Anda di halaman 1dari 43

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN DASAR OKSIGENASI
PATOLOGIS SISTEM RESPIRASI: ISPA

DISUSUN OLEH: KELOMPOK 2

1. EUNIKE NAINGGOLAN: F0H020022


2. ADJIE MAHLIANSYAH: F0H020034
3. FERDI HARIYANTO: F0H020030
4. KARTIKA NURUL AINI: F0H020058
5. SRI WIDIANTI: F0H020084
6. RISKA PUTRI ANDINI : F0H020018
7. MIEKSY ANDINI: F0H020052
8. DELLA PUSPITA: F0H020054

PRODI D-III KEPERAWATAN


FAKULTAS MATEMATIKAN DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BENGKULU
2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan hidaya-Nya
akhirnya dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ISPA”. Makalah ini
ditulis sebagai tugas mata kuliah keperawatan anak di D3 Keperawatan di Universitas
Bengkulu. Penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang
terhormat:
1. Ns.Yusran Hasymi,S.Kep.,M.Kep.,SP,KMB selaku pembimbing akademik yang
telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan sehingga makalah ini dapat di
selesaikan.
2. Kepada teman-teman yang telah memberikan dukungan dan saran seta kritik sehingga
makalah ini dapat di selesaikan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih kurang dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
KATA PENGANTAR................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan............................................................................. 2

BAB II KONSEP TEORI


A. Konsep Dasar Oksigenasi.................................................................. 3
1. Konsep Dasar Oksigenasi............................................................ 3
2. Struktur Tubuh Yang Berperan Dalam Sistem Pernapasan........ 3
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Oksigenasi......................... 6
4. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh.................................... 8
5. Terapi Oksigen............................................................................ 10
B. Konsep Sistem................................................................................... 12
1. Definisi........................................................................................ 12
2. Anatomi Fisiologis...................................................................... 13
3. Klasifikasi.................................................................................... 15
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi............................................ 16
5. Masalah-masalah Yang Terjadi................................................... 16
6. Patofisiologi................................................................................ 16
7. WOC............................................................................................ 18
8. Penatalaksaan.............................................................................. 19
C. Konsep penyakit................................................................................ 19
1. Pengertian.................................................................................... 19
2. Etiologi........................................................................................ 20
3. Patofisiologi................................................................................ 21
4. Penyebab ISPA............................................................................ 21
5. Manifestasi Klinis....................................................................... 22
6. Pengobatan ISPA......................................................................... 22

iii
7. Komplikasi ISPA......................................................................... 23
8. Pencegahan ISPA........................................................................ 23

D. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan...................................................... 24
2. Diagnosa Keperawatan......................................................... 25
3. Intervensi Keperawatan........................................................ 25
4. Implementasi Keperawatan.................................................. 26
5. Evaluasi Keperawatan.......................................................... 26

BAB III KONSEP ASKEP ................................................................................... 27

1. Pengkajian................................................................................... 27
a. Identitas Pasien................................................................... 27
b. Riwayat Kesehatan............................................................. 27
c. Pemeriksaan Fisik............................................................... 28
d. Data Penunjang................................................................... 30
e. Analisa Data....................................................................... 30
2. Diagnosa Keperawatan................................................................ 32
3. Intervensi Keperawatan............................................................... 32
4. Implementasi Keperawatan......................................................... 35
5. Evaluasi Keperawatan................................................................. 36

BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan........................................................................................ 37
B. Saran.................................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 40

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah menjadi penyakit umum bagi
masyarakat. ISPA berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran
pernapasan atas dan infeksi saluran pernapasan bawah. Penyebab dari infeksi saluran
pernapasan pada umumnya yaitu dikarenakan adanya berbagai mikroorganisme, namun
yang terbanyak yakni karena adanya infeksi virus dan bakteri (Depkes RI, 2005).
Penyakit yang termasuk kedalam ISPA adalah influenza, campak, faringitis, trakeitis,
bronchitis akut, bronkiolitis dan pneumonia (Yuliastuti, 1992).Infeksi saluran pernapasan
bawah merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri dan virus yang menyerang
saluran napas bagian bawah (Amelinda, 2014). Data Indonesia, menurut Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia tahun 2003 dari hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes
tahun 2001 penyakit infeksi saluran pernapasan bagian bawah menempati urutan ke-2
sebagai penyebab kematian tertinggi di masyarakat. Infeksi pernapasan bawah akut
terbagi atas croup (epiglottitis dan laringo-trakeo-bronkitis), bronchitis, bronkiolitis dan
pneumonia (Prober, 1996).
Pneumonia adalah penyakit saluran pernapasan yang menyerang bagian bawah
paru-paru, yang ditandai dengan batuk dan disertai nafas cepat 2 dan atau nafas sesak
serta tarikan ke dalam pada dinding dada bagian bawah . Bronkiolitis adalah infeksi
saluran napas kecil atau bronkiolus yang disebabkan oleh virus, biasanya dialami lebih
berat pada bayi dan ditandai dengan obstruksi saluran napas dan mengi (Junawanto dkk,
2016). Pneumonia memiliki persamaan gejala dengan bronkiolitis, walaupun pada
pneumonia jarang sekali ditemukan mengi (Wlliver, 2009). Gejala pada bronkiolitis yang
mirip dengan pneumonia adalah didahului dengan ISPA, seperti pilek ringan, batuk, dan
demam, kemudian disusul dengan batuk disertai sesak napas, merintih, nafas berbunyi,
rewel dan penurunan nafsu makan. Gejala yang mirip sering menjadikan bronkiolitis
didiagnosa banding dengan pneumonia (Rahajoe dkk, 2010
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana peran Perawat melalui upaya promosi kesehatan dalam praktik
pengendalian Penyakit ISPA ?
2. Bagaimanakah pelaksanaan studi kasus ISPA pada pasien ?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Pengertian ISPA
2. Mengetahui Etiologi ISPA
3. Mengetahui Konsep sistem ISPA
4. Mengetahui Konsep penyakit ISPA
5. Mengetahui Konsep asuhan kepetrawatan

D. Manfaat Penelitian
Bagi penelit Menambah pengetahuan, wawasan, keterampilan dan pengalaman di
bidang kesehatan yang berkaitan dengan faktor lingkungan yang berhubungan dengan
ISPA sehingga dapat semakin memperkaya ilmu pengetahuan

2
BAB II
KONSEP TEORI

A. Konsep Kebutuhan Dasar


1. Konsep Dasar Oksigenasi
Oksigenasi adalah salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh
(Haswita,2017).
Oksigen merupakan gas yang sangat vital dalam kelangsungan hidup sel dan
jaringan tubuh karena oksigen diperlukan untuk proses metabolisme tubuh secara
terus menerus. Oksigen diperoleh dari atmosfer melalui proses bernapas. Pada
atmosfer, gas selain oksigen juga terdapat karbondioksida, nitrogen, dan unsur-unsur
lainnya seperti argon dan helium (Tarwoto & Wartonah,2010).
Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling mendasar yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, mempertahankan hidup dan
aktifitas berbagai organ dan sel tubuh. Keberadaan oksigen merupakan salah satu
komponen gas dan unsur vital dalam proses metabolisme dan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup seluruh sel-sel tubuh. Secara normal elemen ini diperoleh dengan
cara menghirup O2 setiap kali bernapas dari atmosfer. Oksigen (O2) untuk kemudian
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh (Alimul H,2011).
2. Struktur Tubuh Yang Berperan Dalam Sistem Pernapasan
Dalam proses pemenuhan oksigen diatur oleh system organ tubuh diantaranya
saluran pernapasan atas dan bawah .
a. Saluran pernapasan bagian atas
1) Hidung
Bagian ini terdiri atas narasinterior (saluran didalam lubang hidung) yang
membuat kelenjar sebaceous dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara
kerongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lender yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi dimulai
dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh
bulu-bulu yang ada di vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian
dihangatkan serta dilembabkan.

3
2) Faring
Merupakan suatu pipa yang memiliki panjang 12.5-13 cm yang yang
terletak antara konae sampai belakang laring. Faring dibagi menjadi 3 yaitu :
a) Nasofaring terletak antara konae sampai langit-langit lunak pada
nasofaring terletak tonsil faringila (ademoid) dan dua lubang tuba
eutakhius, dinding nasofaring dislaputi oleh epitel berlapis semu bersilia.
b) Orofaring terletak dibelakang rongga mulut, diantara langitlangit lemak
sampai tulang hyoid. Pada orofaring terletak tonsil palatine dan tonsil
lingualis. Orofaring diselaputi oleh epitel berlapis pipih, suatu selaput yang
tahan gesekan karena merupakan tempat persilangan saluran pernapasan
dan saluran pencernaan.
c) Laringofaring terletak diantara tulang hyloid sampai belakang laring
3) Laring (tenggorokan)
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian tulang rawan yang diikat bersama ligament dan membrane, yang terdiri
atas dua lamina yang bersambung di garis tengah. Laring menghubungkan
faring dan trachea. Laring dikenal sebagai kotak suara (voice box) mempunyai
bentuk seperti tabung pendek dengan bagian besar diatas dan menyempit
kebawah.
4) Epiglottis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup laring
ketika orang sedang menelan.
b. Saluran pernapasan bagian bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trachea, tandan bronchus dan
bronkhiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi surfaktan.
1) Trachea
Trachea atau disebut juga batang tenggorok yang memiliki panjang
kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebrata
thorakalis kelima, trachea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran. Trachea ini dilapisi oleh selaput lender yang terdiri atas epitelium
bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
2) Bronchus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trachea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri yang memiliki 3 lobus atas,tengah dan
4
bawah. Sedangkan bronchus bagian kiri lebih panjang dari bagian kanan yang
berjalan dalam lobus atas dan bawah, kemudian saluran setelah bronchus
adalah bagian percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
3) Paru
Paru merupakan orang utama dalam system pernapasan. Letak paru itu
sendiri dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai diafragma. Paru
terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parientalis
dan pleura vireseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan plura yang berisi
surfaktan.
c. Fisiologi pernapasan
Dalam proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi (pernapasan) didalam tubuh ada 3
tahapan yakni ventilasi, difusi dan transportasi.
1) Ventilasi
Proses ini merupakan proses keluar masuknya oksigen di atmosfer ke
dalam alveoli ke atmosfer, dalam proses ventilasi ini terdapat beberapa hal
yang mempengaruhi diantaranya adalah perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru. Semakin tinggi maka tekanan udara semakin rendah. Demikian
sebaliknya, semakin rendah tempat maka semakin tinggi tekanan udara. Hal
yang mempengaruhi ventilasi kemampuan thoraks dan paru pada alveoli
dalam melaksanakan ekspansi atau kembang kempisnya, adanya jalan napas
yang dimulai dari hidung hingga alveoli yang terdiri atas berbagai otot polos
yang kerjanya sangat dipengaruhi oleh system saraf otonom, terjadinya
rangsangan simpatis dapat menyebabkan relaksasi sehingga dapat menjadi
vasodilatasi, kemudian kerja saraf parasimpatis dapat menyebabkan fase
kontriksi sehingga dapat menyebabkan vasokontriksi atau proses penyempitan
dan adanya reflek batuk dan muntah juga dapat mempengaruhi adanya proses
ventilasi, adanya peran mucusciliaris sebagai penangkal benda asing yang
mengandung interveron dapat mengikat virus.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah complains (compliance) dan
recoil yaitu kemampuan paru untuk berkembang yang dapat dipengaruhi oleh
beberapa factor, diantaranya sukfaktan yang terdapat dalam lapisan alveoli
yang berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan dan masih ada sisa
udara sehingga tidak terjadi kolaps dan gangguang thoraks atau keadaan paru
itu sendiri. Surfaktan diproduksi saat peregangan sel alveoli, surfaktan
5
disekresi saat klien menarik napas, sedangkan recoil adalah kemampuan untuk
mengeluarkan CO2 atau kontraksi atau penyempitan paru. Apabila compliance
baik akan tetapi recoil terganggu makan CO2 tidak dapat keluar secara
maksimal. Pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan pons pun dapat
mempengaruhi proses ventilasi , karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg dapat
dengan baik merangsang pusat pernapasan dan bila Pco2 kurang dari sama
dengan 80 mmHg dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
2) Difusi Gas
Difusi gas merupakan oertukaran gas antara oksigen alveoli dengan
kapiler paru dan CO2 kapiler dengan paru. Dalam proses pertukaran ini
terdapat beberapat factor yang dapat mempengaruhinya diantaranya luas
permukaan paru, tebal membrane respirasi/ permeabilitas yang terdiri atas
epitel alveoli dan interstisial. Keduanya dapat mempengaruhi proses difusi
apabila terjadi penebalan. Perbedaan tekanan dan konsentrasi O2 hal ini dapat
terjadi seperti O2 dari alveoli masuk kedalam darah oleh karena O2 dalam
darah vena pulmonasil (masuk kedalam darah secara berdifusi) dan Pco2
dalam arteri pulmonalis juga akan berdifusi ke dalam alveoli. Terakhir afnitas
gas yaitu kemampuan untuk menembus dan saling mengikat Hb.
3) Transportasi Gas
Merupakan transportasi antara O2 kapiler ke jaringan tubuh dan CO2
jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses transportasi O2 akan berkaitan dengan
Hb membentuk oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%)
kemudian transportasi CO2 akan berikatan dengan Hb membentuk
karbominohemoglobin (30%) dan larut dalam plasma (5%) kemudian sebagian
menjadi HCO3 berada pada darah (65%).
3. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Oksigenasi
Menurut Haswita (2017) keadekuatan sirkulasi ventilasi, perfusi dan transport
gas-gas pernapasan ke jaringan di pengaruhi oleh lima factor diantara lain :
a. Faktor fisiologi
1) Menurunnya kapasitas pengingatan O2 seperti pada anemia.
2) Menurunnya konsentrasi O2 yang diinspirasi seperti pada obstruksi saluran
napas bagian atas.

6
3) Hipovolemia sehingga tekanan darah menurun mengakibatkan transpor O2
terganggu.
4) Meningkatnya metabolisme seperti adanya infeksi, demam, ibu hamil, luka,
dan lain- lain.
5) Kondisi yang memengaruhi pergerakan dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, muskulus skeleton yang abnormal, penyakit kronik seperti TB Paru.
b. Faktor perkembangan
1) Bayi prematur: yang disebabkan kurangnya pembentukkan surfaktan.
2) Bayi dan toddler: adanya resiko infeksi saluran pernapasan akut.
3) Anak usia sekolah dan remaja: resiko infeksi saluran pernapasan dan merokok.
4) Dewasa muda dan pertengahan: diet yang tidak sehat, kurang
5) aktivitas, stress yang mengakibatkan penyakit jantung dan paru paru.
6) Dewasa tua: adanya proses penuaan yang mengakibatkan kemungkinan
arteriosklerosis, elastisitas menurun, ekspansi paru menurun.
c. Faktor perilaku
1) Nutrisi: misalnya pada obesitas mengakibatkan penurunan ekspansi paru, gizi
yang buruk menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen berkurang, diet yang
tinggi lemak menimbulkan arteriosklerosis.
2) Exercise: akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3) Merokok: nikotin menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah perifer dan
koroner.
4) Substance abuse (alkohol dan obat- obatan): menyebabkan intake nutrisi
menurun mengakibatkan penurunan hemoglobin, alkohol, menyebabkan
depresi pusat pernapasan.
5) Kecemasan: menyebabkan metabolisme meningkat.
d. Faktor lingkungan
1) Tempat kerja (polusi).
2) Suhu lingkungan.
3) Ketinggian tempat dari permukaan laut.
4) Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
e. Factor psikologi
Stress adalah kondisi dimana seseorang mengalami ketidakenakan oleh
karena harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang tidak dikehendaki
(stressor). Stress akut biasanya terjadi oleh karena pengaruh stressor yang sangat
7
berat, datang dengan tiba-tiba, tidak terduga, tidak dapat mengelak, serta
menimbulkan kebingungan untuk mengambil tindakan. Stress akut tidak hanya
berdampak pada psikologisnya saja tetapi juga pada biologisnya yaitu
mempengaruhi system fisiologis yubuh, khususnya organ tubuh bagian dalam
yang tidak berpengaruh terhadap organ yang disarafi oleh saraf otonom.
Hipotalamus membentuk rantai fungsional dengan kelenjar pituitary
(hipofise) yang ada di otak bagian bawah. Bila terjadi stress, khususnya stress
akut, dengan cepat rantai tersebut akan bereaksi dengan tujuan untuk
mempertahankan diri dan mengadaptasi dengan cara dikeluarkannya adrenalin
dari kelenjar adrenal tersebut.
4. Tipe Kekurangan Oksigen Dalam Tubuh
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015):
a. Hipoksemia
Hipoksemia merupakan keadaan dimana terjadi penurunan konsentrasi
oksigen dalam darah arteri (PaO2) atau saturasi O2 arteri (SaO2) di bawah normal
(normal PaO2 85-100 mmHg, SaO2 95%). Pada neonatus PaO2 <50 mmHg atau
SaO2 <90%. Keadaan ini disebabkan oleh gangguan ventilasi, perfusi, difusi,
pirau (shunt), atau berada pada tempat yang kurang oksigen. Tanda dan gejala
hipoksemia diantaranya sesak napas, frekuensi napas 35 x/menit, nadi cepat dan
dangkal, serta sianosis.
b. Hipoksia
Hipoksia merupakan kekurangan oksigen di jaringan atau tidak adekuatnya
pemenuhan kebutuhan oksigen seluler akibat defisiensi oksigen yang diinspirasi
atau meningkatnya penggunaan oksigen pada tingkat seluler. Hipoksia dapat
terjadi setelah 4-6 menit ventilasi berhenti spontan. Penyebab hipoksia lainnya
adalah:
1) Menurunnya hemoglobin
2) Berkurangnya konsentrasi oksigen
3) Ketidakmampuan jaringan mengikat oksigen
4) Menurunnya difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah
5) Menurunnya perfusi jaringan
6) Kerusakan atau gangguan ventilasi

8
Tanda- tanda hipoksia adalah kelelahan, kecemasan, menurunnya
kemampuan konsentrasi, nadi meningkat, pernapasan cepat dan dalam, sianosis,
sesak napas, serta clubbing finger.
c. Gagal Napas
Merupakan kedaan dimana terjadi kegagalan tubuh memenuhi kebutuhan
oksigen karena pasien kehilangan kemampuan ventilasi secara adekuat sehingga
terjadi kegagalan pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen. Gagal napas
ditandai oleh adanya peningkatan CO2 dan penurunan O2 dalam darah secara
signifikan.Gagal napas dapat disebabkan oleh gangguan sistem saraf pusat yang
mengontrol sistem pernapasan, kelemahan neuromuskular, keracunan obat,
gangguan metabolisme, kelemahan otot pernapasan, dan obstruksi jalan napas.
d. Perubahan pola napas
Pada keadaan normal, frekuensi pernapasan pada orang dewasa sekitar 18- 22
x/menit, dengan irama teratur, serta inspirasi lebih panjang dari ekspirasi.
Pernapasan normal disebut apnea. Perubahan pola napas dapat berupa :
1) Dispnea, yaitu kesulitan bernapas, misalnya pada pasien dengan asma.
2) Apnea, yaitu tidak bernapas, berhenti napas.
3) Takipnea, yaitu pernapasan lebih cepat dari normal dengan frekuensi napas
lebih dari 24 x/menit.
4) Bradipnea, yaitu pernapasan lebih lambat (kurang) dari normal dengan
frekuensi kurang dari 16 x/menit.
5) Kusmaul, yaitu pernapasan dnegan panjang ekspirasi dan inspirasi sama
sehingga pernapasan menjadi lambat dan dalam, misalnya pada penyakit
diabetes melitus dan uremia.
6) Cheyne-stokes, merupakan pernapasan cepat dan dalam kemudian berangsur-
angsur dangkal dan diikuti periode apnea yang berulang secara teratur.
7) Biot, adalah pernapasan dalam dan dangkal disertai masa apnea dengan
periode yang tidak teratur.
e. Perubahan Fungsi Pernapasan
Menurut Tarwoto & Wartonah (2015):
1) Hiperventilasi
Merupakan upaya tubuh dalam meningkatkan jumlah O2 dalam paruparu
agar pernapasan lebih cepat dan dalam. Hiperventilasi dapat disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut :
9
a) Kecemasan
b) Infeksi atau sepsis
c) Keracunan
d) Ketidakseimbangan asam basa seperti asidosis metabolic
2) Hipoventilasi
Hipoventilasi terjadi ketika ventillasi alveolar tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan O2 tubuh atau mengeluarkan CO2 dengan cukup.
Biasanya terjadi pada keadaan atelectasis (kolaps paru). Tanda dan gelaja
hipoventilasi adalah nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasii, kardiak
disritma, ketidakseimbangan elektrolit, kejang dan henti jantung.
f. Terapi Yang diberikan
1. Terapi Oksigen
a) Oksigen dalam bentuk gas

Oksigen yang tersedia dalam bentuk gas biasanya disimpan dalam tangki
berbagai ukuran. Untuk tangki berukuran besar, Anda bisa menyimpannya
di rumah. Jika Anda aktif berkegiatan di luar rumah, Anda dapat
menggunakan tangki oksigen yang berukuran lebih kecil.Biasanya, tangki
oksigen kecil dilengkapi dengan alat konservasi oksigen yang berfungsi
mengatur suplai oksigen. Dengan demikian, kemungkinan oksigen untuk
habis saat Anda masih di luar rumah dapat dihindari.

b) Oksigen cair

Oksigen berbentuk cair juga bisa disimpan di dalam tangki. Bentuknya


yang cair membuat kadar oksigen di dalamnya jauh lebih tinggi. Maka itu,
kandungan oksigen cair di dalam tangki biasanya lebih banyak dibanding
dengan bentuk gas.Namun, penggunaannya harus dilakukan dengan hati-
hati karena tangki oksigen cair lebih mudah menguap.

c) Konsentrator oksigen

Konsentrator oksigen bekerja dengan cara mengambil udara dari luar,


memprosesnya menjadi oksigen utuh, dan membuang gas atau komponen
lain dari udara yang diambil. Keuntungan dari alat ini adalah lebih murah

10
dan penggunanya tidak perlu mengisi ulang tangki oksigen.Namun,
berbeda dengan kedua pilihan sebelumnya, terapi dengan konsentrator
oksigen kurang nyaman digunakan untuk pasien yang sering beraktivitas
di luar. Pasalnya, alat konsentrator oksigen yang berbentuk portabel pun
masih terlalu besar untuk dibawa ke mana-mana.

d) Terapi oksigen hiperbarik

Terapi ini dilakukan dengan cara memberikan oksigen murni di dalam ruangan
bertekanan tinggi. Pada ruangan tersebut, tekanan udara akan ditambah 3-4
kali lebih tinggi dibanding tekanan udara normal. Metode ini dapat
mengantarkan oksigen lebih banyak ke dalam jaringan-jaringan tubuh.Terapi
jenis ini biasanya dilakukan untuk mengobati luka, infeksi parah, atau
gangguan pada pembuluh darah pasien. Prosesnya pun harus dilakukan dengan
sangat hati-hati untuk mencegah kadar oksigen jadi berlebih di dalam darah.

2. Cara Pemberian Terapi Oksigen

1. Petugas memberitahukan kepada pasien atau keluarga tentang

tindakan yang akan dilakukan

2, Petugas memastikan tabung terisi 02

3. Petugas memastikan volume air steril (aqua bidest) dalam tabung

pelembab sesuai dengan ketentuan

4. Petugas mencuci tangan

5. Petugas menghubungkan selang kanule ke tabung pelembab

6. Petugas memeriksa apakah oksigen keluar dari kanule

7. Petugas memasang nasal kanule pada hidung pasien

8. Petugas menetapkan kadar oksigen sesuai dengan instruksi dokter

9. Petuas memfiksasi kanule dengan plester

11
10. Petugas mengobservasi kondisi pasien secara teratur sesuai

indikasi

11. Petugas mencuci tangan

12. Setelah selesai pemakaian, tutup pengukur manometer kemudian

cabut nasal kanule dari hidung penderita

13. Letakkan slang pada tempatnya

14. Catat pada lembar observasi

B. Konsep Sistem
1. Definisi
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada balita didunia. Penyakit ini paling banyak terjadi di negara- negara
berkembang di dunia. Populasi penduduk yang terus bertambah dan tidak terkendali
mengakibatkan kepadatan penduduk di suatu wilayah yang tidak tertata baik dari segi
aspek sosial, budaya dan kesehatan (Adesanya & Chiao, 2017). Kondisi ini akan
bertambah buruk dengan status sosial ekonomi keluarga yang rendah atau berada
dibawah garis kemiskinan karena tidak dapat memenuhi asupan gizi yang baik dan
sehat untuk balita ditambah dengan kondisi fisik rumah yang tidak layak tinggal
(Kolawole, Oguntoye, Dam, & Chunara, 2017).(Mahendra & Farapti, 2018)
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah. Inveksi
ini disebabkan oleh virus, jamur, dan bakteri. ISPA akan menyerang host, apabila
ketahanan tubuh (immunologi) menurun. Penyakit ISPA ini paling banyak di temukan
pada anak di bawah lima tahun karena pada kelompok usia ini adalah kelompok yang
memiliki sistem kekebalan tubuh yang masih rentan terhadap berbagai penyakit.
(Karundeng Y.M, et al. 2016)(Suriani, 2018)

12
2. Anatomi Fisiologis
a. Anatomi

Gambar Anatomi Sistem Pernafasan (Adam, 2010)

Saluran pernapasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan
epiglotis, yang berfungsi menyaring, menghangatkan, dan melembabkan udara
yang dihirup. (Nursing Students, 2015)
1) Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung)
yang memuat kelenjar sebaseus dengan ditutupi bulu kasar yang bermuara ke
rongga hidung. Bagian hidung lain adalah rongga hidung yang dilapisi oleh
selaput lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali
dari sini. Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh
bulu-bulu yang ada di dalam vestibulum (bagian rongga hidung), kemudian
dihangatkan serta dilembabkan.

2) Faring
Merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang mulai dari dasar
tengkorak sampai dengan esofagus yang terletak di belakang naso faring (di
belakang hidung), di belakang mulut (orofaring), dan di belakang laring
(laringo faring).
3) Laring (Tenggorokan)

13
Laring merupakan saluran pernapasan setelah faring yang terdiri atas
bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri
atas dua lamina yang bersambung di garis tengah.
4) Epiglotis
Merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laring ketika orang sedang menelan
Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran pernapasan bagian bawah terdiri atas trakhea, tandan bronkhus, segmen
bronkhus, dan bronkhiolus, yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
5) Trakhea
Trakhea atau disebut sebagai batang tenggorok yang memiliki panjang
kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra
thorakalis kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas sampai dua puluh
lingkaran tidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau
benda asing.
6) Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar
dari pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah;
sedangkan bronkhus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam
lobus atas dan bawah. Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian
percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.

7) Paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernapasan. Letak paru itu sendiri
di dalam rongga thoraks setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.
Paru terdiri atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura
parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura
yang berisi cairan surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian (paru kanan
dan paru kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak
14
disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, dan
memiliki fungsi pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.

b. Fisiologi
Pernafasan/respirasi adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang
mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskann udara yang banyak
mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh.
Penghisapan udara disebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi.
Oksigen diambil melalui mulut dan hidung pada waktu bernafas dimana
oksigen masuk melalui trakea sampai ke alveoli berhubungan dengan darah
dalam kapiler pulmonar, alveoli memisahkan oksigen dari darah, oksigen
menembus membran, di ambil oleh sel darah merah di bawa ke jantung dan dari
jantung di pompakan ke seluruh tubuh.
Di paru-paru karbondioksida merupakan hasil buangan menembus membran
alveoli dankapiler darah di keluarkan melalui pipa bronkus berakhir sampai pada
mulut dan hidung. (Saputro. R, 2013).
3. Klasifikasi
Penyakit ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran
pernafasan bagian bawah (termasuk paru-paru) dan organ aksesoris saluran
pernafasan. Berdasarkan batasan tersebut jaringan paru termasuk dalam saluran
pernafasan (respiratory tract). Program pemberantasan penyakit (P2) ISPA dalam 2
golongan yaitu (Cahyaningrum, 2012) :
a. ISPA Non-Pneumonia
Merupakan penyakit yang banyak dikenal masyarakat dengan istilah batuk
dan pilek (common cold).
b. ISPA Pneumonia
Pengertian pneumonia sendiri merupakan proses infeksi akut yang mengenai
jaringan paru-paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang
ditandai oleh gejala klinik batuk, disertai adanya nafas cepat ataupun tarikan
dinding dada bagian bawah.
Berdasarkan kelompok umur program-programpemberantasan ISPA (P2
ISPA) mengklasifikasikan ISPA(Cahyaningrum, 2012) sebagai berikut:
1) Kelompok umur kurang dari 2 bulan, diklasifikasikan atas:
15
a) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya penarikan yang kuat
pada dinding dada bagian bawah ke dalam dan adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 60 kali per menit atau lebih.
b) Bukan pneumonia (batuk pilek biasa)
Bila tidak ditemukan tanda tarikan yang kuat dinding dada bagian
bawah ke dalam dan tidak ada nafas cepat, frekuensi kurang dari 60 menit.
2) Kelompok umur 2 bulan -<5 tahun diklasifikasikan atas:
a) Pneumonia berat
Apabila dalam pemeriksaan ditemukan adanya tarikan dinding dada
dan bagian bawah ke dalam.
b) Pneumonia
Tidak ada tarikan dada bagian bawah ke dalam, adanya nafas cepat,
frekuensi nafas 50 kali atau lebih pada umur 2 - <12 bulan dan 40 kali per
menit atau lebih pada umur 12 bulan - <5 tahun.
c) Bukan pneumonia
Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, tidak ada
nafas cepat, frekuensi kurang dari 50 kali per menit pada anak umur 2- <12
bulan dan kurang dari 40 permenit 12 bulan - <5 tahun.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya ISPA yaitu, faktor
lingkungan, individu anak (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir), nutrisi,
imunisasi, status sosial ekonomi, dan perilaku orang tua yang merokok, Maryunani
(2010)(Syahidi, Gayatri, & Bantas, 2016)
5. Masalah-masalah yang terjadi
Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit ini yaitu asma. Komplikasi lain yang
dapat timbul yaitu :
a. Otitis media
b. Croup
c. Gagal nafas
d. Sindrom kematian bayi mendadak dan kerusakan paru residu (Wuandari.D &
Purnamasari. L, 2015)
6. Patofisologi

16
Menurut (Amalia Nurin, dkk, 2014) Perjalanan alamiah penyakit ISPA dibagi 4 tahap
yaitu:
a. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan reaksi
apa-apa.
b. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi
lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya rendah.
c. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul gejala
demam dan batuk.
d. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
Saluran pernafasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga
untuk mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang efektif dan efisien.
Ketahanan saluran pernafasan tehadap infeksi maupun partikel dan gas yang ada
di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang selalu terdapat pada orang sehat
yaitu keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia, makrofag alveoli, dan antibodi.
Infeksi bakteri mudah terjadi pada saluran nafas yang sel-sel epitel mukosanya
telah rusak akibat infeksi yang terdahulu. Selain hal itu, hal-hal yang dapat
mengganggu keutuhan lapisan mukosa dan gerak silia adalah asap rokok dan gas SO2
(polutan utama dalam pencemaran udara), sindroma imotil, pengobatan dengan O2
konsentrasi tinggi (25 % atau lebih).
Makrofag banyak terdapat di alveoli dan akan dimobilisasi ke tempat lain bila
terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh
bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini. Antibodi setempat
yang ada di saluran nafas ialah Ig A. Antibodi ini banyak ditemukan di mukosa.
Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran nafas, seperti
yang terjadi pada anak. Penderita yang rentan (imunokompkromis) mudah terkena
infeksi ini seperti pada pasien keganasan yang mendapat terapi sitostatika atau radiasi.
Penyebaran infeksi pada ISPA dapat melalui jalan hematogen, limfogen,
perkontinuitatum dan udara nafas.

17
7.WOC

18
7.
8. Penatalaksanaan
a. Upaya pencegahan

19
Menurut Wijayaningsih tahun 2013, hal-hal yang dapat dilakukan untuk
mencegah terjadinya penyakit ISPA pada anak antara lain:
1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik diantaranya dengan cara
memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.
2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh
terhadap penyakit baik.
3) Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.
4) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA.
b. Upaya perawatan
Prinsip perawatan ISPA antara lain:
1) Meningkakan istirahat minimal 8 jam per hari
2) Meningkatkan makanan bergizi
3) Bila demam beri kompres dan banyak minum
4) Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung
5) Bila demam gunakan pakaian yang cukup tipis dan tidak terlalu ketat
6) Bila anak terserang ISPA tetap berikan makanan dan ASI
c. Penatalaksaan medis : pemberian antibiotik sesuai jenis kuman penyebab.
C. Konsep Penyakit
1. Pengertian
Infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA adalah infeksi di saluran pernapasan,
yang menimbulkan gejala batuk, pilek, disertai dengan demam. ISPA sangat mudah
menular dan dapat dialami oleh siapa saja, terutama anak-anak dan lansia.Sesuai
dengan namanya, ISPA akan menimbulkan peradangan pada saluran pernapasan,
mulai dari hidung hingga paru-paru. Kebanyakan ISPA disebabkan oleh virus,
sehingga dapat sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus dan antibiotik.
Ada beberapa jenis virus yang sering menyebabkan ISPA, yaitu:
a. Rhinovirus
b. Respiratory syntical viruses (RSVs)
c. Adenovirus
d. Parainfluenza virus
e. Virus influenza
f. Virus corona.
2. Etiologi

20
Etiologi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah virus dan bakteri.
Berdasarkan berbagai studi, ISPA paling banyak disebabkan oleh virus dan jenis virus
yang paling sering menjadi patogen adalah rhinovirus (34%), coronavirus (14%), dan
virus influenza (9%). S. pneumoniae, H. influenzae, M. catarrhalis, dan S. aureus
adalah bakteri yang sering menyebabkan ISPA.
a. Faktor Risiko
Terdapat beberapa faktor risiko terjadinya ISPA, yaitu :
1) Usia : Terdapat studi yang menyatakan bahwa anak usia 0-4 tahun lebih
berisiko mengalami ISPA.
2) Penyakit kronis : Studi melaporkan adanya asma sebagai faktor risiko
independen yang dapat meningkatkan risiko terjadinya ISPA.
3) Merokok dan asap rokok : Perokok aktif maupun pasif memiliki risiko
mengalami ISPA lebih sering. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan
resistensi mukosa saluran napas perokok sehingga patogen lebih mudah
menyerang.
4) Paparan bahan kimia pada saat bekerja : Risiko ISPA juga akan meningkat
pada orang yang terpapar polutan, seperti pekerja pabrik tekstil atau pekerja
konstruksi.
5) Pasien immunocompromise : Pasien dengan penurunan sistem imun seperti
pasien HIV, pasca splenektomi, dan pengguna kortikosteroid lebih rentan
terhadap ISPA karena dapat terjadi diskinesia silia.
3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) adalah invasi
patogen sehingga terjadi reaksi inflamasi akibat respon imun. Penyakit yang termasuk
ISPA adalah rhinitis (common cold), sinusitis, faringitis, tonsilofaringitis, epiglotitis,
dan laringitis.ISPA melibatkan invasi langsung mikroba ke dalam mukosa saluran
pernapasan. Inokulasi virus dan bakteri dapat ditularkan melalui udara, terutama jika
seseorang yang terinfeksi batuk atau bersin.
Setelah terjadi inokulasi, virus dan bakteri akan melewati beberapa pertahanan
saluran napas, seperti barrier fisik, mekanis, sistem imun humoral, dan seluler. Barrier
yang terdapat pada saluran napas atas adalah rambut-rambut halus pada lubang
hidung yang akan memfiltrasi patogen, lapisan mukosa, struktur anatomis
persimpangan hidung posterior ke laring, dan sel-sel silia. Selain itu, terdapat pula
tonsil dan adenoid yang mengandung sel-sel imun.Patogen dapat masuk dan berhasil
21
melewati beberapa sistem pertahanan saluran napas melalui berbagai mekanisme,
seperti produksi toksin, protease, faktor penempelan bakteri, dan pembentukan kapsul
untuk mencegah terjadinya fagositosis. Hal ini menyebabkan virus maupun bakteri
dapat menginvasi sel-sel saluran napas dan mengakibatkan reaksi inflamasi. Beberapa
respon yang dapat terjadi adalah pembengkakan lokal, eritema, edema, sekresi
mukosa berlebih, dan demam sebagai respon sistemik.

4. Penyebab ISPA
Penyebab ISPA adalah infeksi virus atau bakteri pada saluran pernapasan.
Walaupun lebih sering disebabkan oleh infeksi virus, ada beberapa jenis bakteri yang
juga bisa menyebabkan ISPA, yaitu:
a. Streptococcus
b. Haemophilus
c. Staphylococcus aureus
d. Corynebacterium diphteriae
e. Mycoplasma pneumoniae
f. Chlamydia
ISPA dapat menyerang saluran napas atas maupun saluran napas bawah.
Beberapa penyakit yang termasuk ke dalam ISPA adalah common cold, sinusitis,
radang tenggorokan akut, laringitis akut, pneumonia, dan COVID-19.Penularan virus
atau bakteri penyebab ISPA dapat terjadi melalui kontak dengan percikan air liur
orang yang terinfeksi. Virus atau bakteri dalam percikan liur akan menyebar melalui
udara, masuk ke hidung atau mulut orang lain.Selain kontak langsung dengan
percikan liur penderita, virus juga dapat menyebar melalui sentuhan dengan benda
yang terkontaminasi, atau berjabat tangan dengan penderita.
Walaupun penyebarannya mudah, ada beberapa kelompok orang yang lebih rentan
tertular ISPA, yaitu:
a. Anak-anak dan lansia
Anak-anak dan lansia memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah, sehingga
rentan terhadap berbagai infeksi. Selain itu, penyebaran virus atau bakteri ISPA di
kalangan anak-anak dapat terjadi sangat cepat karena anak-anak banyak
berinteraksi secara dekat dan melakukan kontak dengan anak-anak yang lain.
b. Orang dewasa dengan sistem kekebalan tubuh lemah

22
Sistem kekebalan tubuh sangat berpengaruh dalam melawan infeksi virus
maupun bakteri. Ketika kekebalan tubuh menurun, maka risiko terinfeksi akan
semakin meningkat. Salah satunya adalah penderita AIDS atau kanker.
c. Penderita gangguan jantung dan paru-paru
ISPA lebih sering terjadi pada orang yang sudah memiliki penyakit jantung
atau gangguan pada paru-paru sebelumnya.
d. Perokok aktif
Perokok lebih berisiko mengalami gangguan fungsi paru dan saluran
pernapasan, sehingga rentan mengalami ISPA dan cenderung lebih sulit untuk
pulih.
e. Gejala ISPA
Gejala dari infeksi saluran pernapasan akut berlangsung antara 1-2 minggu.
Sebagian besar penderita akan mengalami perbaikan gejala setelah minggu
pertama. Gejala tersebut adalah:
1) Batuk
2) Bersin
3) Pilek
4) Hidung tersumbat
5) Nyeri tenggorokan
6) Sesak napas
7) Demam
8) Sakit kepala
9) Nyeri otot
5. Manifestasi klinis.
Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri
tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan
konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia, nyeri
kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu berlangsung
lama biasanya menunjukkan adanya penyulit. (Suriani, 2018).
6. Pengobatan ISPA
Seperti telah disebutkan sebelumnya, ISPA paling sering disebabkan oleh virus,
sehingga akan sembuh sendiri tanpa perlu penanganan khusus. Beberapa tindakan
untuk meredakan gejala dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yaitu dengan:

23
a. Memperbanyak istirahat dan konsumsi air putih untuk mengencerkan dahak,
sehingga lebih mudah untuk dikeluarkan.
b. Mengonsumsi minuman lemon hangat atau madu untuk membantu meredakan
batuk.
c. Berkumur dengan air hangat yang diberi garam, jika mengalami sakit
tenggorokan.
d. Menghirup uap dari semangkuk air panas yang telah dicampur dengan minyak
kayu putih atau mentol untuk meredakan hidung yang tersumbat.
e. Memposisikan kepala lebih tinggi ketika tidur dengan menggunakan bantal
tambahan, untuk melancarkan pernapasan.
Jika gejala yang dialami tidak membaik, Anda perlu berkonsultasi dengan dokter.
Dokter dapat memberikan obat-obatan untuk meredakan gejala, antara lain:
a. Ibu profen atau paracetamol, untuk meredakan demam dan nyeri otot.
b. Diphenhydramine dan pseudoephedrine, untuk mengatasi pilek dan hidung
tersumbat.
c. Obat batuk.
d. Antibiotik, jika dokter menemukan bahwa ISPA disebabkan oleh bakteri.
7. Komplikasi ISPA
Jika infeksi terjadi di paru-paru dan tidak ditangani dengan baik, dapat terjadi
komplikasi yang serius dan dapat berakibat fatal. Komplikasi yang sering terjadi
akibat ISPA adalah gagal napas akibat paru-paru berhenti berfungsi, peningkatan
kadar karbon dioksida dalam darah, serta gagal jantung.
8. Pencegahan ISPA
Tindakan pencegahan utama ISPA adalah menerapkan perilaku hidup bersih dan
sehat. Beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Cuci tangan secara teratur, terutama setelah beraktivitas di tempat umum.
b. Hindari menyentuh wajah, terutama bagian mulut, hidung, dan mata, untuk
menghindari penularan virus dan bakteri.
c. Gunakan sapu tangan atau tisu untuk menutup mulut ketika bersin atau batuk. Hal
ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ke orang lain.
d. Perbanyak konsumsi makanan kaya vitamin, terutama vitamin C, untuk
meningkatkan daya tahan tubuh.
e. Olahraga secara teratur.
f. Berhenti merokok.
24
g. Lakukan vaksinasi, baik vaksin MMR, influenza, atau pneumonia. Diskusikan
dengan dokter mengenai keperluan, manfaat, dan risiko dari vaksinasi ini.

D. Konsep Keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada praktik
keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien pasien di berbagai tatanan
pelayanan kesehatan. Dilaksanakan berdasarkan kaidah-kaidah keperawatan sebagai
suatu profesi yang berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, bersifat humanistik ,dan
berdasarkan pada kebutuhan objektif klien untuk mengatasi masalah yang dihadapi
klien. Salah satu bagian yang terpenting dari asuhan keperawatan ialah dokumentasi.
Dokumentasi merupakan tanggung jawab dan tugas perawat setelah melakukan
intervensi keperawatan. Tetapi akhir-akhir ini tanggung jawab perawat terhadap
dokumentasi sudah berubah. Oleh karena perubahan tersebut, maka perawat perlu
menyusun suatu dokumentasi yang efisien dan lebih bermakna dalam pencatatannya
dan penyimpanannya (Nursalam,2013)
Langkah-Langkah Asuhan Keperawatan
Tahapan–tahapan asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian data, diagnosa
keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan keperawatan (implementasi),
dan evaluasi keperawatan.
a. Pengkajian Data
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam,2013).
Tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan
keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu (klien). Oleh karena itu,
pengkajian yang benar, akurat, lengkap dan sesuai dengan kenyataan sangat
penting sebagai data untuk merumuskan diagnosis keperawatan dan dalam
memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan respon individu yang sesuai
dengan standar praktik yang telah ditentukan oleh American Nurse Association
(ANA). Pada pengkajian terdapat dua tipe data, yaitu data subjektif dan data
objektif. Data subjektif adalah data yang didapatka dari klien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Data tersebut tidak dapat ditentukan
oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau wawancara
dengan klien. Data subjektif diperoleh dari riwayat keperawatan termasuk persepsi
25
klien, perasaan, dan ide tentang status kesehatannya. Sedangkan, data objektif
adalah data yang dapat diobservasi dan diukur oleh perawat. Data ini diperoleh
melalui kepekaan perawat (senses) selama melakukan pemeriksaan fisik melalui
2S (sight, smell) dan HT (hearing, touch/taste). Yang termasuk data objektif
adalah frekuensi pernapasan, tekanan darah, adanya edema dan berat badan
(Nursalam,2013).
b. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keparawatan adalah suatau pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok di mana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, membatasi,
mencegah dan mengubah.
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) menyatakan
bahwa diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respons individu
(klien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat.Semua diagnosa didukung oleh data, dimana
NANDA diartikan sebagai definisi karateristik. Definisi karakteristik tersebut
dinamakan tanda dan gejala. Tanda adalah sesuatu yang dapat diobservasi dan
gejala adalah suatu yang dirasakan klien.
c. Perencanaan keperawatan
Tahap perencanaan memberikan kesempatan kepada perawat, klien, keluarga
dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna
mengatasi masalah yang dialami klien. Perencanaan ini merupakan suatu petunjuk
tertulis yang menggambarkan secara tepat rencana tindakan keperawatan yang
dilakukan terhadap klien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosis
keperawatan. Tahap perencanaan dapat disebut sebagai inti atau pokok dari proses
keperawatan sebab perencanaan merupakan keputusan awal yang memberi arah
bagi tujuan yang ingin dicapai, hal yang akan dilakukan, termasuk bagaimana,
kapan, dan siapa yang akan melakukan tindakan keperawatan. Karenanya, dalam
menyusun rencana tindakan keperawatan untuk klien, keluarga dan orang terdekat
perlu dilibatkan secara maksimal.

26
d. Pelaksanaan keperawatan
Implementasi yang merupakan komponen dari proses keperawatan adalah
katagori dari prilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk
mencapai tujuan dan hasil yang dipekirakan dari asuhan keperawatan dilakukan
dan diselesaikan. Dalam teori, implementasi dari rencana asuhan keperawatan
mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan. Namun demikian, di
banyak lingkungan perawatan kesehatan, implementasi mungkin dimulai secara
langsung setelah pengkajian (Potter & Perry, 2009).
e. Evaluasi keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan
tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan
secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa
keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali
ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara
umum, evaluasi ditujukan untuk:
1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum.
3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

27
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Keperawatan
a. Anamnesis
1) Biodata pasien (umur, sex, pekerjaan, pendidikan)
a) Umur
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering
mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi
kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih
sering menderita ISPA dari pada usia yang lebih
lanjut.
b) Jenis kelamin
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang
dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak
perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara
Denmark.
c) Alamat
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang,
jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga
merupakan faktor risiko untuk ISPA. Diketahui
bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit
gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas
udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik
secara biologis, fisik maupun kimia. Adanya ventilasi
rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di
dalam rumah seperti yang terjadi di Negara
Zimbabwe akan mempermudah terjadinya ISPA
anak.
b. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul antara lain batuk, peningkatan produksi
sputum, dispnea, hemoptisis, nyeri dada, ronchi (+), demam, kejang, sianosis
daerah mulut dan hidung, muntah, diare (Andarmoyo,2012).
1) Batuk (cough)
28
Batuk merupakan gejala utama dan merupakan gangguan yang paling
sering di keluhkan. Tanyakan pada klien batuk bersifat produktif atau non
produktif.
2) Peningkatan produksi sputum
Sputum merupakan suatu subtansi yang keluar bersama dengan batuk.
Lakukan pengkajian terkait warna, konsistensi, bau, dan jumlah dari sputum.
3) Dispnea
Dispnea merupakan suatu persepsi klien yang merasa kesulitan untuk
bernafas. Perawat harus menanyakan kemampuan klien untuk melakukan
aktivitas.
4) Homoptisis
Hemoptisis adalah darah yang keluar dari mulut dengan di batukan.
Perawat harus mengkaji darimana sumber darah.
5) Nyeri dada
Nyeri dada dapat berhubungan dengan masalah jantung dan paru- paru.
Gambaran lengkap mengenai nyeri dada dapat menolong perawat untuk
membedakan nyeri pada pleura, muskuloskeletal, kardiak, dan gastrointestinal.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
1) Riwayat merokok
2) Pengobatan saat ini dan masa lalu
3) Alergi
4) Tempat tinggal
d. Riwayat kesehatan keluarga
1) Penyakit infeksi tertentu
2) Kelainan alergis
3) Klien bronkitis kronik mungkin bermukim di daerah yang polusi udaranya
tinggi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi
a) Pemeriksaan dada dimulai dari torak posterior, klien pada posis duduk.
b) Dada diobservasi dengan membandingkan satu sisi dengan yang lainnya.
c) Inspeksi torak posterior, meliputi warna kulit dan kondisinya, lesi, massa,
dan gangguan tulang belakang.

29
d) Catat jumlah irama, kedalaman pernapasan, dan kesimetrisan pergerakan
dada.
e) Observasi tipe pernapasan
f) Inspeksi pada bentuk dada
g) Observasi kesimetrisan pergerakan dada.
h) Observasi retraksi abnormal ruang intercostal selama insiprasi
2) Palpasi
a) Kaji kesimetrisan pergerakan dada dan mengobservasi abnormalitas.
b) Palpasi toraks untuk mengetahui abnormalitas yang terkaji saat inspeksi
c) Kaji kelembutan kulit, terutama jika klien mengeluh nyeri.
d) Vocal fremitus, yaitu getaran dinding dada yang dihasilkan ketika
berbicara.
3) Perkusi
a) Perkusi langsung, yakni pemeriksa memukul torak klien dengan bagian
palmar jari tengah keempat ujung jari tangannya yang dirapatkan.
b) Perkusi tak langsung, yakni pemeriksa menempelkan suatu objek padat
yang disebut pleksimeter pada dada klien, lalu sebuah objek lain yang
disebut pleksor untuk memukul pleksimeter tadi, sehingga menimbulkan
suara. Suara perkusi pada bronkopneumonia biasanya hipersonor/redup.
4) Auskultasi
Biasanya pada penderita ispa terdengar suara napas ronchi.
f. Pengkajian psikososial
1) Kaji tentang aspek kebiasaan hidup klien yang secara signifikan berpengaruh
terhadap fungsi respirasi.
2) Penyakit pernapasan kronik dapat menyebabkan perubahan dalam peran
keluarga dan hubungan dengan orang lain.
3) Mekanisme koping,kaji reaksi masalah stress psikososial dan mencari jalan
keluarnya.
g. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Leukosit 18.000 – 40.000/mm3
b) Hitung jenis di dapatkan geseran ke kiri
c) LED meningkat
2) X – foto dada
30
Terdapat bercak – bercak infiltrat yang tersebar (Nursalam,2013)

f. Analisis Data
Data focus Etiologi Problem
1. Tanda mayor 1. Spasme jalan napas Bersihan jalan nafas tidak efektif
Ds: 2. Hipersekresi jalan
Do: 1. Batuk tidak efektif napas
2. tidak mampu batuk 3. Disfungsi
3. sputum berlebih neuromuskuler
4. mengi, whezing, ronkhi 4. Benda asing dalam
jalan napas
5. mekonium di jalan nafas 5. Adanya jalan napas
Tanda Minor buatan
Ds: 1. Dispnea 6. Sekresi yang
2. Sulit bicara tertahan
3. Ortopnea 7. Hiperplasia dinding
jalan napas
Do: 1. Gelisah 8. Proses infeksi
2. sianosis 9. Respon alergi
3. bunyi nafas menurun 10. Efek agen
4. frekuensi nafas beruba farmakologis (mis.
5. pola nafas berubah anastesi)
2. Tanda mayor 1. Depresi pusat Pola Nafas tidak efektif
DS: pernapasan
1. Dispnea 2. Hambatan upaya
DO napas (mis. nyeri saat
1. Penggunaan otot Bantu bernapas, kelemahan
pernafasan
otot
2. Fase ekspirasi memanjang
3. Pola nafas abnormal ( mis. pernapasan)
Takipnea, bradipnea, 3. Deformitas dinding
hiperventilasi, kussmaul, cneyne- dada
stokes) 4. Deformitas tulang
dada
Gejala & tanda minor 5. Gangguan
neuromuskular
DS: 6. Gangguan
1. Ortopnea neurologis (mis.
elektroensefalogram
DO:
(EEG] positif, cedera
1. Pernafasan pursed-lip
2. Pernafasan cuping hidung kepala, ganguan
3. diameter thoraks anterior- kejang)
posterior meningkat 7. Imaturitas
4. ventilasi semenit menurun neurologis
5. Kapasitas vital menurun 8. Penurunan energi
6. tekanan ekspirasi menurun 9. Obesitas
7. Tekanan inspirasi menurun 10. Posisi tubuh yang
8. ekskursi dada berubah menghambat ekspansi
paru
11. Sindrom
hipoventilasi

31
12. Kerusakan
inervasi diafragma
(kerusakan saraf C5
ke atas)
13. Cedera pada
medula spinalis
14. Efek agen
farmakologis
15. Kecemasan

3. Tanda mayor: 1. Ketidakseimbangan Gangguan pertukaran gas


Ds: ventilasi-perfusi
1. Disnepnea 2. Perubahan
Do: Membran alveolus
1. PCO2 meningkat/menurun kapiler
2. PO2 menurun
3. Takikardi
4. Bunyi nafas Tambahan

Tanda minor
Ds:
1. Pusing
2. Penglihatan kabur

Do:
1. sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
3. Nafas cuping hidung
4. Pola nafas abnormal

4. Tanda Mayor 1. Dehidrasi


DS:- 2. Terpapar
lingkungan panas
DO: 3. Proses penyakit
1. Suhu tubuh diatas nilai 4. Ketidaksesuaian
normal pakaian dengan suhu
lingkungan
Tanda Minor: 5. Peningkatan laju
DS:- metabolisme
6. Respon trauma
DO: 7. Aktivitas berlebih
1. Kulit merah 8. Penggunaan
2. kejang incubator
3. Takikardi
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat

32
2. Diagnosa Keperawatan
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Sekresi yang tertahan
2) Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas
3) Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
4) Hipotermia b.d proses penyakit

3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
. hasil
1. Bersihan jalan nafas Setelah dilakukan 1. MENAJEMEN JALAN NAFAS
tidak efektif b.d tindakan keperawatan Observasi:
sekresi yang tertahan selama 3x24 jam 1.monitor pola nafas
diharapkan jalan nafas (Frekuensi,kedalaman,usaha,nafas)
meningkat dengan 2.monitor bunyi nafas tambahan
kriteria hasil : (mis,gurgling,mengi,wheezing,rokhi
1.produksi sputum I,kering)
menurun 3.monitor sputum (warna,aroma,jumlah)
2.mengi menurun .
3.wheezing menurun Terapeutik
4.batuk efektif 1.pertahankan kepatenan jalan nafas
meningkat head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika
5.dispenea menurun curiga servikal)
6.frekuensi nafas 2.posisikan semi-flower atau flower
membaik 3.berikan minum hangat
7.pola nafas membaik. 4.lakukan fisioterapi dada,jika perlu
5. lakukan penghisapan lender kurang
dari 15 detik
6. lakukan hiperoksigenasi sebelum
penghisapan endotrakeal
7.keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill.
8.berikan oksigen jika perlu
Edukasi:
1.anjurkan asupan cairan
2000ml/Hari,jika tidak kontraindikasi
2. ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi:
1.kolaborasi pemberian
bronkodilator,ekspektoran,mukolitik,jika
perlu.

LATIHAN BATUK EFEKTIF


Observasi:

33
1.indetifikasi kemammpuan batuk
2.monitor adanya retensi sputum
3. monitor tanda dan gejala infeksi
saluran nafas
4.monitor input dan output cairan (mis
jumlah dan karakteristik)
Terapeutik:
1.atur posisi semi flower atau flower
2.pasang perlak dan bengkok
dipangkuan pasien.
3.buat secret di tempat sputum
Edukasi:
1.jelaskan tujuan dan prosedur batuk
efektif
2.anjurkan tarik nafas dalama melalui
hidung selama 4 detik,ditahan selama 2
detik,kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu (dibulatkan
selama 8 detik
3.anjurkan mengulangi tarik nafas dalam
hingga 3 kali
4.anjurkan batuk dengan kuat langsung
setelah tarik nafas dalam yang ke 3
Kolaborasi:
1.kolaborasi pemberian mukolitik atau
ekspektoran ,jika perlu.

2. Pola napas tidak Setelah dilakukan 1. MANAJEMEN JALAN NAFAS


efektif b,d hambatan tindakan keperawatan
upaya nafas selama 3x24 jam observasi
diharapkan Pola nafas 1.pola napas (frekuensi, kedalaman,
membaik dengan usaha napas)
kriteria Hasil: 2. Monitor bunyi napas tambahan (mis.
1. Ventilasi semenit gurgling, mengi, wheezing, ronkhi
meningkat kering)
2. Kapasitas vital 3. Monitor sputum (jumlah, warna,
meningkat aroma)
3. Diameter toraks Terapeutik
anterior meningkat 1. Pertahankan kepatenan jalan napas
4. Postelor meningkat dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust
5. Tekanan ekspirasi jika curiga trauma servikal)
meningkat 2. Posisikan semi-Fowler atau Fowler
6. Tekanan inspirasi 3. Berikan minum hangat
meningkat 4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
7. Dispnea menurun 5. Lakukan penghisapan lendir kurang
8. penggunaan otot dari 15 detik
bantu nafas menurun 6. Lakukan hiperoksigenasi sebelum
9. Pemanjangan fase penghisapan endotrakeal
respirasi menurun 7. Keluarkan sumbatan benda padat
10. Ortopnea menurun dengan forsep McGill
11. Pernafasan pursed- 8. Berikan oksigen, jika perlu
tip menurun Edukasi
12. Pernafasan cuping 1. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari,
hidung menurun jika tidak kontraindikasi
13. Frekuensi nafas 2. Ajarkan teknik batuk efektif

34
membaik
14. Keadaan nafas Kolaborasi
membaik 1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
15. Ekskursi dada ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
membaik

3. Gangguan prtukaran Setelah dilakukan 1. PEMANTAUAN RESPIRASI


gas b.d ketidak tindakan keperawatan Observasi:
seimbangan ventilasi selama 3x24 jam 1.monitor frekuensi irama
perkusi diharapkan pertukaran 2.kedalaman dan upaya nafas.
gasa meningkat dengan 3.monitor adanya produksi sputum
kriteria hasil : 4.monitor saturasi oksigen
1.dispnea menurun 5.monitor hasil x-ray,toraks,nilai
2.bunyi nafas tambahan AGD,bunyi nafas
menurun Terapeutik:
3.pc02 membaik 1.atur interval respirasi sesuai kondisi
4.PO2 membaik pasien,dokumentasi hasil pemantauan.
5.pola napas membaik Edukasi:
6 napas cuping hidung 1.jelaskan prosedur pemantauan
menurun. 2.informasikan hasil pemantauan
7. tingkat kesadaran
meningkat 2. TERAPI OKSIGEN
Observasi:
1.monitor kecepan aliran oksigen
2.monitor efektifitas oksigen
3.monitor tanda-tanda hipoventilasi
4. monitor tanda dan gejala toksikasi
oksigen
Terapeutik:
1.bersihkan secret pada mulut hidung
trakea
2.pertahankan kepatenan jalan nafas
3. berikan tambahan oksigen jika perlu
4.anjarkan pasien cara menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi:
Kolaborasi penentuan dosis oksigen

4. Hipotermia b.d proses Setelah dilakukan 1. Manajemen Hipertermia


penyakit tindakan keperawatan Observasi:
selama 3x24 jam 1.indentifikasi penyebab hipertemia
diharapkan hipertemia (mis.dehidrasi,terpapar lingkungan
membaik dengan panas,penggunaan ikubator)
kriteria hasil: 2.monitor suhu tubuh
1.kulit merah menurun 3. monitor kadar elektrolit
2.kejang menurun 3.monitor haluaran urine
3.akrosianosis menurun 4. monitor komplikasi akibat hipertermia
4. komsumsi oksigen Terapeutik:
menurun 1.Sediakan lingkungan yang dingin
5.piloereksi menurun 2. longgarkan atau lepaskan pakaian

35
6. vasokonstriksi 3.basahi dan kipasi permukaan tubuh
perifer menurun 4.berikan cairan oral
7.kutis mamorata 5. ganti linen setiap hari atau sering jika
menurun mengalami hyperhidrosis (keringat
8.pucat menurun berlebihan).
9.takikardi menurun 6. lakukan pendinginan eskternal (mis.
10.takipnea menurun Selimut hiportemia atau kompres dingin
11. bradikardi menurun pada dahi,leher,dada,abdomen,aksila)
12. dasar kuku sianolik Kolaborasi:
menurun 1.kolaborasi pemberian cairan dan
13. hipoksia menurun elektrolit intravena.
13.suhu tubuh
membaik
14. suhu kulit membaik
15. kadar glukosa
darah membaik
Pengisiaan kapiler
membaik
16. ventilasi membaik
17. tekanan darah
membaik

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu proses pelaksanaan terapi keperawatan
keluarga yang berbentuk intervensi mandiri atau kolaborasi melalui pemanfaatan
sumber-sumber yang dimiliki keluarga. Implementasi di prioritaskan sesuai
dengan kemampuan keluarga dan sumber yang dimiliki keluarga (Friedman,
2010).

Hari tanggal Implementasi Paraf


30 september 2021 1. Memposisikan pasien semi Kelompok 2
fowler
2. Memantau TTV pada pasien
3. Menganjurkan pasien untuk
istirahat
4. memberikan terapi oksigen
5. melakukan Nebulizer
6. Memberikan pasien minum
air hangat
7. Melakukan pemantauan
SPO2

5. Evaluasi Keperawatan

36
Evaluasi berdasarkan pada seberapa efektif intervensi yang dilakukan
keluarga,perawat dan lainnya. Keberhasilan lebih ditentukan oleh hasil pada sistem
keluarga dan anggota keluarga (bagaimana anggota berespons) daripada intervensi
yang diimplementasikan. Evaluasi merupakan kegiatan bersama antara perawat
dan keluarga.

BAB IV
PENUTUP

37
A. Kesimpulan
ISPA merupakan infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14
hari.Penyakit ISPA adalah salah satu penyakit yang banyak diderita bayi dan anak –anak.
Gejala nya bisa berupa nyeri tenggorakan, suhu meningkat, pernafasan cepat, .Penyebab
kematian dari ISPA yang terbanyak karena pneumonia. Diklasifikasikan menjadi
pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia.Klasifikasi ISPA tergantung kepada
pemeriksaan dan tanda-tanda bahaya yang diperlukan penderita. Penatalaksanaan dan
pemberantasan kasus ISPA diperlukan kerjasama semua pihak, yaitu peran serta
masyarakat, terutama ibu-ibu, dokter, para medis dan kader kesehatan untuk menunjang
keberhasilan menurunkan angka kematian dan angka kesajitan sesuai harapan
B. SARAN
Kasus terbanyak kematian disebabkan oleh ISPA adalah karena pneumonia., maka
diharapkan penyakit saluran pernafasan penanganannya dapat diperioritaskan. Disamping
itu penyuluhan tentang penyakit ISPA perlu ditingkatkan dan dilaksanakan serta
berkesinambungan serta penatalaksanaan dan pemberantasan kasus ISPA yang sudah
dilaksanakan sekarang ini diharapkan dapat lebih ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

38
Buku Standar Diagnosa Keperawatan
Buku Standar Intervensi Keperawatan
Buku Standar Luaran Keperawatan
Berman, A., Snyder, S. & Fradsen, G. (2016). Kozier & Erb's Fundamentals of
Nursing (10th ed.). USA: Perason Education.
Dougherty, L. & Lister, S. (2015). Manual of Clinical Nursing Procedures (9th ed.). UK:
The Royal Marsden NHS Foundation Trust.
Perry, A.G. & Potter, P. A. (2014). Nursing Skills & Procedures (8th ed.). St Louis: Mosby
Elsevier Wilkinson, J. M., Treas, L. S., Barnett, K. & Smith, M. H. (2016). Fundamentals of
Nursing (3rd ed.).
Philadelphia: F. A. Davis Company.
Burns, S. M. (2014). AACN Essentials of Critical Care Nursing (3th ed.). New York:
McGraw-Hill Education.
Chulay, M., & Seckel, M. (2011). Suctioning: Endotracheal tube or tracheostomy tube.
Dalam D. J. Lynn
McHale (Ed.), AACN Procedure Manual for Critical Care (6th ed.). Philadelphia: Saunders
Elsevier.
Gosselink, R., Bott, J., Johnson, M., et al (2008). Physiotherapy for adult patients with critical
illness:
recommendations of the European respiratory society and European society of critical care
medicine

39

Anda mungkin juga menyukai