Anda di halaman 1dari 127

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

P DENGAN
DIAGNOSIS MEDIS CEREBRAL VASCULAR

ACCIDENT (CVA)

ALAMAN JUDUL

DISUSUN OLEH:

NIRTA

NIM 2104093

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS SEKOLAH TINGGI ILMU


KESEHATAN BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA 2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN


DIAGNOSIS MEDIS CEREBRAL VASCULAR

ACCIDENT (CVA)

Telah diperiksa dan disetujui Preseptor Akademik dan Preseptor Klinik

HALAMAN PEN
Yogyakarta, Juli 2022

Mengetahui,

Preceptor Akademik

(Daning Widi I., S.Kep., Ns., MSN.)

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan dan

kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan asuhan

keperawatan dalam rangka memenuhi tugas di Stase Keperawatan Gerontik.

Proses penyusunan laporan asuhan keperawatan ini telah dibantu dan didukung

oleh berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Vivi Retno Intening, S.Kep., Ns., MAN., selaku Ketua STIKES Bethesda

Yakkum Yogyakarta.

2. Daning Widi I., S.Kep., Ns., MSN, selaku Pembimbing Akademik.

3. Ny. P selaku pasien lansia.

4. Teman-teman mahasiswa ners angatan XV kelompok 7 dan semua pihak

yang telah membantu dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini

masih terdapat banyak kekurangan, maka dari itu penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun demi meningkatkan kesempurnaan laporan asuhan

keperawatan ini. Semoga laporan asuhan keperawatan ini bermanfaat

sebagaimana mestinya. Tuhan memberkati

Yogyakarta, Juli 2022

Nirta (2104093)

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL DEPAN
HALAMAN LEMBAR PERSETUJUAN........................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I: PENDAHULUAN............................................................................ 1
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan........................................................................ 3
C. Waktu dan Tempat Praktik......................................................... 3
D. Metode........................................................................................ 3

BAB II: TINJAUAN TEORI......................................................................... 5


A. Konsep Dasar Lansia.................................................................. 5
1. Pengertian............................................................................. 5
2. Batasan lanjut usia................................................................ 5
3. Teori proses penuaan............................................................ 6
4. Karakteristik lanjut usia....................................................... 9
5. Ciri-ciri lansia....................................................................... 10
6. Perubahan fisik pada lansia.................................................. 11
B. Konsep Dasar Medis.................................................................. 12
1. Pengertian............................................................................. 12
2. Anatomi Fisiologi................................................................. 14
3. Etiologi................................................................................. 37
4. Faktor resiko......................................................................... 38
5. Manifestasi klinis................................................................. 41
6. Pemeriksaan penunjang........................................................ 44
7. Pathway................................................................................ 49

iii
C. Konsep Dasar Keperawatan....................................................... 53
1. Pengkajian............................................................................ 53
2. Diagnosa Keperawatan......................................................... 62
3. Rencana Tindakan Keperawatan.......................................... 63

BAB III: TINJAUAN KASUS........................................................................ 66


A. Pengkajian.................................................................................. 66
B. Analisa Data............................................................................... 75
C. Diagnosa Keperawatan............................................................... 76
D. Rencana Tindakan Keperawatan................................................ 77
E. Catatan Perkembangan............................................................... 80

BAB IV: PEMBAHASAN.............................................................................. 86


A. Pengkajian.................................................................................. 86
B. Diagnosa Keperawatan............................................................... 86
C. Nursing Care Planing................................................................ 86
D. Evaluasi...................................................................................... 88

BAB V: PENUTUP........................................................................................ 89
A. Kesimpulan................................................................................ 89
B. Saran........................................................................................... 89
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 90
Lampiran ..........................................................................................................

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam kehidupan

manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak hanya di mulai

dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan kehidupaan

(Nasrullah, 2016). Masa lansia adalah masa penurunan fungsi-fungsi tubuh

dan semakin banyak keluhan yang dilontarkan karena tubuh tidak dapat lagi

bekerja sama dengan baik seperti kala muda, sehingga akan banyak

menimbulkan masalah-masalah kesehatan akibat penuaan tersebut (Padilla,

2013). Masalah kesehatan khususnya penyakit degeneratif pada lansia yang

sering terjadi meliputi, hipertensi 63,5 %, DM 57 %, masalah gigi 53,6 %,

penyakit jantung 4,5 %, stroke 4,4 %, masalah mulut 17 %, gagal ginjal 0,8

%, kanker 0,4 % (Riset Kesehatan Dasar, 2018). Salah satunya masalah

stroke di Indonesia menjadi semakin penting dan mendesak. Di Indonesia

stroke menempati urutan ketiga setelah asma dan kanker. Hasil Riskesdas

2018 jumlah presentasi stroke berjumlah 4,4% (Riset Kesehatan Dasar,

2018).

Stroke sebagai salah satu penyakit degeneratif didefinisikan sebagai

gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak (dalam beberapa

1
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan tanda dan gejala klinis

2
3

baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, disebabkan

oleh terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik)

ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian

otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna, sembuh dengan cacat, atau

kematian (Junaidi, 2012). Stroke adalah gangguan fungsi otak yang

timbulnya mendadak, berlangsung selama 24 jam atau lebih, akibat gangguan

peredaran darah diotak. Secara global, 15 juta orang terserang stroke setiap

tahunnya, satu pertiga meninggal dan sisanya mengalami kecacatan permanen

(Stroke Forum, 2015). Semua faktor yang menentukan timbulnya manifestasi

stroke dikenal sebagai faktor resiko stroke, adapun faktor tersebut antara lain

yaitu: hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung/kardiovaskular,

kontrasepsi oral, penurunan tekanan darah yang berlebihan, penyalahgunaan

obat dan konsumsi alkohol (Tutu April Ariani, 2014 dalam Masriadi, 2019).

Berdasarkan data World Health Organisation (WHO) tahun 2012

angka kematian akibat stroke sebesar 51% diseluruh dunia disebabkan oleh

tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 16% kematian stroke

disebabkan karena tingginya kadar glukosa (Kemenkes RI, 2017). Kejadian

stroke di Indonesia pada tahun 2018 yaitu sebanyak 10,9%

dari 1.000 penduduk, sedangkan prevalensi di Kalimantan Timur sebanyak

14,7% (Riskesdas, 2018).

Berdasarkan masalah kesehatan pada pasien gerontik tersebut, perlunya

mahasiswa keperawatan mengetahui asuhan keperawatan pada pasien stroke.


4

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan asuhan keperawatan lansia dapat meningkatkan

kemampuan lansia dalam memelihara kesehatan secara mandiri, sehingga

dapat meningkatkan status kesehatan menjadi lebih baik.

2. Tujuan Khusus

a. Lansia mampu mengenali masalah kesehatan

b. Lansia mampu memelihara dan mempertahankan kesehatan

c. Lansia mampu melakukan perawatan dalam meningkatkan kesehatan

C. Waktu dan Tempat Praktik

1. Waktu

Hari : Selasa - Jumat

Tanggal : 19 - 22 Juli 2022

2. Tempat Praktik : Wirogunan Surokarsan RW 7 RT 24

D. Metode

Dalam pengumpulan data, mahasiswa menggunakan beberapa metode,

diantaranya :

1. Wawancara

Dengan cara tanya jawab tentang hal-hal yang perlu diketahui berkaitan

dengan aspek fisik, sosial budaya, ekonomi dan keadaan lingkungan.


5

2. Observasi / Pengamatan

Observasi langsung dilakukan terhadap hal-hal yang tidak perlu

dipertanyakan, karena sudah cukup melalui pengamatan saja dan

penilaian dilakukan sendiri sesuai dengan kriteria teori.

3. Pemeriksaan fisik

Dilakukan pada anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan

dan keperawatan, berkaitan dengan keadaan fisik.

4. Studi dokumentasi

Metode pengumpulan data dari dokumen-dokumen yang ada misalnya

status pasien.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Lansia

1. Pengertian

Menurut WHO (2018), lansia adalah orang yang berumur 60-74 tahun,

proses menua merupakan proses yang terus menerus berlanjut secara

alamiah, dimulai sejak lahir dan umumnya dialami pada semua makhluk

hidup. Lansia atau menua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam

kehidupan manusia. Menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya di mulai dari suatu waktu tertentu, tetapi di mulai sejak permulaan

kehidupaan (Nasrullah, 2016). Masa lansia adalah masa penurunan

fungsi-fungsi tubuh dan semakin banyak keluhan yang dilontarkan

karena tubuh tidak dapat lagi bekerja sama dengan baik seperti kala

muda, sehingga akan banyak menimbulkan masalah-masalah kesehatan

akibat penuaan tersebut (Padilla, 2013).

2. Batasan lanjut usia

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2018 ada empat

tahapan yaitu:

a. Middle age atau usia pertengahan adalah usia 45-59 tahun.


b. Elderly atau lanjut usia adalah usia 60-74 tahun.
c. Old atau lanjut usia tua adalah usia 75-90 tahun.
d. Very old atau usia sangat tua adalah usia lebih dari 90 tahun.

6
7

Di Indonesia, batasan mengenai lanjut usia adalah 60 tahun ke atas,


terdapat dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2. Menurut undang-
undang tersebut diatas lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia
60 tahun ke atas, baik pria maupun wanita.

3. Teori proses penuaan

Menurut DepKes RI (2016), proses penuaan adalah sebagai berikut:

a. Teori Biologis
Teori biologis tentang penuaan dibagi menjadi:
1) Teori Instrinsik. Teori ini berati perubahan yang berkaitan
dengan usia timbul akibat penyebab dalam diri sendiri.
2) Teori Ekstrinsik. Teori ini menjelaskan bahwa perubahan yang
terjadi diakibatkan pengaruh lingkungan.
Teori lain menyatakan bahwa teori biologis dapat dibagi menjadi:
1) Teori Genetik Clock
Teori tersebut menyatakan bahwa menua telah terprogram
secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies
mempunyai di dalam inti selnya suatu jam genetik yang telah
diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan
menghitung mitosis dan akan menghentikan replikasi sel bila
tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita berhenti kita
akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan
lingkungan atau penyakit akhir yang katastrofal. Konsep ini
didukung kenyataan bahwa ini merupakan cara menerangkan
mengapa pada beberapa species terlihat adanya perbedaan
harapan hidup yang nyata. Menua terjadi sebagai akibat dari
perubahan biokimia yang diprogram oleh molekul /DNA dan
setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi.
8

2) Teori Mutasi Somatik (teori error catastrophe)


Menurut teori ini faktor lingkungan yang menyebabkan mutasi
somatic, sebagai contoh diketahui bahwa radiasi dan zat kimia
dapat memperpendek umur sebaliknya menghindarinya dapat
memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang
progresif pada DNA sel somatik, akan menyebabkan terjadinya
penurunan kemampuan fungsi sel tersebut. Sebagai salah satu
hipotesis yang berhubungan dengan mutasi sel somatik adalah
hipotesis error catastrope.
3) Teori Auto imun
Dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi oleh zat
khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut, sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
Pada proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat
khusus. Saat jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan mati.
4) Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat dibentuk di alam bebas. Tidak stabilnya
radikal bebas mengakibatkan oksigenasi bahan-bahan organik
seperti karbohidrat dan protein. Radikal ini menyebabkan sel-sel
tidak dapat beregenerasi. Ketika sel tidak dapat beregenerasi,
maka sel akan menua dan mati.
5) Teori stress
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang biasa digunakan.
Regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan
lingkungan internal dan stres menyebabkan sel-sel tubuh lelah
dipakai.
b. Teori Sosial
1) Teori aktifitas
Lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut
banyak dalam kegiatan sosial.
9

2) Teori Pembebasan
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan
adalah teori pembebasan (disengagement teori). Teori tersebut
menerangkan bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara
berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan
sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan interaksi sosial lansia
menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga
sering terjadi kehilangan ganda yaitu:
a) Kehilangan peran
b) Hambatan kontrol social
c) Berkurangnya komitmen
3) Teori Kesinambungan
Teori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam siklus
kehidupan lansia. Dengan demikian pengalaman hidup
seseorang pada usatu saat merupakan gambarannya kelak pada
saat ini menjadi lansia.
Pokok-pokok dari teori kesinambungan adalah:
a) Lansia tak disarankan untuk melepaskan peran atau harus
aktif dalam proses penuaan, akan tetapi didasarkan pada
pengalamannya di masa lalu, dipilih peran apa yang harus
dipertahankan atau dihilangkan
b) Peran lansia yang hilang tak perlu diganti
c) Lansia dimungkinkan untuk memilih berbagai cara adaptasi
c. Teori Psikologi
1) Teori Kebutuhan manusia menurut Hirarki Maslow
Menurut teori ini, setiap individu memiliki hirarki dari dalam
diri, kebutuhan yang memotivasi seluruh perilaku manusia
(Maslow 1954). Kebutuhan ini memiliki urutan prioritas yang
berbeda. Ketika kebutuhan dasar manusia sidah terpenuhi,
mereka berusaha menemukannya pada tingkat selanjutnya
10

sampai urutan yang paling tinggi dari kebutuhan tersebut


tercapai.
2) Teori individual
Sebuah teori perkembangan kepribadian dari seluruh fase
kehidupan yaitu mulai dari masa kanak-kanak, masa muda dan
masa dewasa muda, usia pertengahan sampai lansia.
Kepribadian individu terdiri dari ego, ketidaksadaran sesorang
dan ketidaksadaran bersama. Menurut teori ini kepribadian
digambarkan terhadap dunia luar atau ke arah subyektif
pengalaman-pengalaman dari dalam diri (introvert).
Keseimbangan antara kekuatan ini dapat dilihat pada setiap
individu, dan merupakan hal yang paling penting bagi kesehatan
mental.

4. Karakteristik lanjut usia

Menurut DepKes RI (2016), ada beberapa karakterisktik lansia yang

perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia

yaitu:

a. Jenis Kelamin
Lansia lebih banyak wanita dari pada pria.
b. Status Perkawinan
Status pasangan masih lengkap dengan tidak lengkap akan
mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun
psikologi.
c. Living Arrangement
Keadaan pasangan, tinggal sendiri, bersama istri atau suami, tinggal
bersama anak atau keluarga lainnya.
11

d. Kondisi Kesehatan
Pada kondisi sehat, lansia cenderung untuk melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri. Sedangkan pada kondisi sakit
menyebabkan lansia cenderung dibantu atau tergantung kepada
orang lain dalam melaksanakan aktivitas sehai-hari.
e. Keadaan Ekonomi
Pada dasarnya lansia membutuhkan biaya yang tinggi untuk
kelangsungan hidupnya, namun karena lansia tidak produktif lagi
pendapatan lansia menurun sehingga tidak semua kebutuhan lansia
tadat terpenuhi.

5. Ciri-ciri lansia

Menurut DepKes RI (2016), ciri-ciri lansia adalah sebagai berikut:

a. Lansia merupakan periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan

faktor psikologis sehingga motivasi memiliki peran yang penting

dalam kemunduran pada lansia. Misalnya lansia yang memiliki

motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka

akanmempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga

lansia yang memiliki motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik

pada lansia akan lebih lama terjadi.

b. Lansia memiliki status kelompok minoritas

Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak

menyenangkan terhadap lansia dan diperkuat oleh pendapat yang

kurang baik, misalnya lansia yang lebih senang mempertahankan

pendapatnya maka sikap sosial di masyarakat menjadi negatif,


12

tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang

lain sehingga sikap social masyarakat menjadi positif.

c. Menua membutuhkan perubahan peran

Perubahan peran pada lansia sebaiknya dilakukan atas

dasarkeinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.

d. Penyesuaian yang buruk pada lansia

Perlakuan yang buruk terhadap lansia membuat mereka

cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat

memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan

yang buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula.

6. Perubahan fisik yang terjadi pada lansia

Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan

psikologi (Mubarak, 2010).

a. Perubahan Fisik
1) Kekuatan fisik secara menyeluruh berkurang, merasa cepat lelah
dan stamina menurun.
2) Sikap badan yang semula tegap menjadi membungkuk, otot-otot
mengecil, hipotrofis, terutama dibagian dada dan lengan.
3) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak.
Permukaan kulit kasar dan bersisik karena kehilangan proses
keratinasiserta perubahan ukuran dan bentuk sel epidermis.
4) Rambut memutih dan pertumbuhan berkurang sedang rambut
dalam hidung dan telinga mulai menebal.
5) Perubahan pada indera. Misal pada penglihatan, hilangnya
respon terhadap sinar, hilangnya daya akomodasi. Pada
pendengaran pengumpulan cerumen dapat terjadi karena
meningkatnya keratin.
13

6) Pengapuran pada tulang rawan, seperti tulang dada sehingga


rongga dada menjadi kaku dan sulit bernafas.
b. Perubahan Sosial
1) Perubahan peran post power syndrome, single woman, dan
single parent.
2) Ketika lansia lainnya meninggal maka muncul perasaan kapan
akan meninggal.
3) Terjadinya kepikunan yang dapat mengganggu dalam
bersosialisasi.
4) Emosi mudah berubah, sering marah-marah dan mudah
tersinggung.
c. Perubahan Psikologi
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,
frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan depresi dan kecemasan.

B. Konsep Dasar Medis

1. Pengertian

Stroke merupakan kegawat daruratan medik yang menjadi salah satu

penyebab kematian dan kecacatan (Rachmawati, 2017). Stroke dapat

menyerang semua golonga usia dan sebagian besar akan dijumpai pada

usia 55 tahun keatas serta stroke merupakan kelainan fungsi otak yang

timbul mendadak yang disebabkan karena terjadinya gangguan peredaran

darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Bustan, 2015).

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit

neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi


14

saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk

menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).

Gambar 1. Stroke
Sumber: www.gambarstroke.com
Stroke iskemik atau Stroke Non Hemoragik disebabkan oleh
penyumbatan arteri dari gumpalan darah atau pembuluh darah tersumbat
karena aterosklerosis. Aterosklerosis, plak kolesterol diendapkan di
dalam dinding arteri, mempersempit diameter arteri sehingga menyempit
dan mengakibatkan aliran darah berkurang ke otak, sehingga tekanan
darah meningkat untuk memenuhi tuntutan kebutuhan tubuh (Lewis,
2014 dalam Hermanto, 2021).
Sedangkan stroke perdarahan intraserebral (Intracerebral Hemorrhage,

ICH) atau yang biasa dikenal sebagai stroke hemoragik, yang

diakibatkan pecahnya pembuluh intraserebral. Kondisi tersebut

menimbulkan gejala neurologis yang berlaku secara mendadak dan

seringkali diikuti gejala nyeri kepala yang berat pada saat melakukan

aktivitas akibat efek desak ruang atau peningkatan tekanan intrakranial

(TIK) (Putri Ayundari, 2021).


15

2. Anatomi fisiologi

Menurut LeMone et al. (2016), secara struktural sistem saraf dibagi menjadi

sistem saraf pusat (SSP) dan sistem saraf tepi (SST). SSP terdiri dari otak,

medula spinalis yang dilindungi oleh kranium dan tulang vertebra. SST terdiri

dari saraf kranilalis dan saraf spinalis serta ganglianya. Satu fungsi saraf

terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang

lain. Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medulla spinalis,

sedangkan saraf perifer terdiri atas saraf-saraf yang keluar dari otak (12

pasang) dan saraf-saraf yang keluar dari medulla spinalis (31 pasang).

Menurut fungsinya saraf perifer dibagi atas saraf afferent (sensorik) dan

efferent (motorik). Saraf afferent (sensorik) menghantarkan informasi

dari reseptor- reseptor khusus yang berada pada organ permukaan atau

bagian dalam ke otak dan medulla spinal ke organ-organ tubuh seperti

otot rangka, otot jantung, otot-otot bagian dalam dan kelenjer-kelenjer.

Saraf motorik kemudian dibagi menjadi dua yaitu system saraf somatic

dan system saraf otonomik. Sistem saraf somatic berperan dalam

interaksi antara tubuh dengan lingkungan luar. Serabut sarafnya berada

pada sel-sel otot rangka. Sistem saraf otonomik dibagi atas simpatis dan

parasimpatis yang berperan dalam interaksi dengan lingkungan internal

seperti pada otot jantung, kelenjar dan lain-lain

a. Sel dalam sistem saraf


16

SSP dan SST sangat terintegrasi dan hanya terdiri atas dua jenis sel,

yaitu neuron yang menerima impuls, dan mengirimkannya ke sel

lain,dan neuroglia yang melindungi dan menutrisi neuron.

Gambar 2. Struktur Sel Saraf

Sumber: www.gambarstruktursel.com

1) Neuron

Dendrit adalah proyeksi kecil dari badan sel yang mengirimkan

impuls ke badan sel. Bagian sel yang sebagian besar berlokasi ke

dalam SSP, dan mengelompok di ganglia atau nuklei. Badan sel

dan dendrit menyelimuti gray matter di SSP. Akson rute panjang

membawa impuls dari badan sel. Mielin adalah suatu senyawa

lipid putih. Mielin ini berselang-seling pada interval jarak tertentu

pada area yang tidak dilapisi mielin yang disebut nodus Ranvier,

memungkinkan pergerakan ion diantara akson dan cairan


17

ekstraseluler. Selubung mielin berfungsi untuk meningkatkan

kecepatan konduksi impuls saraf dalam akson dan penting untuk

mempertahankan proses saraf yang lebih lama. Serat saraf yang

dilapisi mielin mengandung white matter pada otak dan medula

spinalis.

2) Potensial Aksi

Potensial aksi adalah impuls (gerakan listrik yang terjadi di

sepanjang membran akson) yang memungkinkan neuron untuk

berkomunikasi dengan neuron dan sel tubuh lainnya. Potensial

aksi dimulai oleh stimulus dan disebarkan melalui pergerakan ion

listrik yang cepat di sepanjang membran sel. Pergerakan impuls

ke dan dari SSP dapat terjadi karena adanya neuron aferen dan

eferen. Neuron aferen atau sensorik, memiliki reseptor di kulit,

otot, dan organ lain dan menyampaikan impuls ke SSP. Neuron

eferen , atau motorik, menghantarkan impuls dari dari SSP untuk

menghasilkan beberapa jenis aksi.

3) Neurotransmiter

Neurotransmiter adalah zat kimia pembawa pesan pada sistem

saraf. Neurotransmiter dapat merupakan inhibitor ataupun

eksitatori. Neurotansmiter eksitatori hampir selalu asetilkolin

(acetylcholine, ACh), yang terdegradasi secara cepat oleh enzim

asetilkolinesterase, Norepinefrin (NE), yang dapat berperan


18

sebagai eksitatori atau inhibitor, Gamma Aminobutyric Acid

(GABA) yang dapat menjadi eksitatori atau inhibitor.

b. Sistem Saraf Pusat

Sistem Saraf Pusat (SSP) terdiri atas otak, medula spinalis,

sekelompok neuron yang sangat berkembang yang bekerja untuk

menerima, menghubungkan, menginterpretasi, dan menghasilkan

respon terhadap impuls saraf yang berasal dari seluruh tubuh.

1) Otak
.

Gambar 3. Struktur Otak

Sumber: www.gambarotakmanusia.com

Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi

dalam seluruh tubuh manusiadan terutama berasal dari proses

metabolisme oksidasi glukosa. Otak berada pada ruang cranial

dan dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak yang disebut

cranium. Otak terletak dalam rongga cranium , terdiri atas semua

bagian system saraf pusat (SSP) diatas korda spinalis. Fungsi dari
19

SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara SSP

dengan bagian tubuh lainnya (Derrickson & Tortora, 2013).

Otak adalah pusat kontrol sistem saraf dan juga menghasilkan

pemikiran, emosi, dan bicara. Otak memiliki empat regio utama

yaitu serebrum, serebelum, diensefalon, dan batang otak

(LeMone, et al., 2016).

Menurut LeMone, et al.( 2016), fungsi umum empat regio utama

adalah sebagai berikut:

a) Serebrum

Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar. Cerebrum

mempunyai dua hemisfer yang dihubungkan oleh korpus

kallosum yaitu hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Dua hemisfer

di serebrum memiliki berat hampir 60% berat otak, berat otak

sebesar 1,3 kg dan menerima 15% hingga 20% cuarh jantung.

Permukaan serebrum berlipat menjadi daerah jaringan yang

meninggi disebut girus, yang dipisahkan oleh arus dangkal

(sulkus) dan alur dalam (fisura).

Fisura longitudinal memisahkan hemisfer, dan fisura

transversal memisahkan hemisfer, dan fisura transversal

memisahkan serebrum dari serebelum (LeMone, et al., 2016).

Baik hemisfer kanan dan kiri, menginterprestasi data sensori

yang masuk, menyimpan memori belajar. Namun demikian


20

masing-masing hemisfer mempunyai dominasi tertentu, seperti

pada hemisfer kanan lebih dominan dalam mengasimilasi

pengalaman sensori visual, informasi, aktivitas music, seni,

menari. Pada hemisfer kiri lebih dominan pada kemampuan

analisis, bahasa, bicara, matematik dan berfikir abstrack.

Fungsi serebrum

(1) Menginterpretasikan input sensori

(2) Mengontrol aktivitas muskuloskeletal

(3) Memproses intelek dan emosi

(4) Memiliki memori mengenai keterampilan

Gambar 4. Lobus-lobus Otak

Sumber: www.gambarbagianotak.com

a) Lobus parietal

Adalah daerah korteks yang terletak di belakang sulkus

sentralis.Lobus ini merupakan daerah sensorik primer otak

untuk sensori peraba dan pendengaran. Meningkatkan


21

kesadaran akan rasa nyeri, kedinginan, sentuhan ringan. Sisi

kiri menerima input dari sisi kanan tubuh, dan sebaliknya.

Lobus parietal juga membantu mengarahkan posisi pada

ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian

tubuhnya.

b) Lobus oksipital

Lobus ini terlibat dalam interprestasi bau dan penyimpanan

ingatan.

Menerima dan menginterpretasikan stimulus visual.

Kerusakan pada lobus ini otomatis akan kehilangan fungsi

dari lobus itu sendiri yaitu penglihatan.

c) Lobus temporal

Menerima dan menginterpretasikan stimulus olfaktorius dan

auditori. Lobus temporal mengolah kejadian yang baru saja

terjadimenjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka

panjang.

d) Lobus frontal

Mengontrol pergerakan volunter otot. Lobus frontal juga

mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan, emosi. daerah

tertentu pada lobus frontal bertanggung jawab terhadap

aktivitas motorik tertentu pada sisi tubuh yang berlawanan.

Pada frontal bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi

sebagai pusat motorik bahasa. Kerusakan area broca dapat


22

mengakibatkan aphasia motorik (ekpresif) yang ditandai

ketidakmampuan pasien untuk mengungkapkan pikiran-

pikiran yang dapat dimengerti dalam bentuk bicara.

b) Diensefalon

(1) Mentransmisikan impuls sensori dan motorik

(2) Mengatur sistem saraf otonom

(3) Mengatur dan memprosuksi hormon

(4) Memediasi respon emosi

Diensefalon melekat pada serebrum superior ke batang otak.

Diensefalon terdiri dari:

(1) Thalamus

Thalamus memulai untuk memproses impuls sensori

sebelum naik ke korteks serebral. Talamus memiliki peran

sebagai stasiun menyortir, memproses, dan menyampaikan

input ke dalam regio kortikal.

(2) Hipotalamus

Hipotalamus, yang berlokasi dibagian inferior talamus,

mengatur suhu tubuh, metabolisme air, nafsu makan,

ekspresi emosional, bagian siklus bangun-tidur, dan rasa

haus.
23

(3) Epitalamus

Epitalamus membentuk bagian dorsal diensefalon dan

mencakup badan pineal, yang merupakan bagian dari

sistem endokrin yang mempengaruhi pertumbuhan dan

perkembangan.

c) Batang Otak

Gambar 5. Otak

Sumber: www.gambarotakmanusia.com

(1) Berperan sebagai lintasan konduksi

(2) Berperan sebagai lokasi traktus dekusasi

(3) Mengandung nuklei respiratori

(4) Membantu mengatur muskuloskeletal


24

Gambar 6. Peran otak

Sumber: www.gambarfungsiotak.com

Batang otak terdiri :


a) Diensephalon, diensephalon merupakan bagian atas batang

otak. yang terdapat diantara serebelum dengan

mesensefalon. Kumpulan dari sel saraf yang terdapat di

bagian depan lobus temporalis terdapat kapsul interna

dengan sudut menghadap kesamping. Fungsinya dari

diensephalon yaitu:

(1) Vasokonstriktor, mengecilkan pembuluh darah.

(2) Respirator, membantu prosespernafasan.

(3) Mengontrol kegiatan refleks.

(4) Membantu kerja jantung,

b) Mesensefalon, atap dari mesensefalon terdiri dari empat

bagian yang menonjol keatas. Dua disebelah atas disebut


25

korpus kuadrigeminus superior dan dua sebelah bawah

selaput korpus kuadrigeminus inferior. Serat nervus

toklearis berjalan ke arah dorsal menyilang garis tengah ke

sisi lain. Fungsinya: Membantu pergerakan mata dan

mengangkat kelopak mata dan Memutar mata dan pusat

pergerakan mata.

c) Ponsvaroli barikum pantis yang menghubungkan

mesensefalon dengan pons varoli dan dengan serebelum,

terletak didepan serebelum diantara otak tengah dan

medulla oblongata. Disini terdapat premoktosid yang

mengatur gerakan pernafasan dan refleks. Fungsinya

adalah:

(1) Penghubung antara kedua bagian serebelum dan juga

antara 16 medulla oblongata dengan serebellum.

(2) Pusat saraf nervustrigeminus

Batang otak terdiri atas otak tengah, pons, dan medula

oblongata.

a) Otak tengah

Otak tengah adalah pusat refleks pendengaran dan

penglihatan serta berfungsi sebagai lintasan saraf antara

hemisfer serebral dan otak bawah.


26

b) Pons

Pons terletak tepat di bawah orak tengah. Pons sebagian

besar terdiri atas traktus serat, tetapi juga mengandung

nuklei yang mengontrol status pernapasaan.

c) Medula oblongata

Medula oblongata, yang berlokasi di dasar batang otak,

terus berlanjut dan menyatu dengan bagian superior

medula spinalis. Nuklei medula oblongata memainkan

peran penting dalam mengontrol denyut jantung, tekanan

darah, pernapasan, dan kemampuan menelan.

d) Serebelum

Cerebellum Otak kecil di bagian bawah dan belakang

tengkorak dipisahkan dengan cerebrum oleh fisura

transversalis dibelakangi oleh pons varoli dan diatas

medulla oblongata. Organ ini banyak menerima serabut

aferen sensoris, merupakan pusat koordinasi dan integrasi.

Serebelum berhubungan dengan otak tengah, pons dan

medulla. Fungsi serebelum mencakup koordinasi aktivitas

muskulokeletal, mempertahankan keseimbangan, dan

mengontrol pergerakan yang sesuai (LeMone, et al.,

2016).
27

c. Struktur Protektif pada Sistem Saraf


1) Tengkorak

Tulang tengkorak merupakan struktur tulang yang menutupi dan

melindungi otak, terdiri dari tulang kranium dan tulang muka. Otak

terletak dalam ruang tertutup oleh cranium, tulang tulang penyusun

cranium disebut tengkorak yang berfungsi melindungi organ-organ

vital. Ada Sembilan tulang yang membentuk cranium yaitu tulang

frontal oksipital, sphenoid, etmoid, temporal dua buah, parental dua

buah. Tulang-tulang tengkorak dihubungkan oleh sutura.

2) Meningen

Meningen adalah jaringan membrane penghubung yang melampisi

otak dan medulla spinalis.

Gambar 7. Meingens

Sumber: www.gambarmeningens.com

(a) Duramater

Durameter terdiri dari dua lapisan, yang terluar bersatu dengan

tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai


28

duramater yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Di antara

tulang kepala dengan duramater terdapat rongga epidural

(Syaifudin, 2011).

(b) Arachnoid

Arachnoid adalah membrane bagian tengah bentuknya seperti

sarang labah- labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut

liquor cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi

sela sela membran araknoid. Fungsi selaput arachnoidea adalah

sebagai bantalan untuk melindungi otak dari bahaya kerusakan

mekanik (Syaifudin, 2011).

(c) Piamater

Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk disesuaikan dengan

lipatan-lipatan permukaan otak (Syaifudin, 2011).

3) Cairan Cerebrospinal (CSS)

CSS adalah cairan bening tidak berwarna yang dihasilkan oleh

pleksus koroid, yang terdiri atas sekumpulan kapiler khusus yang

berlokasi di ventrikel otak. Berasal dari plasma darah, CSS

mengandung 99% air, dan terdiri atas protein, natrium, klorida,

kalium, bikarbonat, dan glukosa. Jumlah CSS normal memiliki

rentang 80 hingga 200 ml dan cairan ini diganti setiap beberapa

kali sehari. Normalnya, CSS dihasilkan dan diabsorbsi dalam

jumlah yang sama. CSS bersirkulasi dari ventrikel lateral hemisfer

serebral ke dalam ventrikel ketiga, melalui otak tengah, dan ke


29

dalam ventrikel keempat. Sebagian CSS mengalir menuruni pusat

medula spinalis, sedangkan sisanya bersirkulasi ke dalam ruang

subaraknoid dan kembali ke aliran darah melalui vili araknoid.

d. Sistem Saraf Perifer

Sistem saraf perifer menghubungkan sistem saraf pusat dengan

seluruh tubuh. Sebagian besar saraf pada sistem saraf perifer

mengandung serat untuk kedua divisi dan semua diklasifikasikan

secara regional sabagai saraf spinal atau saraf kranial (LeMone et al.,

2016).

1) Saraf Spinal
33 pasang saraf spinal dinamakan menurut lokasinya: tujuh
pasang servikal, 12 pasang torakal, lima pasang lumbal, lima
pasangsakral, dan empat pasang koksigis. Setiap saraf spinal
mengandung serat sensori dan motorik.
2) Saraf Kranial
12 pasang saraf kranial berasal dari otak depan dan batang otak
(Sulistiyawati, 2020).

Gambar 8. Saraf Kranial


30

Sumber: Anakardian (2017)

Fungsi Saraf Kranial


a) Nervus olfaktorius, saraf pembau yang keluar dari otak

dibawa oleh dahi, membawa rangsangan aroma (bau-bauan)

dari rongga hidung ke otak.

b) Nervus optikus, mensarafi bola mata, membawa rangsangan

penglihatan ke otak.

c) Nervus okulomotoris, bersifat motoris, mensarafi otot-otot

orbital (otot pengerak bola mata), menghantarkan serabut-

serabut saraf para simpati untuk melayani otot siliaris dan

otot iris.

d) Nervus troklearis, bersifat motoris, mensarafi otot- otot

orbital. Saraf pemutar mata yang pusatnya terletak

dibelakang pusat saraf penggerak mata.

e) Nervus trigeminus, bersifat majemuk (sensoris motoris) saraf

ini mempunyai tiga buah cabang, fungsinya sebagai saraf

kembar tiga, saraf ini merupakan saraf otak besar. Sarafnya

yaitu:

(1) Nervus oltamikus: sifatnya sensorik, mensarafi kulit


kepala bagian depan kelopak mata atas, selaput lendir
kelopak mata dan bola mata.
(2) Nervus maksilaris: sifatnya sensoris, mensarafi gigi atas,
bibir atas, palatum, batang hidung, ronga hidung dan
sinus maksilaris.
31

(3) Nervus mandibula: sifatnya majemuk (sensori dan


motoris) mensarafi otot-otot pengunyah. Serabut-serabut
sensorisnya mensarafi gigi bawah, kulit daerah temporal
dan dagu.
f) Nervus abdusen, sifatnya motoris, mensarafi otot-otot orbital.

Fungsinya sebagai saraf penggoyang sisi mata.

g) Nervus fasialis, sifatnya majemuk (sensori dan motorik)

serabutserabut motorisnya mensarafi otot-otot lidah dan

selaput lendir ronga mulut. Di dalam saraf ini terdapat

serabut-serabut saraf otonom (parasimpatis) untuk wajah dan

kulit kepala fungsinya sebagai mimik wajah untuk

menghantarkan rasa pengecap.

h) Nervus Vestibulokoklearis, sifatnya sensori, mensarafi alat

pendengar, membawa rangsangan dari pendengaran dan dari

telinga ke otak. Fungsinya sebagai saraf pendengar.

i) Nervus glosofaringeus, sifatnya majemuk (sensori dan

motoris) mensarafi faring, tonsil dan lidah, saraf ini dapat

membawa rangsangan cita rasa ke otak.

j) Nervus vagus, sifatnya majemuk (sensoris dan motoris)

mengandung saraf-saraf motorik, sensorik dan para simpatis

faring, laring, paruparu, esofagus, gaster intestinum minor,

kelenjar-kelenjar pencernaan dalam abdomen. fungsinya

sebagai saraf perasa.


32

k) Nervus asesorius, saraf ini mensarafi muskulus

sternokleidomastoid dan muskulus trapezium, fungsinya

sebagai saraf tambahan.

l) Nervus hipoglosus, saraf ini mensarafi otot-otot lidah,

fungsinya sebagai saraf lidah. Saraf ini terdapat di dalam

sumsum penyambung.

e. Sistem Peredarah Darah Otak

Aliran Darah Otak (Cerebral Blood Flow/ CBL)

Sistem serebrovaskular memberi otak aliran darah yang banyak

mengandung zat makanan yang penting bagi fungsional otak.

Terhentinya aliran darah serebrum atau Cerebrum Blood Flow (CBF)

selama beberapa detik saja akan menimbulkan gejala disfungsi

serebrum. Apabila berlanjut selama beberapa detik, defisiensi CBF

menyebabkan kehilangan kesadaran dan akhirnya iskemia serebrum.

CBF normal adalah sekitar 50ml/100gram jaringan otak/menit. Pada

keadaan istirahat otak menerima seperenam curah jantung; dari aspek

aspirasi oksigen, otak menggunakan 20% oksigen tubuh (Hartwig,

2012).
33

Gambar 9. Peredaraan darah otak

Sumber: www.gambarpembuluhdarahotak.com

1) Peredaran Darah Arteri

Empat arteri besar menyalurkan darah ke otak: dua arteri karotis

interna dan dua arteri vertebralis (yang menyatu dengan arteri

basilaris untuk membentuk sistem vertebrobasilar). Darah arteri

yang menuju ke otak berasal dari arkus aorta. Secara umum,

arteri-arteri serebrum bersifat penetrans atau konduktans. Arteri-

arteri konduktans (karotis, serebri media dan anterior, vertebralis,

basilaris, dan serebri posterior) serta cabang-cabangnya

membentuk suatu jaringan yang ekstensif di permukaan otak.

Secara umum, arteri karotis dan cabang- cabangnya


34

memperdarahi bagian terbesar dari hemisfer serebrum, dan arteri

vertebralis memperdarahi dasar otak dan serebelum. Arteri-arteri

penetrans adalah pembuluh yang menyalurkan makanan dan

berasal dari arteri-arteri konduktans. Pembuluh-pembuluh ini

masuk ke otak dengan sudut tegak lurus serta menyalurkan darah

ke struktur-struktur yang terletak di bawah korteks (talamus,

hipotalamus, kapsula interna dan ganglia basal) (Hartwig, 2012).

Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri, yaitu:

a) Arteri vertebralis

Dipercabangkan dari arteri subclavicula berjalan sepanjang

foramina transversalis dan masuk rongga kranial melalui

foramen magnum. Arteri ini bergabung membentuk arteri

basilaris. Sistem arteri vertebralis memberikan suplai pada

batang otak, serebelum, bagian bawah diensefalon dan daerah

medial dan inferior lobus temporalis dan occipitalis.

b) Arteri karotis interna

Arteri karotis interna dipercabangkan dari arteri karotis

komunis dan memasuki dasar cranium melalui kanalis

karotikus. Arteri karotis interna bercabang menjadi arteri

cerebralis anterior dan arteri cerebralis media. Dekat

percabangan ini terbentuk sirkulus willis dari arteri serebralis

posterior, arteri komunikan posterior, arteri serebralis anterior

dan cabang – cabang areteri komunikan. Arteri karotis interna


35

memberi suplai diencefalon bagian atas, ganglia basal, lobus

temporalis, parietalis dan frontalis. Arteri serebralis medial

memberi sebagian besar lobus frontalis, parietalis,temporalis,

oksipitalis, insular, ganglion basal, kapsula interna dan

thalamus. Arteri serebralis anterior memberi suplai pada

medial bagian medial lobus frontalis, parietalis, ganglia basal

bagian atas dan kepsula interna.

2) Ventrikel otak

Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua

ventriculus lateralis (I & II) di dalam hemispherii telencephalon,

ventriculus tertius pada diencephalon dan ventriculus quartus

pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Sistem

ventrikel adalah rangkaian ruang berongga penghubung yang

disebut ventrikel di otak yang diisi dengan cairan serebrospinal.

Sistem ventrikel terdiri dari dua ventrikel lateral, ventrikel ketiga,

dan ventrikel keempat. Ventrikel serebral dihubungkan oleh pori-

pori kecil yang disebut foramina, serta oleh saluran yang lebih

besar. Foramina atau foramina interventrikel dari Monro

menghubungkan ventrikel lateral ke ventrikel ketiga. Ventrikel

ketiga dihubungkan ke ventrikel keempat melalui sebuah kanal

yang disebut Saluran Air Sylvius atau saluran air serebral.

Ventrikel keempat meluas menjadi saluran sentral, yang juga

berisi cairan serebrospinal dan membungkus sumsum tulang


36

belakang. Ventrikel serebral menyediakan jalur sirkulasi cairan

serebrospinal ke seluruh sistem saraf pusat. Cairan esensial ini

melindungi otak dan sumsum tulang belakang dari trauma dan

memberikan nutrisi untuk struktur sistem saraf pusat.

Ventrikel Lateral:

Ventrikel lateral terdiri dari ventrikel kiri dan kanan, dengan satu

ventrikel diposisikan di setiap belahan otak besar. Mereka adalah

yang terbesar dari ventrikel dan memiliki ekstensi yang

menyerupai tanduk. Ventrikel lateral memanjang melalui keempat

lobus korteks serebral, dengan area sentral setiap ventrikel

terletak di lobus parietal. Setiap ventrikel lateral terhubung ke

ventrikel ketiga melalui saluran yang disebut foramina

interventrikel. Bagian tengah terletak di lobus parietal. Sedangkan

atapnya terdiri dari corpus callosum. Di daerah inferolateral kita

menemukan thalamus dorsal dan ekor nukleus kaudat, dan ada

bagian anterior fornix, choroid pleksus, permukaan dorsolateral

thalamus, terminal stria dan bagian dari nucleus caudate.

Ventrikel Ketiga:

The ventrikel ketiga terletak di tengah-tengah diencephalon,

antara kiri dan kanan thalamus. Bagian dari pleksus koroid yang

dikenal sebagai tela chorioidea berada di atas ventrikel ketiga.

Pleksus koroid menghasilkan cairan serebrospinal. Saluran

foramina interventrikel antara ventrikel lateral dan ketiga


37

memungkinkan cairan serebrospinal mengalir dari ventrikel

lateral ke ventrikel ketiga. Ventrikel ketiga terhubung ke ventrikel

keempat oleh saluran air otak, yang memanjang melalui otak

tengah.

Ventrikel Keempat:

Ventrikel keempat terletak di batang otak, posterior pons dan

medula oblongata. Ventrikel keempat kontinu dengan saluran air

otak dan saluran sentral sumsum tulang belakang. Ventrikel ini

juga terhubung dengan ruang subarachnoid. Ruang subarachnoid

adalah ruang antara materi arakhnoid dan pia mater meninges.

The meninges adalah membran berlapis yang mencakup dan

melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Meninges terdiri

dari lapisan luar (dura mater ), lapisan tengah (arachnoid mater)

dan lapisan dalam (piamater). Koneksi ventrikel keempat dengan

kanal sentral dan ruang subarachnoid memungkinkan cairan

serebrospinal bersirkulasi melalui sistem saraf pusat.

3) Peredarah Darah Vena

Kebanyakan darah vena dari kepala kembali ke jantung melalui

vena jugularis interna, vena jugularis eksterna dan vena

vertebralis. (Black & Hawks, 2014).


38

3. Etiologi

Menurut Pudiastuti (2011) dalam Pritasari (2019), CVA biasanya

disebabkan dari salah satu keadaan dibawah ini diantaranya:

a. Thrombosis cerebral

Trombhosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi

sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak dan dapat menimbulkan

edema dan kongesti disekitarnya. Terdapat beberapa keadaan yang

menyebabkan thrombosis otak antara lain:

1) Ateroskelorosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta

berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh

darah.

2) Hyperkoagulasi pada polysitemia, darah bertambah kental,

peningkatan vikositas/hematokrit yang dapat melambatkan

aliran darah otak.

b. Emboli 

Emboli serebral merupakan sumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari

thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri

serebrak. Emboli berlangsung cepat dan tanda gejala kurang dari 10-

30 detik.
39

4. Faktor Risiko

a. Hipertensi

Tekanan darah sistolik ≥140 mm/Hg dan tekanan darah diastolic ≥90

mm/Hg, memberikan pengaruh terhadap terjadinya stroke. Dengan

masing-masing risiko hampir 3 kali dibandingkan dengan yang

memiliki tekanan darah sistolik dan diastolik normal. Sehingga

tingginya tekan darah sistolik dan diastolik dapat meningkatkan

risiko terjadinya stroke (Bangun dkk, 2020).

b. Kolesterol

Sindrom metabolik yang tidak normal menjadi pencetus serangan

stroke. Sindrom metabolik yang merupakan faktor risiko stroke

meliputi tekanan darah tinggi, gula darah meningkat, kegemukan dan

dislipidemia (Riyadina, 2010 dalam Bangun dkk, 2020).

c. Jenis kelamin

Insidensi Stroke pada perempuan lebih rendah dibandingkan laki-

laki akibat adanya hormon estrogen yang berfungsi sebagai proteksi

pada proses aterosklerosis (Bangun dkk, 2020).

d. Usia

Usia < 45 tahun lebih sedikit dibandingkan dengan usia ≥45 tahun,

karena dikaitkan dengan terjadinya penurunan hormon estrogen pada

perempuan menopouse usia >50 tahun (Bangun dkk, 2020).


40

e. Obesitas

Obesitas berhubungan dengan pola makan, DM tipe 2, peningkatan

kadar kolesterol dan peningkatan tekanan darah yang memicu

terjadinya proses aterosklerosis (Bangun dkk, 2020).

f. Riwayat keluarga

Keluarga dengan riwayat anggota keluarga pernah mengalami stroke

beresiko lebih besar daripada keluarga tanpa riwayat stroke. Faktor

genetik yang sangat berperan pada kasus stroke antara lain adalah

tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes dancacat pada

bentuk pembuluh darah (Udani, 2013).

g. Merokok

Perokok lebih rentan mengami stroke dibandingkan bukan perokok.

Nikotin dalam rokok. Nikotin dalam rokok membuat jantung bekerja

keras karena frekuensi denyut jantung dan tekanan darah meningkat

(Ummaroh, 2019). Pada perokok akan timbul plaque pada pembuluh

darah oleh nikotin sehingga memungkinkan penumpukan

arterosklerosis dan kemudian berakibat pada stroke (Wijaya & Putri,

2013 dalam Ummaroh, 2019).

h. Diabetes mellitus

Terjadinya hiperglikemia menyebabkan kerusakan dinding

pembuluh darah besar maupun pembuluh darah perifer disamping itu

juga akan meningkatkan agregrat platelet dimana kedua proses

tersebut dapat menyebabkan aterosklerosis. Hiperglkemia juga dapat


41

meningkatkan viskositas darah yang kemudian menyebabkan

naiknya tekanan darah atau hipertensi dan berakibat terjadinya stroke

iskemik (Ramadani et al., 2013).

i. Life style

Life style atau gaya hidup seringkali dikaitkan sebagai pemicu

berbagai penyakit. Contohnya pola makan yang bisanya sering

mengkonsumsi makanan siap saji, makanan yang digoreng dan kadar

gula yang tinggi dan berbagai jenis makanan yang ditambah zat

pewarna/penyedap/pemanis. Faktor gaya hidup lain yang dapat

beresiko terkena stroke yaitu sedentary life style atau kebiasaan

hidup santai dan malas berolahraga. Hal ini dapat mengakibatkan

kurangnya kemampuan metabolisme tubuh dalam pembakaran zat-

zat makanan yang dikonsumsi. Sehingga, beresiko membentuk

terjadinya tumpukan kadar lemak dan kolestrol dalam darah yang

beresiko membentuk ateroskelorosis (plak) yang dapat menyumbat

pembuluh darah yang dapat berakibat pada munculnya serangan

jantung dan stroke (Farida & Amalia, 2009 dalam Ummaroh, 2019).

j. Penyakit jantung

Orang yang mengidap masalah jantung, misalnya angina, fibrilasi

atrium, gagal jantung, kelainan katup, katup buatan, dan cacat

jantung bawaan, berisiko besar mengalami stroke. Bekuan darah

yang dikenal sebagai embolus, kadang-kadang terbentuk di jantung

akibat adanya kelainan di katup jantung, irama jantung yang tidak


42

teratur, atau setelah serangan jantung. Embolus ini terlepas dan

mengalir ke otak atau bagian tubuh lain. Setelah berada di otak,

bekuan darah tersebut dapat menyumbat arteri dan menimbulkan

stroke iskemik (Bangun dkk, 2020).

k. Stress emosional

Kadang-kadang pekerjaan, hubungan pribadi, keuangan, dan faktor-

faktor lain menimbulkan stres psikologis, dan penyebabnya tidak

selalu dapat dihilangkan. Meskipun sebagian besar pakar stroke

menganggap bahwa serangan stres yang timbul sekali-sekali bukan

merupakan faktor risiko stroke, namun stres jangka panjang dapat

menyebabkan peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol

(Bangun dkk, 2020).

l. Ras

Stroke lebih banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada

kulit hitam, Asia dan kepulauan Pasifik serta Hispanik dibandingkan

kulit putih. Pada kulit hitam diduga karena angka kejadian hipertensi

yang tinggi serta diet tinggi garam (Bangun dkk, 2020).

5. Manifestasi

Menurut WHO (World Health Organitation), stroke dapat dibagi atas:

a. Perdarahan Intraserebral (PIS)

Stroke akibat dari perdarahan intraserebral mempunyai gejala yang

tidak jelas, kecuali penderita stroke merasakan nyeri kepala karena


43

akibat dari hipertensi.Gejala ini seringkali timbul setiap hari pada

saat aktivitas dan pada saat emosi atau marah, sifat nyei yang

ditimbulkan oleh perdarahan intraserebral sangat hebat.Mual dan dan

muntah seringkali terjadi pada saat awal serangan.Kesadaran

mengalami penurunan sangat cepat dan mengarah pada kondisi

koma. 65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% antara ½ sampai

dengan 2 jam dan 12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari.

b. Perdarahan subarachnoid (PSA)

Pada pasien dengan perdarahan subarachnoid didapatkan gejala yang

timbul berupa nyeri kepala hebat dan akut.Kesadaran sering

terganggu dan gejala yang timbul sangat bervariasi.Ada gejala atau

tanda rangsangan meningeal dan edema papil dapat terjadi apabila

ada perdarahan subharachnoid karena pecahnya aneurisma pada

arteri komunikans anterior atau arteri karotisinterna.Gejala

neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan

pembuluh darah dan lokasinya.

Manifestasi stroke atau cva dapat berupa:

1) Kelumpuhan anngota badan atau anggota gerak yang terjadi

secara mendadak

2) Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih pada anggota

badan.

3) Terjadi perubahan secara mendadak pada status mental.

4) Afasia (bicara tidak lancar, kurangnya ucapan dan kesulitan


44

memahami ucapan)

5) Ataksia anggota badan yang mengakibatkan kesulitan untuk

berjalan, berbicara, terganggunya fungsi penglihatan, dan

gangguan menelan.

6) Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala.

c. Gejala khusus yang timbul pada penderita stroke:

1) Kehilangan motoric

Stroke adalah penyakit motor neuron atas yang

mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan

motorik,

2) Hemiplagia (paralisis pada salah satu sisi tubuh)

3) Hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh)

4) Menurunnya tonus otot abnormal

d. Kehilangan komunikasi

Fungsi otak yang dipengaruhi oleh penyakit stroke adalah:

1) Disartria yaitu kesulitan berbicara yang ditunjukkan dengan

bicara yang sulit untuk dimengerti yang disebabkan oleh

paralisis otot yang bertanggung jawab untuk mengontrol

proses bicara.

2) Disfasia atau afasia adalah kehilangan bicara yang terutama

ekspresif atau represif. Apraksia yaitu ketidakmampuan

untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.

e. Gangguan persepsi
45

1) Homonimushemianopsia yaitu kehilangan setengah lapang

pandang dimana sisi visual yang terkena berkaitan dengan

sisi tubuh yang paralisis.

2) Amorfosintesis yaitu keadaan dimana cenderung berpaling

dari sisi tubuh yang sakit dan mengabaikan sisi atau ruang

yang sakit tersebut.

3) Gangguan hubungan visual spasia, yaitu gangguan dalam

mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area

spasial.

4) Kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi

dan gerakan bagian tubuh ( kehilangan proprioseptik ) sulit

menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, auditorius.

(Wijaya & Putri, 2013).

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Indarwati, Sari dan Dewi (2008) dalam Ummaroh (2019),

mengatakan bahwa pemeriksaan diagnostik untuk memastikan jenis

serangan stroke, letak atau penyempitan, letak perdarahan serta luas

jaringan otak yang mengalami kerusakan, sebagai berikut:

a. CT-Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya

infark.

b. Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI)


46

Pemeriksaan MRI menunjukkan daerah yang mengalami infark atau

hemoragik. MRI mempunyai banyak keungulan dibanding CT-Scan

dalam mengevaluasi stroke, MRI lebih sensitif dalam mendeteksi

infark, terutama yang berlokasi dibatang otak dan serebelum.

c. Pemeriksaan magnetic resonance angiography (MRA)

Merupakan metode non-infasif yang memperlihatkan arteri karotis

dan sirkulasi serebral serta dapat menunjukan adanya oklusi.

d. Pemeriksaan ultrasonografi karotis dan dopler transkranial

Mengukur aliran darah serebral dan mendeteksi penurunan aliran

darah stenosis di dalam darah arteri dan arteri vetebrobasilaris selain

menunjukan luasnya sirkulasi kolateral.

e. Pemeriksaan lumbal pungsi

Pemeriksaan fungsi lumbal menunjukan adanya tekanan. Tekanan

normal biasanya ada trombosis, emboli dan TIA, sedangkan tekanan

yang meningkat dan cairan yang mengandung darah menunjukan

adanya perdaraha subarachnoid atau intrakranial.

f. Pemeriksaan EKG

Dapat membantu mengidentifikasi penyebab kardiak jika stroke

emboli dicurigai terjadi.

g. Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan elektrolit, fungsi ginjal,

kadar glukosa, lipid, kolestrol dan trigliserida dilakukan untuk

membantu menegakan diagnose.


47

h. EEG (Electro Enchepalografi)

Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau

mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.

i. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan, obstruksi arteri, oklusi/ruptur.

j. Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari massa yang luas. Klasifikasi karotis interna terdepat

pada trobus serebral.klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada

perdarahan sub arachnoid.

k. Pemeriksaan foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran

ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada

penderita stroke,menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal

daerah berlawanan dari massa yang meluas.

Menurut Wijaya & Putri (2013), adalah sebagai berikut:

a. Agriografi serebral

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti

CVA perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada


48

CVA perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma

b. Elektro encefalography

Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan

dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls

listrik dalam jaringan otak

c. Sinar X tengkorak

Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang

berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotisinternaterdapat

pada trombus serebral.Klafisikasi parsial dinding, aneurisma pada

pendarahan subarachnoid.

d. Ultrasonography Doppler

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan

infark akibat dari hemoragik.

e. CT Scan

Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi

hematoma,adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta

posisinya secara pasti. Hasil pemerksaan biasanya didapatkan

hiperdens fokal, kadang masuk ke ventrikel atau menyebar ke

permukaan otak

f. MRI

Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil


49

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan

infark akibat dari hemoragik

g. Foto thorax

Dengan dilakukannya foto thorax dapat memperlihatkan keadaan

jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan

salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke.


7. Pathway
Obeitas Usia Life style
Hipertensi Merokok Kolesterol
Pola makan yang
Renin mengubah Tidak dapat larut Pola hidup kurang tidak sehat dan tidak
Rokok mengandung Terjadi kemunduran
angiostensinogen dalam darah gerak dan banyak olahraga
zat berbahaya/ nikotin fungsi pembuluh
menjadi angiostensin makan-makan yang darah
I mengandung lemak
Kurangnya kemampuan
Menempel pada
Zat berbahaya yang metabolisme tubuh dalam
Angiostensin I diubah pembuluh darah
berlebihan dalam darah Penimbunan lemak pembakaran zat makan
menjadi angiostensin II yang dikonsumsi
merusak lapisan endotel
oleh ACE inhibitor
pembuluh darah,
kekentalan darah, Membentuk bekuan Meningkatnya lemak
penimbunan plak dan menyumbat arteri di pembuluh darah Beerisiko membentuk
Angiostensn II
tumpukan kadar
Stimulasi aldosteron
Merusak endotel lemak dan kolesterol
dari korteks adrenal
Arterosklerosis Memutus aliran darah
ke otak Terjadinya Arterosklerosis
Menurunnya reabsorbsi
nacl/ garam pembekuan darah/
Plak menyempitkan
trombus
lumen pembuluuh
Dencerkan dengan darah
meningkatkan vol. ekstraseluler

Peningkatan volume darah yang Terjadi sumbatan


dapat menyebabkan tekanan darah Plak yang terlepas
meningkatkan resiko
tersumbat Supali O2 ke
Endotel injuri otak menurun
vasokontriksiPeningkatan TD

50
Membentuk
Agregas trombus
trombosit
Stroke Non Hemoragic

Infark pada bagian Plak yang tertimbun TIK meningkat Batang otak
otak yang mengntrol dipembuluh darah
gerakan dari korteks Kompresi batang otak Merangsang ARASS (As-cending
depan Otak kurang suplai O2 Articular Activating System)
Depresi saraf pernafasan
Hemiparase/hemipalgia Resiko Perfusi Serebral Penurunan kesadaran
Tidak Efektif Pola Napas Tidak Efektif
Gg.Mobilitas Fisik Iskemia cerebri Retensi sputum
Nervus X
Imobilisasi Permeabilitas kapiler Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Muntah proyektil
Resiko Gangguan Metabolisme anaerob
Integritas Kulit Defisit Nutrisi
Pasien tidak dapat Penumpukan asam laktat Nervus V, VII, IX dan XII
merawat diri
Defisit Perawatan Diri Oedema serebri Disfagia Gg. Menelan

51
52
Sumber:

Rachmawati (2017), Bustan (2015), Nurarif & Hardhi (2015), Sulistyawati (2020),
Anakardian (2017), LeMone et al. (2016), SDKI (2017).

53
54

C. Konsep Dasar Keperawatan

Proses keperawatan terdiri atas lima tahap yang berurutan dan saling

berhubungan, yaitu pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan upaya untuk pengumpulan data secara lengkap dan sistematis

mulai dari pengumpulan data, identitas dan evaluasi status kesehatan klien

(Tarwoto, 2013). Hal-hal yang perlu dikaji antara lain:

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

3. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke sering kali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah

bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau

perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan perubahan di dalam

intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsif dan koma.


55

4. Riwayat penyakit dahulu Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke

sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma

kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan,

aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif dan kegemukan. Pengkajian

pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien, seperti pemakaian obat

antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta dan lainnya. Adanya

riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi

oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat

penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh

dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

5. Riwayat penyakit keluarga Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita

hipertensi, diabetes melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi

terdahulu.

6. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif dan perilaku klien. Pengkajian mekanisme koping

yang digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien

terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam

keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan

sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.


56

7. Pengkajian FAST:

a. Face: menilai pada otot wajah dengan cara meminta pasien untuk

tersenyum jika bibir pasien ada deviasi sebelah kiri atau kanan tandai

dengan yes, jika tidak ada deviasi no.

b. Arm: menilai pergerakan lengan untuk menentukan apakah terdapat

kelemahan pada ekstremitas, pemeriksaan dilakukan dengan

mengangkat kedua lengan atas pasien bersamaan dengan sudut 90

derajat bisa pasien duduk dan 45 derajat bila pasien terlentang, minta

pasien menahan selama 5 detik. Jika ada tanda lengan terjatuh tersebut,

sebelah kiri atau kanan.

c. Speech: penilaian bicara yang meliputi cara dan kualitas bicara

dilakukan dengan tahapan memperhatikan jika pasien berusaha untuk

mengucapkan sesuatu nilai ada gangguan dalam bicara, dengarkan

adakah suara pelo dan apakah ada kesulitan untuk mengungkapkan atau

menemukan kata-kata.

d. Time: jika memiliki seluruh gejala yang disebutkan diatas mungkin

orang tersebut mengalami stroke dan harus segera dibawa ke rumah

sakit

8. Golden periode stroke

a. 10 menit pertama terjadi perdarahan pada otak, beberapa bagian hilang

secara permanen

b. 1 jam berlalu lebih banyak jaringan otak yang mati namun dengan

perawatan segera masih mampu membatasi kecacatan.


57

c. 3 jam jika sudah melewati masa golden periode dengan perawatan

kemungkinan dapat mengalami kecacatan sedang.

d. 6 jam setelah melewati masa golden periode tanpa perawatan semua

jaringan berisiko mati kemungkinan mengalami kecacatan permanen.

Menurut LeMone et al. (2016), pengkajian pada pasien stroke terdiri dari:

a. Riwayat kesehatan

Faktor risiko, penggunaan obat, riwayat merokok, kapan manifestasi

dimulai, keparahan manifestasi, adanya inkontinensia, sistem dukungan

keluarga dan arahan.

b. Pengkajian Kesehatan Fungsional

1) Pola nutrisi-metabolik Adanya gangguan mengunyah atau menelan,

masalah batuk, asupan nutrisi selama 24 jam.

2) Pola eliminasi

Adanya perubahan eliminasi urin/usus, perubahan kemampuan ke

kamar mandi tanpa bantuan, adanya penggunaan laksatif,

supositoria, atau enema.

3) Pola persepsi kesehatan

Pernah melakukan pembedahan, riwayat tekanan darah tinggi,

masalah kemampuan gerak, riwayat penyakit neurologi, masalah

kemampuan untuk melihat, mendengar, merasakan, atau mencium.

4) Pola aktifitas latihan fisik

Adanya kemampuan gerak tubuh, masalah keseimbangan,

kelemahan pada lengan atau tungkai.


58

5) Pola istirahat-tidur : Adanya masalah istirahat-tidur

6) Pola kognitif-persepsi

Adanya sakit kepala, pusing, masalah penglihatan dan pendengaran,

kehilangan sensasi kebas, geli, atau terbakar.

7) Pola persepsi diri-konsep diri:

Perasaan dengan adanya masalah ini

8) Pola peran-berhubungan

Mempengaruhi pekerjaan atau tidak, riwayat turunan dalam

keluarga.

9) Pola seksualitas-reproduksi

Adanya masalah seksualitas atau reproduksi selama sakit

10) Pola koping stres:

Adanya masalah yang ditimbulkan dan stress.

11) Pola nilai dan keyakinan

c. Pemeriksaan Fisik

Urutan pemeriksaan fisik sebagai berikut:

1) Integumen secara umum

Warna, tekstur, turgor kulit, teraba hangat atau dingin, ada bekas

luka atau tidak

2) Kepala

Bentuk kepala, kulit kepala ada luka atau tidak, ada kutu atau tidak,

ada ketombe atau tidak, pertumbuhan rambut, lebat atau tidak,

beruban atau tidak. Biasanya simetris, wajah pucat. Pada


59

pemeriksaan Nervus V (Trigeminus) : biasanya pasien bisa

menyebutkan lokasi usapan dan pada pasien koma, ketika diusap

kornea mata dengan kapas halus, pasien akan menutup kelopak mata.

Sedangkan pada nervus VII (facialis) : biasanya alis mata simetris,

dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, mengerutkan hidung,

menggembungkan pipi, saat pasien menggembungkan pipi tidak

simetris kiri dan kanan tergantung lokasi lemah dan saat diminta

mengunyah, pasien kesulitan untuk mengunyah

3) Mata

Mata bersih atau tidak, ada gangguan pada mata: kemerahan, air

mata, dll atau tidak, warna konjungtiva dan sklera, pemeriksaan otot-

otot ekstraokuler: bola mata dapat bergerak dengan normal atau

tidak, pemeriksaan pupil, pemeriksaan lapang pandang, pemeriksaan

ketajaman penglihatan (visus), pemeriksaan tekanan bola mata

(Tekanan Intra Okuler = TIO), refleks terhadap cahaya

4) Telinga

Fungsi/ tajam pendengaran: dapat mendengar dengan baik atau

tidak, bentuknya: normal atau tidak, periksa lubang telinga dan

membrana tympani, mastoid nyeri atau tidak, ada bengkak atau

tidak, keluar cairan atau tidak

5) Hidung

Posisi septum, sekret hidung atau tidak, fungsi pembauan baik atau

tidak, terpasang apa pada hidung.


60

6) Mulut dan tenggorokan

Kemampuan berbicara baik atau tidak, keadaan bibir, warna lidah

pink putih, keadaan palatum, posisi uvula, gigi masih utuh atau

tidak, kebersihan mulut, orofaring: bau napas atau tidak, suara jelas

atau tidak, tonsil (T1, T2, T3, T4).

7) Leher

Pembuluh darah (Jugularis Vein Pressure =JVP), ada pembesaran

thiroid atau tidak, ada deviasi thrakea atau tidak, teraba kelenjar

getah bening atau tidak.

8) Tengkuk

Ada kaku kuduk atau tidak

9) Dada

a) Inspeksi

Dada kanan dan kiri semetris atau tidak, ada kelainan bentuk

dada atau tidak, retraksi dada, ketinggalan gerak atau tidak, jenis

pernafasan: perut, Ictus cordis terlihat pada ICS berapa.

b) Palpasi

Simetris pada waktu bernafas atau tidak, nyeri tekan atau tidak,

ada masa atau tidak, RR, HR.

c) Perkusi

Suara perkusi dari seluruh dada kanan dan kiri sama atau tidak,

Batas-batas jantung, atas, bawah, kanan, kiri.


61

d) Auskultasi

Suara pernafasan pada semua lapang paru, bunyi suara nafas

tambahan, bunyi jantung I, II, III, IV, (bunyi jantung

tunggal/split bisa dilihat dgn meraba nadi karotis dan radialis,

II/split, dewasa muda<25-35tahun BJ III terdengar normal,

bunyi gallop: BJ I dan II split), irama bunyi jantung, suara mur-

mur atau tidak.

10) Payudara

Bentuk normsl atau tidak, kebersihan: bersih atau tidak, areola

mamae, papilla tak menonjol, konsistensi, ada pembesaran kelenjar

mammae atau tidak, ada massa/tumor atau tidak.

11) Punggung

Ada kifosis, skoliosis, lordosis atau tidak.

12) Abdomen (IAP)

a) Inspeksi

Warna kulit, bentuk/kontur, simetris kanan dan kiri, ada luka

atau tidak.

b) Auskultasi

Frekuensi peristaltic, intensitas peristaltic

c) Palpasi

Teraba Massa atau tidak, Nyeri tekan atau tidak, ada

pembesaran hepar atau tidak, ada Pembesaran lien atau tidak


62

13) Anus dan rectum

Tidak ada massa maupun haemoroud atau tidak

14) Genetalia

Bersih atau tidak, ada edema atau tidak, ada varices atau tidak,

keputihan atau tidak, ada condiloma atau tidak, ada pembesaran

kelenjar bartolini (bartolinitis) atau tidak.

15) Ekstermitas

a) Atas

Kelengkapan anggota gerak, ada kelainan jari (syndactili,

polidactili) atau tidak, kekuatan otot tangan dan kaki, bentuk

kuku, Capilary Reptil Time < 2 detik, ada oedema atau tidak

b) Bawah

Kelengkapan anggota gerak: lengkap, kekuatan otot, bentuk kaki

normal, telapak kaki tidak ada (drop food, flatfood), ada kaki

gajah. Atau tidak, varices atau tidak, ada oedema atau tidak

c) Range of Motion (ROM): tangan dan kaki kanan sulit di gerakan

atau tidak

Reflek-Reflek Neurologi: refleks fisiologis, reflek patologis:

babinski, chadok, openheim, rangsang meningeal, kaku kuduk,

tanda kernig, tanda brudzinski I (brudzinski neck sign), tanda

brudzinski II, tanda lasegue.


63

Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan disfungsi
neuromuskuler
Do:pasien mengatakan sesak, sulit bicara
Ds: batuk tidak efektif, tdak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
whezing, onki kering, gelisah, sianosis, bunyi napas menurun , pola napas
berubah, frekuensi berubah
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neuromuscular
Ds: pasien mengatakan sesak
Do: penggunaan otot bantu pernapasan, fase kespirasi memanjang, pola
napas abnormal, pernapasan cuping hidung
3. Risiko perfusi serebral tidak efektif dengan faktor risiko hipertensi
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
Ds:mengeluh sulit mengerakan ekstremitas, nyeri saat bergerak, measa
cemas saat bergerak
Do:kekuatan otot menurun, rentang gerak/ ROM menurun, sendi kaku,
gerakan tidak terkordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah
5. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
Ds: cepat kenyang setelah makan, kra atau nyeri abdomen, nafsu makan
menurun
Do:berat badan menurun 10%, bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemas,
otot menelan lemah, membran mukosa pucat, serum albumin menurun,
diare
6. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan serebrovaskular
Ds:mengeluh sulit menelan
Do: batuk sebelm menelan, bbatuk setelah makan atau minum, tersedak,
makanan tertnggal dirongga mulut, makan jatuh dar mulut, sulit
mengunyah, muntah sebelum menelan
7. Risiko gangguan integritas kulit dengan faktor risiko penurunan mobilitas
Ds:-
Do:kerusakan jaringan atau lapisan kulit
Rencana Keperawatan

TINDAKAN KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan
Tujuan dan Kriteria Tindakan Rasional
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:
Jam: Jam: Jam: Jam:
Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas:
efektif berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam, 1. Monitor pola napas 1. Mendeteksi pola napas
disfungsi neuromuskuler maka bersihan jalan napas 2. Monitor bunyi napas 2. Mendeteksi adanya suara
meningkat, dengan kriteria hasil: tambahan( ronch,mengi) tambahan
- Batuk efektif meningkat 3. Monitor sputum 3. Jumlah sputum yang keluar
- Produksi sputum menurun 4. Memperlancar saluran
- Mengi menurun 4. Pertahankan kepatenan pernapasan
- Wheezing menurun jalan napas 5. Memposisikan yang nyaman
- Frekuensi napas membaik 5. Posisikan semi fowler unntuk mengekuarkan sekret
- Pola napas membaik
6. Berikan oksigen 6. Membantu mengurangi hipoxia
7. Suctioning akan membersihkan
7. Lakukan pengisapan lendir jalan napas
8. Membantu mengencerkan
8. Kolaborasi pemberian dahak
bronkodilator
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:
Jam: Jam: Jam: Jam:
Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan napas:
berhubungan dengan keperawatan selama …x24 jam, 1. Monitor pola napas 1. Mengetahui keadekuatan pola
gangguan neuromuscular maka bersihan pola napas pernafasan dan kapasitas paru-
meningkat, dengan kriteria hasil: paru
- Dispnea menurun 2. Posisikan semi-fowler atau 2. Meningkatkan ekspansi paru
- Penggunaan otot bantu fowler dan memudahkan pernasapan
napas menurun 3. Untuk mencukupi suplai

64
- Frekuensi napas membaik oksigenasi
- Kedalaman napas membaik 3. Berikan oksigen 4. Membantu dalam proses
pengeluaran sekret
4. Ajarkan teknik batuk efektif 5. Membantu mengencerkan
5. Kolaborasi pemberian dahak
bronkodilator 6.
Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:
Jam: Jam: Jam: Jam:
Risiko perfusi serebral Setelah dilakukan tindakan Manajemen peningkatan tekanan
tidak efektif dengan faktor keperawatan selama ….x24 intracranial 1. Untuk mengetahui tanda
risiko hipertensi jam, maka perfusi serebral 1. Monitor tanda dan gejala peningkatan tekanan intracranial
meningkat, dengan kriteria hasil: peningkatan tekanan dan intervensi selanjutnya
- Tingkat kesadaran kognitif intracranial 2. Memfasilitasi peningkatan aliran
meningkat darah ke cerebral sehingga
- Tekanan intracranial 2. Berikan posisi semi fowler. oksigenasi ke cerebral adequate.
menurun 3. Peningkatan suhu tubuh akan
- Sakit kepala menurun mengakibatkan peningkatan
- Gelisah menurun kebutuhan oksigen sehingga
- Kecemasan menurun 3. Pertahankan suhu tubuh suplai oksigen ke cerebral
- Nilai rata-rata tekanan darah normal. menurun.
membaik 4. Pelunak tinja akan mencegah
- Refleks saraf membaik terjadinya konstipasi sehingga
pasien tidak mengejan dan
4. Kolaborasi pemberian peningkatan TIK tidak akan
pelunak tinja bila diperlukan. terjadi.
5. Oksigenasi dapat menghindarkan
metabolism araerob sehingga
5. Pertahankan pemberian terapi perfusi cerebral adekuat
oksigen. 6. Terapi medikamentosa dapat
menekan faktor risiko

65
6. Kolaborasi pemberian obat
sesuai faktor risiko

Tanggal: Tanggal: Tanggal: Tanggal:


Jam: Jam: Jam: Jam:
Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan
berhubungan dengan keperawatan …x24 jam 1. Identifikasi toleransi fisik 1. Dapat meningkatkan
gangguan neuromukular. diharapkan mobilitas fisik melakukan pergerakan kenyamanan anak saat ambulasi
meningkat dengan kriteria hasil: dan dapat menghindari cedera.
- Pergerakan ekstremitas 2. Monitor frekuensi jantung 2. Menilai sejauh mana toleransi
cukup meningkat dan tekanan darah sebelum tubuh dan keadaan umum
- Kekuatan otot cukup memulai mobilisasi terhadap ambulasi
meningkat 3. Fasilitasi melakukan 3. Memudahkan kelancaran latihan
- Rentang gerak (ROM) pergerakan, jika perlu fisik atau ambulasi
cukup meningkat 4. Libatkan keluarga untuk 4. Melatih kemandirian keluarga
- Gerakan terbatas cukup membantu pasien dalam dalam program latihan ambulasi
menurun meningkatkan pergerakan. yang berkesinambungan
- Kelemahan fisik cukup 5. Jelaskan tujuan dan prosedur 5. Meningkatkan pengetahuan serta
menurun mobilisasi. kooperatif pasien maupun
keluarga dalam kegiatan atau
latihan ambulasi.
6. Ambulasi sederhana yang sesuai
dengan toleransi pasien atau
6. Ajarkan mobilisasi sederhana kesanggupan pasien dapat
yang harus dilakukan (mis. meminimalkan cedera serta dapat
duduk di tempat tidur, duduk mempertahankan kekuatan otot,
di sisi tempat tidur, pindah mencegah kekauan dan
dari tempat tidur ke kursi). komplikasi seperti kontraktur.

66
BAB III

TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian Keperawatan
Tanggal Pengkajian : 19 Juli 2022
Jam : 10:00 WIB
Pengkajian dilakukan oleh : Nirta
1. Identitas Klien
Data biografi
Nama : Ny. P
Jenis Kelamin : P (perempuan)
Tempat & tanggal lahir : Yogyakarta, 27 Mei 1962 (60 tahun)
Pendidikan terakhir : SMP
Gol.Darah :A
Agama : Islam
Status Perkawinan : Kawin
TB/BB : 155 cm / 70 kg
Penampilan : Menggunakan daster
Ciri-ciri tubuh : rambut berwarna putih dan hitam, kulit
berwarna coklat
Orang yang dekat dihubungi: Tn. H
Telp : tidak terkaji
Jenis Kelamin : L (Laki-laki)
Hubungan dengan usila : Suami
Alamat : Yogyakarta

67
68

2. Riwayat Keluarga
Genogram

Keterangan:
: Perempuan hidup : Perempuan meninggal
: Laki-laki hidup : Laki-laki meninggal
: Pasien : Tinggal serumah
: Cerai Mati : Asma
: Kanker Lidah
Keterangan: Ny. P usia 60 tahun, memiliki memiliki riwayat penyakit
Hiperensi dan gula. Ny. P menikah dengan suaminya dan dikaruniai 3
orang anak laki-laki dan perempuan. Ny. P tinggal bersama suami, dan
saat ini Ny. P sedang sakit stroke.
3. Keluhan Utama:
Lemas pada kaki kiri dan tangan kiri.
4. Pemahaman dan Penatalaksanaan Masalah Kesehatan :
Ny. P mengatakan bahwa penyakitnya adalah Stroke yang dirasakan
kebanyakan orang yang sudah berumur, dan terjadi 6 bulan yang lalu,
tetapi klien tidak tahu stroke apa dan karna apa. Sudah pernah berobat ke
rumah sakit dan dokter menyarankan untuk control ke rumah sakit. Ny. P
juga tengah menjalani fisioterapi.
69

5. Obat-Obatan (jika klien menggunakan obat):


Tabel 1 Obat
No Nama Obat Indikasi Kontra Efek Implikasi
Indikasi Samping Keperawatan
1. Miniaspi Untuk mencegah Hipersensitif Iritasi, Observasi
80 mg agregasi plstelet terhadap perdarahan efek samping
pada kondisi aspirin dan gastrointestin obat
angina yang tidak obat al, mual,
stabil dan antiinflamasi muntah,
serangan iskemik non steroid tukak
otak yang terjadi (AINS) lambung,
sesaat dyspnea,
trombositope
nia
2. Amlodipine Pengobatan lini Hipersensitif Pusing, mual, Observasi
10 mg pertama sakit kepala, efek samping
hipertensi dan bengkak pada obat
dapat digunakan kaki, lelah
sebagai agen
tunggal untuk
mengontrol
tekanan darah
3. Vit B Suplemen Hipersensitif Diare, sakit Observasi
tambahan kepala, mual, efek samping
muntah, sakit obat
perut,
4. Amitriptylin Untuk mengatasi Terapi Peningkatan Observasi
e 10 mg depresi, nyeri antidepresan kadar enzim efek samping
saraf, migraine, hati, alopesia, obat
mengompol anoreksia,
kelelahan,
ruam, mual
5. Glimepiride Untuk Hipersensitif Pusing, sakit Observasi
3 mg penanganan terhadap obat kepala, efek samping
penyakit diabetes ini atau lemas, mual, obat
melitus terhadap muntah, sakit
sulfa perut

6. Status imunisasi:
Vaksin Covid-19 yang kedua pada bulan Maret.
7. Alergi
Obat-obatan : tidak ada
70

Makanan : tidak ada


Faktor lingkungan : tidak ada
8. Penyakit yang diderita :
Hipertensi : Ada Rhematik : Tidak Asma : Tidak
Dimensia : Ada Jantung : Tidak Katarak: Tidak
Lain – lain sebutkan bila ada : Stroke
9. Riwayat Pekerjaan :
Pekerjaan saat ini : tidak ada
Alamat pekerjaan : tidak ada
Jarak dari rumah : tidak ada
Alat transpotasi : tidak ada
Pekerjaan sebelumnya : Ibu rumah tangga
Berapa jarak dari rumah :-
Alat transportasi :-
Sumber-sumber pendapatan dan kecukupan terhadap kebutuhan: saat ini
menggunakan hasil jualan sembako dan kadang dari anak
10. Riwayat Lingkungan Hidup
Tipe tempat tinggal : milik sendiri
Jumlah Kamar : 4 kamar (rumah utama)
Jumlah tongkat :1
Kondisi Tempat tinggal : ubin, dan sudah tembok bata.
Jumlah orang yang tinggal dirumah: laki-laki: 1 orang/ perempuan : 1
orang
Derajat privasi : terjaga
Tetangga terdekat : hubungan baik
Alamat/ telepon : Yogyakarta/-
11. Riwayat Rekreasi
Hobby/ minat: mendengar doa (belajar melatih otot tangan dan kaki kiri)
Keanggotaan organisasi: anggota lansia di posyandu lansia
Liburan perjalanan: Di rumah
71

12. Sistem Pendukung


Perawat/ Bidan/ dokter/ Fisioterapi: dokter
Jarak dari rumah: 2 km
Rumah sakit : RS Bethesda Lempuyang wangi, jarak dari rumah : 5 km
Puskesmas : Puskesmas Wirogunan, jarak dari rumah : 3 km
Klinik : tidak ada
Pelayanan kesehatan di rumah : tidak ada
Perawatan sehari-hari yang dilakukan keluarga : sendiri
13. Diskripsi kekhususan
Kebiasaan ritual : tidak ada
14. Status Kesehatan
Status kesehatan umum selama setahun terakir: Ny. P mengatakan sudah
sakit stroke sekitar 6 bulan yang lalu. Dalam 4 bulan terakhir ini rajin
control dan mengikuti fisioterapi ke rumah sakit, saat ini ada kemajuan
pada tangan kiri dan kaki kiri sehingga bisa digerakkan dan dapat
berjalan sendiri walaupun memerlukan waktu yang lama dan kadang
harus dituntun. Klien sebelumnya saat di rumah menggunakan tongkat
tetapi karena klien pernah jatuh saat menggunakannya akhirnya tidak
berani lagi. Klien juga memiliki alat bantu kruk tetapi klien belum
mampu mengangkat kruk. Saat ini klien menggunakan kursi roda untuk
banyak melakukan aktivitas.
15. Aktifitas Hidup Sehari – hari (ADL)
Indeks Katz : A / B / C / D / E / F (tanda bold sesuai pengkajian
kemandirian pasien). Ny. P mandiri dalam semua aktivitas hidup sehari-
hari, kecuali mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah, dan satu
fungsi tambahan.
Oksigenasi : Ny. P bernafas biasa, tidak menggunakan bantuan
selang O2
Cairan dan elektrolit : 5-6 gelas air bening sehari
Nutrisi : makan 3x sehari, nasi, lauk, sayur, buah
Eliminasi : BAB 1 x sehari (pagi), BAK 5 x sehari
72

Aktifitas : latihan jalan


Istirahat dan tidur : sekitar 7 jam, mulai tidur malam jam 20.00 WIB
bangun jam 05.00 WIB
Personal Higiene : Ny. P mandi 2x sehari (dibantu suami)
Seksual : Ny. P memiliki 3 orang anak
Rekreasi : tidak pernah semenjak sakit stroke
Psikologis : kurang baik, Ny. P saat bercerita cemas dan
menangis serta sering bertanya apakah kondisinya
baik-baik saja setelah dilakukan ttv dan
pemeriksaan
Persepsi Klien : selalu mensyukuri pemberian Allah
Konsep diri : klien merasa senang dikunjungi, tidak merasa
rendah diri, menyukai seluruh anggota tubuhnya
Emosi : stabil
Adaptasi : dapat beradaptasi
Mekanisme pertahanan diri: berdoa
16. Tinjauan Sistem
a. Keadaan Umum : Ny. P tampak sakit sedang, karena tidak mengeluh
pusing, sesak dan nyeri serta kaki dan tangan mulai bisa digerakkan
1) Tingkat Kesadaran : composmentis
2) Glasgow Coma Skale (GCS): E=4, V=5, M=6
3) Tanda-tanda Vital:
TD 120/80 mmHg, HR 95 x/mnt, RR 20 x/mnt, S 36,9 C, SpO2
94%.
4) BB & TB : 70 kg & 155 cm
5) Bagaimana postur tulang belakang : tegap
b. Penilaian Tingkat Kesadaran (Kualitatif)
Compos mentis.
c. Penilaian Kuantitatif
Glasgow Coma Skale (GCS): E=4, V=5, M=6
d. BB dan TB (IMT)
73

BB : 70 kg, TB : 155 cm, IMT : 29,10 (Berlebih)


e. Head to toe
1) Kepala :
Rambut hitam ada sedikit yang putih, tidak ada lesi pada kulit
kepala.
2) Mata :
Tidak ada air mata berlebihan, ketajaman penglihatan
berkurang, tidak ada rasa gatal di mata. Tidak menggunakan
kaca mata
3) Hidung :
Simetris dan mampu mencium bau masakan dan bau minyak
kayu putih, tidak ada keluhan nyeri pada hidung.
4) Mulut, tenggorokan dan telinga :
Mulut : Ny.P selalu menggosok gigi setiap mandi, tidak ada
gangguan
Telinga : Ny.P dapat mendengar orang berbicara dengan jelas,
tidak ada riwayat infeksi.
5) Leher :
Tidak ada kaku leher, tidak ada nyeri, tidak ada pembesaran
kelenjar thyroid.
6) Dada dan Punggung :
Bentuk dada normal, punggung tegap, tidak ada nyeri, tidak ada
sesak nafas.
7) Abdomen dan pinggang :
Tidak ada keluhan nyeri abdomen maupun nyeri pinggang
8) Genetalia :
Tidak terkaji.
9) Ektremitas atas dan bawah :
Tangan kiri dan kaki kiri mengalami kelemahan dan hanya
mampu menggerakkan jari-jari saja, tidak ada nyeri tekan.
74

Kekuatan Otot:
5 2
5 2
Rentang gerak: maksimal
Deformitas : Tidak ada perubahan bentuk kaki
Tremor : tidak ada
Edema : tidak ada
Penggunaan alat bantu : tidak ada
Nyeri persendian : tidak
Paralysis : tidak
Refleks : Tidak terkaji
10) Integumen :
Bersih, tidak ada gangguan pada kulit, kulit berwarna coklat,
kulit masih kencang.
17. Status kognitif/ afektif dan sosial
Pengkajian: 19 Juli 2022
a. Mini Mental State Exam (MMSE) (orientasi musim apa sekarang?,
benda diminta mengulang, menghitung): skor 26 (taka da gangguan
kognitif).
b. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) (tgl berapa,
bulan berapa, hari apa, apa nama tempat ini, nomor telepon, berapa
umur anda, kapan anda lahir?): kesalahan 3 (kerusakan intelektual
ringan).
c. APGAR keluarga: total nilai 10 (tidak ada disfungsi keluarga).
18. Spiritual
a. Apakah usila telah teratur melaksanakan ibadahnya? Ny.P
mengatakan selama stroke tidak bisa sholat 5 waktu tetapi selalu
berdoa.
b. Apakah usila terlibat aktif dalam kegiatan keagamaan/amal? Saat ini
tidak ikut kegiatan karena kondisi tubuh.
75

c. Bagaimana usila berusaha menyelesaikan masalah? Ny.H mengatakan


bila ada masalah, Ny. H berdoa dan bercerita pada suami dan anak.
d. Apakah usila terlihat sabar & tawakal? Ya.
19. Data Penunjang
Hasil GDS 19 Juli 2022
301 mg/dL
Obat-obatan per-oral :
Miniaspi 1 x 80 mg (Siang)
Amlodipine 1 x 10 mg (Malam)
Vit B 1 x 1 (Pagi)
Amitriptyline 1 x 10 mg (Malam)
Glimepiride 1 x 3 mg (Pagi)

20. Pengkajian Risiko Jatuh dengan TUGT


Hasil pengkajian TUGT Ny.P tidak mampu berdiri tanpa dibantu orang
lain, dan saat jalan harus dibantu serta berpegangan pada dinding atau
alat. Ny.P beresiko tinggi untuk jatuh.
21. Pengkajian Istirahat & Tidur
Hasil pengkajian kualitas tidur Ny.P menggunakan instrumen kuesioner
kualitas tidur didapati skor 3 yang artinya kualitas tidur sangat baik.
76

B. Analisa Data
Tabel 2 Analisa Data
19 Juli 2022
NO Data Masalah Penyebab
Sign/ Simptom
1. DS: Resiko Jatuh Kekuatan
Ny.P mengatakan tangan kiri dan kaki kiri otot menurun
lemah, pernah jatuh saat belajar jalan
menggunakan tongkat
DO:
Kekuatan otot tangan kiri 2, kekuatan otot kaki
kiri 2
Hanya mampu mengerakkan jari-jari tangan kiri
dan kaki kiri saja
Hasil pengkajian risiko jatuh dengan instrumen
TUGT, Ny.P tidak mampu berdiri tanpa dibantu
orang lain, dan saat jalan harus dibantu serta
berpegangan pada dinding atau alat. Ny.P
beresiko tinggi untuk jatuh.
2. DS: Defisit perawatan Kelemahan
Ny.P mengatakan tangan kiri dan kaki kiri diri : makan,
lemah. Untuk aktivitas kehidupan sehari-hari mandi,
klien dibantu oleh suami berpakaian,
DO: toleting, berhias
Kekuatan otot tangan kiri 2, kekuatan otot kaki
kiri 2
Hanya mampu mengerakkan jari-jari tangan kiri
dan kaki kiri saja
3. DS: Defisit Kurang
Klien mengatakan 6 bulan yang lalu sakit pengetahuan mampu
stroke, tetapi tidak tahu stroke apa dan karna tentang penyakit mengingat
apa Stroke
DO:
Klien berusaha menjelaskan apa yang sudah
dipahami
77

C. Diagnosis Keperawatan
Tabel 3 Daftar Diagnosa Keperawatan

19 Juli 2022

No Diagnosa Keperawatan
1 Defisit perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, toleting, berhias
berhubungan dengan kelemahan dibuktikan dengan:
DS:
Ny.P mengatakan tangan kiri dan kaki kiri lemah. Untuk aktivitas kehidupan
sehari-hari klien dibantu oleh suami
DO:
Kekuatan otot tangan kiri 2, kekuatan otot kaki kiri 2
Hanya mampu mengerakkan jari-jari tangan kiri dan kaki kiri saja
2 Risiko jatuh dibuktikan dengan faktor risiko kekuatan otot menurun
3 Defisit pengetahuan tentang penyakit stroke berhubungan kurang mampu
mengingat dibuktikan dengan
DS:
Klien mengatakan 6 bulan yang lalu sakit stroke, tetapi tidak tahu stroke apa
dan karna apa
DO:
Klien berusaha menjelaskan apa yang sudah dipahami
D. Rencana Tindakan Keperawatan
Tabel 3 Rencana Tindakan Keperawatan
Nama pasien : Ny. P
Tempat : Surokarsan kelurahan Wirogunan RT 24 RW 07
DIAGNOSIS KEPERAWATAN & TINDAKAN KEPERAWATAN RASIONAL
DATA PENUNJANG Tujuan dan kriteria Tindakan
Tgl : 19/7/22 Jam: 10.30 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.31 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.32 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.33 WIB
D. 0109 Perawatan Diri L.11103 Dukungan Perawatan Diri: Mandi
Defisit perawatan diri : makan, Setelah dilakukan intervensi I.11352
mandi, berpakaian, toleting, berhias keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor kebersihan tubuh 1. Tubuh yang kotor meningkatkan
berhubungan dengan kelemahan diharapkan perawatan diri (rambut, mulut, kulit) bakteri dan membuat tubuh
dibuktikan dengan: meningkat dengan kriteria hasil : rentan sakit
DS: 1. Kemampuan mandi meningkat 2. Fasilitasi mandi 2. Membantu membersihkan
Ny.P mengatakan tangan kiri dan 2. Kemampuan ke toilet Dukungan Perawatan Diri: rambut dan kulit pasien
kaki kiri lemah. Untuk aktivitas (BAB/BAK) meningkat BAB/BAK I.11349
kehidupan sehari-hari klien dibantu 3. Kemampuan makan meningkat 3. Bantu pasang pampers 3. Membantu dalam toileting
oleh suami Dukungan Perawatan Diri:
DO: Makan/Minum I.11351
Kekuatan otot tangan kiri 2, 4. Berikan bantuan makan dan 4. Membantu dalam upaya
kekuatan otot kaki kiri 2 minum pemenuhan kebutuhan
Hanya mampu mengerakkan jari- Dukungan Perawatan Diri:
jari tangan kiri dan kaki kiri saja berpakian I.11350
5. Bantu dalam berpakaian 5. Membantu dalam menggunakan
pakian
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Vitamin memiliki sifat
pemberian vitamin antioksidan yang bisa
melindungi sel otak

78
Tgl : 19/7/22 Jam: 10.34 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.35 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.36 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.37 WIB

D.0143 Risiko jatuh dibuktikan Tingkat Jatuh L.14138 Pencegahan jatuh I.14540
dengan faktor risiko kekuatan otot Setelah dilakukan intervensi 1. Identifikasi faktor resiko jatuh 1. Mengetahui faktor yang
menurun keperawatan selama 3 x 24 jam meneyebabkan jatuh
diharapkan tingkat jatuh menurun 2. Gunakan alat bantu berjalan 2. Membantu pemenuhan ADL
dengan kriteria hasil dan mengurangi risiko jatuh
1. Jatuh dari tempat tidur menurun akibat berjalan
2. Jatuh saat berdiri menurun 3. Anjurkan berkonsentrasi untuk 3. Mencegah pasien jatuh
3. Jatuh saat duduk menurun menjaga keseimbangan tubuh
4. Jatuh saat berjalan menurun 4. Kolaborasi dengan ahli 4. Mengurangi risiko jatuh dan
fisioterapi terkait fisioterapi keluarga adalah orang terdekat
klien

79
Tgl : 19/7/22 Jam: 10.38 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.39 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.40 WIB Tgl : 19/7/22 Jam: 10.41 WIB

D.0109 Setelah dilakukan tindakan I.12383 Edukasi kesehatan


Defisit pengetahuan tentang keperwatan selama 3 x 24 jam 1. Identifikasi pengetahuan dan 1. Mengetahui tingkat pengetahuan
penyakit stroke berhubungan diharapkan kesiapan menerima informasi dan pendidikan
kurang mampu mengingat L.12111 Tingkat pengetahuan
dibuktikan dengan: meningkat dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor yang dapat 2. Meningkatkan motivasi
DS: 1. Perilaku sesuai anjuran meningkatkan dan sehingga lebih baik lagi
Klien mengatakan 6 bulan yang 2. Mampu menjelaskan menurunkan motivasi perilaku
lalu sakit stroke, tetapi tidak tahu pengetahuan tentang penyakit hidup sehat
stroke apa dan karna apa stroke 3. Sediakan materi dan media 3. Mempermudah penyampaian
DO: 3. Mampu mengambarkan pendidikan kesehatan saat kelangsungan edukasi
Klien berusaha menjelaskan apa pengalaman 4. Jadwalkan pendidikan 4. Menghindari ketidaksetujuan
yang sudah dipahami kesehatan sesuai kesepakatan
5. Beri kesempatan untuk 5. Ada komunikasi timbal balik
bertanya
6. Kolaborasi dengan dokter 6. Mengatasi ketidaktahuan klien
terkait penjelasan penyakit tentang penyakitnya dan
yang di alami klien mempermudah klien dalam
memperhatikan pola makan

80
81

E. Catatan Perkembangan
Tabel 4 Catatan Perkembangan

Hari ke 1

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
1 Defisit 20/7/22 I:
Perawatan Diri
: Mandi, 09.00 1. Memonitor kebersihan tubuh (rambut,
toileting, mulut, kulit)
makan, DS: klien mengatakan mandi 2 x sehari
berpakian pagi dan sore hari
berhubungan DO: rambut panjang terurai seperti belum
dengan di sisir, badan bersih dan tidak bau.
kelemahan 09.05 2. Memfasilitasi mandi
DS: klien mengatakan mandi dibantu oleh
suami
DO: klien sudah mandi saat pagi
09.08 3. Memberikan bantuan makan dan minum
DS: klien mengatakan untuk makan dan
minum bisa sendiri namun untuk
disediakan oleh suami
DO: tangan kanan bisa melakukan aktivitas
09.10 4. Membantu dalam berpakaian
DS: klien mengatakan untuk berpakaian
dibantu oleh suami
DO: tangan kiri klien tidak bisa digerakkan

10.00 E:
S: klien mengatakan untuk melakukan aktvitas
dibantu oleh suami
O: klien sudah mandi, bersih, tidak bau
TTV TD 120/80 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu
36,7 C, RR 22 x/menit, SpO2 97%
A: masalah defisit perawatan diri belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,4,5,6
82

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
2 Risiko jatuh 20/7/22 I:
dibuktikan 09.06 1. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
dengan faktor DS: klien mengatakan kaki kiri dan tangan
risiko kiri masih tidak bisa digerakkan
kekuatan otot DO: tangan kiri dan kaki kiri kaku
menurun 09.11 2. Mengunakan alat bantu berjalan
DS: klien mengatakan takut karena pernah
jatuh
DO: klien bercerita sambil menangis
09.12 3. Menganjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
DS: klien mengatakan akan berusaha
DO: klien sambil menangis
10.01 E
S: klien mengatakan akan berhati-hati dan
sabar
O: pasien cemas dan sudah tidak menangis
A: masalah resiko jatuh belum teratasi
P: lanjutkan intervensi no 1,2,3,4
3 Defisit 20/7/22 I:
pengetahuan 09.13 1. Mengdentifikasi pengetahuan dan kesiapan
tentang menerima informasi
penyakit DS: klien mengatakan lulus SMP dan
stroke bersedia menerima informasi apapun
berhubungan DO: klien mengangukkan kepala
kurang mampu 09.14 2. Mengidentifikasi faktor yang dapat
mengingat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup sehat
DS: klien mengatakan sedih dan tidak
sabar serta emosi
DO: klien sambil menangis
09.15 3. Menyediakan materi dan media pendidikan
kesehatan
DS: klien mengatakan mau mendengar
informasi
DO: klien duduk di kursi.
10.02 E:
S: klien mengatakan dirinya sakit stroke dan
belum tahu tentang stroke
O: klien tidak menangis
A: masalah defifit pengetahuan belum teratasi
P: lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6
83

Hari ke 2

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
1 Defisit 21/7/22 I:
Perawatan Diri
: Mandi, 09.00 1. Memonitor kebersihan tubuh (rambut,
toileting, mulut, kulit)
makan, DS: klien mengatakan sudah mandi
berpakian DO: rambut panjang terurai seperti belum
berhubungan di sisir, badan bersih dan tidak bau.
dengan 09.05 2. Memfasilitasi mandi
kelemahan DS: klien mengatakan mandi dibantu oleh
suami
DO: klien sudah mandi saat pagi
09.08 3. Memberikan bantuan makan dan minum
DS: klien mengatakan sudah makan sendiri
DO: tangan kanan bisa melakukan aktivitas
09.10 4. Membantu dalam berpakaian
DS: klien mengatakan untuk berpakaian
masih dibantu suami
DO: tangan kiri klien tidak bisa digerakkan
hanya jari-jari yang bisa digerakkan

10.00 E:
S: klien mengatakan memerlukan bantuan
dalam melakukan aktivitas
O: klien sudah mandi, bersih, tidak bau
TTV TD 120/80 mmHg, nadi 95 x/menit, suhu
36,5 C, RR 20 x/menit, SpO2 96%
A: masalah defisit perawatan diri belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,4,5,6
84

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
2 Risiko jatuh 21/7/22 I:
dibuktikan 09.06 1. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
dengan faktor DS: klien mengatakan jari kaki kiri dan
risiko tangan kiri masih belum bisa digerakkan
kekuatan otot DO: tangan kiri dan kaki kiri kaku
menurun 09.11 2. Mengunakan alat bantu berjalan
DS: klien mengatakan sering menggunakan
kursi roda dan masih takut
DO: klien duduk di kursi
09.12 3. Menganjurkan berkonsentrasi untuk
menjaga keseimbangan tubuh
DS: klien mengatakan akan selalu
konsentrasi
10.01 DO: klien duduk dikursi
E
S: klien mengatakan akan berhati-hati dan
sabar
O: klien duduk di kursi dan tidak menangis
A: masalah resiko jatuh belum teratasi
P: lanjutkan intervensi no 1,2,3,4
3 Defisit 20/7/22 I:
pengetahuan 09.13 1. Melakukan kontrak waktu pendidikan
tentang kesehatan
penyakit DS: klien mengatakan mau mendengar
stroke informasi Jumat
berhubungan 10.02 DO: klien duduk di kursi
kurang mampu E:
mengingat S: klien mengatakan bersedia hari Jumat jam
10
O: klien dan keluarga antusias
A: masalah defisit pengetahuan belum teratasi
P: lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6
85

Hari ke 3

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
1 Defisit 20/7/22 I:
Perawatan Diri
: Mandi, 11.00 1. Memonitor kebersihan tubuh (rambut,
toileting, mulut, kulit)
makan, DS: klien mengatakan sudah mandi dibantu
berpakian suami
berhubungan DO: rambut panjang terurai, badan bersih
dengan dan tidak bau.
kelemahan 11.05 2. Memfasilitasi mandi
DS: klien mengatakan mandi dibantu oleh
suami dengan air hangat
DO: klien sudah mandi saat pagi
11.08 3. Memberikan bantuan makan dan minum
DS: klien mengatakan sudah makan sendiri
tetapi di sediakan oleh suami di piring
DO: tangan kanan bisa melakukan aktivitas
4. Membantu dalam berpakaian
11.10 DS: klien mengatakan berpakaian masih
dibantu oleh suami
DO: jari-jari kaki dan tangan kiri bisa di
gerakkan dan kekuatan otot meningkat
untuk tangan kanan dan kaki kiri 3

11.48 E:
S: klien mengatakan untuk melakukan aktvitas
dibantu oleh suami
O: klien sudah mandi, bersih, tidak bau
TTV TD 120/80 mmHg, nadi 92 x/menit, suhu
36,7 C, RR 22 x/menit, SpO2 97%
A: masalah defisit perawatan diri belum
teratasi
P: Lanjutkan intervensi no 1,2,3,4,5,6
86

No Diagnosa Tgl/ Perkembangan (SOAPIE) Tanda


Keperawatan Jam Tangan
(WIB)
2 Risiko jatuh 20/7/22 I:
dibuktikan 11.06 1. Mengidentifikasi faktor resiko jatuh
dengan faktor DS: klien mengatakan beberapa hari ini
risiko tidak ada jatuh
kekuatan otot DO: tangan kiri dan kaki kiri kaku
menurun 11.11 2. Menggunakan alat bantu berjalan
DS: klien mengatakan menggunakan kursi
roda
DO: klien duduk di kursi

11.49 E:
S: klien mengatakan akan berhati-hati dan
sabar
O: pasien cemas dan sudah tidak menangis
A: masalah resiko jatuh teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi no 1,2,3,4

3 Defisit 20/7/22 I:
pengetahuan 11.13 1. Menyediakan materi dan media pendidikan
tentang kesehatan
penyakit DS: klien mengatakan mau mendengar
stroke informasi
berhubungan DO: klien duduk di kursi.
kurang mampu 11.14 2. Memberi kesempatan untuk bertanya
mengingat DS: klien dan keluarga mengatakan belum
ada yang ditanyakan
DO: klien dan keluarga antusias

11.50 E:
S: klien dan keluarga mengatakan merasa
bersyukur dapat informasi tentang stroke dan
pengetahuan yang baru untuk meningkatkan
kekuatan otot
O: klien dan keluarga memerhatikan dengan
baik dan memberikan pertanyaan terkait
diskusi
A: masalah deficit pengetahuan belum teratasi
P: lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6
BAB IV

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada Ny.P dengan
penyakit stroke, maka dalam bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara
teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan studi kasus. Penulis
juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam memberikan asuhan
keperawatan terhadap Ny. P dengan penyakit stroke, dalam penyusunan asuhan
keperawatan penulis merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian,
merumuskan diagnose keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan,
pelaksanaan dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut:
A. Pengkajian
Menurut LeMone et al (2016), hasil pengkajian yang muncul pada pasien
stroke adalah sebagai:
Face: bibir pasien ada deviasi sebelah kiri atau kanan ditandai dengan
yes,jika tidak ada deviasi no.
Arm: terdapat kelemahan pada ekstremitas
Speech: pasien berusaha untuk mengucapkan sesuatu ada gangguan dalam
bicara, suara pelo dan ada kesulitan untuk mengungkapkan atau menemukan
kata-kata.
Time: jika memiliki seluruh gejala yang disebutkan diatas mungkin orang
tersebut mengalami stroke dan harus segera dibawa ke rumah sakit
Pada kasus Ny. P ditemukan masalah kelemahan pada ekstremitas atas kiri
dan bawah kiri dengan kekuatan otot 2. Klien tidak pelo, dapat mengucapkan
kata dengan baik dan benar.

B. Diagnosa keperawatan
Menurut Rachmawati (2017), Bustan (2015), Nurarif & Hardhi (2015),
Sulistyawati (2020), Anakardian (2017), LeMone et al. (2016), SDKI (2017),

87
88

diagnosa kepewatan yang muncul pada kasus dengan stroke adalah sebagai berikut:
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif
3. Pola napas tidak efektif
4. Bersihan jalan napas tidak efektif
5. Defisit perawatan diri
6. Defisit nutrisi
7. Gangguan komunikasi verbal
8. Gangguan persepsi sensori
9. Nyeri akut
10. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
11. Risiko jatuh
12. Deficit pengetahuan

Pada kasus Ny. P diagnosa keperawatan yang muncul adalah:


1. Defisit perawatan diri
2. Risiko jatuh
3. Defisit pengetahuan

C. Nursing care planning (Intervensi)


1. Defisit perawatan diri
a. Monitor kebersihan tubuh (rambut, mulut, kulit)
b. Fasilitasi mandi
c. Bantu pasang pampers
d. Berikan bantuan makan dan minum
e. Bantu dalam berpakaian
f. Kolaborasi dengan dokter pemberian vitamin
2. Risiko jatuh
a. Identifikasi faktor resiko jatuh
b. Gunakan alat bantu berjalan
c. Anjurkan berkonsentrasi untuk menjaga keseimbangan tubuh
89

d. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi terkait fisioterapi


3. Defisit pengetahuan
a. Identifikasi pengetahuan dan kesiapan menerima informasi
b. Identifikasi faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi
perilaku hidup sehat
c. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
d. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
e. Beri kesempatan untuk bertanya
f. Kolaborasi dengan dokter terkait penjelasan penyakit yang di alami
klien

D. Evaluasi
Setelah dilakukan asuhan keperawan selama 3 x 24 jam evaluasi adalah
sebagai berikut:
1. Defisit perawatan diri
Subyektif: Klien mengatakan untuk melakukan aktvitas dibantu oleh suami
Obyektif: klien sudah mandi, bersih, tidak bau, TTV TD 120/80 mmHg,
nadi 92 x/menit, suhu 36,7 C, RR 22 x/menit, SpO2 97%.
2. Risiko jatuh
Subyektif: klien mengatakan akan berhati-hati dan sabar
Obyektif: pasien cemas dan sudah tidak menangis
3. Defisit pengetahuan
Subyektif: klien dan keluarga mengatakan merasa bersyukur dapat
informasi tentang stroke dan pengetahuan yang baru untuk meningkatkan
kekuatan otot
Obyektif: klien dan keluarga memerhatikan dengan baik dan memberikan
pertanyaan terkait diskusi
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny.P dengan diagnosa medis

Stroke di kelurahan Wirogunan Surokarsan RW 07 RT 24, penulis

mendapatkan pengalaman yang nyata dalam melakukan asuhan keperawatan

pada pasien lansia dengan Stroke, yang dimulai dari pengkajian, perumusan

diagnosis keperawatan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan

pendokumentasian keperawatan. Pengkajian pada Ny.H dengan Osteoarthritis

difokuskan pada pemeriksaan sistem Neuromuskuler. Tahap penegakan

diagnosis keperawatan dapat penulis simpulkan bahwa diagnosa keperawatan

yang ada dalam teori tidak semuanya muncul di dalam kasus Ny.P hal ini

sangat tergantung pada kondisi pasien, tanda dan gejala yang muncul, serta

komplikasi yang terjadi pada pasien.

B. Saran

1. Untuk Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat memanfaatkan waktu yang diberikan untuk
melakukan asuhan keperawatan, aktif membaca dan meningkatkan
keterampilan serta menguasai kasus  yang diambil.
2. Untuk Institusi
Laporan ini diharapkan bisa digunakan sebagai referensi yang menunjang
pembelajaran dan referensi untuk penulisan laporan selanjutnya.

90
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (12th ed.). EGC.
LeMone, P., Burke, K.M ., & Bauldoff, G. 2016. Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Mediaction Jogja.
Pritasari, L. (2019). Asuhan Keperawatan pada Pasien CVA Dengan Masalah
Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono
Ponorogo.
PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator
Diagnostik, Edisi : 1.. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan
Keperawtan, Edisi : 1.. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria
Haisl, Edisi : 1.. Jakarta : DPP PPNI.
Ramadani, A. F., Pujarini, L. A., & Candrasari, A. (2013). Hubungan Diabetes
Melitus dengan Kejadian Stroke Iskemik Di RSUD Dr. Moewardi Surakarta
Tahun 2010.
Sarani, D. (2021). Asuhan Keperawatan pada Pasien Sroke Non Hemoragik
dengan Masalah Keperawatan Ketidakberdayaan.
Sulistiyawati. (2020). Asuhan Keperawatan pada Klien Dengan Stroke Non
Hemoragik yang Di Rawat Di Rumah Sakit. Politeknik Kesehatan.
Udani, G. (2013). Faktor Resiko Kejadian Stroke. Jurnal Kesehatan Metro Sai
Wawai.
Ummaroh, E. N. (2019). Asuhan Keperawatan Pasien CVA dengan Gangguan
Komunikasi Verbal Di Ruang Aster RSUD Dr. Harjono.
Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah: Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Nuha Medika.
American Hearts Association. (2018). Heart Diseases and Stroke Statistic 2018
At-a- Glance. America Heart Association.
Bender, D. A., & Mayes, P. A. 2014. Glukoneogenesis dan Kontrol Glukosa
Darah. In R. K. Murray, D. K. Granner, & V. W. Rodwell, Biokimia
Harper (Vol. 29). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Cardiac Care Network. (2013). Management Of Acute Coronary Syndromes In
Remote Communities. Kori Kingsburry
Daga LC, Kaul U, Mansoor A. . (2011) Approach to STEMI and NSTEMI. J
Assoc Physicians IndiaDec; 59 Suppl:19-25
DiPiro C.V., 2015, Oncologic Disorders : Breast Cancer dalam Wells B.G.,
DiPiro J.T., Schwinghammer T.L., Pharmacotherapy Handbook 9th
edition, McGraw- Hill Companies, USA

91
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) RANGE OF MOTION (ROM)
DAN KOMPRES HANGAT MENINGKATKAN KEKUATAN OTOT
EKSTREMITAS PADA PASIEN POST STROKE

Disusun Oleh:
NIRTA (2104093)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES BETHESDA YAKKUM
YOGYAKARTA 2022
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Tema : Range Of Motion (Rom) dan Kompres Hangat


Sub Tema : Range Of Motion (Rom) dan Kompres Hangat
meningkatkan kekuatan otot post stroke
Hari/Tanggal : Jumat, 22 Juli 2022
Waktu : 10.00 - 10.30 WIB (15 menit)
Tempat : Rumah Ny. P
Penyuluh : Nirta

A. Tujuan Istruksional Umum


Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 30 menit diharapkan, sasaran
dapat mengerti dan memahami tentang Range Of Motion (Rom) dan Kompres
Hangat meningkatkan kekuatan otot post stroke.
B. Tujuan Istruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan selama 30 menit diharapkan, sasaran
mampu:
1. Mengerti dan memahami tentang pengertian stroke
2. Mengerti dan memahami manfaat Range Of Motion (ROM) dan Kompres
Hangat meningkatkan kekuatan otot post stroke
3. Memahami dan tahu cara melakukan Range Of Motion (ROM) dan
Kompres Hangat
C. Metode
1. Ceramah
2. Tanya jawab
D. Materi
1. Pengertian Stroke
2. Pengertian Range Of Motion (ROM)
3. Pengertian Kompres Hangat
4. Cara melakukan Range Of Motion (ROM) dan Kompres Hangat

E. Kegiatan Penyuluhan

No Fase Kegiatan Penyuluhan Audience Waktu

1 Orientasi 1. Memberi salam Menjawab salam 5 menit


2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Menjelaskan tujuan penyuluhan Mendengarkan
2 Kerja 1. Bertanya sejauh mana klien Menjawab 20 menit
mengetahui tentang Stroke pertanyaan
2. Menjelaskan sesuai topik
a. Pengertian Stroke
b. Pengertian Range Of Mendengarkan
Motion (ROM)
c. Pengertian Kompres Hangat
d. Cara melakukan Range Of
Motion (ROM) dan
Kompres Hangat
3. Memberikan reinforcement
positif Memperhatikan
3 Evaluasi 1. Memberi kesempatan bertanya Bertanya 5 menit
2. Mengevaluasi pasien atas
penjelasan yang disampaikan
dan penyuluh menanyakan
kembali mengenai materi
penyuluhan Menjawab salam
3. Menyimpuklan materi yang
disampaikan oleh penyuluh
4. Salam penutup
F. Media
1. Poster

G. Evaluasi
1. Sumatif
Pasien mampu menjelaskan tentang cara melakukan ROM dan kompres
hangat.
2. Formatif
a. Mampu menjelaskan kembali pengertian stroke
b. Mampu menjelaskan kembali pengertian Range Of Motion (ROM)
c. Mampu menjelaskan kembali pengertian kompres hangat
d. Mampu menjelaskan kembali cara melakukan Range Of Motion
(ROM) dan Kompres Hangat

H. Hasil
1. Jelaskan kembali pengertian pengertian stroke
2. Jelaskan pengertian Range Of Motion (ROM)
3. Jelaskan pengertian kompres hangat
4. Jelaskan cara melakukan Range Of Motion (ROM) dan Kompres Hangat

I. Daftar Pustaka
Devi Listiana, dkk (2021). Pengaruh Terapi Latihan Range Of Motion (Rom)
Aktif Dan Kompres Hangat Terhadap Kekuatan Otot Ekstremitas Pada Pasien
Post Stroke. Bengkulu: STIKES Tri Mandiri Sakti.
Yogyakarta, 22 Januari 2022

Preseptor Akademik Penyuluh

(Daning Widi I., S.Kep., Ns., MSN.) (Nirta)


MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Stroke
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan
infark serebrum (Nurarif & Hardhi, 2015).
Stroke iskemik atau Stroke Non Hemoragik disebabkan oleh penyumbatan
arteri dari gumpalan darah atau pembuluh darah tersumbat karena
aterosklerosis. Aterosklerosis, plak kolesterol diendapkan di dalam dinding
arteri, mempersempit diameter arteri sehingga menyempit dan mengakibatkan
aliran darah berkurang ke otak, sehingga tekanan darah meningkat untuk
memenuhi tuntutan kebutuhan tubuh (Lewis, 2014 dalam Hermanto, 2021).
Sedangkan stroke perdarahan intraserebral (Intracerebral Hemorrhage, ICH)
atau yang biasa dikenal sebagai stroke hemoragik, yang diakibatkan
pecahnya pembuluh intraserebral. Kondisi tersebut menimbulkan gejala
neurologis yang berlaku secara mendadak dan seringkali diikuti gejala nyeri
kepala yang berat pada saat melakukan aktivitas akibat efek desak ruang atau
peningkatan tekanan intrakranial (TIK) (Putri Ayundari, 2021).
Menurut Pudiastuti (2011) dalam Pritasari (2019), CVA biasanya disebabkan
dari salah satu keadaan dibawah ini diantaranya:
c. Thrombosis cerebral
Trombhosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak dan dapat menimbulkan
edema dan kongesti disekitarnya. Terdapat beberapa keadaan yang
menyebabkan thrombosis otak antara lain:
3) Ateroskelorosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
4) Hyperkoagulasi pada polysitemia, darah bertambah kental,
peningkatan vikositas/hematokrit yang dapat melambatkan aliran
darah otak.
d. Emboli 
Emboli serebral merupakan sumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebrak. Emboli
berlangsung cepat dan tanda gejala kurang dari 10-30 detik.

B. Pengertian Range Of Motion (ROM)


Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu teknik untuk
mengembalikan sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot
untuk bergerak kembali memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari. Terdapat
dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif, ROM aktif yaitu
menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan, sementara
ROM pasif perawat menggerakan sendi pasien (Munif dkk, 2017).

C. Pengertian Kompres Hangat


Kompres hangat adalah tindakan yang dilakukan dengan memberikan cairan
hangat untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau
membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme otot.
Kompres hangat akan disalurkan melalui konduksi panas dapat melebarkan
pembuluh darah dan dapat meningkatkan aliran darah. Teknik relaksasi
kompres hangat dapat menurunkan intensitas nyeri dengan cara
merelaksasikan otototot skelet yang menglami spasme yang disebabkan oleh
peningkatkan prostaglandin sehingga terjadi vasodilitasi pembuluh darah dan
akan meningkatkan aliran darah yang mengalami spasme dan iskemik (Price
& Wilson, 2010 dalam Devi 2021).
D. Cara melakukan Range Of Motion (ROM) dan Kompres Hangat
Sumber SOP STIKES Bethesda
1. Kompres hangat
a. Perawat cuci tangan
b. Kenakan yas dan masker
c. Atur posisi klien
d. Basahi waslap dengan air hangat, peras lalu letakan pada bagian
yang ingin di kompres
e. Lakukan berulang selama 15 menit
f. Setelah selesai bagian yang dikompres di keringkan dengan handuk
2. Range Of Motion (ROM)
a. Spina servical
1) Fleksi: mengerakkan dagu menempel ke dada rentang 45 derajat
2) Ekstensi: mengembalikan kepala ke posisi tegak rentang 45
derajat
3) Hiperskstensi: menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin
rentang 10 derajat
4) Rotasi: memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler
180 derajat
b. Bahu
1) Fleksi: menaikan lengan dari posisi samping tubuh ke depan ke
posisi di atas kepala rentang 180 derajat
2) Ekstensi: mengembalikan posisi lengan ke posisi di samping
tubuh 180 derajat
3) Hiperekstensi: mengerakkan lengan ke belakang tubuh, siku
tetap lurus 45 – 60 derajat
4) Abduksi: menaikan lengan ke posisi samping diatas kepala
dengan telapak tangan jauh dari kepala 180 derajat
5) Adduksi: menurunkan lengan ke samping dan menyilangkan
tubuh sejauh mungkin rentang 320 derajat
6) Rotasi dalam: dengan siku fleksi, memutar bahu dengan
mengerakkan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan
ke belakang rentang 90 derajat
7) Rotasi luar: dengan siku fleksi, mengerakkan lengan sampai ibu
jari ke atas dan sampai kepala rentang 90 derajat
8) Sirkumduksi: mengerakkan lengan dengan lingkaran penuh
(sirkumduksi adalah kombinasi semua gerakan sendi ball-and-
socket) rentang 360 derajat
c. Siku
1) Fleksi: menekuk siku sehingga lengan bawah bergerak ke sendi
bahu dan dengan sejajar bahu rentang 150 jerajat
2) Ekstensi: meluruskan siku dengan meluruskan tangan rentang
150 derajat
d. Lengan bawah
1) Supinasi: memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas rentang 70-90 derajat
2) Pronasi: memutar lengan bawah sehingga lengan bawah
menghadap ke bawah rentang 70-90 derajat
e. Pergelangan tangan
1) Fleksi: mengerakkan telapak tangan kesisi bagian dalam lengan
bawah 80-90 derajat
2) Ekstensi: mengerakkan jari-jari sehingga jari-jari, tangan dan
lengan bawah berada dalam arah yang sama rentang 80-90
derajat
3) Hiperektensi: membawa permukaan tangan dorsal ke belakang
sejauh mungkin sama 80-90 derajat
4) Abduksi (fleksi radial): menekuk pergelangan tangan miring
(medial) ke ibu jari sampai 30 derajat
5) Adduksi (fleksi luar): menekuk pergelangan tangan miring
(lateral) kea rah lima jari 30-50 derajat
f. Jari-jari tangan
1) Fleksi: membuat gengaman 90 derajat
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari tangan rentang 90 derajat
3) Hiperekstensi: mengerakkan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin rentang 30-60 derajat
4) Abduksi: merenggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang
lain 30 derajat
5) Adduksi: merapatkan kembali jari-jari tangan 30 derajat
g. Ibu jari pelana
1) Fleksi: mengerakkan ibu jari menyilang permukaan telapak
tangan 90 derajat
2) Ekstensi: mengerakkan ibu jari lurus jauh dari tangan 90 derajat
3) Abduksi: menjauhkan ibu jari ke samping (biasa dilakukan
ketika jari-jari tangan abduksi dan adduksi) 30 derajat
4) Adduksi: mengerakkan ibu jari ke depan tangan 300
5) Oposisi: menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari pada tangan yang
sama 300
h. Pinggul
1) Fleksi: mengerakkan tungkai ke depan dank e atas 90-1200
2) ekstensi: mengerakkan kembali ke samping tungkai yang lain
90-1200
3) Hiperekstensi: mengerakkan tungkai ke belakang tubuh 30-500
4) Abduksi: mengerakkan tungkai ke samping menjauhi tubuh 30-
500
5) Adduksi: mengerakkan tungkai kembali ke posisi medial dan
melebihi jika mungkin 30-500
6) Rotasi dalam: memutar kaki dan tungkai kea rah tungkai lain
7) Rotasi luar: memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai yang
lain 900
8) Sirkumduksi: mengerakkan tungkai melingkar
i. Lutut
1) Fleksi: mengerakkan tumit kea rah belakang paha 120-1300
2) Ekstensi: mengembalikan tungkai ke lantai 120-1300
j. Mata kaki
1) Dorsifleksi: mengerakkan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk
ke atas 20-300
2) Plantar fleksi: mengerakkan kaki sehingga jari-jari kaki
menekuk ke bawah 45-500
k. Kaki
1) Inversi: memutar telapak kaki ke samping dalam (medial) 10 0
atau kurang
2) Memutar telapak kaki ke samping luar 100 atau kurang
l. Jari-jari kaki
1) Fleksi: melengkungkan jari-jari kaki 30-600
2) Ekstensi: meluruskan jari-jari kaki 30-600
3) Abduksi: meregangkan jari kaki satu dengan lainnya 150
4) Adduksi: merapatkan kembali bersama-sama 150

Anda mungkin juga menyukai