Pembimbing :
Rika Winarni S.kep.,Ners
Disusun oleh :
Kelompok 2
Segala Puji bagi Allah SWT, berkat Rahmat dan Karunia-Nya Kami dapat
menyelesaikan tugas makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Ny.Y Dengan Post Operasi Coronary Artery Bypass Graft dan Mitral Valve
Replecment”. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas kelompok dalam
Pelatihan Keperawatan kardiovaskular Tingkat Dasar.
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Rumusan masalah...............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum.......................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus......................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................4
1.4.1 Manfaat teoritis.....................................................................4
1.4.2 Manfaat aplikatif..................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................4
1.1. Konsep Teori......................................................................................5
2.1.1 Coronary Artery Bypass Graft (CABG)..............................5
2.1.2 Mitral Valve Replacment......................................................9
2.1.3 Teknik Coronary Artery Bypass Graft (CABG)..................15
2.1.4 Konsep Dasar Pasca Bedah Jantung.....................................16
1.2. Konsep Asuhan Keperawatan.............................................................19
2.2.1 Pengkajian............................................................................19
2.2.2 Diagnosa keperawatan..........................................................21
2.2.3 Perencanaan Keperawatan....................................................22
2.2.4 Implementasi Keperawatan..................................................30
2.2.5 Evaluasi Keperawatan..........................................................30
BAB III TINJAUAN KASUS.............................................................................32
3.1 Pengkajian..........................................................................................32
3.2 Analisa Data.......................................................................................59
3.3 Diagnosa Keperawatan.......................................................................61
3.4 Perencanaan Keperawatan..................................................................62
3.5 Implementasi Keperawatan................................................................66
iii
3.6 Evaluasi Keperawatan........................................................................68
BAB IV PEMBAHASAN....................................................................................69
BAB V PENUTUP...............................................................................................74
5.1 Simpulan.............................................................................................74
5.2 Saran...................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................76
LAMPIRAN
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
Dalam penelitian Pahlawi & Sativani (2021) WHO menyatakan bahwa
Cardio Vascular Disease (CVD) mengalami peningkatan secara radikal
dengan perkiraan 12 juta orang meninggal tiap tahunnya dan kebanyakan
berasal dari negara berkembang. Penyakit jantung koroner (PJK) dianggap
sebagai beban pertumbuhan CVD dan menjadi penyebab utama dilakukannya
operasi jantung di seluruh dunia. PJK memengaruhi arteri koroner yang
mensuplai darah beroksigen otot jantung karena menyebabkan timbulnya plak
aterosklerotik di dalam arteri koroner sehingga terjadilah stenosis arteri.
Stenosis dan penurunan suplai darah melalui salah satu segmen arteri ini
memiliki efek berbahaya pada otot jantung.
Salah satu penanganan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
keadaan arteri pada penyakit jantung koroner ini adalah dengan dilakukannya
Coronary Artery Bypass Graft (CABG). CABG adalah operasi mayor yang
digunakan untuk memperbaiki arteri yang tersumbat dan menyempit dengan
cara pembuluh darah kaki dicangkok di pembuluh darah jantung seperti
sephaenos vein sebagai pengganti arteri cooner sebelah kanan dan arteri
mamaria interna kiri (LIMA) sebagai pengganti arteri coroner sebelah kiri
yang disebut "graft" (Pahlawi & Sativani, 2021).
Selain ada masalah di sirkulasi coroner, ada juga pasien yang
bermasalah sirkulasi sistemik yaitu pada katup jantungnya. Suplai darah
dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah
tersebut mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup
trikuspid yang terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup
pulmonal, terletak di antara ventrikel kanan dan arteri pulmonal, katup mitral
yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel kiri dan katup aorta, terletak di
antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2 daun (leaflet), yaitu
leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun (leaflet).
Salah satu masalah pada katup yaitu stenosis pada katup mitral. Mitral
stenosis adalah penyakit katup mitral yang dicirikan dengan adanya
penyempitan ukuran diameter katup mitral. Ditemukan pengurangan ukuran
katup mitral ( 2 cm ) yang menimbulkan gangguan aliran darah dari atrium ke
vi
ventrikel kiri. Penyempitan katup mitral menyebabkan katup tidak terbuka
dengan tepat dan menghambat aliran darah antara ruang-ruang jantung kiri.
Ketika katup mitral menyempit (stenosis), darah tidak dapat dengan efisien
melewati jantung. Kondisi ini menyebabkan seseorang menjadi lemah dan
nafas menjadi pendek serta gejala lainnya.
Menurut data dari The World Bank tahun 2015 dikutip dari Harahap et
al (2021) sebanyak 4.511.101 per 100.000 populasi dengan posisi tertinggi
yaitu benua Asia sebanyak 28.907 dari 100.000 populasi. Berdasarkan data
yang diperoleh dari WHO, tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di
seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data mengalami
peningkatan sebesar 148 juta jiwa sedangkan untuk kawasan Asia pasien
operasi mencapai angka 77 juta jiwa pada tahun 2012.
Hasil observasi data di ruang GICU B RSUP Dr. Hasan Sadikin
Bandung pasien yang menjalani operasi Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) dan MVR (Mitral Valve Replecment) sekitar 26 pasien dari total
tindakan 116 pasien selama 6 bulan dari April sampai dengan bulan Oktober
2023.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada
penulisan Makalah ini adalah bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan
pada pasien Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve
Replecment (MVR).
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Diketahuinya asuhan keperawatan pada pasien Coronary Artery
Disease (CAD) Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG) di ruang GICU B
RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2023.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Diketahuinya pengkajian keperawatan pada pasien Post Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR).
b. Diketahuinya diagnosis keperawatan pada pasien Post Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR).
vii
c. Diketahuinya intervensi keperawatan pada pasien Post Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR)
d. Diketahuinya implementasi keperawatan pada pasien Post Coronary
Artery Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR).
e. Diketahuinya evaluasi keperawatan pada pasien Post Coronary Artery
Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR).
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat menjadi dasar dalam praktik Pelatihan
keperawatan kardiovaskuler tingkat dasar sebagai proses pembelajaran dalam
melakukan praktik asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami Post
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) dan Mitral Valve Replecment (MVR).
1.4.2 Manfaat Aplikatif
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu referensi
pemberian intervensi pada pasien Post Coronary Artery Bypass Graft (CABG)
Mitral Valve Replecment (MVR), serta berbagai tatanan pelayanan kesehatan
dan masyarakat.
viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ix
iskemia yang luas, meningkatkan kualitas hidup, dan meningkatkan
toleransi aktifitas.
x
c. Sklerosis aorta yang sangat berat
d. Struktur arteri koroner yang berat
e. Struktur arteri koroner yang tidak mungkin disambung
xi
diperlukan pada pasien paska CABG terutama pada 24 jam pertama dan
jenis terapi oksigen yang diberikan adalah binasal kanul atau sungkup
muka sederhana atau disesuaikan dengan kebutuhan pasien.
xii
vasopressin, dan perfusi non perfusi ginjal yang mengaktifkan
mekanisme renin-angiotensin-aldosterone (RAA).
d. Ketidakseimbangan elektrolit pasca operasi paling umum adalah
kadar kalsium abnormal. Hipokalemia dapat diakibatkan oleh
hemodilusi, diuretik dan efek-efek aldosteron yang menyebabkan
sekresi kalium ke dalam urine pada tubulus distal ginjal saat
natrium diserap. Hiperkalemia dapat terjadi sebagai akibat jumlah
besar larutan kardioplegia atau gagal ginjal akut
e. Perubahan tekanan darah
Setelah bedah jantung ditemukan adanya hipertensi atau hipotensi
intervensi. Keperawatan diarahkan pada antisipasi perubahan dan
melakukan intervensi untuk mencegah atau untuk memperbaiki
dengan segala tekanan darah pada rentang normotensi.
f. Tamponade jantung awal
Tamponade jantung terjadi apabila darah terakumulasi di sekitar
jantung akibat kompresi jantung kanan oleh darah atau bekuan
darah dan menekan miokard. Hal ini mengancam aliran balik vena,
menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Tindakan meliputi
pemberian cairan dan vasopressor untuk mempertahankan curah
jantung dan tekanan darah sampai dekompresi bedah dilakukan.
Untuk menghindari adanya komplikasi paska bedah CABG maka
manajamen perawatan yang benar dan tepat harus dilakukan.
(Black & Hawks, 2009; Smeltzer & Bare, 2008)
xiii
Mitral Valve Replacement adalah presedur bedah jantung yang
dilakukan untuk mengganti katup mitral yang sudah tidak dapat di perbaiki
lagi, dan diganti dengan katup jantung buatan. MVR dilakukan untuk
mengatasi kurang atau terhambatnya suplai darah dariatrium kiri ke
ventrikel kiri akibat dari mitral deases baik itu mitral stenosis maupun
mitral regurgitasi. (Fadilah 2016)
Operasi katup jantung merupakan strategi pengobatan utama untuk
penyakit katup jantung (Li et al.,2019). Operasi penggantian katup jantung
mitral atau Mitral Valve Replacement (MVR) adalah prosedur operasi
jantung yang dilakukan untuk mengganti katup mitral pasien dengan
menggunakan katup jantung buatan (baik itu mekanik maupun
bioprostetik).
Stenosis mitral adalah kondisi katup mitral yang tidak sepenuhnya
terbuka. Hal ini terjadi karena katup mitral secara patologis mengalami
penyempitan sehingga aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada
fase diastolik terhambat. Pembukaan katup mitral biasanya seluas 4-5 cm2
, tetapi pada kodisi ini menurun menjadi setengah ukuran normal bahkan
lebih kecil.
Pasien dengan stenosis mitral ringan sampai sedang sering tidak
menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Kondisi klinis pasien tersebut
mirip dengan orang normal seusianya. Namun, stenosis mitral berat atau
yang bergejala dapat terjadi sebagai dampak buruk jangka panjang dari
stenosis mitral yang tidak ditangani secara mekanis.
xiv
Gradien PAPS
Keparahan MVA cm2
mmHg mmHg
Ringan >1.5 <5 <30
Sedang 1.0-1.5 5-10 30-50
Berat <1.0 >10 >50
Tabel 1.1 Tingkat keparahan stenosis mitral sesuai panduan ACC/AHA
Keadaan klinik
Rekomendasi Level of
Operasi Stenosis Mitral kelas evidence
xv
MVr ; open commissurotomy harus
dilakukan
Tabel 1.2 Panduan operasi katup mitral menurut ACC/AHA
xvi
end-systolic diameter (LVESD) > 45 mm, left ventricular ejection fraction
(LVEF)< 60%. Adanya penyulit: Atrial Fibrilasi (AF) dan atau hipertensi
pulmonal (tekanan sistolik arteri pulmonal > 50 mmHg). Pasien dengan
LVESD >55 mm dan/atau EF <30% perlu pertimbangan, mengingat risiko
operasi yang tinggi dan hasil belum tentu maksimal. Adanya stenosis
mitral dengan area katup mitral <1.5 cm2 (Falk et al., 2017; Nishimura et
al., 2017; PERKI,2016).
xvii
melalui penilaian dan optimalisasi preoperasi yang menyeluruh, serta
perencanaan perawatan perioperatif dan pasca operasi yang cermat
(Whittle & Kelleher, 2015).
xviii
aritmia pascaoperasi meliputi koreksi faktor yang memengaruhi dan
pemberian agen atiaritmia.
Cedera ginjal akut merupakan komplikasi yang dapat berkembang
menjadi gangguan ginjal kronik jika tidak ditangani dengan segera.
Prognosis fungsi ginjal sangat dipengaruhi oleh durasi pasien menderita
cedera ginjal akut. Prevalensi cedera ginjal akut yang membutuhkan terapi
pengganti ginjal dalam waktu 60 hari pascaoperasi adalah 52.6% dan 90
hari pascaoperasi adalah 44.7%. (Vives M et al 2019)
Gangguan serebrovaskular dapat terjadi selama masa perioperatif.
Struk perioperatif didefinisikan sebagai struk iskemik atau hemoragik
yang terjadi selama operasi hingga 30 hari pascaoperasi. Prevalensi struk
pada operasi non-kardiak, non-neurologik dan operasi minor sekitar 0.1-
1.9%. Namun, gangguan serebrovaskular perioperatif pada operasi kardiak
dan neurologik mencapai 10%. Prevalensi perdarahan intrakranial setelah
bedah katup mitral sekitar 1%. Namun, risiko perdarahan intrakranial
meningkat pada pasien dengan operasi katup jantung multipel. (Ko SB
2018)
xix
terlalu dalam di lapisan miokardium atau pembuluh darah yang terlalu
kecil. Keadaan ini akan mempersulit penggunaan tehnik operasi off-pump.
xx
a. CVP
b. Denyut jantung/ heart rate (HR)
c. Wedge presure (PCWP) dan PAP.
d. Tekanan Darah dan MAP
e. Curah jantung (CO), cardiac index(CI)
f. Peripheral oxygen saturation (SpO2)
g. Systemic vascular resistant (SVR), PVR
h. Obat-obat inotropik yang digunakan untuk support fungsi
jantung, dosisnya, rutenya dan lain-lain.
i. Alat lain yang dipakai untuk membantu seperti IABP, pacu jantung
dll.
2. EKG
Pemantauan EKG setiap saat harus dikerjakan dan dilihat irama dasar
jantung dan adanya kelainan irama jantung seperti AF, VES, blok
atrioventrikel dll. Rekording/pencatatan EKG lengkap minimal 1 kali
dalam sehari dan tergantung dari problem yang dihadapi terutama bila
ada perubahan irama dasar jantung yang membahayakan.
3. Sistem pernapasan
Penderita dari kamar bedah masih belum sadar. Sampai di ICU
segera pasang alat bantu nafas dan dilihat :
a. Ukuran dan kedalaman ETT yang dipakai
b. Tidal volume dan minut volume, RR, FiO2, PEEP, Mode
ventilator
c. Lihat cairan yang keluar dari bronkhus / tube, apakah lendirnya
normal, kehijauan, kental atau berbusa kemerahan sebagai tanda
edema paru. Bila perlu diperiksa kultur.
4. Sistem neurologis
Kesadaran dilihat dari pasien mulai bangun atau masih diberikan obat
- obatan sedatif dan relaxan. Bila pasien mulai bangun maka disuruh
untuk menggerakkan keempat ekstremitasnya.
5. Sistem ginjal
xxi
Dilihat produksi urine tiap jam dan perubahan warna yang terjadi
akibat hemolisis dan lain-lain. Dilakukan pemerikasaan ureum dan
kreatinin.
6. Gula darah
Bila pasien menderita DM maka kadar gula darah harus dikontrol
7. Laboratorium :
a. HB, HT, trombosit, leukosit
b. Analisa gas darah
c. SGOT/SGPT, Albumin, ureum, kreatinin, gula darah
d. Enzim CK dan CKMB
8. Water Seal Drain
Drain vaskuler yang dipasang harus diketahui sehingga perdarahan
dari mana mungkin bisa diketahui. Jumlah drain tiap satuan waktu
biasanya tiap jam tetapi bila ada perdarahan maka observasi
dikerjakan tiap ½ jam atau tiap ¼ jam. Perdarahan yang terjadi lebih
dari 3 cc/kgBB/jam dianggap sebagai perdarahan pasca bedah dan
mungkin memerlukan re-open untuk menghentikan perdarahan.
9. Foto thoraks
Pemerikasaan foto thoraks di ICU segera setelah sampai di ICU untuk
melihat alat-alat dirongga thorak. Perawatan pasca bedah di ICU harus
disesuaikan dengan problem yang dihadapi seperti komplikasi yang
dijumpai. Umumnya bila fungsi jantung normal, penyapihan terhadap
respirator segera dimulai dan begitu juga ekstubasi beberapa jam
setelah pasca bedah.
10. Fisioterapi.
Fisioterapi harus segera mungkin dikerjakan termasuk penderita
dengan ventilator. Bila sudah ekstubasi fisioterapi penting untuk
mencegah retensi sputum (napas dalam, vibrilasi, postural drainase).
xxii
Setelah klien keluar dari ICU maka pemantauan terhadap fungsi
semua organ terus dilanjutkan. Biasanya pindah dari ICU adalah pada hari
pertama pasca bedah dengan hemodinamik stabil. Umumnya pemeriksaan
hematologi rutin dan thoraks foto telah dikerjakan termasuk laboratorium
yaitu Elektrolit, Darah lengkap, AGDA, Faal Hemostatis, Enzim
CKMB dan troponin T. Hari ketiga lihat dan diperiksa antara lain :
Elektrolit, thrombosit, Ureum, Gula darah, Thoraks foto dan EKG 12 lead.
Hari keempat lihat keadaan, pemeriksaan atas indikasi. Hari kelima
Hematologi, LFT, Ureum dan bila perlu elektrolit, foto thoraks tegak. Hari
ke 6-10 pemerikasaan atas indikasi, misalnya thrombosit. Biasanya
diberikan analgetik karena rasa sakit daerah dada waktu batuk akan
mengganggu pernapasan klien. Obat-obat lain seperti anti hipertensi, anti
diabet dan vitamin harus sudah dimulai, expectoransia, bronchodilator,
juga diperlukan untuk mengeluarkan sputum yang banyak sampai hari ke 7
atau sampai klien pulang. Perawatan luka dapat dilakukan dengan teknik
tertutup atau terbuka. Bila ada tanda-tanda infeksi seperti kemerahan dan
bengkak pada luka apalagi dengan tanda-tanda panas, leukositosis, maka
luka harus dibuka jahitannya sehingga nanah yang ada bisa bebas keluar.
Bila luka sembuh dengan baik jahitan sudah dapat di buka pada hari ke
delapan atau sembilan pasca bedah. Untuk klien yang mengalami obesitas
dan diabetus melitus jahitan dipertahankan lebih lama untuk mencegah
luka terbuka. Mobilisasi diruangan mulai dengan duduk ditempat tidur,
turun dari tempat tidur, berjalan disekitar tempat tidur, berjalan ke kamar
mandi dan keluar dari ruangan dengan dibimbing oleh fisioterapis atau
oleh perawat
xxiii
bedah dibandingkan dengan prabedah dan mengetahui perubahan yang
mungkin terjadi selama pembedahan.
1. Status Kardiovaskular
Meliputi frekuensi dan irama jantung, tekanan darah arteri, tekanan
vena sentral (CVP), tekanan arteri paru, tekanan baji paru (PCWP),
bentuk gelombang pada tekanan darah invasive, curah jantung dan
cardiac index, drainase rongga dada, fungsi pacemaker.
2. Status Respirasi
Pengkajian terhadap status respirasi bertujuan untuk mengetahui
secara dini tanda dan gejala tidak adekuatnya ventilasi dan oksigenasi.
Perawat mengkaji status respirasi pasien selama bedah, ukuran
endotrakeal tube, masalah yang dihadapi selama intubasi, lama
penggunaan alat mesin jantung paru. Selanjutnya kaji gerakan dada,
suara nafas, setting ventilator (frekuensi pernafasan/RR, volume
tidal, konsentrasi oksigen, Mode, PEEP), kecepatan nafas, tekanan
ventilator, saturasi oksigen, analisa gas darah.
3. Status Neurologi
Kesadaran dipantau sejak klien mulia bangun atau masih diberikan
obat sedative. Jika klien mulai bangun maka minta klien untuk
menggerakkan seluruh ekstremitas. Kaji juga tingkat responsifitas ,
ukuran pupil dan reaksi terhadap cahaya, reflex, gerakan ekstremitas,
dan kekuatan genggaman tangan.
4. Sistem percernaan
Observasi status cairan, asupan nutrisi
5. Status pembuluh darah perifer
Denyut nadi perifer, warna kulit, warna kuku, mukosa bibir, suhu
kulit, edema.
6. Sistem perkemihan
Observasi produksi urine setiap jam dan perubahan warna yang
terjadi akibat hemolisis dan lain-lain. Pemeriksaan ureum kreatinin
harus dikerjakan jika fasilitas memungkinkan.
7. Status Cairan dan elektrolit.
xxiv
Haluaran semua selang drainase, parameter curah jantung, dan
indikasi ketidak seimbangan elektrolit.
8. Nyeri
Kaji sifat, jenis, lokasi, durasi, respon terhadap analgesik
9. Status Gastro intestinal
Auskultasi bising usus, palpasi abdomen, nyeri pada saat palpasi.
10. Status alat yang dipakai
Kepatenan alat dan pipa untuk menentukan baik atau tidak kondisinya
meliputi, pipa endotrakeal, ventilator, monitor saturasi, kateter arteri
paru, infus intravena, pacemaker, sistem drainase dan urine.
Selanjutnya jika pasien sudah sadar dan mengalami perkembangan
yang baik, perawat harus mengembangkan pengkajian terhadap status
psikologis dan emosional pasien dan risiko akan komplikasi.
xxv
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
NO Perencanaan keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil intervensi
1. Penurunan curah jantung (D.0008) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Syok Kardiogenik (I.02051)
3x24 jam diharapkan Ketidakadekuatan Observasi
jantung memompa darah meningkat Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
dengan kriteria hasil: frekuensi napas, TD, MAP)
1. Tekanan darah membaik Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
2. Akral hangat Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
3. Pemberian therapi suport Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
menurun Periksa seluruh permukaan tubuh terhadap adanya DOTS
4. Nadi perifer teraba kuat (deformity/deformitas, open wound/luka terbuka,
5. Warna kulit tidak pucat tenderness/nyeri tekan, swelling/bengkak)
Monitor EKG 12 lead
Monitor rontgen dada (mis: kongesti paru, edema paru,
pembesaran jantung)
Monitor enzim jantung (mis: CK, CKMB, Troponin)
Identifikasi penyebab masalah utama (mis: volume, pompa atau
irama)
Terapeutik
Pertahankan jalan napas paten
Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
Pasang jalur IV
Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin
Pasang selang nasogastrik untuk dekompresi lambung, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian inotropik (mis: dobutamine), jika TDS 70
– 100 mmHg tanpa disertai tanda/gejala syok
Kolaborasi pemberian vasopressor (mis: dopamine), jika TDS 70
– 100 mmHg disertai tanda/gejala syok
Kolaborasi pemberian vasopressor (mis: norefinefrin), jika TDS <
70 mmHg
Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
Kolaborasi pompa intra-aorta, jika perlu
26
2. Penurunan ventilasi spontan. Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen ventilasi mekanik
3x24 ventilasi meningkat dengan kriteria Observasi
hasil : Periksa indikasi ventilator mekanik
1. Volume tidal meningkat Monitor kriteria perlunya terhadap status oksigenasi
2. Tidak terdapat retraksi dada Monitor kriteria perlunya penyapihan ventilator
3. Pelepasan ventilasi mekanik Monitor efek negatif ventilator
4. PO2 dalam batas normal Monitor gejala peningkatan pernafasan
5. PCO2 dalam batas normal Monitor kondisi yang meningkatkan konsumsi oksigen
Monitor gangguan mukosa oral, nasal, trakea dan laring
Terapeutik
Atur posisi kepala 45-600 untuk mencegah aspirasi
Reposisi pasien setiap 2 jam
Lakukan perawatan rutin
Lakukan fisioterapi dada
Lakukan pengisapan lendir sesuai kebutuhan
Ganti sirkuit ventilator setiap 24 jam
Siapkan bag-valve mask disamping tempat tidur
Dokuemntasikan respon terhadap ventilator
Kolaborasi
Kolaborasi pemilihan mode ventilator
Kolaborasi pemberian agen pelumpuh otot,
sedative, analgesik, sesuai kebutuhan
Kolaborasi penggunakan PS atau PEEP untuk meminimalkan
hipoventilasi alveolus
Manajemen Asam Basa
Observasi
Identifikasi penyebab ketidak seimbangan asam basa
Monitor prekuensi dan kedalaman nafas
Monitor status neurologis (mis. tingkat kesadaran, status mental)
Monitor irama dan frekuensi jantung
Monitor perubahan pH, PaCO2 dan HCO3
Terapeutik
Ambil spesimen darah arteri untuk pemeriksaan AGD
Berikan oksigen sesuai indikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian ventilasi mekanik jika perlu
27
3. Risiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Perdarahan
3x24 kehilangan darah baik internal Observasi:
maupun eksternal menurun dengan Monitor tanda dan gejala perdarahan
kriteria hasil: Monitor nilai hemoglobin/hematokrit sebelum dan setelah
1. Tekanan darah membaik kehilangan darah
2. Akral hangat Monitor tanda-tanda vita ortostatik
3. Hemoglobin dalam batas Monitor koagulasi
normal Terapeutik
4. Hematokritdalam batas Batasi tindakan invasif, jika perlu
normal Pertahankan bedrest selama perdarahan
5. Nadi perifer teraba kuat Gunakan kasur pencegah dekubitus
6. Warna kulit tidak pucat Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari konstipasi
Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
Anjurkan meningkatkan asupan makan dan vitamin K
Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
Anjurkan pemberian produk darah, jika perlu
Anjurkan pemberian pelunak tinja, jika perlu
4. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Napas
3x24 jam oksigenasi dan/atau eliminasi Observasi:
karbondioksida pada membran alveolus- Monitor pola napas
kapiler Normal dengan kriteria hasil: Monitor bunyi napas tambahan
1. Batuk Efektif meningkat Monitor sputum (jumlah,warna,aroma)
2. Produksi sputum menurun Terapeutik
3. Tidak terjadi sianosis Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Tidak ada suara nafas tambahan Posisikan semi fowler atau fowler
5. Pola nafas membaik Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
6. Klien tidak gelisah Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000ml/hari, jika tidak kontraindikasi
Kolaborasi
28
Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika
perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
Monitor pola nafas
Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
Monitor saturasi oksigen, monitor nilai AGD
Monitor adanya sumbatan jalan nafas
Monitor produksi sputum
Terapeutik
Atur Interval pemantauan respirasi sesuai kondisi ps
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pemantauan Elektrolit
3x24 jam diharapkan kesimbangan Observasi:
elektrolit meningkat dengan kriteria Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
hasil: Monitor kadar elektrolit serum
1. Seru natrium dalam batas Monitor mual,muntah dan diare
normal idak terjadi Monitor kehilangan cairan, jika perlu
2. Serum kalium dalam batas Monitor tanda dan gejala hipoglikemi (mis.kelemahan otot,
normal idak terjadi interval QT memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi
3. Serum klorida dalam batas segmen ST, gelombang U, keleahan, parestesia, penuruan reflek,
normal idak terjadi anoreksia, konstipasi,motilitas usus menurun, pusing, depresi
pernapasan)
Monitor tanda dan gejala hyperkalemia (mis.peka rangsang,
gelisah, mual ,muntah,takikardi menfarah kebradikardia,
fibrilasi/takikardi ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P
datar, kompleks QRS tumpul, blok jantung menegah asistol)
Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis.disorientasi, otot
berkedut, sakit kepala, membrane mukosa kering, hipotensi
postural, kejang, letargi, penurunan kesadran)
Monitor tanda dan gejala hypernatremia (haus, demam, mual,
muntah, gelisah, peka rangsang,membrane mukosa kering,
takikardi, hipotensi, letargi, konfusi,kejang)
Monitor tanda gejala hipokalsemia(mis. Peka rangsang, tanda
29
chvostek (spasme otot wajah), tanda trousseau (spasme karpal),
kram otot, interval QT memanjang)
Monitor tanda gejala hiperkalsemia (nyeri tulang, haus ,
anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen QT memendek,
gelombang T lebar, komplek QRS lbar, interval PR memanjang)
Monitor tanda dan gejala hipomagnesium (mis, depresi
pernapasan, apatis, tanda chvostek, tanda trousseau,
konfusi,disritmia)
Monitor tanda gejala hipermagnesemia ( mis.kelemahan otot,
hiporefleks, bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi)
Terapeutik:
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasi hasil pemanduan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan procedure pemantaun
Informasi hasil pemantauan, jika perlu
6. Risiko Ketidakseimbangan Cairan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Cairan
3x24 jam diharapkan keseimbangan Observasi:
cairan meningkat dengan kriteria hasil : Monitor status hidrasi
1. Asupan cairan meningkat Monitor berat badan harian
2. Haluan urine membaik Monitor berat badan sebelum dan sesudah dialisis
3. Edema menurun Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
4. Asites menurun Monitor status dinamik
Terapeutik:
Catat intake output dan hitung balance cairan
Berikan asupan cairan, sesuai kebutuhan
Berikan cairan intravena, jika perlu
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu
Pemantauan Cairan (I.03121)
Observasi
Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Monitor frekuensi napas
Monitor tekanan darah
Monitor berat badan
Monitor waktu pengisian kapiler
30
Monitor elastisitas atau turgor kulit
Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
Monitor kadar albumin dan protein total
Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum,
hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
Monitor intake dan output cairan
Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi nadi
meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan
nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering,
volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah,
konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu
singkat)
Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema
perifer, edema anasarca, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur
pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis,
obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan
kelenjar, disfungsi intestinal)
Terapeutik
Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Dokumentasikan hasil pemantauan
7. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
3x24 jam diharapkan tingkat nyeri Observasi:
menurun dengan kriteria hasil : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
1. Keluhan tidak nyaman hilang intensitas nyeri
2. Tekanan darah dan HR normal Identifikasi skala nyeri
3. Skala nyeri 0 Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Obat anti nyeri berkurang Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Pola nafas membaik Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
6. Tidak terjadi kesulitan tidur Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
31
Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
8. Resiko infeksi Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi
3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan Observasi:
kriteria hasil : Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
1. Tidak terjadi peningkatan suhu Terapeutik
tubuh Batasi jumlah pengunjung
2. Nyeri tidak terjadi Berikan perawatan kulit pada daerah edema
3. Tidak ada kemerahan di sekitar Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
luka lingkungan pasien
4. Tidak ada peningkatan nilai Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
leukosit Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik
9. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Peningkatan TIK
1x8 jam diharapkan tidak terjadi risiko Observasi
perfusi serebral tidak efektif dengan Identifikasi penyebab peningkatan TIK
kriteri hasil : Monitor tanda atau gejala peningkatan TIK
1. Tekanan intra kranial tidak Monitor MAP
terjadi Terapeutik
2. Sakit kepala berkurang Berikan posisi semi fowler
3. Gelisah tidak terjadi Hindari pemberian cairan IV hipotonik
4. Kecemasan menurun Cegah terjadinya kejang
5. Agitasi menurun Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian sedasi dan anti konvulsan, jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
32
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas
ireguler, kesadaran menurun)
Monitor MAP (mean arterial pressure) (LIHAT: Kalkulator
MAP)
Monitor CVP (central venous pressure)
Monitor PAWP, jika perlu
Monitor PAP, jika perlu
Monitor ICP (intra cranial pressure)
Monitor gelombang ICP
Monitor status pernapasan
Monitor intake dan output cairan
Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
Terapeutik
Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang
tenang
Berikan posisi semi fowler
Hindari manuver valsava
Cegah terjadinya kejang
Hindari penggunaan PEEP
Hindari pemberian cairan IV hipotonik
Atur ventilator agar PaCO2 optimal
Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
33
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Brunner & Suddarth (2014) menyebutkan bahwa pelaksanaan atau
implementasi dalam keperawatan terdiri dari:
a. Validasi Rencana Keperawatan
Tujuan validasi data adalah menekan serendah mungkin terjadinya
kesalahpahaman atau salah persepsi. Karena adanya potensi manusia
berbuat salah dalam proses penilaian.
b. Dokumentasi Rencana Keperawatan
Agar rencana perawatan dapat berarti bagi semua pihak, maka harus
mempunyai landasan kuat dan bermanfaat secara optimal. Perawat
hendaknya mengadakan pertemuan dengan tim kesehatan lain untuk
membahas data, masalah, tujuan serta rencana tindakan.
c. Tindakan Keperawatan
Meskipun perawat sudah mengembangkan suatu rencana keperawatan
yang maksimal, kadang timbul situasi yang bertentangan dengan
tindakan yang direncanakan, maka kemampuan perawat diuji untuk
memodifikasi alat maupun situasi.
34
pada pencapaian tujuan dan kriteria hasil. Evaluasi hasil terdiri atas
evaluasi subjektif, objektif, analisis dan planning (SOAP).
Evaluasi berdasarkan SOAP dimana perawat menilai hasil yang
telah dicapai. Evaluasi bermanfaat untuk menentukan kemajuan status
kesehatan klien, mengevaluasi ekektivitas askep dan menentukan kualitas
pelayanan secara keseluruhan. Pada tahap ini perawat menetapkan apakah
rencana diteruskan, dimodifikasi atau diakhiri (Lemone, 2015).
35
BAB III
TINJAUAN KASUS
36
RS Paramarta dan dirujuk ke RSHS, pada bulan mei 2022 klien
diketahui memiliki penyakit katup jantung dan penyumbatan pembuluh
darah dan sudah disarankan untuk operasi namun menolak, keluarga
mengatakan bahwa klien juga mempuyai penyakit hipertensi
3. Riwayat Penyakit Keluarga.
Keluarga mengatakan bahwa ayahnya klien memiliki penyakit
hipertensi.
4. Genogram
Keterangan :
: Perempuan
: Klien
: tinggal serumah
37
D. Diagnosa Medis
Diagnosa pre operasi :
Coronary Artery Diseases 3VD, Reumatic Heart Deases, Severe Mitral
Stenosis, Mild Mitral Regurgitasi, Paroxysmal Atrial Fibrilasi
Diagnosa post operasi :
Post Operasi Coronary Aartery Bypass Graft + Mitral Valve
Replacement
E. Keadaan Umum
Kesadraan : On Sedasi (DPO)
Tekanan Darah : 120/52 mmhg (arteri line)
HR : 86 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 35,2 C
Sat O2 : 98%
Map : 60 mmHg
Antropometri : BB 46 kg TB 150 cm IMT : 20,44 /m2
F. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Respirasi dan Oksigenasi
a. Airway
Kepatenan jalan nafas terpasang ETT no 7,5 kedalam 20 cm,
selang ETT tidak ada kebocoran dan tidak tergigit.
b. Breathing
Terpasang ventilator dengan mode VC SIMV, IE 1:2, Tidal
Volume 320, PEEP 5, FiO2 50 %.
Bentuk dada simetris, tidak ada kelaian seperti Pigeon chest,
Bareel chest dan funelk chest.
Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada retraksi dada,
tidak ada bunyi nafas tambahan seperti : ronchi (-), wheezing
(-), cracles (-), stridor (-).
Tidak terdapat sianosis baik di periper ataupun sentral
Kedalaman nafas normal.
38
Terpasang chest tube substernal dan pleura kiri warna cairan
merah, produksi 398 cc/7jam
Terdapat luka operasi di sternal sepanjang ± 15 cm, tertutup
kasa
c. Sitem sirkulasi
Auskultasi bunyi jantung S1 dan S2 terdengar normal, tidak
terdengar bunyi jantung tambahan baik murmur maupun
Gallop.
Tidak terdapat distensi vena jugularis nilai JVP 5+2 mmH2o
CVP : 14 mmHg
Pulsasi Nadi teraba lemah.
SpO2 98%.
CRT < 2 detik
Tidak terdapat edema di palpebra
Konjungtiva anemis.
Turgor kulit baik < 2 detik
Akral dingin
Urine output : 3,5 cc/kgbb/jam
Tidak terdapat oedema di daerah ektermitas
d. Sistem Neurologi
GCS tidak dapat dikaji, masih dalam pengaruh obat anestesi
Pupil : isokor, diameter pupil 2 cm kiri dan kanan
Reflek terhadap cahaya positif
Kesulitan bicara ada pasien terpasang ETT
Ektermitas atas dan bawah sulit di kaji
e. Sistem Gastrointestinal
Terpasang NGT dekompresi residu NGT 50 cc warna coklat
Mukosa mulut lembab tidak ada lesi di dareah mukosa mulut,
warna mukosa mulut pucat.
Lidah bersih, tidak terdapat nodul dan lesi
Reflek menelan dan mengunyah tidak dapat dikaji.
39
Bentuk abdomen datar, tidak terdapat masa dan stoma.
Bising usus (+) 12 – 15 x/menit.
Tidak terdapat drain di daerah abdomen.
f. Sistem Muskuloskeletal
Tidak terdapat fraktur.
Terdapat luka operasi di dareah ektermitas bawah kiri dan
kanan panjang ± 15 cm
Mobilitas dibantu penuh
Tidak terdapat sindrome kompartemen dan luka bakar.
Kekuatan otot tidak terkaji (klien masih dalam pengaruh obat)
g. Sistem Urogenital
Terpasang alat bantu dower cateter no 16
Produksi urine 1120 cc/7jam, warna kuning jernih
h. Sistem Integumen
Warna kulit pucat
Terdapat luka operasi di daerah sternum terbalut dengan
verban, terdapat luka di daerah kaki kiri dan kanan terbalut
elastis verban
Tidak terdapat benjolan di kulit
Tidak ada dekubitus.
i. Personal Hygiene
Aktivitas sehari hari dibantu total
Penampilan bersih
Rambut bersih
G. Alat Infasif.
1. Terpasang NGT
2. Terpasan ETT
3. Terpasang CVC di subclavia kiri
4. Terpasang swangun di jugularis kanan
5. Terpasang infus di tangan kiri
40
6. Terpasang arteri Line ditangan kanan
7. CTT di substernal pleura kiri
8. Dower cateter no 16
H. Kontrol Resiko Infeksi
1. Profilaksis dengan antibiotik
2. Perawatan luka POD 3
3. Monitoring VAP
4. Kontrol gula darah < 180 mg/dl
I. Pengkajian Kesadaran
GCS :
Score Eyes Verbal Motorik
6 Merespon perintah
5 Orientasi Baik Mengenali nyeri lokal
4 Membuka secara spontan Berbicara teratur tapi kadang bingung Menghindari rangsangan nyeri
3 Membuka rangsangan suara Berbicara melantur Hanya dapat melakukan flexi
2 Membuka rangsangan nyeri Suara tidak jelas/mengerang Hanya dapat melakukan ekstensi
1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon
Intepretasi GCS : DPO (dibawah pengaruh obat)
J. Pengkajian Nyeri
Critical Paint Observation Tools (CPOT)
Indikator Skor Deskripsi
Rileks, netral 0 Tidak terlihat adanya ketegangan otot
Tegang 1 Merengut menurunkan alis
Ekspresi wajah
Meringis Semua gerakan wajah sebelumnya ditambah kelopak mata tertutup
2
rapat (pasien bisa juga dengan mulut terbuka atau menggigit ETT)
Adanya gerakan atau Tidak bergerak sama sekali (tidak selalu berarti tidak adanya rasa
posisi normal 0 sakit) atau posisi normal (gerakan tidak ditujukan terhadap adanya
lokasi nyeri atau tidak dibuat untuk tujuan perlindungan)
Gerakan perlindungan Lambat, gerakan hati-hati, menyentuh lokasi nyeri, mencari perhatian
Gerakan tubuh 1
melalui gerakan
Gelisah Menarik tabung, mencoba untuk duduk, bergerak badan atau
2 meronta-ronta, tidak mengikuti perintah, mencoba untuk bangun dari
tempat tidur
Toleran terhadap Alarm tidak aktif, ventilasi mudah
0
Kepatuhan dengan ventilatir dan gerakan
ventilator (Pasien di Batuk tapi masih Batuk, alarm mungkin aktif tapi berhenti secara spontan
1
Intubasi) toleran
Melawan ventilator 2 Tidak sinkron : blocking ventilasi, alarn aktif secara terus menerus
Berbicara dengan nada Berbicara dengan nada normal atau tidak ada suara
normal / tidak ada 0
Vokalisasi (pasien di suara
ektubasi) Mendesah, mengerang 1 Mendesah, mengerang
Menangis terisak – Menangis terisak-isak
2
isak
Rileks 0 Tidak resisten terhadap gerakan pasif
Ketegangan otot Tegang 1 Resisten terhadap gerakan pasif
Sangat tegang 2 Resisten kuat terhadap gerakan pasif
Skor Interpretasi : 2
41
0 : Tidak Nyeri 1-2 : Nyeri Ringan 3-4 : Nyeri Sedang 5-6 : Nyeri Berat 7-8 : Nyeri Sangat Berat
Skala Nyeri : FLACC untuk usia 1 bulan s/d 3 tahun
WBS (Skala Wajah) untuk usia > 3 tahun s/d 7 tahun atau pasien yang tidak kooperatif
NRS (Skala Angka) untuk usia > 7 tahun
Interpretasi : skor CPOT 2 nyeri ringan
K. Kondisi Psikologi
Tidak ada masalah dalam perkawinan
Tidak mengalami kekeraan fisik
Tidak pernah mencedrai diri ataupun orang lain
Tidak ada gangguan tidur
L. Pengkajian sosial ekonomi dan spritual
Status pernikahan menikah
Jumlah anak: 2
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Pembiayaan : BPJS PBI
Tinggal bersama suami dan anak
Agama islam
Tidak ada kebiasaan merokok dan meminum minuman alkohol
M.Skrining Nutrisi
MST (Malnutrisi Screening Tools)
score
42
o Resiko Tinggi 4 – 5
Catatan :
Monitoring lebih lanjut dilakukan oleh ahli Gizi.
Bila resiko rendah lakukan skrining ulang setiap7 hari.
Bila resiko sedang dan tinggi lakukan pengkajian gizi lebih lanjut oleh ahli Gizi.
Pasien dirawat diruang intensif dilakukan pengkajian langsung oleh dr gizi klinis.
Riwayat jatuh yang baru atau dalam satu bulan terakhir Tidak 0 0
Ya 25
Ya 15 15
Penopang 15
Ya 20 20
Lemah 10
Terganggu 20
43
Hasil Interpretasi : klien dengan resiko jatuh sedang
Sko
1 2 3 4
r
Kelembaban Lembab terus Sangat lembab Kadang-kadang lembab Tidak ada lembab
3
menerus
Status Nutrisi Sangat buruk Tidak ade kuat Adekuat Baik sekali 2
Total skor 12
P. Asesmen Fungsional
Barthal Index
N SKO N SKO
FUNGSI KETERANGAN FUNGSI KETERANGAN
O R O R
44
BAK tidak terkontrol
Mandiri 2 Mandiri 2
Mandiri 2 mandiri 2
Sofa Score
Skor Penilaian Kegagalan Organ Sekuens
0 1 2 3 4
45
Respirasi PaO2/FiO2 PaO2/FiO2 PaO2/FiO2 PaO2/FiO2 PaO2/FiO2
>400 300-399 200-299 100-199 <100
Kardiovaskuler Dopamin ≤ 5
Dopamin > 5 Dopamin > 15
(dosis dalam atau
TAR ≥ 70 TAR ≥ 70 Norepinefrin ≤ Norepinefrin >
mcg/kg/mnt dobutamin
mmhg mmhg 0,1 fenilefrina 0,1 fenilefrina
berapapun
≤ 0,8 > 0,8
dosisnya
Fungsi hati
(kadar
< 1,2 1,2-1,9 2.0-5,9 6,0-11,9 >12
billirubin dalam
mg/dl
Fungsi ginjal
(kadar kreatinin < 1,2 1,2-1,9 2.0-3,4 3,5-4,9 >5
dalam mg/dl
Koagulasi
(jumlah
>150 101-150 51-100 20-50 <20
trombosit
x103/mm3
Neurologis
15 13-14 10-12 6-9 <6
(skor GCS)
FiO2, fraksi Oksigen yang diinspirasi; TAR, tekanan arteri rata-rata; PaO2, tekanan Oksigen arteri; SpO2,
sat oksigen
Kesimpulan :
SOFA SCORE TOTAL : sofa score tidak dilakukan pengkajian karena pasien
tidak dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal dan GCS dibawah pengaruh obat
Q. Pemeriksaan Diagnostik
Hasil Laboratorium
Tanggal 02 November jam 16:32
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai normal Interpretasi
Hematologi paket
46
Hematokrit 31.0 % 32-36 L
Prtothrombine time
Kimia Klinik
Ureum 14-40
Kreatinin 0,57-1.11
Elektrolit
FiO2 %
47
pCO2 49.2 mm/Hg 35-45 H
Saturasi O2 98 % 94%-98%
Interpretasi thorax:
Foto asimetris, inspirasi cukup
48
Skeletal dan soft tisue yang terlihat dalam batas normal
Trakea di deviasi kiri (posisi)
Cor membesar (CTR ± 63.4%) apeks menempel pada hemothoraks kiri,
pinggang jantung mendatar.
Sinus dan diagfragma kanan dalam batas normal. Sinus dan diagfraga kiri
tertutup bayangan jantung.
Pulmo :
- Hilus kanan dalam batas normal. Hilus kiri superposisi bayangan jantung
- Corakan bronkovaskuler sebagian bertambah.
- Tampak infiltrat di perihilier kiri
- Tidak tampak gambaran lusen avaskuler di hemithorak
bilateral/mediatinum.
- Kranialisasi (-)
Tampak terpasang ETT dengan ujung distal terlihat setinggi corpus vertebrae Th 4
Tampak terpaang CVC dengan ujung distal terlihat setinggi corpus verterbrae Th
9
Tampak terpasang Swan Ganz dengan ujung distal terlihat setinggi corpus
vertrebae Th 11-Th 12.
Tampak surgical wire yang terlihat setinggi corpus vertebrae Th 5-6, Th 8-9, Th
10-11.
Tampak terpasang drain substernal dengan ujung distal terlihat setinggi ICS 6
aspek posterior kiri.
Terpasang CTT dengan ujung distalterlihat setinggi paravertebrae Th 6 kiri.
Kesan :
- Suspek bronkopneumonia kiri.
- Tidak tampak pneumothoraks/pneumomediatinum.
- Kardiomegali.
49
EKG
Intepretasi EKG
1. Irama : sinus Rhytm
2. HR : 93 x/menit Reguler
3. Gel P : Tinggi 1 kk =0,1mv dtk Lebar 2kk = 0,08 detik, tiap gelombang P
diikuti QRS komplek 1:1, gelombang P bifasik di lead I, aVL, lead II, III,
aVF
4. P-R interval : normal (4 kk= 0,16)
5. Komplek QRS : normal 0,08 detik(lebar 2kk)
6. Gel Q : tidak terdapat gelombang Q patologis
7. ST segmen : Tidak terdapat ST elevasi Maupun ST depresi
8. Gel T : depleksi positif di semua lead
9. Axis : lead 1 Positif 4, lead aVF Negatif 8 (Normo axis Deviasi)
10. Sinus rhytm, Normo Axis dengan P mitral.
50
R. Therapi (Obat-obatan)
NAMA OBAT DOSIS RUTE INDIKASI
Ceftriaxone 1 gram/ 12 jam IV antibiotik
Vit K 10 mg / 8 jam IV meningkatkan
percepatan
pembekuan darah
Kalnex 500 mg/8 jam IV membantu
menghentikan
pendarahan
Omeprazole 40 mg/12 jam IV obat untuk mengatasi
asam lambung
berlebih dan keluhan
yang mengikutinya
Dobutamin 10 mg/kg/jam Drip memperkuat denyut
jantung
Vascon 0,01 mcq/kg/mnt Drip meningkatkan tekanan
darah yang
diindikasikan pada
pasien yang menderita
tekanan darah rendah
akut
Dextmedotemidine mg /jam Drip senyawa sedatif yang
efektif dengan efek
depresi pernapasan
yang minimal
Kcl dalam nacl 100cc 25 meq Drip habis 4 jam mencegah atau
mengobati kadar
kalium darah rendah
(hypokalemia)
CaGlukonas dlm 2 Gram Drip habis 2 jam menaikan kadar
100ccnacl kalsium pada pasien
hipokalsemia
S. Kebutuhan Edukasi
Pemahaman tentang penyakit :Menurut keluarga pasien tidak
mengetahui tentang penyakitnya, hanya mengetahui sakit jantung
Pemahaman tentang pengobatan : Menurut keluarga pasien mengikuti
intruksi dokter karena ingin sembuh
Pemahaman tentang nutrisi/diet : menurut keluarga pasien tidak
mengetahui untuk diet penyakit jantung
51
Pemahaman tentang perawatan : menurut keluarga tidak mengetahui
cara perawatan pasca operasi
Hambatan edukasi : tidak ada hambatan ( hanya
belum terpapar mengenai penyakit jantung
1 Usia diatas 60
7 Kesulitan gerak/mobilitas
52
Jam berkunjung : diberitahukan kepada keluarga pasien mengenai
waktu berkunjung
Fasilitas ruangan : diberitahukan kepada keluarga pasien mengenai
fasilitas di ruang GICU
Hak dan kewajiban : diberitahukan kepada keluarga pasien mengenai
hak dan kewajiban pasien selama di rawat
Keamanan ruangan : diberitahukan kepada keluarga pasien
mengenai keamanan pasien selama di ruangan
Waktu visite dokter : diberitahukan kepada keluarga pasien
mengenai waktu kedatangan dokter untuk memeriksa pasien
Administrasi awal : diberitahukan kepada keluarga pasien
mengenai administrasi
Rencana perawatan : diberitahukan kepada keluarga pasien
mengenai rencana perawatan setelah dilakukan perawatan di
ruang GICU
eGFR ml/min/1.73m22
GDS 105 mg/dL < 140 mg/dL
Kalium 3.9 mEq/L 3,5-5,1 mEq/L
53
Natrium 138 mEq/L 135-145 mEq/L
54
• Suggestion : MVR
Echocardiography TEE RSHS 10/12/2022
• Dilated LA< RA, RV, concentric LV remodeling
• Borderline LV systolic function (LVEF 53%) with RWMA
• LV diastolic dysfunction +
• Mild AR, low gradient severe MS, mild MR due to rheumatic process
• High probability of PH
• Normal RV systolic function
• Suggestions : MV Replacement + CABG
Angiografi RS Santosa 19/04/22
• LM : Baik.
• LAD : Stenosis Kalsifikasi 70 -90 %
• LCx : Small Vessel, Stenosis 70 – 90%
• RCA : Stenosis 70% di Mid, Stenosis 80% di Distal.
Kesimpulan : CAD 3VD
Angiografi RSHS 22/11/22
• Sistem dominan kanan.
• Pembuluh LM tampak kalfisikasi, stenosis mild-moderate pada distal
(Medina 1,1,1).
• Pembuluh LAD tampak kalsifikasi, stenosis moderate-severe pada ostial-
distal, dengan lesi critical pada proksimal, bagian distal mendapat kolateral
dari RV branch.
• Pembuluh LCx tampak stenosis berat pada ostial-proksimal, CTO (J CTO
Score 2) pada distal, bagian distal mendapat kolateral dari OM1.
• Pembuluh RCA tampak kalsifikasi, stenosis moderate-severe pada
proksimal-mid, stenosis moderate-severe pada mid-distal RCA.
Kesimpulan : Calcified CAD LM-3VD dengan CTO LCx
USG Doppler Ekstremitas 23/11/22
• Tidak tampak plak pada kedua sistem arteri
• Flow kedua sistem arteri masih baik
• Tidak ditemukan chronic Venous Insufficiency pada vena kanan dan kiri
55
• Tidak ditemukan thrombus pada vena dalam dan vena superfisial di kedua
tungkai
USG Doppler Karotis 21/11/22
• Tampak plak tipe 3 non-stenotik pada bulbus arteri komunis kiri
• Tidak tampak plak pada arteri komunis kanan
• Tidak tampak penebalan pada arteri komunis kanan dan kiri
• Tidak terdapat diseksi pada arteri karotis kanan dan kiri
• Normal flow pada kedua arteri karotis kiri-kanan
• Normal flow pada kedua arteri karotis internal kiri-kanan
• Diameter normal pada arteri vertebralis kiri-kanan
56
Laporan Intra Operasi
1. Ruang operasi : OK bedah jantung LT2
2. Operasi terencana / terjadwal
3. Desinfeksi kulit dengan : povidone iodine
4. Jam operasi dimulai : jam 10:00 WIB
5. Jam selesai Operasi : jam 14:30 WIB
6. Macam sayatan : midsternal
7. Posisi penderita : supine
57
8. Temuan intra operasi :
- Jantung ukuran besar, cairan perikardium normal, kontraktilitas
baik.
- Stenosis di LAD, LCX dan RCA.
- Katup Mitral : penebalan leaflet, fusicomissure dan chordae.
- Dilakukan graft bypas ke :
• LIMA ke LAD
• SVG ke PDA
• SVG ke OM
9. Tehnik Operasi :
Pasien posisi supine, induksi berjalan lancar, dipasang AL, CVC,
Side Port, Swanganz.
Dilakukan tindakan antiseptik kemudian dilakukan drapping
Dilakukan insisi median strenotomi, harvesting LIMA dan SVG,
masuk heparin
Pericardium dibuka
Dilakukan kanulasi aorta, SVC dan IVC dihubungkan kemesin
jantung
CPB dimulai, kanulasi cardioplegi dipasang secara antegrade
Suhu diturunkan dan dipasang cross clamp aorta, total bypass
ACT diukur dengan nilai awal 131
Heparim diberikan 2cc/kgBB, setelah nilai ACT tercapai 714
Dilakukan Anastomosis distal (SVG ke PDA)
Dilakukan Anastomosis distal (SVG ke OM)
RA di buka dilakukan guirodon incission, evaluasi katup Mitral,
dilakukan MVR dengan katup mechanik no 23 (10 jahitan pledget)
RA dan LA ditutup sambil dearing
Dilakukan anastomosis proximal SVG-PDA dan SVG-OM
Dilakukan anastomosis distal LIMA-LAD
Dilakukan dearing dan warm perfusion
Aortic cross clem of
58
Weaning CPB sampai OF, mesin jantung dihentikan (CPB OF)
Kemudian dilakukan dekanulasi SVC dan IVC
Protamine diberikan, perdarahan dirawat
Dekanulasi aorta, dilakukan pemasangan drain substernum no 32F
dan intrapleural kiri 28 Fr
Kemudian sternum ditutup dengan steinles wire no 5,3 pasang
jahitan
Kulit dijahit lapis demi lapis
Operasi selesai
10. Laporan jalanya operasi :
Sedia darah 15 labu ( 5 PRC, 5 FFP, 5 Trombosit)
Perdarahan 1000 cc
Operasi selesai jam 14:30 WIB
11. Instruksi pasca bedah :
Kontrol nadi/tensi/pernafasan/suhu (tiap 1 jam)
Puasa : sesuai ts anestesi
drain : monitor produksi drain
Infus : sesuai anestesi
Obat – obatan : sesuai anestesi dan kardiologi
Ganti balutan POD 3
Cek lab post op jika HB < 10 berikan transfuso
Rontgen thorax post operasi
59
60
61
62
63
3.2. Analisa Data
NO Data Etiologi Masalah Keperawatan
Ventilasi Spontan
Nyeri dipersepsikan
64
Nyeri akut
- CI 2,5 L/menit/m2
- CO 3200 Liter Trauma jaringan
- Jumlah perdarahaan saat
operasi 1000 cc
- Nadi perifer teraba lemah
- Warna kulit pucat
- Tekanan ibp 148/68 mmHg
- Map 94 mmHg
- HR 78 x/menit Permeabilitas kapiler
- RR 18 x/menit meningkat
- Suhu 35oC
- JVP 5+2 mmH2O
- Akral dingin
- Vascon 0,01 mcq/kgbb/
- Dobutamin 10 mcq/kgbb
- Nilai cvp 14 mmHg Hipovolume
- Hb 10,3 mg/dl
- Urine out put 3,5
cc/kgbb/jam
- Produksi drain dan ctt 398
cc/7 jam
Perubahaan preload
65
cm
ventilator dengan mode
SIMV, IE 1:2, Tidal
Volume 320, PEEP 5,
FiO2 50 %. Resiko infeksi
Terpasang swanzgan di
jugularis kiri
Terpasang CVC di
thorakal kanan
Terpasang arteri line di
radialis kanan
Terpasang dower cateter
66
3.4. Rencana Keperawatan
NO Perencanaan keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan kriteria hasil intervensi
1. Penurunan ventilasi spontan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen ventilasi mekanik
penurunan complaince dan recoil paru. 3x24 ventilasi meningkat dengan kriteria
hasil : Observasi
67
Observasi
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
3x24 jam diharapkan tingkat nyeri
menurun dengan kriteria hasil : Observasi:
7. Keluhan tidak nyaman hilang Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
8. Tekanan darah dan HR normal intensitas nyeri
9. Skala nyeri 0 Identifikasi skala nyeri
10. Obat anti nyeri berkurang Identifikasi respons nyeri non verbal
11. Pola nafas membaik Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
12. Tidak terjadi kesulitan tidur Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik:
68
Kolaborasi
69
70 mmHg
4. Resiko infeksi b.d tindakan invasif Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi
3x24 jam tidak terjadi infeksi dengan
kriteria hasil : Observasi:
4. Tidak terjadi peningkatan suhu Monitor tanda gejala infeksi lokal dan sistemik
tubuh Terapeutik
5. Nyeri tidak terjadi
6. Tidak ada kemerahan di sekitar Batasi jumlah pengunjung
luka Berikan perawatan kulit pada daerah edema
Tidak ada peningkatan nilai leukosit Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
Kolaborasi
70
3.5 Implementasi Keperawatan
Hari,
Tanggal, No. Tindakan Keperawatan, Respon/Hasil Paraf
Jam Dx &Nama
Kamis,
02/11/2023
Terpasang :
ETT : no 7,5 , kedalaman 20 cm,
selang ETT tidak ada kebocoran dan tidak
tergigit
Ventilator mode VC SIMV ,RR 19x/menit,
IE ( 1: 2 ), Tidal volume 320, PS 5, Fi02
50%
pH : 7, 3 pCO2 : 49,2
mmHg
pO2 : 108,7 mmHg HCO3 : 27,7
mmHg
t CO2 : 29,3 mmol/L BE : 2,3
71
19.30 3/4 Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas dan skala nyeri
Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
Memberikan teknik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
R/ Luka daerah luka op tampak bersih tertutup
kassa, rembesan ( - )
Terpasang th/ drip midazolam 2 mg/jam
20.00 Mempertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Memonitor tanda gejala infeksi lokal dan
sistemik
Membatasi pengunjung
Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
Mempertahankan teknik aseptik pada pasien
21.00 berisiko tinggi
Berkolaborasi pemberian antibiotic
72
3.6 Catatan Perkembangan
Tanggal / jam Catatan Perkembangan TTD
3/10/2023 S : Kel 2
14:00 Klien mengatakan nyeri pada daerah luka op di
dada dan batuk
O:
Klien sakit berat,
GCS 15 compos mentis
skala nyeri 3 ( 0 – 10 )
Batuk ( + ) dahak berwarna putih ( + )
TD 137/58 mmHg
HR 63x/menit
S 36 C
RR 18x/menit
Rh -/- , wh -/-
SpO2 99%
NRM 10 lpm
MAP 82,
CRT < 2 detik
Tekanan arteri line 137/58
DC terpasang produksi urine 17,3cc/jam,
CPOT 1
Terpasang morpin drip 10 mcq/KgBB/menit
A:
1. Gangguan ventilasi spontan teratasi
2. Nyeri akut teratasi sebagian
3. Resiko penurunan curah jantung
4. Resiko infeksi
P:
Monitor status oksigenasi , frekuensi, dan
kedalaman nafas
Monitor irama dan frekuensi jantung
Ajarkan dan anjurkan tehnik batuk efektif
Lakukan menejemen nyeri
I:
Memonitor status oksigenasi, frekuensi, dan
kedalaman nafas
Memonitor irama dan frekuensi jantung
Mengajarkan dan anjurkan tehnik batuk efektif
Melakukan menejemen nyeri
E:
EKG / 24 jam
Intake output / 24 jam
73
BAB IV
PEMBAHASAN
74
ini adalah gangguan ventilasi sepontan, nyeri akut, resiko penurunan curah
jantung dan resiko infeksi.
4.2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosis keperawatan utama pada kasus di atas adalah gangguan
ventilasi sepontan. Masalah ini didapatkan pada saat selesai pengkajian pada
pasien saat dirawat di Ruang GICU B kamar 8 RSHS Bandung dengan data
terdapat luka post OP, klien tidak sadar dalam pengaruh obat, terpasang
ventilator dengan mode VC SIMV, RR= 19x/menit, IE 1:2, Tidal Volume
320, PS= 5 PEEP 5, FiO2 50 %. Nadi perifer teraba lemah, warna kulit pucat,
PH 7,360, PCO2 49,2 ,PO2 108,7, luka Operasi di sternum dan sedasi. Tanda
dan gejalanya yang dialami oleh klien pun diperkuat oleh buku Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2016) bahwa gejala dan tanda mayor subjektif ventilasi
sepontan salah satunya adalah dispnea dan tanda mayor objektif penggunaan
otot bantu meningkat, volume tidal menurun, PCO2 meningkat, PO2
menurun dan Spo2 menurun. Kemudian gejala dan tanda minor objektif salah
satunya adalah gelisah dan takikardi. Definisi ventilasi sepontan bersumber
dari buku Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) adalah penurunan Cadangan
energi yang mengakibatkan individu tidak mampu bernafas secara adekuat.
Penyebabnya meliputi gangguan metabolisme dan kelelahan otot pernafasan.
Selanjutnya didapat Skala nyeri cpot 2, Luka operasi di sternal dan
kedua kaki, Tekanan IBP 148/68 mmHg, HR 78 x/menit, RR 18 x/menit dan
Suhu 35oC. Tanda dan gejalanya yang dialami oleh klien pun diperkuat oleh
buku Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) bahwa gejala dan tanda mayor
objektif tampak meringis, bersikap protektitif, gelisah, frekuensi nadi
meningkat dan sulit tidur. Kemudian tanda dan gejala minor objektif salah
satunya adalah tekanan darah meningkat dan pola nafas meningkat, nafsu
makan berubah dan proses berfikir terganggu. Definisi nyeri akut sepontan
bersumber dari buku Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) adalah pengalaman
sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan
hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
75
Dari hasil echo terdapat Cardiac Index 2,5 L/menit/m2, Cardiac
Output 3200 Liter, jumlah perdarahaan saat operasi 1000 cc, Nadi perifer
teraba lemah, warna kulit pucat, tekanan IBP 148/68 mmHg, Map 94 mmHg,
HR 78 x/menit, RR 18 x/menit, Suhu 350 C, JVP 5+2 mmH2O, akral dingin,
terapi Vascon 0,01 mcq/kgbb/m, Dobutamin 10 mcq/kgbb/m, Nilai CVP 14
mmHg, Hb 10,3 mg/dl, urine out put 3,5 cc/kgbb/jam dan produksi drain dan
CTT 398 cc/7 jam. Tanda dan gejala tersebut dapat beresiko perubahan
afterload, frekuensi jantung, irama jantung, kontraktilitas dan preload.
Definisi resiko penurunan curah jantung bersumber dari buku Tim Pokja
SDKI DPP PPNI (2016) adalah beresiko mengalami pemompaan jantung
yang tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh.
Terdapat Luka operasi di sternal dan kedua kaki, tekanan IBP 148/68
mmHg, HR 78 x/menit, RR 18 x/menit, suhu 35oC, Trombosit 122.000 /ul,
Leukosit 9.850 /ul, Hb 10,3 mg/dl, terpasang alat2 invasif : ETT no 7
kedalaman 20 cm, ventilator dengan mode SIMV, IE 1:2, Tidal Volume 320,
PEEP 5, FiO2 50 %., Terpasang swanzgan di jugularis kiri, Terpasang CVC
di thorakal kanan, terpasang Arteri line di radialis kanan dan terpasang
Dower cateter. Tanda dan gejala tersebut dapat beresiko penyakit kronis, efek
prosedur invasive, malnutrisi, peningkatan paparan organisme pathogen
lingkungan, ketidakadekutan pertahanan tubuh.
76
semifowler, menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dimana
kemampuan bernafas menjadi lebih maksimal.
Dukungan ventilasi bertujuan untuk membantu ventilasi paru dan
meningkatkan oksigenasi sebagai pencegahan kerusakan paru dan kelemahan
otot pernafasan karena sedang dalam kondisi diistirahatkan (Smeltzer, 2015).
Salah satu tindakan dukungan ventilasi yang dapat dilakukan sewaktu adalah
dengan memberikan posisi semi fowler. Pemberian posisi semi fowler
terbukti dapat membantu penurunan konsumsi oksigen dan meningkatkan
ekspansi paru menjadi lebih maksimal sehingga dapat mengatasi gangguan
pertukaran gas yang berhubungan dengan perubahan membran alveolus.
Posisi ini akan membuat pasien terhindar dari sesak nafas dan memberikan
kenyamanan (Suwaryo, Amalia, Waladani, 2021).
Penerapan posisi semi fowler yang dilakukan pada pasein akan
membantu dalam mengurangi sesak nafas dan mengoptimalkan ventilasi
(Muzaki dan Ani, 2020). Selain mengatasi gangguan ventilasi, pengaturan
posisi head up 30 derajat akan menurunkan tekanan intrakranial pasien cedera
kepala, meningkatkan oksigen ke otak, serta merilekskan pasien (Kusuma dan
Anggraeni, 2019). Gravitasi pada posisi semi fowler menyebabkan aliran
darah pada alveoli di basis paru meningkat 10 kali lebih tinggi daripada di
bagian apeks paru pada posisi berdiri dengan kata lain aliran darah dari paru
meningkat secara linier dari apeks ke basis (Laitupa dan Amin, 2016).
Penerapan posisi semi fowler yang dilakukan pada pasein akan membantu
dalam mengurangi sesak nafas dan mengoptimalkan ventilasi (Muzaki dan
Ani, 2020). Pengaturan posisi ii dapat didukung dengan pemberian intervensi
lainnya.
77
keperawatan pada Ny.Y telah dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
yang telah disusun sesuai dengan masalah pasien.
Dalam melaksanakan rencana tindakan keperawatan mengacu pada
teori yaitu melalui tahap-tahap pelaksanaan yang terdiri dari 3 tahap yaitu
persiapan, pelaksanaan dan dokumentasi. Tahap persiapan terdiri dari
menganalisa dan menggali kemampuan, pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan. Mengetahui komplikasi yang timbul pada kasus dan persiapan
pencatatan atau pendokumentasian. Seluruh rencana tindakan dapat
dilakukan, tetapi tidak dalam 24 jam karena keterbatasan waktu, sehingga
kami mendelegasikan kepada perawat ruangan.
4.5. Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan merupakan langkah terakhir dari proses
keperawatan dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari
rencana keperawatan tercapai atau tidak. Hasil evaluasi dari keempat
diagnosa keperawatan yang kami angkat pada kasus yakni.
Diagnosa pertama yaitu gangguan ventilasi spontan berhubungan
dengan penurunan complaince dan recoil paru masalah teratasi dikarenakan
pasien dapat bernafas spontan dan diberikan terapi oksigenasi minimalis.
Diagnosa kedua Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedra fisik,
masalah teratasi sebagian ditandai dengan pasien mengatakan badannya
terasa lemah, TD: 120/52 mmhg (arteri line), HR: 86 x/menit, RR: 18
x/menit, CO: 3200, CI: 2,5, SVR: 2250, CVP: 8 mmHg, EF: 50%.
Diagnosa ketiga, Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan
perubahan preload, masalah tidak terjadi ditandai dengan pasien tidak ada
kriterika tanda-tanda penurunan curah jantung karena hemodinamik stabil
TD: 120/52 mmhg (arteri line), HR: 86 x/menit, RR: 18 x/menit Intake : 625
cc/7jam output : 373 cc/7 jam.
Diagnosa keempat, resiko infeksi berhubungan dengan tindakan
invasive, masalah tidak terjadi ditandai dengan luka operasi tampak bersih
tertutup kassa steril dan tidak ada rembesan, tidak ada tanda- tanda infeksi
pada luka post operasi.. Faktor pendukung dalam pelaksanaan adalah
78
pendokumentasian yang dilakukan cukup lengkap sehingga kami dapat
mengevaluasi tindakan yang berpedoman pada implementasi yang sudah
dilakukan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Asuhan keperawatan pasca bedah Coronary Artery Bypass Graft
(CABG) dan MVR (Mitral Valve Replacment) merupakan hal yang sangat
penting karena menentukan keberhasilan pasien dalam melewati masa-masa
kritis pasca pembedahan. Keberhasilan ini akan dapat dicapai apabila perawat
dapat melakukan pengkajian yang spesifik hingga implementasi yang tepat
dan benar pada pasien.
Dari hasil pengkajian yang telah dilakukan pada Ny. Y setelah
menjalani pembedahan, didapatkan beberapa diagnosa keperawatan. Adapun
diagnose keperawatan pada Ny.Y yaitu:
1. Gangguan ventilasi spontan b.d penurunan complaince dan recoil
paru
2. Nyeri akut b.d agen pencedra fisik
3. Resiko penurunan curah jantung b.d perubahan preload
4. Resiko infeksi b.d tindakan invasif
Pada asuhan keperawatan yang telah diberikan terdapat beberapa
pencapaian yang telah dilalui oleh pasien ditandai dengan perubahan fungsi
kardiovaskuler yang stabil dan tidak terjadinya penurunan curah jantung,
bersihan jalan nafas sudah mulai efektif, perdarahan serta infeksi tidak terjadi.
5.2 Saran
Dalam rangka perbaikan dan peningkatan kualiatas pelayanan
keperawatan pada pasien dengan post operasi CABG dan MVR, maka penulis
ingin menyampaikan beberapa pemikiran/saran sebagai berikut:
Untuk pasien pasca operasi CABG dan MVR
79
Sebaiknya pasien yang telah melakukan operasi CABG dan MVR agar
dapat menjaga kesehatan untuk mencegah faktor resiko yang dapat
menyebabkan kejadian aterosklerosis kembali. Pembatasan aktivitas post
operasi di bulan-bulan pertama sangat perlu diperhatikan, sebaiknya
pasien post operasi CABG dan MVR mengurangi aktivitas agar tidak
terjadi komplikasi-komplikasi post pembedahan seperti terjadinya
perdarahan, serta diharapkan pasien mengikuti rehabilitasi sesuai
program sehingga fungsi secara fisik, mental, dan spritual kembali
optimal.
Untuk keluarga pasien pasca operasi CABG dan MVR
Keluarga dapat memberikan dukungan baik secara moril maupun spritual
kepada pasien. Support dari keluarga sangat membantu dalam pemulihan
pasca operasi CABG dan MVR.
Untuk teman sejawat perawat
Sebagai perawat yang profesional diharapkan mampu memahami konsep
dan dapat melakukan perawatan post bedah CABG dan MVR. Untuk itu
perawat harus dapat memahami defenisi, indikasi, komplikasi, dan
asuhan keperawatan dalam merawat pasien pasca operasi CABGdan
MVR, sehingga dapat meningkatkan mutu dan kualitas pelayanan
kesehatan pada pasien pasca operasi CABG dan MVR.
80
Daftar Pustaka
Black, J.M., & Hawks, J.H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Singapore : Elsevier.
Brunner & Suddarth. (2014). Keperawatan Medikal-Bedah (12th Ed.; Eka Anisa
Mardela, Ed.). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Cohn, L. H., & Adams, D. H. (2018). Cardiac Surgery in the Adult (5th ed.). Mc
Graw Hill Education.
Etnel, J.R.G., Huygens, S.A., Grashuis, P., Pekbay, B., Papageorgiou, G.,
Hesselink, J.W.R., Bogers, A.J.J.C., & Takkenberg, J.J.M. (2019).
Bioprosthetic aortic valve replacement in nonelderly adults: a systematic
review, meta-analysis, microseimulation. Circulation: Cardiovascular
Quality and Outcomes, 12:e005481
Fadilah, N. (2016). Terapi Latihan pada Pasien Pasca Operasi Mitral Valve
Replacment. Tesis. Universitas Airlangga.
Falk, V., Baumgartner, H., Bax, J. J., De Bonis, M., Hamm, C., Holm, P. J., Iung,
B., Lancellotti, P., Lansac, E., Muñoz, D. R., Rosenhek, R., Sjögren, J.,
Tornos Mas, P., Vahanian, A., Walther, T., Wendler, O., Windecker, S., &
Zamorano, J. L. (2017). 2017 ESC/EACTS Guidelines for the management
of valvular heart disease. European Journal of Cardio-Thoracic Surgery :
Official Journal of the European Association for Cardio-Thoracic
Surgery, 52(4), 616–664. https://doi.org/10.1093/ejcts/ezx324.
81
Harahap, M. A., Nurelilasari, & Ritonga, N. (2021). Pengaruh Dzikir Terhadap
Penurunan Tingkat Kecemasan Pasien Post Operatif Bedah Mayor Di
Ruang Rawat Bedah J. Jurnal Kesehatan Ilmiah Indonesia, 1(1), 45–52.
ICU-CNE. ICU Cardiac Surgery Post-op Care. Fifth Edition. Liverpool: New
South Wales Government. 2016.
Li, R. L., Luo, C. W., Ho, Y. C., Lee, S. S., & Kuan, Y. H. (2019). Heart valve
operations associated with reduced risk of death from mitral valve disease
but other operations associated with increased risk of death: A national
population-based case-control study. Journal of Cardiothoracic Surgery,
14(1), 1–8. https://doi.org/10.1186/s13019-019-0984-x
Mabruroh, F., & Syarif, S. (2020). Risiko Stres terhadap Penyakit Jantung
Koroner (Analisis Lanjut Studi Kohort Penyakit Tidak Menular): Nested-
case control. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 19(3), 120–125.
http://journals.stikim.ac.id/index.php/jikes/article/view/660/503
Matthews, Rachel .(2009). Surgical procedure and nursing care for coronary
heartadisease.Nursing times : Vantagea London dilihat di 11 November
2023,
https://www.nursingtimes.net/clinicalarchive/cardiovascular/surgicalproce
dure-and nursing-care-for-coronary-heart-disease/199516.article
Nishimura, R. A., Otto, C. M., Bonow, R. O., Carabello, B. A., Erwin, J. P.,
Fleisher, L. A., Jneid, H., Mack, M. J., McLeod, C. J., O’Gara, P. T.,
Rigolin, V. H., Sundt, T. M., & Thompson, A. (2017). 2017 AHA/ACC
Focused Update of the 2014 AHA/ACC Guideline for the Management of
Patients with Valvular Heart Disease: A Report of the American College
of Cardiology/American Heart Association Task Force on Clinical
Practice Guidelines. In Circulation (Vol. 135, Issue 25).
https://doi.org/10.1161/CIR.0000000000000503
Pahlawi, R., & Sativani, Z. (2021). Active Cycle Breathing Technique Terhadap
Fungsional Paru Pasien Post CABG (Laporan Kasus Berbasis Bukti).
Jurnal Keperawatan Profesional, 2(1), 1–6.
82
Prayogi, M. D., Hernawan, B., Herawati, E., & Romadhon, Y. A. (2019).
Correlation between Number of Prayer and Anxiety with Cardiovascular
Risk in Elderly. Proceeding Book National Symposium and Workshop
Continuing Medical Education XIV, December, 911–918.
PERKI. (2016). Panduan Praktik Klinis (PPK) & Clinical Pathway (CP)
Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah (Pertama). Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Whittle, J., & Kelleher, A. A. (2015). Preoperative assessment for cardiac surgery.
Anaesthesia and Intensive Care Medicine, 16(10), 484–490.
https://doi.org/10.1016/j.mpaic.2015.07.009
83