Anda di halaman 1dari 83

DIKLAT RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS) STEMI ANTERIOR
SYOK KARDIOGENIK LATE ONSET 10 HARI
DAN INTERVENTRIKULAR SEPTUM RUPTURE
DI RUANG ICVCU
RS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA

STUDI KASUS

Disusun Oleh:
Arief Puji Santoso
Etin Suhartini
Romi Apriansyah
Taufik Hidayat
Zainab

PROGRAM PELATIHAN

KEPERAWATAN KARDIOVASKULAR TINGKAT DASAR

RS JANTUNG & PEMBULUH DARAH HARAPAN KITA JAKARTA

FEBRUARI 2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Studi Kasus ini diajukan oleh:


Nama : 1. Arief Puji Santoso
2. Etin Suhartini
3. Romi Apriansyah
4. Taufik Hidayat
5. Zainab
Program: : Pelatihan Kardiovaskular Tingkat Dasar Angkatan I
Tahun 2022
Judul Studi Kasus : Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Acute
Coronary Syndrome (ACS) STEMI Anterior Syok
Kardiogenik Late Onset 10 Hari Dan Interventrikular
Rupture di ICVCU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita

TIM PEMBIMBING

Pembimbing : Ns. Maria Pramesthi, S.Kep, Sp.KV (…………………….)

Penguji : Ns. Ade Priyanto, S.Kep, Sp.KV (…………………….)

Penguji : Ns. Emireta Ratri Ingsih, S.Kep, Sp.KV (…………………….)

Ditetapkan di : Jakarta
Tanggal : Februari 2022

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penulisan studi kasus dengan judul
“Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS)
STEMI Anterior dengan Syock Kardiogenik Late Onset 10 Hari dan Inteventrikular
Septum (IVS) Ruptur di Ruang ICVCU Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta”. Penulisan studi kasus ini kami susun dalam rangka
memenuhi tugas sebagai peserta pelatihan keperawatan kardiologi tingkat dasar di
Rumah Sakit Jantung & Pembuluh Darah Harapan Kita. Penulisan studi kasus ini
tidak terlepas dari dukungan dan bimbingan dari banyak pihak. Oleh karena itu,
kami mengucapkan terima kasih kepada:
1) Ns. Maria Pramesthi, S.Kep, Sp.KV selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan, dukungan, dan motivasi dalam penulisan studi kasus ini.
2) Ns. Ade Priyanto, S.Kep, Sp.KV selaku penguji yang telah memberikan
masukan dan dukungan dalam presentasi studi kasus ini.
3) Ns. Emireta Ratri Ingsih, S.Kep, Sp.KV selaku penguji yang telah memberikan
masukan dan dukungan dalam presentasi studi kasus ini.
4) Seluruh staf pengajar diklat dan CI di lapangan yang telah memberikan ilmu
dan bimbingan selama kami mengikuti pelatihan.
5) Keluarga kami yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.
6) Teman-teman peserta PKKvTD angkatan I tahun 2022 yang telah
membersamai dalam suka dan duka selama mengikuti pelatihan ini.

Akhir kata, kami berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu penyusunan studi kasus ini. Semoga studi kasus ini
diterima dan bermanfaat. Kami memohon kritik dan saran yang membangun agar
studi kasus ini dapat lebih baik dalam pengembangan ilmu keperawatan.

Jakarta, Februari 2022

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. viii

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan ...................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan .................................................................... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar Acute Coronary Syndrome (ACS) ..................... 3
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan ACS................... 22

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Data Pasien ............................................................................... 45
3.2 Pengkajian Primer .................................................................... 45
3.3 Pengkajian Sekunder ................................................................ 45
3.4 Analisa Data ............................................................................. 54
3.5 Diagnosis Keperawatan ............................................................ 55
3.6 Intervensi Keperawatan ............................................................ 56
3.7 Implementasi dan Evaluasi....................................................... 60

BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kasus Terkait dengan Faktor Risiko .......................... 66
4.2 Analisis Kasus Terkait dengan Klasifikasi Kategori ACS ....... 66
4.3 Analisis Diagnosa Keperawatan............................................... 69

BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 71

iv
5.2 Saran .......................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skor CRUSADE ...................................................................... 11


Gambar 2.2 Langkah-langkah Reperfusi .................................................... 15
Gambar 2.3 Langkah-langkah Pemberian Fibrinolitik pada STEMI .......... 16
Gambar 2.4 Pathway Acute Coronary Syndrome ....................................... 19

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Klasifikasi ACS .......................................................................... 5


Tabel 2.2 TIMI score UAP dan NSTEMI................................................... 7
Tabel 2.3 TIMI score STEMI ..................................................................... 8
Tabel 2.4 Grace Score ............................................................................... 9
Tabel 2.5 Klasifikasi Killip ......................................................................... 10

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembar Konsultasi

viii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia.
Penyakit ini mengalami gangguan jantung dan pembuluh darah dan termasuk
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskular, penyakit jantung rematik
dan kondisi lainnya. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke, dan sepertiga dari kematian ini terjadi pada orang
di bawah 70 tahun. Data dari World Health Organization (WHO) tahun 2015
menunjukkan bahwa 70% kematian di dunia disebabkan oleh Penyakit Tidak
Menular (39,5 juta dari 56,4 kematian). Dari seluruh kematian akibat Penyakit
Tidak Menular (PTM) tersebut, 45% nya disebabkan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah, yaitu 17.7 juta dari 39,5 juta kematian.
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular (PERKI) (2015) Acute
Coronary Syndrome (ACS) adalah penyebab angka kematian tertinggi pada
penyakit jantung dan pembuluh darah. Menurut Torry dkk (2013) menyatakan
bahwa ACS adalah sebuah kondisi yang melibatkan ketidaknyamanan di dada
atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya oksigen ke otot jantung
(miokardium), serta adanya manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri
koronaria (Torry dkk, 2013). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018)
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di
Indonesia sebesar 1,5%, dengan peringkat prevalensi tertinggi, yaitu: Provinsi
Kalimantan Utara 2,2%, DIY 2%, Gorontalo 2%. Selain ketiga provinsi
tersebut, terdapat pula 8 provinsi lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi
jika dibandingkan dengan prevalensi nasional. Delapan provinsi tersebut
adalah: Aceh (1,6%), Sumatera Barat (1,6%), DKI Jakarta (1,9%), Jawa Barat
(1,6%), Jawa Tengah (1,6%), Kalimantan Timur (1,9%), Sulawesi Utara
(1,8%) dan Sulawesi Tengah (1,9%).

Berdasarkan latar belakang tersebut, penting bagi perawat memberikan asuhan


keperawatan secara komprehensif. Peran dan fungsi perawat dalam lingkup

1
2

keperawatan medikal bedah, terutama kardiovaskular sangatlah dibutuhkan. Di


antaranya, yaitu peran perawat sebagai care giver, consellor, advocate, dan
educator dalam melakukan pelayanan keperawatan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mampu memahami konsep dasar ACS dan menerapkannya dalam
pelayanan asuhan keperawatan di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
darah Harapan Kita.
1.2.2 Tujuan Khusus
1.2.2.1 Mampu memahami konsep dasar ACS
1.2.2.2 Mampu menerapkan asuhan keperawatan pasien dengan ACS

1.3 Manfaat Studi Kasus


1.3.1 Manfaat Teoritis
Studi kasus ini dapat menjadi sumber informasi dalam memberikan
asuhan keperawatan mengenai ACS.
1.3.1 Manfaat Praktisi
Studi kasus ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam
melakukan inovasi dan modifikasi intervensi keperawatan, khususnya
asuhan keperawatan pada pasien dengan ACS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Acute Coronary Syndrome (ACS)


2.1.1 Definisi
Acute Coronary Sindrome (ACS) adalah sebuah kondisi yang
melibatkan ketidaknyamanan di dada atau gejala lain yang disebabkan
oleh kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium), serta adanya
manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria (Torry
dkk, 2013).
2.1.2 Faktor Risiko
Faktor risiko dari ACS dapat klasifikasikan menjadi dua kelompok,
yaitu faktor risiko yang dapat diubah seperti hiperlipidemia, hipertensi,
diabetes dan sindrom metabolik lainnya dan faktor risiko yang tidak
dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin. Faktor - faktor risiko
tersebut sangat berpengaruh dalam proses terbentuknya aterosklerosis
pada arteri koroner. Inflamasi dan ketidakseimbangan metabolisme
lemak merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam patogenesis
aterosklerosis. (Hamm, et al., 2011).
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia
(PERKI) (2015) menyatakan bahwa sebagian besar ACS adalah
manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang koyak
atau pecah. Hal ini berkaitan dengan perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrus yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan
diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi.
Terbentuklah trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus
ini akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total
maupun parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh
koroner yang lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang
menyebabkan vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran
darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan

3
4

iskemia miokardium. Pasokan oksigen yang berhenti selama ± 20 menit


menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark miokard).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh
darah koroner. Obstruksi subtotal yang disertai vasokonstriksi yang
dinamis dapat menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
otot jantung (miokard). Akibat dari iskemia, selain nekrosis, adalah
gangguan kontraktilitas miokardium karena proses hibernating dan
stunning (setelah iskemia hilang), distritmia dan remodeling ventrikel
(perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Sebagian pasien ACS
tidak mengalami koyak plak seperti diterangkan di atas. Mereka
mengalami ACS karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari
arteri koronaria epikardial (Angina Prinzmetal). Penyempitan arteri
koronaria, tanpa spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh
progresi plak atau restenosis setelah Intervensi Koroner Perkutan (IKP).
Beberapa faktor ekstrinsik, seperti demam, anemia, tirotoksikosis,
hipotensi, takikardia, dapat menjadi pencetus terjadinya ACS pada
pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
2.1.4 Klasifikasi
Menurut PERKI (2015) menyatakan bahwa klasifikasi ACS
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, ACS
dibagi menjadi:
a. STEMI: ST segment elevation myocardial infarction
b. NSTEMI: non ST segment elevation myocardial infarction
c. UAP: unstable angina pectoris
Berikut merupakan klasifikasi ACS berdasarkan klinis, EKG, dan nilai
laboratorium (marka jantung).
5

Tabel 2.1 Klasifikasi ACS


ACS KLINIS EKG LAB
UAP − Nyeri dada kurang Bisa ditemukan: Enzim jantung
dari 20 menit, dan − ST depresi (Biomarker)
ada peningkatan <0,5mm normal
frekuensi sakitnya − T inversi
atau jika ada <2mm
gejala perburukan
− Biasanya nyeri
dada dapat hilang
dengan obat-
obatan
STEMI Ditemukan tanda- Deviasi ST Biomarker
tanda: segmen elevasi miokard
− Nyeri dada typical ≥ 1mm di ditandai dengan
angina > 20 menit, ekstremitas dan peninggkatan
bisa hilang atau ≥ 2mm di CKMB lebih
tidak hilang precordial, lead dari 25µ/l ,
dengan obat- yang Troponin T
obatan bersebelahan. positif > 0,03
− Lokasi: substernal,
retrosternal,
precordial
− Sifatnya: rasa sakit
seperti ditekan dan
terbakar
NSTEMI − Nyeri dada > 20 Ditemukan Biomarker
menit. dengan deviasi miokard
− Lokasi sampai ST segmen ditandai dengan
substernal, kadang depresi ≥ 0,5mm peningkatan
sampai di ektremitas
epigastrium dan ≥ 1mm di
6

dengan ciri seperti prekordial dapat CKMB > 25 µ/l


diperas, diikat, disertai dengan Troponin T
rasa terbakar. gelombang T positif > 0,03
inverse

Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau


menunjukkan kelainan yang nondiagnostik sementara angina masih
berlangsung, maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika
ulangan EKG tetap menunjukkan gambaran nondiagnostik sementara
keluhan angina sangat sugestif ACS, maka pasien dipantau selama 12-
24 jam. EKG diulang tiap 6 jam dan setiap terjadi angina berulang.
Persangkaan adanya infark miokard menjadi kuat jika gambaran EKG
pasien dengan LBBB baru/persangkaan baru juga disertai dengan
elevasi segmen ST ≥1 mm pada sadapan dengan kompleks QRS positif
dan depresi segmen ST ≥1 mm di V1-V3.

Lokasi infark berdasarkan sadapan EKG, yaitu:


a. V1-V4: Anterior
b. V1-V6, I, aVL: Extensive Anterior
c. V5-V6, I, aVL: Lateral
d. II, III, aVF: Inferior
e. V7-V9: Posterior
f. V3R, V4R: Ventrikel kanan
2.1.5 Stratifikasi Risiko
Menurut PERKI (2015) menyatakan bahwa stratifikasi risiko bertujuan
untuk menentukan strategi penanganan selanjutnya (konservatif atau
intervensi segera) bagi seorang dengan NSTEMI. Beberapa stratifikasi
risiko yang digunakan adalah TIMI (Thrombolysis In Myocardial
Infarction) dan GRACE (Global Registry of Acute Coronary Events).
Sedangkan CRUSADE (Can Rapid risk stratification of Unstable
angina patients Suppress ADverse outcomes with Early implementation
of the ACC/AHA guidelines) digunakan untuk menstratifikasi risiko
7

terjadinya perdarahan. Stratifikasi perdarahan penting untuk


menentukan pilihan penggunaan antitrombolitik.
Berikut perhitungan stratifikasi risiko pada pasien ACS:
2.1.5.1 Stratifikasi Risiko dengan TIMI

Tabel 2.2 TIMI score UAP dan NSTEMI

KRITERIA SCORE
Pasien usia > 65 tahun 1
>3faktor risiko (Hipertensi, Diabetes Mellitus, 1
Merokok, Riwayat dalam Keluarga, Dislipidemia)
Pemakaian aspirin dalam 7 hari terakhir 1
≥ 2 episode nyeri saat istirahat dalam 24 jam terakhir 1
Peningkatan enzim jantung (CKMB dan Hs Trop T) 1
Deviasi Segmen ST >1 mm saat tiba 1
Angiogram koroner sebelumnya menunjukan stenosis 1
>50%

Kriteria risiko:
Low Risk : jika jumlah score 0-2
Middle Risk : jika jumlah score 3-4
High Risk : jika jumlah score 5-7
8

Tabel 2.3 TIMI score STEMI

Kriteria Score
Pasien usia ≥ 75 tahun 3
Usia 65-74 2
Diabetes Mellitus, Hipertensi dan Angina 1
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg 3
Nadi > 100x/ menit 2
Kelas Killip II-IV 2
Berat Badan < 67 kg 1
STEMI Anterior atau LBBB 1
Waktu ke tindakan > 4 jam 1
Skor = Total 0-14

Skor risiko TIMI untuk STEMI menunjukkan hubungan yang


kuat dengan mortalitas pada 30 hari, dengan peningkatan
mortalitas yang dinilai> 40 kali lipat antara mereka yang
memiliki skor risiko 0 dan mereka yang memiliki skor> 8. Skor
risiko TIMI dinilai dengan membandingkan dengan tingkat
kematian yang diamati di seluruh populasi dibagi menjadi desil
risiko.

2.1.5.2 Stratifikasi Risiko dengan GRACE


Klasifikasi GRACE ditujukan untuk memprediksi mortalitas saat
perawatan di rumah sakit dan dalam 6 bulan setelah keluar dari
rumah sakit. Untuk prediksi kematian di rumah sakit, pasien
dengan skor risiko GRACE ≤108 dianggap mempunyai risiko
rendah (risiko kematian 140 berturutan mempunyai risiko
kematian menengah (1-3%) dan tinggi (>3%). Untuk prediksi
kematian dalam 6 bulan setelah keluar dari rumah sakit, pasien
dengan skor risiko GRACE ≤88 dianggap mempunyai risiko
rendah (risiko kematian 118 berturutan mempunyai risiko
kematian menengah (3-8%) dan tinggi (>8%).
9

Tabel 2.4 Grace Score


Prediktor Score
Usia dalam tahun
< 40 0
40-49 18
50-59 36
60-69 55
70-79 73
80 91
Laju denyut jantung (x/menit)
<70 0
70-89 7
90-109 13
110-149 23
150-199 36
>200 46
Tekanan darah sistolik (mmHg)
<80 63
80-99 58
100-119 47
120-139 37
140-159 26
160-199 11
>200 0
Kreatinin (mikromol/L)
0-34 2
35-70 5
71-105 8
106-140 11
141-176 14
177-353 23
≥354 31
10

Gagal jantung berdasarkan Killip


I 0
II 21
III 43
IV 64
Henti jantung saat tiba di RS 43
Peningkatan marka jantung 15
Deviasi segmen ST 30

Stratifikasi risiko berdasarkan kelas Killip merupakan


klasifikasi risiko berdasarkan indikator klinis gagal jantung
sebagai komplikasi infark miokard akut dan ditujukan untuk
memperkirakan tingkat mortalitas dalam 30 hari. Klasifikasi
Killip juga digunakan sebagai salah satu variabel dalam
klasifikasi GRACE.
Tabel 2.5 Klasifikasi Killip
Kelas Killip Karakteristik Klinis Mortalitas
I Tidak terdapat gagal jantung 6%
Terdapat gagal jantung 17%
ditandai dengan S3 dan
II
ronkhi basah pada setengah
lapangan paru
Terdapat edema paru 38%
III ditandai oleh ronkhi basah di
seluruh lapangan paru
Terdapat syok kardiogenik 81%
IV ditandai oleh tekanan darah
sistolik
11

2.1.5.3 Stratifikasi Risiko Berdasarkan Skor CRUSADE


Gambar 2.1 Skor CRUSADE
Prediktor Skor
Hematokrit awaln (%)
< 31 9
31-33,9 7
34-36,9 3
37-39,9 2
> 40 0
Klirens kreatinin ( mL/menit)
< 15 39
15-30 35
30-60 28
60-90 17
9-120 7
>120 0
Laju denyut jantung (kali per menit)
< 70 0
71-80 1
81-90 3
91-100 6
101-110 8
111-120 10
> 121 11
Jenis kelamin
Pria 0
Wanita 8
Tanda gagal jantung saat dating
Tidak 0
Ya 7
Riwayat penyakit vascular
sebelumnya
12

Tidak 0
Ya 6
Diabetes
Tidak 0
Ya 6
Tekanan Darah Sistolik (mmHg)
< 90 10
91-100 8
101-120 5
121-180 1
181-200 3
> 200 5

Skore Tingkat resiko Resiko


CRUSADE perdarahan
1-20 Sangat rendah 3,1%
21-30 Rendah 5,5%
31-40 Moderat 8,6%
41-50 Tinggi 11,9%
>50 Sangat tinggi 19,5%

Selain stratifikasi risiko yang telah disebutkan di atas, untuk


tujuan revaskularisasi dan strategi invasif, pasien juga dibagi
dalam beberapa kelompok risiko, yaitu risiko sangat tinggi dan
risiko tinggi. Penentuan faktor risiko ini berperan dalam
penentuan perlu-tidaknya dilakukan angiografi dan waktu dari
tindakan tersebut.
13

2.1.6 Penatalaksanaan ACS


Menurut PERKI (2015), PERKI (2018), dan Sungkar (2017)
menyatakan bahwa penatalaksanaan ACS dibagi menjadi beberapa
bagian, antara lain:
2.6.1 Tatalaksana Pra Rumah Sakit
2.6.1.1 Bagi orang awam mengenali gejala serangan jantung
dan segera mengantarkan pasien mencari pertolongan ke
rumah sakit atau menelpon rumah sakit terdekat
meminta dikirimkan ambulan beserta petugas kesehatan
terlatih.
2.6.1.2 Petugas Kesehatan
− Mengenali gejala sindrom koroner akut dan
pemeriksaan EKG bila ada
− Tirah baring dan pemberian oksigen 2-4 L/menit
− Berikan aspirin 160-320 mg tablet kunyah bila tidak
ada riwayat alergi aspirin
− Berikan preparat nitrat sublingual misalnya
isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang setiap 5-15
menit sampai 3 kali
− Bila memungkinkan pasang jalur infus
− Segera kirim ke rumah sakit terdekat dengan fasilitas
ICCU (Intensive Coronary Care Unit) yang
memadai dengan pemasangan oksigen dan
didampingi dokter/paramedik yang terlatih
2.6.2 Tatalaksana di Unit Gawat Darurat
2.6.2.1 Tirah baring
2.6.2.2 Pemberian oksigen 2-4 L/menit untuk mempertahankan
saturasi oksigen > 95 %
2.6.2.3 Pasang jalur infus dan pasang monitor
2.6.2.4 Pemberian aspirin 150-325 mg tablet kunyah bila belum
diberikan sebelumnya dan tidak ada riwayat alergi
aspirin
14

2.6.2.5 Pemberian nitrat: diberikan nitrat oral sublingual yaitu


isosorbid dinitrat 5 mg dapat diulang tiap 5 menit sampai
3 kali untuk mengatasi nyeri dada
2.6.2.6 Clopidogrel dosis awal 300 mg, kemudian dilanjutkan
75 mg/hari
2.6.2.7 Mengatasi nyeri dapat dengan morfin sulfat intravena 2
– 4 mg dengan interval 5 – 15 menit bila nyeri belum
teratasi
2.6.2.8 Segera pindahkan ke ICCU atau ruang kateterisasi
2.6.3 Terapi Reperfusi
Terapi reperfusi pada ACS terdiri dari terapi fibrinolitik dan
intervensi koroner perkutan (PCI). Pada pasien ACS dengan
elevasi segmen ST di UGD atau ICCU dengan onset klinis nyeri
dada < 12 jam harus secepatnya dilakukan pemilihan dan
penentuan terapi reperfusi fibrinolitik atau intervensi koroner
perkutan (PCI). Waktu dan pemberian terapi reperfusi yang
tepat sangat penting. Idealnya waktu yang dibutuhkan dari
pasien masuk ruang gawat darurat sampai mulainya terapi
fibrinolitik (door-to-needle time) adalah 30 menit, sedangkan
untuk PCI adalah 90 menit. Selama terapi fibrinolitik dilakukan
pemantauan terhadap irama jantung, tekanan darah, dan
kesadaran pasien. Selama pemberian terapi fibrinolitik
diberikan tidak jarang terjadi komplikasi aritmia, hipotensi atau
edema paru, maupun alergi. Komplikasi ini harus ditangani
bersamaan dengan fibrinolitik. Terapi fibrinolitik dilanjutkan
dengan pemberian antitrombin/antikoagulan sebagai ko-terapi.
15

Gambar 2.2 Langkah-langkah Reperfusi


16

2.6.2.1 Terapi Fibrinolitik


Berikut adalah langkah-langkah pemberian fibrinolitik pada
STEMI.
Gambar 2.3 Langkah-langkah Pemberian Fibrinolitik pada STEMI

2.6.2.1.1 Kontraindikasi Terapi Fibrinolitik


2.6.1.1.1 Absolut
− Stroke hemoragik atau stroke yang penyebabnya belum
diketahui dengan awitan kapanpun
− Stroke iskemik 6 bulan terakhir
− Kerusakan sistem saraf sentral dan neoplasma
− Trauma operasi/trauma kepala yang berat dalam 3 minggu
terakhir
17

− Perdarahan saluran cerna dalam 1 bulan terakhir


− Penyakit perdarahan
− Diseksi aorta
2.6.1.1.2 Relatif
− Transient ischaemic attack (TIA) dalam 6 bulan terakhir
− Pemakaian antikoagulan oral
− Kehamilan atau dalam 1 minggu post-partum
− Tempat tusukan yang tidak dapat dikompresi
− Resusitasi traumatik
− Hipertensi refrakter (TDS >180 mmHg)
− Penyakit hati lanjut
− Infeksi endokarditis
− Ulkus peptikum yang aktif

2.6.1.1.3 Indikasi keberhasilan terapi fibrinolitik, antara lain:


− Berkurangnya rasa nyeri dada
− Evolusi atau perubahan EKG berupa kembalinya elevasi
segmen ST ke garis isoelektrik atau menurunnya elevasi ST >
50 % pada sadapan yang paling jelas terlihat setelah 90 menit
dimulainya terapi fibrinolitik
− Kadar CK yang lebih cepat mencapai puncak
− Timbulnya aritmia reperfusi bukan indikator yang baik untuk
keberhasilan reperfusi
2.6.1.1.3 Kegagalan Fibrinolitik
Bila nyeri dada terus berlanjut dan elevasi segmen ST menetap.
Komplikasi gagal jantung atau aritmia banyak terjadi sehingga
harus dipertimbangkan rescue PCI yaitu strategi reperfusi PCI
yang diakukan pada pasien yang telah mendapat terapi
fibrinolitik tapi dicurigai tidak berhasil yaitu bila ditemukan
kondisi-kondisi sebagai berikut:
− Hemodinamik tidak stabil
− Gejala nyeri dada yang tidak membaik
18

− Gambaran EKG tidak dijumpai penurunan elevasi segmen ST >


50 %
2.6.2.2 Terapi Intervensi Koroner Perkutan (PCI)
Pada pasien ACS dengan elevasi ST segmen dan onset < 12 jam
direkomendasikan terapi PCI primer (Primary PCI) yaitu terutama
pasien dengan presentasi klinis nyeri dada < 3 jam, tersedianya
fasilitas dan tenaga ahli laboratorium kateterisasi jantung yang
memadai, pasien dengan syok kardiogenik atau ditemukan
kontraindikasi terapi fibrinolitik. PCI primer pada beberapa kondisi
tertentu mempunyai angka keberhasilan yang lebih baik
dibandingkan fibrinolitik. Waktu ideal antara pasien tiba dengan
inflasi balon (door-to-balloon time) adalah 90 menit.
19

2.1.7 Pathway
Gambar 2.4 Pathway Acute Coronary Syndrome
20

2.1.8 Komplikasi ACS


Menurut Sungkar (2017) menyatakan bahwa komplikasi ACS, antara lain:
2.1.8.1 Aritmia
Aritmia jantung yang mengancam nyawa yaitu ventricular
tachycardia (VT), ventricular fibrillation (VF), dan AV blok total
dapat menjadi manifestasi awal terjadinya ACS. Insidens aritmia
ventrikel biasanya terjadi 48 jam pertama setelah onset ACS.
2.1.8.2 Gagal Jantung
Gagal jantung pada ACS biasanya disebabkan oleh kerusakan
miokard tapi dapat pula terjadi karena aritmia atau komplikasi
mekanik seperti ruptur septum ventrikel atau regurgitasi mitral
iskemik. Gagal jantung pada ACS menandakan prognosis yang lebih
buruk. Tatalaksana umum meliputi monitor kemungkinan terjadinya
aritmia, gangguan elektrolit dan adanya kelainan katup atau paru.
Pemeriksaan foto toraks dan ekokardiografi direkomendasikan
untuk evaluasi luas kerusakan miokard dan komplikasi yang
mungkin terjadi seperti ruptur septum dan regurgitasi mitral akut.
Syok kardiogenik pada ACS menandakan kegagalan pompa jantung
berat dan hipoperfusi dengan manifestasi klinis TD sistolik < 90
mmHg, pulmonary wedge pressure > 20 mmHg atau cardiac index
< 1,8 L/m2. Hal ini akibat nekrosis miokard yang luas. Inotropik atau
IABP sering diperlukan untuk mempertahankan TD sistolik > 90
mmHg. Diagnosis syok kardiogenik ditegakkan setelah
menyingkirkan penyebab lain hipotensi seperti hipovolemik, reaksi
vagal, tamponade, aritmia dan gangguan elektrolit. Terapi suportif
IABP direkomendasi sebagai jembatan untuk terapi definitive yaitu
terapi intervensi (emergency PCI).
2.1.8.3 Komplikasi mekanik
2.1.8.3.1 Ruptur dinding ventrikel
Pada ruptur dinding ventrikel akut terjadi disosiasi
aktivitas listrik jantung yang menyebabkan henti jantung
dalam waktu singkat. Biasanya hal ini fatal dan tidak
21

respon dengan resusitasi kardiopulmoner standar karena


tidak ada cukup waktu untuk dilakukan tindakan bedah
segera. Ruptur dinding ventrikel subakut pada 25%
kasus masih memberikan harapan untuk dilakukan
tindakan bedah secepatnya. Manifestasi klinisnya yaitu
gambaran reinfark dan didapatkan kembali gambaran
elevasi segmen ST pada EKG. Biasanya terdapat
gangguan hemodinamik mendadak, tamponade dan
efusi perikard yang dapat dikonfirmasi dengan
pemeriksaan ekokardiografi.
Ruptur septum ventrikel biasanya ditandai perburukan
klinis yang terjadi dengan cepat dengan gagal jantung
akut dan mumur sistolik yang kencang yang terjadi pada
fase subakut. Diagnosis ini dikonfirmasi dengan
ekokardiografi, yang dapat membedakan keadaan ini
dengan regurgitasi mitral akut dan dapat menentukan
lokasi dan besarnya ruptur. Left-to-right shunt yang
terjadi sebagai akibat dari ruptur ini dapat menghasilkan
tanda dan gejala gagal jantung kanan akut awitan baru.
Operasi segera dikaitkan dengan laju mortalitas yang
tinggi dan risiko ruptur ventrikel berulang, sementara
operasi yang ditunda memungkinkan perbaikan septum
yang lebih baik namun mengandung risiko terjadinya
pelebaran ruptur, tamponade dan kematian saat
menunggu operasi. Mortalitas keadaan ini tinggi untuk
semua pasien dan lebih tinggi lagi pada pasien dengan
kelainan di inferobasal dibandingkan dengan di
anteroapikal.
22

Pendekatan multidisiplin untuk mengelola ruptur septum ventrikel akut

Kematian karena AMI telah turun secara substansial selama tiga


tahun terakhir puluhan tahun. Namun demikian, pasien yang
menderita VSR merupakan subkelompok dengan mortalitas
yang sangat tinggi. Manajemen dari pasien yang berada dalam
syok kardiogenik akut dekompensasi harus diarahkan untuk
mengurangi shunt kiri-ke-kanan dengan pengurangan afterload
agen dan penempatan IABP. Tidak ada bukti yang jelas untuk
memandu manajemen bedah pasien yang syok, karena semua
pendekatan telah menunjukkan kematian yang sangat tinggi.
Strategi yang mungkin termasuk: operasi darurat, periode
peredaran darah mekanis perkutan dukungan sebelum intervensi
bedah atau perkutan tertunda, atau penempatan darurat
perangkat penutupan perkutan untuk mengurangi shunt.
Penutupan perkutan juga bisa menjadi pilihan yang layak untuk
pasien dalam periode sub-akut hingga kronis yang
komorbiditasnya menghalangi perbaikan bedah, dan anatomi
septum yang menguntungkan untuk penempatan perangkat.
Manajemen VSR rumit, dan perawatan kritis yang substansial,
pencitraan, intervensi, dan pembedahan. Oleh karena itu
disarankan, bila memungkinkan secara klinis, untuk
mentransfer pasien ini ke pusat-pusat regional dengan
23

pengalaman individu yang memadai dalam perawatan pasien


dengan VSR.
2.1.8.4 Regurgitasi Mitral Akut
Regurgitasi mitral akut biasanya terjadi dalam 2-7 hari
ACS. Ada 3 mekanisme terjadinya yaitu; dilatasi
annulus mitral akibat dilatasi ventrikel kiri, disfungsi
muskulus papilaris akibat infark miokard inferior, ruptur
dari badan atau ujung muskularis papilaris. Evaluasi
regurgitasi dilakukan dengan ekokardiografi. Atrium
kiri biasanya normal atau hanya sedikit membesar.
Pasien harus dikirim segera untuk intervensi bedah
karena dapat menyebabkan syok kardiogenik.
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan ACS
2.2.1 Pengkajian
Menurut Dakota (2019), Kasron (2015), dan Muttaqin (2009) pengkajian
yang dilakukan pada pasien dengan ACS adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Pengkajian Primer
2.2.1.1.1 Airway: Pasien dengan ACS biasanya compos mentis
(CM) dengan jalan napas bebas tanpa sumbatan total
maupun partial
2.2.1.1.2 Breathing: Pasien terlihat sesak atau tidak. Dapat
dilakukan pengkajian berupa penghitungan respirasi rate
(RR), dilihat kesimetrisan dada, adanya penggunaan otot
bantu nafas, kaji suara napas, dan penggunaan alat bantu
napas, baik invasif maupun non invasif.
2.2.1.1.3 Circulation: Kaji denyut nadi perifer dan tekanan darah,
melemah/menurun atau tidak. Kaji adanya tanda-tanda
syok.
2.2.1.2 Pengkajian Sekunder
2.2.1.2.1 Keluhan: Keluhan utama pasien dengan ACS biasanya
dirasakan nyeri dada. Keluhan ini dapat dikaji dengan
metode PQRST:
24

− Provocative: peristiwa yang menjadi faktor penyebab


nyeri dada (dapat atau tidak berhubungan dengan
aktifitas), hilang dengan istirahat atau tidak
− Quality: Bagaimana sifat nyeri yang dirasakan? Apakah
sifat nyerinya tajam, tumpul, seperti ditusuk-tusuk atau
seperti terbakar?
− Region: lokasi nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien,
apakah menjalar atau tidak?
− Severity: Tingkat keparahan, dapat dikategorikan
dengan ACSla nyeri (pada ACSla 1 -10).
− Time: Kapan dan berapa lama nyeri berlangsung?
Apakah bertambah buruk pada malam atau siang hari?
2.2.1.2.2 Riwayat Kesehatan Saat Ini: Tanyakan sejak kapan
keluhan dirasakan, berapa lama, dan berapa kali keluhan
itu terjadi, serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi
keluhan tersebut termasuk obat-obatan yang diminum.
2.2.1.2.3 Riwayat Kesehatan Masa Lalu: Tanyakan penyakit yang
dialami pasien sebelumnya, serta pengobatan yang telah
dilakukan pasien. Tanyakan pula riwayat alergi yang
dialami pasien.
2.2.1.2.4 Riwayat Kesehatan Keluarga: Tanyakan penyakit yang
dialami anggota keluarga, anggota keluarga yang
meninggal dan penyebab kematiannya.
2.2.1.2.5 Riwayat Pekerjaan dan Pola Hidup: Tanyakan situasi
tempat kerja, kebiasaan merokok, minum alkohol, dan
makanan yang sering dikonsumsi dan disukai oleh
pasien.
2.2.1.2.6 Pengkajian Psiko-sosio-spiritual: Tanyakan mekanisme
koping terhadap perubahan peran dan pengaruhnya
terhadap hidup pasien.
2.2.1.2.7 Pengkajian Fisik: Keadaan umum pasien dengan ACS
biasanya compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai
25

tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf


pusat.
Pemeriksaan tanda vital dan fisik dilakukan secara head
to toe dan bisa didapat dengan B6, yaitu:
− B1 (Breathing): Pasien terlihat sesak yang disebabkan
oleh adanya pengerahan tenaga dan meningkatnya
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Hal ini terjadi
karena terdapat kegagalan peningkatan curah jantung
oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik.
Pada infark miokardium yang kronis dapat timbul pada
saat istirahat.
− B2 (Blood):
• Inspeksi: Keluhan lokasi nyeri biasanya di daerah
substernal atau nyeri di atas pericardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada dan dapat terjadi
ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan.
• Palpasi: Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada ACS
tanpa komplikasi biasanya tidak ditemukan.
• Auskultasi: Tekanan darah biasanya menurun akibat
penurunan volume sekuncup yang disebabkan ACS.
Bunyi jantung tambahan pada ACS tanpa komplikasi
biasanya tidak ditemukan.
• Perkusi: Batas jantung tidak mengalami pergeseran.
− B3 (Brain): Kesadaran umum pasien dengan ACS
biasanya CM. Tidak ditemukan sianosis perifer.
Pengkajian objektif yaitu wajah meringis, perubahan
postur tubuh, dan merintih yang merupakan respons dari
adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium.
− B4 (Bladder): Pengukuran volume output urine
berhubungan dengan intake cairan. Perhatikan tanda
adanya oliguria yang merupakan tanda awal syok
kardiogenik.
26

− B5 (Bowel): Palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan


pada keempat kuadran, terjadinya penurunan peristaltic
usus. Kaji adanya keluhan mual dan muntah.
− B6 (Bone): Kaji keluhan lemah, cepat lelah, dan istirahat
tidur pasien. Pasien dengan ACS sering terbangun dan
sulit tidur karena nyeri dada dan sesak napas. Kaji
aktivitas pasien dan adanya pembatasan aktivitas. Kaji
pula kebersihan pasien dan bantuan dalam melakukan
kebersihan diri.
2.2.1.2.8 Pemeriksaan Diagnostik
− Enzim jantung: Peningkatan troponin dan CK-MB
− Elektrokardiogram: adanya ST depresi, ST elevasi, T
inverted, dan Q patologis
− Angiografi (kateterisasi jantung): Untuk mengetahui
lokasi dan persentase oklusi pada arteri coroner
2.2.2 Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang akan muncul pada kasus ACS adalah
(Herdman & Kamitsuru, 2014):
2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan asam laktat di
otot jantung
2.2.2.2 Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja
jantung meningkat
2.2.2.3 Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan oedem paru
2.2.2.4 Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d penurunan
kontraktilitas jantung
2.2.2.5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anorexia, mual muntah
2.2.2.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
2.2.2.7 Anxietas berhubungan dengan respon penyakit yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah dan nyeri
2.2.2.8 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi penyakit
yang progresif
27

2.2.2.9 Resiko tinggi gangguan perufsi jaringan perifer berhubungan


dengan penurunan suplay O2 ke jaringan tubuh
2.2.2.10 Resiko tinggi ketidak patuhan pengobatan berhubungan
dengan kondisi penyakit yang progresif
2.2.2.11 Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.

2.2.3 Rencana Keperawatan


2.2.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan penumpukan asam laktat di
otot jantung
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien melaporkan nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
melaporkan penurunan frekuensi angina dan menunjukan kestabilan
tanda-tanda vital klien
Intervensi keperawatan Rasional
Instruksikan klien untuk nyeri dan penurunan curah
memberi tahu perawat segera jantung dapat merangsang
ketika nyeri dada terjadi. sistem saraf simpatis untuk
melepaskan norepinephrine
berlebihan yang akan
menigkatkan agregasi trombosit
dan pelepasan tromboksa A2.
Vasokontriktor kuat ini akan
menyebabkan kejang arteri
coroner yang dapat
memperburuk serangan angina.
28

Kaji dan dokumentasikan respon untuk memberikan informasi


klien dan efek obat. mengenai perkembangan
penyakit dan sebagai evaluasi
efektivitas intervensi
Identifikasi faktor pencetus jika untuk mengevaluasi
ada, identifikasi frekuensi, kemungkinan terjadinya
durasi, intensitas dan lokasi rasa perkembangan angina stabil
sakit. menjadi angina tidak stabil.
Amati untuk gejala terkait penurunan curah jantung yang
dyspnea, mual, muntah, pusing, dapat terjadi selama episode
jantung berdebar, dan keinginan iskemik miokard dapat
untuk buang air kecil. merangsang sistem saraf
simpatis dan parasimpatis dan
menyebabkan sensasi kabur
yang kadang tidak disadari klien
sebagai salah satu efek angina.
Evaluasi laporan nyeri pada nyeri jantung atau atau biasa
rahang, leher, bahu, lengan, atau disebut sebagai nyeri dada dapat
tangan (biasanya sisi kiri). menyebar, nyeri biasanya lebih
dangkal dan diatur oleh sumsum
tulang belakang.
Istirahatkan klien selama mengurangi kebutuhan oksigen
episode angina terjadi. miokard untuk meminimalkan
risiko cddera jaringan dan
nekrosis.
Tinggikan kepala tempat tidur memfasilitasi pertukaran gas
jika klien sesak napas. untuk menurunkan hipoksia dan
sesak napas.

Monitor ritme detak jantung. klien dengan angina tidak stabil


memiliki peningkatan resiko
akut terhadap ancaman disritmia
29

yang terjadi ketika tubuh


merespon perubahan iskemik.
Pantau tanda-tanda vital klien kemungkinan terjadi
setiap 5 menit selama angina peningkatan tekanan darah
awal menyerang karena stimulasi simpatis,
namun hal tersebut hanya terjadi
diawal hingga kemudian
menurun dan curah jantung
terganggu. Takikardia juga dapat
terjadi untuk merespon
rangsangan simpatis
Selalu berada disebelah klien kecemasan melepaskan
ketika klien mengalami nyeri katekolamin yang meningkatkan
yang bermunculan bersama rasa beban kerja miokard dan dapat
kecemasan. meningkatkan nyeri iskemik.
kehadiran perawat dapat
Berikan suasana tenang, nyaman, mengurangi perasaan takut dan
dan batasi pengunjung jika perlu. ketidakberdayaan. Stress mental

dan emosional dapat


meningkatkan beban kerja
miokard.
Istirahatkan klien selama 1 jam Pencernaan berhubungan dengan
setelah makan. penurunsn kerja miokard dan
dapat mengurangi serangan
resiko angina.

2.2.3.2 Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja


jantung meningkat
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien melaporkan pola nafasnya kembali normal atau tidak sesak
Kriteria Hasil :
30

• Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih,


tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum,
mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
• Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa
tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang
normal, tidak ada suara nafas abnormal)
• Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi,
pernafasan)
Intervensi keperawatan Rasional
Posisikan pasien untuk Posisi ventilasi yang maksimal
memaksimalkan ventilasi akan meningkatkan pemasukan
udara kedalam paru-paru pasien
Lakukan fisioterapi dada jika jika pasien terdapat sekret, maka
perlu fisioterapi dapat membuatu
untuk memperlancar pernafasan
Auskultasi suara nafas, catat suara nafas tambahan
adanya suara tambahan mengindikasikan adanya
sumbatan jalan nafas didalam
paru paru, sehingga intervensi
keperawatan lanjutan perlu
dilakukan
Berikan pelembab udara Kassa pemberian kassa lembab
basah NaCl Lembab terutama di selang oksigen dapat
membantu meningkatkan
sirkulasi O2 masuk
kedalma paru pasuen
Atur intake untuk cairan intake yang tidak seimbang
mengoptimalkan keseimbangan. seperti kelebihan akan
meningkatkan beban kerja
jantung
31

Monitor respirasi dan status O2 status respirasi dan O2 dengan


SPO2 sangat penting dalam
melihat saturasi O2 di perifer
Bersihkan mulut, hidung dan adanya sekret dapat
secret trakea menghambat pola nafas pasien
Pertahankan jalan nafas yang jalan nafas yang paten dan
paten bersih ana mencegeh taerjadinya
obstruksi saluran nafas yang
mengganggu pernafasan
Observasi adanya tanda tanda tanda-tanda hipoventilasi seperti
hipoventilasi sianosis, akral dingin, penurunan
suhu tubuh dan lain-lain
memperlukan tindakan
intervensi keperawatan lainnya
segera
Monitor adanya kecemasan kecemasan akan meningkatkan
pasien terhadap oksigenasi konsumsi O2 pasien
Monitor vital sign pemantauapn status tanda-tanda
vital penting dan harus
dilakukan secara teratur sepert
setiap 4 jam sekali atau sesuai
kebutuhan
Informasikan pada pasien dan teknik relaksasi sangat penting
keluarga tentang tehnik relaksasi untuk menghemat konsumsi O2
untuk memperbaiki pola nafas. tubuh

Monitor pola nafas pola nafas yang abnormal seperti


cuping hidung atau gerakan otot
tambahan perlu dilakukan
intervensi lanjutan
32

2.2.3.3 Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan oedem paru


Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam,
diharapakn pasien tidak mengalami gangguan pertukaran gas
Kriteria Hasil :
• TTV dalam rentang normal
• Hasil AGD dalam rentang normal
Intervensi keperawatan Rasional
Kaji frekuensi, kedalaman, dan Kaji frekuensi, kedalaman, dan
kemudahan bernapas kemudahan bernapas
Pantau saturasi O2 dengan Mengetahui saturasi O2 pasien
oksimetri nadi serta menilai intervnsi yang
tepat untuk pasien selanjutnya
Pantau hasil gas darah Dengan mengetahui AGD
pasien, maka dapat membatu
perawat untuk melakukan
intervensi selanjutnya
Pantau kadar elektrolit Dengan mengetahui kadar
elektrolit pasien, maka dapat
membatu perawat untuk
melakukan intervensi
selanjutnya
Pantau status mental px Perubahan status mental
menandakan adanya penurunan
gas darah pasien sehingga,
perawat harus melakukan
intervensi selanjutnya
Observasi terhadap sianosis, Sianosis berarti penurunan O2
terutama membran mukosa didalam darah terutama dibagian
mulut perifer
33

2.2.3.4 Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d penurunan


kontraktilitas jantung
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
curah jantung kembali normal
Kriteria Hasil :
• TD normal, 100/80 -140/90
• Nadi kuat, regular
Intervensi keperawatan Rasional
Pantau TD, HR dan DN, periksa Hipotensi dapat terjadi sebagai
dalam keadaan baring, duduk akibat dari disfungsi ventrikel,
dan berdiri (bila memungkinkan) hipoperfusi miokard dan
rangsang vagal. Sebaliknya,
hipertensi juga banyak terjadi
yang mungkin berhubungan
dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan
atau masalah vaskuler
sebelumnya. Hipotensi
ortostatik berhubungan dengan
komplikasi GJK
Auskultasi adanya S3, S4 dan Penurunanan curah jantung
adanya murmur. ditunjukkan oleh denyut nadi
yang lemah dan HR yang
meningkat.
Auskultasi bunyi napas S3 dihubungkan dengan GJK,
regurgitasi mitral, peningkatan
kerja ventrikel kiri yang disertai
infark yang berat. S4 mungkin
berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel
dan hipertensi. Murmur
34

menunjukkan gangguan aliran


darah normal dalam jantung
seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi
otot papilar. Krekels
menunjukkan kongesti paru
yang mungkin terjadi karena
penurunan fungsi miokard.
Berikan makanan dalam porsi Makan dalam volume yang
kecil dan mudah dikunyah. besar dapat meningkatkan kerja
miokard dan memicu rangsang
vagal yang mengakibatkan
terjadinya bradikardia.
Kolaborasi pemberian oksigen Meningkatkan suplai oksigen
sesuai kebutuhan klien untuk kebutuhan miokard dan
menurunkan iskemia.
Pertahankan patensi IV- Jalur IV yang paten penting
lines/heparin-lok sesuai indikasi. untuk pemberian obat darurat
bila terjadi disritmia atau nyeri
dada berulang.
Bantu pemasangan/pertahankan Pacu jantung mungkin
paten-si pacu jantung bila merupakan tindakan dukungan
digunakan. sementara selama fase akut atau
mungkin diperlukan secara
permanen pada infark
luas/kerusakan sistem konduksi.

2.2.3.5 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan anorexia, mual muntah
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi secara adekuat
35

Kriteria Hasil :
• Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan,
lingkar lengan
• Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
• Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
• Klinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak
jarang dan merah
• Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan
bertambah
Intervensi keperawatan Rasional
Kaji pemenuhan kebutuhan Mengetahui kekurangan nutrisi
nutrisi klien klien.
Jelaskan pentingnya makanan Dengan pengetahuan yang baik
bagi proses penyembuhan. tentang nutrisi akan memotivasi
untuk meningkatkan pemenuhan
nutrisi.
Mencatat intake dan output Mengetahui perkembangan
makanan klien pemenuhan nutrisi klien.
Kolaborasi dengan ahli gizi Ahli gizi adalah spesialisasi
untuk membantu memilih dalam ilmu gizi yang membantu
makanan yang dapat memenuhi klien memilih makanan sesuai
kebutuhan gizi selama sakit dengan keadaan sakitnya, usia,
tinggi, berat badannya.
Manganjurkn makan sedikit- Dengan sedikit tapi sering
sedikit tapi sering. mengurangi penekanan yang
berlebihan pada lambung.
36

2.2.3.6 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan


Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien dapat melakuak aktivitas secara normal atau bertahap baik
mandiri atau dengan sedikit bantuan
Kriteria Hasil :
• Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah, nadi dan RR
• Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
• Keseimbangan aktivitas dan istirahat
Intervensi keperawatan Rasional
Pantau HR, irama, dan Menentukan respon klien
perubahan TD sebelum, selama terhadap aktivitas.
dan sesudah aktivitas sesuai
indikasi.
Tingkatkan istirahat, batasi Menurunkan kerja
aktivitas miokard/konsumsi oksigen,
menurunkan risiko komplikasi.
Anjurkan klien untuk Manuver Valsava seperti
menghindari peningkatan menahan napas, menunduk,
tekanan abdominal. batuk keras dan mengedan dapat
mengakibatkan bradikardia,
penurunan curah jantung yang
kemudian disusul dengan
takikardia dan peningkatan
tekanan darah.
Batasi pengunjung sesuai Keterlibatan dalam pembicaraan
dengan keadaan klinis klien. panjang dapat melelahkan klien
tetapi kunjungan orang penting
dalam suasana tenang bersifat
terapeutik.
37

Bantu aktivitas sesuai dengan Mencegah aktivitas berlebihan;


keadaan klien dan jelaskan pola sesuai dengan kemampuan kerja
peningkatan aktivitas bertahap. jantung.
Kolaborasi pelaksanaan program Menggalang kerjasama tim
rehabilitasi pasca serangan IMA. kesehatan dalam proses
penyembuhan klien.
2.2.3.7 Anxietas berhubungan dengan respon penyakit yang ditandai
dengan penurunan tekanan darah dan nyeri
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien menunjukkan penuruanan kecemasan dari ekspresi wajah
serta pengungkapan penurunan cemas dari pasien
Kriteria Hasil :
• TTV dalam batas normal
• ekspresi wajah tanpak rileks
• status efeks normal
• pasien menyatakan penuruanan ansietasnya
• pasien menyatakaan mengeri tentang penyakitnya dan
pengobatan dirinya
Intervensi keperawatan Rasional
Pantau respon verbal dan non Klien mungkin tidak
verbal yang menunjukkan menunjukkan keluhan secara
kecemasan klien. langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan
non verbal yang dapat
menunjukkan adanya
kegelisahan, kemarahan,
penolakan dan sebagainya.
Dorong klien untuk Respon klien terhadap situasi
mengekspresikan perasaan IMA bervariasi, dapat berupa
marah, cemas/takut terhadap cemas/takut terhadap ancaman
situasi krisis yang dialaminya. kematian, cemas terhadap
38

ancaman kehilangan pekerjaan,


perubahan peran sosial dan
sebagainya.
Orientasikan klien dan orang Informasi yang tepat tentang
terdekat terhadap prosedur rutin situasi yang dihadapi klien dapat
dan aktivitas yang diharapkan. menurunkan kecemasan/rasa
asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima
situasi yang terjadi.
Kolaborasi pemberian agen Meningkatkan relaksasi dan
terapeutik anti cemas/sedativa menurunkan kecemasan.
sesuai indikasi (Diazepam /
Valium, Flurazepam / Dal-mane,
Lorazepam/Ativan).
2.2.3.8 Defisit pengetahuan berhubungan dengan kondisi penyakit
yang progresif
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien menyatakan mengerti dan memhami pengobatan
Kriteria Hasil :
• Pasien dapat mengungkapkan kembali tentang penyakit dirinya
• pasien dapat mengulangi lagi proses pengobatan dirinya
• ekspresi wajah tampak senang
Intervensi keperawatan Rasional
Kaji tingkat pengetahuan Proses pembelajaran sangat
klien/orang terdekat dan dipengaruhi oleh kesiapan fisik
kemampuan/kesiapan belajar dan mental klien.
klien.
Berikan informasi dalam Meningkatkan penyerapan
berbagai variasi proses materi pembelajaran.
pembelajaran. (Tanya jawab,
39

leaflet instruksi ringkas, aktivitas


kelompok)
Berikan penekanan penjelasan Memberikan informasi terlalu
tentang faktor risiko, pembatasan luas tidak lebih bermanfaat
diet/aktivitas, obat dan gejala daripada penjelasan ringkas
yang memerlukan perhatian dengan penekanan pada hal-hal
cepat/darurat. penting yang signifikan bagi
kesehatan klien.
Peringatkan untuk menghindari Aktivitas ini sangat
aktivitas isometrik, manuver meningkatkan beban kerja
Valsava dan aktivitas yang miokard dan meningkatkan
memerlukan tangan diposisikan kebutuhan oksigen serta dapat
di atas kepala. merugikan kontraktilitas yang
dapat memicu serangan ulang.
Jelaskan program peningkatan Meningkatkan aktivitas secara
aktivitas bertahap (Contoh: bertahap meningkatkan
duduk, berdiri, jalan, kerja kekuatan dan mencegah
ringan, kerja sedang) aktivitas yang berlebihan. Di
samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi
kolateral dan memungkinkan
kembalinya pola hidup
2.2.3.9 Resiko tinggi gangguan perufsi jaringan perifer berhubungan
dengan penurunan suplay O2 ke jaringan tubuh
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
perfusi jaringan pasien membaik
Kriteria Hasil :
• Terpeliharanya dan meningkatnya tingkat kesadaran
• Menampakkan stabilitas tanda vital
• tidak ada tanda-tanda sianosis
• akral hangat
40

Intervensi keperawatan Rasional


Pantau perubahan Perfusi serebral sangat
kesadaran/keadaan mental yang dipengaruhi oleh curah jantung di
tiba-tiba seperti bingung, samping kadar elektrolit dan
letargi, gelisah, syok. variasi asam basa, hipoksia atau
emboli sistemik.
Pantau tanda-tanda sianosis, Penurunan curah jantung
kulit dingin/lembab dan catat menyebabkan vasokonstriksi
kekuatan nadi perifer. sistemik yang dibuktikan oleh
penurunan perfusi perifer (kulit)
dan penurunan denyut nadi.
Pantau fungsi pernapasan Kegagalan pompa jantung dapat
(frekuensi, kedalaman, kerja menimbulkan distres pernapasan.
otot aksesori, bunyi napas) Di samping itu dispnea tiba-tiba
atau berlanjut menunjukkan
komplokasi tromboemboli paru.
Pantau fungsi gastrointestinal Penurunan sirkulasi ke
(anorksia, penurunan bising mesentrium dapat menimbulkan
usus, mual-muntah, distensi disfungsi gastrointestinal
abdomen dan konstipasi)
Pantau asupan caiaran dan Asupan cairan yang tidak
haluaran urine, catat berat jenis. adekuat dapat menurunkan
volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap
perfusi dan fungsi ginjal dan
organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrsi
dan fungsi ginjal.
Kolaborasi pemeriksaan Penting sebagai indikator
laboratorium (gas darah, BUN, perfusi/fungsi organ.
kretinin, elektrolit)
41

Kolaborasi pemberian agen • Heparin dosis rendah


terapeutik yang diperlukan: mungkin diberikan mungkin
• Hepari / Natrium Warfarin diberikan secara profilaksis
(Couma-din) pada klien yang berisiko
• Simetidin (Tagamet), tinggi seperti fibrilasi atrial,
Ranitidin (Zantac), kegemukan, anerisma
Antasida. ventrikel atau riwayat
• Trombolitik (t-PA, tromboplebitis. Coumadin
Streptokinase) merupakan antikoagulan
jangka panjang.
• Menurunkan/menetralkan
asam lambung, mencegah
ketidaknyamanan akibat
iritasi gaster khususnya
karena adanya penurunan
sirkulasi mukosa.
• Pada infark luas atau IM
baru, trombolitik merupakan
pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA)
untuk memecahkan bekuan
dan memperbaiki perfusi
miokard.
2.2.3.10 Resiko tinggi ketidak patuhan pengobatan berhubungan
dengan kondisi penyakit yang progresif
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
pasien mengatakan paham dan mengikuti program pengobatan
Kriteria Hasil :
• mengungkapkan niat untuk memenuhi pengobatan yang
dianjurkan setelah pulang, mengidentifikasi sumber-sumber
42

pendukung untuk membantu kepatuhan dan menyebutkan


potensial komplikasi ketidakpatuhan.
Intervensi keperawatan Rasional
Identifikasi faktor yang dapat secara tebuka memaparkan
memprediksi ketidakpatuhan kendala terhadap kepatuhan
dapat mengurangi
ketidakpatuhan
Tekankan pentingnya mentaati memberikan motivasi dalam
program pengobatan dan program pengobatan yang sering
memberitahu tenaga kesehatan untuk mentaati rutinitas yang
bila tak mampu melakukanya kadang-kadang kompleks
Tekankan bahwa peningkatan tidak adanya gejala sering
tekanan intraokular bisa saja mendorong ketidakpatuhan
tanpa gejala
Diskusikan efek kehilangan menekankan dampak potensial
penglihatan atau kebutaan klien kehilangan penglihatan pada
pada anggota keluarga dan orang orang pendukung klien dan
terdekat mendorong kepatuhan pasien
Libatkan anggota keluarga dan anggota keluarga dan orang
orang terdekat dalam sesi terdekat dapat mengerti ganguan
penyuluhan, dengan tepat dan program pengobatan
sehingga membantu klien
mencapai kepatuhan
Diskusikan strategi untuk melibatkan klien dalam
memperbaiki kepatuhan perencanaan program
program pengobatan pengobatan dan membantu
menjamin kepatuhan
Tekankan bahwa akhirnya menekankan kemampuan
semua adalah pilihan dan pengambilan keputusan dan
tanggung jawab klien untuk tanggung jawab klien dapat
mentaati rencana pengobatan menguatkan perasaan control
dan penentuan diri
43

2.2.3.11 Resiko tinggi kelebihan volume cairan berhubungan dengan


penurunan perfusi ginjal; peningkatan natrium/retensi air;
peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein
plasma.
Tujuan :
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ... x 24 jam, maka
tanda-tanda kelebihan volume cairan tidak terjadi dan BB pasien
dalam keadaan stabil
Kriteria Hasil :
• tidak terjadi oedema pada ekstermitas
• BB dalam batas normal / tidak terjadi peningkatan signifikan
• intake output cairan dalam batas normal
• haluran urin dalam batas normal
• pasien mengungkapkan tidak terjadi hambatan dalam aktivitas
Intervensi keperawatan Rasional
Auskultasi bunyi napas terhadap Indikasi terjadinya edema paru
adanya krekels. sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Pantau adanya DVJ dan edema Dicurigai adanya GJK atau
anasarca kelebihan volume cairan
(overhidrasi)
Hitung keseimbangan cairan dan Penurunan curah jantung
timbang berat badan setiap hari mengakibatkan gangguan perfusi
bila tidak kontraindikasi. ginjal, retensi natrium/air dan
penurunan haluaran urine.
Keseimbangan cairan positif yang
ditunjang gejala lain (peningkatan
BB yang tiba-tiba) menunjukkan
kelebihan volume cairan/gagal
jantung.
44

Pertahankan asupan cairan total Memenuhi kebutuhan cairan


2000 ml/24 jam dalam batas tubuh orang dewasa tetapi tetap
toleransi kardiovaskuler. disesuaikan dengan adanya
dekompensasi jantung.
Kolaborasi pemberian diet rendah Natrium mengakibatkan retensi
natrium. cairan sehingga harus dibatasi.
Kolaborasi pemberian diuretik Diuretik mungkin diperlukan
sesuia indikasi (Furosemid/Lasix, untuk mengoreksi kelebihan
Hidralazin/ Apresoline, volume cairan.
Spironlakton/ Hidronolak-
ton/Aldactone)
Pantau kadar kalium sesuai Hipokalemia dapat terjadi pada
indikasi terapi diuretik yang juga
meningkatkan pengeluaran
kalium.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Menurut Potter dan Perry (2009) proses implementasi keperawatan
terdiri dari 5 tahap, yaitu: mengkaji ulang pasien, menelaah dan
memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mengidentifikasi bidang
bantuan, mengimplementasi intervensi keperawatan, dan
mengkomunikasikan intervensi keperawatan.
2.2.5 Evaluasi
Menurut Potter dan Perry (2009) langkah-langkah evaluasi terdiri dari
pengumpulan data-data perkembangan pasien, mengintrepetasikan
perkembangan pasien, membandingkan data keadaan sebelum dan
sesudah dilakukan tindakan dengan kriteria pencapaian tujuan yang
ada telah ditetapkan, mengukur dan membandingkan perkembangan
pasien dengan standar normal yang berlaku. Setelah melakukan
evaluasi keperawatan tahap selanjutnya adalah mencatat hasil tindakan
keperawatan ke dalam dokumentasi asuhan keperawatan.
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Data Pasien


Nama : Ny. M
Usia : 42 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Alamat : Anjul Gempol Rt 09/03 Karawang Barat
Diagnosa Medis : STEMI Anterior dengan Syok Kardiogenik Late onset
(10 hari), Interventrikular Septum Ruptur
Tanggal Masuk RS : 31/01/2022 pukul 12:00 WIB
Tanggal Masuk ICVCU : 31/01/2022 pukul 18:00 WIB
Tanggal Pengkajian : 04/02/2022 pukul15:00 WIB

3.2 Pengkajian Primer


3.2.1 Airway: Pasien compos mentis, tidak ada sumbatan jalan napas baik parsial maupun total
3.2.2 Breathing: Terpasang nasal kanul 3 l/pm, RR 37x/menit, SpO2 99%, pergerakan dada
simetris, dan tidak menggunakan otot bantu pernapasan
3.2.3 Circulation:Tekanan darah75/52 mmHg (MAP 70 mmHg), nadi 111x/m, capillary refill
time 2 detik, dan akral hangat. Pasien terpasang kateter IABP di arteri femoralis dextra
dengan trigger ECG, Frequency Ratio 1:1, Augmentasi maksimal. Pasien terpasang
infus NaCl 0,9% 500 cc/24jam, Dobutamin 7 mcg/KgBB/menit, Pantoprazole 8 mg/jam
dan Lasix 20mg/jam

3.3 Pengkajian Sekunder


3.3.1 Keluhan Utama
Pasien mengeluh nyeri dada sudah berkurang, nyeri hilang timbul, kadang-kadang
terasa seperti tertekan dan terasa pegal sampai ke tangan kiri dengan skala nyeri 3.

45
46

3.3.2 Riwayat Kesehatan Saat Ini


Pasien mengeluh nyeri dada hebat pada tanggal 20/1/2022 pukul 09:00 WIB dan dibawa
ke rumah sakit Karawang. Saat di RS pasien diberikan ISDN 5 mg (SL), CPG 300 mg
(po), aspilet 320 mg (po), oksigen 3 lpm nasal kanul, dan sudah terpasang infus RL 20
tpm pukul 10.10 WIB. Pasien dibawa ke IGD RSJPDHK dengan ambulance pada
tanggal 31/01/2022 dan mengeluh nyeri dada hebat seperti ditekan menjalar ke
punggung dan tangan kiri dengan skala nyeri 8. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan
dan pegal sudah dari kemarin sore, namum dibiarkan dan diistirahatkan. Pasien nyeri
dada disertai sesak nafas. TTV awal datang TD 121/70 mmHg, nadi 119x/m, RR 30x/m,
Suhu 37, dan saturasi 99%. Saat di IGD, diberikan terapi CPG 300 mg (po), simvastatin
20 mg (po), captopril 6,25 mg (po), lasix 40 mg, laxadine 1 cth (po), NTG start 20
mcg/menit.

Pada saat pasien di ruangan kateterisasi, dilakukan rekanulasi dengan menggunakan GC


EBU 3.5/6F. Namun terasa ada hambatan saat kateter dimasukkan kedalam sheat.
Dilakukan grafi tampak spasme arteri radialis. Diberikan NTG 200 mcg. Kesimpulan
hasil tindakan post POBA di mid LAD pada CAD 1 VD , syock kardiogenik , Stemi
anterior, IVS rupture. Saat pemeriksaan di RSJPDNHK pasien baru ketahuan jika IVS
nya sudah rupture

Saat pengkajian di ICVCU, pasien compos mentis dan mengatakan nyeri dada sudah
berkurang, nyeri hilang timbul, kadang-kadang terasa seperti tertekan dan terasa pegal
sampai ke tangan kiri dengan skala nyeri 3. Pasien mengeluh lemas, merasa lelah saat
beraktivitas seperti saat makan atau minum. Pasien terpasang oksigen 3 lpm nasal
kanul, IABP di arteri femoralis communis dextra, dan vena dalam di vena jugularis line
dengan NaCl 0,9% 500 cc/24 jam, dobutamin 7 mcg/KgBB/menit, pantoprazole
8mg/jam dan lasix 20 mg/jam

3.3.3 Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Pasien mengatakan baru kali ini mengalami nyeri dada sehebat ini. Pasien mengatakan
sudah 2 tahun riwayat hipertensi

3.3.4 Riwayat Kesehatan Keluarga


Pasien mengatakan bahwa tidak tahu apakah ada keturunan penyakit degeneratif
47

3.3.5 Riwayat Alergi


Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat dan makanan.

3.3.6 Faktor Risiko


Pasien mengatakan ada riwayat hipertensi dari bapaknya

3.3.7 Riwayat Pekerjaan


Saat ini pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga,pasien pernah bekerja sebagai
karyawan swasta

3.3.8 Pola Aktivitas dan Istirahat


Pasien sehari-hari beraktivitas mengurus keluarga dan pekerjaan rumah sebagai ibu
rumah tangga. Pasien jarang tidur siang dan kadang-kadang suka terbangun saat malam
hari. Saat sakit masuk rumah sakit pasien merasa lemas saat beraktivitas seperti makan
atau minum

3.3.9 Pola Eliminasi


Saat ini pasien menggunakan folley catheter tanggal 31 /1 /2022 urine output 1800 cc/24
jam, diuresis 1,36 cc/kgBB/24 jam, dan balance cairan -20 cc/24 jam. Urine berwarna
kuning jernih. Pasien BAB 1x/1-2 hari dengan konsistensi lembek.

3.3.10 Pola Makan dan Minum


Pasien sehari-hari makan makanan yang dimasak sendiri. Pasien mengatakan sering
makan makanan bersantan dan berminyak. Berat badan pasien saat ini 60 kg, pasien
mengatakan tidak ada perubahan BB yang drastis saat dirawat. Pengkajian Malnutrition
Screening Tool: Skor 0.

3.3.11 Keamanan dan Nyeri


a. Pasien tidak mengalami demam, suhu pasien 36,8 ∘C.
b. Pengkajian Risiko Jatuh (Morse Fall Scale/MPS)
Skor 35 (risiko jatuh sedang): Pasien dipasang pengaman tempat tidur, diberikan sticker
kuning (fall risk)
c. Pengkajian Nyeri
1) Provocative: Saat ini pasien merasa nyeri dada hilang timbul, kadang nyeri saat
batuk atau bergerak. Saat diistirahatkan pasien mengatakan nyerinya hilang.
48

2) Quality: Jika nyerinya muncul, terasa seperti tertekan dan pegal


3) Region: Nyeri yang dirasakan sekitar di bawah leher hingga ulu hati dan terasa
hingga ke tangan kiri.
4) Severity/ Scale: Skala nyeri 3 (1-10)
5) Time: Waktu yang dirasakan nyeri tidak menetap, hanya beberapa menit dan hilang
dengan posisi yang nyaman dan beristirahat.

3.3.12 Pemeriksaan Fisik


a. Kesadaran: Composmentis,
GCS E4 M6 V5 (15)
3.3.13 BB/TB : 60 kg/150cm
3.3.14 TTV saat pengkajian: TD75/52 mmHg (MAP 70 mmHg), nadi 111x/m, RR 30x/menit,
SpO2 99%, capillary refill time 2 detik, dan akral hangat.
3.3.15 Head to Toe
1) Kepala: Pasien mengatakan tidak pernah mengalami trauma di kepala. Rambut dan
kulit kepala tampak bersih.
2) Wajah: Pasien terlihat tenang dan kooperatif
3) Mata: Tidak terlihat anemis
4) Hidung: Tidak ada sekret,tidak ada polip, tidak ada pernapasan cuping hidung
,terpasang nasal kanul 3 l/mnt
5) Bibir: Tidak tampak sianosis, mukosa lembab, tidak ada perdarahan gusi
6) Leher: Tidak tampak pembesaran kelenjar tyroid dan deviasi trachea, arteri karotis
teraba kuat, JVP 5+2 cmH2O
7) Thoraks
a) Kardio
Inpeksi: tidak tampak pembuluh darah di dada, tampak iktus cordis di ICS 5
midclavikula sinistra
Palpasi: iktus cordis teraba
Perkusi: pekak
Auskultasi: BJ 1 dan BJ 2 terdengar regular, tidak terdengar murmur ataupun
gallop
b) Pulmo
Inspeksi: RR 37x/menit, pergerakan dada simetris, dan tidak menggunakan otot
bantu pernapasan,
49

Palpasi: tidak teraba krepitasi


Perkusi: terdengar resonan
Auskultasi: vesikuler, ronchi -/-, wheezing -/-
Pasien mengeluh sedikit sesak
8) Abdomen
Inspeksi: supel, tidak terdapat asites
Auskultasi: bising usus ada 12 kali/menit
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
Perkusi: tympani
9) Ekstremitas
Inspeksi: tidak terlihat sianosis, tidak ada edema ektremitas
Palpasi: CRT 2 detik, teraba kuat nadi di dorsalis pedis, ulnaris dan radialis, akral
hangat, terpasang IABP di femoral kanan terfiksasi dengan baik tidak tampak
adanya hematom.
Nilai tonus otot:
5555 5555
5555 5555

10) Genetalia
Terpasang folley catheter. Genetalia tidak ada lecet dan tampak bersih.
3.3.16 Pemberian Terapi

Nama Obat Dosis Rute Pemberian

Simvastatin 1x20 mg Oral


Spironolactone 1x25 mg Oral
Captopril 3x62.5mg Oral
Diazepam 1x5mg Oral
Laxadin syrup 1x1C Oral
Cefixime 2x200 mg Oral
Inpepsa syr 3xC1 Oral
Dobutamin 3mcg/kgBB/menit IV via syrine pump
Lasix 20 mg/jam IV via syring pump
Pantoprazole 40 mg/8 jam IV via syring pump
50

3.3.17 Pemeriksaan Diagnostik


a. Hasil Laboratorium

31/01/22 02/02/22 04/02/22 05/02/22 Nilai Rujukan


Pemeriksaan
Jam 15.17 Jam 07:18 Jam 08:27 Jam 06:37
JANTUNG
CK-Mb 15 - - - < 25 U/L
Troponin T 295 - - - < 14 mg/L
LIPID
Cholesterol Total - 132 - - > = 240 : High
Kolesterol LDL 99 < 100 : Optimal
- - -
Direk 160 – 189 : High
20 < 40 Low
Kolesterol HDL - - -
>60 High
112 < 150 mg/dL
Trigliserida - - -
Normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin - - - 9,3 12.0 – 14.7 g/dL
Leukosit - - - 12.450 3170 – 8400 /uL
Trombosit - - - 192 167 – 390 ribu/uL
Hematokrit - - - 28,4 35.2 – 46.7 %
MCV - - - 92.5 87.1 – 102.4 fL
MCH - - - 30.3 26.8 – 32.4 pg
FUNGSI GINJAL

Ureum - 12.60 - 42.60


44,60 37.80
- mg/dL
BUN - 21,0 18.0 6.0 - 20.0 mg/dL

Kreatinin - 0,77 0.73 0.51 – 0.95 mg/dL


-
- 96 102 >=90 : Normal
eGFR
Gula Darah > = 200 Diabetes
- - -
Sewaktu (POCT) 152 Melitus
ELEKTROLIT

Natrium - - 133 - 136 – 145 mmol/L


51

Kalium - - 3.6 - 3.5 – 5.1 mmol/L


Clorida - - 96 - 98 – 107 mmol/L
Kalsium Total - - 1.90 - 2.15 – 2.50 mmol/L
Magnesium - - 2.1 - 1.6 – 2.6 mg/dL

INFEKSI / INFLAMASI

CRP - - 68 - < 5 mg / dL

Procalcitonin - - 0.22 < 0.05 : Normal

HBsAg - Non Reaktif Non Reaktif


Anti HIV - Non Reaktif Non Reaktif
Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif
URIN
Warna/kejerniha - Kuning/Keru Kuning / Jernih
- -
n h
Keton - - Negatif - Negatif
Nitrit - - Negatif - Negatif
Urobilinogen - - <2 - <2 mg d/L
Bilirubin - - Negatif - Negatif

b. Laporan Tindakan POBA


Tanggal 04 februari 2022
Dari hasil pemeriksaan coronary angiografy di dapatkan hasil
LM : normal
LAD : total oklusi di mid (trombus grade V) TIMI 0
LCx : normal
RCA : dominan normal
PCI LAD : kesimpulan hasil tindakan post POBA di mid LAD pada CAD 1 VD , IVS
ruptur.

c. Laporan Echokardiografi
Echo Tanggal 02 Februari 2022
(On Dobutamin 5 Mcg/kg/menit)
Tekanan Darah 99 / 61 mmHg (MAP69)
Heart Rate 116 x/menit
IVC 20/17 eRAP 8 LVOT VTI 13 SV 40,80 CO 4,7 SVR 1038
52

PvAccT 121 mPAP 24 RVOT 20 peak E 93,4 e Lat 12,5 e’med 7,73
PCWP 13 EF 38% TAPSE 12 TR moderate, TR V max 3,0 m/s, TVG 35
mmHg MR mild VSD L-R shunt. Diameter 0,7 cm Akinetik di apikal, mid
inferoseptal, hipokinetik di mid anterior, mid inferior, mid anteroseptal, mid
inferolateral B lines ++ / ++
d. Radiologi
Di Rontgen Thorax Pada Tanggal 02 Februari 2022

Hasil :
Ro. Thorax AP Supine
Cor : Ukuran kesan membesar ke kiri, CTR > 50 %, Trakea di tengah hillus kanan
dan kiri tidak menebal, Tampak infiltrat di lapangan kedua paru,
Sinus kostofrenikus kanan dan kiri lancip. Diafragma kanan dan kiri licin
Tulang-tulang dan jaringan lunak kesan baik
Kesan :
Cardiomegali
Infiltrat di lapang kedua paru
53

e. Elektrokardiogram
EKG dilakukan pada Tanggal 1 Februari 2022

Sinus : Takikardi
Irama : Reguler / teratur
Heart Rate :125 x/menit
Gelombang P : Gel P diikuti QRS gelombang T, Lebardurasi Gel P = 0,08 detik,
Tinggi durasi Gel P= 0,2 mV
PR Interval :0,16 detik
Gelombang QRS : Sempit, Lebar Gel QRS = 0,12 detik
Axis : Axis Jantung LAD ( Positif di lead I, Negatif di lead AvF)
Gelombang ST : ST Elevasi di Lead V1 sampai V6
Intepretasi EKG : STEMI Anterolateral di Lead V1 sampai V6
54

3.4 Analisa Data


No Data Masalah Etiologi
1. Subjektif: Nyeri akut Agen pencedera
Pasien mengeluh nyeri dada sudah fisiologis
berkurang, nyeri hilang timbul (Iskemia)

Objektif:
− P: Saat ini pasien merasa nyeri dada
hilang timbul, kadang nyeri saat
aktivitas seperti mengambil gelas
atau bergerak. Saat diistirahatkan
pasien mengatakan nyerinya hilang.
− Q : Jika nyerinya muncul, terasa
seperti tertekan dan pegal
− R : Nyeri yang dirasakan sekitar di
bawah leher hingga ulu hati dan
terasa hingga ke tangan kiri.
− S : Skala nyeri 3 (1-10)
− T : Waktu yang dirasakan nyeri tidak
menetap, hanya beberapa menit dan
hilang dengan posisi yang nyaman
dan beristirahat.
− TTV:
TD : 75/52 mmHg
HR : 111x/menit
RR : 37x/menit
T : 36 C
SpO2 : 99 %
2. Subjektif: Penurunan Penurunan
− Pasien mengeluh merasa lemas Curah Kontraktilitas
Objektif: Jantung Miokard
− Tekanan darah 75/52 mmHg (MAP
70 mmHg), nadi 111x/m, RR 37
x/menit, SpO2 99%,
− capillary refill time 2 detik,
− Akral hangat.
− Pasien terpasang nasal canul 3 Lpm,
terpasang IABP dengan trigger ECG,
ratio 1:1, augmentasi maksimal
− Pasien terpasang infus NaCl 0,9%
500 cc ,
− Terpasang Dobutamin 7
mcg/KgBB/menit
− Hasil EKG : Sinus Takikardi dengan
STEMI anterolateral, Axis LAD
− Hasil Ro Thorax : Kardiomegali
55

− Hasil echokardiografi:
IVC 20/17, eRAP 8, SV 40.80, CO
4.7, SVR 1038, PCWP 13, EF 38%,
TAPSE 12, TR moderate, TR V max
3.0 m/s
3. Subjektif: Intoleransi Kelemahan
Pasien mengeluh merasa lemas saat Aktivitas
beraktivitas seperti saat makan atau
minum

Objektif:
− Tekanan darah 75/52 mmHg (MAP
70 mmHg), Nadi 111x/m, RR 37
x/menit, SpO2 99%, capillary refill
time 2 detik, dan akral hangat.
− Pasien tampak lemah, Aktivitas
dibantu perawat,

4. Subjektif: Resiko Prosedur


− Pasien mengeluh merasa lemas Perfusi Endovaskular
Objektif: Jaringan
− Tekanan darah 75/52 mmHg (MAP Perifer
70 mmHg), nadi 111x/m, RR 37 Tidak
x/menit, SpO2 99%, Efektif
− capillary refill time 2 detik,
− Akral hangat.
− Pasien terpasang kateter IABP di
arteri femoralis dextra dengan trigger
ECG, ratio 1:1, augmentasi
maksimal

3.5 Diagnosis Keperawatan


3.5.1 Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (iskemia)

3.5.2 Penurunan curah jantung b.d penurunan kontraktilitas miokard

3.5.3 Intoleransi aktifitas b.d kelemahan

3.5.4 Resiko Penurunan Perfusi Jaringan Perifer b.d prosedur endovaskuler


56

3.6 Intervensi Keperawatan


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Dx (SDKI) (SLKI) (SIKI)
D 0077 Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen nyeri
pencedera fisiologis asuhan keperawatan Observasi :
(iskemia) selama 3x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
DS : diharapkan nyeri karakteristik, durasi,
Pasien mengeluh nyeri berkurang dengan frekuensi, intensitas dan
dada sudah berkurang, kriteria hasil : kualitas nyeri
nyeri hilang timbul Tingkat nyeri : 2. Identifikasi skala
1. Melaporkan nyeri
DO : keluhan nyeri 3. Identifikasi respon
− P: Saat ini pasien menurun nyeri non verbal
merasa nyeri dada 2. Tidak tampak 4. Identifikasi faktor
hilang timbul, ekspresi meringis yang memperberat
kadang nyeri saat 3. Tidak gelisah dan memperngan
aktivitas seperti Kontrol nyeri : nyeri
mengambil gelas 1. Melaporkan nyeri 5. Identifikasi
atau bergerak. Saat terkontrol pengetahuan dan
diistirahatkan pasien 2. Mampu keyakinan tentang
mengatakan nyerinya mengenali nyeri
hilang. onset nyeri 6. Identifikasi pengaruh
− Q : Jika nyerinya 3. Mampu budaya terhadap
muncul, terasa mengenali respon nyeri
seperti tertekan dan penyebab nyeri 7. Identifikasi pengaruh
pegal 4. Mampu budaya terhadap
− R : Nyeri yang menggunakan kualitas hidup
dirasakan sekitar di tehnik 8. Monitor
bawah leher hingga farmakologi keberhasilan terapi
ulu hati dan terasa 5. Keluhan komplementer yang
hingga ke tangan kiri. nyeri sudah diberikan
− S : Skala nyeri 3 (1- berkurang 9. Monitor efek
10) samping penggunaan
− T : Waktu yang analgetik
dirasakan nyeri tidak
menetap, hanya Terapeutik
beberapa menit dan 1. Berikan tehnik
hilang dengan posisi nonfarmakologi untuk
yang nyaman dan mengurangi nyeri
beristirahat. 2. Kontrol lingkungan
− EKG: yang mempengaruhi
Sinus Takikardi rasa nyeri
dengan STEMI 3. Fasilitasi istirahat dan
Anterolateral di Lead tidur
V1 sampai V5, LAD 4. Pertimbangka
n jenis dan sumber
axis, tidak tampak
nyeri dalam pemilihan
hipertropi
− TTV:
57

TD : 75/52 mmHg strategi meredakan


HR : 111x/menit nyeri
RR : 37x/menit Edukasi
T : 36 C 1. Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Ajarkan tehnik
nonfarmakologi
untuk mengurangi
rasa nyeri

Kolaboratif
1. Kolaborasi
pemberian analgetik
jika diperlukan
D.0008 Penurunan curah jantung Setelah dilakukanObservasi
b.d penurunan asuhan keperawatan 1. Identifikasi gejala
kontraktilitas miokard selama 3x24 jam penurunan curah
DS diharapkan masalah jantung
− Pasien mengeluh penurunan curah 2. Monitor tekanan
merasa lemas saat jantung dapat teratasi darah
beraktivitas seperti dengan kriteria hasil : 3. Monitor keluhan
saat makan atau 1. Kekuatan nadi nyeri dada
minum perifer (3) sedang 4. Monitor nilai
DO : 2. Takikardi (3) laboratorium
− Tekanan darah 75/52 sedang
mmHg (MAP 70 3. Tekanan darah Terapeutik
mmHg), nadi (4) cukup 1. Posisikan pasien semi
111x/m, RR 37 membaik fowler atau fowler
x/menit, SpO2 99%, dengan kaki kebawah
capillary refill time 2 atau posisi nyaman
detik, dan akral 2. Fasilitasi pasien dan
hangat. keluarga untuk
− Pasien terpasang modifikasi gaya
nasal canul 3 Lpm, hidup sehat
terpasang IABP
dengan trigger ECG, Kolaborasi
ratio 1:1, augmentasi 1. Kolaborasi pemberian
maksimal anti aritmia
− Pasien terpasang
Dobutamin 7
mcg/KgBB/menit
dan Lasix 20mg/jam,
− Hasil
echokardiografi:
58

SVR 1038, PCWP


13, EF 38%, TAPSE
12, TR moderate, TR
V max 3.0 m/s
D.0058 Intoleransi aktifitas b.d Setelah dilakukan Observasi
kelemahan asuhan keperawatan 1. Identifikasi gangguan
DS : selama 3x24 jam fungsi tubuh yang
- Pasi mengeluh merasa diharapkan toleransi mengakibatkan kelelahan
lemas saat aktifitas membaik 2. Monitor kelelahan fisik
beraktivitas seperti dengan kriteria hasil dan emosional
1. Frekuensi nadi 3. Monitor pola dan jam
saat makan atau
normal tidur
minum 2. Saturasi 4. Monitor lokasi dan
oksigen ketidaknyamanan selama
DO :
meningkat melakukan aktivitas
− Pasien tampak
3. Perasaan
lemah, Aktivitas
lemah Terapeutik
dibantu perawat
menurun 1. Sediakan lingkungan
4. Aritmia saat nyaman dan rendah
aktivitas: stimulus
menurun 2. Lakukan
5. Aritmia setelah latihanrentang gerak
aktivitas : pasif atau aktif
menurun 3. Berikanaktivitas
6. Tekanan darah distraksi yang
membaik menenangkan
7. Frekuensi 4. Fasilitas duduk disisi
nafas tempat tidur
membaik
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
2. Anjurkan melakukan
aktivitas secara
bertahap
3. Ajarkan strategi
koping

D. 0015 Resiko perfusi perifer Setelah dilakukan Observasi


tidak efektif asuhan keperawatan 1. Periksa sirkulasi perifer
berhubungan dengan selama 3x24 jam 2. Identifikasi faktor resiko
prosedur endovaskular diharapkan masalah 3. Monitor panas,
Resiko perfusi perifer
kemerahan, nyeri, atau
DS : Pasien mengeluh tidak efektif dapat
merasa lemas saat teratasi dengan kriteria bengkak pada
beraktivitas hasil : ekstremitas
1. Kekuatan nadi 4. Monitor status hidrasi
DO : perifer (3) sedang 5. Monitor status
- Terpasang kateter 2. Warna kulit pucat hemodinamik
IABP di Arteri (5) Menurun
59

Femoralis Sinistra 3. Pengisian 6. Monitor efektivitas


dengan trigger ECG, Kapiler (3) Sedang terapi oksigen
ratio 1:1, augmentasi
maksimal Terapiutik
1. Hindari pemasangan
- Tekanan darah 75/52
infus atau pengambilan
mmHg (MAP 70
darah di area
mmHg), Nadi
keterbatasan perfusi
111x/m, RR 37
2. Lakukan pengukuran
x/menit, SpO2 99%,
tekanan darah pada
- Capillary refill time 2
ekstremitas dengan
detik
keterbatasan perfusi
- Akral hangat.
3. Catat intake dan output
4. Pertahankan kepatenan
jalan nafas

Edukasi
1. Anjurkan penggunaan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurun kolesterol, jika
perlu
2. Anjurkan menghindari
obat penyekat beta
3. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang
tepat
4. Anjurkan program rehab
vaskuler

Kolaborasi
1. Kolaborasi dalam
pemberian obat
analgesik atau
kortikosteroid jika perlu
2. Kolaborasi dalam
pemberian cairan
isotonis, hipertonis, dan
kolid jika perlu
3. Kolaborasi pemberian
dosis oksigen
3.7 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan
Tanggal Diagnosa Kriteria Hasil Implementasi Evaluasi
/ Jam Keperawatan
04 Feb Nyeri akut b.d Setelah dilakukan Manajemen nyeri S:
agen pencedera asuhan keperawatan Observasi : Pasien mengatakan
2022
fisiologis selama 3x24 jam 1. Mengidentifikasi lokasi, saat ini nyeri dada
Jam (iskemia) diharapkan nyeri karakteristik, durasi, berkurang, tidak ada
(SDKI D.0077) berkurang dengan frekuensi, intensitas dan pusing, maupun
10.00
kriteria hasil : kualitas nyeri mual
wib Tingkat nyeri : P : nyeri dirasakan saat O :
1. Melaporkan beraktivitas 1. Kesadaran
keluhan nyeri Q : Seperti tertekan dan composmentis
menurun GCS 15 (E : 4
pegal
M: 6 V: 5)
2. Tidak tampak R : Bawah leher ke ulu 2. Keadaan umum
ekspresi meringis hati dan ke lengan kiri lemah, dan
3. Tidak gelisah S:3 tampak tenang
T : Ketika beraktivitas 3. P: Saat ini
Kontrol nyeri : pasien merasa
1. Melaporkan 2. Mengidentifikasi skala
nyeri : 3 nyeri dada
nyeri terkontrol 3. Mengidentifikasi respon hilang timbul,
2. Mampu nyeri non verbal kadang nyeri
mengenali onset - Melakukan kontak saat aktivitas
nyeri mata, Intonasi suara, seperti
3. Mampu bahasa tubuh. Tapi mengambil
pada pasien mampu gelas atau
mengenali
melakukan persepsi bergerak. Saat
penyebab nyeri diistirahatkan
nyeri secara verbal
4. Mampu 4. Mengidentifikasi faktor pasien
menggunakan yang memperberat dan mengatakan
tehnik memperngan nyeri nyerinya hilang.
farmakologi - Nyeri Semakin berat 4. Q :Jika nyerinya
5. Keluhan nyeri apabila digunakan saat muncul, terasa
beraktivitas seperti tertekan
berkurang dan pegal
- Nyeri berkurang
apabila pasien istirahat 5. R : Nyeri yang
5. Megidentifikasi dirasakan
pengetahuan dan sekitar di bawah
keyakinan tentang nyeri leher hingga ulu
- Pasien belum hati dan terasa
mengetahui bagaimana hingga ke
cara mengurangi nyeri tangan kiri.
6. Mengidentifikasi 6. S : Skala nyeri 2
pengaruh budaya terhadap (1-10)
respon nyeri 7. T: Waktu yang
- Pasien mengatakan dirasakan nyeri
jika tidur dapat ketika
mengurangi nyeri

60
61

7. Monitor keberhasilan beraktivitas


terapi komplementer yang yang berat
sudah diberikan 8. TTV:
- Pasien mengatakan TD : 86/62 mmHg
nyeri berkurang HR : 115x/menit
8. Memonitor efek samping RR : 27x/menit
penggunaan analgetic Suhu : 35.9
- Memonitor adanya SpO2 : 99 %
Alergi obat
- Memonitor adanya mual, Pemberian Terapi :
muntah, dan pusing Paracetamol
3x500mg k/p
Terapeutik
1. Memberikan tehnik
nonfarmakologi untuk A : Masalah teratasi
mengurangi nyeri sebagian
- Mengajarkan teknik
relaksasi nafas dalam P : Lanjutkan
dan Teknik distraksi Intervensi
2. Mengontrol lingkungan 1. Manajemen
yang mempengaruhi rasa Nyeri
nyeri 2. Monitor skala
- Lingkungan yang
nyeri
nyaman tanpa adanya
jam besuk 3. Edukasi
3. Memfasilitasi istirahat dan mengenai Nyeri
tidur 4. Kolaborasi dalam
- Pasien mengatakan pemberian terapi
tidur tidak ada
gangguan
4. Mempertimbangkan jenis
dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi
1. Menjelaskan strategi
meredakan nyeri
- Dengan relaksasi nafas
dalam, dan teknik
distraksi
2. Menganjurkan memonitor
nyeri secara mandiri

Kolaboratif
1. Berkolaborasi pemberian
analgetik jika perlu
- Paracetamol 3x500 mg
K/P
62

4 Penurunan Setelah dilakukan Observasi S:


curah jantung asuhan keperawatan 1. Mengidentifikasi gejala − Pasien
Februari
b.d penurunan selama 3x24 jam penurunan curah mengatakan
2022 kontraktilitas diharapkan masalah jantung masih lemas
miokard penurunan curah 2. Memonitor tekananO:
Jam
(SDKI D.0008) jantung dapat teratasi darah − Tekanan darah
10.00 dengan kriteria hasil : 3. Memonitor keluhan 86/52 mmHg
1. Kekuatan nadi nyeri dada (MAP 63
wib
perifer (3) sedang 4. Memonitor nilai mmHg), nadi
2. Takikardi (3) laboratorium 106x/m, RR 28
sedang x/menit, SpO2
3. Tekanan darah (4) Terapeutik 100%, capillary
cukup membaik 1. Memposisikan pasien refill time < 2
semi fowler atau fowler detik, dan Akral
dengan kaki kebawah Hangat.
atau posisi nyaman − Posisi pasien
2. Memfasilitasi pasien semi fowler
dan keluarga untuk − Terpasang
modifikasi gaya hidup kateter IABP di
sehat arteri femoralis
Dextra dengan
Kolaborasi trigger ECG,
1. Berkolaborasi pemberian ratio 1:1,
obat Augmentasi
- Dobutamin 7 maksimal
mg/BB/menit − Pasien
terpasang
Dobutamin 7
mcg/KgBB/me
nit
- Hasil
Keseimbangan
cairan
Intake : 2652cc
Output : 3200 cc
Balance Cairan :
-548 cc

A:
Penurunan curah
jantung
P : Lanjutkan
intervensi
1. Monitor status
Hemodinamik
(Target Balance
Cairan -1000 s/d –
2000 cc)
63

2. Atur posisi
senyaman
mungkin
3. Kolaborasi
dalam
pemberian obat
4. Rencana IVS
Clossure
(Masih
dijadwalkan)
4 Intoleransi Setelah dilakukan Manajemen energi tindakan S:
aktifitas b.d asuhan keperawatan Observasi Pasien mengeluh
februari
kelemahan selama 3x24 jam 1. Mengidentifikasi gangguan merasa lemas saat
2022 (SDKI D. diharapkan toleransi fungsi tubuh yang beraktivitas seperti
0058) aktifitas membaik mengakibatkan kelelahan saat makan atau
Jam
dengan kriteria hasil minum
2. Memonitor kelelahan fisik
10.00 1. Frekuensi nadi
dan emosional
normal O:
wib 3. Memonitor pola dan jam
2. Saturasi oksigen
tidur − Tekanan darah
meningkat 86/52 mmHg
4. Memonitor lokasi dan
3. Perasaan lemah (MAP 63
ketidaknyamanan selama
menurun mmHg), Nadi
melakukan aktivitas
4. Aritmia saat 106x/m, RR 28
aktivitas x/menit, SpO2
Terapeutik
:menurun 100%
1. Menyediakan lingkungan
5. Aritmia setelah
nyaman dan rendah − capillary refill
aktivitas : time 2 detik,
stimulus
2. Melakukan latihanrentang − Akral hangat.
menurun
6. Tekanan darah
gerak pasif atau aktif − Pasien tampak
membaik lemah,
3. Memberikan aktivitas
7. Frekuensi nafas Aktivitas
distraksi yang
membaik dibantu perawat
menenangkan
4. Memfasilitasi duduk disisi A:
tempat tidur Intoleransi aktifitas
P : Lanjutkan
Edukasi intervensi
1. Menganjurkan tirah baring 1. Identifikasi
2. Menganjurkan melakukan gangguan
aktivitas secara bertahap fungsi tubuh
3. Mengajarkan strategi yang
koping mengakibatkan
kelelahan
2. Monitor lokasi
dan ke
tidaknyamanan
selama
melakukan
aktivitas
64

3. Monitor
gambaran EKG
4. Berikan
aktivitas
distraksi yang
menengkan
5. Bantu aktifias
klien
6. Anjurkan tirah
baring
7. Kolaborasi
dalam
pemberian
terapi jika perlu
4 Resiko perfusi Setelah dilakukan Observasi S:
perifer tidak asuhan keperawatan 1. Memeriksa sirkulasi − Pasien
februari
efektif selama 3x24 jam perifer mengatakan
2022 berhubungan diharapkan masalah 2. Mengidentifikasi faktor masih lemas
dengan Resiko perfusi perifer O:
Jam resiko
prosedur tidak efektif dapat − Tekanan darah
10.00 endovaskular teratasi dengan kriteria 3. Memonitor panas,
86/52 mmHg
(SDKI D.0015) hasil : kemerahan, nyeri, atau (MAP 63
wib bengkak pada ekstremitas
1. Kekuatan nadi mmHg), nadi
perifer (3) sedang 4. Memonitor status hidrasi 106x/m, RR 28
2. Warna kulit pucat 5. Memonitor status x/menit, SpO2
(5) Menurun hemodinamik 100%,
3. Pengisian
6. Memonitor efektivitas − capillary refill
Kapiler (3) Sedang time < 2 detik,
terapi oksigen
− Akral Hangat.
Terapeutik − Posisi pasien
1. Menghindari pemasangan semi fowler
infus atau pengambilan − Terpasang
kateter IABP di
darah di area keterbatasan
arteri femoralis
perfusi Dextra dengan
2. Melakukan pengukuran trigger ECG,
tekanan darah pada ratio 1:1,
ekstremitas dengan Augmentasi
keterbatasan perfusi maksimal
3. Mencatat intake dan output − Pasien
terpasang
4. Mempertahankan
Dobutamin 7
kepatenan jalan nafas mcg/KgBB/me
nit
Edukasi
- Hasil
1. Menganjurkan penggunaan
Keseimbangan
obat penurun tekanan cairan
darah, antikoagulan, dan Intake : 2652cc
Output : 3200 cc
65

penurun kolesterol, jika Balance Cairan :


perlu -548 cc
2. Menganjurkan
menghindari obat penyekat A:
Penurunan curah
beta jantung
3. Menganjurkan melakukan P : Lanjutkan
perawatan kulit yang tepat intervensi
4. Menganjurkan program
rehab vaskuler 1. Monitor status
Hemodinamik
Kolaborasi (Target Balance
1. Berkolaborasi dalam Cairan -1000
pemberian obat analgesik s/d – 2000 cc)
atau kortikosteroid jika 2. Atur posisi
perlu senyaman
2. Berkolaborasi dalam mungkin
pemberian cairan isotonis, 3. Kolaborasi
hipertonis, dan kolid jika dalam
perlu pemberian obat
3. Berkolaborasi pemberian 4. Rencana IVS
dosis oksigen Clossure
(Masih
dijadwalkan)
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kasus Terkait dengan Faktor Risiko


Arterosklerosis merupakan penyebab utama terjadinya plak pada pembuluh darah
koroner, yang nantinya akan berpotensi untuk menyumbat aliran darah baik partial atau total.
Dari terbentuknya sumbatan tersebut aliran darah ke sirkulasi koroner ke miokard terhambat,
sehingga akan timbul keluhan angina yang tipikal dengan ST elevasi atau tanpa ST elevasi
inilah yang diklasifikasikan sebagai ACS. Ada beberapa faktor risiko dari ACS seperti faktor
yang dapat diubah (hiperlipidemia, hipertensi, diabetes) dan faktor yang tidak dapat diubah
(usia dan jenis kelamin). Pernyataan diatas sesuai dengan pasien yang Ny M dengan usia 42
tahun dan mempunyai riwayat penyakit hipertensi sudah 2 tahun. Selain itu Ny M sering
makan makanan bersantan dan berminyak. Ny M tidak pernah merasakan nyeri dada sehebat
ini.

4.2 Analisis Kasus Terkait dengan Klasifikasi Kategori ACS disertai Komplikasi IVS
Ruptur
Karakteristik utama Acute Coronary Sydrome (ACS) dengan STEMI ditandai dengan
adanya angina tipikal dan perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang didiagnosa untuk
infark miokard akut. Sebagian besar pasien ACS dengan STEMI mengalami peningkatan
biomarka jantung, sehingga akan berlanjut menjadi infark miokard tanpa elevasi segment
ST. Oleh karena itu pasien ACS dengan STEMI dapat segera mendapatkan terapi reperfusi
sebelum hasil pemeriksaan marka jantung tersedia. Acute Coronary Syndrome juga
menyebabkan syok kardiogenik, ini terjadi suatu keadaan yang diakibatkan oleh karena tidak
cukupnya curah jantung untuk mempertahankan fungsi alat-alat vital tubuh akibat disfungsi
otot jantung. Syok kardiogenik merupakan kondisi yang terjadi sebagai serangan jantung
pada fase terminal dari berbagai penyakit jantung. Berkurangnya ke aliran darah koroner
berdampak pada supply ke jaringan khususnya pada otot jantung yang semakin berkurang,
hal ini akan menyababkan iskemik miokard pada fase awal, namun bila berkelanjutan akan
menimbulkan injuri sampai infark miokard. Bila kondisi tersebut tidak tertangani dengan
baik akan menyebabkan kondisi yang dinamakan syok kardiogenik. Pada kondisi syok,
metabolisme yang pada fase awal sudah mengalami perubahan pada kondisi anaerob akan
semakin memburuk sehingga produksi asam laktat terus meningkat dan memicu timbulnya

66
67

nyeri hebat seperti terbakar maupun tertekan yang menjalar sampai leher dan lengan kiri.
Acute Coronary Syndrome juga lama kelamaan jika tidak tertangani maka akan
menyebabkan komplikasi, salah satunya adalah Interventrikular Septum Ruptur, yang mana
telah terjadi kerusakan pada dinding septum interventrikel dan menyebakan aliran pirau pada
jantung di ruang ventrikel.

Ruptur terjadi setelah infark full-thickness (transmural) dari septum ventrikel dan
dapat terjadi di lokasi anatomi mana pun. Infark yang melibatkan arteri kiri-anterior-
descending, koroner kanan dominan, atau arteri sirkumfleksa kiri dominan semuanya dapat
melibatkan cabang septum. Ruptur septum ventrikel tampaknya terjadi dengan frekuensi
yang sama pada infark anterior dan inferior/lateral. Infark anterior lebih mungkin
menyebabkan defek apikal dan infark inferior atau lateral lebih mungkin menyebabkan defek
basal pada sambungan septum dan dinding posterior. Terlepas dari lokasi, komunikasi yang
baru terbentuk menghasilkan pirau kiri ke kanan darah beroksigen dari ventrikel kiri (LV)
bertekanan tinggi ke ventrikel kanan (RV) bertekanan rendah. Presentasi klinis bervariasi
dari stabilitas hemodinamik lengkap hingga kolaps sirkulasi yang nyata tergantung pada
ukuran defek, adanya infark RV, iskemia RV yang sedang berlangsung, atau pemingsanan
RV karena kelebihan volume. Perburukan hemodinamik yang tidak dapat diprediksi adalah
hal yang normal pada sebagian besar pasien dalam beberapa hari dan minggu setelah VSR,
dan laporan tentang kelangsungan hidup jangka panjang yang tidak bergantung pada
pembedahan korektif sangat jarang.

Mekanisme konvensional ruptur septum melibatkan nekrosis koagulasi jaringan


iskemik dengan infiltrasi neutrofilik, yang akhirnya menyebabkan penipisan dan
melemahnya miokardium septum. Proses sub-akut ini membutuhkan 3-5 hari, kemungkinan
merupakan waktu tradisional yang dilaporkan dalam literatur bedah awal. Ruptur yang
terjadi dalam 24 jam setelah presentasi lebih mungkin karena diseksi hematoma intramural
atau perdarahan ke miokardium iskemik. Hal ini secara klasik terjadi karena stresor geser
fisik di perbatasan zona infark, dikombinasikan dengan segmen miokard jauh yang
hiperkontraktil. Secara klinis, hal ini paling sering terlihat pada infark inferior dengan VSR
yang dicatat pada septum basal inferior, berbatasan dengan septum tengah hiperdinamik
yang diperfusi oleh LAD. Ruptur septum ventrikel juga dapat muncul bersamaan dengan
komplikasi mekanis lainnya seperti aneurisma ventrikel, ruptur dinding bebas, atau ruptur
otot papiler.
68

Becker dan Mantgem mengklasifikasikan gambaran patologis dari ruptur dinding


bebas jantung (mirip dalam patofisiologi dan oleh karena itu dapat diterapkan pada VSR)
menjadi tiga jenis. Ruptur tipe I menunjukkan robekan yang tiba-tiba, seperti celah, dan
berhubungan dengan infark akut pada usia <24 jam. Ruptur tipe II menunjukkan erosi
miokardium yang mengalami infark, dan berkorelasi secara klinis dengan presentasi sub-
akut. Ruptur tipe III menunjukkan pembentukan aneurisma bersamaan dengan penipisan
septum yang signifikan dan ruptur berikutnya, suatu proses yang terkait dengan infark yang
lebih tua. Ruptur septum diklasifikasikan lebih lanjut sebagai sederhana atau kompleks.1
Ruptur sederhana memiliki hubungan langsung antara ventrikel kiri dan kanan, terjadi pada
tingkat yang sama di kedua bilik, sedangkan ruptur kompleks berlangsung serpigenous dan
lebih mungkin disebabkan oleh perdarahan dan robekan tidak teratur dalam septum nekrotik.

Letak anterior jantung yang memperdarahi LAD (Left Anterior Descending Artery).
LAD yang melintasi bagian depan dan bawah Septum, sehingga jantung tidak mendapat
aliran/nutrisi menyebabkan gangguan kontraktilitas jantung, tekanan di ventrikel kiri lebih
tinggi dari ventrikel kanan, sementara dinding sekat septum tersebut menjadi rapuh dan
ruptur akibat infark / kekurangan supplay.

Komplikasi IVS ruptur / VSD yang bukan karena kelainan kongenital, tetapi memang
akibat dari komplikasi Acute Coronary Syndrome sehingga terjadi gangguan hemodinamik
kemudian dipasang IABP untuk mencegah gangguan tersebut, Intervensi yang dilakukan
tidak langsung dilakukan PCI hanya dilakukan POBA(Percutaneus Ballon Angioplasty)
yang merupakan tindakan pelebaran pembuluh darah koroner yang mengalami penyempitan.
Terapi reperfusi harus segera dilakukan untuk pasien infark hal ini bertujuan agar infark
tidak semakin meluas dengan rentang waktu door to ballon < 90 menit. Ny. M dilakukan
rekanulasi dengan menggunakan GC EBU 3.5/6F.

Kesimpulan hasil tindakan post POBA di mid LAD pada CAD 1 Vessel Desease,
Syok kardiogenik, STEMI Anterior, IVS ruptur. Berdasarkan konferensi bedah rencana
selanjutnya pada pasien Ny. M akan dilakukan tindakan IVS Clossure.
69

4.3 Analisis Diagnosa Keperawatan


4.3.1 Nyeri Akut
Sumbatan secara partial ataupun total di aliran pembuluh darah koroner akan
menghambat aliran oksigen yang dibawa oleh hemoglobin menuju miokard. Padahal oksigen
sangat dibutuhkan untuk proses metabolisme aerob yang nantinya menghasilkan ATP yang
dibutuhkan otot untuk kontraksi, karena adanya sumbatan tersebut maka kompensasi tubuh
untuk memenuhi ATP di miokard dengan metabolisme anaerob. Sisa dari metabolisme
anaerob adalah laktat. Sehingga pada pasien ACS akan timbul nyeri dada yang khas.
Pernyataan diatas sesuai dengan data yang kami peroleh dari Ny M. Pasien mengeluh nyeri
dada sudah berkurang, nyeri hilang timbul, kadang-kadang terasa seperti tertekan dan terasa
pegal sampai ke tangan kiri dengan skala nyeri 3. Provocative: Saat ini pasien merasa nyeri
dada hilang timbul, kadang nyeri saat aktivitas seperti mengambil gelas atau bergerak. Saat
diistirahatkan pasien mengatakan nyerinya hilang. Quality: Jika nyerinya muncul, terasa
seperti tertekan dan pegal Region: Nyeri yang dirasakan sekitar di bawah leher hingga ulu
hati dan terasa hingga ke tangan kiri. Severity/ Scale: Skala nyeri 3 (1-10) Time: Waktu yang
dirasakan nyeri tidak menetap, hanya beberapa menit dan hilang dengan posisi yang nyaman
dan beristirahat. Dengan data tersebut maka kami menegakan diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia). Implementasi keperawatan berupa
observasi dengan mengidentifikasi nyeri, terapetik, edukasi dan kolaborasi

4.3.2 Penurunan Curah Jantung


Diagnosa keperawatan yang ditegakkan adalah penurunan curah jantung
berhubungan dengan perubahan irama jantung. Implementasi yang dilakukan yaitu
melakukan observasi identifikasi gejala penurunan curah jantung,monitor tekanan
darah,monitor keluhan nyeri dada. respon klien terhadap efek pengobatan kardiovaskular
serta kolaborasi pemberian antiaritmia

Sesuai dengan komplikasi yang mungkin muncul, pasien ini mengalami syok kardiogenik.
Intervensi yang dilakukan untuk mengurangi beban kerja jantung yaitu pemasangan IABP.
Saat di ICVCU, pasien sudah terpasang IABP dan hemodinamik mulai stabil. Tindakan
keperawatan yang perlu dilakukan yaitu pemantauan hemodinamik.

4.3.3 Intoleransi aktifitas


Diagnosa ketiga pada kasus ini adalah intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan. Implementasi yang dilakukan yaitu manajemen energi tindakan dengan
70

observasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan , monitor kelelahan fisik
dan emosional, monitor pola dan jam tidur klien. Terapetik dengan menyediakan lingkungan
nyaman dan rendah stimulus, melakukan latihan rentang gerak pasif atau aktif, memberikan
distraksi yang menenangkan. Memberikan edukasi dengan menganjurkan tirah baring,
menganjurkan melakukan aktifitas secara bertahap serta mengajarkan mekanisme koping.

4.3.4 Resiko perfusi jaringan perifer tidak efektif


Diagnosa keperawatan resiko yang ditegakkan adalah Resiko perfusi jaringan perifer
tidak efektif berhubungan dengan prosedur endovaskular. Pasien terpasang support device
IABP (Intra Aortic Ballon Pump) di arteri femoralis Dexstra dengan Triger ECG, Ratio 1:1
Augmentasi maksimal, dan telah dilakukan POBA (Percutaneus Ballon Angioplasty) Kesan
dari tindakan tersebut yaitu Interventrikular Septum Ruptur. Implementasi yang diberikan
Tahap Observasi Mengobservasi sirkulasi perifer, status hemodinamik dan hidrasi, serta
memonitor efektivitas terapi oksigen. Tahap Teraupetik Mencatat intake dan output,
mempertahankan kepatenan jalan nafas, Melakukan pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi. Tahap Kolaborasi dalam pemberian obat analgesik
dan kortikosteroid, Kolaborasi juga dalam pemberian cairan dan pemberian dosis oksigen
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Acute Coronary Sindrome (ACS) adalah sebuah kondisi yang melibatkan
ketidaknyamanan di dada atau gejala lain yang disebabkan oleh kurangnya
oksigen ke otot jantung (miokardium), serta adanya manifestasi atau gejala akibat
gangguan pada arteri koronaria. Faktor risiko dari ACS dapat klasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu faktor risiko yang dapat diubah seperti
hiperlipidemia, hipertensi, diabetes dan sindrom metabolik lainnya dan faktor
risiko yang tidak dapat diubah seperti usia dan jenis kelamin. Faktor - faktor risiko
tersebut sangat berpengaruh dalam proses terbentuknya aterosklerosis pada arteri
koroner. Klasifikasi ACS berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
elektrokardiogram (EKG), dan pemeriksaan marka jantung, ACS dibagi menjadi:
STEMI: ST segment elevation myocardial infarction, NSTEMI: non ST segment
elevation myocardial infarction, dan UAP: unstable angina pectoris.

Karakteristik utama Acute Coronary Sydrome (ACS) dengan STEMI ditandai


dengan adanya angina tipikal, perubahan EKG dengan gambaran elevasi di ST
segmen, dan peningkatan marka jantung. Karakteristik ini sesuai dengan pasien
Ny M dengan keluhan khas yaitu nyeri dada, pemeriksaan EKG menunjukan
adanya ST segmen elevasi di lead V1-V6, dan ditunjang dengan pemeriksaan
biomarka jantung Troponin T 295 ng/L. Dari hasil pemeriksaan diatas maka sudah
bisa dipastikan bahwa pasien ini mengalami infark di anterolateral, sehingga harus
segera dilakukan reperfusi dengan PPCI.

Komplikasi IVS ruptur / VSD yang bukan karena kelainan kongenital, tetapi
memang akibat dari komplikasi Acute Coronary Syndrome sehingga terjadi
gangguan hemodinamik kemudian dipasang IABP untuk mencegah gangguan
tersebut, Intervensi yang dilakukan tidak langsung dilakukan PCI hanya dilakukan
POBA(Percutaneus Ballon Angioplasty) yang merupakan tindakan pelebaran
pembuluh darah koroner yang mengalami penyempitan. karena akan dilanjutkan
ke CABG IVS Clossure. Letak anterior jantung yang memperdarahi LAD (Left

71
72

Anterior Descending Artery). LAD yang melintasi bagian depan dan bawah
Septum, sehingga jantung tidak mendapat aliran/nutrisi menyebabkan gangguan
kontraktilitas jantung, tekanan di ventrikel kiri lebih tinggi dari ventrikel kanan,
sementara dinding sekat septum tersebut menjadi rapuh dan ruptur akibat infark
/ kekurangan supplay.

Dari data diatas setelah perawatan hari ke-1, maka ditegakkan diagnosis
keperawatan, yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
(iskemik), penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama
jantung dan intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan, resiko perfusi
jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan prosedur endovaskular.
5.2 Saran
Studi kasus ini diharapkan mampu memberi gambaran tentang asuhan
keperawatan pasien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS). Saran yang dapat
penulis berikan adalah tingginya angka kejadian pasien dengan Acute Coronary
Syndrome, Semua pasien dengan infark transmural memerlukan pemantauan oleh
perawat spesialis kardiologi untuk mempertahankan hemodinamik yang
memadai. Setiap perubahan pada tanda vital pasien atau pemeriksaan jantung
harus segera dikomunikasikan oleh perawat kepada klinisi. Perawat khusus yang
terlatih dapat membantu tim medis dalam diagnosis dini Ventrikular Septum
Rupture (VSR) dengan perawatan dan penanganan yang tepat dapat mencegah
hasil yang merugikan. Pada pasien yang membutuhkan pompa balon intra-aorta
(IABP), observasi ketat oleh perawat perawatan kritis sangat penting dalam
mencegah komplikasinya. Sebuah tim interprofessional kolaboratif dapat
mengoptimalkan perawatan dan sangat mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang terkait dengan penyakit. Dokter perlu mempertahankan indeks kecurigaan
yang tinggi untuk penyakit ini pada pasien yang berisiko. Komunikasi yang tepat
waktu dan koordinasi perawatan antara kardiologi intervensi dan tim kardiotoraks
dapat sangat meningkatkan kemungkinan hasil yang menguntungkan bagi pasien.
Serta studi kasus ini dapat dijadikan pembelajaran dan pengembangan ide untuk
intervensi keperawatan dalam memberikan asuhan pada pasien dengan Acute
Coronary Syndrome with STEMI Anterior Syok Kardiogenik and Interventrikular
Septum Rupture.
DAFTAR PUSTAKA

Dakota, Iwan. (2019). Modul pelatihan keperawatan kardiovaskular tingkat dasar.


Jakarta: Aksara Bermakna.
Hamm C.W., et al., (2011). Guideline for the management of acute coronary
syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation.
The task Force for the management of of acute coronary syndromes in
patients presenting without persistent ST-segment elevation of the European
Society of Cardiology. Eur Heart J 2011; 32:3004-3022.
Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2014). Nursing diagnoses definition and
classification 2015-2017. Oxford: Willey Blackwell.
Kasron. (2015). Buku ajar keperawatan sistem kardiovaskuler. Jakarta: TIM.
Muttaqin, Arif. (2009). Asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem
kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesai (PERKI). (2015).
Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut edisi 3. Jakarta: Centra
Communications.
. (2018).
Pedoman tatalaksana sindrom koroner akut edisi 4. Jakarta: Centra
Communications.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of nursing: Concepts, process,
and practice (4th ed.). St. Louis: Elsevier Mosby.
RSJPDHK. (2020). Data buku registrasi tahun 2020. Data tidak dipublikasi.
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). (2018). Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan Kementerian RI tahun 2018.
http://www.depkes.go.id/resources/download/infoterkini/materi_rakorpop_
2018/Hasil%20Riskesdas%202018.pdf – Diakses 04 Februari 2022.
Sungkar, M. (2017). ST elevation myocard infacrt acute coronary syndrome
(STEMI ACS). RS Roemani Semarang.
Suzanne C Smeltzer & Brenda G Bare, 2001. Depkes 1996. Nanda, 2005-2006,
Muttaqin.

73
74

Torry, S. dkk. 2013. Gambaran Faktor Risiko Penderita Sindrom Koroner Akut .
Bagian / SMF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Unsrat.
World Health Organization (WHO). (2015). Cardiovascular Diseases (CVDs),
Available at: http://.who.int/mediacentre/factseets/fs317/en/ – Diakses 04
Februari 2022
Lampiran

LEMBAR KONSULTASI

NAMA PEMBIMBING : Ns. Maria Pramesthi, S.Kep, Sp.KV


JUDUL ASKEP : Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Acute Coronary
Syndrome (ACS) di ICVCU RS Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta
KELOMPOK : A

No Hari / Kegiatan / Saran Pembimbing Tanda Tangan


Tanggal Pembimbing
1. Senin, 07 1. Buat dulu Bab I – II (Teori) Sambil persiapan
Februari kasusnya

2022
2. Selasa, 08 1. Acc s/d Bab Teori
Februari 2. Untuk Diagnosa s/d Intervensi Keperawatan

2022 gunakan referensi dari PPNI yang terbaru (SDKI,


SLKI, SIKI)

3. Rabu, 09 1.Lanjutkan dengan Analisa Data


Februari 2. Perbesar gambar EKG dan Rontgen
2022
4. Jum’at 11 1.Perbaiki Bab Tinjauan kasus dan Pembahasan
Februari 2. Daftar Pustaka Lengkapi
2022 3. Siapkan slide presentasi

Anda mungkin juga menyukai