Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN

PADA PASIEN DENGAN GANGUAN SISTEM KONDUKSI JANTUNG


DI IGD RS DOKTER KARIADI SEMARANG

Laporan Kasus
Oleh :
Nama : Pudji Lestari
NIM : G3A017306
Ruang : IGD RSDK

Pembimbing: Ns. Sri Widodo, S.Kep. MSc

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
TAHUN 2018
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATDARURATAN SISTEM
KONDUKSI JANTUNG: AV BLOK DERAJAT 3

A. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN GANGGUAN PENGHANTARAN IMPULS
Kelainan irama jantung dapat disebabkan oleh hambatan pada hantaran
(konduksi) aliran implus yang disebut blok. Hambatan tersebut
mengakibatkan tidak adanya aliran implus yang sampai bagian miokardium
yang seharusnya menerima implus untuk dimualinya kontraksi. Blok ini
dapat terjadi pada setiap bagian sistemkonduksi implus mulai dari nodus
sino-atrial (SA), nodus atrioatrial (AV), jaras his dan cabang-cabang samai
pada serabut purkinje dalam miokardium
Gangguan penghantaran implus tersebut meliputi :
1. Blok sino atrial (SA Blok )
Blok sinoatrial (SA Block) mengacu pada gangguan penyebaran impuls
dari SA node ke miokardium atrium sekitarnya mengakibatkan
keterlambatan atau kelalaian dari respon atrium. SA blok disebut 'exit
blok' karena dorongan tidak bisa keluar dari tempat pacemaker nya.
Blok SA dibagi atas :
a. Blok SA Derajat Satu
Blok SA derajat satu disebabkan oleh keterlambatan potensial aksi
antara SA node dan atrium atau menunjukkan waktu konduksi yang
lama dari SA node ke miokardium atrium sekitarnya.
b. SA Blok Derajat Dua
SA blok derajat dua terbagi atas
1) SA Blok Derajat Dua Tipe Satu
Terlihat pada EKG sebagai pengurangan bertahap interval P-P
mengakibatkan jeda pada akhirnya dan kemudian mengulang
siklus.

1
a. Interval P – R konstan
b. Pemendekan yang progresif interval R - R diikuti dengan jeda.
Interval R - R setelah jeda adalah terpanjang karena
keterlambatan terbesar dalam konduksi terjadi di irama kedua
setelah jeda. Interval antara gelombang P mendahului impuls
yang diblokir dan gelombang P berikutnya adalah kurang dari
dua kali Interval P-P yang normal

2) SA Blok Derajat Dua Tipe Dua

Dalam jenis ini SA blok tidak ada pemendekan Interval P - P,


sebaliknya ketiadaan yang tak terduga dalam gelombang P dan
kompleks QRS berikutnya. Tipe II SA blok bernama 2: 1, 3: 2
blok, dan lain-lain menurut rasio interval P-P dengan jeda.
1) Jika turun secara bergantian, hal itu disebut 2: 1 SA blok.
2) Jika setiap detak ketiga menurun, hal itu disebut 3: 2 SA block

2
c. SA Blok Derajat Tiga

Hal ini juga disebut SA blok lengkap dan bermanifestasi sebagai


tidak adanya gelombang P, dengan jeda panjang menghasilkan irama
atrium atau ventrikel ektopik. Ada empat penyebab utama ketiadaan
gelombang P pada EKG, termasuk:
- Kegagalan impuls untuk meninggalkan sinoatrial node.
- Kegagalan sinoatrial node menghasilkan impuls
- Impuls tidak memadai dan gagal untuk mengaktifkan atrium
- Kelumpuhan Atrial (mencegah aktivasi atrium)

2. Etiologi
Penyebab blok exit sinoatrial adalah
a. Stimulasi vagal yang berlebihan.
b.Miokarditis akut
c. Infark miokard akut (terutama infark inferior)
d.Hiperkalemia
e. Fibrosis melibatkan atrium
f. Obat-obatan seperti digitalis, quinidin, prokainamid

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang beragam, yang mencerminkan berbagai
gangguan irama khas sinoatrial. Presentasi yang paling dramatis adalah
syncope. Manifestasi klinis lainnya adalah berhubungan dengan respon
tingkat jantung tidak cukup untuk aktivitas sehari-hari yang sulit untuk
diagnosa.

3
4. Penatalaksanaan
Blok nodus SA biasanya tidak memberi gejala dan menghilang setelah
faktor presipitasi sembuh sehingga tidak memerlukan pengobatan.
Namun blok nodus SA yang memiliki pause yang sangat panjang dan
menimbulkan gejala, maka dapat diberikan atropine atau isoprenalin ( IV
) atau pemasangan pacu jantung tergantung berat ringannya gejala.
2. Blok atrio-ventrikuler ( AV Blok )
a. Definisi
Pada hantaran listrik jantung bisa mengalami hambatan pada jalur
konduksinya. Pada blok atrioventrikular ( AV Blok ) terjadi hambatan
penjalaran impuls listrik dari atrium ( serambi jantung ) ke ventrikel (
bilik jantung ) secara parsial atau total. Atau setiap gangguan konduksi
impuls pada nodal AV dan sistem His – Purkinje disebut blok AV.
Interval PR merupakan kunci untuk membedakan tipe blok AV serta
analisis lebar kompleks QRS merupakan kunci penentu lokasi blok.
Blok AV dibagi atas :
1. Blok AV Derajat Satu :
Tanda khas blok derajat satu adalah adanya perlambatan konduksi di
dalam nodus AV sehingga terjadi perpanjangan interval PR ( waktu
antara atrium mulai depolasrisasi ) dengan konfigurasi QRS kompleks
yang normal.

Karakteristik :
- Irama : biasanya teratur atau regular
- Atrium : 60-100 denyut / menit
- Ventrikel : 60-100 denyut / menit

4
- Gelombang P : normal
- Gelombang P : QRS : 1 : 1
- Durasi QRS : biasanya normal
- Interval PR : konstan dan lebih dalam dari 0,20 detik
2. Blok AV derajat dua
Karakteristik dari blok AV derajat dua adalah tidak semua impuls
yang berasal dari atrium disalurkan ke ventrikel. Dengan demikian
pada EKG lebih banyak tampak gelombang P disbanding kompleks
QRS. Blok AV dapat dibagi lagi terdiri atas:
a. Blok AV derajat dua tipe satu (mobitz tipe I atau wenckebach)
Saat impuls sinus dihantarkan melalui nodal AV akan terjadi
perlambatan hantaran yang semakin besar (interval PR semakin
lama semakin panjang)
Sampai suatu saat gelombang P gagal dihantarkan dan tidak diikuti
oleh kompleks QRS (QRS missing). Bloknya terjadi pada nodal
AV sehingga gelombang QRS normal.
Pada kelainan ini biasanya tidak menimbulkan gejala, jika rasio
konduksi sangat rendah bisa menyebabkan bradikardia dan
penurunan curah jantung. Penyebab tersering adalah penyakit
jantung koroner, infark miokard inferior, penyakit katup aorta serta
efek obat – obat yang memperlambat konduksi AV ( penghambat
beta, antagonis kalsium dan digitalis ).

5
Karakteristik
- Laju :laju atrial lebih besar dari laju ventrikel.
- Irama :irama ventrikel ireguler.
- Gelombang P :bentuk normal dan beberapa gelombang
P tidak diikuti kompleks QRS
- Durasi QRS : biasanya normal
- Interval PR : tidak konstan, semakin lama semakin
Memanjang
b. Blok AV derajat dua tipe dua ( Mobitz tipe II )
Keadaan ini timbul jika impuls atrium gagal dihantaran ke ventrikel
tanpa ada penundaan hantaran yang progresif. Lokasi blok hantaran
terletak di bawah nodal AV dan sering pada distal berkas HIS di
berkas cabang
Pada infark miokard akut inferior bisa terjadi blok AV dengan
kompleks QRS sempit ( lokasi blok di nodal AV ) tetapi jika blok
AV pada infark miokard akut anterior biasanya menunjukkan
kompleks QRS lebar ( lokasi blok di intranodal ( berkas cabang ).

Karakteristik :
- Laju : laju ventrikel lebih lambat
- Irama : irama ventrikel ireguler
- Gelombang P : bentuk normal dan beberapa gelombang P
tidak diikuti kompleks QRS ( ada QRS missing )
- Durasi QRS : normal (< 0,12 detik )
- Interval PR : konstan (0,12 - .0,02 sec )
- rasio P: QRS : 2: 1, 3: 1, atau lebih besar.

6
3. Blok AV derajat tiga blok AV total kompleks
Tidak ada impuls atrium yang dihantarkan ke ventrikel sehingga
atrium dan ventrikel mengalami depolarisasi secara terpisah satu
dengan yang lain.

Karekteristik :
- Laju : laju atrial lebih besar dari laju ventrikel
- Irama : teratur, tidak ada hubungan irama atrial dan ventrikel
- Gelombang P : normal
- Durasi QRS : tergantung lokasi escape pacemaker, durasi QRS
normal bila irama dari junctional dan melebar bila
terdapat ventricular escape rhythm
- Interval PR : tidak ada

b. Etiologi
Sebagian besar hambatan listrik jantung terjadi pada orang – orang
berusia tua. Penyebab yang paling banyak adalah terbentunya jaringan
fibrosa pada system konduksi jantung dan penyakit arteri koroner.
Namun, ada beberapa kasus hambatan listrik jantung yang disebabkan
oleh :
- Pemakaian obat – obat tertentu, misalnya digitalis dan beta blocker
- Penyakit jantung rematik
- Sarkoidosis

c. Manifestasi Klinis :
Gejala yang muncul tergantung dari derajat gangguan yang terjadi :

7
1) AV blok derajat satu seringkali jarang menimbulkan gejala
2) Orang – orang yang mengalami AV blok derajat dua bisa
menyebabkan detak jantung yang lambat, tidak teratur, atau
keduanya
3) AV Blok derajat tiga merupakan gangguan yang berat dan bisa
mengganggu kemampuan jantung dalam memompa darah. Gejala –
gejala yang sering kali terjadi diantaranya pusing, kelelahan, dan
pingsan.

d. Penatalaksanaan :
1) AV Blok Derajat Satu
 Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
 Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok
lebih lanjut,
 Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
2) AV Blok Derajat Dua mobitz 1
 Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali
menghentikan obat jika ini merupakan agen pengganggu.
 Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
 Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS
menghilang dengan akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan
perfusi serebrum. Bila ada gejala ini maka pada penderita bisa
diberikan 0,5 sampai 1,0 mg atropine IV sampai total 2,0 mg
3) AV Blok Derajat Dua mobitz II
 Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung
derajat III.
 Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung
mungkin diperlukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala atau
jika blok terjadi dalam situasi IMA akut pada dinding anterior.

8
4) AV Blok Derajat III
 Pengamatan jika pasien asymotomatik. Apakah gejala-gejala
muncul, atropin 0,5 mg dapat diberikan dan diulang sampai dosis
total 3 mg jika bradikardia adalah gejala (hipotensi, nyeri dada).
 Pemberian Transkutan, epinefrin (2 - 10 mcg / menit), atau
dopamin (2 - 10 mcg / kg / min) juga dapat dipertimbangkan.
 Penatalaksanaan AV blok total dilakukan dengan obat-obatan
dan pemasangan pacu jantung. Biasanya jarang diperlukan alat
pacu jantung permanen. Pemasangan pacu jantung sebagai
sumber energi eksternal yang digunakan untuk menstimuli
jantung jika gangguan pembentukan impuls dan/ atau transmisi
menimbulkan bradiaritmia diharapkan dengan pacu jantung
mengembalikan hemodinamik ke tingkat normal atau mendekati
nomal pada saat istirahat dan aktivitas. Sangat perlu diperhatikan
kondisi hemodinamik pasien. American Heart Association/
American College of Cardiology membagi indikasi pemasangan
pacu jantung ke dalam 3 kelas: kelas I,II,III. Yang dimaksud kelas
I adalah keadaan dimana pacu jantung harus dipasang, kelas II
keadaan dimana masih terdapat perbedaan mengenai
kepentingannya, dan kelas III keadaan dimana tidak diperlukan
pacu jantung.
3. PATOFISIOLOGI
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara
atrium dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus
sinus, mengikuti jalur intermodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam
0,20 detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu
0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung yang
berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajat satu semua impuls
dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang.
Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel
tetapi beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung

9
derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus
berulangwaktu penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai
puncaknya bila denyut tidak dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan
panghantaran sebagian impuls dengan waktu hantaran AV yang tetap
dan impuls yang lain tidak dihantarkan. Pada blok jantung derajat tiga,
tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel, terjadi henti jantung, kecuali
bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler
mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran
berkas cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari
0,10 detik.

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
dan obat jantung.
b. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien
aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c. Foto dada : Dapat menunjukkanpembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
d. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
f. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.

10
h. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid
serum dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia.
i. Laju sedimentasi : Peniggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
j. GDA: Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.

5. PATHWAY
(Terlampir)

6. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai
adanya obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat
berbicara dapat dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula
pengkajian adanya suara nafas tambahan misalnya stridor
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas,
adanya sesak nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara
nafas tambahan seperti ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada
yang dapat menyebabkan takipnea dan dispnea.
c. Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output
serta adanya perdarahan. Monitor secara teratur status hemodinamik,
warna kulit, nadi.
d. Disability
Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
2. Pengkajian Sekunder
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan
format AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan
Event/environment, yang berhubungan dengan kejadian perlukaan).

11
B1 (Breathing)
Penyakit paru kronis, riwayat atau penggunaan tembakau berulang, napas
pendek, batuk (dengan atau tanpa produksi sputum), pernapasan krekels.
B2 (Blood)
- Perubahan TD, contoh hipertensi atau hipotensi selama periode
aritmia.
- Nadi : mungkin tidak teratur, contoh denyut kuat, pulsus alternant
(denyut kuat teratur atau denyut lemah), nadi bigeminal (denyut kuat
tak teratur atau denyut lemah).
- Deficit nadi (perbedaan antara nadi apical dan nadi radial).
- Bunyi jantung : irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun.
- Edema : dependen, umum, DVJ (pada adanya gagal jantung).
B3 (Brain)
 Kesadaran composmentis hingga coma.
 Glasgow Coma Scale ( GCS ) : E : , V : , M : , tergantung dari kesadaran
klien
 Pusing, berdenyut, sakit kepala.
 Status mental berubah, contoh disorientasi, bingung, kehilangan
memori, perubahan pola bicara, kesadaran, pingsan, koma.
 Perubahan pupil (kesamaan dan reaksi terhadap sinar).
B4 (Bladder)
Haluaran urine : menurun bila curah jantung menurun berat.
B5 (Bowel)
- Hilang nafsu makan, anoreksia.
- Tidak toleran terhadap makanan (karena adanya obat).
- Mual dan atau tidak disertai muntah.
- Perubahan berat badan.
- Ditandai dengan perubahan berat badan.
B6 (Bone)
- Kulit : warna dan kelembaban berubah, contoh pucat, cyanosis,
berkeringat (gagal jantung, syok), turgor kulit.

12
- Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot normal
3. Pemeriksaan Fisik
a. Laboratorium
b. Penunjang Lain
4. Diagnose Keperawatan Utama
a. Nyeri akut berhubungan dengan kurang supply O2 ke jaringan miokard.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi konduksi listrik,
penurunan kontraktilitas miokard
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.

5. Intervensi dan Rasional


a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
 Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap
respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
 Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
 Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
 Pertahankan oksigenasi untuk memberikan suplay O2 ke miokard
 Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
Listrik , penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan/Kriteria Hasil :
• Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang
dibuktikan oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urine
adekuat, nadi teraba sama, status mental biasa.
• Menunjukkan penurunan frekuensi/tak ada disritmia.

13
• Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia.
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat)
untuk mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa. Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan
menurunnya nadi radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial.
Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.
4) Pantau Tekanan Darah.
Rasional : Pada GJK dini, sedang atau kronis tekanan darah dapat
meningkat, pada CHF lanjut tubuh tidak mampu lagi
mengkompensasi dan hipotensi tidak dapat normal lagi.
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat
sesuai indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar
suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan/kriteria hasil :
• Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan.
• Memenuhi perawatan diri sendiri.
• Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

14
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya
bila klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena
efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh
fungsi
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan
oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH
dan retensi natrium/air.
Tujuan/kriteria hasil :
• Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan
masukan dan pengeluaran.
• Bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat
diterima.
• Berat badan stabil dan tidak ada edema.
• Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
a. Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana
diuresis terjadi.

15
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena
penurunan perfusi ginjal.
b. Pantau keseimbangan pemasukan dan pengeluaran dalam 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan
tiba-tiba/berlebih (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.
c. Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler
selam fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan
menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.
d. Pantau TD dan CVP (bila ada).
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti
paru, gagal jantung.
e. Kaji bising usus, catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen
dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GGK lanjut) dapat
mengganggu fungsi gaster/intestinal.
f. Konsul dengan ahli gizi.
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

2) DAFTAR PUSTAKA
ACC/AHA/HRS. (2008). Guidelines for Device Based Therapy of
Cardiac Rhythm Abnormalities.Circulation; 117:2820-2840.
Muttaqin, Arif. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Huon H. Gray. (2005) . Lecture Note. Kardiologi edisi 4. Jakarta: EM
Smeltzer, Suzanne & Brenda G. Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol.I. Jakarta: EGC
Verdy. (2012). Inferior Miocardial Infarction dengan Complete Herth Block.
Laporan Kasus. CDK-189/VOL.39 No. I RSU Sekadau Kalba

16
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

1. IDENTITAS KLIEN
Nama : Tn. B
Umur : 58 th
Jenis kelamin : Laki- laki
Register : C575055
Diagnose Medis : AV BLOK TOTAL
Tanggal Masuk : 28 Mei 2018

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien mengeluh nyeri dada dirasakan 36 jam SMRS. Nyeri dirasakan semakin
berat menjalar ke ulu hati dan punggung, dan pasien lemas dan sesak terasa ingin
pingsan. Muncul keringat dingin dan badan menggigil kedinginan. Mata
berkunang kunang. Kemudian dibawa ke RS Grobogan. Untuk kemudian dirujuk
ke RSDK

3. PENGKAJIAN FOKUS
a. Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada trauma cervikal atau fraktur wajah.

b. Breathing
Frekuensi nafas 38x/menit, irama teratur, gerakan dada simetris, suara nafas
vesikuler, tidak ada tanda jejas, hasil thorax foto kesan tidak ada pembesaran
pada jantung.
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah memberikan posisi
fowler, memberikan oksigen nasal 3 liter/menit, melakukan thorax foto
c. Circulation
Teraba nadi 35x/menit, irama teratur, denyutan lemah, tidak ada ketegangan
pada vena cordis, tekanan darah 80/40 mmHg, suhu 36,1 C, ektremitas
dingin, tak ada edema pada ekstremitas bawah, capirally refill kanan dan kiri

17
2 detik, tidak ada perdarahan, kulit elastis, hasil EKG TAVB dan STEMI
Inferior
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah memberi posisi fowler,
kolaborasi untuk pemberian cairan,pemasangan infus RL ,melakukan EKG,
memberi injeksi nitrat sub lingual..
d. Dissability
GCS 15 (E4 V5 M6), pada ekstremitas tidak terjadi fraktur, kondisi kulit
tidak ada lesi, turgor elastis. Keadaan umum lemah, kesadaran compos
mentis, tampak klien memegangi dada sebelah kiri, posisi klien duduk
dengan 2-3 bantal. Klien mengatakan nyeri dada kiri sampai uluhati
menyebar ke punggung sejak 1hari SMRS. Keluhan dirasakan secara tiba-
tiba.
a) Penyakit lain yang diderita/penyakit keluarga adalah hipertensi dan
diabetes melitus.
b) Pemeriksaan fisik :
1) Tingkat kesadaran compos mentis, GCS 15, pupil isokor, hasil tanda
tanda vital tekanan darah 80/40 mmHg, nadi 35x/menit ( av blok
derajat 3), pernapasan 30x/menit, suhu 36,1 0C
2) Kepala/leher : tidak ada lesi, tidak ada fraktur, tidak ada distensi
vena cordis
3) Mata : tidak simetris, mata sebelah kanan berkedip cepat
4) THT : tidak ada kelainan
5) Tulang Belakang : tidak ada kelainan
6) Auskultasi suara nafas vesikuler, pergerakan dada simetris
7) jantung : tidak ada bunyi tambahan jantung
8) Abdomen : tidak ada tanda jejas, acites, bising usus 9x/menit.
9) Ekstremitas : dingin, tak ada edema pada bagian tungkai.

18
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Hasil laboratorium tgl 28/5/2018
Hemoglobin : 13,6 g/dl Ureum : 49 mg/dL
Hematocrit : 38,9% Kreatinin : 3,3 mg/dL
Leukosit : 14.400 CKMB : 131
Trombosit : 319.000 Ul Troponin : 50
GDS : 319 PTTK : 34,8
Kalium : 3,4 mmol/L Kontrol : 33,3
Natrium : 125 mmol/L
Calsium : 1,94 mmol/L
Magnesium : 0,80 mmol/L
b. EKG tgl 28/5/2018 jam 15.30
Hasil : ST elevasi pada lead II, III, AVF ( Kesan STEMI Inferior)
AV Blok derajat III (Total AV blok)
c. Foto Thorak
Hasil : corakan vaskuler bersih, tidak ada udem pulmo, taka da
pembesaran jantung.

5. TERAPI MEDIS
 Loading kristaloid 3 liter
 Dopamine 5 mcg/bb/menit
 Nitrat 5 mg sublingual
 Aspilet 80 mg
 Morphine 2 mg intravena
 Clopodogrel 300 mg
 Oksigen 3 liter/ menit
 Insulin 4 unit/ jam

19
6. ANALISA DATA
Data subjektive:
 pasien mengatakan sesak 36 jam SMRS dan tiba- tiba lemes seperti
ingin pingsan.
 Pasien mengatakan nyeri dada kiri dan ulu hati, menjalar ke
punggung. Keluhan dirasakan seperti dicengkeram dan secara tiba-
tiba muncul saat istirahat. Skala nyeri 8 dengan VAS
 Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit diabetus namun
teratur minum obat. Kebiasaan merokok ada.
Data Objektive :
 Keadaan umum lemah. Kesadaran composmentis .
 Hasil TTV Tekanan darah: 80/40 mmHg, Nadi 35x/menit,
Pernapasan 38x/menit, Suhu 36,1 C
 Posisi duduk klien fowler, disanggah 1 bantal
 Tampak klien pucat dan berkeringat
 Gambaran foto thorax adalah normal
 EKG: total AV Blok, STEMI Inferior
Hasil laboratorium : CKMB : 131
Troponin : 50
DIAGNOSA:
1. Nyeri akut b.d kurang supply O2 ke miocard
2. Penurunan curah jantung berhubungan dengan disfungsi konduksi
listrik.
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan
oksigen.

7. RENCANA PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


a. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1) Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon
verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik

20
2) Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus
kepada klien.
3) Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
4) Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem
(Prokardia).
Rasionalisasi :
 Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri
yang terjadi.
 Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi
adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
 Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang
meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
 Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang
simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
 Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat
pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin.
 Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi
koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebutuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi listrik ,
penurunan kontraktilitas miokardia.
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apical, kaji frekuensi, irama jantung.

21
Rasional : Biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung.
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa.
Murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi
radial, popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang
atau tidak teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau Tekanan Darah.
Rasional : pada pasien dengan TAVB tekanan darah seringkali menurun,
5) Kaji kulit terhadap pucat dan sianosis.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer sekunder
terhadap tidak adekuatnya curah jantung, vasokontriksi dan anemia.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai
indikasi (kolaborasi).
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai


dan kebutuhan oksigen.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila
klien menggunakan vasodilator, diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dipsnea, berkeringat dan pucat.
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan

22
peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen juga
peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborsi).
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghidari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan.

8. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN & RESPON PASIEN


Dx Jam Implementasi Respon Paraf
1 15.00 Mengobservasi tanda-tanda vital TD: 80/40 mmHg,
HR: 35x/menit (irama regular)
gambaran
EKG: TAVB,
RR: 25x/menit, Suhu 36,1 C
15.10 Memberikan terapi oksigen nasal Pasien terpasang oksigen 3
3liter/menit liter/menit, pasien mengatakan
sesak berkurang sedikit, tampak
klien masih gelisah
15.20 Melakukan EKG Kesan : TAVB, STEMI Inferior

15.35 Menyiapkan pasien untuk foto Menunggu hasil.


thorax on site
17.25 Memasang infus RL loading 20 Terpasang infus RL 10 tetes/menit
tetes/menit di tangan kiri, tetesan infus lancar

17.30 Mengambil darah vena untuk Darah diambil sebanyak 5 cc,


Pemeriksaan laboratorium. hasil laboratorium: Hemoglobin
: 13,6 g/dl Ht :38,9% Leukosit
: 14.400 Trombosit : 319.000

23
Ureum: 49 mg/dL Kreatinin :
3,3 mg/dL CKMB :131
Troponin : 50
GDS : 319 PTTK 34,8 /33,3
K: 3,4 mmol/L Na:120 mmol/L
Ca : 1,94 mmol/L Mg: 0,80
mmol/L
15.30. Memberikan terapi resusitasi cairan TD naik 100/63 mmHg. HR: 50 x/
kristaloid sebanyak 3 Liter RL menit, EKG : TAVB
dilanjutkan dopamine 5
mcg/bb/menit
16.00 Memberikan CPG 300 mg peroral Pasien menerima terapi
untuk persiapan PPCI
16.40 Klien pindah ke Ruang cateterisasi PASIEN dan keluarga bersedia
untuk dilakukan pemasangan TPM dilakukan pasang TPM dan PPCI
dan tindakan PPCI

9. KESIMPULAN
Pasien diberikan tindakan pemasangan TPM ( Pacu jantung sementara). Dan
Primary PCI. Kegawatan sudah tertangani kemudian dilanjutkan pemantauan
secara intensive di ruang CCU.

24
PENCATATAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DI RUANG IGD

Nama Klien : Nomor Register :


Usia : Tanggal masuk :
Jenis kelamin : Diagnose medic :
Riwayat kesehatan :

Pengkajian Dx. Keperawatan Jam Intervensi dan Paraf


Tindakan Keperawatan
Airway (jalan nafas) ( ) ackual
Sumbatan : ( ) resiko
( ) Benda asing Bersihan jalan nafas
( ) Darah tidak efektif b.d…..
( ) Bronkospasme
( ) Sputum
( ) Lendir
Breathing ( Pernafasan) ( ) aktual
Sesak dengan: ( ) resiko
( ) aktivitas Pola nafas tidak efektif
( ) tanpa aktivitas b.d…
( ) menggunakan otot Gangguan pertukaran
tambahan gas b.d…..
Frekuensi : x/menit
Irama : ( ) teratur
( ) tidak teratur
Kedalaman :
( ) dalam
( ) dangkal
Batuk
( ) produktif
( ) nonproduktif

25
Sputum :
- Warna :
- Konsistensi :
Bunyi nafas:
( ) ronchi ( ) creakles
( ) wheezing ( ) snoring

Circulation (sirkulasi) ( ) aktual


Sirkulasi perifer: ( ) resiko
Nadi : Penurunan curah
Irama : jantung b.d ……
( ) teratur
( ) tidak teratur
Denyut :
( ) lemah ( ) aktual
( ) kuat ( ) resiko
( ) tak kuat Gangguan
TD: keseimbangan cairan
Ekstremitas: dan elektrolit ( )
( ) hangat kurang
( ) dingin ( ) lebih b.d…..
Warna Kulit:
( ) sianosis
( ) pucat
( ) kemerahan
Pengisian kapiler: detik
Edema :
( ) ya
( ) tidak
Jika ya:
( ) muka
( ) tangan atas
( ) tungkai
( ) anasarka

26
Eliminasi dan cairan:
BAK: x/ hari
Jumlah :
( ) sedikit
( ) banyak
( ) sedang
Warna :
( ) kuning jernih
( ) kuning kental
( ) merah
( ) putih
Rasa sakit:
( ) ya ( ) tidak
Keluhan sakit pinggang:
( ) ya ( ) tidak
BAB: x/hari
Diare :
( ) ya ( ) tidak
( ) berdarah ( ) cair
( ) berlendir
Abdomen : ( ) aktual
( ) datar ( ) cembung ( ) resiko
( ) cekung ( )elastis Perforasi usus/
( ) lembek ( )kembung appendik
( ) asites
Turgor :
( ) baik
( ) buruk
( ) sedang
Mukosa :
( ) lembab
( ) kering
Kulit : ( ) aktual
( ) bintik merah ( ) resiko

27
( ) jejas Gangguan integritas
( ) lecet jaringan b.d …..
( ) luka
Suhu :
Pencernaan :
Lidah kotor :
( ) ya ( ) tidak
Nyeri :
( ) ya, di ( ) ulu hati
( )Kuadran ka
( )menyebar
( ) tidak
Integument (kulit)
Terdapat luka ( ) ya
( )tidak
Dalam ( ) ya
( ) tidak
Perdarahan ( ) ya
( ) tidak
Dissability
Tingkat kesadaran: ( ) aktual
( ) komposmentis ( ) resiko
( ) apatis Gangguan perfusi
( ) somnolen jaringan cerebral b.d
( ) sopor …
( ) soporkoma
( ) koma
Pupil :
( ) isokor
( ) unisokor
( ) miosis
( ) midriasis
Reaksi terhadap cahaya:
Kanan

28
( ) positip ( ) negative
Kiri
( ) positip ( ) negative
GCS: E M V
Terjadi:
( ) kejang
( ) pelo
( ) lumpuh/kelemahan
( ) mulut mencong
( ) afasia
( ) disathria
Nilai kekuatan otot:
Reflex:
Babinsky:
Patella :
Bisep/trisep:
brudynsky

29

Anda mungkin juga menyukai