
Intervention menjadi tiga :
1. Primary Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari
12 Jam, Keterlambatan door to needle atau door to balloon tiap 30
menit akan meningkatkan risiko relative 1 tahun sebanyak 7.5%.
Sehingga segala usaha harus dilakukan untuk mempercepat reperfusi.
(May MRL,2008)
2. Early Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala lebih dari 12
Jam
3. Rescue Percutaneous Coronary Intervention adalah tidakan yang
dilakukan pada Akut Coroner Infark dengan Onset gejala kurang dari
12 Jam setelah mengalami kegagalan terapi Fibrinolitik
4. Percutaneous Coronary Intervention Elektif

7
2.2.3 Indikasi Percutaneous Coronary Intervention (PCI)
Indikasi untuk dilakukan PCI adalah:
1. Acute ST-elevation myocardial infarction (STEMI)
Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen elevasi > 1
mm di ekstrimitas dan > 2 mm di precordial, lead yang bersebelahan
serta peninggkatan CKMB lebih dari25µ/l , Troponin T positif >
0,03
2. Non–ST-elevation acute coronary syndrome (NSTE-ACS)
Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi >
0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan peningkatan
CKMB > 25 µ/l Troponin T positif > 0,03
3. Unstable angina
Adalah sindrom Koroner akut dengan deviasi ST segmen depresi >
0,5mm, dapat disertai dengan gelombang T inverse dan Enzim
jantung (Bio-marker) normal
4. Stable angina
5. Anginal equivalent (eg, dyspnea, arrhythmia, or dizziness or syncope)
6. High risk stress test findings

Untuk pasien dengan STEMI, sangat disarankan utnuk dilaukan PCI


dengan segera atau Primary Coronary Angiografi. juga sangat
merekomendasikan PCI pada pasien dengan kasus NSTE-ACS dalam
berbagai kasus (American College of Cardiology Foundation
(ACCF)/American Heart Association (AHA) pada guedlinenes on guidelines
on the management of NSTE-ACS (updated in 2014)

2.2.4 Kontraindikasi PCI


1. CHF yang tidak terkontrol, BP tinggi, aritmia
2. Gangguan elekrolit
3. Infeksi ( demam )
4. Gagal ginjal
5. Perdarahan saluran cerna akut/anemia
6. Stroke baru (< 1 bulan)

8
7. Intoksikasi obat-obatan (seperti : Kontras )
8. Pasien yang tidak kooperatif
9. Usia kehamilan kurang dari 3 bulan

2.2.5 Prosedur Intervensi PCI


2.2.5.1 Tim PCI
1) Dokter spesialis yang ahli dalam bidang intervensi non bedah
2) Perawat:
a. Scrub Nurse (Perawat Scrub) : Sebagai perawat steril
b. Circular Nurse (Perawat Sirkuler)
Tugas Circular Nurse
a) Menyiapkan pasien
b) Memberikan penjelasan tentang prosedure / tindakan yang akan
dilakukan
c) Mengobservasi tanda-tanda vital
d) Mencatat pemakaian alkes yang terpakai selama tindakan
e) Membantu segala sesuatu yang dibutuhkan oleh Dokter dan
Scrub nurse saat tindakan berlangsung.
f) Stand by untuk menangani saat terjadi kegawatanjantung.
3) Hemodynamic Nurse (Perawat Hemodinamik)
Tugas Perawat Hemodinamik :
a. Serah terima pasien lengkap dengan file sesuai check list pre
angiography.
b. Menyiapkan macam-macam formulir (Cath/PCI)
c. Input data pasien
d. Map besar untuk arsip laporan hasil cath/ PCI, report selama
tindakan berlangsung ( pada map sudah ada tulisan: Nama pasien,
umur, Dokter, jenis tindakan,tanggal dan Nomer ID)
e. Monitoring pressure dan gambaran EKG
f. Mencatat semua prosedure dan awal sampai selesai tindakan,
termasuk merekam pressure
4) Petugas Radiologi

9
2.2.5.2 Puncture area
Menurut Merriweather & Hoke (2012), area penusukan pada tindakan PCI
terdiri atas:
a. Arteri Femoralis
b. Arteri Brachialis
c. Arteri Radialis

2.2.5.3 Prosedur (California Pacific Medical Center, 2008)


a. Perawat/teknisi membawa klien ke ruang kateterisasi (cath lab.)
b. Perawat memberikan obat melalui IV line untuk membantu klien rileks
dan nyaman selama prosedur tindakan
c. Perawat membersihkan dan mensterilkan daerah kecil di pergelangan
lengan atau lipat paha klien (tergantung daerah yang akan digunakan).
Daerah tersebut kemudian ditutup dengan kain steril.
d. Dokter akan menginjeksi obat anestesi lokal dilipat paha atau tangan klien.
Digunakan anestesi lokal karena klien harus tetap sadar selama
pemeriksaan untuk mengikuti instruksi dokter.
e. Jarum akan ditusukkan ke dalam arteri yang digunakan kemudian guide
wire akan dimasukkan melalui jarum lalu jarum dilepas.
f. Sheat kateter akan dimasukkan melalui guide wire, kemudian sheat kateter
dimasukkan melalui pembuluh darah utama tubuh (Aorta), ke muara arteri
koroner di jantung. Kebanyakan orang tidak merasakan sakit selama
pemeriksaan, karena tidak ada serabut saraf dalam pembuluh darah, maka
klien tidak dapat merasakan gerakan kateter dalam tubuh.
g. Dokter akan menginjeksikan kontras dengan melihat melalui gambaran x-
ray. Klien mungkin akan merasakan sensasi panas saat kontras
diinjeksikan.
h. Rumus pemberian kontras : 4-6 cc zat kontras x BB klien : kreatinin klien
i. Pantau keluhan/laporan klien tentang adanya nyeri dada atau perasaan
tidak nyaman selama posedur.

10
2.2.6 Komplikasi
1. Diseksi arteri koroner
2. Vasospasme arteri koroner
3. Akut disritmia
4. Cardiac arest
5. Tamponade jantung
6. Hipotensi
7. Perdarahan, biasanya terjadi pada daerah akses penusukan (area
insersi) ataupun perdarahan retroperitoneal
8. Hematoma
9. Pseudoaneurisma
10. Fistula arteriovenosus
11. Thrombosis dan embolisasi distal
12. Contrast induce nefropathi (CIN)

2.2.7 Peran perawat dalam PCI


2.2.7.1 Sebelum tindakan

1. Inform consent
2. Anjurkan klien untuk puasa 4-6 jam sebelum tindakan (elektif PCI)
3. Observasi dan ukur tanda-tanda vital (perubahan EKG, tekanan darah, HR,
RR, dan saturasi O2)
4. Pemeriksaan penunjang
1) Laboratorium: Cek darah lengkap, GDS, ureum, creatinin, HBSAg,
elektrolit, PT, APTT, BT, dan ACT.
2) Rontgen thorax
5. Cek pulsasi perifer (dorsalis pedis) untuk kateterisasi melalui arteri
femoralis
6. Melakukan Allen test (jika penusukan melalui arteri radialis)
7. Obat-obat dilanjutkan sesuai instruksi dokter
8. Pada klien dengan nilai creatinin diatas 1,25 mg/dl (nilai normal 0,72-1,25
mg/dl), lakukan loading cairan (1cc/kgBB/jam) diberikan pre dan post
tindakan PCI

11
9. Memberikan penjelasan prosedur tindakan
10. Pasang IV line tangan kiri
11. Membersihkan area pungtur

2.2.7.2 Selama tindakan

1. Kaji keluhan selama prosedur tindakan berlangsung


2. Melakukan observasi tanda-tanda vital setiap 15 menit
3. Memantau hemodinamik

2.2.7.3 Setelah tindakan


1. Kaji keluhan setelah tindakan
2. Observasi TTV secara ketat : setiap 15 menit pada jam pertama, setiap 30
menit pada jam ke ke tiga dan setiap jam pada 4 jam berikutnya
3. Mengobservasi tanda-tanda adanya perdarahan dan hematoma pada area
penusukan
4. Mengobservasi dan mengukur tanda –tanda vital (tekanan darah, nadi,
respirasi, suhu tubuh, dan saturasi O2)
5. Pemantauan perubahan EKG 12 lead
6. Mengobservasi hasil laboratorium (peningkatan kreatinin mengindikasikan
gangguan ginjal karena zat kontras, sedangkan peningkatan CKMB
menandakan cedera otot jantung)
7. Mengobservasi efek alergi zat kontras (seperti menggigil, kemerahan,
gatal, pusing, mual, muntah, urine tidak keluar, dsb)
8. Mengobservasi gangguan sirkulasi perifer Cek pulsasi arteri dorsalis pedis,
tibialis, radialis. Bila terjadi gangguan (nadi lemah/tak teraba), beritahu
dokter biasanya diberikan obat antikoagulan bolus atau bisa dilanjutkan
dengan pemberian terus menerus (kontinyu). Observasi kehangatan daerah
ekstremitas kanan dan kiri kemudian dibandingkan.
9. Mengobservasi adanya tanda-tanda hipovolemi
10. Memberikan hidrasi sesuai kebutuhan

12
11. Memonitor adanya tanda-tanda infeksi meliputi : Observasi daerah luka
dari sesuatu yang tidak aseptik/septic, selalu menjaga kesterilan area
penusukan, observasi adanya perubahan warna, suhu pada luka tusukan
12. Berikan pendidikan kesehatan pada pasien :
a) Anjurkan untuk tidak mengangkat beban lebih dari 5 kg selama 1
minggu untuk menghindari stertching/ peregangan pada arteri radialis
jika akses melalui arteri radialis
b) Beritahu perawat atau dokter bila terjadi keluhan berhubungan dengan
gangguan sirkulas.
c) Buka elastikon dan ganti dengan tensoplast setelah 12 jam pemasangan
elastikon
d) Bila ada hematoma dan perdarahan segera hubungi dokter atau perawat
dan langsung ke rumah sakit.
2.2.7.4 Prosedur pencabutan SHEATH
Area penusukan di arteri femoralis:
1. 4 jam post tindakan PCI, sheath boleh dicabut/aff oleh dokter jika nilai
ACT (Activating Clohting Time, nilai normal < 100 detik)
2. Dengan menggunakan sarung tangan steril dan prosedur steril, sheath di
aff dan dilakukan penekanan selama kurang lebih 10-15 menit sampai
dengan perdarahan berhenti
3. Beritahu kepada klien bahwa prosedur pencabutan sheath akan dilakukan
dan ajarkan teknik relaksasi napas dalam untuk mencegah terjadinya
reflek vagal
4. Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, denyut nadi, pernapasan,
saturasi oksigen), pulsasi arteri perifer, dan keluhan klien selama aff
sheath
5. Bila darah sudah tidak keluar, luka pungsi ditutup dengan kasa steril dan
verban elastic lalu diberi bantal steril
6. 6 jam post aff sheath klien baru diperbolehkan mobilisasi
7. Observasi daerah distal ekstremitas dan keadaan umum klien post aff
sheath (tekanan darah, nadi, irama ekg/perubahan gelombang EKG,
saturasi O2, pernapasan, nilai ureum dan kreatinin) dari adanya
komplikasi berupa perdarahan/hematoma, thrombosis, fistula
arteriovenosus, dan CIN (Contras Induce Nefropathy).

13
2.2.7.5 Prosedur pelepasan NICHIBAND
Area puncture di arteri radialis :
1. Pelepasan dilakukan 4-6 jam setelah tindakan PCI
2. Gunakan sarung tangan bersih, letakkan tangan kiri diatas nichiband, dan
beri sedikit penekanan dengan kuat
3. Buka plester nichiband dengan tangan kanan perlahan-lahan sambil
memperhatikan aliran darah yang keluar dari luka insisi/penusukan
4. Bila masih terdapat perdarahan pasang kembali nichiband dan plester
untuk mencegah plester nichiband terlepas
5. Bila tidak terjadi perdarahan lanjutkan membuka nichiband dan tutup
dengan kassa steril diatas luka insisi dan tekan dengan kuat
2.3 Contrast Induced Nephropathy
2.3.1. Definisi Contras Induced Nephropathy

1. Contrasst Induced Akut Kidney Injury adalah adanya peningkatan


serum creatinine ≥ 0,5 mg/dl (≥ 44µmol/L) atau peningkatan 25% dari
nilai awal creatinine yang dilihat 48 jam setelah prosedur radiological,
tanpa penyebab yang lainnya. (McCullough. Contrast Induced-AKI.
JACC. Vol.51. No.15, 2008).

2.Definisi CIN menurut European Society of Urogenital Radiology adalah


peningkatan kreatinin serum ≥ 25% atau 0,5 mg/dL yang terjadi dalam 3
hari setelah pemberian media kontras intravaskular tanpa ada penyebab
lainnya (Thomsen, 2006).

3. Definisi CIN menurut Acute Kidney Injury Network adalah peningkatan


kretinin serum ≥ 0,3 mg/dL disertai dengan adanya oliguria.

4. Slocum dkk (2010) melakukan studi untuk menentukan definisi CIN


yang paling baik dalam implikasi klinis apakah peningkatan serum ≥
25% dari nilai dasar kreatinin serum atau peningkatan yang absolut ≥ 0,5
mg/dL. Dari data yang ada peningkatan yang absolut ≥ 0,5 mg/dL lebih
superior dibanding peningkatan serum ≥ 25% dari nilai dasar kreatinin
serum dalam menegakkan CIN.

14
2.3.2 Faktor Risiko Contras Induced Nephropathy (CIN)

Menurut Shoukat (2010) :


a. Faktor risiko terkait pasien
1) Dapat dirubah :
 Kekurangan cairan.
 Anemia
 Penggunaan obat – obatan yang nephrotoksik.
 Albumin rendah
2) Tidak dapat dirubah :
 Usia
 Diabetes Mellitus
 Gagal ginjal yang sudah ada sebelumnya
 CHF
 Hemodinamik yang tidak stabil
 Nephrotik sindrom
 Transplantasi ginjal.
b. Faktor risiko terkait prosedur
1) Dapat dirubah
 Volume media kontras
 Pemberian media kontras berulang dalam durasi 72 jam
 Osmolaritas dan ionicity media kontras.
2) Tidak dapat dirubah
 Pemakaian IABP
 Emergency PCI
 Pemberian media kontras secara intraarterial
2.3.4 Stratifikasi Resiko Contras Induced Nephropathy (CIN)

1. Berdasarkan National Kidney and Transplant InstitutePhillipines (2013) :


a. Low Risk : eGFR > 60 ml/menit
b. Moderate Risk : eGFR 30 – 59 ml/menit
c. High Risk : eGFR < 30 ml/menit
2. Berdasarkan Mehran (2004) :

15
16
2.3.5 Penatalaksanaan CIN

Penatalaksanaan CIN berdasarkan Standar Prosedur Operasional CIN di Rumah


Sakit Jantung Harapan Kita adalah :

Definisi/Pengertian : Contras Induced Nephropathy (CIN)

CIN adalah Suatu keadaan dimana terjadi gangguan atau perburukan fungsi
ginjal yang terjadi dalam 24 sampai 48 jam pasca pemberian kontras tanpa sebab
yang lain, dimana kadar creatinin meningkat 0.5 mg/dl atau terjadi peningkatan
25 % dari nilai kreatinin awal.

Tujuan :

1. Mencegah kejadian CIN semua penderita yang menjalani prosedur.


2. Mengurangi kejadian CIN semua penderita risiko tinggi yang menjalani
prosedur.

Informasi Umum :

1. CIN masih merupakan masalah yang berkaitan dengan penggunaan media


kontras.

2. CIN merupakan salah satu penyebab Gagal Ginjal Akut yang didapat saat
perawatan di Rumah Sakit.

3. Gagal Ginjal Kronis merupakan faktor predisposisi utama untuk terjadinya


CIN.

4. Bila penderita yang menjalani prosedur mengalami CIN dan memerlukan


dialisa akan berdampak pada lama waktu perawatan, biaya perawatan dan
risiko kematian.

5. Penderita yang akan menjalani prosedur angiografi harus di periksa kadar


creatinin plasma.

6. Penderita yang sudah pernah menjalani prosedur, harus di cek jenis media
kontras yang digunakan sebelumnya.

17
7. Penderita dengan kadar creatinin > 2.0, harus dirawat terlebih dahulu
sebelum menjalani prosedur.

2.3.6 Prosedur:

A. Untuk penderita Ambulatory

1. Untuk Penderita ambulatory dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl


tanpa tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %.

Pre Prosedur:

a. Anjurkan pasien minum air putih kurang lebih 1 liter dalam 12 jam atau
sekurang-kurangnya 3 jam sebelum prosedur atau diberikan infus NaCL
0.9 % 500 cc sebelum prosedur.

b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara


lain aminoglokosida, NSAID.

c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1


selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras.

Saat Prosedur:

a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau


kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso
osmolality )

b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila


penderita menjalani prosedure lebih dari sekali.

c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan


berdasarkan rumus :

BB (kg) X 4

Volume kontras = -----------------

Cr (mg/dl)

18
2. Untuk Penderita ambulatory dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl
dengan tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi < 40 %.

Pre Prosedur:

a. Anjurkan pasien minum air putih kurang lebih 500 cc dalam 12 jam
atau sekurang-kurangnya 3 jam sebelum prosedure atau diberikan infus
NaCL 0.9 % 300 cc sebelum prosedur sambil di evaluasi tanda –tanda
perburukan gagal jantung seperti keluhan sesak bertambah, denyut nadi
meningkat, terdengar rales pada kedua basal paru.

b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara


lain aminoglokosida, NSAID.

c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1


selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras.

Saat Prosedur:

a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau


kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso
osmolality )

b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila


penderita menjalani prosedure lebih dari sekali.

c. Berikan profilaksis dengan oradexon 1 ampul dan chlorphenon 10 mg


(1 cc) IV pada penderita dengan riwayat alergi media kontras.

d. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan


berdasarkan rumus :

BB (kg) X 4

Volume kontras = -----------------

Cr (mg/dl)

19
B. Untuk penderita rawat inap.

1. Untuk Penderita rawat inap dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl
tanpa tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %.
Pre Prosedur:

a. Diiberikan infus NaCL 0.9 % 1 cc/kgBB/jam dalam 12 jam sebelum


prosedur.

b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara


lain aminoglokosida, NSAID.

c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1


selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras.

Saat Prosedur:

a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau


kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso
osmolality )

b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila


penderita menjalani prosedure lebih dari sekali.

c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan


berdasarkan rumus

BB (kg) X 4

Volume kontras = -----------------

Cr (mg/dl)

20
2. Untuk Penderita rawat inap dengan creatinin ≥ 1.7 sampai 2.0 mg/dl
dengan tanda-tanda gagal jantung dan atau Fraksi Ejeksi ≥ 40 %.
Pre Prosedur:

a. Diiberikan infus NaCL 0.9 % 0.5 cc/kgBB/jam dalam 12 jam sebelum


prosedur.

b. Menghentikan obat-obatan yang bisa mengganggu fungsi ginjal antara


lain aminoglokosida, NSAID.

c. Berikan flumucil 600 mg oral setiap 12 jam sebanyak 4 dosis (2x1


selama 48 jam), yang dimulai sebelum diberikan kontras.

Saat Prosedur:

a. Pilih kontras media dengan osmolalitas rendah (low osmolality) atau


kontras media dengan osmolalitas yang sama dengan plasma (iso
osmolality )

b. Hindari penggunanaan kontras yang berbeda dalam 72 jam, bila


penderita menjalani prosedure lebih dari sekali.

c. Jumlah kontras yang digunakan tidak melebihi volume yang didapatkan


berdasarkan rumus :

BB (kg) X 4

Volume kontras = -----------------

Cr (mg/dl)

21
2.4 Asuhan Keperawatan Pasien Pro Percutaneus Coronary Angiography
2.4.1 Pengkajian

a. Data umum
Data umum meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, pekerjaan, agama, Tinggi Badan (TB), Berat Badan (BB),
diagnosa medis.

b. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit meliputi keluhan utama datang ke rumah sakit, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga, riwayat
pekerjaan, riwayat geografi, riwayat alergi, kebiasaan social dan kebiasaan
merokok.

c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik awal dilakukan secara umum meliputi pemeriksaan
kepala dan leher yaitu raut muka, bibir, mata, tekanan vena jugular, arteri
karotis, kelenjar thyroid, trachea.

d. Pemeriksaan fisik sistem respirasi yang meliputi asimetris pengembangan


dada, frekuensi napas, gerakan dinding dada, suara paru, batas paru, dan suara
napas.
Pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler yang meliputi nadi perifer yaitu
irama, frekuensi isi nadi, dan jantung yaitu bentuk prekordium, denyut apeks
jantung, getaran, gerakan trakhea, batas kelainan jantung, dan bunyi jantung.

e. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium yaitu enzim
jantung untuk mengetahui keefektifan revaskularisasi, gula darah, kadar lemak
kolesterol, fungsi ginjal dan faktor pembekuan darah untuk mengetahui faktor
resiko, hematologi rutin, analisa gas darah dan elektrolit sebagai pemeriksaan
penunjang. Pemeriksaan hemodinamik meliputi frekuensi nadi, tekanan darah,
frekuensi napas dan saturasi oksigen dilakukan untuk mengetahui kerja jantung
setelah dilakukan PAC. Pemeriksaan grafik meliputi EKG untuk mengetahui
efektivitas revaskularisasi dan Ekhokardiogram untuk menilai kerja jantung.

22
2.4.2 Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan Pra Tindakan
1) Ansietas berhubungan dengan informasi negatif tentang prosedur tindakan,
hasil dan kemungkinan komplikasi yang muncul.
2) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan informasi
yang adekuat mengenai tindakan yang akan dilakukan.
3) Risiko perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan.

b. Diagnosa Keperawatan Intra Tindakan


1) Aritmia berhubungan dengan penurunan suplai oksigen ke miokardium,
pemberian media kontras, ketidakseimbangan elektrolit.
2) Penurunan cardiac output berhubungan dengan kehilangan darah,
tamponade jantung, aritmia, disfungsi miokardium.
c. Diagnosa Keperawatan Paska Tindakan
1) Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan obstruksi mekanik
pada arteri, spasme arterial, bleeding, hematoma.
2) Perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan, kurang adekuat
penekanan area puncture.
3) Reaksi alergi berhubungan dengan penggunaan media kontras.
4) Resiko penurunan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan efek samping
penggunaan media kontras
2.4.3 Rencana Intervensi
a. Ansietas berhubungan dengan informasi negatif tentang prosedur tindakan,
hasil dan kemungkinan komplikasi yang muncul.
Tujuan :pasien cemas menurun atau hilang dan pasien mampu
mengembangkan koping yang efektif.

Kriteria :

1) Ekspresi rileks, tenang.


2) Tanda vital dalam batas normal.
3) Teknik relaksasi yang digunakan pasien dapat membantu menurunkan
kecemasan.

23
Tindakan :

1) Kaji tingkat kecemasan pasien.


2) Kaji efek yang muncul pada pasien akibat kecemasan yang dialami.
3) Kaji penyebab kecemasan pasien.
4) Kaji mekanisme koping yang digunakan pasien.
5) Gunakan teknik komunikasi terapeutik.
6) Berikan penjelasan yang mudah diterima kepada pasien mengenai hal yang
membuat pasien cemas (prosedur tindakan, situasi ruang tindakan,
komplikasi yang akan muncul, hal – hal yang harus pasien lakukan di dalam
ruang tindakan, dll)
7) Kolaborasi dengan medis bila memerlukan sedatif.
b. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mendapatkan informasi
yang adekuat mengenai tindakan yang akan dilakukan.
Tujuan : pengetahuan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan meningkat.

Kriteria :

1) Tingkat pengetahuan pasien meningkat.


2) Pasien tampak tenang, rileks.
Tindakan :

1) Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang tindakan yang akan dilakukan.


2) Kaji kemampuan pasien dalam menerima edukasi.
3) Berikan edukasi mengenai tindakan yang akan dilakukan (pengertian,
prosedur, situasi ruang tindakan, hal – hal yang harus pasien lakukan selam
tindakan berjalan, perawatan pasien setelah selasai dilakukan tindakan rasa
nyeri yang mungkin muncul, kemungkinan komplikasi dan cara
penaganannnya serta pencegahannya).
4) Berikan edukasi setelah tindakan selesai (bagimana cara perawatan area
puncture, kapan sheat bisa dilepas, bagimana aktivitas pasien setelah sheat
dilepas, aktivitas yang boleh dan tidak boleh dilakukan).
5) Gunakan bahasa yang mudah dipahami pasien saat memberikan edukasi.
6) Berikan edukasi mulai dari hal – hal yang ringan terlebih dahulu.

24
7) Gunakan media yang disukai pasien.
c. Aritmia berhubungan dengan ketidakmampuan untuk suplai oksigen ke
miokardium, pemberian zat kontras, ketidakseimbangan elektrolit.
Tujuan : pasien tidak terjadi aritmia selama dan setelah dilakukan tindakan
angiografi koroner.

Kriteria :

a. Irama EKG Normal Sinus Rhytm


b. Tidak ada perubahan irama jantung dari irama awal.
Tindakan :

1) Kaji tanda – tana vital.


2) Kaji tingkat kesadaran pasien.
3) Berikan oksigen seusai dengan kebutuhan.
4) Istirahatkan pasien.
5) Kaji pulsasi pasien.
6) Kaji perfusi pasien.
7) Kaji irama jantung pasien.
8) Kolaborasi dengan medis untuk pemberian oabta anti aritmia.
d. Penurunan cardiac output berhubungan dengan kehilangan darah,
tamponade jantung, aritmia, disfungsi miokardium.
Tujuan : pasien dapat memenuhi cardiac output secara adekuat.

Kriteria :

3) tanda cardiac oupt adekuat terpenuhi.


4) Kulit teraba hangat.
5) Tanda vital dalam batas normal.
6) Urine output lebih dari 0,5 cc/KgBB/jam
Tindakan :

1) Monitoring hemodinamik pasien dengan ketat.


2) Kaji kesadran pasien dan status mental.
3) Monitor irama jantung pasien.

25
4) Monitor perfusi jaringan di perifer (saturasi, capillary refile time, saturasi
oksigen, warna kulit dan ujung kuku)
5) Berikan oksigen sesaui dengan kebutuhan.
6) Pantau intake dan output.
7) Pantau diuresis pasien.
8) Istirahatkan pasien.
9) Kolaborasikan dengan medis utuk pemberian obat – obatan (nitrat, calcim
antagonist, beta blocker, heparin diuretic, inotropic,dll)
e. Penurunan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan obstruksi mekanik
pada arteri, spasme arterial, bleeding, hematoma.
Tujuan : pasien mendapatkan perfusi jaringan perifer yang adekuat.

Kriteria :

1) Pulsasi distal area puncture adekuat


2) Tidak terdapat nyeri karena iskemia jaringan perifer
3) Akral teraba hangat
4) Saturasi Oksigen normal
Tindakan :

Sebelum Pencabutan Sheath :

1) Kaji Pulsasi bagian distal dari area puncture setiap 15 menit pada satu jam
pertama, dilanjutkan setiap 30 menit pada 1 jam kedua dan selanjutnya
setiap jam sampai pasien pulang.
2) Kaji warna dan temperature dari akral setiap 15 menit pada satu jam
pertama, dilanjutkan setiap 30 menit pada 1 jam kedua dan selanjutnya
setiap jam sampai pasien pulang.
3) Kaji adanya rasa nyeri, baal, kehilangan kemampuan sensori dan motorik.
4) Imobilisasikan pada area puncture, bila perlu gunakan immobilizer device.
5) Jangan ijinkan pasien berada dalam posisi duduk, elevasi kepala tidak boleh
melebihi 30°.
6) Bantu pasien memenuhi ADL.
Setelah Pencabutan Sheath :

26
1) Kaji pulsasi radial dan ulna jika puncture di dareah radialis. Kaji pulsasi
dorsalis pedis dan popliteal jika area puncture di daerah femoralis.
2) Kaji adanya pembengkakan atau hematoma pada area puncture.
3) Kaji adanya tanda – tanda pseudoaneurisma atau arteriovenosus fistula
meliputi adanya massa yang berdenyut dan rasa nyeri.
f. Risiko perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan, kurang
adekuatnya penekanan area puncture.
Tujuan : pasien tidak terjadi perdarahan

Kriteria :

1) Tidak terdapat tanda perdarahan dari area puncture


2) Hemodinamik pasien stabil.
Tindakan :

Sebelum Pencabutan Sheat :

1) Pertahankan posisi ekstrimitas dalam keadaan lurus dan diistirahatkan.


2) Pertahankan elevasi kepala tidak lebih dari 30°.
3) Hindarkan pergerakkan yang frekuen pada ekstrimitas yang dilakukan
puncture.
4) Bantu pasien dalam memenuhi ADL.
5) Ajarkan dan anjurkan pasien untuk menekan area puncture jika batuk atau
bersin.
6) Anjurkan pasien melapor jika daerah puncture terasa lebih hangat, tampak
bengkak dan baal.
7) Kolaborasikan dengan dokter terkait pemberian obat – obatan antiplatelet.
Pada Saat Pencabutan Sheath :

1) Berikan tekanan yang cukup selama 30 menit.


2) Anjurkan pasien untuk tetap dalam posisi bed rest sampai 6 jam setelah
tindakan.
3) Jelaskan pada pasien untuk menghindari pergerakan yang tiba – tiba
menggunakan ekstrimitas yang dilakukan puncture.
4) Lakukan mobilisasi secara bertahap setelah sheat dilepas.

27
5) Jelaskan pada pasien untuk menghindari penggunaan ekstrimitas yang
dilakukan puncture untuk aktivitas yang berat dan pergerakan yang
berlebihan atau ekstrim selama 1 minggu sejak dilakukan tindakan.
g. Perdarahan berhubungan dengan penggunaan antikoagulan, kurang
adekuatnya penekanan area puncture.
Tujuan : Perdarahan berhenti, pasien terbebas dari komplikasi akibat
perdarahan.

Kriteria :

1) Perdarahan berhenti.
2) Hemodinamik stabil
3) Perfusi jaringan adekuat
Tindakan :

1) Kaji adanya perdarahan area puncture, amati adanya rembesan darah,


pembengkakan, hematoma, nyeri.
2) Kaji adanya tanda perdarahan retroperitoneal, amati adanya keluhan nyeri
pinggang, pulsasi melemah, penurunan Hemoglobin.
3) Kaji dan pantau tanda – tanda vital tiap 15 menit sampai dengan perdarahan
terkontrol.
4) Kaji status sirkulasi pasien, capillary refil dan Saturasi oksigen.
5) Bila tampak adanya hematoma, berikan tanda untuk mengamati apakah
terdapat peningkatan area hematoma.
6) Lakukan penekanan pada lokasi perdarahan secara manual, bila perlu
menggunakan mechanicalpressure device.
7) Kolaborasikan dengan dokter jika perlu segera cabut sheat.
8) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian cairan intraveva.
9) Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan ACT.
h. Reaksi alergi berhubungan dengan penggunaan media kontras.

28
Tujuan : Pasien tidak terjadi reaksi alergi terhadap media kontras yang
digunakan.

Kriteria :

1) Tidak terdapat tanda – tanda reaksi alergi media kontras.


2) Tanda vital dalam batas normal.
3) Tidak ada keluhan menggigil, mual, pusing, gatal – gatal.
Tindakan :

1) Kaji adanya riwayat alergi.


2) Anjurkan pasien untuk segera melapor jika mengalami keluhan badan terasa
hangat, mual, muntal, sesak nafas, gatal – gatal.
3) Kaji tanda vtal setiap 15 menit sekali.
4) Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian antihistamin/kortokisteroid.

i. Resiko penurunan perfusi jaringan ginjal berhubungan dengan efek samping


penggunaan zat kontras.
Tujuan yang diharapkan : tidak terjadi contrast induce nephropathy.

Kriteria:

1) Urine output 0.5 – 1 cc/kgBB/jam


2) Fungsi renal baik ditandai dengan hasil kreatinin kurang dari 1.2 mg/dl
Tindakan :

1) Kaji keluhan klien


2) Jelaskan tujuan pengukuran urine
3) Motivasi klien untuk banyak minum (kurang lebih 2 liter/12jam setelah
tindakan)\
4) Berikan rehidrasi sebelum dan sesudah prosedur PAC, terutam bila terjadi
peningkatan nilai ureum dan kreatinin (rehidrasi 1cc/kgBB/jam selama 12
jam)
5) Monitor dan ukur intake dan output klien
6) Monitor dan catat hasil laboratorium fungsi renal (ureum dan kreatinin).

29
2.4.4 Implementasi
Implementasi adalah tindakan pemberian asuhan keperawatan yang
dilaksanakan untuk membantu mencapai tujuan pada rencana keperawatan
yang telah disusun.Prinsip dalam pemberian asuhan keperawatan menggunakan
komunikasi terapeutik serta penjelasan setiap tindakan yang diberikan pada
pasien.

Tindakan keperawatan yang dilakukan dapat berupa tindakan


keperawatan secara independent,dependent,dan interdependent.Tindakan
independent adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk
atau perintah dari dokter atau tenaga kesehatan lainnya.Tindakan Dependent
adalah tindakan yang berhubungan dengan tindakan medis atau dengan
perintah dokter atau tenaga kesehatan lainnya. Tindakan interdependent adalah
tindakan keperawatan yang memerlukan kerjasama dengan tenaga kesehatan
lainnya seperti ahli gizi,radiologi,fisioterapi dan lainnya.

2.4.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan yang dapat di
Gunakan sebagai alat ukur keberhasilan suatu asuhan keperawatan yang di
buat.Evaluasi berguna untuk menilai setiap langkah dalam perencanaan,mengukur
Kemajuan pasien dalam mencapai tujuan akhir dan untuk mengevaluasi
keefektifan Rencana atau perubahan dalam membantu proses asuhan keperawatan.

30
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Klien
Nama : Tn. A. M
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 1 September 2016
Tanggal Pengkajian : 1 September 2016 jam 10:00 WIB
Pengkajian di ruang Cathlab dan IW
Diagnosa Medis : Angina Pectoris Stabil CCS II
No. MR : 04-48-69
3.1.2 Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pasien mengatakan badannya terasa lemas dan nyeri pada
femoralis kanan dan kiri dengan skala nyeri 2-3.
P : Nyeri dirasakan menetap pada daerah penusukan
Q : Nyeri dirasakan seperti dicubit
R : Nyeri dirasakan di daerah penusukan femoralis kanan dan kiri
S : dengan skala nyeri 2 – 3
T : Dirasakan menetap, bertambah jika bergerak
b. Riwayat penyakit sekarang
Pasien masuk rawat inap di PJNHK pada tanggal 31 agustus
2016, karena direncanakan akan dilakukan PCI pada tanggal 1
september 2016. Saat masuk ruang perawatan tidak ada keluhan.
Pasien biasanya merasakan nyeri dada, sesak nafas, saat beraktivitas
berat, atau kelelahan dan akan berkurang dengan istirahat dan hilang
obat nitrat. Pasien post PCI tanggal 1 September 2016 jam 10.00,
dengan hasil RCA stenosis tandem 70% di proksimal, stenosis 60% di

32
mid, total oklusi di distal bagian distal mendapat aliran dari ipsilateral
dan kontralateral. Pasien mengatakan nyeri di paha kanan dan kiri
akibat penusukan.
c. Riwayat penyakit dahulu
Pada tahun 1993 pernah dikateterisasi di RS luar (klien lupa),
hasilnya dikatakan ada 2 sumbatan dan direncanakan operasi tetapi
pasien belum siap. Pada tanggal 12 Agustus 2016, sudah dilakukan
angiografi dengan hasil LM (normal), LAD (stenosis 80% di
proksimal, total oklusi di mid, distal mendapat aliran dari
kontralateral), LCx (stenosis 70% di proksimal, total oklusi di distal,
stenosis 80% di proksimal OM1), RCA (multiple stenosis 60-80% di
proksimal-mid, total oklusi di distal, distal mendapat aliran dari
kontralateral).
Gastritis tidak ada, stroke tidak ada, asma tidak ada,DM tidak
ada, hipertensi tidak ada, pasienmerokok sejak muda 1 bungkus sehari
namun semenjak bulan juni kemarin hanya 1 batang per harinya.
d. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami sakit seperti yang
dialami oleh klien.
3.1.3 Pengkajian Pola Kesehatan
a. Pola Persepsi Kesehatan
Sehat merupakan sesuatu yang berharga bagi klien.
b. Pola Nutrisi
Makan 3x sehari, tidak suka makan makanan cepat saji. Pada
saat di rawat inap pasien dipuasakan 4 - 6 jam karena akan dilakukan
tindakan PCI.
c. Pola Eliminasi
Pada saat pengkajian tgl 1 september 2016 jam 10.00 WIB
pasien sudah terpasang catheter dengan jumlah urine ±50 cc, warna
kuning jernih, hematuri tidak ada.

d. Pola Aktivitas dan Latihan

33
Pasien mengatakan dada terasa sakit, sesak nafas saat
beraktifitas berat dan kelelahan. Pasien sehari harinya berdagang di
toko. Selama perawatan semua aktivitas dibantu oleh perawat, karena
klien dianjurkan untuk bedrest.
e. Pola Istirahat dan Tidur
Klien tidak pernah tidur di atas jam 22.00 dan selalu bangun jam
04.00. Siang hari klien tidur siang ±1-2 jam antara pukul 13.00 –
15.00
f. PolaPersepsi Kognitif
Klien mengatakan bahwa sudah tahu sebenarnya sakit apa tapi
takut untuk tindakan perioperatif dan takut tidak bisa disembuhkan.
g. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Klien merasa sudah nyaman dengan dirinya sebagai laki-laki
h. Pola Fungsi Peran dan Hubungan
Klien merupakan suami, istri pertama sudah meninggal dan
sekarang hidup dengan istri kedua. Mempunyai anak dari isti pertama
4 orang dan dari istri kedua 2orang. Antara anak – anak klien tampak
akur. Mempunyai 6 cucu dari 4 orang anaknya yang sudah menikah.
Klien memiliki hubungan baik dengan istri, anak dan cucu –cucunya.
i. Pola Reproduksi dan Seksual
Sebelum sakit klien melakukan hubungan seksual dengan
istrinya ±2-3 kali dalam sebulan.
j. Pola Mekanisme Koping dan Stres
Klien mengatakan keluarganya selalu memberikan dukungan
penuh untuk apa yang klien lakukan.
k. Pola Nilai dan Kepercayaan
Selama ini klien selalu taat untuk beribadah dan tidak ada
kepercayaan yang bertentangan dengan pengobatan yang dijalani saat
ini.

3.1.4 Pemeriksaan Fisik :


KeadaanUmum : Lemah

34
TingkatKesadaran : Composmentis, GCS: 15 (E=4, M=5, V=6)
BeratBadan : 63 Kg
TinggiBadan : 165 cm
Tanda – tanda Vital: TD: 133/63 mmHg, HR: 98 x/menit, RR:
20 x/menit, Suhu: 36.5 oC,
Sat. O2: 100%
a. Kepala
Rambut : Rambut hitam, kulit kepala bersih.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, pupil isokor, sklera
tidak ikterik.
Hidung : Simetris, bersih, tidak ada nafas cuping hidung,
terpasang O2 binasal 3lpm.
Telinga : Simetris, bersih, tidak ada gangguan
pendengaran.
Ekspresi wajah : Ekspresi wajah terlihat lemah.
Leher : Tidak terlihat peningkatan JVP.
b. Toraks
Inspeksi : Bentuk dada simetris, integritas kulit utuh, tidak
ada haematom, tidak ada otot bantu nafas,
terdapat elektroda untuk monitor EKG.
RR 20 x/mnt
Palpasi : tidak teraba masal
Perkusi : Bunyi paru sonor
Auskultasi : Suara nafas vasikuler. Tidak ada wheezing,
ronchi, maupun rales.
c. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba ictus cordis di intercosta 5, midcalvicula
kiri
Perkusi : Bunyi redup di area jantung
Ausukultasi : BJ 1 dan 2 normal, tidak terdengar bunyi jantung
tambahan
d. Abdomen

35
Inspeksi : Bentuk normal, tidakterlihatdistensi
Palpasi : Nyeritekandan ascitestidakada, kandung kemih
terababelumterisipenuh
Auskultasi : Bising usus ada 4x/mnt
Perkusi : terdengar timpani
e. Genital
Terlihat cukup bersih, terpasang kateter urine.
f. Ekstremitas
Terdapat balutan luka pada daerah femoralis kanan dan kiri. Balutan
luka tampak kering. Kekuatan otot ekstremitas kanan dan kiri normal
(5), akral hangat, capillary refill<2 detik, tidak ada edema, dan pulsasi
perifer kuat: +/+. Terpasang IV line di vena cephalic tangan kiri. .
g. Kulit
Warna kulit sawo matang, lembab, dan turgor kulit elastis.

3.1.5. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
Hasil
Kadar Normal
Spesimen 11/08/2016 1/09/2016 2/09/2016

J.09.15 J.08.12

ACT 100 – 120


Leukosit 6780 6800 5000 – 10000

Hematokrit 39,4 41,2 40 – 48


Hemoglobin 13,9 14,5 12- 14 g/dl
Trombosit 196 154 150-400 rb/ul
Eritrosit 4,31 4,5 4,4 – 5,9 jt/ul
CKMB 0 – 24 u/l
hs Trop T <14 ng/ml
Ureum 36,8 35,9 40,3 17 – 56 mg/dl
BUN 17 17 19 6 – 20 mg/dl
Creatinin 1,24 1,07 1,47 0,72 – 1,2 mg/dl

36
GDS sewaktu 106 97 143
Natrium 142 136 -145
Kalium 4,97 3,5 – 5,1
Calsium Total 2,05 – 2,4
Chlorida 106 98 – 107
b.Magnesium 2,44 1,7 – 2,2
Chlolesterol 184 196 200 – 240
c. E
Total
l
Cholesterol 53 48 40 – 60
e
HDL
k
Cholesterol 132 138 100 – 190
t
LDL Direk
k
Trigliserida 73 268 150 -500
a
Cholesterol 3,47 7,00 5 – 6,01
r
Rasio
d
Asam Urat 5,9 3,4 – 7
i
HBSaG Non reaktif Non reaktif
g
Masa 1 1-6
r
Perdarahan
a

b. Elektrokardigrafi
Terdapat T inverted di lead II, lead III, aVF, sinus bradikardi dengan atrial
ekstrasistol (1 September 2016 pukul 04.46)
c. Echokardiografy
Fungsi sistolik LV menurun, EF 40%. Inferior, segmen lain hipokinetik.
Disfungsi LV diastolik, gangguan relaksasi. MR mild, TR mild, PH low
probability. Kontraktilitas LV normal.

d. Hasil Post PCI (Tgl 01 September 2016)


Punksi arteri femoralis kanan dengan Sheath 7F, femoralis kiri dengan
sheath 6F. Diberikan heparin 6.300 unit.

37
Angeografi menunjukkan
RCA : Stenosis tendem 70% di proksimal, stenosis 60%
di mid. Total oklusi di distal, bagian distal
mendapat aliran dari ipsilateral dan kontralateral.
Media kontras visipaque sebanyak 180 ml
perdarahan 20 cc terdapat hematoma di daerah
femoralis kiri dimeter 6 cm.
Kesimpulan : Sukses PCI dengan 3 DES di RCA.

a. Terapi Medis
1) Aspilet 1x80mg p/o
2) Atorvastatin 1x20mg p/o
3) Rampil 1x5 mg p/o
4) Clopidogel 300mg ekstra p/o
5) Bisoprolol 1x2,5 mg p/o
6) ISDN 2x5 mg p/o

3.2 Analisa Masalah


Tgl/ No Data Fokus Masalah Etiologi
Jam Dx
1/09/16 1 DS : Klien mengatakan Resiko Puncture Arteri
10.00 sebelum tindakan, klien tidak Perdarahan Femoralis kanan
pernah mengalami dan kiri dengan
perdarahan yang sulit menggunakan
berhenti. Sheat
DO :
a. KU : Lemah
b. Kesadaran : CM
c. Dilakukan penusukan
pada arteri femoralis
kanan dan kiri
menggunakan Sheat
dengan ukuran 7F di

38
femoralis kanan dan
ukuran 6F di femoralis
kiri.
d. Tekanan darah 133/63
mmhg, nadi 98
x/menit, pernafasan 20
x/menit, saturasi
oksigen 100%, Oksigen
Nasal Kanul 3 L/menit
e. Pemberian heparin 6300
unit pada saat tindakan
PCI, Clopidogel 300mg,
Aspilet 80 mg
f. Terdapat balutan luka di
femoralis kanan dan kiri,
balutan tampak bersih
tidak ada rembesan.
g. Tidak terdapat hematom
atau luka.
h. Lab :
Masa Perdarahan : 1dtk
Hb : 13,9
Ht : 39,4
Leukosit : 6780
Trombosit : 196
Eritrosit : 4,31
1/09/16 2. DS : Klien mengatakan sudah Resiko Pemberian Kontras
10.00 minum ± 3 gelas (750cc) Penurunan
sebelum puasa. Fungsi Renalis
DO :
a. Klien terpasang kateter,
urin positif, warna kuning
jernih, tidak ada

39
perdarahan, jumlah ±50cc
(10 jam post operasi).
b. Pemberian Kontras
sebanyak 180ml
c. Skor Risk Factor CIN = 1
d. Tekanan darah 133/63
mmhg, nadi 98 x/menit,
pernafasan 20 x/menit,
saturasi oksigen 100%,
Oksigen Nasal Kanul 3
L/menit
e. Hasil Lab :
Creatinin : 1, 07
BUN : 17
Ureum : 35,9
1/09/16 3 DS : Klien mengatakan badan Keterbatasan Bedrest post PCI
14.00 terasa lemah. Aktivitas selama 6 jam
DO :
a. Klien Tampak Lemah
b. Terpasang sheat dengan
ukuran 7F di femoralis
kanan dan ukuran 6F di
femoralis kiri.
c. Pasien harus bedrest post
PCI selama 6 jam untuk
mencegah perdarahan
d. Tekanan darah 133/63
mmhg, nadi 98 x/menit,
pernafasan 20 x/menit,
suhu 36,5 ºC, saturasi
oksigen 100%, Oksigen
Nasal Kanul 3 L/menit
e. Terdapat balutan luka di

40
femoralis kanan dan kiri,
balutan tampak bersih.
1/09/16 4 DS : Klien mengatakan Gangguan Post Prosedur
10.00 sedikit nyeri jika kaki Rasa Nyaman Tindakan PCI :
digerakan dengan skala nyeri : Nyeri Pemasangan Sheat
2-3. Klien juga mengatakan
jika klien berubah posisi,
nyeri terjadi.
DO :
a. KU : Lemah
b. Kesadaran : CM
c. Terpasang sheat dengan
ukuran 7F di femoralis
kanan dan ukuran 6F di
femoralis kiri.
d. Tekanan darah 133/63
mmhg, nadi 98
x/menit, pernafasan 20
x/menit, suhu 36,5 ºC,
saturasi oksigen 100%,
Oksigen Binasal 3
L/menit
e. Klien tampak kadang
mengerutkan dahi karena
tidak nyaman jika kedua
kaki digerakan.
f. Terdapat balutan luka di
femoralis kanan dan kiri.
1/09/16 5 DS : - Resiko Infeksi Pemasangan Alat
10.00 DO : Invasif :
a. Terdapat luka di Pemasangan Sheat
femoralis kanan dan kiri,
luka tampak bersih, tidak

41
ada kemerahan dan
rembesan.
b. Tekanan darah 133/63
mmhg, nadi 98 x/menit,
pernafasan 20 x/menit,
suhu 36,5 ºC, saturasi
oksigen 100%, Oksigen
Binasal 3 L/menit
c. Lab : Leukosit : 6780
1/09/16 6 DS : Klien mengatakan sudah Kurang Kurang
10.00 mengetahui tentang Pengetahuan mendapatkan
penyakitnya dari tahun 1993, informasi yang
tetapi takut untuk dilakukan adekuat tentang
tindakan operasi. Klien tindakan yang
mengatakan selama ini dilakukan
minum obat dan kontrol
secara teratur, menjaga pola
makan dan rajin berolahraga
ringan (jalan sehat).
DO :
a. Klien tampak kooperatif
mengikuti arahan.
b. Klien kadang bertanya
tentang kondisinya
setelah operasi
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko perdarahan b.d Puncture Arteri Femoralis kanan dan kiri dengan
menggunakan Sheat
2. Resiko penurunan perfusi renalis b.d pemakaian zat kontras
3. Keterbatasan aktivitas b.d Bedrest 6 jam post PCI
4. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d Puncture Arteri Femoralis kanan dan
kiri dengan menggunakan Sheat
5. Resiko infeksi b.d pemasangan alat invasif : pemasangan sheat

42
6. Kurang pengetahuan b.d kurang mendapatkan informasi yang adekuat
tentang tindakan yang dilakukan.

3.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan Keperawatan
1 Resiko perdarahan Tujuan : 1. Kaji keluhan klien
b.d Puncture Arteri Setelah dilakukan 2. Observasi tanda vital
Femoralis kanan tindakan 3. Observasi tanda
dan kiri dengan keperawatan selama hematom pada area
menggunakan 1x24 jam diharapkan puncture, setiap 15
Sheat tidak terdapat tanda- menit pada jam
tanda perdarahan pertama dan setiap 30
dengan kriteria hasil: menit pada jamm ke
akral hangat, tidak ada dua dan setuap jam
hematom pada area semalam 4 jam
puncture, pulsasi 4. Kolaborasi dalam
perifer kuat, ACT dan pemeriksaan
APTT tidak laboratorium Hb, Ht,
memanjang, ACT, APTT
hemodinamik stabil 5. Anjurkan pasien
dan Hb tidak turun untuk bed rest total.
2 Resiko penurunan Tujuan : 1. Observasi tanda –
fungsi renalis b.d Setelah dilakukan tanda vital
pemberian kontras tindakan keperawatan 2. Observasi urine
selama 1x24 jam (jumlah dan warna )
diharapkan perfusi 3. Kolaborasi dalam
renalis berfungsi baik pemberian cairan IV
dengan kriteria hasil : dengan perhitungan
a. Output sesuai 1cc/ kgBB / 24 jam
dengan 0,5- a. Diberikan 8 jam
1cc/kgBB/jam pertama, lalu
b. Tidak ada observasi urin

43
peningkatan b. Dilanjutkan
ureum/creatinin pemberian 16 jam
yang berarti berikutnya
c. Tanda – tanda vital 4. Kolaborasi
dalam batas pemeriksaan ureum /
normal creatinin post
pemberian cairan
5. Balance cairan secara
ketat

3 Keterbatasan Tujuan: 1. Kaji keluhan klien


aktivitas b.d Setelah dilakukan 2. Bantu pemenuhan
Bedrest 6 jam post tindakan keperawatan ADL pasien
PCI selama 1x24 jam 3. Observasi tanda –
diharapkan klien dapat tanda vital.
mentoleransi aktivitas 4. Observasi keadaan
dengan kriteria hasil: luka pada saat
a. Klien melakukan aktifitas
berpartisipasi ringan.
dalam aktivitas 5. Observasi dan catat
fisik sesuai adanya perubahan
kemampuan warna kulit dan cek
tanpa disertai akral, monitor dan
peningkatan catat hasil Lab.
tekanan darah, 6. Membantu dalam
nadi dan RR kebutuhan sehari –
b. Terpenuhi hari
kebutuhan ADL
pasien
c. Frekuensi
jantung 60-100
x/ menit
4 Gangguan rasa Tujuan : 1. Observasi TTV

44
nyaman (Nyeri) b.d Setelahdilakukan 2. Lakukan pengkajian
post prosedur tindakan keperawatan nyeri dan observasi
tindakan PCI : 1 x 24 jam diharapkan perkembangan nyeri
pemasangan sheat nyeri berkurang dan keluhan.
Kriteria hasil: 3. Observasi reaksi
Ekspresi wajah rileks, verbal pasien,
skala nyeri 0/10, tanda ketidaknyamanan
– tanda vital dalam pasien.
skala Normal 4. Atur posisi yang
nyaman dan anjurkan
istirahat
5. Ajarkan teknik nafas
panjang dan dalam
6. Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
dan mengajarkan
teknik relaksasi.
7. Kolaborasi dalam
pemberian terapi.
5 Resiko infeksi b.d Tujuan : 1. Observasi tanda –
diskontinuitas Setelah dilakukan tanda infeksi
jaringan : tindakan 2. Observasi tanda –
pemasangan sheat keperawatan1 x 24 tanda vital
jam diharapkan 3. Ganti balutan luka
infeksi tidak terjadi setiap hari atau jika
Kriteria hasil: kotor
Tidak ada tanda – 4. Lakukan perawatan
tanda infeksi (rubor, luka dengan teknik
dolor, tumor, color). septik dan antiseptik.
Tanda – tanda vital 5. Kolaborasi dengan
dalam batas normal. dokter dalam
pemberian antibiotik.

45
6. Kurang Tujuan : 1. Kaji tingkat
pengetahuan b.d Setelah dilakukan pengetahuan klien dan
kurang adekuatnya tindakan keperawatan keluarga
informasi yang selama 1x24 jam 2. Kaji kemampuan
diberikan tentang diharapkan klien dan keluarga
tindakan yang akan pengetahuan klien dan dalam menerima
dilakukan keluarga meningkat edukasi
dengan kriteria hasil : 3. Berikan penjelasan
Klien dan keluarga tentang pengertian
dapat menjelaskan tindakan, prosedur
tentang pengertian tindakan, hal – hal
tindakan, prosedur yang harus dilakukan
tindakan, hal – hal klien setelah selasai
yang harus dilakukan tindakan,
klien setelah selasai kemungkinan
tindakan, komplikasi yang
kemungkinan muncul dan
komplikasi yang penanganannya.
muncul dan 4. Gunakan bahasa yang
penanganannya. mudah dipahami
5. Kaji kembali
pemahaman klien dan
keluarga setelah
diberikan penjelasan.

46
2.5 Patofisilologi

CAD

ACS

Fibrinolitik Berhasil
CABG

PCI TidakBerhasil Angiografi

Jelek Bagus

PemberinKontras PungturearteridenganSheat PemberianObat anti platelet MemasukkanWire,catheter, Baloon, Sten

Luka puncture Port the entry Heparin, Aspilet,CPG


ZatKontras Alergi Arteriabdominali Aorta Perikardium Smberlistrik
s
Terputusnyac ResikoInfeksi Diseksi Aorta Tamponade
Mnyerapcairan SyokAnafilatik ontinuitasjari
M’hmbatFaktorpembekuandarah

ngan
P’drahan Pembuluhdarah Aritmia
Viskositasmenurun
Alirandrahkeginjal mnurun intraperitoneal
Nyeri Trombuslepas
Resikop’darahan
Resikop’runan CO
Medulla hipoksia
Ekstremitas Cerebral Arterikoroner

CIN
ALI Stroke AMI

GangguanPe
rfusi Renal
31
3.5 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan.

No Diagnosa Keperawatan Tgl/Jam Implementasi Respon Evaluasi TTD


1 Resiko perdarahan b.d 01 1. Mengkaji keluhan klien Klien mengatakan S: Klien mengatakan
penusukan pada arteri September tidak ada tanda belum ada tanda
femoralis kanan dan kiri 2016 perdarahan perdarahan. Klien
dengan menggunakan Pukul : mengatakan akan
sheat 10.30 2. Mengobservasi tanda Tekanan darah 123/69 melaporkan kepada
vital mmhg, nadi 87 perawat jika ada tanda
x/menit, pernafasan 18 perdarahan.
x/menit, saturasi
oksigen 100%. O : KU sedang, CM, tidak
tampak tanda
3. Mengobservasi tanda Balutan tampak bersih, perdarahan, balutan
perdarahan seperti : gusi tidak ada rembesan luka tampak bersih,
berdarah,epistaksis, tidak ada rembesan.
ptekie, hematuria, Tekanan darah 123/69
hematom dan kebiruan mmhg, nadi 87
pada radialis kanan x/menit, pernafasan 18

47
4. Menganjurkan pasien Klien mengatakan x/menit, saturasi
untuk melaporkan kepada akan melaporkan oksigen 100%.
perawat jika ada tanda kepada perawat jika Sheath di kedua
perdarahan ada tanda perdarahan. femoral sudah di cabut
ada hematom di sekitar
17.10 5. Melepas sheath difemoral Selama Sheath di aff area penusukan baik
kanan dan kiri hemodinamic setabil femoral kanan dan
ada hematom di sekitar femoral kiri diameter
area penusukan baik kanan 4 cm dimeter kiri
femoral kanan dan 6 cm
femoral kiri diameter
kanan 4 cm dimeter kiri A: Masalah resiko
6 cm perdarahan untuk
sementara belum terjadi

P: Intervensi dilanjutkan
2.. Resiko penurunan 01 1. Mengobservasi produksi Respon urine pasien S: -
perfusi renalis b.d September urine untuk mengetahui antara jam 10.30 s.d O: - Balance cairan saat
penggunaan zat kontras 2016 fungsi renal jam 13.00 220 cc, ini dari jam 10.00 s.d

48
Pukul : diorisis 0,61 cc/kg berat jam 21.00 positif 850
10.00 badan / jam cc, deuresis saat ini 2
cc/kg berat badan/jam
13.00 2. Kolaborasi dengan dokter Intruksi dokter A: - tidak terjadi
untuk melakukan rehidrasi dilakukan rehidrasi penurunan fungi renal.
dengan 1 cc/kg berat badan dengan NaCl 0,9 % 1 P: - observasi intake dan
/jam cc/kg berat badan /jam output.
selama 8 jam pertama, - Kolaborasi dengan
dilanjutkan pemberian dokter untuk
16 jam kedua lalu program cairan
besok direncanakan cek selanjutnya.
ureum, kreatinin

3. Mengobservasi inteke dan Total intake 1070 cc


output output 220 cc.

20.00 4. Kolaborasi dengan dokter Intruksi dokter lasix 2


karena balance cairan ampul /iv. Post
berlebihan pemberian lasix, total

49
intake 2270cc dan
output 970cc.
3 Keterbatasan aktivitas 01 1. Mengkaji keluhan klien Klien mengatakan S : Klien mengatakan
b.d Bedrest 6 jam post September sedikit nyeri di femoral sedikit nyeri di femoral
PCI 2016 kanan dan kiri bila bila menggerakan
Pukul : menggerakan badan badan skala nyeri 2/10.
15.10 dengan skala nyeri
2/10. Klien mengatakan
masih merasa lemah
Klien mengatakan dan mengantuk, belum
masih merasa lemah sanggup beraktifitas
dan mengantuk, belum
sanggup beraktifitas. Klien mengatakan harus
bedrest 6 jam setelah
2. Mengobservasi tanda – Tekanan darah 119/74 tindakan.
tanda Vital mmhg, nadi 57 x/menit,
pernafasan 17x/menit, O : KU sedang, CM.
saturasi oksigen100%. Tekanan darah 119/74
mmhg, nadi

50
3. Mengobservasi keadaan Klien mengatakan 85 x/menit,
luka pada saat melakukan jika menggerakan pernafasan 17
aktifitas ringan. femoral kanan dan kiri x/menit, klien tidak
sedikit nyeri dengan sianosis, akral teraba
skala 2/10 kering dan hangat,
saturasi oksigen
4. Mengobservasi dan catat Klien tidak sianosis, 100%.
adanya perubahan warna akral teraba kering dan
kulit dan cek akral, hangat, saturasi oksigen Klien belum dapat
saturasi oksigen 100% Makan dan minum
masih dibantu, juga
5. Membantu dalam Klien dibantu makan . dibantu saat
aktifitas sehari – hari Klien dibantu saat seka/mandi ditempat
seka/mandi ditempat tidur.
tidur. Klien bedrest
selama 6 jam post PCI Klien bedrest 6 jam
post PCI.
6. Mengobservasi adanya Tidak ada perubahan
perubahan EKG saat EKG di monitor saat EKG monitor sinus

51
beraktivitas klien mobilisasi di bredikardi.
tempat tidur
A: Masalah intoleransi
aktivitas belum teratasi

P: intervensi
Dilanjutkan
4 Gangguan rasa nyaman 01 1. Mengobservasi tanda – Klien mengatakan S: Klien mengatakan
(nyeri) b.d Puncture September tanda vital dan skala nyeri sedikit nyeri di femoral sedikit nyeri di femoral
Arteri Femoralis kanan 2016 bila dengan skala nyeri kanan dan kiri dengan
dan kiri dengan Pukul : 2/10. skala nyeri 2/10
menggunakan Sheat 13.00
Pasien mengatakan O : Klien terlihat tenang,
tidak nyeri dada Tekanan darah 124/80
mmhg, nadi 81 x/menit,
Tekanan darah 124/80 pernafasan 18 x/menit,
mmhg, nadi 58 x/menit, saturasi oksigen 100%
pernafasan 18 x/menit,
saturasi oksigen100%. Klien kadang tampak

52
Klien kadang tampak mengerutkan dahi
mengerutkan dahi, setiap menggerakan di
setiap menggerakan femoral kanan dan kiri,
femoral kanan dan kiri terpasang O2 binasal
kanul 3L/I, posisi
2. Melakukan pengkajian P (provoke) : nyeri di semifowler
nyeri dan mengobservasi femoral dirasakan
perkembangan dan setiap merubah posisi A: Masalah nyeri teratasi
keluhan (termasuk apakah Q (quality) : nyeri sebagian
ada nyeri dada) dirasakan seperti
dicubit P: Intervensi dilanjutkan
R (radiation) : nyeri di
rasakan di femoral
tempat dilakukan
tindakan
S (severe) : skala nyeri
2/10
T (time) : dirasakan
hilang timbul

53
3. Mengobservasi reaksi Klien mengatakan jika
verbal dari pasien nyeri mengurangi
ketidaknyamanan pasien aktivitas yang
menggerakan femoral
kanan dan kiri

4. Mengontrol lingkungan Klien mengatakan jika


yang dapat mempengaruhi nyeri datang akan
nyeri dan mengajarkan berusaha rileks dan
teknik relaksasi: tarik melakukan teknik tarik
nafas dalam napas dalam serta
berdoa dan zikir

5. Melakukan kolaborasi Perawat menyiapkan


pemberian terapi sesuai 6 obat sore dan malam
Benar
5 Resiko infeksi b.d 01 1. Mengobservasi tanda – Luka tampak bersih, S : -
pemasangan alat invasif : September tanda infeksi dan tanda – tidak ada kemerahan, O : Luka tampak bersih,
pemasangan sheat 2016 tanda vital bengkak, panas dan tidak ada kemerahan,

54
Pukul : rembesan. panas, bengkak dan
16.00 Tekanan darah 124/84 rembesan. Tekanan
mmhg, nadi 80 x/menit, darah 124/84 mmhg,
pernafasan 18 x/menit, nadi 80 x/menit,
saturasi oksigen100%. pernafasan 18 x/menit,
saturasi oksigen100%.
2. Mengganti balutan luka Balutan luka tampak
setiap hari atau jika kotor bersih dan tidak ada A : Infeksi belum terjadi
rembesan, jadi balutan
luka hanya dirapikan. P : Intervensi
dipertahankan
3. Berkolaborasi dengan Perawat menyiapkan
dokter dalam pemberian obat untuk sore dan
antibiotik. malam
6 Kurang pengetahuan b.d 01 1. Mengkaji tingkat Pasien mengatakan S: - Pasien mengatakan
Kurang mendapatkan September pengetahuan pasien sedikit paham apa-apa memahami sedikit yang
informasi yang adekuat 2016 yang dijelaskan, akan dijelaskan akan
tentang tindakan yang Pukul : 2. Menjelaskan kepada menuruti anjuran demi menuruti anjuran demi
dilakukan 10.00 pasien hal-hal yang dilakukan kebaikan pasien kebaikan dan bertanya

55
setelah pemasangan PCI - pasien memahami bila tidak paham.
sedikit sedikit apa yang O: - pasien nampak
3. Menjelaskan kepada dijelaskan kooperatif saat
pasien komplikasi yang dijelaskan.
mungkin terjadi setelah A: -pengetahuan pasian
pemasangan PCI meningkat
P:Tingkatkan pengetahuan
pasien.

56
BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab ini kelompok akan membahas tentang kasus post PCI : elektif
yang kita ambil, data yang kita dapatkan, diagnosa keperawatan, intervensi yang
didetapkan, implementasi yang kelompok lakukan dan evaluasi dari kondisi
pasien.
Kasus yang kita ambil adalah post PCI dengan Angina Pectoris Stabil.
Pasien Tn. AM dengan diagnosa Angina Pectoris Stabil CCS II masuk ke
RSJPHK pada tanggal 31 angustus 2016 dengan rencana PCI pada tanggal 1
September 2016. Pada saat masuk tidak ada keluhan Namun biasanya sewaktu
dirumah pasien ada nyeri dada saat melakukan aktifitas berat, kelelahan dan sesak
nafas.
Pada tanggal 1 september 2016 pasaien dilakukkan PCI. Dari data laporan
tindakan PCI di dapatkan data :
1. Pasien diberikan Heparin 6300 unit
2. Dipasang Sheat di arteri femoralis dengan ukuran 7 fr dan arteri
femoralis kiri dengan 6 fr
3. Dari hasil pemeriksaan didapatkan di RCA terdapat Stenosis Tendem
70% di proximal, stenosis 60% di mid, total oklusi di distal, bagian
distal mendapat aliran dari ipsi lateral dan kontra lateral
4. Media kontral Visipaque sebanyak 180 ml, perdarahan 20 cc, terdapat
hematom di daerah femoralis kiri diameter 6 cm ( jam 17:00)
5. Kesimpulan : sukses PCI dengan 3 DES di RCA

Pada tanggal 1 september jam 10:00 dilakukan pengakajian. Pada saat itu
pasien masih bedress di tempat tidur, pasien mengeluh nyeri di area pemasangan
sheat, sekala nyeri 2-3. Terdapat balutan di kanan dan kiri femoralis. Tada-tanda
vital TD : 133/63 MmHg HR : 98 x/menit RR : 20 X/menit SaO2 : 100%,
Oksigen nasal kanul 3 l/ menit
Berdasarkan hal-hal yang ditemukan pada paien dan dilihat dari tinjauan
materi, akan kelompok tentang beberapa aspek :

57
1. Berdasarkan teori tindakan PCI
Pasien dengan angina pectoris stabil yang mempunyai 3 sumbatan
di RCA, sudah mengalami sejak tahun 1993, dan riwayat keluhan nyeri
dada bersifat stabil, datang kalau aktifitas berat dan kelelahan. Dengan
dilakukan PCI diharapkan stenosis maupun sumbatan dapat
dihilangkan atau dikurangi sehingga perfusi kejaringan miokard bisa
lebih baik ( Dannis 2011 ). Kemudian memperbaiki keluhan nyeri
dada dan memperbaiki kontraksi miokard sehingga komplikasi lebih
lanjut dapat dihindari. Perlu dilakukan kontrol pasien setelah pulang
untuk mengontrol kondisi tersebut.
2. Berdasarkan gambaran patofisiologi
Hasil pengkajian yang didapatkan, pasien sebelumnya mengalami
Angina Pectoris Stabil. Dari hasil angiografi ditemukan ada 3
sumbatan di RCA, lalu dilakukan PCI. Dari pengkajian yang kelompok
lakukan tindakan pertama yang dilakukan pada PCI adalah
memasukkan sheat di arteri femoralis kanan dan kiri. Dimana hal
tersebut akan menyebabkan resiko perdarah, port the entry masuknya
kuman, timbulnya gangguan rasa nyaman nyeri, pembatasan aktifitas
untuk menggurangi resiko perdarahan dan pemantauan fungsi renalis
akan membutuh tindakan lebih lanjut untuk mencegah CIN.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perdarahan b.d Puncture Arteri Femoralis kanan dan
kiri dengan menggunakan Sheat
Alasan kelompok mengambil diagnosa ini sebagai diagnosa
prioritas karena karena andanya puncture pada arteri femoralis
kanan dan kiri seperti yang kita ketahui arteri femoralis
merupakan arteri besar pada tubuh sehingga memerlukan
penekanan yang lama untuk menghentikan perdarahan yang
diakibatkan oleh puncture pada arteri tersebuut disamping itu
pasien juga mendapatkan anti koagulan langsung via arteri
berupa heparin 6300 unit yang mengakibatkan terganggunya

58
proses koagulasi darah. Sehingga kelompok melakukan
pengawasan ketat terhadap tanda – tanda perdarahan.
b. Resiko penurunan perfusi renalis b.d pemakaian zat kontras
Alasan kelompok mengambil diagnosa ini karena selama
dilakukan PCI, klien mendapatkan zat kontras berupa visipaque
sebanyak 180 ml, dimana zat kontras ini selain bersifat toksik
pada ginjal, juga bersifat High Osmolar yang mengakibatkan
menurunnya aliran darah ke renal sehingga menurunkan perfusi
renal.
Kelompok melakukan observasi ketat terhadap intake dan
output serta berkolaborasi dengan dokter jika terjadi imbalance
cairan seperti rehidrasi dan pemberian Lasix ekstra 2 ampul
karena produksi urin pasien yang menurun
c. Keterbatasan aktivitas b.d bedrest 6 jam post PCI
Alasan kelompok mengambil diagnosa ini karena pasien
dianjurkan untuk bedrest selama 4-6 jam post PCI agar tidak
terjadi efek perdarahan dan hemodinamik stabil. Kelompok
mengobservasi setiap akivitas pasien yang mendukung program
pemulihan dan menjelaskan kepada pasien kegiatan yang boleh
dilakukan serta membantu pemenuhan kebutuhan ADL pasien
d. Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d puncture arteri femoralis
kanan dan kiri dengan menggunakan Sheat
Puncture arteri femoralis menggunakan sheat
mengakibatkan diskontinuitas jaringan yang mengakibatkan
rasa nyerai dan tidak nyaman kepada pasien
e. Resiko infeksi b.d pemasangan alat invasif : pemasangan sheat
Alasan kelompok mengambil diagnosa ini karena dengan
adanya diskontinuitas jaringan yang diakibatkan oleh sheat
membuat port the entry masuknya kuman. Maka kelompok
sangat memperhatikan teknik septik dan antiseptik setiap
melakukan tindakan ke pasien, terutama jika akan mengeksplor
daerah penusukan.

59
f. Kurang pengetahuan b.d kurang mendapatkan informasi yang
adekuat tentang tindakan yang dilakukan.
Alasan kelompok mengambil diagnosa ini karena apabila
pasien memahami tindakan yang dilakukan, hal – hal yang
harus diperhatikan, komplikasi – komplikasi yang terjadi
setalah tindakan, maka pasien akan lebih mudah diajak kerja
sama, sehingga meminimalkan komplikasi yang terjadi dan
mempercepat proses pemulihan.

4. Implementasi
Intervensi dan implementasi yang dilakukan berfokus pada
pencegahan terhadap beberapa resiko yang mungkin terjadi. Untuk
mencegah resiko perdarahan kelompok melakukan observasi ketat
adanya tanda-tanda perdarahan baik ditempat penusukan sheat maupun
tanda perdarahan lain, misanya hematuri, epistasis. Pembatasan
aktifitas diperlukan juga untuk mencegah perdarahan dan mengurangi
nyeri.
Untuk mengatasi nyeri proses distraksi dengan menarik nafas
panjang. Pemantauan haluaran urine, intake dan output, kadar ureum
dan kreatinin. Untuk pemantauan pemakaian kontras adakah tanda
alergi karena kontras.
Saat pemantauan haluaran urine ditemukan diuresi 0,6cc/kgbb, hal
ini dapat menimbulkan kewaspadaan akan CIN maka dikolaborasikan
dengan dokter untuk melakukan redehidrasi dengan NACL 0.9%
1cc/Kgbb/Jam selama 12 jam. Evaluasi tetap dilakukan sehingga
haluaran hasil urine menjadi 2cc/Kgbb/Jam. Dengan urine cukup
diharapkan fungsi renal tidak mengalami penurunan.
Pendidikan kesehatan dilakukan untuk mengoptimalkan pasien
dalam pemulihan dan mencegah komplikasi

60
5. Evaluasi
Pada evaluasi terakhir kondisi pasien tidak terjadi perdarahan,
tidak terjadi infeksi, nyeri berkurang atau pasien dapat mentolerir
adanya nyeri, pengetahuan pasien bertambah sehingga pasien dapat
kooperatif mengikuti program pemulihan. Untuk mengetahui efek dari
kontras masih perlu observasi lebih lanjut. Untuk sementara tidak
terjadi penurunan fungsi renal, karena diuresis pasien masih
2cc/kgBB/jam.

61
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah kelompok melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan post PCI
diruang cathlab dan IW medikal RS Pusat Jantung dan Pembuluh Darah Nasional Harapan
Kita, maka kelompok mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Perawatan pasien post PCI harus ketat diawasi, terutama resiko perdarahan.
2. Sebagai seorang perawat harus mengetahui tanda dan gejala perdarahan pada
pasien post PCI, sehingga perdarahan dapat diatasi dengan cepat sebelum
menimbulkan komplikasi dan bekerja sama dengan pasien, agar pasien patuh
untuk bedrest selama 6 jam untuk mencegah perdarahan.
3. Dalam melakukan pengkajian harus focus pada masalah yang ada di pasien.

5.2 Saran

Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualitas pelayan keperawatan pada pasien
dengan post PCI, maka kelompok ingin menyampaikan beberapa pemikiran yang dituangkan
dalam bentuk uraian sebagai berikut :
1. Untuk rekan-rekan perawat
a. Sebaiknya perawat mengetahui tanda dan gejala perdarahan pada pasien
dengan post PCI agar pendarahan dapat dicegah dan diatasi dengan segera
sebelum menimbulkan kompikasi. Diharapkan adanya peningkatan
kerjasama, pengawasan dan perawatan antara perawat dan pasien agar hasil
tindakan dapat maksimal.
b. Perawat sebaiknya harus bias menghubungkan kejadian dengan penyakit
dasar (patofisiologi).
2. Untuk pasien
Sebaiknya pasien dengan post PCI dapat mematuhi untuk bedrest total
selama 6 jam untuk menghindari terjadinya perdarahan. Dapat menjaga pola
hidup yang sehat, olahraga teratur, makan obat sesuai anjuran dokter dan control
sesuai jadwal.

62
3. Untuk keluarga pasien
Sebaiknya keluarga memberikan dukungan baik secara moril maupun
spiritual kepada pasien dan selalu mengingatkan pasien untuk minum obat rutin
serta control ke petugas kesehatan terdekat
4. Untuk Rumah Sakit
Diharapkan adanya peningkatan kualitas dalam melakukan asuhan
keperawatan kepada semua pasien di RS Pusat Jantungan dan Pembuluh Darah
Nasional Harapan Kita terutama dalam hal penyuluhan kesehatan yang
berkesinambungan baik melalui diskusi maupun berupa leaflet selama pasien
dirawat sehingga morbidibitas hasil tindakan PCI dapat maksimal.
5. Untuk Institusi
Diharapkan menyediakan literature yang banyak.

63
DAFTAR PUSTAKA

1. Amsterdam EA, Wenger NK, Brindis RG, Casey DE, Jr., Ganiats TG, et al. 2014
AHA/ACC Guideline for the Management of Patients With Non-ST-Elevation
Acute Coronary Syndromes: A Report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. J Am
Coll Cardiol. 2014.
2. Anonim. 2008. PCI definitions.
http://apps.leg.wa.gov/wac/default.aspx?cite=246- 310-705.
3. California Pasific Medical Center. 2008. Learning About Your Health.
http://www.cpmc.org/learning/documents/cardiaccath-ws.html#What Can I
Expect on the Day of the Procedure.
4. Davis, 2011. Percutaneous coronary intervention.
http://www.emedicinehealth.com/percutaneous_coronary_intervention_pci/page1
0_em.htm.
5. Death and DALY estimates by cause. 2002.
http://www.who.int/entity/healthinfo/statistics/bodgbddeathdalyestimates.xls.
6. Juwana, 2009. Optimazing primary PCI for ST elevation Myocardial.
http://www.cardiology.nl/_shared/media/pdf/20110430.pdf.
7. Keeley EC, Hillis LD. Primary PCI for Myocardial Infarction with ST-Segment
Elevation. N Engl J Med. 2007; 356:47-54.
8. May MRL, So DY, Dionne R, Glover CA, Michael P.V. Froeschl, Wells GA, et
al. A Citywide Protocol for Primary PCI in ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction. N Engl J Med. 2008;358:231-40.
9. Metha, Sadiq, et all .2004.Effectiveness of primary percutaneous coronary
intervention compared with that of thrombolytic therapy in elderly patients with
acute myocardial infarction. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14760322.
10. Muttaqin, Arif. 2009. Asuhan keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
kardiovaskular dan Hematology. Jakarta :Salemba Medika.
11. Nallamothu BK, Bradley EH, Krumholz HM. Time to Treat-ment in Primary
Percutaneous Coronary Intervention. N Engl J Med. 2007;357:1631-8.
12. Räber & Windecker. 2011. Primary Percutaneous Coronary Intervention and
Risk of Stent Thrombosis. http://circ.ahajournals.org/content/123/16/1709.extract.
13. Silber at al, 2005. Guidelines for percutaneous coronary interventions: the task
force for percutaneous coronary interventions of the european society of
cardiology. http://eurheartj.oxfordjournals.org/content/26/8/804.long
14. Torpy, 2004. Percutaneous coronary intervention.
http://jama.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=198185#qundefined.

15. Yuniadi & Ningrum. 2008. Risk factors and incidence of contras induced
nephrophaty following coronary intervention.
http://mji.ui.ac.id/v2/?page=journal.download_process&id=24

63

Anda mungkin juga menyukai