Anda di halaman 1dari 63

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Nn. SW DENGAN DIAGNOSA MEDIS ASD (ATRIAL SEPTAL


DEFECT) POST RHC (RIGHT HEART CATHETERIZATION)
DI RUANG BARITO
RSUD DR. SAIFUL ANWAR PROVINSI JAWA TIMUR

Disusun Oleh :
KELOMPOK SVT

1. AKHMAD FATONI
2. MARDIANA
3. PARAMITA PASTHIKARINI
4. PRASETYO NUGROHO
5. SHULCHA FITHRIYA

PROGRAM PELATIHAN KEPERAWATAN

KARDIOVASKULAR TINGKAT DASAR BAGI PERAWAT TERAKREDITASI


ANGKATAN II

MALANG

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Program : Pelatihan PKKvTD 2023

Judul studi kasus : Asuhan Keperawatan Pada Nn. SW Dengan Diagnosa Medis
ASD (Atrial Septal Defect) Post RHC (Right Heart
Catheterization)

Nama : Kelompok SVT

TIM PEMBIMBING

Pembimbing : Tri Andayani, S. Kep., Ns ( )

Penguji : Henny Julihartiningsih, S. Kep., Ns ( )

Ditetapkan di : Malang

Tanggal :

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan limpahan rahmatnya kami dapat menyelesaikan tugas akhir Studi Kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Nn. SW Dengan Diagnosa Medis ASD
(Atrial Septal Defect) Pro RHC (Right Heart Catheterization)” di Ruang Barito ini
berjalan dengan baik.
Dengan makalah ini diharapkan pembaca dapat memahami Asuhan
Keperawatan pada Pasien Dengan ASD Post RHC dengan benar. Ucapan terima
kasih kepada Pembimbing yang membantu kami untuk menyelesaikan tugas ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaaat bagi pembaca.
Bersama ini perkenankanlah saya mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepda semua pihak yang telah membantu menyelesaikan tugas akhir ini.
Semoga Alloh SWT. Senantiasa memudahkan langkah-langkah kita menuju
kebaikan . Dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik kami harapkan bagi
pembaca guna meningkatkan pembuatan Tugas Akhir yang akan mendatang.

Malang, 25 Oktober 2023

Penulis,

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................. ii

KATA PENGANTAR......................................................................................... iii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1

1.2 Tujuan........................................................................................................ 1

1.2 .1Tujuan Umum.......................................................................................... 1

1.2.2 Tujuan Khusus........................................................................................ 2

1.3 Manfaat…………........................................................................................ 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3

2.1 Konsep Teori ASD...................................................................................... 3

2.1.1Definisi...................................................................................................... 3

2.1.2Klasifikasi................................................................................................. 4

2.1.3Etiologi...................................................................................................... 4

2.1.4Patogenesis............................................................................................. 5

2.1.5Patofisiologi.............................................................................................. 6

2.1.6Manifestasi klinik...................................................................................... 8

2.1.7Pemeriksaan Fisik.................................................................................... 10

2.1.8Pemeriksaan Penunjang.......................................................................... 11

2.1.9Prognosis dan Komplikasi........................................................................ 15

2.2Konsep RHC............................................................................................... 16

2.2.1Definisi...................................................................................................... 16

2.2.2Prosedur Pemeriksaan............................................................................. 16

iv
2.3Asuhan Keperawatan.................................................................................. 17

2.3.1Pengkajian............................................................................................... 17

2.3.2Diagnosa Keperawatan............................................................................ 18

BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................. 19

3.1 Pengkajian.................................................................................................. 19

3.2 Diagnosa Keperawatan.............................................................................. 27

3.3 Intervensi Keperawatan.............................................................................. 31

3.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.................................................. 36

BAB IV PEMBAHASAN.................................................................................... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 48

DAFTAR REFERENSI...................................................................................... 50

LAMPIRAN....................................................................................................... 52

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Cacat jantung bawaan adalah masalah dengan struktur jantung
yang ada saat lahir. Mereka dapat mengubah aliran darah normal
melalui jantung. Cacat jantung kongenital adalah jenis cacat lahir yang
paling umum (NHLBI,2015).
Cacat septum atrium (ASD) adalah lubang di septum interatrial,
menyebabkan piraukiri-ke-kanan dan kelebihan volume atrium kanan dan
ventrikel kanan. Anak-anak jarang bergejala, tetapi komplikasi jangka panjang
setelah usia 20 tahun meliputi hipertensi paru, gagal jantung, dan aritmia
atrium. Orang dewasa dan, jarang, remaja dapat mengalami intoleransi
olahraga, dispnea, kelelahan, dan aritmia atrium. Murmur midsistolik lunak
di perbatasan sternum kiri atas dengan pemisah lebar dan tetap dari bunyi
jantung ke-2 (S2) sering terjadi. Diagnosis dilakukan dengan pemeriksaan
ekokardiograf (Marie Baffa, Jeanne, 2018).
RHC juga dianggap menjadi gold standar dalam pengukuran tekanan arteri
pulmonarlis, dalam mendiagnosis peningkatan tekanan pengisian jantung
dikarenakan dapat memberikan informasi data hemodinamik yang dapat
menentukan curah jantung, mengevaluasi shunt intracardiac, dan disfungsi katup
(Callan & Clark, 2016).
Salah satu tindakan yang sering digunakan untuk mendiagnosa kelainan
pada jantung yaitu Right Heart Catheterization (RHC). Right Heart
Catheterization merupakan prosedur hemodinamik invasif yang dapat digunakan
untuk mengukur tekanan jantung kanan secara langsung dan menghitung curah
jantung / saturasi ruang jantung (Bhalaghuru Chokkalingam Mani1; Sameer S.
Chaudhari., n.d.)
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu menerapkan kerangka berpikir ilmiah dalam melakukan Asuhan
Keperawatan Pada Nn. SW Dengan Diagnosa Medis ASD (Atrial Septal
Defect) Pre dan Post RHC (Right Heart Catheterization) di Ruang Barito RS
dr. Saiful Anwar Malang.
1.2.2 Tujuan Khusus
Peserta pelatihan mampu :
1. Melakukan pengkajian pada Nn. SW Dengan Diagnosa Medis ASD
(Atrial Septal Defect) Pro RHC (Right Heart Catheterization) di
Ruang Barito RS dr. Saiful Anwar Malang.
2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada Nn. SW dengan ASD Pro
RHC di Ruang Barito RS dr. Saiful Anwar Malang.
3. Menetapkan intervensi keperawatan pada Nn. SW dengan ASD Pro
RHC di Ruang Barito RS dr. Saiful Anwar Malang.
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Nn. SW denga ASD
Pro RHC di Ruang Barito RS dr. Saiful Anwar Malang.
5. Melakukan evaluasi keperawatan pada Nn. SW dengan ASD Pro
RHC di Ruang Barito RS dr. Saiful Anwar Malang.
1.3 Manfaat
Diharapkan agar dapat menjadi informasi yang berguna untuk meningkatkan kualitas
pelayanan keperawatan serta sebagai bahan pemikiran dalam memberikan
asuhan keperawatan tentang ASD dengan RHC dimasa yang akan datang.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 1


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep ASD


2.1.1 Definisi
Defek septum atrium atrial septal defect (ASD) adalah salah satu
kelainan jantung kongenital di mana terdapat hubungan antar atrium kanan
dan kiri karena adanya defek/lubang pada sekat atrium. Defek ini
memungkinkan adanya aliran darah antar atrium, yaitu dari atrium kiri ke
kanan dan pada keadaan yang lebih buruk yaitu dari kanan ke kiri (Ghanie,
2009). Adanya aliran ini disebabkan karena perbedaan tekanan, yang
mana membuat darah yang kaya akan oksigen pada atrium kiri kembali
bercampur dengan darah yang kurang oksigen pada ventrikel kanan,
sehingga membuat total darah yang dipompa ke seluruh tubuh berkurang
akibat adanya left to right shunt (Child, 2008).

Gambar 1. Jantung dengan ASD


Pada sebagian besar kasus, penyakit ini jarang menimbulkan gejala
dan biasanya ditemukan secara spontan pada saat dewasa. Akan tetapi,
berat ringannya penyakit tergantung dari seberapa besar kebocoran
sekatnya, beberapa gejala yang sering muncul yaitu infeksi saluran napas
berulang, sesak saat beraktivitas, berdebar-debar, bahkan adanya
gangguan pertumbuhan yang nantinya akan dibahas lebih lanjut pada
bagian selanjutnya (Child, 2008).

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 2


2.1.2 Klasifikasi

Gambar 2. Klasifikasi ASD


Menurut Menurut Webb, dan Gatzoulis (2006) Atrial Septal Defect
terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1) Ostium sekundum
Ostium sekundum merupakan jenis ASD yang paling sering (75-80%
dari semua kasus ASD) , di mana terdapat defek pada bagian tengah
dari septum interatrkium, di daerah foramen ovale. Jaringan septum
trium memisahkan bagian inferior defek ini dari katup atrioventricular.
2) Ostium primum
Ostium primum jenis ASD kedua tersering (15-20% dari kasus ASD), di
mana terdapat defek pada bagian bawah dari septum interatrium yang
sering juga disertai dengan gangguan pada katup mitralis.
3) Sinus Venosus
ASD tipe sinus venosus merupakan ASD terjarang dengan 5-10% dari
keseluruhan kasus ASD. Defek ini terletak di dekat vena kava superior
(bisa juga dekat dengan vena kava inferior, tapi jarang terjadi).
2.1.3 Etiologi
Penyebab pasti dari ASD belum dapat diidentifikasi secara pasti, dan
diperkirakan banyak factor yang berpengaruh, bahkan pula dapat bersifat
idiopatik atau spontan. Salah satu penyebab terjadinya menurut penelitian
yaitu adanya mutasi pada gen cardiac transcription factor NKX2.5, yang
berpengaruh pada ASD familial diturunkan secara autosomal dominan.
Selain itu, ASD timbul lebih sering pada pasien syndrome down (trisomy
21), ebstein anomaly, fetal alcohol syndrome, Holt-Oram Syndrome,
Lutembacher’s syndrome (Atler, 2014).

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 3


Selain itu, faktor risiko terjadinya ASD adalah infeksi rubella (german
measles) selama kehamilan, paparan obat-obatan, tembakau, dan alkohol,
serta adanya riwayat lupus dan diabetes pada ibu juga berpengaruh
terhadap angka kekerapan munculnya ASD (Warnes et al., 2008). Namun
masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut terkait hal ini.
2.1.4 Patogenesis
Sebelum membahas mengenai pathogenesis dari ASD, maka perlu
diketahui terlebih dahulu tahapan embriologi pembentukan septum atrium
dan anatomi terkait.

Gambar 3. Tahap pembentukan septum interatrium


Pada tahap awal di usia 4 sampai 5 minggu gestasi, terbentuk septum
primum yang berpangkal dari aspek superior atrium mengarah ke inferior
namun tidak sampai ke endocardial cushion, proses ini membentuk ostium
primum dan foramen interventrikular. Selanjutnya, septum primum muncul
dari endocardial cushion menutup ostium primum, di saat yang bersamaan
bagian superior dari septum primum berdegenerasi membentuk ostium
sekundum untuk menjamin darah tetap teralirkan dari atrium kanan ke
atrium kiri pada sirkulasi fetal. Setelah itu, terbentuk septum sekundum
yang berasal dari superior dan inferior pada atrium namun tidak menyatu,
membentuk foramen ovale. Septum primum tadi yang kemudian berfungsi
sebagai katup foramen ovale, yang menjamin aliran darah dari atrium

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 4


kanan ke kiri, namun menghalangi aliran balik darah dari atrium kiri ke
atrium kanan pada sirkulasi fetal (Robert et al., 2008).

Gambar 4. Anatomi ASD tipe Sekundum


Pada kasus ASD tipe sekundum yang merupakan tipe ASD terbanyak,
di mana terjadi resorpsi berlebihan dari septum primum pada pembentukan
ostium sekundum sehingga katup foramen ovale relative memendek, atau
dapat pula disebabkan oleh kurang berkembangnya septum sekundum
pada saat pembentukan foramen ovale sehingga terbentuk foramen ovale
yang besar (Webb et al.,2006).
Pada tipe ASD primum, terjadi kegagalan fusi septum primum dengan
endocardial chusion menyebabkan terdapatnya defek septum. Defek ini
sangat berdekatan dengan katup atrioventrikular, dan sering
mengakibatkan kelainan pada katup mitral pars septal atau anterior, namun
katup tricuspid biasanya masih intak (Webb et al.,2006).
Selanjutnya pada ASD tipe sinus venosus, terjadi abnormalitas fusi
antara sinus venosus embrional dengan atrium. Pada sebagian besar
kasus tipe ini, defek terjadi pada aspek superior septum interatrium dekat
dengan jalur masuk vena cava superior. Sering juga terdapat anomaly
drainase vena pulmonalis dextra superior (Webb et al.,2006).
2.1.5 Patofisiologi
Defek septum atrium merupakan penyakit kongenital di mana terdapat
defek pada septum yang menghubungkan antara atrium kiri dan kanan,

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 5


sehingga memungkinkan terjadinya arus darah antar atrium. Pergerakan
darah di jantung sangat dipengaruhi oleh perbedaan tekanan antar ruang
jantung, komplians dinding ruang jantung (atrium/ventrikel), dan pada ASD
juga sangat dipengaruhi oleh luas defek septum. Semakin beda tekanan,
komplians, dan besar defeknya, semakin besar pirau yang terjadi, dan
semakin besar pula dampak yang terjadi dalam sirkulasi (Berg, 2011)

Atrial Septal Defek (ASD)


Defek antara atrial dextra dan atrial sinistra

Aliran darah dari atrial sinistra


Volume atrium sinistra ke atrial dextra
Volume atrium dextra
menurun meningkat

volume sekuncup menurun Defek < 5mm Tindakan Defek >5mm- Volume ventrikel dextra
invasif beberapa cm meningkat

Penurunan curah Penutupan by Pembedahan /


Peningkatan aliran darah
jantung device surgery
keparu meningkat
RHC, TEE
Suplai oksigen dan nutrisi ASO
ASD Closure
kejaringan menurun (Amplatzer Septal Hipertensi
Ocluder) pulmonal
Ganggua
Metabolisme anaerob
n Rasa
Perubahan permeabilitas
Intoleran Nyaman
Intoleransi Kurangnya di membran alveoli ke
Aktifitas informasi kapiler
aktifitas Nyeri akut

Kekhawatiran kegagalan Difusi O₂ dan CO₂ di


alveoli terganggu
Defisit
pengetahuan
Ansietas
Takipnoe, sesak napas,
ronchii

Gangguan pertukaran
gas

Gambar 5. Patofisiologi ASD


Siklus jantung terdiri dari fase sistol dan diastol, di mana pada saat
sistolik terjadi pemompaan darah dari jantung ke paru-paru atau ke seluruh
tubuh melalui ventrikel kanan dan kiri yang bertekanan tinggi, sedangkan
pada fase diastolic terjadi pengisian darah di jantung dari paru-paru dan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 6


dari seluruh tubuh. Atrium kiri menerima darah dari paru, dan atrium kanan
menerima darah dari seluruh tubuh. Secara umum, jantung terdiri dari
ruang kanan dan kiri, di mana rata-rata tekanan di sisi kiri lebih tinggi dari
sisi kanan, karena kerja mereka lebih berat. Maka ketika fase diastolik
pengisian darah di kedua atrium, pada umumnya terjadi aliran darah dari
atrium kiri ke kanan karena tekanan di atrium kiri lebih tinggi beberapa
milimeterHg dari atrium kanan, setelah itu darah mengalir ke ventrikel
kanan dan dipompa kembali ke paru, sedangkan darah di sisi kiri jantung
yang berada di ventrikel kiri relatif lebih sedikit, sehingga lebih sedikit pula
yang dipompa (Berg, 2011).
Proses tersebut di atas dinamakan left to right shunt sehingga
vaskularisasi paru lebih banyak dari vaskularisasi sistemik (Qp>Qs). Pada
sebagian besar kasus ASD tidak menimbulkan gejala, tergantung pada
seberapa besar volume darah yang berpindah. Jika hal ini terus
berlangsung, maka akan terjadi volume overload pada sisi kanan jantung
yang menyebabkan dilatasi atrium kanan dan ventrikel kanan. Karena
banyaknya beban yang harus dipompa, maka regangan dinding jantung
meningkat dan membutuhkan daya pompa yang lebih kuat sehingga
menyebabkan hipertofi ventrikel kiri. Vaskularisasi paru yang terus
meningkat menyebabkan vascular bed paru yang terus terisi, lama
kelamaan menyebabkan hipertensi pulmonal, yang semakin meningkatkan
lagi pressure overload yang terjadi pada sisi kanan jantung (Berg, 2011)..
Ketika tekanan di sisi kanan lebih tinggi baik itu akibat hipertensi
pulmonal atau kongesti, maka dapat terjadi pirau dari atrium kanan ke kiri
(right to left shunt) yang disebut sebagai sindrom eisenmenger yang
memiliki prognosis lebih buruk. Hal ini disebabkan darah dari sisi kanan
jantung yang cenderung hipoksik langsung dialirkan ke seluruh tubuh (Atler,
2015).

2.1.6 Manifestasi Klinis


Defek septum atrium sebagian besar tidak bergejala, apalagi jika defek
tidak terlalu luas, dan kebanyakan terdeteksi secara tidak sengaja melalui
pemeriksaan rutin, di mana didapatkan bising jantung atau keluhan lemah

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 7


dan berdebar-debar yang kemudian diperiksa lebih lanjut melalui EKG dan
echocardiography (Child, 2008).
Jika defek septum luas atau perlangsungan penyakit sudah lama
sehingga menyebabkan hipertensi pulmonal, volume overload, pressure
overload¸edema paru, dilatasi dan hipertrofi atrium dan ventrikel kanan
maka gejala-gejala sudah mulai dirasakan (Child, 2008).
Gejala-gejala yang terjadi adalah sebagai berikut:
1) Sesak
Sesak (dyspnea) disebabkan oleh hipervaskularisasi paru yang
menyebabkan vascular bed paru sehingga mengisi ruang interstisial
dan menghalangi proses difusi oksigen. Sesak ini cenderung
bertambah jika beraktivitas, karena pada saat aktivitas kebutuhan
oksigen meningkat disamping itu pada saat aktivitas terjadi takikardi di
mana periode diastolik menurun dan cardiac output ke paru meningkat
sehingga menyebabkan darah cenderung tertahan di paru (Berg, 2011).
2) Cepat lelah (fatigue)
Keluhan cepat lelah jelas disebabkan karena menurunnya cardiac
output ke seluruh tubuh sehingga suplai darah dan oksigen ke seluruh
organ menurun menyebabkan menurunnya kapasitas kerja setiap
organ. Bahkan pada sebagian kasus terjadi perlambatan pertumbuhan
pada anak akibat kurangnya sirkulasi sistemik (Berg, 2011).
3) Nyeri dada
Keluhan nyeri dada disebabkan oleh ketidakseimbangan kebutuhan
oksigen dengan suplai oksigen. Mekanisme yang mendasari hamper
mirip dengan kelelahan tubuh, di mana karena terdapat pirau dari kiri ke
kanan, maka suplai darah koroner cenderung berkurang, di saat yang
bersamaan jantung bagian kanan terus bekerja keras karena beban
yang berlebihan. Keadaan hipoksia ditingkat selular menyebabkan
metabolism bergeser dari aerob ke anaerob dan dilepaskannya
sejumlah zat termasuk adenosine, laktat, norepinefrin yang
merangsang serabut saraf simpatik aferen yang menyebabkan
terjadinya nyeri. Mekanisme ini mirip dengan angina pectoris pada
penyakit jantung coroner (Berg, 2011).
4) Berdebar-debar

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 8


Adanya pirau kiri ke kanan, menyebabkan dilatasi atrium kanan.
Adanya dilatasi menyebabkan perpanjangan jalur konduksi. Jalur
konduksi yang memanjang rentan mencetuskan fenomena re-entry. Hal
ini dapat mencetukan terjadinya aritmia, terutama fibrilasi atrial, flutter
atrial, dan paroksismal atrial takikardia yang dapat dirasakan sebagai
keluhan berdebar-debar (Berg, 2011).
5) Infeksi Saluran Napas Berulang
Infeksi saluran napas berulang pada masa kanak-kanak bisa
menjadi petunjuk bahwa terdapat kelainan jantung kongenital. Pasien
dengan kelainan jantung kongenital dengan left to right shunt seperti
defek septum ventrikel, defek septum atrium dan paten duktus arteri
menyebabkan aliran darah paru meningkat, yang pada ujungnya
menyebabkan edema paru. Edema paru dapat menjadi focus infeksi
bakteri yang menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi saluran
napas bagian bawah berulang. Gejala berupa batuk, sesak,dan demam
(Berg, 2011).
2.1.7 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
Penemuan yang didapatkan dari pemeriksaan fisik sangat bergantung dari
besar tidaknya defek yang terjadi, volume pirau yang terjadi, daya regang
pada ruang jantung, dan resistensi dari sirkulasi pulmonal dan sistemik,
karena hal tersebut mempengaruhi derajat penyakit (Ghanie, 2009).
Pada inspeksi sulit untuk mendapatkan kelainan. Pada palpasi dapat
teraba impuls sistolik pada tepi kiri bawah sternum yang menunjukkan
kontraksi hiperdinamik dari ventrikel kanan yang membesar dan kadang-
kadang juga dapat teraba pulsasi arteri pulmonal pada daerah di sekitar
katup pulmonal (Atler, 2014).
Pada pemeriksaan perkusi, kemungkinan terdapat pelebaran batas-
batas jantung akibat kardiomegali, akibat pembesaran ruang-ruang jantung
terutama atrium dan ventrikel kanan. Pada auskultasi, bunyi jantung dapat
terdengar wide-fixed split di mana terdapat gap pada bunyi jantung S2
antara A2 dan P2. Pada keadaan normal, memang terdapat gap pada saat
inspirasi sehingga terjadi split pada S2 (bunyi jantung 2 pecah). Hal ini
disebabkan pada saat inspirasi, tekanan intrathorakal bersifat negative

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 9


(seperti vakum) yang menyebabkan pengembalian darah dari vena cava ke
atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Peningkatan ini membuat
volume sekuncup sisi kanan sedikit lebih banyak, hal ini menyebabkan
durasi sistolik ventrikel kanan relatif lebih lama dari durasi sistolik ventrikel
kiri yang kemudian menyebabkan katup pulmonal menutup lebih lambat
dari katup aorta. Namun pada keadaan ASD, volume diastolik akhir dari
ventrikel kanan selalu lebih tinggi akibat adanya aliran dari atrium kiri,
maka menyebabkan split tetap ada tanpa memperhatikan apakah saat fase
inspirasi ataupun ekspirasi, istilah inilah yang disebut wide-fixed split (Berg,
2011).

Gambar 6. Wide-Fixed Split pada ASD


Temuan lainnya dalam auskultasi yaitu bising sistolik di intercostalis 2
sinistra linea para sternalis. Hal ini disebabkan adanya volume darah yang
relatif besar melalui katup pulmonal pada saat fase sistolik menyebabkan
stenosis relative katup pulmonal sehingga menimbulkan bising ejeksi
sistolik. Bising mid-diastolik di linea parasternalis kanan daerah katup mitral
juga dapat didengar, akibat adanya volume darah yang besar melewati
katup mitral pada fase diastole menyebabkan terjadinya bising mid-diastolik
katup mitral. Bising yang berasal dari aliran darah atrium kiri ke atrium
kanan tidak terdengar, karena perbedaan tekanan pada kedua ruang
tersebut tidak terlalu besar (Child, 2008).
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
1) Elektrocardiography
Karakteristik dasar yang dapat ditemukan pada pemeriksaan EKG
yaitu tanda-tanda hipertrofi ventrikel kanan, yang sering disertai dengan
tanda-tanda pembesaran atrium kanan dengan gelombang p pulmonal.
Selain itu terdapat, complete atau incomplete right bundle branch block.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 10


Jika defeknya terdapat pada ostium primum, maka didapatkan deviasi
axis ke kiri oleh karena adanya displacement dan hypoplasia dari
fasikulus anterior cabang berkas kiri (Atler, 2014).

Gambar 7. Konfigurasi rsR' di V1 pada Right Bundle Branch Block


Pada ASD tipe sekundum, terdapat deviasi axis ke kanan dengan
konfigurasi rSR’ di V1 yang menandakan perlambatan konduksi atau
blockade jalur berkas kanan pada ventrikel kanan. Pada ASD tipe sinus
venosus, terdapat deviasi axis ke kiri dan gelombang P negatif di lead
III. Terkadang dapat ditemukan perpanjangan interval PR pada ostium
primum ASD karena pembesaran atrium kiri sehingga menambah jarak
antar nodus (Berg, 2011).
2) Echocardiography
Pemeriksaan echocardiography merupakan pemeriksaan yang
sangat dianjurkan dalam mendiagnosis ASD, walaupun bukan gold
standar diagnosis. Pemeriksaan ini mudah, cepat, murah, dan tidak
invasif serta dapat dengan baik memperlihatkan struktur dinding
jantung, katup, pergerakan, tekanan dan volume ruang jantung secara
real-time. Kekurangan dari modalitas ini adalah bersifat operator-
dependent, yaitu sangat bergantung pada cara, kemampuan, dan
pengalaman operator (Child, 2008).
Pemeriksaan ini terbagi menjadi dua, yaitu TTE (transthoracal
echocardiography), yaitu sadapan (probe) diletakkan di dinding dada
dan TEE (transesophageal echocardiography) yaitu sadapan (probe)
dimasukkan melalui esophagus, untuk menangkap gambar yang lebih
akurat (Atler, 2014).

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 11


Gambar 8. ASD pada Echocardiography dan gambaran RBB pada EKG
Diagnosis awal ASD melalui pemeriksaan TTE yang dapat
menunjukkan gambaran ruang ventrikel kanan, ventrikel kiri, katup
pulmonal, dan septum interatrium. Pada gambar 8 terlihat adanya defek
pada garis putih yang membatasi atrium kiri dan kanan, atrium kanan,
dan adanya dilatasi vena pulmonalis yang bermuara ke atrium kiri.
Aliran darah juga dapat dengan jelas jika diberikan warna, terlihat aliran
bolak-balik sesuai dengan fase sistol dan diastole jantung (Atler, 2014).

Gambar 9. Pemeriksaan TEE menunjukkan aliran darah pada ASD


Pemeriksaan TTE biasanya dilanjutkan dengan TEE untuk lebih
memperjelas pemeriksaan, mengonfirmasi luas defek, mencari kelainan
lain yang mungkin menyertai ASD. Pada gambar 9 terlihat TEE dengan
efek color pada atrium yang menunjukkan hubungan langsung antara
atrium kiri dengan kanan. TEE juga biasanya dijadikan guider dalam
memasang perangkat untuk menutup defek pada saat kateterisasi.
Pada ASD tipe sinus venosus misalnya, defek tidak terlalu jelas pada

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 12


TTE, namun terdapat abnorlamitas dari pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan TTE seperti dilatasi ruang jantung kanan dan dilatasi vena
pulmonalis, maka dilakukan TEE untuk mendeteksi penyebab pasti
kelainan ini (Atler, 2014).
3) Foto Thorax
Terlihat kardiomegali akibat pembesaran atrium dan ventrikel
kanan. Segmen pulmonal menonjol dan vaskularisasi paru meningkat
(plethora).Pada kasus lanjut dengan hipertensi pulmonal, gambaran
vaskularisasi paru mengurang di bawah tepi (Warnes et al., 2008).
4) Kateterisasi Jantung
Kateterisasi jantung dilakukan bila defek interatrial pada
ekokardiogram tak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal.
Pada kateterisasi jantung terdapat peningkatan saturasi oksigen di
atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan
arteri pulmonalis sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes
pemberian oksigen 100% untuk menilai reversibilitas vaskuler paru.
Pada sindrom Eisenmenger, saturasi oksigen di atrium kiri menurun
(Warnes et al., 2008).
Angiogram ventrikel kiri pada defek septum atrium sekundum
tampak normal, tapi mungkin terlihat prolaps katup mitral yang disertai
regurgitasi. Pada defek septum atrium primum, terlihat gambaran leher
angsa, akibat posisi katup mitral yang abnormal. Regurgitasi melalui
celah pada katup mitral juga dapat terlihat. Angiogram pada vena
pulmonalis kanan atas, dapat memperlihatkan besarnya defek septum
atrium (Warnes et al., 2008).
5) Pemeriksaan Penunjang Lainnya
Pemeriksaan darah rutin tidak terlalu berperan dalam mendiagnosis
kelainan ini. Pemeriksaan ini berguna sebelum dilakukannya
kateterisasi penutupan defek secara invasif. Panel yang diperiksa
seperti darah rutin, tipe golongan darah, profil lipid dan metabolik, serta
PT (protrombin time), aPTT (activated partial thrmboplastin time) untuk
mendeteksi ada tidaknya gangguan hemostasis, penyakit penyerta
seperti infeksi dan metabolic (Warnes et al., 2008).

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 13


Pemeriksaan gold standard untuk konfirmasi pasti diagnosis ASD
adalah kateterisasi jantung (penyadapan jantung), namun setelah
berkembangnya teknologi USG jantung dalam hal ini echocardiography
maka pemeriksaan ini sudah jarang dilakukan dalam diagnosis ASD
karena invasif dengan banyak kemungkinan efek samping. Alat ini
digunakan terutama dalam hal penatalaksanaan ASD. Alat ini dapat
dengan akurat mengukur perbedaan tekanan ruang jantung, saturasi
oksigen, kecepatan aliran darah, luas katup, volume ejeksi, patensi
pembuluh darah, serta dimensi ruang-ruang jantung secara real-time
(Mullen et al., 2013).
2.1.9 Prognosis dan Komplikasi
Jika tidak ditangani, usia harapan hidup pada pasien ASD tentunya
lebih rendah dari populasi normal, di mana usia harapan hidup yang
melebihi 40-50 tahun itu kurang dari 50%, dan peningkatan angka kematian
setelah usia 40 tahun sebesar 6% tiap tahun (Atler, 2014).
Angka mortalitas setelah penutupan yaitu <1% pada pasien <45tahun
tanpa gagal jantung dan yang mempunya tekanan sistolik sirkulasi
pulmonal <60mmHg. Pembedahan sebelum usia 25 tahun, dapat
memberikan usia harapan hidup rata-rata 30 tahun dibandingkan dengan
usia dan jenis kelamin yang sama. Jika pembedahan dilakukan pada usia
25-40 tahun, angka harapan hidup berkurang disbanding pada
pembedahan <25 tahun. Jika tekanan arteri pulmonalis sistolik >40 mmHg,
maka angka harapan hidupnya berkurang <50% dibandingkan control.
Pembedahan juga dapat dilakukan meskipun usia >60 tahun karena dapat
mengurangi gejala, selama keadaan umum stabil, tidak ada kontraindikasi,
dan masih terdapat aliran left to the right shunt (Atler, 2014).
Komplikasi dari ASD adalah hipertensi pulmonal (mPAP >20 mmHg).
Selain itu juga dapat terjadi gagal jantung kanan akibat volume overload
dan pressure overload dari sirkulasi paru. Sindrom Eisenmenger juga
merupakan komplikasi lanjut dari ASD di mana terjadi aliran dari kanan ke
kiri akibat tekanan yang meningkat. Aliran ini memungkinkan terjadinya
pemompaan darah yang kurang oksigen ke sirkulasi sistemik secara
langsung, sehingga mempunyai dasar mekanisme yang sama dengan
penyakit jantung kongenital sianotik. Komplikasi ini sangat menurunkan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 14


toleransi aktivitas, dan kualitas hidup karena dapat mengganggu system
hematologi, saraf pusat, dan kerusakan ginjal, serta meningkatkan
mortalitas dan morbiditas (Atler, 2014).

2.1 Konsep RHC (Right Heart Catheterization)


2.1.1 Definisi
Right Heart Catheterization merupakan prosedur hemodinamik invasif
yang dapat digunakan untuk mengukur tekanan jantung kanan secara
langsung dan menghitung curah jantung. Pada tahun 1929, seorang ahli
bedah bernama Werner Forssmann di Jerman melakukan kateterisasi
jantung kanan manusia yang pertama dengan memasukkan kateter uretra
sepanjang 65 cm melalui vena ulnaris kirinya (Bhalaghuru Chokkalingam
Mani1; Sameer S. Chaudhari., n.d.). Right Heart Catheterization juga
berguna untuk evaluasi shunt intrakardiac, valvular penyakit jantung, dan
gagal jantung, terutama pada kandidat transplantasi jantung (Roule et al.,
2015)
Right Heart Catheterization kemudian banyak digunakan untuk
mempelajari hemodinamik jantung dan paru-paru pada pasien dengan
penyakit paru kronis, kelainan jantung bawaan. Kateter tersebut disebut
dengan kateter arteri pulmonal karena campuran darah vena dari arteri
pulmonalis yang akan diperlukan untuk mengukur curah jantung
(Bhalaghuru Chokkalingam Mani1; Sameer S. Chaudhari., n.d.)
2.1.2 Prosedur Pemeriksaan
Diawali dengan perispan pasien pada tindakan RHC, sama seperti
tindakan lainnya yang dilakukan di Cath lab. Pasien dianjurkan untuk
berpuasa selama 4 – 8 jam sebelum tindakan, stop minum obat metformin
satu hari sebelum tindakan, mencukur area pungsi, cek laboratorium
lengkap seperti adanya ureum dan kreatinin, memastikan pasien
menggunakan pampers sebelum tindakan, cek identitas pasien, melakukan
pemasangan infus dan electrode di dada pasien, memastikan pasien
mendengarkan instruksi, memeriksa infeksi pada pasien, memeriksa
riwayat penyakit yang dialami oleh pasien dan memastikan lembar inform
consent (Alfian & Wulandari, 2023).

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 15


Alat dan bahan yang digunakan pada pemeriksaan RHC yaitu satu set
steril yang berisi gown, doek berlubang maupun tidak berlubang dengan
ukuran kecil, medium dan besar, kateter MP (multipurpose), kateter pigtail,
kateter swan-ganz, sheath arteri dan vena, guide wire, spuit dengan ukuran
20cc, 10cc, 1 cc, cairan nacl, needle puncture femoral, terdapat satu set
pressure dan transducer yang digunakan pada masing-masing vena dan
arteri pada femoral, gloves medis, lidocaine, kuvet untuk mengambil sampel
darah pengukuran saturasi, plastic bening untuk shielding.
Teknik pemeriksaan RHC diawali dengan dilakukan nya puncture melalui
pada akses vena femoral kanan. Di vena dan arteri femoralis kanan
dilakukan puncture dengan menggunakan teknik sheldinger. Lalu pesawat
C-arm diposisikan dengan posisi antero-posterior (Hutomo et al.,2017).
Di vena femoralis memasukkan kateter swan-ganz. Pengukuran saturasi
oksigen dan pressure di aorta dengan kateter MP. Kateter MP menuju IVC
(inferior vena cava) dan mengambil saturasi dari IVC tersebut. Dari IVC
akan menuju ke SVCH (superior vena cava high)
kemudian menuju SVCL (superior vena cava low) dengan mengecek vena
inominata nya. Pada vena inominata, injeksi bahan kontras selektif harus
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat supra-cardiac shunt atau tidak
(Hutomo et al., 2017).
Lalu dilanjutkan kateter menuju ke RA (right atrium) lakukan crossing ke
LA (left atrium), usahakan dapat masuk ke semua PV (pulmonary vein)
supaya membuktikan bahwa pulmonary vein tersebut masuk kedalam LA
(left atrium). Dilanjutkan kateter menuju ke RV (right ventricle) lalu masuk
ke PA (pulmonal arteri). Untuk bagian kiri kita akan masuk menggunakan
kateter pigtail masuk sampai ke LV (left ventricle) dan diambil tekanan nya,
dan hasil tekanan atau pressure nya akan terlihat pada monitor yang ada di
ruang pemeriksaan. Kateter pigtail digunakan untuk mengukur tekanan
aorta.
2.2 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
1) Pengkajian fisik
a) Sistem Pernafasan
Gerakan dada, suara nafas, frekuensi nafas.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 16


b) Sistem kardiovaskuler
Frekuensi dan irama jantung, suara jantung, tekanan darah, denyut
nadi perifer. Inspeksi dan palpasi jantung, menentukan titik impuls
maksimal (point of maximal impuls, PMI), pulsasi abnormal, thrill.
Auskultasi jantung, catat frekuensi nadi, irama, dan kualitasnya,
snap, klik, murmur, friction rub.
c) Sistem persarafan
Tingkat kesadaran, keadaan umum dan perilaku.
d) Sistem pencernaan
Status nutrisi dan cairan, berat dan tinggi badan.
e) Sistem musculoskeletal
Tingkat aktivitas klien, kekuatan otot.
f) Sistem integument
Warna kulit, turgor, suhu, keutuhan.
2) Ketidak nyamanan
Sifat, jenis, lokasi, durasi (nyeri karena sayatan harus dibedakan
dengan nyeri angina)
3) Pengkajian psikologis
Observasi klien, tingkat kecemasan klien.
4) Pemeriksaan Penunjang
a) EKG: Untuk mengetahui disaritmia.
b) Sinar X dada.
c) Hasil laboraturium: darah lengkap, koagulasi, elektrolit, ureum,
kreatinin, BUN, HbsAg.
d) Katerisasi.
e) ECHO.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai
respons klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Diagnosis
keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 17


dengan ASD Post RHC:
1. Gangguan rasa nyaman b.d efek samping terapi (mis.
Medikasi, Radiasi, kemoterapi)
2. Intoleransi Aktivitas b.d tirah baring

BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN
A. Identitas Diri Klien
Nama : Nn. WS
Usia : 22 th
Pendidikan : SMA
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : Malang
Tanggal Masuk RS : 23 Oktober 2023
Tanggal Pengkajian : 24 Oktober 2023
Agama : Islam
Sumber Informasi : Pasien dan keluarga
No Reg : 231023xxx
Dx Medis : ASD Sekundum L to R shunt

B. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama : Pasien mengatakan tidak nyaman dan lelah dengan
kondisi sekarang
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien MRS tanggal 23 Oktober 2023 dengan keluhan kadang dada
berdebar, batuk berdahak dan sesak mulai Selasa tanggal 17 Oktober
2023. Klien juga mengeluh mudah lelah dan sering berdebar bila
melakukan aktifitas agak berat. Pasien dilakukan pemeriksaan RHC
yang dilaksanakan tgl 24 Oktober 2023.
3) Riwayat Penyakit Dahulu

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 18


Klien mengalami sakit ASD sejak tahun 2016 dan berobat rutin di RSSA,
kemudian sempat berhenti kontrol dan tidak minum obat pada tahun
2020 karena pasien merasa lelah dengan pengobatanya.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga Klien tidak ada yang menderita penyakit jantung, hipertensi
atau Diabetes Mellitus.

C. Pengkajian Saat Ini


1) Persepsi dan pemeliharaan Kesehatan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 19


Sebelum MRS : Klien mengatakan sudah paham akan penyakit yang
diderita sejak masuk rumah sakit tahun 2016. Klien juga paham akan
dilakukan tindakan pemeriksaan lebih lanjut untuk penyakitnya. Klien
khawatir akan tindakan yang akan dilakukan.
Saat MRS : Klien mengatakan sudah memahami penyakit yang diderita.
Tetapi pasien tetap merasa khawatir penyakit yang di alami.
2) Pola nutrisi/metabolik
Sebelum MRS : Klien mengatkan biasa makan 3 kali sehari dengan porsi
satu piring. Klien mengatakan makan semua makanan tanpa ada
pantangan. Minum sekitar 1 liter dalam sehari, jaramg minum minuman
yang berasa.
Saat MRS: klien mendapatkan diet lunak jantung dan rendah garam
1800kkal/hr. Klien mengatakan makanan yang disediakan rumah sakit
tidak dihabiskan, klien menghabiskan 1/2 porsi diit dari RS karena
kurang menyukai masakan RS.
3) Pola eliminasi
a. Buang air besar
Sebelum MRS : Klien biasa BAB 1-2 kali sehari. Konsistensi lembek,
tidak ada keluhan terkaitb pola BAB.
Saat MRS : Klien mengatakan selama dirawat belum BAB
b. Buang air kecil
Sebelum MRS : Klien mengatakan tidak ada masalah pada pola
BAKnya, klien BAK 4-5x/hari, tidak ada keluhan nyeri saat BAK.
Saat MRS: Klien mengatakan menggunakan kateter urine sejak di
RS, warna kekuning kuningan, bau khas BAK, tidak ada nyeri saat
BAK, Volume urin ± 1000cc/hari.
c. Pola aktifitas dan latihan:
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum 4

Mandi 2 4

Toileting 3 4
Berpakaian 4

Mobilitas di tempat tidur 4

Berpindah 4

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 20


Ambulasi/ROM 4

0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain


dan alat, 4: tergantung total
Pasien mengatakan sulit bergerak karena kaki terpasang restrain,
badan tidak nyaman karena posisi tidak bias berubah.
d. Oksigenasi
Sebelum MRS : Klein mengatakan batuk berdahak, sesak dan dada
berdebar debar saat melakukan aktifitas berat, keluhan sesak akan
berkurang saat dipkai istirahat. Nafas spontan dengan room air 21%.
Saat MRS : Pasien mengeluh kadang-kadang batuk berdahak
berwarna putih, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada wheezing
maupun ronchi, SpO2 98% dengan RR= 20x/menit.
e. Pola tidur dan istirahat
Pasien mengatakan sulit tidur karena memikirkan penyakitnya,
pasien tampak gelisah ingin mengubah posisi tidurnya tapi tidak bisa
karena terpasang restrain.
f. Pola persepsual dan sensori
Pasien mengatakan tidak ada gangguan yang berarti pada alat
inderanya. Ia masih dapat mendengar dan melihat dengan baik,
masih dapat mencium dan merasakan rasa makanan dan masih
merasakan sakit saat di beri rangsangan nyeri.
g. Pola persepsi diri
Pasien mengatakan khawatir terhadap penyakitnya, pasien tampak
sedih dan sering menangis, ibu pasien mengatakan anak putus asa
dan tidak mau kontrol dan rutin minum obat.
h. Pola seksualitas dan reproduksi
Pasien mengatakan belum menikah.
i. Pola peran hubungan
Pasien merupakan anak kedua dari empat bersaudara. Hubungan
klien dengan orang tuanya baik, orang tua selalu ikut ke RS saat
klien periksa. Klien mengatakan mengatakan sebelum MRS masih
bekerja sebagai seles. Untuk berobat ia memiliki BPJS sehingga
tidak terlalu mengkhawatirkan biaya perawatan di RS.
j. Pola managemen koping-stess

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 21


Pasien mengatakan kawatir dengan penyakitnya, tetapi ada keluarga
dan teman-temannya yang saling mendukung dan menguatkan,
pasien tampak sering menangis, murung dan mudah marah.
k. Sistem nilai dan keyakinan
Pasien menganut agama Islam, dan beribadah sesuai ajarannya.
D. PEMERIKSAAN FISIK
TTV : TD: 100/63 mmHg
HR: 125 x/mnt
RR: 20 x/mnt
SPO2: 98%
TB/BB : 150 cm/ 45 kg
1. Pernafasan ( B1 /Breathing )
1) Inspeksi :
a. Bentuk Dada: Simetris
b. Pola Nafas: Frekwensi Nafas : 20 x/menit Reguler
c. Gerakan Pernafasan: Reguler, tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung
2) Palpasi :
Tactil Fremitis / Fremitus Vokal: teraba sama pada lapang paru dextra
dan sinistra
3) Perkusi :
a. Batas Kanan : Sonor Pada semua lapang paru kanan
b. Batas Kiri : Sonor Pada semua lapang paru kiri
4) Auskultasi :
Bunyi Nafas:
 Bronchial di atas manubrium sternii
 Ronchii pada semua lapang paru tidak ditemukan
5) Alat Bantu Pernafasan : tidak ada (room air 21%)
2. Cardiovascular ( B2 )
1) Inspeksi :
a. Iktus :
Tampak, letak : ICS 5, midklavikula sinistra (Apeks)
b. Pulsasi Jantung :
Tampak, letak : ICS 5, midklavikula sinistra (Apeks)

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 22


2) Palpasi :
a. Iktus :
Teraba, letak : ICS 5, midklavikula sinistra (Apeks)
b. Pulsasi Jantung :
Teraba, letak : Apeks
c. Getaran / Thrill :
Tampak dan tersaba getaran atau undulasi di dinding dada kiri
3) Perkusi :
a. Batas Jantung Kanan : ICS 4, 2 cm dari parasternal dextra
b. Batas Jantung Kiri : ICS 5, area midklavikula sinista
4) Auskultasi :
a. Bunyi Jantung I : tunggal reguler dan lebih keras di area apeks
(ICS 4,5 mid clavikula)
b. Bunyi Jantung II : tunggal, reguler dan lebih keras di area aorta (ICS
2 parasternal dex)
c. Bunyi Jantung III : tidak terdengar
d. Bunyi Jantung IV : tidak terdengar
e. Bising jantung : Murmur sistolik
5) Nadi: Frekuensi: 87 x/menit, Reguler, Kuat
6) Letak Jantung
Ictus cordis teraba pada ICS 5, midklavikula sinistra
7) Pembesaran Jantung : ya
8) Nyeri Dada : Ya, kadang-kadang
9) Clubbing Finger : Tidak ditemukan
3. Persarafan ( B3 )
1) Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
2) GCS :
Eye : 4 Verbal : 5 Motorik : 6
Total GCS : 15
3) Refleks : Normal
4) Koordinasi Gerak : ya
5) Kejang : tidak
6) Lain-lain : Terpasang restraint di kaki kanan
7) Penginderaan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 23


a. Mata (Penglihatan)
i) Bentuk: Normal
ii) Visus : Tidak terkaji
iii) Pupil : Isokor
iv) Reflek Cahaya : Positif
v) Gerak Bola Mata : Normal
vi) Medan Penglihatan : Normal
vii) Buta Warna : tidak
viii) Tekanan Intra Okuler : Tidak
ix) Konjungtiva : Normal
b. Hidung (Penciuman)
i) Bentuk: Normal
ii) Gangguan Penciuman : Tidak
c. Telinga (Pendengaran)
i) Aurikel : normal
ii) Membran tympani: Normal
iii) Otorrhoea : Tidak
iv) Gangguan pendengaran : tidak
v) Tinitus : Tidak
d. Perasa : Normal
e. Peraba : Normal
4. Perkemihan ( B4 )
Produksi urine DC : 1000 ml/24 jam
Warna : kuning, jernih Bau : Khas
5. Pencernaan ( B5 )
1) Mulut dan Tenggorokan
a. Selaput Lendir Mulut : Lembab
b. Lidah : Bersih
c. Rongga Mulut : Berbau
d. Gigi : Gigi bersih
e. Tenggorokan : Tampak kemerahan
2) Abdomen : Supel, tidak ada benjolan atau nyeri tekan
a. Pembesaran Hepar : tidak
b. Pembesaran Lien: tidak

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 24


c. Asites : tidak
d. Masalah Usus Besar dan Rectum / Anus : tidak ada
e. Peristaltic usus : 16 x/ menit.
f. Belum BAB selama MRS, konsistensi lembek, tidak ada masalah
6. Otot, Tulang Dan Integument ( B6 )
1) Otot dan Tulang
Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai (ROM) bebas
Kemampuan kekuatan otot baik.
2) Integumen
Warna kulit : Kuning Langsat Akral : Hangat
Turgor : Elastik
CRT : <3 detik
3) Tulang Belakang : Normal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 23 Oktober 2023
1) Hematologi
 Hemoglobin : 9,10 gr/dl
 Eritrosit : 3,39 juta
 Leukosit : 5,25 103/mm3
 Trombosit : 317,00 103/ mm3
 Hematocrit : 29,20%
2) Faal hemostasis
 PPT : 14,20 detik
 INR : 1,42
 APTT : 27,70 detik
3) Faal Hati
 SGOT : 23 U/L
 SGPT : 9 U/L
 Albumin : 3,01 gr/dl
4) Faal Ginjal
 Ureum : 16,1 mg/dl

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 25


 Creatinine : 0,61 mg/dl
5) Imunoresologi
 HbsAg : non reaktif
 Anti HCV : non reaktif
6) Elektrolit
 Natrium : 134 mmol/L
 Kalium : 3,95 mmol/L
 Clorida : 100 mmol/L

2. EKG :

Irama : Reguler
HR : 125 x/menit
Gel P : Normal  T : 0,3 mV, L: 0,08 mm/s (Sinus : P diikuti QRS)
Gel QRS: Normal (0,12 mm/s)
PR interval: Normal 3-5 kk (0,012-0,20 mm/s)
ST segmen: Tidak terdapat ST depresi/ elevasi
Axis: I (-), aVF (+) = RAD
Kesimpulan : Sinus Tachycardia dengan HR 125 bpm dengan Axis RAD

3. Rontgen Thorax

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 26


CTR : + 63%
Kesimpulan : Cardiomegali (RAE, RVH) dengan pelebaran pulmonalis dan
peningkatan corakan vaskular paru, sesuai gambaran ASD
4. TEE
ASD sekundum multiple L to R shunt

5. RHC
ASD sekundum besar L to R shunt
Pulmonary hypertension high flow –low resistence, reactive oxygen test
F. TERAPI
IV NS 700 cc/24 Jam
Oral :
a. Revatio 3x20 mg
b. Bereprost 2x20 mg
c. Ramipril 0-0-5 mg
d. Furosemide 20 mg-0-0
3.2 DIAGNOSIS KEPERAWATAN
A. Analisa Data
No Data (sign/symton) Etiologi Masalah

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 27


1. Gejala Mayor ASD Gangguan
Subjektif : Rasa Nyaman
Ibu pasien mengatakan anaknya Post tindakan
merasa tidak nyaman dengan diagnostik invasif
kaki kanannya yang diikat non bedah (RHC)
Objektif :
1. Pasien tampak gelisah dan
berkeringat Efek samping
terapi medis
2. Terpasang restrain di atas
(restrain kaki
pergelangan kaki kanan
kanan)
Gejala Minor
Subjektif :
Ibu pasien mengatakan anaknya
Gangguan
tidak mau makan. Terakhir
Rasa Nyaman
makan 12 jam yang lalu
Objektif :
3. Pasien tampak merintih
Pasien menunjukkan gejala
distress (tampak lelah, tidak
berdaya, putus asa, sedikit
bicara, tidak mau makan

2 Gejala Mayor ASD Intoleransi


Subjektif : Aktifitas
Pasien mengatakan lelah dengan Post tindakan
kondisinya saat ini diagnostik invasif
Objektif: non bedah (RHC)
Terpasang restrain di atas
pergelangan kaki kanan Imobilitas
Gejala Minor : (Imobilisasi kaki
Subjektif : kanan)
Pasien mengatakan badan lemas Intoleransi
Objektif : Aktifitas

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 28


Hasil EKG : sinus tachikardi
dengan HR 125x/menit, RVH

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 29


B. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN
No Tanggal Diagnosis Tanggal Tanda
Muncul Teratasi Tangan
1 24/10/2023 Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) berhubungan
dengan efek samping terapi medis ditandai dengan ibu
pasien mengatakan anaknya merasa tidak nyaman
dengan kaki kanannya yang diikat, pasien tampak
gelisah dan berkeringat, terpasang restrain di atas
pergelangan kaki kanan
2 24 /10/2023 Intoleransi Aktifitas (D.0056) behubungan dengan
imobilitas, ditandai dengan pasien mengatakan lelah
dengan kondisinya, badan lemas, terpasang restrain di
atas pergelangan kaki kanan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II 30


3.3 INTERVENSI / PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO Diagnosis Luaran Intervensi Utama Intervensi Pendukung

1 Gangguan Setelah dilakukan Terapi Relaksasi (I.09326) Perawatan Kenyamanan


Rasa Nyaman asuhan keperawatan Observasi (I.08245)
(D.0074) selama 1x24 jam 1. Identifikasi penurunan tingkat Observasi
berhubungan diharapkan status energi,ketidakmampuan 1. Identifikasi gejala yang tidak
dengan efek kenyamanan pasien berkonsentrasi, atau gejala lain menyenangkan (mis. mual,
samping terapi meningkat (L.08064) yangmengganggu kemampuan nyeri, gatal, sesak)
medis ditandai dengan kriteria hasil : kognitif 2. Identifikasi pemahaman
dengan ibu 1. Dukungan sosial 2. Identifikasi teknik relaksasi tentang kondisi, situasi dan
pasien keluarga yang pernah efektif digunakan perasaannya
mengatakan meningkat (skor 3. Monitor respon terhadap terapi 3. Identifikasi masalah
anaknya 5) relaksasi emosional dan spiritual
merasa tidak 2. Keluhan tidak Terapeutik
nyaman dengan nyaman menurun 1. Ciptakan lingkungan tenang Terapeutik
kaki kanannya (skor 5) dan tanpa gangguan dengan 1. Berikan posisi yang nyaman
yang diikat, 4. Gelisah menurun pencahayaan dan suhu ruang 2. Dukung keluarga dan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 31


pasien tampak (skor 5) nyaman, jika memungkinkan pengasuh terlibat dalam
gelisah dan 5. Merintih menurun 2. Gunakan nada suara lembut terapi atau pengobatan
berkeringat, (skor 5) dengan irama lambat dan 3. Diskusikan mengenai situasi
terpasang 6. Postur tubuh berirama dan pilihan terapi atau
restrain di atas membaik (skor 5) Edukasi pengobatan yang diinginkan
pergelangan 1. Jelaskan tujuan, manfaat, Edukasi
kaki kanan batasan, dan jenis relaksasi Jelaskan mengenai kondisi dan
yang tersedia (mis. musik, pilihan terapi atau pengobatan
meditasi, napas dalam, Kolaborasi
relaksasi otot progresif) Kolaborasi pemberian analgesik,
2. Jelaskan secara rinci antipruritas, antihistamin, jika
intervensi relaksasi yang dipilih perlu
3. Anjurkan mengambil posisi
nyaman
4. Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
5. Anjurkansering mengulangi
atau melatih teknik yang dipilih
6. Demonstrasikan dan latih

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 32


teknik relaksasi (mis. napas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
2 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen Energi (I.05178) Terapi Aktivitas (I.05186)
Aktifitas asuhan keperawatan Observasi Observasi
(D.0056) 1x24 jam diharapkan 1. Identifikasi gangguan fungsi 1. Identifikasi defisit tingkatan
behubungan toleransi aktifitas tubuh yang mengakibatkan aktivitas
dengan pasien meningkat kelelahan 2. Identifikasi kemampuan
imobilitas (L.05047) dengan 2. Monitor kelelahan fisik dan berpartisipasi dalam
ditandai dengan kriteria hasil : emosional aktivitas tertentu
pasien Kemudahan 3. Monitor pola dan jam tidur 3. Identifikasi sumber daya
mengatakan melakukan aktivitas Terapeutik untuk aktivitas yang
sehari-hari meningkat
lelah dengan 1. Sediakan lingkungan nyaman diinginkan
(skor 5)
kondisinya, dan rendah stimulus (mis. Terapiutik
Keluhan lelah
badan lemas, cahaya, suara, kunjungan) 1. Fasilitasi fokus pada
menurun (skor 5)
terpasang 2. Lakukan latihan rentang gerak kemampuan, bukan defisit
Perasaan lemah
restrain di atas pasif dan atau aktif yang dialami
menurun (skor 5)
pergelangan 3. Fasilitasi duduk di sisi tempat 2. Sepakati komitmen untuk
kaki kanan tidur, jika tidak dapat meningkatkan frekuensi

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 33


berpindah atau berjalan dan rentang aktivitas
3. Fasilitasi memilih aktivitas
Edukasi dan tetapkan tujuan
1. Anjurkan tirah baring aktivitas yang konsisten
2. Anjurkan melakukan aktivitas sesuai kemampuan fisik,
secara bertahap biologis, dan sosial
3. Anjurkan menghubungi Edukasi
perawat jika tanda dan gejala 1. Jelaskan metode aktivitas
kelelahan tidak berkurang fisik sehari-hari, jika perlu
Kolaborasi 2. Ajarkan cara melakukan
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang aktivitas yang dipilih
cara meningkatkan asupan 3. Anjurkan melakukan
makanan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif
dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan terapis
okupasi dalam

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 34


merencanakan dan
memonitor program
aktivitas, jika sesuai
2. Rujuk pada pusat atau
program aktivitas
komunitas, jika perlu

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 35


3.4 IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

TANG
DIAGNOSA
GAL/ IMPLEMENTASI EVALUASI TTD
KEPERAWATAN
JAM
24 /10/ Gangguan Rasa Observasi S: Shul
2023 Nyaman (D.0074) 1. Mengidentifikasi penurunan tingkat energi, Ibu pasien mengatakan Dian
13.00 berhubungan ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala anaknya sudah lebih tenang Pras
dengan efek lain yang mengganggu kemampuan kognitif : dan mau makan/minum
samping terapi pasien tampak lemas dan terakhir makan 12 O:
medis jam lalu 1. Pasien tampak lebih
2. Mengidentifikasi gejala yang tidak tenang
menyenangkan : pasien tidak nyaman dengan
2. Pasien tidak merintih lagi
posisi kaki kanan diikat
3. Mengidentifikasi pemahaman tentang kondisi, 3. Pasien tampak lebih
situasi dan perasaannya: pasien belum mau nyaman dengan posisi
bicara head up 20o
4. Mengidentifikasi masalah emosional dan
4. Masih terpasang restrain
spiritual : pasien belum mau bicara
di atas pergelangan kaki

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 36


Terapeutik kanan pasien
1. Menggunakan nada suara lembut dengan
A: Gangguan rasa nyaman
irama lambat dan berirama : pasien antusias
teratasi sebagian
mendengarkan meskipun belum mau bicara
P: Intervensi dilanjutkan
2. Memberikan posisi yang nyaman : Head up
20o
3. Mendiskusikan mengenai situasi dan pilihan
terapi atau pengobatan yang diinginkan : ibu
pasien ingin ikatan di kaki kanan anaknya
dilepaskan supaya anaknya tidak gelisah.
4. Mendukung keluarga dan pengasuh terlibat
dalam terapi atau pengobatan : meminta ibu
pasien untuk merayu anaknya supaya mau
makan. Pasien mau minum teh hangat dan
makan dengan disuapi oleh ibunya.
Edukasi
Menjelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi
atau pengobatan : Tensocrep dan restrain akan
dilepas 6 jam post affsheat yakni pukul 17.00

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 37


Intoleransi Observasi S:
Aktifitas (D.0056) 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Ibu pasien mengatakan
behubungan mengakibatkan kelelahan : kaki kanan terasa anaknya merasa lelah dengan
dengan imobilitas kaku karena diikat posisi terlentang dan kaki
Terapeutik diikat
1. Menyediakan lingkungan nyaman dan rendah O:
stimulus : menutup tirai 1. Pasien masih tirah
2. Melakukan latihan rentang gerak pasif dan baring posisi supine
atau aktif : melakukan ROM aktif pada kaki kiri
2. Masih terpasang
dan kedua ekstermitas atas
restrain di atas
Edukasi
pergelangan kaki kanan
Menganjurkan tirah baring : pasien tirah baring
pasien
posisi supine
3. Pasien mau
menggerakkan kaki kiri
dan kedua tangannya

A: Intoleransi aktivitas teratasi


sebagian

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 38


P: Intervensi dilanjutkan

24 /10/ Gangguan Rasa Terapi Relaksasi (I.09326) S: Fatoni


2023 Nyaman (D.0074) Observasi Pasien mengatakan merasa Mita
18.00 berhubungan Mengidentifikasi teknik relaksasi yang pernah lega karena ikatan sudah
dengan efek efektif digunakan: pasien belum pernah melakukan dilepas
samping terapi teknik relaksasi O:
medis Terapeutik 1. Pasien tampak tenang dan
1. Menciptakan lingkungan tenang dan tanpa nyaman
gangguan : menutup tirai
2. Pasien tampak bebas
2. Memberikan posisi yang nyaman : melakukan
bergerak
aff tensocrep dan aff restrain, pasien bisa
mika-mika dan menekuk kaki kanan A: Gangguan rasa nyaman
Edukasi teratasi
1. Menjelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan P: Intervensi dihentikan
jenis relaksasi yang tersedia: napas dalam
2. Menjelaskan secara rinci intervensi relaksasi
yang dipilih : Relaksasi Nafas Dalam
3. Menganjurkan rileks dan merasakan sensasi

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 39


relaksasi : Relasasi Nafas Dalam
4. Menganjurkan sering mengulangi atau melatih
teknik yang dipilih : Relaksasi Nafas Dalam
5. Mendemonstrasikan dan latih teknik relaksasi
nafas dalam

Intoleransi Observasi S:
Aktifitas 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Pasien mengatakan kaki
(D.0056) mengakibatkan kelelahan : kaki kanan masih kanan masih kaku setelah
behubungan kaku setelah diikat diikat
dengan 3. Memonitor pola dan jam tidur : pasien tadi bisa O: Pasien masih belajar mika-
imobilitas tidur 3 jam miki
Terapeutik A: Intoleransi aktivitas teratasi
Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak sebagian
dapat berpindah atau berjalan : pasien masih P: Intervensi dilanjutkan
mika-miki post aff tensocrep dan restrain
Edukasi
Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap : mika-miki, duduk bersandar di tempat

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 40


tidur, duduk di sisi tempat tidur, berdiri, berjalan
25 Intoleransi Observasi S: Dian
/10/20 Aktifitas 1. Mengidentifikasi gangguan fungsi tubuh yang Pasien mengatakan sudah Pras
23 (D.0056) mengakibatkan kelelahan : kaki kanan masih lega karena bisa melakukan
10.00 behubungan kaku setelah diikat aktifitas sendiri
dengan 2. Memonitor pola dan jam tidur : pasien tadi bisa O: Pasien mampu duduk dan
imobilitas tidur 3 jam melakukan aktifitas makan
Terapeutik sendiri
Memfasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak A: Intoleransi aktivitas teratasi
dapat berpindah atau berjalan : pasien masih sebagian
mika-miki post aff tensocrep dan restrain P: Intervensi dihentikan pasien
Edukasi KRS
Menganjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap : mika-miki, duduk bersandar di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, berdiri, berjalan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 41


BAB 4

PEMBAHASAN
4.1 Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal proses keperawatan dan


merupakan suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari
berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan pasien. Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan pasien.
(Lisa, 2013).
Pasien Nn. SW adalah pasien baru yang diterima di ruang Barito
pada tanggal 23 Oktober 2023 dan MRS pukul 13.00 WIB, pasien
merupakan kiriman dari poli jantung dengan indikasi rawat inap untuk
persiapan Tindakan invasive non bedah RHC, yang akan dijadwalkan
pada tanggal 24 Oktober 2023, Pengkajian dilakukan di ruang Barito
pada tanggal 24 Oktober 2023 pukul 15.00WIB.
Pasien merupakan seorang perempuan dengan usia 22 tahun
memiliki riwayat penyakit jantung bawaan yang diketahui 7 tahun
yang lalu. Pasien didiagnosis ASD secundum besar L to R shunt dan
PH type 1, maka dari itu tindakan penutupan dapat dilakukan dengan
operasi terutama untuk defek yang sangat besar lebih dari 40 mm,
atau tipe ASD selain tipe sekundum, sedangkan untuk ASD tipe
sekundum dengan defek kurang dari 40 mm dapat dipertimbangkan
penutupan dengan Amplatzer Septal Occluder (ASO), di mana
penutupan dilakukan dengan perkutan melalui kateter, yang
dimasukkan ke dalam vena femoralis menuju ke atrium kanan dengan
bantuan TEE atau fluoroskopi untuk mengarahkan kateter hingga
sampai ke lokasi defek kemudian penutup dikembangkan (Kutty et al.,
2012).
Manifestasi klinis dari ASD seperti sesak , cepat lelah
( fatique), nyeri dada, berdebar debar dan infeksi saluran napas
berulang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik memiliki peranan penting
dalam menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien ASD. Palpasi
dan auskultasi juga merupakan bagian penting dalam pemeriksaan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 42


fisik untuk pasien ASD. Dari anamnesis yang didapat dari pasiendan
ibu pasien, Klien MRS tanggal 23 Oktober 2023 dengan keluhan
kadang dada berdebar, batuk berdahak dan sesak mulai Selasa
tanggal 17 Oktober 2023. Klien juga mengeluh mudah lelah dan
sering berdebar bila melakukan aktifitas agak berat. Pasien akan
dilakukan pemeriksaan RHC yang direncanakan tgl 24 Oktober 2023.
pasien datang dengan keluhan dada berdebar. Saat dilakukan
anamnesa post operatif saat di ruang Barito didapatkan data bahwa
pasien mengatakan tidak nyaman dan lelah dengan kondisi sekarang
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien, dari
auskultasi jantung ditemukan suara murmur sistolik. Dan keluhan
pasien yang mengatakan dada berdebar debar, nyeri dada kadang
kadang dan mudah lelah serta sesak saat beraktifitas berat. Temuan
dari pemeriksaan fisik dan anamnesa ini sesuai dengan teori bahwa
pasien dengan ASD secundum besar keluhan utama yang muncul
adalah dada berdebar debar, cepat lelah , sesak saat beraktifitas serta
ada bunyi murmur pada auskultasi jantung.
Pemeriksaan penunjang dilakukan antara lain : ECG dengan hasil
Sinus Tachycardia dengan HR 125 x/menit dengan Axis RAD, Thorak
foto Cardiomegali (RAE, RVH) dengan pelebaran pulmonalis dan
peningkatan corakan vaskular paru, sesuai gambaran ASD, hasil TEE
di dapatkan ASD sekundum multiple L to R shunt, pemeriksaan RHC
didapatkan hasil ASD sekuntum besar L to R shunt, pulmonary
hypertension, high flow-low resistentace, reactive oxygen test, Saran
ASD Closure
4.2 Diagnosa
Menurut SDKI, SLKI, dan SIKI, setelah pengumpulan data,
menganalisa data dan menentukan diagnosa keperawatan yang tepat
sesuai dengan data yang ditemukan, kemudian direncanakan
membuat prioritas diagnosa keperawatan, membuat kriteria hasil, dan
intervensi keperawatan.
Diagnosa keperawatan suatu penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya, baik yang berlangsung aktual maupun potensial.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 43


Diagnosa keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan
dengan kesehatan.
Klasifikasi diagnosa keperawatan pada buku SDKI mengadopsi
klasifikasi diagnosa keperawatan dari ICN ( International council of
Nurses, 1994).
Pada penegakan diagnosa keperawatan pasien dengan ASD
mengacu pada data-data yang didapatkan dari pasien, berdasarkan
teori yang ada sesuai dengan patofisiologi kasus ASD pro Tindakan
invasive RHC, ada 7 diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
pada pasien ini diantaranya:
1. Gangguan pertukaran gas (D.0003) berhubungan dengan
perubahan membran alveolus -kapiler
2. Resiko penuruna curah jantung (D.0011) berhubungan dengan
perubahan afterload, perubahan preload, perubahan irama
jantung.
3. Nyeri akut (D.0077) berhubungan inflamasi, iskemia, neoplasma
4. Ansietas (D.0080) berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan, kurang terpapar informasi
5. Defisit pengetahuan (D0111) berhubungan dengan kurang minat
dalam belajar.
6. Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) berhubungan dengan efek
samping terapi medis
7. Intoleransi Aktifitas (D.0056) behubungan dengan imobilitas
Dari 7 diagnosa yang muncul diteori hanya 2 diagnosa post
operasi yang penulis tegakkan berdasarkan hasil pengkajian pada Nn
SW, yaitu : Gangguan Rasa Nyaman (D.0074) berhubungan dengan
efek samping terapi medis dan Intoleransi Aktifitas (D.0056)
behubungan dengan imobilitas
Kedua diagnosa ini ditegakkan berdasarkan kriteria mayor dan
minor dari setiap diagnosa yang bersumber dari Standart Diagnosa
Keperawatan Indonesia (SDKI). Diagnosa Rasa nyaman diangkat
karena sesuai dengan data mayor dan minor dimana data mayor ibu
pasien mengatakan anaknya merasa tidak nyaman dengan kaki

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 44


kanannya yang diikat, Sedangkan diagnosa Intoleransi aktifitas
diangkat diangkat karena sesuai dengan data mayor dan minor
dimana data mayor imobilisasi.
4.3. Intervensi

Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan


oleh perawat yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis
untuk mencapai luaran ( outcome ) yang di harapkan. Setiap
intervensi keperawatan pada standar intervensi keperawatan
indonesia (SIKI) terdiri atas tiga komponen yaitu label, definisi,
dan tindakan. Tindakan – tindakan pada intervensi keperawatan
terdiri atas observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi (SIKI, 2018).

Perencanaan pada kasus Nn SW sesuai dengan tinjauan pustaka


dan juga telah disesuaikan dengan standart intervensi keperawatan
indonesia. Meliputi observasi, teraupetik, edukasi dan kolaborasi.
Dalam kasus Nn SW perumusan intervensi didasarkan pada
diagnosa keperawatan yang sudah ditentukan.
4.4. Implementasi

Implementasi keperawatan merupakan serangkaian kegiatan yang


dilakukan oleh perawat untuk membantu pasien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Tujuan dari implementasi keperawatan adalah untuk
membantu pasien mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang
mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, pemulihan, dan
memfasilitasi koping. (Rizka, 2013).
Pada kasus Nn. SW implementasi keperawatan yang dilakukan
terhadap pasien sudah sesuai dengan intervensi yang tertuang
dalam standart intervensi keperawatan Indonesia (SIKI) dan sudah
sesuai dengan teori yang meliputi peningkatan kesehatan,
pemulihan, dan memfasilitasi koping dalam hal ini merupakan koping
keluarga pasien.
4.5 Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 45


Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan
proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan
evaluasi. (Ali, 2009).
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk
mengatasi masalah. (Meirisa, 2013). Tujuan dari evaluasi yaitu
mengakhiri rencana tindakan keperawatan, memodifikasi rencana
tindakan keperawatan dan meneruskan rencana tindakan
keperawatan. Untuk menilai sampai sejauh mana tujuan yang
diharapkan telah dicapai maka melalui tahap evaluasi ini penulis
menilai hasil asuhan keperawatan yang telah diberikan selama 2 hari
post Tindakan invasive RHC tertuang dalam catatan perkembangan.
Masalah keperawatan yang ditemukan oleh penulis pada pasien post
tindakan RHC yaitu rasa nyaman sudah teratasi dan untuk diagnosa
intoleransi aktifitas sudah teratasi juga.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 46


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pengkajian, Pada tahap pengumpulan data penulis sedikit kesulitan
karena pasien cenderung diam namun ibu pasien sangan kooperatif
sekali, setelah melakukan pendekatan pasien diajak komonikasi,
sehingga tahap perkenalan dapat berjaln dengan baik mengadakan
perkenalan dan menjelaskan maksud penulis yaitu untuk
melaksanakan asuhan keperawatan pada Nn. SW sehingga pasien
dan keluarga terbuka dan mengerti serta kooperatif.
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus ini ada
beberapa diagnose keperawatan namun yang penulis angkat adalah
rasa nyaman dan intoleransi aktifitas.
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan gangguan
rasa nyaman adalah terapi relaksasi observasi identifikasi penurunan
tingkat energi, ketidakmampuan berkonsentrasi, atau gejala lain yang
mengganggu kemampuan kognitif Identifikasi teknik relaksasi yang
pernah efektif digunakan monitor respon terhadap terapi relaksasi
Terapeutik Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan gunakan
nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama.
Edukasi Jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik, meditasi, napas dalam, relaksasi otot
progresif) Jelaskan secara rinci intervensi relaksasi yang dipilih
Anjurkan mengambil posisi nyaman Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi Anjurkan sering mengulangi atau melatih teknik
yang dipilih Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis. napas
dalam, peregangan, atau imajinasi terbimbing) Pada intoleransi
aktifitas manajemen energi observasi identifikasi gangguan fungsi
tubuh yang mengakibatkan kelelahan monitor kelelahan fisik dan
emosional monitor pola dan jam tidur. Terapeutik sediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan),

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 47


lakukan latihan rentang gerak pasif dan atau aktif fasilitasi duduk di
sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan.
Defek septum atrium/atrial septal defect (ASD) adalah salah satu
kelainan jantung kongenital di mana terdapat hubungan antar atrium
kanan dan kiri karena adanya defek/lubang pada sekat atrium. Defek
ini memungkinkan adanya aliran darah antar atrium, yaitu dari atrium
kiri ke kanan dan pada keadaan yang lebih buruk yaitu dari kanan ke
kiri, Adanya aliran ini disebabkan karena perbedaan tekanan, yang
mana membuat darah yang kaya akan oksigen pada atrium kiri
kembali bercampur dengan darah yang kurang oksigen pada ventrikel
kanan, sehingga membuat total darah yang dipompa ke seluruh tubuh
berkurang akibat adanya left to right shunt, dibuktikan dengan
Tindakan invasive non bedah yaitu RHC
5.2 Saran
5.2.1 Bagi akademis

Untuk mencapai hasil keperawatan yang diharapkan,


diperlukan hubungan yang baik dan keterlibatan pasien, keluarga
dan tim kesehatan lainnya.
5.2.2 Bagi pelayanan keperawatan di Rumah Sakit

Perawat sebagai profesional pemberi asuhan hendaknya


mempunyai pengetahuan, keterampilan yang cukup serta dapat
bekerjasama dengan tim kesehatan lainnya dengan memberikan
asuhan keperawatan pada pasien dengan ASD pro RHC
5.2.3 Bagi peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam


melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan ASD pro
RHC.
5.2.4 Bagi profesi Kesehatan

Pendidikan dan pengetahuan perawat secara berkelanjutan


perlu ditingkatkan baik formal dan informal tentang asuhan
keperawatan pada pasien ASD pro RHC.

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 48


DAFTAR PUSTAKA

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 49


Lampiran

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 50


Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 51
Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 52
Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 53
Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 54
Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 55
Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 56
LEMBAR KONSUL

No. Hari, Hasil Konsul Tanda


Tanggal Tangan

Kelompok SVT PKKvTD 2023 Angkatan II - 57

Anda mungkin juga menyukai