Anda di halaman 1dari 61

Laporan

Keperawatan Gawat Darurat

Asuhan Keperawatan Tn . V Dengan Acute Coronary Syndrome


(ACS) di Ruang IGD
Rumah Sakit Pertamina Pusat
Jakarta

DI SUSUN OLEH KELOMPOK 2 NR :


AGUNG DWI NURCAHYANTO 21218136
DOLI HAMONANGAN 21218142
DWI WAHYUNI AGUSNIARTI 21218129
EVI MARIA 21218146
ELISABETH 21218145
HALIMAH 21218148
NEKA 21218116

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA


JAKARTA
2019

i
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga
makalah studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien Sindrom
Koroner Akut ini dapat penulis selesaikan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan.
Dalam penyelesaian makalah studi kasus ini tidak terlepas dari berbagai kendala.
Namun atas dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak kendala
tersebut dapat teratasi. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Iwanta, S. kep Ners sebagai Kepala Diklat RS .Pertamina Pusat Jakarta.
2. Wasijati , SKP, M. Si,M.Kep selaku Pembimbing keperawatan Profesi Mata
Ajar Keperawatan Gadar Kritis.
3. Hari Sutikno S. kep,Ners ,sebagai Kepala Unit Ruang IGD RSPP.
4. Seluruh tim medis, paramedis, dan non medis diruangIGD- yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan studi kasus ini.
5. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan secara tulus dan memberikan
dukungan mental dan memotivasi penulis dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
keterbatasan dari segi teknis penyusunan. Untuk itu saran, kritik, koreksi sangat
penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini.
Walaupun demikian penulis tetap mengharapkan makalah laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita sebagai pemberi asuhan keperawatan komprehensif.

Jakarta, 16 Oktober 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. LatarBelakang ........................................................................... 1
B. TujuanPenulisan ........................................................................ 2
C. ManfaatPenulisan ...................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI............................................................................ 4
A. DefinisiSindromKoronerAkut ................................................... 4
B. PatofisiologiterjadinyaSindromKoronerakut ............................ 6
C. ManifestasiKlinis ...................................................................... 7
D. Klasifikasi ................................................................................. 7
E. Diagnosis ................................................................................... 8
F. Komplikasi ACS ....................................................................... 17
G. Diagnosis ................................................................................... 17
H. PemeriksaanPenunjang ............................................................. 20
I. Penatalaksanaan ........................................................................ 20
J. AsuhanKeperawatanSecaraTeoritis .......................................... 32
BAB III TINJAUAN KASUS .......................................................................... 40
A. Pengkajian ................................................................................. 40
B. Analisa Data .............................................................................. 47
C. DiagnosaKeperawatan............................................................... 49
D. RencanaAsuhanKeperawatan .................................................... 50
E, Implementasi ............................................................................. 55
F. Evaluasi ..................................................................................... 58
BAB IV PEMBAHASAN ................................................................................. 60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 62
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 64

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. LatarBelakang

Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat penyakit kardiovaskuler


merupakan penyebab kematian secara global nomor satu. Banyak orang yang
mati setiap tahunnya oleh karena penyakit ini dibandingkan dengan penyebab
lainnya. Diperkirakan 17,7 juta orang mati karena penyakit kardiovaskuler ini
pada tahun 2015, jumlah ini mewakili 31% dari total kematian secara global.
Dari angka ini pula, diperkirakan 7,4 juta mati karena penyakit jantung
koroner dan 6,7 juta mati karena penyakit stroke. Lebih dari 3/4 kematian
akibat penyakit kardiovaskuler berada pada negara dengan penghasilan
rendah hingga menengah.

Di Amerika Serikat pada tahun 2013 angka mortalitas akibat penyakit


kardiovaskular mencapai 222,9 per 100.000 penduduk. Di Amerika juga
tercatat ada 50 juta penderita penyakit jantung koroner, di China sebanyak
13,6% dari jumlah penduduknya. Diketahui memiliki penyakit jantung. Di
Kanada sekitar 22% dari jumlah penduduk, dan di Mesir kurang lebih 26,3
% dari jumlah penduduk. Menurut Antman et al (2009) ACS merupakan
penyakit jantung koroner yang menjadi penyebab utama kematian di dunia,
dimana terdapat lebih dari 4,5 juta penduduk meninggal karena ACS ,yang
termasuk kedalam ACS adalah : ST ElevasiMiocardInfark ( STEMI ), Non
ST Elevasi MiocardInfark ( NSTEMI) dan Unstable Angina Pektoris (UAP).

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan, prevalensi tertinggi


untuk penyakit Kardiovaskuler di Indonesia adalah PJK, yakni sebesar 1,5%.
Dari prevalensi tersebut, angka tertinggi ada di Provinsi Nusa Tenggara
Timur (4,4%) dan terendah di Provinsi Riau (0,3%). Survei Sample
Regristration System (SRS) pada 2014 di Indonesia menunjukkan, Penyakit
Jantung Koroner (PJK) menjadi penyebab kematian tertinggi pada semua
umur setelah stroke, yakni sebesar 12,9%.

1
Laporan Tahunan Instalasi Gawat Darurat di Rumah Sakit Pusat Jantung
Nasional HarapanKita ( RSPJNHK) tahun 2016,angka penyakit ACS adalah
sebanyak 1981 pasien terdiri UAP : sebanyak 840 pasien 43% , NSTEMI :
sebanyak 604 pasien 30%, dan yang di diagnosa STEMI : 537 pasien 27%
(Dharma S, et all. 2012 )

B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh gambaran umum mengenai asuhan keperawatan pada
pasien dengan sindrom koroner akut.
2. Tujuan Khusus
Diharapkan pembaca mampu :
a. Mengenal dan memahami konsep dasar dan teori dari penyakit
sindrom koroner akut.
b. Mampu melaksanakan pengkajian, menegakan diagnosa keperawatan
sesuai dengan prioritas masalah dan membuat perencanaan tindakan
pada pasien dengan sindrom koroner akut.
c. Mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom
koroner akut.
d. Mampu mendokumentasikan semua tindakan yang telah dilakukan
dalam merawat pasien dengan sindrom koroner akut.

C. Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
1. Bagi penulis
Penulis lebih memahami tentang sindrom koroner akut, penatalaksanaan
emergensi, dan asuhan keperawatan pada pasien dengan sindrom koroner
akut khususnya di ruang emergensi.
2. Bagi Perawat
a. Menambah pengetahuan perawat dalam memahami sindrom koroner
akut dan asuhan keperawatannya.

2
b. Melatih berpikir kritis pada saat menemui kasus sindrom koroner akut
di klinik serta menentukan tindakan yang cepat dan tepat dalam
memberikan pertolongan kepada pasien (emergensi).

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Sindroma koroner akut adalah suatu kondisi terjadinya pengurangan aliran
darah kejantung secara mendadak. Beberapa gejala dari syndrome inia dalah
tekanan di dada seperti serangan jantung, sesak nafas saat berisitirahat atau
melakukan aktivitas fisik ringan, keringat yang berlebihansecaratiba-tiba
(diaphoresis), mual muntah, nyeri di bagian tubuh lain seperti lengan kiri atau
rahang dan jantung yang berhenti mendadak (cardiac arrest). (journal
Anastesiologi Indonesia volume IV no 3. 2014).

Syndrome Koroner Akut (biasa disingkat SKA) merupakan suatu terminologi


atau istilah yang biasanya dipergunakan untuk mendeskripsikan kumpulan
beberapa proses atau spectrum keadaan dari penyakit jantung yang meliputi,
antara lain: angina pektoris yang tidak stabil (unstable angina/ UA), infark
miokard pada gelombang non-Q (IMAnQ) atau infark miokard tanpa adanya
elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan
infark miokard gelombang Q (IMAQ) atau infark miokard dengan adanya
elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI).
(www.penyakit jantung.id)

Sindrom koroner akut (SKA) adalah sindrom klinis yang biasanya disebabkan
oklusi total atau sebagian dari yang mendadak pada arteri koroner akibat
rupture plak aterosklerosis (Overbaugh,2009 )

B. Etiologi Sindrom Koroner Akut


Penyebab terjadinya sindrom koroner akut :
1. Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
Penyebab paling sering adalah penurunan perfusi miokard oleh karena
penyempitan arteri koroner sebagai akibat dari trombus yang ada pada
plak aterosklerosis yang rupture dan biasanya tidak sampai menyumbat.

4
Mikroemboli (emboli kecil) dari agregasi trombosit beserta komponennya
dari plak yang ruptur, yang mengakibatkan infark kecil di distal,
merupakan penyebab keluarnya tanda kerusakan miokard pada banyak
pasien.
2. Obstruksi dinamik
Penyebab yang agak jarang adalah obstruksi dinamik, yang mungkin
diakibatkan oleh spasme fokal yang terus menerus pada segmen arteri
koroner epikardium (angina prinzmetal). Spasme ini disebabkan oleh
hiperkontraktilitas otot polos pembuluh darah dan / atau akibat adanya
disfungsi endotel. Obstruksi dinamik koroner dapat juga diakibatkan oleh
konstriksi abnormal pada pembuluh darah yang lebih kecil.
3. Obstruksi mekanik yang progresif
Penyebab ketiga SKA adalah penyempitan yang hebat namun bukan
karena spasme atau trombus. Hal ini terjadi pada sejumlah pasien dengan
aterosklerosis progresif atau dengan stenosis ulang setelah intervensi
koronerperkutan (PCI).
4. Inflamasi dan / atau infeksi
Penyebab keempat adalah inflamasi, disebabkan oleh yang berhubungan
dengan infeksi, yang mungkin menyebabkan penyempitan arteri,
destabilisasi plak, ruptur dan trombogenesis. Makrofag dan limfosit-T di
dinding plak meningkatkan ekspresi enzim seperti metaloproteinase, yang
dapat mengakibatkan penipisan dan ruptur plak, sehingga selanjutnya
dapat mengakibatkan SKA.
5. Faktor atau keadaan pencetus
Penyebab kelima adalah SKA yang merupakan akibat sekunder dari
kondisi pencetus diluar arteri koroner. Pada pasien ini ada penyebab dapat
berupa penyempitan arteri koroner yang mengakibatkan terbatasnya
perfusi miokard, dan mereka biasanya menderita angina stabil yang
kronik.
SKA jenis ini antara lain karena :
a) Peningkatan kebutuhan oksigen miokard, seperti demam, takikardi
dan tirotoksikosis berkurangnya aliran darah koroner,

5
b) Berkurangnya pasokan oksigen miokard, seperti pada anemia dan
hipoksemia.
Kelima penyebab SKA di atas tidak sepenuhnya berdiri sendiri dan
banyak terjadi tumpang tindih. Dengan kata lain tiap penderita mempunyai
lebih dari satu penyebab dan saling terkait.

C. Patofisiologi
Pembentukan plak aterosklerotik
1. Inisiasi proses aterosklerosis
Peran endotel Aterosklerosis merupakan proses pembentukan plak di
tunika intima arteribesar dan arterisedang. Proses ini berlangsung terus
selama hidup sampai akhirnya bermanifestasi sebagai SKA. Proses
aterosklerosis ini terjadi melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi
kolesterol LDL (low-density lipoprotein) kedalam tunika intima, respons
inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis. Beberapa factor risiko
koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara lain hipertensi,
hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Faktor risiko ini dapat
menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya menyebabkan disfungsi
endotel. Disfungsi endotel memegang peranan penting dalam terjadinya
proses aterosklerosis. Jejas endotel mengaktifkan proses inflamasi,
migrasi dan proliferasisel, kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan
akhirnya menyebabkan pertumbuhan plak.

2. Perkembangan proses aterosklerosis


Peran proses inflamasi Jika endotel rusak, sel-selinflamatorik, terutama
monosit, bermigrasi menuju kelapisan subendotel dengan cara berikatan
dengan molekul adhesive endotel. Jika sudah berada pada lapisan
subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi makrofag.
Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga berpenetrasike
dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan selanjutnya membentuk
fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini melepaskan zat-
zatkemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte chemoattractant

6
protein-1, tumor necrosis factor α, IL-1, IL6, CD40, dan c-reactive
protein) yang makin mengaktifkan proses ini dengan merekrut lebih
banyak makrofag, sel T, dan selotot polos pembuluh darah (yang
mensintesis komponen matriks ekstra seluler) pada tempat terjadinya
plak.

3. Disrupsiplak, trombosis, dan SKA


Beberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar, kapsul
fibrosa yang tipis, dan inflamasi dalam plak merupakan predisposisi
untuk terjadinya ruptur. Setelah terjadi rupture plak maupun erosi
endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah yang ada di sirkulasi.
Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang diikuti aktivasi dan agregasi
trombosit, selanjutnya terbentuk trombus.

D. Manifestasi klinis

Manifestasi yang khas pada pasien mencakup:


1. Angina kresendo, semakin lama semakin kuat dimana serangan secara
progresif, lebih berat, memanjang dan sering.
2. Angina dengan onset baru yang timbul akibat aktifitas ringan.
3. Angina saat istirahat atau dengan aktivitas ringan atau selama tidur.
4. Angina pasca miokard infark (nyeri iskemik pada 24 jam hingga 2
minggu setelah miokard infark

E. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan mark jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi
menjadi:
1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI: ST segment
elevation myocardial infarctio) adalah terjadinya elevasi menetap
segmen ST pada EKG menunjukan area miokard yang luas meliputi
seluruh ketebalan dinding ventrikel telah mengalamin ekrosis sebagai
akibat iskemia memanjang. Nekrosis miokardium menyebabkan

7
pelepasan protein intra seluler seperti troponin T dan I. Troponin ini
dapat dideteksi dalam darah dan bekerja sebagai penanda kematian sel
miokardium.

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI: non ST


segment elevation myocardial infarction) yaitu Oklusi koroner inkomplit
atau adanya arteri koroner kolateral yang dapat menyebabkan iskemia
miokard dan nekrosis dengan derajat lebih kecil terbatas pada sub
endokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST
namun menyebabkan pelepasan penanda nekrosis. Akan di temukan
peningkatan kadar enzim jantung sebagai penanda ini namun tidak
memiliki elevasi segmen ST disebut NSTEMI.
3. Angina Pektoris tidak stabil (UAP: unstable angina pectoris) ketidak
mapuan arteri koroner yang menyempit untuk memenuhi peningkatan
kebutuhan oksigen jantung

Infark miokard dengan elevasi segmen ST akut (STEMI) merupakan


indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arterikoroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya; secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis, intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis STEMI ditegakkan jika terdapat keluhan angina pectoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di dua sadapan yang bersebelahan.
Inisiasi tatalaksana revaskularisasi tidak memerlukan menunggu hasil
peningkatan marka jantung.

Tabel klasifikasi ACS.


Klasifikasi Uap Nstemi Stemi

Nyeri Dada + +/- +/-

Ekg Normal/Iskemi Normal/Iskemi St-Elevasi

Enzim Normal Meningkat Normal/Meningkat

8
F. Diagnosis
Dengan mengintegrasikan informasi yang diperoleh dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes marka jantung, dan foto polos dada,
diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri dada dapat dikelompokkan
sebagai berikut: non kardiak, Angina Stabil, Kemungkinan SKA, dan
Definitif SKA
1. Anamnesis.
a. Keluhan
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina
tipikal berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar kelengan
kiri, leher, rahang, area inters kapular, bahu, atau epigastrium. Keluhanini
dapat berlangsung intermiten / beberapa menit atau persisten (>20 menit).
Keluhan angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaphoresis,
mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi angina
atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran angina
tipikal, rasa gangguan pencernaan (indigestion), sesak napas yang tidak
dapat diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan.
Keluhan atipikalini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40
tahun) atauusialanjut (>75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal
menahun, atau demensia. Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul
saat istirahat, keluhan ini patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika
berhubungan dengan aktivitas, terutama pada pasien dengan riwayat
penyakit jantung koroner (PJK). Hilangnya keluhan angina setelah terapi
nitrat sublingual tidak prediktif terhadap diagnosis SKA.
Diagnosis SKA menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada
pasien dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Pria
2) Diketahui mempunyai penyakit aterosklerosis non koroner (penyakit
arteri perifer /karotis)

9
3) Diketahui mempunyai PJK atas dasar pernah mengalami infark
miokard, bedah pintas koroner, atau IKP Format pengkajian spesifik
untuk mengkaji nyeri sebagai berikut ;
a) Format P (Provoking insident) dapat dikembangkan sebagai pencetus
timbulnya serangan jantung atau menyatakan posisi nyeri dada yang
dirasakan ada berkaitannya dengan area lokasi jantung jantung pada
area substernal kiri.
b) Format Q (Qualitas) artinya kualitas dari nyeri dada yang dirasakan
oleh klien. Oleh karena kwalitas nyeri dada ini bervariasi, maka yang
diutarakan kline bervariasi juga. Untuk itu untuk menilai tingkat nyeri
dada tersebut maka digunakan dengan menggunakan skala nyeri.
Rentang skalan yeri yang digunakan adalah dari skala 0 sampai dengan
10, yang artinya jika hasil tingkat nyeri dada menunjukan skala nyeri
dada angka 0 artinya klien tidak mengalami nyeri dada tipikal (atipikal
angina), tetapi jika dalam pengkajian skala nyeri dada tersebut
menunjukan angka yang bermakna sampai dengan lebih dari angka 7
maka dikatakan adalah nyeri dada tipikal (tipikal angina).
c) Format R (Radiation) artinya lokasi nyeri dada atau radiasi dari
penjalaran nyeri yang menggambarkan area aliran darah yang
mengalami hambatan tersebut , yaitu disebelah dada kiri dan menjalar
kerahang, lengan kiri sampai akhirnya kejari kiri dan punggung.
d) Format S (Severity) artinya gejala nyeri dada.Adapun gejala yang
ditampilkan atau dikeluhkan lain oleh klien adalah :
(1) Nyeri dada yang khas seperti tertindih benda berat yang
diikuti keringat dingin dan sesak dan tercekik. Nyeri dada
menjalar kepunggung , leher dan lengan kiri sampai jari
(2) Beberapa orang merasakan sensasi dada seperti diremas-
remas.
(3) Menyatakan pernah timbul serangan dan tampilan sekarang
adalah cepet capai sejak belakangan ini.
(4) Adanya perasaan mual muntah dan keringat dingin bahkan
ada yang merasa pada area ulu hati.

10
(5) Dada seperti terbakar
(6) Atau tiba-tiba meninggal. Pada orangtua dan penyakit
diabetes kadang tidak menampikan nyeri dada yang khas

e) Format T (Time). Kejadian nyeri dada dapat terjadi terus menerus


atau kadang-kadang. jika keluhan dada dirasakan kurang dari 20
menit ( uap /nstemi ) dan jika nyeri dada di rasakan lebih dari 20
menit ( stemi ) Sehingga ini merupakan waktu emas bagi tenaga
kesehatan khususnya perawat untuk melakukan intervensi segera.
Selain itu penentuan diagnose maupun prognose dari serangan
jantung tersebut yaitu dengan melakukan pengkajian, pemeriksaan
EKG dan pemeriksaan laboratorium.

11
b. FaktorRisiko
Mempunyai factor risiko: umur, hipertensi, merokok, dislipidemia,
diabetes mellitus, riwayat PJK dini dalam keluarga, yang diklasifikasi atas
risiko tinggi, risiko sedang, risiko rendah menurut NCEP (National
Cholesterol Education Program). Faktor-faktor resiko penyakit jantung
koroner dibagi dua yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi dan factor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi.
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi antara lain:
1. Hipertensi
2. Diabetes
3. Hiperkolesterolemia
4. Merokok
5. Kuranglatihan
6. Diitdengankadar lemak tinggi
7. Obesitas
8. Stress

Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi antara lain:


1) Riwayat PJK dalam keluarga
2) Usia di atas 45 tahun
3) Jenis kelamin laki-laki > perempuan
4) Etnis tertentu lebih besar resiko terkena PJK

Dalam menetukan status tinggi rendahnya resiko digunakan model stratifikasi


resiko yaitu Trombolisis in Myocardial Infarction (TIMI) untuk UAP dan
NSTEMI sebagai berikut:
TIMI Skor Risiko untuk UAP/NSTEMI

1. Usia ≥ 65 tahun? Ya+1


2. ≥ 3 Faktor Risiko untuk CAD? Ya+1
3. Dikenal CAD (stenosis ≥50%)? Ya+1
4. ASA Gunakan dalam7 hari terahir? Ya+1

12
5. Angina yang berat kurang dari 24 jam atau terjadi angina lebih dari 2
kali dalam 24 jam? Ya+1
6. Perubahan ST ≥0.5mm? Ya+1+
7. Marker Jantung?Ya+1

Risk total 0 – 7

1. 0 - 2 resiko ringan
2. 3 – 4 resiko sedang
3. 5 – 7 berat

TIMI Skor Risiko untuk ST-Elevation Myocardial Infarction

1. Usia ≥ 65tahun?
* < 65 +0
*65-74+2
*≥ 75+3
2. DM atau HTN atau Angina? Ya+1
3. SBP < 100mmHg? Ya+3
4. SDM>100bpm? Ya+2
5. Killip Kelas II-IV? Ya+2
6. Berat < 67 kg (£ 147,7)? Ya+1
7. ST Elevati on anterior atau LBBB? Ya+1
8. Waktu untuk Pengobatan > 4 jam? Ya+1

Keterangan :
1. Kurang dari 7 resiko rendah
2. 7 – 10 resiko sedang
3. Lebih dari 10 resiko tinggi

13
Pada pasien dengan STEMI untuk mengetahui disfungsi ventrikel kiri dan
menentukan status klinis Poin pasca MI dilakukan klasifikasi killip, yaitu;

1. Kelas1 Tidak rales, tidak ada bunyi jantung ke-3


2. Kelas 2 rales di lapangan < ½ paru-paru atau adanya bunyi jantung ke-3
3. Kelas 3 rales di > edema1/2 lapangan paru-paru
4. Kelas 4 kardiogenik shock-ditentukan secara klinis

LOKASI ACS
1. Sandapan V1 dan V2 menghadap septal area ventrikelkiri
2. Sandapan V2,V3, V4 menghadapdinding anterior ventrikelkiri
3. Sandapan V5 dan V6 ( ditambah I dan avL ) menghadap dinding
lateral ventrikel kiri
4. Sandapan II, III dan avF menghadap dinding inferior ventrikel kiri
5. Sandapan V7,V8,V9 bagian Posterior

14
c.Pemeriksaan elektrokardiogram
Pemeriksaan eektrokardiogram. Semua pasien dengan keluhan nyeri dada
atau keluhan lain yang mengarah kepada iskemia harus menjalani
pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera mungkin sesampainya di ruang
gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R dan V4R, serta V7-V9
sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-V9
juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
non diagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit
sejak kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG
sebaiknya diulang setiap keluhan angina timbul kembali10. Gambaran
EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi,
yaitu: normal, non diagnostik, LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru/persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inverse

15
gelombang T10. Penilaian ST elevasi dilakukan pada J point dan
ditemukan pada 2 sadapan yang bersebelahan. Depresi segmen ST yang
resiprokal, sadapan yang berhadapan dengan permukaan tubuh segmen ST
elevasi, dapat dijumpai pada pasien STEMI kecuali jika STEMI terjadi di
mid-anterior (elevasi di V3-V6). Pasien SKA dengan elevasi segmen ST
dikelompokkan bersama dengan LBBB (komplet) baru/persangkaan baru
mengingat pasien tersebut adalah kandidat terapi reperfusi. Oleh karena itu
pasien dengan EKG yang diagnostic untuk STEMI dapat segera mendapat
terapi reperfusi sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia.

d. Pemeriksaan MarkaJantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut

16
(penyebabkoroner/nonkoroner). Troponin I/T juga dapat meningkat oleh
sebab kelainan kardiak non koroner seperti takiaritmia, trauma kardiak,
gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri, miokarditis/perikarditis. Keadaan
non kardiak yang dapat meningkatkan kadar troponin I/T adalah sepsis,
luka bakar, gagal napas, penyakit neurologic akut, emboli paru,
hipertensipulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada dasarnya
troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang terhadap
terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari
troponin T10.
Dalam keadaan nekrosis miokard, pemeriksaan CK-MB atau troponin I/T
menunjukkan kadar yang normal dalam 4-6 jam setelah awitan SKA,
pemeriksaan hendaknya diulang 8-12 jam setelah awitan angina. Jika
awitan SKA tidak dapat ditentukan dengan jelas, maka pemeriksaan
hendaknya diulang 6-12 jam setelah pemeriksaan pertama. Kadar CK-MB
yang meningkat dapat dijumpai pada seseorang dengan kerusakan otot
skeletal (menyebabkan spesifisitas lebih rendah) dengan waktu paruh yang
singkat (48 jam). Mengingat waktu paruh yang singkat, CK-MB lebih
terpilih untuk mendiagnosis ekstensi infark (infark berulang) maupun
infark periprosedural. Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di
laboratorium sentral. Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat
intensif jantung (point of care testing) pada umumnya berupa tes kualitatif
atau semikuantitatif, lebihcepat (15-20 menit) tetapi kurang sensitif. Point
of care testing sebagai alat diagnostic rutin SKA hanya dianjurkan jika
waktu pemeriksaan di laboratorium sentral memerlukan waktu >1 jam.
Jika marka jantung secara point of care testing menunjukkan hasil negative
maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium sentral.

17
e. Radiologi
Pemeriksaan radiologi tidak banyak menolong untuk menegakan diagnosis
infark miokard akut. Walau demikianakan berguna bila ditemukan adanya
bendungan pada paru (gagal jantung). Kadang-kadang dapat dilihat adanya
kardiomegali.

f. Ekokardiografidan Ultrasonografi
Ekokardiografi dapat digunakan untuk mendeteksi pembesaran
jantung dan gerakan jantung abnormal serta untuk memperkirakan fraksi
ejeksi, suatu denyut ultrasound sebesar 2,5 MHz dihasilkan oleh suatu
transmister penerima piezoelektrik pada dinding dada dan dipantulkan
kembali oleh struktur internal.
Efek Doppler dapat digunakan untuk menghitung kecepatan pergerakan
darah dari pergeseran frekwensi pada denyut ultrasound yang disebabkan
oleh pantulan dari sel darah merah.

18
g. Angiografi Koroner
Angiografi koroner adalah sebuah tehnik sinar x dimana zat warna
atau kontras disuntikan ke dalam ruang jantung atau arteri yang mengarah
kejantung atau arteri koroner. Untuk mengukur aliran darah dan tekanan
darah di ruang jantung dan melihat apakah arteri koroner tersumbat dan
untuk melihat persentasi sumbatan pada arteri koroner.
1. Angiografi koroner dini / Early PCI (< 72 jam) di ikuti oleh
revaskularisasi atau PCI direkomendasikan pada pasien resiko
sedang dan tinggi.
2. Angiografi koroner urgensi (< 24 jam) direkomendasikan pada
pasien dengan angina refrakter atau berulang yang disertai
perubahan segmen ST, gagal jantung, aritmia yang mengancam jiwa
atau hemodinamik tidak stabil.
3. Angiografi koroner primary (< 12 jam) direkomendasikan adanya
keluhan angina sebelum 12 jam dari awal keluhan pasien.

h. Pencitraan
Nuclaer imaging
Radiofarmasi yang dimasukan kedalam jantung atau sirkulasi terdeteksi
oleh kamera gamma dan distribusinya dapat digunakan untuk mengukur
atau mendeteksi perfusi, kerusakan, dan fungsi otot. Informasi tiga
dimensi dapat diperoleh dengan cara yang sama menggunakan tomografi
terkomputasi dengan emisifoton tunggal. Pencacah yang paling umum
digunakan adalah thallium-201 dan sestamibi yang dilabel dengan
technetium-99, yang didistribusikan berdasarkan aliran darah dan
ditangkap oleh sel-selotot jantung yang hidup. Technetium-99 ini lebih
baik untuk SPECT dan energy yang lebih tinggi memungkinkan gated
acquisition (gambaran berurutan yang diambil selama siklus jantung) dan
evaluasi fungsi istirahat ventrikel kiri dan kanan dalam kombinasi dengan
perfusi miokardium saat istirahat maupun latihan fisik.

19
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Stimulasi radio frekuensi dari atom hydrogen yang terdapat pada medan
magnet tinggi akan memancarkan energy yang dapat digunakan untuk
menghasilkan gambaran yang sangat baik merefleksikan kepadatan
jaringan. MRI berguna untuk menentukan lokasi massa dan malformasi
termasuk aneurisma. Pemeriksaan ini bersifat non invasive dan
menggunakan radiasi yang tidak merusak.

G. Tatalaksana

Secara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI hampir sama baik pra maupun
saat di rumah sakit hanya berbeda dalam strategi reperfusi terapi, dimana STEMI
lebih ditekankan untuk segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa
(trombolisis) atau intervensi percutaneus coronary intervention (PCI).
Berdasarkan rekomendasi AHA/ACC tahun 2017, sangat ditekankan waktu efektif
reperfusiterapi. Kemungkinan SKA atau SKA atas dasar keluhan angina di ruang
gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan EKG dan/atau marka jantung.
Terapi awal yang dimaksud adalah Morfin, Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat
MONA), yang tidak harus diberikan semua atau bersamaan.

20
Evidenced based : “to do and not to do” pesan dari Guideline (2017 esc guideline for the
management of Acut Myocardial Infarction in patient presenting of ST segmen Elevation)

21
``

22
Prinsip umum :
1. Mengembalikan aliran darah koroner dengan trombolitik/ PTCA primer
untuk menyelamatkan otot jantung dari infark miokard
2. Membatasi luasnya infark miokard
3. Mempertahankan fungsi jantung
4. Memperlambat atau menghentikan progresifitas penyakit
5. Memperbaiki kualitas hidup dengan mengurangi frekuensi serangan
angina
6. Mengurangi atau mencegah infark miokard dan kematian mendadak.

a). Terapi Awal


1) Oksigenasi: Langkah ini segera dilakukan karena dapat memperbaiki
kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera serta
menurunkan beratnya ST-elevasi. Inidilakukan sampai dengan pasien
stabil dengan level oksigen 2–3 liter/ menit secara kanul hidung.
2) Nitrogliserin (NTG): Kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg),
bradikardia (<50 kali/menit), takikardia. Mula-mula secara sublingual
(SL), atau aerosol spray. Jika sakit dada tetap ada setelah 3x
pemberian nitrat setiap 5 menit (cedocard SL) dilanjutkan dengan drip
intravena 5–10 ug/menit (jangan lebih 200 ug/menit) dan tekanan
darah sistolik jangan kurang dari 100 mmHg. Manfaatnya ialah
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard; menurunkan kebutuhan
oksigen di miokard; menurunkan beban awal (preload) sehingga
mengubah tegangan dinding ventrikel; dilatasiarterikoronerbesar dan
memperbaiki aliran kolateral; serta menghambat agregasi platelet.
3) Morphine: Obat ini bermanfaat untuk mengurangi kecemasan dan
kegelisahan; mengurangi rasa sakit akibat iskemia;menurunkan
tahanan pembuluh sistemik; serta nadi menurun dan tekanan darah
juga menurun, sehingga preload dan after load menurun, beban
miokard berkurang, pasien tenang tidak kesakitan. Dosis 2 – 4 mg
intravena sambil memperhatikan efek samping mual, bradikardi, dan

23
depresi pernapasan. Dapat diulang tiap 5 menit sampai dosis total 20
mg atau petidin 25-50 mg intravena atau tramadol 25-50 mg iv
4) Aspirin: harus diberikan kepada semua pasien sindrom koroner akut
jika tidak ada kontraindikasi (ulkusgaster, asmabronkial). Efeknya
ialah menghambat siklooksigenase –1 dalam platelet dan mencegah
pembentukan tromboksan-A2. Kedua hal tersebu tmenyebabkan
agregasi platelet dan konstriksi arterial. Dosis yang dianjurkan ialah
160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik "chewable" dari pada
tablet. Aspirin suppositoria (325 mg) dapatdiberikan pada pasien yang
mual atau muntah.
5) Anti trombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine: derivattinopiridin ini
menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu perdarahan, dan
menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan
kejadian iskemi. Ticlopidin bermakna dalam menurunkan 46%
kematian vaskular dan nonfatal infarkmiokard. Dapat dikombinasi
dengan Aspirin untuk preven sitrombosis dan iskemia berulang pada
pasien yang telah mengalami implantasi stent koroner. Pada
pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis, tetapi
dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100 mg/hari)
bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Colombo dkk, memperoleh hasil
yang baik dengan menurunnya risiko trombosis tersebut dari 4,5%
menjadi 1,3%, dan menurunnya komplikasi perdarahan dari 10–16%
menjadi 0,2–5,5%. Namun, perlu diamati efek samping netropenia dan
trombositopenia (meskipun jarang) sampai dengan dapat terjadi
purpura trombotik trombositopenia sehingga perlu evaluasi hitung sel
darah lengkap pada minggu II – III. Clopidogrel sama efektifnya
dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan gastrointestinalnya biladi
banding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya risiko
perdarahan. Didapatkan setiap 1.000 pasien SKA yang diberikan
Clopidogrel, 6 orang membutuhkan tranfusi darah. Clopidogrel 1 x 75
mg/hari peroral, cepatdiabsorbsi dan mulai beraksi sebagai antiplatelet
agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–60% inhibisi
dicapai dalam 3–7 hari. Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in
Patients at Risk of Ischemic Events ) menyimpulkan bahwa
Clopidogrel secara bermakna lebih efektif dari pada ASA untuk
pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke) pada
aterosklerosis (Product Monograph New Plavix).
6) Tata laksanaawal SKA tanpa segmen ST di unit emergensi (NSTEMI)
1) Oksigen 4lt / mnt.
2) Aspirin 320 dikunyah.

24
3) Tablet nitrat diberikan 5mg sublingual atau dapat diulang lalu
per drip bila masih nyeri dada
4) Morfin (2,5-5mg) bila nyeri dada tidak teratasi dengan nitrat.
5) Tatalaksana lanjut berdasarkan stratifikasi resiko (strata resiko
TIMI).

Resiko tinggi /sedang


1) Anti iskemik : beta bloker ,nitrat, calcium channel blocker.
Beta blocker diberikan kepada pasien tanpa kontraindikasi
khususnya pasien hipertensi dan takikardi.
Nitrat intra vena efektif mengatasi episode nyeri dada akut.
Calsium chanel bloker dipakai untuk mengurangi gejala pada
pasien yang telah menerima nitrat dan beta blocker bermanfaat
pada pasien yang kontraindikasi beta blocker dan pasien angina
vasospatik.
2) Anti platelet oral: aspirin, clopidogrel
Aspirin diberikan pada semuakasus SKA dosisawal 160-325
mg selanjutnya 75-100 mg per hari untuk jangka panjang.
CPG diberikan dengan dosis loading 600mg selanjutnya 75mg
per hari. CPG dapat diberikan hingga 12 bulan kecuali bila
terja dikomplikasi perdarahan berlebihan.
Pasien yang direncanakan prosedur invasive CPG dengan dosis
loading 600mg untuk mencapai inhibisi fungsi platelet yang
lebih cepat dan optimal.
3) Anti platelet intravena: penghambat reseptor Gp IIb/IIIa
Pasien resiko sedang sampai tinggi khususnya pasien dengan
Trop T meningkat, depresi segmen ST atau diabetes, tirofiban
dapat diberikan sebagai terapi awal dan merupakan tambahan
anti platelet. Pasien yang menerima pengobatan awal dengan
tirofiban sebelum angiografi dilanjutkan selama dan sesudah
PCI.
4) Anti koagulan/antitrombin: heparin (UFH dan LMWH).

25
Anti koagulan diberikan pada semua pasien selain anti platelet.
Pemilihan anti koagulan berdasarkan resiko iskemia dan
perdarahan serta strategi awal yang akan dilakukan (invasive
urgensi, invasive dini atau terapi konservatif).
5) Revaskularisasi koroner
Angiografi koroner dini (72 jam) diikuti oleh revaskularisasi
direkomendasikan pada pasien resiko sedang dan tinggi.
Angiografi koroner urgensi (24jam) direkomendasikan pada
pasien dengan angin refrakter yang disertai perubahan segmen
ST, gagal jantung, aritmia yang mengancam jiwa atau
hemodinamik tidak stabil.
Angiografi koroner primary (12 jam) direkomendasikan pada
pasien dengan keluhan angina sebelum 12 jam dari keluhan
awal angina.
6) Terapi tambahan: ACE inhibitor atau penghambat reseptor
angiotensin (ARB), dan statin.

Resiko rendah pasien diberikan therapi:


1) Aspirin
2) Beta blocker
3) Dapat dipulangkan setelah di observasi di UGD
4) Pertimbangan untuk uji latih jantung (treadmill), ekokardiografi.

Tatalaksana awal di ruang emergensi dengan elevasi segmen ST


(STEMI)
1) Pemberian oksigen 4 lt/mnt (saturasai dipertahankan > 95%).
2) Aspirin diberikan 160-320 mg (kunyah).
3) Nitrat diberikan 5mg SL dapat diulang 3x lalu di drip bila masih
ada keluhan nyeri dada.
4) Clopidrogel 600 mg peroral jika sebelumnya belum diberikan.
5) Morfin IV bila nyeri tidak teratasi dengan nitrat.

26
6) Tentukan pilihan revaskularisasi dan reperfusi miokard harus
dilakukan pada pasien STEMI akut dengan presentasi < 12jam.

Tata laksana pada pasiendengan UAP


1) Oksigen 4 lt/mt
2) Aspirin 320 mg di kunyah
3) Nitrat 5 mg SL atau dapat di ulang
4) Morfin bila diperlukan
5) Algoritme rutin heparinisasi dengan menggunakan lovenox,
arixtra atau UFH bila CCT < 30, simvastatin, ACE inhibitor,
beta blocker
6) Stratifikasi treadmill test, echo, MSCT koroner

b). Terapi lanjut


1. Fibrinolitik
1) Presentasi< 3 jam
2) Tindakan invasive tidak mungkin dilakukan atau terlambat.
3) Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon> 90
menit.
4) Tidak ada kontraindikasi fibrinolitik.

Penelitian menunjukan bahwa secara garis besar semua obat


fibrinolitik bermanfaat. Fibrinolitik awal (kurangdari 6 jam) dengan
streptokinase atau tissue Plasminogen Activator (t-PA) telah
terbukti secara bermakna menghambat perluasan infark,
menurunkan mortalitas dan memperbaiki fungsi ventrikel kiri.
Indikasi :
1) Umur < 70 tahun
2) Nyeri dada khas infark, lebihdari 20 menit dan tidak hilang
dengan pemberian nitrat.
3) Elevasi ST lebihdari 1 mm sekurang-kurangnya pada 2
sadapan EKG

27
4) Saat ini ada beberapa macam obat trombolisis yaitu
streptokinase, urokinase, aktivator complex (ASPAC). Yang
terdapat di Indonesia hanya streptokinase dan R-TPA. R-TPA
ini bekerja lebih spesifik pada fibrin dibandingkan
streptokinase dan waktu paruhnya lebih pendek.

Kontra indikasi fibrinolitik absolut:


1) Riwayat perdarahan intra cranial kapanpun.
2) Lesi structural serebrovaskuler (contoharterio venous
malformation).
3) Tumor intra cranial (primer maupun metastasis)
4) Stroke iskemikdalam 3 bulankecualidalam 3 jam terakhir.
5) Dugaan diseksi aorta.
6) Adanya trauma atau pembedahan kepala dalam 3 bulan
terakhir.
7) Adanya perdarahan aktif (tidak termasuk menstruasi)

Kontra indikasi relative:


1) Riwayat hipertensi kronik dan berat yang tidak terkontrol.
2) Hipertensi berat yang tidak terkontrol saat diperiksa (TD
sistolik> 180 mmHg atau diastolic > 110 mmHg).
3) Riwayat stroke iskemik> 3 bulan, demensia, atau kelainan
intrakarial selain yang disebutkan kontrain dikasi absolut.
4) RJP traumatic atau lama > 10 menit atau operasi besar< 3
minggu.
5) Perdarahan internal dalam 2-4 minggu terakhir.
6) Terapi koagulan oral.
7) Kehamilan.
8) Ulkus peptikum aktif.
9) Khusus untuk streptokinase riwayat perdarahan sebelumnya
(> 5 hari ) atau riwayat alergi terhadap zat-zat tersebut

28
2. Anti koagulan dan anti platelet
Beberapa hari setelah serangan IMA, terdapat peningkatan
resiko untuk terja di trombo emboli dan reinfark sehingga perlu
diberikan obat-obatan pencegah. Heparin dan Aspirin
referfusion menunjukkan bahwa heparin (intravena) diberikan
segera setelah fibrinolitik dapat mempertahankan patensi dari
arteri yang berhubungan dengan infark.Pemberian heparin awal
bolus 60 unit/kgbb di lanjutkan 12 unit/ kgbb/ jam. Diberikan
secara intravena dan di cek APTT (Activated Partial
Thromboplastin Time) 3 jam pertama, 6 jam, 12 jam dan 24
jam.

3. Intervensi Koroner Perkutan Primer


Direkomendasikan pada keadaan
1) Presentasi > 3 jam
2) Tersedia fasilitas PCI.
3) Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan
inflasibalon < 90 menit.
4) Terdapat kontraindikasi fibrinolitik.
5) Diagnosis infark miokard dengan elevasi segmen ST masih
diragukan.

4. Bedah pintas koroner (CABG)


Indikasi :
1) Kegagalan PCI dimana terjadi oklusi mendadak arteri
koroner selama proses kateterisasi.
2) PCI tidak memungkinkan, pasien syok kardiogenik, pasien
dengan komplikasi ruptur septum ventrikel atau mitral
regurgitasi.
3) Pasien dengan iskemia berkepanjangan atau berulang
setelah optimalisasi terapi medikamentosa dengan anatomi
yang sesuai untuk tindakan bedah.

29
Jika keadaan umum pasien stabil, tindakan bedah pintas
koroner elektif setelah 2 minggu. Jika tidak stabil pasangIABP:
- Stabil 5 hari dilakukan on pump bedah pintas koroner.
- Tidak stabil semi cito bedah pintas koroner.

H. Mobilisasi pada pasien syndrome coroner akut


Penilaian toleransi aktifitas sangat penting terutama pada pasien dengan
gangguan kardiovaskuler seperti angina pectoris, infark miokard, atau pada
pasien dengan immobilisasi yang lama akibat kelumpuhan. Hal tersebut
dapat dikaji pada waktu sebelum melakukan mobilisasi, saat mobilisasi, dan
setelah mobilisasi.
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara
bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan,
memperlambat proses penyakitk hususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi (Mubarak, 2008).

1. Tujuan mobilisasi :
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia.
b. Mencegah terjadinya trauma.
c. Mempertahankan tingkat kesehatan.
d. Mempertahankan interaksi social dan peran sehari-hari.
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh.
2. Jenis mobilisasi :
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
Secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi social dan
Menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi penuh ini merupakan fungsi
Syaraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh manusia. Mobilisasi sebagian adalah kemampuan seseorang
dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena
dipengaruhi oleh gangguan saraf sensorik dan motoric

30
Batasan karaktrikstik

 Respons tekanan darah abnormal terhadap  Perubahan EKG yang mencerminkan


aktivitas iskemia

 Respon frekuensi jantung abnormal terhadap  Ketidaknyamanan setelah beraktifitas


aktivitas
 Dispnea setelah beraktifitas
 Perubahan EKG yang mencerminkan
aritmia  Menyatakan merasa letih

 Menyatakan merasa lemah

Fase I merupakan tahap mobilisasi saat pasien masih dirawat dan masih
berada di rumah sakit.
Fasi I terdiri dari 5 tahap mobilisasi pada pasien miokardiak infark tanpa
komplikasi.
Step I : Latihan lingkup gerak sendi assistif.
Bangun dari tempat tidur atau duduk di kursi.
BAB/BAK di tempat tidur.
Dapat melakukan aktifitas sendiri dengan duduk.
Terapi fisik dada (chest physical rherapy).
Aktifitas level 1-2 mets.
Step II :Latihan lingkup gerak sendi aktif.
Duduk di kursi sesering mungkin.
ADL partial self care.
Mandi dengan shower dengan posisi duduk.
Berjalan short distance 2-3 x/ hr dengan supervisi.
Aktifitas level 1-3 mets.
Step III: Jalan di tingkatkan ( in hall ) perlahan 5-10 menit 2-3 x/ hr.
ADL partial self care.
Aktifitas level 2-3 mets.
Step IV: Jalan ditingkatkan 5-10 menit dengan 3-4 x/ hr.
ADL secara mandiri.
Naik turun tangga ½ lantai atau turun tangga 1 lantai.
Aktifitas level 3-4 mets.

31
Step V :Melanjutkan program diatas.
Naik turun tangga 1 lantai.
Rencana pulang.
Program konseling.
Aktifitas level 3-4 mets.

I. Asuhan Keperawatan SecaraTeoritis


a. Pengkajian
1). Keluhan utama
Menanyakan tentang gangguan yang dirasakan oleh pasien sehingga
membutuhkan pertolongan. Keluhan tersebut antara lain nyeri dada,
berdebar-debar,cepat lelah, sesaknafas, pingsan.
2). Keluhan penyakit sekarang
Menanyakan tentang perjalanan sejak timbul keluhan hingga pasien
meminta pertolongan. Tanyakan keluha nnyeri dada, kapan keluhan itu
terjadi, berapa lama, dan berapa kali keluhan nyeri dada terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana pertama keluhan itu
timbul, apa yang sedang dilakukan ketika keluhan itu terjadi, keadaan
apa yang memperberat atau memperingan keluhan, adakah usaha
mengatasi keluhan sebelum meminta pertolongan, berhasil atau
tidakkah usahat ersebut.
3). Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
Apakah pasien pernah menderita nyeri dada khas infark, hipertensi,
DM, hiperlipidemia. Tanyakan pada pasien mengenai obat- obat yang
biasa diminum pada masa lalu.
4). Riwayat alergi
Menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan, obat,
atau alergi lain seperti debu, cuaca.
5). Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik terdiri dari keadaan umum dan pengkajian persistem
meliputi status respirasi, status kardiovaskuler, dan hemodinamik,

32
status neurologi, status perkemihan, status pencernaan, system
pembuluh darah perifer.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemeriksaan fisik
yaitu :
a). Keadaan Umum
- Pasien tampak lemah / cukup baik / tampak sakit berat / tampak
sesak.
- Kesadaran penderita compos mentis, apatis, somnolen, sopor,
soporocoma dan coma.
b). Tanda-tanda vital meliputi :
Tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh, nafas pasien.
1. Pernafasan
Pola nafas pasien, frekuensi nafas pasien, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, kualitas nafas pasien (dangkal, dalam) bunyi
nafas pasien.
2. BB & TB
3. Pemeriksaan Kepala dan Leher
b. Wajah : ekspresi wajah tampak resah, gelisah, cemas,
kesakitan, pucat, biru
c. Mata :
- Pandangan mata kabur atau tidak, penggunaan alat bantu
kacamata
- Palpebra, adanya palpebr arumxantoma (edema pada
palpebra).
- Konjuctiva,pucat (anemia), petechi (perdarahan bawah
kulit / selaput lendir) contoh pada endocarditis bacterial.
- Sklera,ikhterik, contoh pada gagalginjal dan penyakithati.
- Kornea, akutsenellis, garis melingkar putih atauabu-abu di
tepi kornea berhubungan dengan peningkatan kolesterol
pada penyakit jantung.
- Esopthalmus, berhubungan dengan tiroksikosis dapat
ditemukan pada pasien CHF dengan hipertensivolum.

33
- Gerakan bola mata lateral, medial.
- Reflekskornea, kapas disentuhkan pada kornea mata maka
mata akan terpejam
- Funduscopi, pemeriksaan untuk melihat pembuluh arteri
dan vena karena hipertensi, arteroscelerosis, diabetes,
hiperkolesteromia.
d. Hidung
- Simetris atau tidak, adanya peradangan atau tidak.
- Kelainanbentuk, mukosa membran terdapat edema,
exudat, pendarahan.
e. Mulut dan Faring
- Bibir sianosis atau pucat, faring tidak terjadi exudat,
ulserasi, dan pembengkakan.
f. Leher
- Pembesaran kelenjarteroid, peningkatan JVP.
4. Perut
Bising usus, asites, nyeritekan.
5. Kulit / Ekstremitas
Akral dingin atau hangat, kulit basah, dapat mencerminkan
tanda-tanda gagal jantung, sianosis perifer pada tangan dan
kaki, edema.
2. Pemeriksaan Kuku
Warna kuku, kebiruan, mengidentifikasi adanya sianosis perifer.
Clubbing, mengidentifikasi adanya hipoksia kronik. Splinter
hemorrhagic, merupakan garis merah kehitaman dibawah dasar ujung
kuku, contohnya adanya endokarditis bacterial.
3. Dada
Bentuk dada, gerakan pernafasan, penggunaan otot-otot bantu nafas,
kelainan tulang belakang.
4. Auskultasi
Adanya crackles, ronchi, wheezing, stridor, pleural friction rub,
bruits,bunyi jantung 1,bunyijantung 2, gallop, murmur.

34
. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri dada berhubungan dengan tidak seimbangnya supply dan
demand oksigen di miokard.
Tujuan : rasa nyaman nyeri teratasi
Kriteriahasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24
jam pasien mengatakan nyeri dada berkurang yang
ditandai dengan respon verbal pasien akan nyeri,
ekspresi wajah rileks dan meningkatnya aktifitas
pasien.

Intervensi :
a. Mandiri
b. Ajarkan pasien teknik relaksasi, distraksi
c. Observasi vital sign
d. Ajarkan pasien menilai rentang nyeri dengan skala nyeri (0-10).
e. Kolaborasi
f. Pemberian therapy oksigen untuk meningkatkan supply oksigen
kemiokard.
g. Pemberian obat anti angina seperti NTG drip atau ISDN
sublingual.
h. Pemberian MO bila nyeri belum berkurang.
i. Observasi efek pemberian narcotic analgesic terjadi hipotensi atau
bradikardi.

2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


kontraktilitas miokard
Tujuan : penurunan cardiac output dapatteratasi
Kriteriahasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam
;Tekanan darah dalam batas normal, Nadi perifer kuat,
Tidak adanya sianosis, Tidak ada bunyi jantung
tambahan, Akral hangat.RR normal (16- 20x/ menit).

35
Haluaran urine dalam batas normal 1 ml/KgBB/jam),
warna kuning jernih

Intervensi:
Mandiri
1) Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
2) Evaluasi adanya nyeri dada
3) Catat adanya disritmia jantung
4) Catat adanya tanda-tanda dan gejala penurunan cardiac output
5) Monitor balance cairan
6) Palpasina diperifer
7) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis
8) Kajia danyadistensi vena jugularis

Kolaborasi
1) Pemberian obat antiaritmia, inotropik, NTG dan vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas preload, afterload sesuai program
medis
2) Berikan antikoagulan untuk mencegah pembentukan thrombus
perifersesuai dengan program atauprotokol.
3) Tingkatkan penurunan afterload sesuai dengan program medis
contoh pemasangan IABP.

3. Resiko Perdarahan berhubungan dengan efek samping terkait therapy


(pemberianobat anti koagulan)
Tujuan : Tidak terjadi perdarahan
Kriteriahasil : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24
jam. Tidak ada hematuria dan hematemesis. Tekanan
darah dalam batas normal (systole dan diastole).
Hemoglobin dan hematocrit dalambatas normal.
Plasma, PT, APTT, INR dalam batas normal

36
Intervensi :
1) Identifikasi penyebab perdarahan
2) Monitor parameter hemodinamik
3) Monitor tanda perdarahan
4) Catat nilai HB, HT sebelum dan sesudah terjadi perdarahan.

37
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian identitas
1. Data Pasien
Nama : Tn. V
No. MR : 338992
Umur : 58 th
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Bandung
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Pensiun
Status : Menikah
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
Agama : Islam
Diagnosa Medis : Akut Stemi Anterior onset 2 jam, Timi 3/14,
Kilip I, DM type II,
Tanggal Masuk RS : 03-10-2019 jam 13. 20 WIB
Tanggal Pengkajian : 03-10-2019 jam 15.00 WIB
Sumber Informasi : Pasien, keluarga, medical record
Ruangan : IGD RSPP
Datang dengan : mobil pribadi
Tindakan prehospital : tidak ada
2. Pengkajian (Primer) Awal IGD
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Airway : bebas/paten
Breathing : regular, bunyi nafas kanan kiri normal
Circulation : kulit hangat, warna normal, nadi teraba adekuat,
CRT < 2 detik, turgor normal.
Pengkajian (Sekunder) awal IGD
Disability : GCS : 15 (E4,V6,M5), pupil isokor, reflex (+)
Diameter kanan kiri (2), respon sensorik normal,

38
Respon motor normal
Exposure : tidak ada jejas
a. Keluhan Utama Saat Masuk RS
Keluhan nyeri dada pada bagian tengah (substernal)
b. Keluhan Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan nyeri dada bagian depan seperti ditindih benda berat
tanggal 03-10-2019 Jam 12.00 WIB saat klien sedang duduk didalam
mobil perjalanan pulang dari acara,dengan skala nyeri 8/10. Pasien
langsung dibawa oleh keluarga ke iGD RSPP. Pasien tiba di ruang IGD
jam 13.20 WIB dengan keluhan nyeri dada seperti tertimpa benda berat
lebih dari 30 menit tembus hingga punggung, awalnya pasien mengeluh
keringat dingin, disertai peenjalaran punggung belakang, disertai mual
dan muntah, sesak nafas (+), keringat dingin (+) tidak membasahi baju
tidak hilang dengan istirahat. DOE (-) OP (-) PND (-). Keluhan nyeri
tidak hilang. Pasien selama ini mngatakan tidak mempunyai riwayat
sakit dada dan hanya minum obat Diabetes .
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan bahwa dia adalah pasien lama RSPPdengan DM.
Pasien menderita penyakit DM sudah 10 tahun dan rutin minum
obat.Penyakit hipertensi (-), penyakit sebelumnya asma (-), gastritis (-),
stroke (-), dislipidemia (-), faktor herediter (-), riwayat merokok (-).

Tanda-tanda Vital : BP 150/85 ( 95) mmHg HR 100 x/menit


RR 27 x/menit, Suhu 36 celcius, Saturasi95%
BB 68 KG TB 168 Cm IMT (BB/TM2)
21.2(lebih/normal/kurang)
Riwayat Alergi :tidak ada
d. Pemeriksaan penunjang
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Saat di IGD tanggal 03-10-2019 jam 13.30 WIB GDScito : 329 gr/dl
Hb 11.6 gr/Cl, Ht 36.6 Vol%, leukosit 11.890/uL, CKBM 21 U/L, Hs

39
trop T 18.03 U/L, ureum 38 mg/Cl, creatinin 1.7 mg/Cl, BUN 18 mg/dl
, eGFR 42 , Natrium 136 mmol/L, Kalium 4,3 mmol/L, calsium total
2,1 mmol/L, clorida 101 mmol/L, magnesium 1,8 mmol/L,
b. Pemeriksaan EKG tanggal 03-10-2019 jam 13.45 saat di IGD,

Gambar 3.1. Hasil Pemeriksaan EKG Tanggal 03-10-2019 Jam 13.25


Irama sinus, heart rate 80 x/mt, Axis normal Gel P normal, PR Interval
0,16 detik, kompleks QRS 0,08 detik, ST elevasi di lead V2-V4, ST
depresi di II, III, AVf.Kesimpulan : STEMI anteroseptal

40
Gambar 3.2. Hasil Pemeriksaan EKG pot PCI Tanggal 03-10-2019 Jam 18.30
Gambaran EKG diatas menunjukan sinus rythm, normal axis, normal gelombang
p, PR interval 0.12 detik, QRS 0.6 detik, QS dengan ST elevasi di V1-V3 kesan
old septal MCI.

c. Pemeriksaan foto thorakX- Ray AP tanggal 03-10-2019 di IGD


Hasil intrepretasi :CTR < 50 %apex tertanam, segmen pulomonal tidak
menonjol, mediatinum superior tidak melebar, aorta di tengah, Paru-paru
:Hilus paru tidak meningkat, parenkim paru dalam batas normal, sinus costro
frenikus dan diagfragma baik, tulang dan soft tiusebaik, Kesan : normal

41
Pemeriksaan hasilcath Primary PCI Tanggal 03-10-2019 jam 14.50

Gambar 3.3 . hasil pemeriksaan cath primary PCI

Hasil angiografimenunjukkan :
LM : stenosis
LAD : stenosis 70% (thrombus ada), proximal mild (TIMI 2)
Lcx : stenosis 50 % di osteal
OM1 : stenosis 50% di osteal
RCA : irregular non-significant di proximal
Kesimpulan :
1 PCI di LAD, direct stenting dengan CAD 3 VD (TIMI 2-3)
Waktu door to balon 59 menit

42
5. Program Terapi
Tanggal : 03-10-2019 Ruang : IGD
NO NAMA OBAT DOSIS FREKUENSI RUTE

1. ISDN 5 mg extra Sl

2. NTG drip 5 mcg drip Iv

3. CPG 300 mg extra p.o

4. Aspilet 160 mg extra p.o

5. CPG 75 mg 1x p.o

6. Aspilet 80 mg 1x p.o

7. Petidine 25 mcg 1x Iv

8. Simvastatin 20 mg 1x p.o

9. bisoprolol 2,5 mg 1x p.o

10. candesartan 8 mg 1x p.o

11 Insulin drip 2 ui drip i.v

6. Tatalaksana lanjut
Pasien direncanakan untuk tindakan Primary PCI segera
7. Analisa Data
Nama : Tn. V
Umur : 58 th

No Data Etiologi Masalah


1 Data Subjektif : Ketidak seimbangan nyeri akut
P :Pasien mengeluh nyeri dada saat antara supply dan
istrahat demand oksigen di
Q :tertindih beban berat miokard
R : dada kiri menjalar pada ulu hati
(substernal)
S : dengan skala nyeri 8/10
T: lebihdari 30 menit tidak hilang
dengan istrahat.
Data Objektif :
Keadaan umum sedang, kesadaran
compos mentis, wajah pasien tampak
tegang menahan nyeri , dan sering tarik

43
No Data Etiologi Masalah
nafas dalam, merintih kesakitan,
mengelus dada. Vital sign BP 150/80
mmHg, RR 27 x/mt, HR 100 x/mt, Sh
36,8C, saturasi 96%.
Pemeriksaan Penunjang :
ST elevasi di lead V2-V4, ST depresi
di II, III, AVf.
Hasil lab CKMB21 U/L, Hs trop T
13.08 U/L

2 Data Subjektif: Penurunan Resiko


Pasien mengatakan cepat capek dan kontraktilitas otot Penurunan
lelah. miokard curah
Data Objektif : jantung
- sign BP 132/55 mmHg, MAP 95
mmHg, RR 27 x/mt, HR 80 x/mt,
Sh 36,8C, saturasi 96 %,
- Akraldingin, Ronchi minimal di
basal(+/+)
- EKG ST elevasi di lead V2-V4, ST
depresi di II, III, AVf.
3 Data Subjektif : Status kesehatan , Kecemasan
- Pasien mengatakan cemas tentang krisis situasional
penyakit yang dideritanya
- Pasien mengatakan apakah
penyakitnya bisa disembuhkan
- Pasien mengatakan cemas tentang
rencana tindakan pemsangan
cincin/stent yang akan dilakukan.
Data Objektif :
- Pasien tampak tegang dan ekspresi
wajah tidak rileks
- Pasien tampak sesekali pandangan
tidak fokus dan masih menanyakan
apakah penyakitnya bisa
disembuhkan, dan
rencanatindakanpasangcincin
(stent)
- Vital sign BP150/80 mmHg, RR
21 x/mt, HR 80 x/mt

44
K. DiagnosaKeperawatan
1. Nyeriakut berhubungan dengan ketidak seimbangan supply dan demand
oksigen di miokard.
2. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas otot miokard.
3. Kecemasan berhubungan dengan status kesehatan, krisis situasional.

45
L. Rencana Asuhan Keperawatan
Nama Pasien : TN. V
Ruangan : IGD
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
03-10-2019 1 Nyeri Acut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji karakteristik nyeri
dengan ketidakseimbangan keperawatan selama 1 x 24 jam P:Presipitasi (menyebabkan) atau yang
suplay dan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri menurunkan nyeri
oksigen miokard ditandai berkurang.
Q : Qualitas (terbakar, tajam)
dengan : Dengan kriteria hasil :
- Respon verbal pasien akan R: lokasi nyeri (deskripsi anatomi)
DS : nyeri hilang
- Ekspresi wajah pasien S :Severity : kaji dengan menggunakan skala
Klien menyatakan nyeri
tampak tenang dan rileks (0-10)
dada seperti tertekan benda
berat skala 8/10 - Skala nyeri 0 dari skala
T : Onset kejadian gradual atau tiba-tiba,
nyeri 10
berapa lama durasi)
DO : - Tanda-tanda vital dalam
batas normal Bp 120/80, Rasional:Pengkajian nyeri merupakan langkah
klien meringis kesakitan
HR 60-100 x/mt, RR 14-20
didada, , Tekanan darah : Awal strategi penatalaksanaan nyeri
x/mt, Rec SR, Suhu 36-37
154/84 mmHg, Frekuensi C
nadi: 100/mnt, RR 2.Kaji upaya pasien untuk
24x/mnt, SpO2 98%. menurunkan nyeri
gambaran EKG saat ini
Rasional :Persepsi mempengaruhi

50
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
SRdengan ST elevasi efektifitas tatalaksana nyeri
anterior (V2-V4), ST
3.Kaji kembali riwayat angina sebelumnya,
depresi di lead II,III,AVF
angina equivalent atau nyeri infark miokard.
Diskusikan dengan keluarga jika diperlukan .
Rasional: Angina yang berat dapat
menyebabkan syok akibat stimulasi saraf
simpatis, dengan demikian meyebabkan
kerusakan yang lebih banyak

4.Intruksikan pasien untuk melakukan Teknik


relaksasi: Tarik napas dalam dan napas
perlahan, distraksi, dan visualisasi. Bantu jika
perlu.
Rasional :Dapat membantu menurunkan
persepsi dan respon terhadap nyeri .

5.Cek tanda-tanda vital sebelum dan sesudah


pemberian narkotik .
Rasional:hipotensi dan depresi pernapasan
dapat terjadi akibat pemberian narkotik.
Masalah tersebut meningkatkan kerusakan
miokard.

6.Berikan oksigen tambahan dengan nasal atau


facemask sesuai indikasi.

51
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
Rasional :meningkatkan jumlah ketersediaan
oksigen untuk miokard dengan demikian dapat
juga mengatasi ketidaknyamanan akibat
iskemik jaringan.

7.Berikan obat-obat sesuai indikasi •


Antianginal : nitrogliserin : (NitroBid, Nitrostat,
Nitro-Dur), isosorbide dinitrate (Isordil),
mononitrate (Imdur).
Rasional :Nitrat berguna untuk mengontrol
nyeri dengan cara efek vasodilatasi coroner
yang meningkatkan aliran darah dan
perfusimiokard. Vasodilatasi perifer
menurunkan volume darah yang kembali
kejantung(venous return),dengan demikian
menurunkan beban kerja miokard dan
kebutuhan oksi
03-10-2019 2 Resiko Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan Mandiri
jantung berhubungan keperawatan selama 1 x 24 jam 1. Monitor EKG kontinyu untuk mendeteksi
dengan penurunan diharapkan ketidakseimbangan adanya disritmia.
kontraktilitas otot miokard antara supply O2 Rasional :Disritmia dapat meningkatkan
konsumsi oksigen di miokard.
dengankebutuhanjaringan
2. Monitor parameter hemodinamik (CO jika
teratasi ditandai dengan : dibutuhkan).
Data Subjektif : - TTV dalam batas normal Rasional :Untuk mengevaluasi efektifitas
- Adanya peningkatandalam terapi.
Klienmengatakannyeri

52
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
dada masihhilangtimbul aktifitas pasien
- Adanya perbaikan 3. Monitor tekanan darah dan MAP dengan
Data Objektif : osigenisasi yang adekuat arteri line selama pemberian terapi
- Haluaran urine dan vasoaktif.
- Kesadaran CM,
cairanpemasukanseimbang Rasional:Memberikan gambaran actual
Tekanandarah : 154/84
- Dapat melakukan aktivitas saat perubahan dosis obat-obatan.
mmHg, Frekuensinadi:
sehari-hari dengan mandiri
96/mnt, RR 20 x/mnt,
dan berpartisipasi dalam 4. Pastikan MAP >70
SpO2 96%.
aktivitas yang dilakukan Rasional :Aliran darah coroner tidak
- gambaran EKG
sesuai dengan tingkat adekuat jika MAP< 70 mmhg
saatiniSR dengan ST
kemampuannya
Elevasi di V1-V5 dan
5. Ukur dan catat urin output
ST Depresi di
Rasional :Menyatakan perfusi keginjal
II,III,AVF
bagus akibat curah jantung yang adekuat.
- Akraldingin
- Intake 300/4 jam, Urin
6. Evaluasi kadar elektrolit darah
output 300cc/4jam
Rasional :perubahan elektrolit dapat
menyebabkan aritmia dan memperburuk
curah jantung.
7. Awasi adanya nyeri dada ( laporkan
segera, rekam EKG 12 lead, cek enzim
jantung: CK, CKMB troponin T).
Rasional :nyeri dada khas infark
mengindikasikan infark miokard akut

8. Kolaborasi pemberian oksigen.

53
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
Rasional : terapi oksigen meningkatkan
kadar oksigen darah dan memperbaiki
hipoksia

03-10-2019 3 Kecemasan berhubungan - Setelah dilakukan 1.Kaji tingkat kecemasan klien


dengan krisi skesehatan tindakan keperawatan Rasional :untuk mengetahui tingkat
dan krisis situasional selama 1 x 24 jam kecemasan klien
kecemasan pasien 2.Selalu berada di sebelah klien ketika klien
Data Subjektif : teratasi mengalami nyeri yang bermunculan Bersama
Klien mengatakan - KriteriaHasil : rasa cemas.
takutmaudilakukantindakan - Pasien mampu Rasional: kecemasan melepaskan katekolamin
primery PTCA. mengidentifikasi dan yang meningkatkan beban kerja miokard dan
mengungkapkan gejala dapat meningkatkan nyeri iskemik.
cemas.
Data Obyektif : - Mengidentifikasi, 3.Melakukan Pendidikan kesehatan tentang
- Wajah klien tampak mengungkapkan dan penyakit klien
tegang menunjukan tehnik Rasional: untuk memberikan informasi tentang

54
No
Tanggal Diagnosa Keperawatan Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
DX
- TTV : untuk mengontrol penyakit klien sehingga dapat Mengurangi rasa
- TD 130/80 mmhg cemas. cemasklien.
- HR 100 x/menit - Postur tubuh, ekspresi e. Ajarkan pada pasien untuk menggunakan
- RR 21 x/mnt wajah, bahasa tubuh,dan teknik relaksasi dan distraksi
- Klien berkeringat tingkat aktivitas Rasional :untuk mengalihkan perhatian agar
dingin menunjukan klien lebih tenang
- Klien tidak focus saat berkurangnya f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
diajak bicara kecemasan. therapy obat anti cemas/penenang
- TTV dalam batas Rasional : untuk mempercepat proses
normal penyembuhan klien

55
M. Implementasi
Nama : Tn. V
Ruangan : IGD
No DiagnosaKeper Tanggal Evaluasi Paraf
Implementasi
awatan /Waktu
1. Nyeri akut 03-10- 03-10-19 (jam 15.00)
berhubungan 1915.00 - Mengkaji keluhan pasien S :
dengan H:klien mengatakan Klien mengatakan nyeri
ketidakseimbang nyeri dada seperti dada berkurang saat ini
an suplay dan tertimpa benda berat skala5/10
kebutuhan 15.00 ,saat ini skala8/10
oksigen miokard - Monitor tanda-tanda O :
vital H : BP :154/84 HR - BP : 140/80 HR
100 x/mnt, RR: 24 96x/mnt, RR: 16x/mnt
15.30 x/mnt suhu 37°Celsius. Rec: SR, terpasang nasal
- Melatih tehnik relaksasi 3L/mnt
H: klien mengikuti - Iv Line NTG 5 mcg/mnt
latihan relaksasi dan - Klien mengikuti latihan
Tarik napas dalam. relaksasi dan deep
- Kolaborasi pemberian breath
obat analgetik - Klien terlihat lebih
H :Phetidine 1 ampul tenang, kesadaran CM
diberikan iv.
- Kolaborasi pemberian A:
terapi oksigen Masalah belum teratasi
H:klien terpasang nasal 3
L/mnt P:
- Kolaborasi pemberian Lanjutkan intervensi
therapy NTG 30 - Pantau hemodinamik
mcg/mnt (uptitrasi) ketat
- Kolaborasi pemberian - Pertahankan tehnik
terapi oksigen relaksasi dan distraksi
H:klien terpasang nasal 3 - Kolaborasi optimalisasi
L/mnt anti iskemik
- Kolaborasi untuk
primary PTCA

2. Resiko 03-10- 03-10-19 (jam 15.00)


Penurunan 1915.00 - Mengkaji keluhan pasien S:
Curah Jantung H: Klien mengatakan Klien mengatakan rasa
berhubungan nyeri dada nyeri dada mulai ber
dengan sepertitertimpabendabera kurang skala nyeri5/10
penurunan t O:
kontraktilitas - Memonitor tanda-tanda - Kesadaran compos
miokard vital mentis BP 130/80 HR
H : BP :154/84 HR 96 96x/menit, RR 18

1
No DiagnosaKeper Tanggal Evaluasi Paraf
Implementasi
awatan /Waktu
x/mnt, RR: 20 x/mnt x/menit. Sat O2 96%
Rec: SR. Sat O2 98% - Intake 300cc/4jam
- Monitor EKG EKG - Urine output 300cc/
R :EKG ST elevasi 4jam
-Monitor intake cairan dan A:
produksi urin Masalah keperawatan
H: intake 300cc/4jam, urine teratasi sebagian
output 300/4jam,
P:
- Monitor tanda-tanda vital Lanjutkan intervensi
R : BP 134/64, RR 18 - Monitor produksi urin,
x/mnt, HR 64x/menit. Sat intake cairan
O2 100% - Mobilisasi bertahap
(kolaborasi dengan
- Melatih tehnik relaksasi petugas rehab)
H: klien mengikuti
latihan relaksasi dan
Tarik napas dalam

3 Kecemasan 30-12-18 03-10-19 (jam 15.00)


- Temani pasien untuk S :
berhubungan
07.30 Klien mengatakan cemas
memberikan keamanan
dengan krisis akan tindakan yang akan
dan mengurangi rasa dilakukan.
kesehatan dan
takut dan cemas
krisis situasional O:
R: Klien mengatakan - Wajah masih klien
agak tenang tampak tegang
- Berikan informasi - TTV :
10.30
factual mengenai - TD 130/80 mmhg
diagnosis, tindakan dan - HR 96 x/menit
prognosis pasien. - RR 20 x/mnt
R :Klien mendengarkan
A:
saat perawat
Masalah belum teratasi
menjelaskan
P:
- Melibatkan keluarga
Lanjutkan intervensi
untuk mendampingi - Kaji tingkat cemasklien
13.00 - Ajarkan kembali tehnik
pasien
relaksasi dan distraksi.
R :Klien ditemani oleh - Libatkan keluarga untuk
mendampingi klien

2
No DiagnosaKeper Tanggal Evaluasi Paraf
Implementasi
awatan /Waktu
istrinya - Berikan informasi setiap
tindakan.
- Ajarkan pada pasien
- Bilaperlukolaborasiuntu
untuk menggunakan kterapidiazepam(obatpe
nenag)
teknik relaksasi dan
distraksi
R :Klien latihan Tarik
napas dalam
- Menjelaskan tentang
prosedur tindakan yang
akan dilakukan
- R :klien terlihat antusias
dan mendengarkan saat
perawat berbicara.
- Dukung pasien untuk
mengeksplorasi dengan
tepat.
- R :Perawat
mendengarkan setiap
keluhan klien

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

3
A. Kesimpulan
Sindrom koroner akutmerupakankejadiankegawatan pada
pembuluhdarahkoroner, dimanaterjadifaseakutdari angina pektoristidakstabil
yang disertaiinfarkmyokardakutgelombang Q dengannon STelevasi
(NSTEMI) atautanpagelombang Q dengan ST elevasi (STEMI) yang
terjadikarenaadanya thrombosis akibatdarirukturplakaterosklerosis yang
tidakstabil. Sindromkoronerakutditandaidenganmanivestasiklinis rasa
tidakenak di dada ataugejala lain sebagaiakibatdariiskemia myocardium.

Tandakhas STEMI adalahelevasimenetapsegmen ST pada EKG yang


menunjukan area miokard yang luasmeliputiseluruhketebalandindingventrikel
yang telahmengalaminekrosissebagaiakibatiskemiamemanjang. Nekrosis
myocardium menyebabkanpelepasan protein intraselularseperti troponin T
dan I, dapatdideteksidalamdarah dan bekerjasebagaipenandakematiansel
myocardium. STEMI ditemukanmeningkatkankadarpenanda troponin pasien
yang ditemukanmemilikipeningkatanpenanda troponin
namuntidakmemilikielevasi segment ST dinamakan NSTEMI. Pasien yang
memperlihatkan ACS namuntidakmemilikielevasi segment ST
maupunpeningkatankadarpenandanekrosismyokarddisebut angina tidakstabil.

Keluhankhas pada pasiensindrom korona akutadalahnyeri dada


sebagaiakibatdaripenurunan supply oksigenkedalammyokard yang
tidaksesuaidengan demand oksigen di myokard. Keluhannyeri dada karena
thrombosis pecah, terjadinyaagregasi platelet dan menurun lumen
pembuluhdarahsehinggaterjadioklusi, alirandarahakanterganggu,
didistalterjadihipoksiajaringan, peningkatanmetabolismeanaerob,
peningkatanasamlaktat yang
akanmengenaiimpulsnyerikesyarafpusatmakatimbulnyeri.

Peranperawatsangatpentingdalammengenalitanda dan
gejalakhasinfarksehinggamempengaruhikeberhasilandalammelakukantindaka
nselanjutnya. Peranperawat juga

4
pentingdalammemberikanasuhankeperawatankepadapasien dan
keluargasehinggamengurangifaktorresiko yang dapatdimodifikasi pada
penyakitjantung.
Pasiendianjurkanuntukkontrolsecarateratursetelahpulangdarirumahsakit dan
minumobatsecarateratur.

B. Saran
1 Perluadanyakerjasama yang baikantaradokter, perawat dan penunjangmedis
lain sertapasien dan
keluargadalammemberikanasuhankeperawatansecarakomprehensif.
2 Pemantauan dan tindakanharusdilakukanberdasarkankondisiklinispasien
dan dikombinasikandengan monitor.
Janganmelakukantindakanhanyaberdasarkanhasil monitor dan
nilaipemeriksaandiagnostiksaja.
3 Dalammemberikanasuhankeperawatan pada
pasiendengansindromkoronerakutdibutuhkanperawat yang
mempunyaipengetahuan yang optimal,
mempunyaikemampuanklinissertamampuberfikirdengankritissehinggaangk
akematianakibatsindromkoronerakutdapatdiminimalisir.

5
DAFTAR PUSTAKA

American HearhAsociation. (2015) .Fokus Utama pembaruan American


Hearth Asocition 2015 Untuk CPR dan ESC. Retrieved
https://eccguidelines.heart.org/.../2015/.../2015-AHA-Guidelines-
Highlights-
Indonesia.https://www.academia.edu/24880920/AHA_Guidelines_Highlight
s_Indonesian

American HearhAsociation. (2014)


https://eccguidelines.heart.org/index.php/circulation/cpr-ecc-guidelines-
2/part-9-acute-coronary-syndromes/

Andra. SindromKoronerAkut:Pendekatan invasive diniataukonservatif.


MajalahFarmaciaed. Agustus 2006, hal 54.

Darma. S (2015) PedomanPraktisSistematikaInterpretasi EKG dan


Tatlaksanapasien ACS . EGC. Jakarta

Doenges, M. E. (2000). RencanaAsuhanKeperawatan


:PedomanuntukPerencanaan dan
PendokumentasianPerawatanPasienedisi 3 . Alihbahasa: I Made K.,
Nimade S. EGC Jakarta:.

Gloria dan Howard (2016) NANDA- NIC NOC


alihbahasaIntannurjanahedisibahasaIndonesia.ElsevierSingapure ISBN

Persatuandokterspesialiskardiovaskuler. (2015).
PedomanTatalaksanaSindromaKoronerAkut. Edisiketiga. Jakarta

Jane Hokan San, Black Joyce. Medical Surgical NursingEight Edition. 2009.

MC Graw Hill, Horrisons. Principles of Internal Mediacine 17th ed. Philadelphia,


2000, 1387 – 97.

Philif. I. Aqtonson& Jeremy P.T. Word, SistemKardiovaskular, (Edisi ke-3)


Erlangga, 2010.

SunaryaSoerinata, William Sanjaya. Penatalaksanaan


SindromKoronerAkutDenganRevaskularisasi Non Bedah.Cermin Dunia
Kedokteran No. 143, 2004.

6
Radibasuni (2016) Survey
penyakitjantungIndosnesiaretrived@jitunews http://jitunews.com/read/35580/berdasar
kan-data-who-penyakit-kardiovaskular-penyebab-kematian-nomor-satu#ixzz4lJV8nIsX

Anda mungkin juga menyukai