"https://vakia.files.wordpress.com/2011/08/bismillahirrahmanirrahim-
2.jpg" \* MERGEFORMATINET
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Judul karya ilmiah akhir ini “Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Pada
Umum Daerah Kota Padang Panjang tahun 2017” yang merupakan salah satu
Bukittinggi.
bimbingan, arahan dan dukungan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini
perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR. Ns. Hj. Evi
motivasinya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Selain itu penulis juga
yang telah memberikan izin kepada penulis dalam pengambilan data untuk
5. Kepada kedua orang tua tercinta T.Dt.Rangkayo Basa (Alm) dan Rakiyah
(Almh) yang telah bersusah payah semasa hidupnya demi penulis sehingga
6. Istri tercinta Kardina Rozawati dan kedua buah hati tersayang Afif Aulia
kasih sayang serta dorongan moril maupun materil kepada penulis untuk
jalur khusus Profesi Ners STIKes Fort De Kock Bukittinggi yang selalu
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ini masih belum sempurna.
Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGEGESAHAN
LEMBER PERSETUJUAN
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
iii
Daftar Gambar ……………………………………………………………..
iv
Daftar Lampiran
v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan
4
1. Tujuan Umum
.............................................................................................
.............................................................................................
4
2. Tujuan Khusus
.............................................................................................
.............................................................................................
5
C. Manfaat Penulisan
7
1. Pengertian
.............................................................................................
.............................................................................................
7
2. Klasifikasi
.............................................................................................
.............................................................................................
8
3. Etiologi
.............................................................................................
.............................................................................................
12
4. Patofisiologi
.............................................................................................
.............................................................................................
13
5. Tanda dan Gejala
.............................................................................................
.............................................................................................
14
6. Pemeriksaan Penunjang
.............................................................................................
.............................................................................................
15
7. Penatalaksanaan
.............................................................................................
.............................................................................................
16
8. Komplikasi
.............................................................................................
.............................................................................................
17
B. Asuhan Keperawatan Teoritis
19
1. Pengkajian
.............................................................................................
.............................................................................................
19
2. Diagnosa Keperawatan
.............................................................................................
.............................................................................................
27
3. Rencana Asuhan Keperawatan
.............................................................................................
.............................................................................................
28
4. WOC
.............................................................................................
.............................................................................................
33
101
B. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Motilitas Usus
106
C. Kompres Air Hangat Pada Dahi Ddan Aksila
109
D. Pengaruh Mobilisasi Dini
111
BAB V PEMBAHASAN
117
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan
131
B. Saran
133
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1.1................................................................................ 8
2. Gambar 12................................................................................. 12
3. Gambar 1.3................................................................................ 14
4. WOC.......................................................................................... 33
DAFTAR LAMPIRAN
A. Latar Belakang
pada sekum tepat dibawah katup ileocecal (Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini
lebih sering pada bayi dan pasien lanjut usia, yaitu dengan periode
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, ketika insidens pada
sekitar 26% dari jumlah penduduk di Kalimantan Timur, sedangkan dari data
yang ada pada rekam medik RS Islam Samarinda untuk bulan Januari sampai
Juni 2009, tercatat penderita yang dirawat dengan apendiksitis sebanyak 153
orang dengan rincian 57 pasien wanita dan 104 pasien pria. Hal ini
(Tomas,A.G at all).
besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di Indonesia, jumlah
jumlah penduduk di Indonesia atau sekitar 179.000 orang. Dari hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) di indonesia, apendisitis akut merupakan
salah satu penyebab dari akut abdomen dan beberapa indikasi untuk
lainya (Depkes 2008). Jawa Tengah tahun 2009, jumlah kasus apendikitis
orang. Hal ini mungkin terkait dengan diet serat yang kurang pada
merupakan kasus tertinggi di ruang bedah dengan jumlah kasus 334 per
tahun. Pada bulan Januari s/d Juni 2017 angka kejadian appendicitis 131
kasus.
sumbatan pada pangkal usus buntu dan hal ini dapat diakibatkan kelainan
dari muara usus buntu, kelainan usus halus bagian ujung (ileu terminal) yang
akan berakhir pada sekum, kelainan pada dinding usus buntu terutama pada
kelainan pada organ di atas dapat berupa radang, infeksi maupun tumor yang
dari sumbatan apendik, adanya sisa makanan yang masuk ke dalam apendik
yang banyak dan memadat sehingga sulit keluar dari pangkal apendik dan
gaya hidup yang tidak sehat. Hingga tidak dapat dihindari, penyakit
apendiksitis menjadi kasus tersering yang diderita oleh klien dengan nyeri
abdomen akut. Insiden ini lebih tinggi terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan dan ditemukan pada setiap umur, oleh karena itu, tetaplah
gangguan lain pada sistem pencernaan antara lain sebagai berikut: Peritonitis;
adalah salah cerna akibat makan makanan yang merangsang lambung, seperti
alkohol dan cabe yang mengakibatkan rasa nyeri yang disebut kolik.
gesekan pada dinding lambung dan usus halus, sehingga timbul rasa nyeri
yang disebut tukak lambung. Gesekan akan lebih parah kalau lambung dalam
keadaan kosong akibat makan tidak teratur yang pada akhirnya akan
Padang Panjang.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
kepada klien.
C. Manfaat
diperpustakaan institusi.
3. Bagi Penulis, asuhan keperawatan pada klien yang mengalami pre dan
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Sudarth, 2002).
merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat
Arief,dkk, 2007).
lumen oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing
2006).
struktur yang terpuntir, apendik merupakan tempat ideal bagi bakteri untuk
tanpa penyebab yang jelas, setelah obstruksi apendiks oleh feses atau
Gambar 1.1
2. Klasifikasi
a. Apendisitis akut
Apendisitis akut adalah : radang pada jaringan apendiks. Apendisitis
3) Fekalit
4) Benda asing
5) Tumor
apendiks.
seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan
nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat
c. Apendisitis kronik
syarat : riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa, dan infiltrasi sel inflamasi
d. Apendissitis rekurens
Diagnosis rekuren baru dapat dipikirkan jika ada riwayat serangan nyeri
e. Mukokel Apendiks
Mukokel apendiks adalah dilatasi kistik dari apendiks yang berisi musin
jaringan fibrosa. Jika isi lumen steril, musin akan tertimbun tanpa
Penderita sering datang dengan eluhan ringan berupa rasa tidak enak di
kanan. Suatu saat bila terjadi infeksi, akan timbul tanda apendisitis akut.
f. Tumor Apendiks
g. Karsinoid Apendiks
dan diare ynag hanya ditemukan pada sekitar 6% kasus tumor karsinoid
tersebut di atas.
Gambar 1.2
3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
4. Patofisiologi
diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi
apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan
Bila semua proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang
lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
2007) .
ureter.
h. Pemeriksaan rektal positif jika ujung apendik berada di ujung pelvis.
i. Tanda Rovsing dengan melakukan palpasi kuadran kiri bawah yang
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
satu komponen protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah
serum protein. Angka sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan
90%.
b. Radiologi
bawah.
7. Penatalaksanaan
a. Penanggulangan konservatif
b. Operasi
c. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya
8. Komplikasi
Faktor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Faktor
komplikasi Apendisitis 10-32%, paling sering pada anak kecil dan orang
tua. Komplikasi 93% terjadi pada anak-anak di bawah 2 tahun dan 40-75%
pada orang tua. CFR komplikasi 2-5%, 10-15% terjadi pada anak-anak dan
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendik yang berisi pus. Teraba massa
lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula
pus. Hal ini terjadi bila Apendisitis gangren atau mikroperforasi ditutupi
oleh omentum
b. Perforasi
klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih dari
c. Peritonitis
berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis. Bila
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
a. Umur
c. Pengalaman pembedahan
d. Pengalaman anestesi
f. Lingkungan
h. Support system
Pemeriksaan Fisik
Support
g. Laboratorium
h. Analisa:
a. Identitas Pasien
register.
b. Riwayat Kesehatan
c. Riwayat Kesehatan saat ini : keluhan nyeri pada luka post operasi
leukosit.
berat badan.
3) Eliminasi
sebelum tidur.
ekspresi wajah.
alat bantu.
penyakit.
saudaranya.
sakit.
e. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
2) Palpasi
b) Nyeri lepas
pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha
Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut
dkk. 2000)
Pre Appendiktomi
1) Aktivitas
Gejala : Malaise
2) Sirkulasi
Tanda: Tachicardia
3) Eliminasi
4) Makanan/ cairan
antara umbilikus dan tulang ileum kanan). Nyeri ini merupakan gejala
abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan
Sjamsuhidajat, 2004)
6) Keamanan
7) Pernafasan
8) Penyuluhan/ pembelajaran
contoh pielitis akut, batu uretra, dapat terjadi pada berbagai usia
Post Appendiktomi
1) Sirkulasi
perifer.
2) Integritas ego
stimulasi simpatis
3) Makanan/ cairan
kering
4) Pernafasan
5) Keamanan
darah
2. Diagnosa Keperawatan
Pre op
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (distensi jaringan
intestinal oleh inflamasi)
b. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunana
peristaltik
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
d. Cemas berhubungan dengan akan dilaksankannya operasi
Post op
a. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appendiktomi)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake
nutrisi inadekut b/d faktor biologis ( mual, muntah, puasa)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post
pembedahan)
d. Defisit self care berhubungan dengan nyeri
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi prognosis dan kebutuhan
TUJUAN &
No DIAGNOSA INTERVENSI
KRITERIA HASIL
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri :
berhubungan asuhan keperawatan, Kaji nyeri secara
dengan agen diharapkan nyeri klien komprehensif termasuk
injuri biologi berkurang dengan lokasi, karakteristik, durasi,
(distensi kriteria hasil: frekuensi, kualitas dan faktor
jaringan Klien mampu presipitasi.
intestinal oleh mengontrol nyeri Observasi reaksi nonverbal
inflamasi) (tahu penyebab dari ketidak nyamanan.
nyeri, mampu Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi pengalaman nyeri klien
untuk mengurangi sebelumnya.
nyeri, mencari Berikan lingkungan yang
bantuan) tenang
Melaporkan bahwa Ajarkan teknik non
nyeri berkurang farmakologis (relaksasi,
dengan distraksi dll) untuk mengetasi
menggunakan nyeri.
manajemen nyeri Berikan analgetik untuk
Tanda vital dalam mengurangi nyeri.
rentang normal Evaluasi tindakan pengurang
TD (systole 110- nyeri/kontrol nyeri.
130mmHg, diastole Monitor penerimaan klien
70-90mmHg), tentang manajemen nyeri.
HR(60-100x/menit),
RR (16-24x/menit), Administrasi analgetik:.
suhu (36,5-37,50C) Cek program pemberian
Klien tampak rileks analogetik; jenis, dosis, dan
mampu frekuensi.
tidur/istirahat Cek riwayat alergi.
Monitor V/S
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.
2 Perubahan Setelah dilakukan Pastikan kebiasaan defekasi
pola eliminasi asuhan keperawatan, klien dan gaya hidup
(konstipasi) diharapkan konstipasi sebelumnya.
berhubungan klien teratasi dengan Auskultasi bising usus
dengan kriteria hasil: Tinjau ulang pola diet dan
penurunan BAB 1-2 kali/hari jumlah / tipe masukan
peritaltik. Feses lunak cairan.
Bising usus Berikan makanan tinggi
5-30 kali/menit serat.
Berikan obat sesuai
indikasi, contoh : pelunak
feses
Administrasi analgetik:.
Cek program pemberian
analogetik; jenis, dosis, dan
frekuensi.
Cek riwayat alergi.
Monitor V/S
Berikan analgetik tepat waktu
terutama saat nyeri muncul.
Evaluasi efektifitas analgetik,
tanda dan gejala efek
samping.
Monitor Nutrisi
Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
Monitor respon klien
terhadap situasi yang
mengharuskan klien makan.
Monitor lingkungan selama
makan.
Jadwalkan pengobatan dan
tindakan tidak bersamaan
dengan waktu klien makan.
Monitor adanya mual
muntah.
Monitor adanya gangguan
dalam proses mastikasi/input
makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
Monitor intake nutrisi dan
kalori.
Etiologi
Reaksi antigen
Obstruksi lumen apendiks
dengan Ig A
Peningkatan tekanan
intra lumen
Iskemia jaringan
Ig A tidak dapat
melawan antigen
kuman
Penekanan
Kematianpembuluh
sel darah
lumen
(nekrosis)/kerusakan
jaringan
Inflamasi apendiks
APENDISITIS
Pre Op
Pelepasan mediator nyeri Merangsang sintesa dan Iritasi jaras N. Vagus Iritasi jaras N. Vagus
(histamin, bradikinin, pelepasan zat pirogen
prostaglandin, serotonin) oleh leukosit pada
jaringan yang meradang Bronkokontriksi Penurunan kecepatan
dan kekuatan kerja
Merangsang nosiseptor pada jantung
ujung saraf bebas
serabut tipe C
Menstimulasi pusat Penurunan ratio ventilasi
termoregulator di
hypothalamus Kapasitas difusi menurun CO menurun
Nyeri saat
MK : mikturisi
Penurunan sintesis
Resiko Cidera MK : gg. Eliminasi Anoreksia MK : Kekurangan volume
faktor VIII lama
Trombin dan IX Berkurangnya koordinasi Fungsi
Gg. hati belum
Pembentukan
Fibrin tidak
Pemanjangan
Faktor
FaktorXgenetik
tidakAPTT
teraktivasi Kejang Defisiensi trombin
urine
otot Gg. Pembentukan faktor II, cairan
VII, IX sempurna
faktor II
sempurna
terbentuk
Intake tidak
adekuat
MK :
B6 - Tindakan invasif :
(Apendiktomi)
- Perubahan status
Metabolisme meningkat Distensi abdomen
kesehatan
akibat adanya radang
MK : Intoleransi
aktivitas
Penimbunan
Pemecahan asam
glukosa
Kelemahan
laktat fisik
Post Op
MK : Resiko infeksi
MK : Resiko kekurangan volume Perdarahan
cairan
MK : Resiko syok
hipovolemik
Shift
Hari / Diagnosa
/ Implementasi Keperawatan Evaluasi Keperawatan Paraf
Tanggal Keperawatan
Jam
1 2 3 4 5 6
Hari Jum’at, Nyeri akut b.d 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi S: klien mengatakan perut
1 14 Juli distensi perut kanan bawah, karakteristik, durasi, frekuensi, kanan bawahnya masih
Pagi 2017 jaringan usus kualitas dan faktor presipitasi. nyeri
13.30 oleh inflamasi 2. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidak
WIB nyamanan. O:
3. Menggunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
TD : 130/70
mengetahui pengalaman nyeri klien sebelumnya.
mmHg
4. Memberikan lingkungan yang tenang dengan
N : 82 x/i
membatasi kunjungan
5. Mengajarkan teknik non farmakologis relaksasi, untuk RR : 18 x/i
mengetasi nyeri dengan mengajarkan teknik nafas S : 37,8oC
dalam dengan cara tarik nafas dalam melalui hidung skala nyeri 5, klien
kemudian hembuskan secara perlahan melalui mulut tampak masih
6. Melakukan kolaborasi tentang pemberian analgetik meringis
untuk mengurangi nyeri. A: masalah belum teratasi
7. Mengevaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri. P: - intervensi dilanjutkan
8. Memonitor penerimaan klien tentang manajemen
nyeri. - Klien disiapkan
9. Mengecek program pemberian analogetik : jenis, untuk operasi
dosis, dan frekuensi.
10. Mengecek riwayat alergi.
11. Memonitor vital sign.
1 2 3 4 5 6
Hari Jum’at, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
1 14 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit Klien mengatakan
Pagi 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
13.30 4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
WIB 5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan
6. Melakukan kompres hangat pasien pada Axila, dan sudah minum air putih
lipat paha O:
7. Kolaborasi : Paracetamol - Tampak wajah klien
kemerahan
- S : 37,80C setelah
dilakukan kompres
hangat dan diberi PCT
- Tidak tampak
penurunan kesadaran
pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
-
1 2 3 4 5 6
Pagi Jum’at, Ansietas b.d 1. Mengkaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga S:
13.30 14 Juli akan tentang proses penyakit - klien mengatakan
WIB 2017 dilakukannya 2. Menjelaskan tentang patofisiologi penyakit, tanda dan cemasnya mulai
tindakan gejala serta penyebab yang mungkin. berkurang untuk
operasi 3. Memberika informasi tentang kondisi klien. menghadapi operasi
4. Menyiapkan/ berikan keluarga atau orang-orang yang O: klien tampak gelisah,
berarti dengan informasi tentang perkembangan klien TD 130/80 mmHg
5. Menyediakan/ berikan informasi tentang diagnosa
klien A: masalah belum teratasi
6. Mendiskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin P: intervensi dilanjutkan
diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang
akan datang dan atau kontrol proses penyakit
7. Mendiskusikan tentang pilihan tentang terapi atau
pengobatan
8. Menjelaskan alasan dilaksanakan tindakan atau terapi.
9. Mendorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan.
10. Mengambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Menganjurkan klien untuk mencegah efek samping
dari penyakit
12. Menggali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Menganjurkan klien untuk melaporkan tanda dan
gejala yang muncul pada petugas kesehatan.
CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN
Post Op
1 2 3 4 5 6
SORE Jum’at, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S
b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
14 Juli inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
16.00 2017 4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
WIB kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada Axila, dan minum air putih
lipat paha
7. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan dan O :
nutrisi - Tampak wajah klien
8. Kolaborasi : Paracetamol kemerahan
- S : 37,60C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
SORE Jum’at, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
b.d tindakan lain.
16 Juli invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
16.00 2017 istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
WIB dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O:
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tidak ada tampak tanda
tindakan keperawatan. kemerahan pada sekitar
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat luka operasi
pelindung. - Tampak pasien pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama posisi tidur terlentang,
pemasangan alat. pasien imobilisisasi
8. Meningkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang - Tidak ada tampak
adekuat pengeluaran cairan pada
9. Memberikan antibiotik sesuai program. daerah luka operasi
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan - Tidak ada tampak tanda
lokal. dan gejala infeksi pada
11. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. daerah luka operasi.
12. Mempertahankan teknik aseptik untuk setiap A:
tindakan. - Masalah Infeksi tidak
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya terjadi
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan P:
latihan.
15. Memberikan injeksi cefazolin 2x1 gram IV. Intervensi 1,2.3,4,5
16. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala dilanjutkan
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
MALAM Jum’at, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
19.00 14 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 20 17 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien O:
5. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien tampak meringis
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, saat
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri 3-4
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Skala nyeri sedang
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara - Frekuensi nyeri 1 kali
tekhnik relaksasi nafas dalam. dalam 5 menit
7. Melanjutkan pemberian analgetik : ketorolak 2 x1 - Durasi nyeri 20 detik
ampul IV. - TD : 110/70 mmHg
- N : 84 x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Jum’at, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
19.30 14 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 20 17 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila
7. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake O:
cairan dan nutrisi - Tampak wajah klien
8. Kolaborasi : Paracetamol 1 tab kemerahan
- S : 37,4 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Jum’at, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
20.00 14 Juli b.d tindakan lain.
WIB 20 17 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan - Klien mengatakan tidak
sebelum dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O :
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai - Tidak ada tampak tanda
alat pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A :
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang - Masalah kerusakan
adekuat integritas kulit belum
9. Memberikan antibiotik cefazolin 2 x 1 gram IV. teratasi
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan P :
lokal.
11. Memonitor WBC. - Intervensi 1,2.3,4,5
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. dilanjutkan
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas
dan latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan
gejala infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi
1 2 3 4 5 6
HARI 2 Sabtu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
PAGI 15 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
09.00 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
WIB kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O :
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 20 detik
7. Melanjutkan pemberian analgetik : ketorolak 2 x1 - TD : 110/70 mmHg
ampul. - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
PAGI Sabtu, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
09.30 b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 15 Juli inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
2017 4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih 2 gelas
axila
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan O:
dan nutrisi - Tampak wajah klien
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab kemerahan
- S : 37,30C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 100 / 70 mmHg
- N :82 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
PAGI Sabtu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
09.30 15 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup. tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O:
tangan. - Tanpak luka bekas operasi
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan masih tertutup verban
keperawatan. - Tidak ada tampak tanda
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat dan gejala infeksi pada
pelindung. daerah luka bekas operasi
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama A:
pemasangan alat. - Masalah kerusakan
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat integritas kulit belum
9. Memberikan antibiotik cefazolin 2x 1 gram IV. teratasi
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan P:
lokal. Intervensi 1,2.3,4,5
11. Memonitor WBC. dilanjutkan
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
SIANG Sabtu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
15.00 15 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri - Skala nyeri 3-4
6. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - Skala nyeri sedang
kemampuan - Frekuensi nyeri 1 kali
dalam 10 menit
- Durasi nyeri 20 detik
- TD : 110/70 mmHg
- N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan.
1 2 3 4 5 6
SIANG Sabtu, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
15.30 15 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan O:
dan nutrisi - Tampak wajah klien
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab kemerahan
- S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
SIANG Sabtu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
16.00 15 Juli b.d tindakan lain.
WIB 2017 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O :
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat - Tidak ada tampak tanda
pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A :
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat - Masalah kerusakan
9. Memberikan antibiotik cefazolin 2x 1 gram iv integritas kulit belum
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan teratasi
lokal. P:
11. Memonitor WBC.
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. - Intervensi 1,2.3,4,5
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya dilanjutkan
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Menganjurkan keluarga/klien untuk melaporkan
kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
MALAM Sabtu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
19.00 15 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 20 detik
7. Menganjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
dengan kemampuan. - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan.
1 2 3 4 5 6
MALAM Sabtu, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
19.30 15 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila.
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan O:
dan nutrisi - Tampak wajah klien
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab. kemerahan
- S : 37,3 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Sabtu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
20.00 15 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O :
tangan. - Tanpak luka bekas operasi
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan masih tertutup verban
keperawatan. - Tidak ada tampak tanda
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat dan gejala infeksi pada
pelindung. daerah luka bekas operasi
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama A :
pemasangan alat. - Masalah kerusakan
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat integritas kulit belum
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV teratasi
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan P :
lokal. - Intervensi 1,2.3,4,5
11. Memonitor WBC. dilanjutkan.
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Menganjurkan keluarga/klien untuk melaporkan
kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
HARI 3 Minggu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
16 Juli termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
PAGI 2017 fisik kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
09.00 ketidaknyamanan - Klien mengatakan takut
WIB 4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk bergerak
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien O:
5. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien tampak meringis
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, saat
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri 3-4
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Skala nyeri sedang
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara - Frekuensi nyeri 1 kali
tekhnik relaksasi nafas dalam dalam 10 menit
7. Menganjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai - Durasi nyeri 20 detik
kemampuan. - TD : 110/70 mmHg
- N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
-
1 2 3 4 5 6
PAGI Minggu, Hipertermia 1.Memonitor suhu sesering mungkin S:
09.30 16 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan - Tampak wajah klien
dan nutrisi kemerahan
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab - S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
PAGI Minggu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
09.30 16 Juli b.d tindakan lain.
WIB 2017 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O :
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat - Tidak ada tampak tanda
pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A :
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang - Masalah kerusakan
adekuat integritas kulit belum
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x 1 gram teratasi
iv P:
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan
lokal. - Intervensi 1,2.3,4,5
11. Memonitor WBC. dilanjutkan
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas
dan latihan.
15. Menganjurkan keluarga/klien untuk melaporkan
kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
SIANG Minggu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
14.30 16 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O :
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 20 detik
7. Menganjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
dengan kemampuan . - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
SIANG Minggu, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
15.00 16 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan O:
dan nutrisi - Tampak wajah klien
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab kemerahan
- S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
SIANG Minggu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
15.30 16 Juli b.d tindakan lain.
WIB 2017 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O:
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat - Tidak ada tampak tanda
pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A:
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat - Masalah kerusakan
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x 1 gram iv integritas kulit belum
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan teratasi
lokal. P:
11. Memonitor WBC.
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. Intervensi 1,2.3,4,5
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya dilanjutkan
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
MALAM Minggu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
19.00 16 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 20 detik
7. Menganjurkan pasien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
kemampuan - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Minggu, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
19.30 16 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan - Tampak wajah klien
dan nutrisi kemerahan
8. Melanjutkan pemberian Paracetamol 3x1 tab - S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Minggu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
20.00 16 Juli b.d tindakan lain.
WIB 2017 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O :
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat - Tidak ada tampak tanda
pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A :
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat - Masalah kerusakan
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV integritas kulit belum
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan teratasi
lokal. P:
11. Memonitor WBC.
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. Intervensi 1,2.3,4,5
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya dilanjutkan
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
HARI 4 Senin Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
PAGI 17 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan
09.00 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, badannya terasa sedikit
WIB kualitas dan faktor presipitasi masih panas
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan
ketidaknyamanan perutnya terasa mual
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik - Klien mengatakan muntah
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien 1 kali pada pagi ini
5. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien mengatakan sudah
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, makan (setengah porsi)
pencahayaan, dan kebisingan dan minum air putih ± 2
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi gelas
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara O:
tekhnik relaksasi nafas dalam - Tampak wajah klien
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai masih kemerahan
kemampuan - S : 36,90C sore ini setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :78 x/i
- RR : 20 x/i
A:
- Masalah hipertermia
teratasi
P:
- Intervensi dihentikan
1 2 3 4 5 6
PAGI Senin Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
09.30 17 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake - Tampak wajah klien
cairan dan nutrisi kemerahan
8. Memberikan Paracetamol infus 500 mg - S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
PAGI Senin Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
09.30 17 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup - Klien mengatakan tidak
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum tahu keadaan lukanya
dan setelah kontak dengan klien. - Klien mengatakan tidak
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci ada menyentuh lukanya
tangan. O:
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan. - Tanpak luka bekas operasi
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat masih tertutup verban
pelindung. - Tidak ada tampak tanda
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama dan gejala infeksi pada
pemasangan alat. daerah luka bekas operasi
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat A:
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV - Masalah kerusakan
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan integritas kulit belum
lokal. teratasi
11. Memonitor WBC. P:
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya Intervensi 1,2.3,4,5
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan dilanjutkan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
SIANG Senin Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
14.30 17 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 20 detik
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
kemampuan - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan.
1 2 3 4 5 6
SIANG Senin Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
15.00 17 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake - Tampak wajah klien
cairan dan nutrisi kemerahan
8. Memberikan Paracetamol infus 500 mg - S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
SIANG Senin Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
15.30 17 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup - Klien mengatakan tidak
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum tahu keadaan lukanya
dan setelah kontak dengan klien. - Klien mengatakan tidak
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci ada menyentuh lukanya
tangan. O:
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan. - Tanpak luka bekas operasi
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat masih tertutup verban
pelindung. - Tidak ada tampak tanda
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama dan gejala infeksi pada
pemasangan alat. daerah luka bekas operasi
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat A :
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV - Masalah kerusakan
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan integritas kulit belum
lokal. teratasi
11. Memonitor WBC. P:
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya Intervensi 1,2.3,4,5
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan dilanjutkan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
MALAM Senin Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien :
19.00 17 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3-4
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri sedang
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri 1 kali
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara dalam 10 menit
tekhnik relaksasi nafas dalam. - Durasi nyeri 20 detik
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
kemampuan - N : 82x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37,3 oC
A:
- Masalah nyeri akut belum
mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan.
1 2 3 4 5 6
MALAM Senin Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
19.30 17 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake - Tampak wajah klien
cairan dan nutrisi kemerahan
8. Memberikan Paracetamol infus 500 mg - S : 37,2 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
belum teratasi
P:
- Intervensi 1,2,3,4,6,8
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Senin Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
20.00 17 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O:
tangan. - Tanpak luka bekas operasi
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan masih tertutup verban
keperawatan. - Tidak ada tampak tanda
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat dan gejala infeksi pada
pelindung. daerah luka bekas operasi
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama A:
pemasangan alat. - Masalah kerusakan
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat integritas kulit belum
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV teratasi
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan P:
lokal. Intervensi 1,2.3,4,5
11. Memonitor WBC. dilanjutkan
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
HARI 5 Selasa, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
PAGI 18 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
09.00 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
WIB kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidak - Klien mengatakan takut
nyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri Ringan
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri saat
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara beraktifitas
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 10 detik
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
kemampuan - N : 80 x/i
- RR : 20 x/i
- S : 37 oC
A:
- Masalah nyeri akut sudah
mulai mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
PAGI Selasa, Hipertermia 1. Memonitor suhu sesering mungkin S:
09.30 18 Juli b.d proses 2. Memonitor warna dan suhu kulit - Klien mengatakan
WIB 2017 inflamasi 3. Memonitor tekanan darah, nadi dan RR badannya terasa panas
4. Memonitor penurunan tingkat kesadaran - Klien mengatakan
5. Menyelimuti pasien untuk mencegah hilangnya perutnya terasa mual
kehangatan tubuh - Klien mengatakan sudah
6. Melakukan kompres hangat pasien pada dahi dan minum air putih
axila O:
7. Menjurkan klien untuk meningkatkan intake - Tampak wajah klien
cairan dan nutrisi kemerahan
8. Memberikan Paracetamol infus 500 mg - S : 36,6 0C setelah
dilakukan kompres hangat
dan diberi PCT
- Tidak tampak penurunan
kesadaran pada pasien
- Tampak klien sudah
diselimuti
- TD : 110 / 70 mmHg
- N :84 x/i
- RR : 20x/i
A:
- Masalah hipertermia
sudah teratasi
P:
Intervensi dihentikan
1 2 3 4 5 6
PAGI Selasa, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
10.00 18 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup - Klien mengatakan tidak
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum tahu keadaan lukanya
dan setelah kontak dengan klien. - Klien mengatakan tidak
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci ada menyentuh lukanya
tangan. O:
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan. - Tanpak luka bekas operasi
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat masih tertutup verban
pelindung. - Tidak ada tampak tanda
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama dan gejala infeksi pada
pemasangan alat. daerah luka bekas operasi
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat A:
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV - Masalah kerusakan
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan integritas kulit belum
lokal. teratasi
11. Memonitor WBC. P:
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya Intervensi 1,2.3,4,5
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan dilanjutkan
latihan.
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
SIANG Selasa, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
14.00 18 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
WIB 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan takut
ketidaknyamanan untuk bergerak
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik O:
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak meringis
5. Mengontrol lingkungan yang dapat saat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, - Skala nyeri 3
pencahayaan, dan kebisingan - Skala nyeri Ringan
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Frekuensi nyeri saat
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara beraktifitas
tekhnik relaksasi nafas dalam - Durasi nyeri 10 detik
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - TD : 110/70 mmHg
kemampuan - N : 80 x/i
- RR : 20 x/i
- S : 36,6 oC
A:
- Masalah nyeri akut sudah
mulai mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan.
1 2 3 4 5 6
MALAM Selasa, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
18 Juli termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
19.00 2017 fisik kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari
WIB ketidaknyamanan - Klien mengatakan takut
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk bergerak
untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien O:
5. Mengontrol lingkungan yang dapat - Klien tampak meringis
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, saat bergerak
penachayaan, dan kebisingan - Skala nyeri 3
6. Mengajarkan tentang tekhnik non farmakologi - Skala nyeri Ringan
untuk mengurangi nyeri yaitu dengan cara - Frekuensi nyeri saat
tekhnik relaksasi nafas dalam beraktifitas
7. Menganjurkan klien untuk mobilisasi sesuai - Durasi nyeri 10 detik
kemampuan - TD : 110/70 mmHg
- N : 80 x/i
- RR : 20 x/i
- S : 36,6 oC
A:
- Masalah nyeri akut sudah
mulai mulai teratasi
P:
- Intervensi 1,2,5,6,7
dilanjutkan
1 2 3 4 5 6
MALAM Selasa, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain. S :
20.00 18 Juli b.d tindakan 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/
WIB 2017 invasif istirahat yang cukup - Klien mengatakan tidak
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum tahu keadaan lukanya
dan setelah kontak dengan klien. - Klien mengatakan tidak
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci ada menyentuh lukanya
tangan. O:
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
keperawatan. - Tanpak luka bekas operasi
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat masih tertutup verban
pelindung. - Tidak ada tampak tanda
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama dan gejala infeksi pada
pemasangan alat. daerah luka bekas operasi
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang adekuat A:
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x1 gram IV - Masalah kerusakan
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal. integritas kulit belum
11. Memonitor WBC. teratasi
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi. P:
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan Intervensi 1,2.3,4,5
latihan. dilanjutkan
15. Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala
infeksi.dan melaporkan kecurigaan infeksi.
1 2 3 4 5 6
HARI 6 Rabu, Nyeri Akut b.d 1. Mengukur TTV klien S:
Pagi 19 Juli agen cedera 2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif - Klien mengatakan nyeri
09.00 2017 fisik termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, pada daerah bekas operasi
WIB kualitas dan faktor presipitasi
3. Mengobservasi reaksi nonverbal dari - Klien mengatakan sudah
ketidaknyamanan bisa beraktifitas ringan
4. Menggunakan tekhnik komunikasi terapeutik untuk O:
mengetahui pengalaman nyeri pasien - Klien tampak sedikit
5. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi berhati-hati saat bergerak
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan, dan - Skala nyeri 1
kebisingan - Skala nyeri Ringan
6. Mengingatkan tentang tekhnik non farmakologi untuk - Frekuensi nyeri saat
mengurangi nyeri yaitu dengan cara tekhnik relaksasi beraktifitas
nafas dalam,
- TD : 110/70 mmHg
- N : 80 x/i
- RR : 20 x/i
- S : 36,6 oC
A:
- Masalah nyeri akut sudah
mulai mulai teratasi,
pasien sudah dibolehkan
pulang
P:
- Intervensi dihetikan
1 2 3 4 5 6
Pagi Rabu, Resiko Infeksi 1. Membersihkan lingkungan setelah dipakai pasien S :
09.00 19 Juli b.d tindakan lain.
WIB 2017 invasif 2. Membatasi pengunjung bila perlu dan anjurkan u/ - Klien mengatakan tidak
istirahat yang cukup tahu keadaan lukanya
3. Menganjurkan keluarga untuk cuci tangan sebelum - Klien mengatakan tidak
dan setelah kontak dengan klien. ada menyentuh lukanya
4. Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci O:
tangan.
5. Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah - Tanpak luka bekas operasi
tindakan keperawatan. masih tertutup verban
6. Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat - Tidak ada tampak tanda
pelindung. dan gejala infeksi pada
7. Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama daerah luka bekas operasi
pemasangan alat. A:
8. Meningkatkan intake nutrisi dan cairan yang - Masalah infeksi tidak
adekuat terjadi
9. Memberikan antibiotik sesuai cefazolin 2x 1 gram P:
iv
10. Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan Intervensi dihentikan, klien
lokal. dibolehkan pulang.
11. Memonitor WBC.
12. Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
13. Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
14. Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan
latihan.
BAB IV
CRITICAL REVIEW EVIDANCE BASED
A. Pengaruh Teknik Relaksasi Benson Terhadap Skala Nyeri Pada Pasien Post
Operasi.
Nyeri dapat diatasi dengan penatalaksanaan nyeri yang bertujuan untuk meringankan atau
mengurangi rasa nyeri sampai tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh klien. Ada dua cara
untuk menghilangkan nyeri selain mengubah posisi, meditasi, makan dan membeuat klien
digunakan dirumah sakit pada pasien yang sedang mengalami nyeri atau mengalami
kecemasan. Pada relaksasi benson ada penambahan unsur keyakinan dalam bentuk kata-
kata yang merupakan rasa cemas yang sedang dialami. Kelebihan dari latihan teknik
relaksasi dibandingkan teknik lainnnya adalah lebih mudah dilakukan dan tidak ada efek
samping apapun (sholehati & Kosasih, 2015). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Wallace, Benson, dan Wilson (1971) diperoleh hasil, bahwa dengan meditasi dan relaksasi
terjadi penurunan kosumsi oksigen, output CO2, ventilasi seluler, frekuensi nafas dan
kadar laktar sebagai indikasi penurunan tingkat stress, selain itu ditemukan bahwa PO2
atau konsentrasi oksigen dalam darah tetap konstan, bahkan meningkat sedikit.
Benson (2000) mengatakan jika individu mulai merasa cemas, maka akan merangsang
Kemudian daur kecemasan dan nyeri dimulai lagi dengan dampak negatif semakin besar
terhadap pikiran dan tubuh (Solehati & Kosasih, 2015). Dari hasil penelitian yang
dilakukan Roykulcharoen (2004) yang berjudul the effeck of systemic relaxation technique
on postoperative pain in thailand menyatakan bahwa pengurangan substansial dalam
sensasi dan kesusahan sakit ditemukan saat pasien pasca operasi dengan menggunakan
mengurangi konsumsi oksigen, tekanan darah, jumlah pernapasan dan jumlah denyut nadi.
Oleh karena itu, dinyatakan bahwa sensitivitas yang dikembangkan terhadap rasa sakit
Teknik yang digunakan dalam memberikan relaksasi spiritual dan fisik dirangkum di
bawah ini:
- Respirasi memberikan relaksasi: Disediakan untuk fokus pada respirasi dan menghindari
pikiran yang mengganggu dengan menarik napas dalam-dalam melalui hidung dan
mengembalikannya dalam waktu lama melalui mulut. Teknik ini bisa diaplikasikan selama
- Perawatan relaksasi otot yang canggih: Hal ini bertujuan untuk mengurangi kontraksi
yang tidak diinginkan dengan menentukannya melalui pembuatan kontrak pasien dan
Dalam sebuah survei perawat oleh Brolinson, Price, Ditmyer, dan Reis (2001)
keselamatan terapi dan juga penggunaannya. Tujuh puluh sembilan persen perawat dalam
atau alternatif agar adil atau buruk. Perawat yang menyelesaikan survei merekomendasikan
agar terapi pelengkap dan alternatif disertakan dalam kurikulum pendidikan keperawatan
dasar sarjana muda. Perawat ini merasakannya Biofeedback, chiropractic, dan meditasi /
relaksasi adalah tiga terapi nonpharmacological yang paling efektif. Terapi komplementer
dan alternatif dapat digunakan untuk berbagai masalah kesehatan tidak hanya rasa sakit;
Namun, ada beberapa yang digunakan untuk membantu mengobati rasa sakit dan bisa
rasa sakit yang komprehensif. Mereka tidak menggantikan metode penanganan nyeri
farmakologis dan dapat digunakan bersamaan dengan praktik nyeri farmakologis untuk
meningkatkan rasa sakit pada pasien. Terapi manajemen nyeri nonfarmakologis dapat
dikelompokkan menjadi tiga kategori. Ada strategi kognitif atau perilaku, termasuk
gangguan, relaksasi, citra, dan teknik pernapasan. Kategori kedua adalah strategi fisik atau
kutaneous, yang meliputi panas / dingin, getaran, pijatan, perubahan posisi, dan stimulasi
saraf trans-listrik (TENS). Akhirnya, ada strategi lingkungan atau emosional seperti
Pietila, 2001).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Grece Frida Rasubala at all ,2017 di
RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dan RS TK III R.W. Mongosidi Telling Manado
ditemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada teknik relaksasi Benson terhadap
skala nyeri pada pasien post operasi apendiksitis dan beberapa jurnal diatas, maka penulis
juga melakukan intervensi yang sama kepada An. A dengan tujuan untuk mengetahui
apakah ada kesamaan hasil ataukah ada perbedaan hasil antara jurnal dengan tindakan
nyata yang dilakukan oleh penulis. Setelah membaca dan menganalisa jurnal, penulis
akhirnya melakukan intervensi kepada An. A yang mengalami Apendiksitis Akut di Rawat
Inap bedah RSUD Kota Padang Panjang. Penulis memilih untuk melakukan terapi relaksasi
.Intervensi ini dilakukan penulis pada tanggal 14 - 19 Juli 2017. Penulis mengajarkan
kepada pasien untuk bernapas dengan lambat dan dalam. Frekuensi napas pasien diatur
untuk tidak lebih dari 10 kali permenit dengan fase inhalasi (menarik napas) yang panjang
selama 30 menit. Setelah intervensi relaksasi Benson dilakukan, skala nyeri klien
kemudian diukur kembali dan didapatkan skala nyeri klien berubah menjadi 3-4 (nyeri
ringan). Pada saat dilakukan terapi latihan relaksasi Benson , An. A sebelumnya sudah
mendapatkan terapi analgetik, hal ini berarti terapi analgetik yang dikombinasi dengan
latihan terapi relaksasi Benson efektif menurunkan nyeri akibat apendiksitis akut.
Dari intervensi yang telah dilakukan kepada An. A maka didapatkan hasil yaitu ada
pengaruh latihan terapi relaksasi Benson terhadap intensitas nyeri perut kanan bawah
akibat apendiksitis akut. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Grece Frida
Rasubala et al (2017), dimana ada pengaruh latihan terapi relaksasi Benson terhadap
Menurut Yurdanur Demir, 2012 menyatakan bahwa Perawatan panas menggerakkan busur
refleks yang menghambat rasa sakit dengan menggunakan reseptor panas dan mengurangi
rasa sakit dengan efek vasodilatasi. Ini murah dan mudah digunakan dan memiliki efek
samping minimal bila digunakan secara teratur. Hal ini dapat diterapkan secara mendalam
atau pada permukaan. Aplikasi ke permukaan meliputi kompres panas, pemandian air
hangat dan penggunaan paraphine. Aplikasi dalam seperti ultrasound dapat meningkatkan
suhu jaringan yang sedalam tiga sampai lima sentimeter (Arslan & Çelebioğlu, 2004).
dibawah kulit abdomen dihantarkan kesistem saraf pusat oleh serabut saraf tipe C.
Hipotalamus mengatur kerja sistem saraf otonom. Saraf parasimpatis pada neuron
prostanglion yang teransang akan melepaskan asetilkolin. Asetilkolin yang dilepaskan akan
diterima oleh reseptor muskarinik pada pleksus mienterikus intestinal, sehingga plksus ini
akan terangsang. Salah satu efek dari rangsangan pleksus mienterikus yaitu terjadi
pergerakan usus lebih cepat (Sasmito, 2011). Mekanisme ini dibuktikan pada penelitian ini
bahwa sebagian besar responden mengalami peningkatan motilitas usus setelah diberikan
Pada kelompok kontrol pada penilaian pre-test didapatkan rata-rata nilai motilitas usus
sebesar 2,08 dan pada penilaian post- test nilai motilitas usus pasien sebesar 2,33 dengan
rata-rata selisih nilai tersebut sebesar 0,25. Hasil uji statistik yang dilakukan menggunakan
uji t-test Paired didapatkan hasil bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah 0,339 yang
berarti p>0,05 sehingga dapat ditarik kesimpulan tidak ada perbedaan yang signifikan
antara nilai motilitas usus pre-test dan post-test pada kelompok kontrol yang tidak
diberikan kompres hangat. Hal ini dikarenakan tidak dilakukan permberian kompres
hangat seperti yang dilakukan pada kelompok kontrol. Selain itu motilitas usus pasien
apendiktomi dapat dipengaruhi oleh manipulasi pada usus secara langsung dan efek agen
anestesi yang digunakan pada saat pembedahan seperti yang telah dipaparkan
sebelumnya.
Pada penilitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
selisih nilai motilitas usus antara kelompok perlakuan dan kontrol dengan nilai p<α
(0,000 < 0,05). Berdasarkan hasil tersebut maka Ho ditolak, yang artinya terdapat
pengaruh kompres hangat terhadap motilitas usus pada pasien apendiktomi di ruang
kompres hangat dapat digunakan sebagai suatu intervensi keperawatan dalam perawatan
pasien apendiktomi yang mengalami penurunan motilitas usus. Penurunan motilitas terjadi
karena efek dari anestesi dan manipulasi yang dilakukan pada saat proses
pembedahan.
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hypothalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh
pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
pembuluh darah akan meningkatkan aliran darah splanknik (Pembuluh darah sistem
Sherwood (2011) akan membawa hormon-hormon yang telah dikeluarkan sel-sel kelenjar
endokrin seperti gastrin dan motilin dalam darah kemudian diedarkan. Hormon-hormon
ini akan menimbulkan efek eksitatorik disepanjang dinding usus dan otot polos, maka
Intervensi kutaneous seperti kerja panas atau dingin sesuai dengan teori kontrol gerbang
transmisi nyeri. Stimulasi kulit mengaktifkan serabut saraf berdiameter besar dan
mencegah serabut saraf berdiameter pendek dari mentransmisikan rasa sakit ke otak (Titler
& Rakel, 2001). Rangsangan kutaneous bisa diaplikasikan ke tempat nyeri atau distal atau
proksimal pada nyeri. Menurut Mccaffery (1990), penggunaan dingin hampir selalu lebih
efektif daripada panas, dan bolak dingin dan panas bahkan lebih efektif daripada
menggunakan satu metode termal saja (Titler & Rakel, 2001). Panas dan dingin
menyebabkan penurunan kepekaan terhadap rasa sakit atau mengurangi kejang otot dan
mungkin itulah sebabnya mereka bekerja untuk menghilangkan rasa sakit (Titler & Rakel,
2001).
Berdasarkan jurnal diatas penulis melaksakan intervensi pemberian kompres hangat pada
perut sebelah kiri (kuadran IV) An. A dengan waktu pemberian selama 30 menit. Sebelum
dilakukan pemberian kompres hangat penulis menemukan peristalktik usus dalam 1 menit
hanya 1 kali dan terdengar agak halus, setelah pemberian kompres hangat dengan rentang
waktu pemeriksaan selama 30 menit, peristaltik usus menjadi 2 kali permenit. Hal ini
sudah mulai mendekati normal ( 3 kali permenit). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
C. Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan Suhu
Tubuh
Suhu tubuh yang meningkat lebih dari normal atau demam merupakan suatu pertanda
adanya gangguan kesehatan dan disebut sebagai keluhan yang dirasakan oleh seseorang
tetapi bukan merupakan suatu diagnosis. Suhu tubuh pada kondisi demam dapat digunakan
sebagai salah satu ukuran mengenai membaik atau memburuknya kondisi pasien.
Demam mengacu pada peningkatan suhu tubuh sebagai akibat dari infeksi atau
peradangan sebagai respon terhadap invasi mikroba, sel-sel darah putih tertentu
mengeluarkan suatu zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen yang memiliki banyak
Demam adalah keadaan dimana terjadi kenaikan suhu hingga 38° C atau lebih. Ada
juga yang mengambil batasan lebih dari 37,8°C, sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C
disebut demam tinggi/ hiperpireksia. Demam dapat membahayakan apabila timbul dalam
suhu yang tinggi. Demam tinggi adalah demam yang mencapai 41,1°C (106°F) atau lebih.
Pada demam tinggi dapat terjadi alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, kerusakan hati,
kelainan EKG, dan berkurangnya aliran darah otak. Selain itu dampak yang dapat
ditimbulkan jika demam tidak ditangani maka akan dapat menyebabkan kerusakan otak,
hiperpireksia yang akan menyebabkan syok, epilepsy, retardasi mental atau
ketidakmampuan belajar.
Demam atau suhu tubuh yang tinggi dapat diturunkan dengan berbagai cara. Cara yang
paling sering digunakan adalah meminum obat penurun demam seperti Paracetamol
ataupun Ibuprofen. Selain itu adalah dengan mengobati penyebab demam, dan apabila
ternyata demamnya karena infeksi oleh bakteri maka diberikan antibiotik untuk
membunuh bakteri. Tetapi obat- obatan saja tidak cukup, sehingga perlu dilakukan
Kompres hangat merupakan metode untuk menurunkan suhu tubuh. Pemberian kompres
hangat pada daerah aksila (ketiak) lebih efektif karena pada daerah tersebut banyak terdapat
pembuluh darah besar dan banyak terdapat kelenjar keringat apokrin yang mempunyai
banyak vaskuler sehingga akan memperluas daerah yang mengalami vasodilatasi yang
akan memungkinkan percepatan perpindahan panas dari dalam tubuh ke kulit hingga
delapan kali lipat lebih banyak. Lingkungan luar yang hangat akan membuat tubuh
menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup panas sehingga akan menurunkan kontrol
pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh lagi, juga akan
membuat pori-pori kulit terbuka sehingga mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
Berdasarkan jurnal diatas penulis melaksakan intervensi pemberian kompres hangat pada
dahi dan axila. Setelah dilakukan kompres hangat dengan menggunakan handuk kecil
pada dahi dan axila terjadinya penurunan suhu tubuh pada An. A dari 37,8 0 C menjadi
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Tamsuri yang
menyatakan daerah ketiak terdapat vena besar yang memiliki kemampuan proses
vasodilatasi yang sangat baik dalam menurunkan suhu tubuh dan sangat dekat dengan otak
yang merupakan tempat terdapatnya sensor pengatur suhu tubuh yaitu hypothalamus. Hasil
penelitian ini mendukung hasil penelitian Juwariyah bahwa kompres air hangat lebih
efektif 74,6% untuk menurunkan suhu pada pasien anak dengan demam dari pada kompres
plester. Hasil penelitian didukung hasil penelitian Sukmawati yang menunjukkan kompres
di ketiak memberikan efektivitas tinggi bila dibandingkan kompres di dahi dengan derajat
Nilai mean atau rata-rata skala nyeri yang dialami responden sebelum dilakukan mobilisasi
dini adalah 7,75 atau termasuk dalam kategori skala nyeri berat menurut Mac Caffery dan
Beebe. Penelitian yang dilakukan Dian Novita pada tahun 2012, menunjukkan bahwa
skala nyeri yang mayoritas dialami oleh klien post operasi adalah kategori skala nyeri
berat. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, skala nyeri responden sebelum
dilakukan mobilisasi dini walaupun mayoritas ada di skala 10 yakni kategori nyeri berat,
namun terdapat 2 responden yang juga mengalami nyeri dan berada pada skala nyeri
sedang. Nyeri merupakan sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya berkaitan
Hasil penelitian menununjukkan bahwa tidak ada responden yang tidak mengalami
nyeri. Hal ini sesuai dengan pernyataan di dalam Smeltzer & Bare, dimana nyeri yang
dialami klien post operasi muncul disebabkan oleh rangsangan mekanik luka yang
nyeri pada setiap klien post operasi. Intensitas nyeri post operasi bervariasi mulai dari
nyeri ringan sampai berat, namun menurun sejalan dengan proses penyembuhan.
Faktor yang mempengaruhi nyeri post operasi abdomen diantaranya adalah faktor
usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas, keletihan, pengalaman
sebelumnya, gaya koping, dukungan keluarga dan sosial. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh I Putu Artha Wijaya dalam jurnal yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Intensitas Nyeri Pasien Pasca Bedah Abdomen dalam Kontek
mempengaruhi nyeri post operasi abdomen diantaranya adalah usia, jenis kelamin,
Hasil penelitian pada klien post operasi apendektomi sebelum dilakukan mobilisasi dini ini
menununjukkan bahwa klien post operasi apendektomi masih merasakan nyeri yang berat
meskipun diberikan terapi farmakologis. Oleh karena itu diperlukan terapi nonfarmakologis
yang digunakan untuk mendampingi terapi farmakologis, sehingga dapat membantu untuk
mengurangi nyeri. Apabila nyeri post operasi tidak dikontrol, maka dapat
menyebabkan proses rehabilitasi klien tertunda dan hospitalisasi menjadi lebih lama. Hal
ini karena klien memfokuskan semua perhatiannya pada nyeri yang dirasakan.
Hasil rata-rata skala atau nilai mean dari skala nyeri klien setelah dilakukan mobilisasi
dini adalah 5,62 (kategori nyeri sedang) dengan standar deviasi ± 1,99, dalam penelitian ini
tidak ada responden yang mengalami kategori tidak nyeri post operasi apendektomi
setelah dilakukan mobilisasi dini. Skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi
dini terjadi penurunan, dari rerata 7,75 yang termasuk kategori skala nyeri berat menjadi
5,62 yang termasuk kategori skala nyeri sedang. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai
skala nyeri responden sebelum dan sesudah dilakukan mobilisasi dini secara keseluruhan
mengalami penurunan.
Hasil uji statistik dependent t-test, didapatkan hasil uji bivariat dependent t-test atau
paired t-test dengan p value = 0,000 yang artinya terdapat perbedaan bermakna antara skala
nyeri sebelum dilakukan mobilisasi dini dengan skala nyeri setelah dilakukan mobilisasi
dini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, nilai skala nyeri responden setelah
dilakukan mobilisasi dini didapatkan hasil bahwa 100% responden mengalami penurunan
nilai skala nyeri dan hasil rerata penurunan skala nyeri klien sebelum dan setelah
dilakukan mobilisasi dini adalah dari rerata 7,75 yang termasuk kategori skala nyeri berat
Penurunan skala nyeri tersebut dapat dipengaruhi oleh adanya pengalihan pemusatan
perhatian klien, yang sebelumnya berfokus pada nyeri yang dialami, namun saat dilakukan
mobilisasi dini, pemusatan perhatian terhadap nyeri dialihkan pada kegiatan mobilisasi
dini. nyeri yang terjadi pada seseorang akibat adanya rangsang tertentu seperti tindakan
operasi, dapat diblok ketika terjadi interaksi antara stimulus nyeri dan stimulus pada serabut
yang mengirimkan sensasi tidak nyeri diblok pada sirkuit gerbang penghambat.
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka akibat operasi
Mobilisasi merupakan faktor yang utama dalam mempercepat pemulihan dan mencegah
terjadinya komplikasi pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam percepatan hari
rawat dan mengurangi resiko karena tirah baring lama seperti terjadinya dekubitus,
kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, gangguan sirkulasi darah, gangguan
pernapasan dan gangguan peristaltik maupun berkemih (Carpenito, 2000). Namun, bila
terlalu dini dilakukan dengan teknik yang salah, mobilisasi dapat mengakibatkan proses
penyembuhan luka menjadi tidak efektif. Oleh karena itulah, mobilisasi harus dilakukan
secara teratur dan bertahap, diikuti dengan latihan Range of Motion (ROM) aktif dan pasif
(Roper, 2002).
luka post operasi apendisitis” maka didapatkan karakteristik responden dimana untuk
usia kelompok eksperimen memiliki rata- rata usia responden yakni 27,53 dengan standar
deviasi yakni 5,069 dan untuk usia kelompok kontrol memiliki rata-rata usia responden
yakni
28,53 dengan standar deviasi 6,26. Sedangkan untuk pendidikan kelompok eksperimen
didapatkan rata-rata yakni 1,87 dengan standar deviasi yakni 0,915 dan untuk pendidikan
kelompok kontrol didapatkan rata-rata yakni 1,80 dengan standar deviasi yakni
0,941. Hasil uji statistik mann-whitney didapatkan nilai p= 0,028 berarti p value < α
(0,05) maka Ho ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang
signifikan proses penyembuhan luka antara klien yang dengan pemberian mobilisasi dini
dengan tanpa pemberian mobilisasi dini, sehingga pemberian mobilisasi dini dirasakan
menganjurkan untuk mobilisasi sesuai dengan kemampuan pasien. Dalam hal ini penulis
terhadap tingkat nyeri klien post operasi apendiktomy. Sebelum mobilisasi skala nyeri
pasien 4-5, setelah 3 hari perawatan skala nyeri pasien berubah menjadi 3, pada hari ke 4
dan ke 5 rawatan skala nyeri pasien menjadi 1-2 (nyeri ringan). Pada hari ke 6 pasien
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian adalah tahap awal proses keperawatan dan merupakan suatu proses
yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Potter dan perry, 2005).
Pada saat mengkaji riwayat kesehatan klien, keluarga cukup kooperatif dalam
Disamping itu dukungan dari perawat di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Padang
klien mengeluhkan sakit perut sebelah kanan bawah, kadang-kadang sakit keseluruh
bagian perut,terasa mual. Klien sadar dan dapat berkomunikasi dengan baik, yang
artinya GCS klien 15 dan tidak ada mengalami penurunan kesadaran. Klien
mengatakan mengalami kejadian sakit perut sejak 15 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Ayah klien juga mengatakan anaknya menderita sakit perut sejak 15 hari
yang lalu dan ayah pasien mengatakan anaknya kemungkinan anaknya sakit maag dan
diberikan obat antasida. Namun setelah dilakukan pemeriksaan saat dirawat di rumah
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
potensial pasien terhadap masalah kesehatan dan perawat mempunyai izin dan
berkompeten untuk mengatasinya. Respon aktual dan potensial pasien didapatkan dari
data dasar pengkajian, tinjauan literatur yang berkaitan, catatan medis pasien di masa
Pre op
e. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
f. Perubahan pola eliminasi (konstipasi) berhubungan dengan penurunana
peristaltik
g. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
h. Ansietas berhubungan dengan akan dilaksankannya operasi
Post op
f. Nyeri berhubungan dengan agen injuri fisik (luka insisi post operasi
appendiktomi)
g. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake nutrisi
Dari sekian banyak diagnosa keperawatan yang ada di teoritis tidak seluruhnya
dialami oleh klien. Sesuai dengan data objektif dan data subjektif klien maka
dirumuskan 6 diagnosa keperawatan yang sesuai dengan keadaan klien saat ini yaitu :
1. Pre Op
a. Nyeri b.d distensi jaringan usus oleh inflamasi
b. Hipertermi b.d proses inflamasi
c. Ansietas b.d akan dilakukannya tindakan operasi
2. Post Op
a. Nyeri Akut b.d luka insisi post op
b. Hipertermi b.d proses inflamasi
c. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
Dengan diangkatnya diagnosa keperawatan utama diatas, diharapkan dapat
menemukan kesamaan dengan diagnosa teori, namun ada beberapa diagnosa yang ada
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Intervensi (perencanaan) adalah kategori dalam perilaku keperawatan dimana
tujuan yang terpusat pada pasien dan hasil yang diperkirakan dan ditetapkan sehingga
perencanaan keperawatan dipilih untuk mencapai tujuan tersebut (Potter dan Perry,
2005).
Selama perencanaan, dibuat prioritas pemecahan masalah terhadap intervensi
kepada An. A selain berkolaborasi dengan keluarga, penulis juga melibatkan dokter,
perawat, dan ahli gizi di ruangan rawat inap bedah RSUD Kota Padang Panjang. Hasil
yang diharapkan dirumuskan berdasarkan Nanda, NIC dan NOC dengan sasaran
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis (distensi jaringan intestinal
oleh inflamasi)
Diagnosa ini penulis temukan pada An. A, karena pada saat pengkajian
didapatkan data peningkatan jumlah leukosit dari normal yaitu 20.850 u/L (5000-
10.000 u/L). Nyeri tekan dan nyeri lepas pada Mc. Burnney, mual, suhu 37,8 oC,
klien tanpak memegang perutnya sebelah kanan bawah dan klien mengatakan nyeri
pada perut kanan bawah. Untuk mengatasi permasalahan keperawatan yang dialami
klien yaitu nyeri berhubungan dengan agen injuri biologis penulis melakukan
intervensi keperawatan teknik relaksasi benson yang penulis ambil dari jurnal “
kolaborasi dengan perawat ruangan dan dokter penanggung jawab pasien untuk
operasi.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Untuk diagnosa keperawatan hipertemia berhubungan dengan proses
klien juga mengeluhkan kepalanya pusing, setelah diukur suhu klien 37,8 oC,
leukosit 20.850 u/L. Untuk mengatasi demam pada klien maka sesuai dengan
demamnya. Untuk kompres hangat dibutuhkan air hangat dengan suhu 43 oC,
kemudain handuk kecil dimasukkan ke air hangat dan diperas kemudian diletakkan
dengan perawat ruangan dan dokter penanggung jawab klien untuk therapi
tindakan operasi. Setelah klien menjalani operasi dan kembali keruagan menjalani
setelah 5 hari pelaksanaan disebabkan karena suhu tubuh klien normal yaitu 36,6oC.
op, agen cedera fisik, klien mengeluhkan nyeri pada luka bekas operasi dengan
skala 4-5 serta mengeluhkan kepalanya pusing. Untuk mengatasi nyeri pada bagian
intervensi yang didapatkan oleh penulis melalui jurnal yaitu melakukan latihan
teknik relaksasi Benson dimana latihan ini merupakan tekhnik relaksasi pernapasan
relaksasi dan tetap menutup mata selama 2 menit lalu membukanya dengan
perlahan. Latihan ini dilakukan dengan frekuensi 1 kali sehari selama 10 menit.
Setelah dilakukan latihan teknik relaksasi Benson, nyeri klien berkurang pada skala
keperawatan nyeri akut dapat teratasi dan klien sudah diperbolehkan pulang.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
Untuk diagnosa resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif, klien
mengeluh demam dengan suhu 37,8oC, daerah sekitar luka operasi terasa nyeri dan
terasa panas. Untuk mengatasi resiko terjadinya infeksi intervensi keperawatan yang
dengan handsrub, memakai peralatan yang steril, mengobservasi kondisi kulit di area
luka bekas operasi sepeti tanda-tanda calor, rubor, dolor, tumor dan functio laesa
gram. Setelah klien menjalani perawatan selama 6 hari, tanda-tanda infeksi tidak
ditemukan dengan kesimpulan resiko infeksi tidak terjadi, intervensi dihentikan dan
klien dibolehkan pulang. Persiapan pasien pulang penulis menginstruksikan klien dan
peristaltic.
Klien An. A tidak ada mengalami kontipasi sehingga penulis tidak menegakkan
diagnosa ini pada An. A. Hal ini disebabkan peristaltic usus klien cepat kembali
normal setelah dilakukan kompres hangat pada perut klien bagian kiri. Intervensi
ini penulis ambil dari jurnal “ Kompres Hangat Terhadap Motilitas Usus Pada
Pasien Apendiktomi”.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah
Klien An. A tidak ada mengalami kekurangan volume cairan berhubung karena
klien An. A tidak ada mengalami muntah selama menjalani perawatan, sehingga
mobilisasi dini yang dilakukan klien sehingga tingkat nyeri klien berkurang.
Disamping itu dukungan yang diberikan keluarga klien sangat baik, keluarga
mampu menjaga kebrsihan diri klien. Hal ini sesuai dengan jurnal yang penulis
ambil yaitu “ Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Perubahan Tingkat Nyeri Klien
orang tua klien yang berlatar belakang pendidikan perawat juga memahi tentang
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang
keluarga, dimana penulis dan klien menjalin hubungan saling percaya, sehingga klien
nyaman saat dilakukan tindakan. Asuhan keperawatan berupa tindakan telah dilakukan
klien sebelumnya.
4. Memberikan lingkungan yang tenang dengan membatasi kunjungan
5. Mengajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi
nyeri dengan mengajarkan teknik nafas dalam dengan cara tarik nafas dalam
yang mungkin.
3. Menyediakan/ berikan informasi tentang kondisi klien
4. Menyiapkan/ berikan keluarga atau orang-orang yang berarti dengan informasi
mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau kontrol proses
penyakit
7. Mendiskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
8. Menjelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
9. Mendorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif
pilihan
10. Mengambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
11. Menganjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
12. Menggali sumber-sumber atau dukungan yang ada
13. Menganjurkan klien untuk melaporkan tanda dan gejala yang muncul pada
petugas kesehatan.
nyeri pasien
5. Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
klien.
4) Menggunakan sabun anti microba untuk mencuci tangan.
5) Melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
6) Menggunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
7) Mempertahankan lingkungan yang aseptik selama pemasangan alat.
8) Meningkatkan intake nutrisi. Dan cairan yang adekuat
9) Memberikan antibiotik sesuai program.
10) Proteksi terhadap infeksi
11) Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
12) Memonitor WBC.
13) Memonitor kerentanan terhadap infeksi.
14) Mempertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
15) Menginspeksi kulit dan mebran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
16) Menginspeksi keadaan luka dan sekitarnya
17) Memonitor perubahan tingkat energi.
18) Mendorong klien untuk meningkatkan mobilitas dan latihan.
19) Menginstruksikan klien untuk minum antibiotik sesuai program (Cefazoline 2 x
1 gr)
20) Mengajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.dan melaporkan
kecurigaan infeksi.
F. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
oleh inflamasi)
Masalah teratasi setelah dilaksanakan tindakan operasi, intervensi dihentikan
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Masalah keperawatan teratasi setelah 5 hari rawatan suhu tubuh klien kembali
intervensi dihentikan.
4. Nyeri Akut berhubungan dengan luka insisi post op
Masalah teratasi setelah 5 hari rawatan dengan skala nyeri 1-2, intervensi
dihentikan.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (insisi post pembedahan)
Masalah teratasi setelah 6hari rawatan dengan skala nyeri 1-2, intervensi dihentikan
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada saat melakukan Asuhan Keperawatan pada An. A dengan pre Dan post
operasi apndiktomi di ruang rawat inap bedah RSUD Kota Padang Panjang, penulis
di ditusuk skala 5-6 dan nyeri dirasaakan saat bergerak dibagian perut. Data
objektifnya: klien terlihat meringis menahan nyeri dan dan memegang bagian perut
kanan bawah. Penulis melakukan implementasi dari tanggal 14 Juli sampai 19 Juli
2017 dengan evaluasi masalah teratasi sebagian dengan data klien mengatakan
nyeri skala 1-2 terasa ngilu pada bagian perut saat bergerak, klien terlihat sudah
rileks dan mampu berjalan mandiri ke kamar mandi, pada hari ke enam intervensi
mengatakan dia merasa demam . Data objektifnya: suhu tubuh 37,80C dan leukosit
2017 dengan evaluasi hipertermi teratasi, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 oC, RR 18
penyakitnya . Data objektifnya: Klien tanpak bertanya kepada petugas dan orang
14 Juli 2017 dengan evaluasi ansietas teratasi, klien tanpak tenang, wajah klien
di ditusuk skala 4-5 dan nyeri dirasaakan saat bergerak dibagian perut. Data
objektifnya: klien terlihat meringis menahan nyeri dan ada luka bekas operasi di
bagian perut kanan bawah. Penulis melakukan implementasi dari tanggal 14 Juli
sampai 19 Juli 2017 dengan evaluasi masalah teratasi sebagian dengan data klien
mengatakan nyeri skala 1-2 terasa ngilu pada bagian perut saat bergerak, klien
terlihat sudah rileks dan mampu berjalan mandiri ke kamar mandi, pada hari ke
Data objektifnya: terlihat luka bekas operasi dengan panjang 6 cm dibagian perut
kanan bawah, suhu tubuh 37,80C dan leukosit 20.850 u/L. Penulis melakukan
implementasi pada tanggal 14 Juli sampai 19 Juli 2017 dengan evaluasi infeksi
tidak terjadi dengan data klien mengatakan sudah baik, terlihat luka kering bersih
tidak ada pus, jahitan rapih dan tidak terjadi eritema, nadi 82 x/menit, suhu 36,6 oC,
B. Saran
1. Perawat
a. Dalam melakukan asuhan keperawatan pada klien pre dan post operasi
Penetapan diagnosa keperawatan harus berdasarkan pada data dan keluhan yang
konsep dan teori yang ada. Implementasi keperawatan harus sesuai dengan
evaluasi yang dilakukan harus sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan.
b. Dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien hendaknya menggunakan
2. Rumah Sakit
menekan cost dalam melakukan perawatan klien khususnya klien apendiksitis. Hal
ini sesuai dengan program pencegahan dan pengendalian infeksi yaitu pengawasan
3. Peneliti Lain
Arif, Mansjoer, dkk, 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi ke-3. FKUI, Jakarta:
Medica Aesculpalus
Eni Inda Ayu, Winda dan Mulyati. 2015. Kompres Air Hangat Pada Daerah Aksila dan
Dahi Terhadap Penurunan Suhu Tubuh Pasien demam di PKU Muhammadiyah
Kutoarjo, JNKI, vol.3 No. 1 Tahun 20015, 10-14.
Erin Bicek, 2004. Nurses Attitudes, knowledge, and Use Of Nonpharmalogical Pain
Management Tecniques and Thearapies. Illionis Wesleyan University. 2004
Hesti, Basirun, Ning, 2010. Gambaran Penatalaksanaan Mobilisasi Dini Oleh Perawat
Pada Pasien Post Appendiktomy di RS Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, Volume 6, No.2 Juni 2010
https://health.detik.com/read/2009/07/07/152020/1160694/784/radang-usus-buntu-kronis
Made, Gede. 2015. Kompres Hangat Terhadap Motilitas usus Pada Pasien Apendiktomi.
poltekkes-denpasar.ac.id/files/.../Made%20Widastra.pdf
Solehati, T., Rustina, Y. (2008). The Reduction of Anxiety Level With Benson Relaxationat
Cibabat Cimahi Hospital. Bandung: Fakultas Keperawatan Universitas Padjajaran.
Sjamsuhidajat and Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. 2004
Widastra, 2017 Kompres hangat Terhadap Motilitas Usus Pada Pasien Apendiktomy.
poltekkes-denpasar.ac.id/files/.../Made%20Widastra.pdf
A. Pengertian
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang
dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan napas dalam,
napas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan napas
secara perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi napas dalam
juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Teknik relaksasi nafas dalam merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri
pada pasien yang mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi
ketegangan otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulasi nyeri.
emosional yaitu menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Tujuan utama
teknik relaksasi napas dalam untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri.
C. Indikasi
Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri kronis.
D. Prosedur pelaksanaan
Tahap prainteraksi
1. Menbaca status pasien
2. Mencuci tangan
3. Meyiapkan alat
Tahap orientasi
Tahap kerja
1. Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika ada ynag kurang jelas.
3. Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru berisi udara.
dari setiap bagian anggota tubuh, pada waktu bersamaan minta pasien untuk
5. Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa saat ( 1-2 menit ).
perlahan dan merasakan saat ini udara mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-
7. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan, udara yang
mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kai dan rasakan
kehangatanya.
8. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bial ras nyeri kembali
lagi.
9. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan secara mandiri.
Tahap terminasi
E. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer dan Bare. 2002. Keperawatan medikal bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih Bahasa: Agung
Abstrak : Teknik relaksasi Benson merupakan teknik pernapasan yang biasa digunakan di
rumah sakit pada pasien yang sedang mengalami nyeri dan pada relaksasi Benson ada
penambahan unsur keyakinan dalam bentuk kata-kata. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap skala nyeri pada pasien post operasi
apendiksitis di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou dan RS Tk. III R.W. Mongonsidi Teling
Manado. Desain Penelitian ini mengunakan eksperimen semu (quasi eksperiment). Teknik
pengambilan Sampel menggunakan rumus untuk penelitian kuasi eksperimen dengan desain
pre and post test without control dengan jumlah sampel 16 orang. Teknik relaksasi Benson
dilakukan setelah pemberian analgesik dengan durasi 30 menit setiap hari selama tiga hari.
Sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi Benson dilakukan pengukuran skala nyeri
dengan Numeric Rating Scale. Hasil Uji Statistik Wilcoxon Sign Rank test dengan tingkat
kepercayaan 95% (α = 0,05) dan diperoleh p value 0,000 < 0,05. Kesimpulan yaitu terdapat
pengaruh teknik relaksasi Benson terhadap skala nyeri pada pasien post operasi apendiksitis
di RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou dan RS Tk. III R.W. Mongisidi Teling Manado. Saran
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan danpeningkatan pelayanan kesehatan
tentang pemberian teknik relaksasi untuk menurunkan skala nyeri.
Kata Kunci : Teknik Relaksasi Benson, Skala Nyeri, Post Operasi Apendiksitis
PENDAHULUAN nyeri perut di bagian kanan bawah
Apendisitis merupakan penyebab sebanyak 96,05 %.
yang paling umum dari inflamasi akut Menurut data dari Institute of
kuadran kanan bawah rongga abdomen Medicine of the National Academies.
dan penyebab yang paling umum dari (2011), lebih dari 100 ribu orang Amerika
pembedahan abdomen darurat. Pria lebih mengalami nyeri tiap minggu. Kemudian,
banyak terkena daripada wanita , remaja Agency for Health Care Policy and
lebih banyak dari orang dewasa, insiden Research melaporkan bahwa sampai 90%
tertinggi adalah mereka yang berusia 10 dari 8 juta penduduk Amerika, yang
sampai 30 tahun (Brunner & Suddarth, menderita kanker, mendapatkan
2000). penatalaksanaan nyeri dengan cara yang
Database medis dari rumah sakit relatif sederhana.
Universitas Ahmadu Bello, Zaria, Nigeria Nyeri dapat diatasi dengan
utara untuk dekade dari tahun 2001 ke penatalaksanaan nyeri yang bertujuan
2010. Hasil nya selama dekade, ada total untuk meringankan atau mengurangi rasa
dari 382 kasus dengan diagnosis nyeri sampai tingkat kenyamanan yang
intraoperatif apendisitis yang diagnosis dirasakan oleh klien. Ada dua cara
dikonfirmasi patologis di 373 kasus. penatalaksanaan nyeri yaitu terapi
Dengan penduduk setempat yang penyakit farmakologis dan non-farmakologis.
atau spesimen yang paling mungkin akan Tindakan perawat untuk menghilangkan
berakhir dalam departemen patologi rumah nyeri selain mengubah posisi, meditasi,
sakit diperkirakan 1.423.469 tingkat makan, dan membuat klien merasa
kejadian standar dari usus buntu adalah 2,6 nyaman yaitu mengajarkan teknik
per 100.000 per tahun. Dalam 354 (93%) relaksasi (Potter & Perry, 2005).
dari 382 spesimen, fekalit diidentifikasi Relaksasi Benson merupakan
dan dianggap kausal berkaitan dengan relaksasi menggunakan teknik pernapasan
penyakit dalam kasus individu (Ahmed yang biasa digunakan di rumah sakit pada
dkk, 2014). pasien yang sedang mengalami nyeri atau
Angka kejadian appendisitis di mengalami kecemasan. Dan, pada
RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado relaksasi Benson ada penambahan unsur
periode oktober 2012 – september 2015, keyakinan dalam bentuk kata-kata yang
menunjukkan bahwa terdapat 650 pasien. merupakan rasa cemas yang sedang pasien
Jumlah pasien terbanyak ialah apendisitis alami. Kelebihan dari latihan teknik
akut yaitu 412 pasien (63%) sedangkan relaksasi dibandingkan teknik lainnnya
apendisitis kronik sebanyak 38 pasien adalah lebih mudah dilakukan dan tidak
(6%). Dari 650 pasien, yang mengalami ada efek samping apapun (Solehati &
komplikasi sebanyak 200 pasien yang Kosasih, 2015). Pada penelitian yang
terdiri dari 193 pasien (30%) dengan dilakukan oleh Wallace, Benson, dan
komplikasi apendisitis perforasi dan 7 Wilson (1971) diperoleh hasil, bahwa
pasien (1%) dengan periapendikuler dengan meditasi dan relaksasi terjadi
infiltrate (Thomas, 2016). Di RS Tk. III penurunan konsumsi oksigen, output CO2,
R.W. Mongisidi Telling Manado angka ventilasi selular, frekuensi napas, dan
kejadian apendiksitis tahun 2016 yaitu 42 kadar laktat sebagai indikasi penurunan
pasien. tingkat stress, selain itu ditemukan bahwa
Dalam penelitian yang dilakukan PO2 atau konsentrasi oksigen dalam darah
Dani & Calista (2013) yang berjudul tetap konstan, bahkan meningkat sedikit.
karakteristik penderita apendisitis akut di Benson (2000) mengatakan, bahwa
Rumah Sakit Imanuel Bandung jika individu mulai merasa cemas, maka
menyatakan bahwa keluhan utama yang akan merangsang saraf simpatis sehingga
tersering dari 152 kasus apendisitis adalah akan memperburuk gejala-gejala
kecemasan sebelumnya. Kemudian, daur Hasil analisis pada tabel 5.1
kecemasan dan nyeri dimulai lagi dengan menunjukkan bahwa sebagian besar
dampak negatif semakin besar terhadap responden berjenis kelamin laki-laki
pikiran dan tubuh (Solehati & Kokasih, dengan jumlah 12 responden (75%) dan
2015). Dari hasil penelitian yang sebagian kecil responden berjenis kelamin
dilakukan Roykulcharoen (2004) yang perempuan dengan jumlah 4 responden
berjudul the effect of systemic relaxation (25%).
technique on postoperative pain in
Thailand menyatakan bahwa pengurangan b. Usia
substansial dalam sensasi dan kesusahan Tabel 5.2 Distribusi responden
sakit ditemukan saat pasien pascaoperasi berdasarkan usia responden post
dengan menggunakan relaksasi yang operasi apendiksitis di RSUP. Prof. Dr.
sistematis termasuk relaksasi Benson. R.D. Kandou Manado dan RS TK.
III R.W. Mongisidi Teling Manado
METODE PENELITIAN Responden
Desain penelitian yang digunakan Usia
n %
dalam penelitian ini adalah Quasi 10-20 7 43,8 %
Experiment dengan rancangan penelitian Tahun
pre and post test without control. 21-30 8 50,0 %
Penelitian ini dilakukan di RSUP Prof. Dr. Tahun
R.D. Kandou Manado pada tanggal 16 31-40 1 6,2 %
Desember 2016-5 Januari 2017dan RS TK. Tahun
III R.W Mongisidi Manado pada tanggal 1 Total 16 100%
Desember 2016-5 Januari 2017. Populasi Sumber : Data Primer 2017
dalam penelitian ini adalah pasien post
Hasil analisis pada tabel 5.2
operasi apendiksitis yang berada pada
menunjukkan bahwa sebagian besar
ruang rawat inap selama bulan Agustus-
responden berada pada rentang umur 21-
Oktober berjumlah 16 orang.
30 tahun dengan jumlah 8 responden (50,0
Penelitian ini menggunakan non
%), dan sebagian kecil responden berada
probability sampling yaitu purposive
pada rentang umur 31-40 tahun dengan
sampling. Menurut Supranto J (2000)
jumlah 1 responden (6,2 %).
perhitungan sampel untuk penelitian
eksperimental secara sederhana yaitu 15 c. Skala nyeri sebelum dilakukan teknik
orang dan drop out = 1 (Sujarweni, 2015). relaksasi benson
Tabel Tabel 5.3 Distribusi skala nyeri
HASIL PENELITIAN sebelum dilakukan teknik relaksasi
benson pada pasien post operasi
1. Analisis Univariat
apendiksitis di RSUP. Prof. Dr. R.D.
a. Jenis Kelamin
Kandou Manado dan RS TK. III
Tabel 5.1 Distribusi responden
R.W. Mongisidi Teling Manado
berdasarkan jenis kelamin post operasi Responden
Skala
apendiksitis di RSUP. Prof. Dr. R.D. Nyeri n %
Kandou dan RS TK. III R.W. Nyeri 8 50 %
Mongisidi Teling Manado sedang
dan RS TK. III R.W. Mongisidi Teling Hasil analisis pada tabel 5.5 diatas
Manado menunjukkan skala nyeri sebelum dan
sesudah dilakukan teknik relaksasi benson
Skala Responden
pada pasien post operasi apendiksitis yang
Nyeri n % diuji menggunakan uji statistik uji urutan
Nyeri 9 56,2 %
ringan
bertanda Wilcoxon dengan tingkat
(1-3) kemaknaan (α) = 0,05 menunjukkan hasil
Nyeri 7 43,8% p-value yaitu 0,00. Nilai p-value
sedan digunakan untuk menentukan apakah
(4-6) hipotesis diterima atau ditolak. Dengan p-
Total 16 100 %
value = 0,00 < α = 0,05 maka Ho ditolak.
Sumber : Data Primer 2017
Dapat disimpulkan bahwa terdapat
Hasil analisis pada tabel 5.4 pengaruh yang signifikan pada teknik
menunjukkan bahwa sebagian besar relaksasi Benson terhadap skala nyeri pada
responden berada pada tingkat nyeri ringan pasien post operasi apendiksitis di RSUP.
(1-3) dengan jumlah 9 responden (56,2 %), Prof. Dr. R.D. Kandou Manado dan RS
dan sebagian kecil responden berada pada TK. III R.W. Mongosidi Telling Manado.
tingkat nyeri sedang (4-6) dengan jumlah 7
responden (43,8%). PEMBAHASAN
2. Analisis Bivariat 1. Analisa Univariat
a. Karakteristik responden berdasarkan
Tabel 5.5 Pengaruh Teknik Relaksasi jenis kelamin
Benson Terhadap Skala Nyeri Pada Dalam penelitian ini diperoleh
Pasien Post Operasi Apendiksitis di bahwa sebagian besar jenis kelamin
RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado responden yang melakukan operasi
dan RS TK. III R.W. Mongisidi Teling apendiksitis yaitu responden yang
Manado berjenis kelamin laki-laki dengan
jumlah 12 responden ( 75%).
Me 95 p
an Me Min- Wungouw dan Marunduh
n dia % val
n CI ue
SD lebih banyak ditemukan pada laki-
Skala laki dibandingkan dengan
6,
nyeri 6,
sebe- 1
62
6, 5,00- 15- 0,0
perempuan. Hal ini didukung oleh
± penelitian yang dilakukan Thomas
lum 6 50 8,00 7, 0
0,
dila-
88 09 (2016) yang berjudul angka kejadian
kukan apendisitis di RSUP. Prof. Dr.
R.D.Kandou Manado terdapat 363 Sehingga peneliti berasumsi
pasien apendiksitis yang berjenis bahwa apendiksitis lebih banyak
kelamin laki-laki dari 650 kasus terjadi pada usia 21-30 tahun
apendiksitis dan Indri (2014) yang disebabkan oleh gaya hidup yang
berjudul hubungan antara nyeri, kurang sehat.
kecemasan dan lingkungan dengan
kualitas tidur pada pasien post 2. Analisa Bivariat
operasi apendisitis memaparkan a. Skala nyeri sebelum dilakukan
presantase bahwa laki-laki lebih teknik relaksasi Benson
banyak mengalami apendiksitis Pada penelitian ini sebelum
dibandingkan perempuan. Selain itu, dilakukan intervensi berupa teknik
menurut penelitian yang dilakukan relaksasi Benson, terlebih dahulu
Sirma (2013) yang berjudul faktor diukur skala nyeri kemudian dicatat
risiko kejadian apendisitis di rumah pada lembar observasi. Hasil yang
sakit umum daerah kabupaten diperoleh dari pengukuran skala
Pangkep memaparkan bahwa laki- nyeri sebelum dilakukan teknik
laki lebih banyak diluar rumah untuk relaksasi Benson adalah 8
bekerja dan lebih cenderung responden yang mengalami nyeri
mengonsumsi makanan fast food. tingkat sedang (4-6) sama halnya
Sehingga peneliti berasumsi dengan tingkat nyeri berat terkontrol
bahwa apendiksitis lebih banyak (7-9) 8 responden. Nilai tengah
ditemukan pada laki-laki (median) sebelum dilakukan teknik
dibandingkan perempuan yang relaksasi benson menunjukkan 6,50.
disebabkan oleh gaya hidup yang Wungouw dan Marunduh
tidak sehat. (2014) menegaskan bahwa setiap
b. Karakteristik responden berdasarkan pasien apendiksitis memiliki gejala
usia yang sama untuk pertama kalinya
Dalam penelitian ini diperoleh berupa nyeri epigastrium yang
bahwa sebagian besar usia responden samar-samar, kadang kala sebagai
yang melakukan operasi apendiksitis sensasi kram. Dengan berlalunya
yaitu responden yang berusia 21-30 waktu, nyeri menjadi lebih
tahun dengan jumlah 8 responden ( terlokalisir dan berpindah ke area
50%). abdomen kanan bawah. Dan apabila
Wungouw dan Marunduh dilakukan terapi apendiksitis yaitu
(2014) memaparkan apendiksitis apendektomi, pasien akan
lebih banyak terjadi pada usia antara mengalami nyeri yang sama tetapi
pubertas hingga usia 25 tahun. Selain lebih jelas di kuadran kanan bawah
itu, Dani (2013) memaparkan bahwa yang diakibatkan karena luka
usia terbanyak yang mengalami operasi.
apendiksitis adalah usia 26-35 tahun. Hasil penelitian yang
Usia tersebut pada umumnya aktif dilakukan Lukman (2013) yang
dan mempunyai masalah kesehatan berjudul pengaruh teknik relaksasi
utama minimum. Namun gaya hidup benson terhadap intensitas nyeri
usia ini dapat memunculkan pada pasien postpartum caesarea
gangguan kesehatan. Kebiasan gaya menegaskan bahwa sebagian besar
hidup kurang olah raga dan hygiene nyeri sebelum diberikan teknik
personal yang buruk meningkatkan relaksasi pada pasien berada pada
risiko terjadinya berbagi macam tingkat nyeri hebat dengan angka 5
penyakit (Potter & Perry, 2005). yaitu 29 orang (74,36%) dari 39
responden.
Berdasarkan hasil wawancara intervensi lebih kecil dibandingkan
yang dilakukan oleh peneliti kepada dengan kelompok kontrol.
16 responden sebelum dilakukan Berdasarkan hasil wawancara
teknik relaksasi Benson terdapat 13 yang telah dilakukan oleh peneliti
responden diantaranya tidak kepada 16 responden sebelum
mengetahui penanganan nyeri secara dilakukan teknik relaksasi Benson
non-farmakologis seperti teknik terdapat 13 responden diantaranya
relaksasi benson dan terdapat 3 tidak mengetahui penanganan nyeri
responden yang hanya sekedar secara nonfarmakologis seperti
mengetahui penanganan non- teknik relaksasi Benson dan terdapat
farmakologis yaitu teknik nafas 3 responden yang hanya mengetahui
dalam. penanganan nonfarmakologis yaitu
b. Skala nyeri setelah dilakukkan nafas dalam.
teknik relaksasi Benson c. Pengaruh teknik relaksasi Benson
Pada penelitian ini setelah terhadap skala nyeri
dilakukan intervensi berupa teknik Pada akhir dari penelitian ini
relaksasi Benson, terlebih dahulu hasil yang diperoleh setelah
diukur skala nyeri kemudian dicatat dilakukan teknik relaksasi Benson,
pada lembar observasi. Hasil yang skala nyeri pada setiap responden
diperoleh dari pengukuran skala yaitu sebagian besar berada pada
nyeri setelah dilakukan teknik tingkat nyeri ringan (1-3) dengan
relaksasi Benson adalah 9 jumlah 9 responden (56,2%). Hal ini
responden yang mengalami nyeri menunjukkan terjadinya penurunan
tingkat ringan (1-3) 56,2%. Nilai skala nyeri yang dipertegas oleh
tengah (median) setelah dilakukan hasil nilai tengah (median) yang
teknik relaksasi Benson sebelumnya 6,50 menjadi 3,00 dan
menunjukkan 3,00. nilai rata-rata (mean) yang
Hasil penelitian yang sebelumnya 6,25 menjadi 3,25 serta
dilakukan Sunaryo (2014) yang interpretasi yang berubah dari nyeri
berjudul pengaruh teknik relaksasi sedang berubah menjadi nyeri
benson terhadap penurunan skala ringan.
nyeri dada kiri pada pasien acute Nyeri merupakan pengalaman
myocardial infark menjelaskan sensasi dan emosi yang tidak
bahwa didapatkan rata-rata nyeri menyenangkan, keadaan yang
dada kiri setelah diberikan intervensi memperlihatkan ketidaknyamanan
pada kelompok eksperimen adalah secara subjektif atau individual,
2,82 dengan penurunan nyeri sebesar menyakitkan tubuh dan kapan pun
2,71. Sama halnya dengan Datak individu mengatakannya adalah
(2008) yang berjudul efektifitas nyata. Reseptor nyeri terletak pada
relaksasi Benson terhadap nyeri semua saraf bebas yang terletak pada
pasca bedah pada pasien kulit, tulang, persendian, dinding
transurethral resection of the arteri, membran yang mengelilingi
prostate di Rumah Sakit Umum otak, dan usus (Solehati & Kokasih,
Pusat Fatmawati Jakarta 2015).
menjelaskan rata-rata kelompok Nosiseptor (reseptor nyeri)
control 9,50 lebih besar daripada akan aktif bila dirangsang oleh
kelompok intervensi 5,50 dan hal ini rangsangan kimia, mekanis dan
menunjukkan bahwa rasa nyeri pasca suhu. Bila sel-sel tersebut
bedah TUR prostat pada kelompok mengalami kerusakan maka zat-zat
tersebut akan keluar merangsang
reseptor nyeri sedangkan pada untuk tumbuh atau berhenti tumbuh.
mekanik umumnya karena spasme Pada permukaan sel terutama sel
otot dan kontraksi otot. Spasme otot saraf terdapat area yang menerima
akan menyebabkan penekanan pada endorphine. Ketika endorphine
pembuluh darah sehingga terjadi terpisah dari DNA, endorphine
iskemia pada jaringan, sedangkan membuat kehidupan dalam situasi
pada kontraksi otot terjadi normal menjadi tidak terasa
ketidakseimbangan antara kebutuhan menyakitkan. Endorphine
nutrisi dan suplai nutrisi sehingga mempengaruhi impuls nyeri dengan
jaringan kekurangan nutrisi dan cara menekan pelepasan
oksitosin yang mengakibatkan neurotransmitter di presinap atau
terjadinya mekanisme anaerob dan menghambat impuls nyeri
menghasilkan zat besi sisa, yaitu dipostsinap sehingga rangsangan
asam laktat yang berlebihan nyeri tidak dapat mencapai
kemudian asam laktat tersebut kesadaran dan sensorik nyeri tidak
merangsang serabut rasa nyeri. Salah dialami (Solehati & Kokasih, 2015).
satu penatalaksanaan yang dapat Hasil penelitian ini
dilakukan untuk meringankan atau mendukung hasil penelitian bahwa
menghilangkan rasa nyeri adalah relaksasi benson efektif untuk
terapi Benson (Solehati & Kokasih, mengurangi rasa nyeri pasca bedah
2015). dalam Roukulcharoen, 2003, The
Terapi Benson merupakan effect of systemic relaxation
teknik relaksasi pernafasan dengan technique on postoperative pain in
melibatkan keyakinan yang Thailand. Sama halnya penelitian
mengakibatkan penurunan terhadap yang dilakukan oleh Datak (2008)
konsumsi oksigen oleh tubuh dan mengenai efektifitas relaksasi
otot-otot tubuh menjadi rileks benson terhadap nyeri pascabedah
sehingga menimbulkan perasaan pasien TUR prostat juga
tenang dan nyaman. Apabila O2 membuktikan bahwa relaksasi
dalam otak tercukupi maka benson efektif mengatasi nyeri
manusiadalam kondisi seimbang. dibandingkan hanya menggunakan
Kondisi ini akan menimbulkan terapi analgetik saja dengan pvalue
keadaan rileks secara umum pada 0,019 < α (0,05). Relaksasi Benson
manusia. Perasaan rileks akan dikembangkan dari metode respons
diteruskan ke hipotalamus untuk relaksasi dengan melibatkan faktor
menghasilkan conticothropin keyakinan. Jumlah responden pada
releaxing factor (CRF). CRF akan penelitian ini 16 orang, 10 orang
merangsang kelenjar dibawah otak beragama Kristen dan 6 orang
untuk meningkatkan produksi beragama islam, sehingga
proopiod melanocorthin (POMC) penggunaan kata atau kalimat yang
sehingga produksi enkephalin oleh digunakan selama melakukan
medulla adrenal meningkat. Kelenjar relaksasi benson disesuaikan dengan
dibawah otak juga menghasilkan β keyakinan responden.
endorphine sebagai neurotransmitter Yusliana (2015) yang berjudul
(Yusliana, 2015). efektivitas relaksasi benson terhadap
Endorphine muncul dengan penurunan nyeri pada ibu post
cara memisahkan diri dari partum section caesarea dalam hasil
deyoxyribo nucleid acid (DNA) yaitu penelitian menunjukkan rata-rata
substansi yang mengatur kehidupan nyeri postpartumsectio caesarea
sel dan memberikan perintah bagi sel setelah diberikan intervensi pada
kelompok eksperimen adalah 2,86 pemberian teknik relaksasi untuk
dengan penurunan nyeri sebesar 1,53 menurunkan skala nyeri.
dan kelompok kontrol adalah 3,76 3. Bagi Penulis
dengan penurunan nyeri sebesar 0,30 Digunakan untuk menambah ilmu dan
dari data tersebut menunjukkan pengalaman dalam melakukan
penurunan nyeri pada kelompok penelitian tentang pengaruh teknik
eksperimen yang lebih besar relaksasi benson terhadap skala nyeri
dibandingkan dengan kelompok pada pasien apendiksitis.
kontrol. Uji t dependent pada
kelompok eksperimen menunjukkan DAFTAR PUSTAKA
nilai p value (0,000) < α (0,05) dan Ahmed S, Makama J, dkk. (2014).
pada kelompok kontrol Epidemiology of appendicitis
menunjukkan nilai pvalue (0,082) > in Northern Nigeria : A 10-
α (0,05). year preview.Diperoleh dari
Sehingga peneliti http://www.ssajm.org on
menyimpulkan bahwa teknik Tuesday, November 01, 2016.
relaksasi benson dapat menurunkan 02.45 Wita.
skala nyeri pada pasien post operasi
apendiksitis dari hasil penelitian dan Dani & Calista. (2013). Karakteristik
beberapa hasil penelitian yang telah Penderita Appendisitis Akut Di
dipaparkan diatas. Selain itu, teknik Rumah Sakit Imanuel Bandung
relaksasi benson dapat digunakan Periode 1 Januari 2013-30
dimana saja tanpa mengganggu Juni 2013. Diunduh pada
aktivitas yang lainnya. tanggal 2 November 2016,
00.48 Wita.
SIMPULAN Datak, G., Yetti, K & Hariyati, S.T. (2008)
1. Sebelum diberikan terapi relaksasi . Penurunan nyeri pascabedah
benson, sebagian besar pasien
pasien tur prostat melalui
apendiksitis mempunyai skala nyeri
relaksasi benson. Jurnal
sedang dan berat.
2. Setelah diberikan terapi relaksasi keperawatan Indonesia, vol 12
benson, sebagian besar skala nyeri no 3, 173- 178. Diperoleh dari
mengalami perubahan yang signifikan http://jki.ui.ac.id diunduh
dengan menurunnya skala nyeri tanggal 29 September 2016.
menjadi skala nyeri ringan. 23.50 Wita.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan
Datak, Gad. (2008). Efektivitas relaksasi
terhadap skala nilai sesudah diberikan
teknik relaksasi benson sebanyak 3 benson terhadap nyeri pada
kali selama 15-30 menit. pasca bedah pada pasien
Transurethal Resection Of The
SARAN Prostate. RSU Pusat
1. Bagi institusi pendidikan Fatmawati. Jakarta : FIK UI.
Digunakan sebagai bahan acuan atau
pedoman atau pembelajaran bagi Dharma K.K. (2011). Metodologi
mahasiswa keperawatan mengenai penelitian keperawatan
penanganan pasien apendiksitis. panduan melaksanakan dan
2. Bagi lokasi penelitian menerapkan hasil penelitian.
Digunakan sebagai bahan Trans Info Media. Jakarta
pertimbangan dan peningkatan
https://www.ihs.gov/telebehavioral/include
pelayanan kesehatan tentang
s/themes/newihstheme/display
_objects/documents/slides/pain keluhan nyeri punggung
andaddiction/newihsecho/epid bawah pada penjual jamu
emiologypain.pdf . Diunduh gendong.
tanggal 29 September 2016. http://www.ejournal.undip.ac.i
23.45 Wita d/index.php/jpki/article/viewFi
Indri V. W, Karim D, Elita V. (2014). le/2429/2147. Diperoleh
tanggal 29 Septermber 2016.
Hubungan antara nyeri,
23.01 Wita
kecemasan dan lingkungan
dengan kualitas tidur pada Price S, Wilson L. (2012). Patofisiologi
pasien post operasi konsep Klinis Proses-Proses
apendisitis. PSIK Universitas Penyakit. Ed.6. Jakarta; EGC.
Riau.
http://jom.unri.ac.id/index.php/ Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sam Ratulangi.
JOMPSIK/article/download/33
(2013). Panduan penulisan
78/3275. Diunduh tanggal 10
tugas akhir & skripsi. Program
Januari 2017 04.33 WITA.
Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sam Ratulangi.
Korompis, Grace E.C.(2014). Biostatistika
Manado
untuk keperawtan. Jakarta:
EGC Ratu Adrian, Adwan G. Made. (2013).
Penyakit Hati, Lambung, Usus,
Notoatmodjo S. (2012). Metodologi dan Ambeien. Yogyakarta:
penelitian kesehatan. Rineka Nuha Medika.
Cipta. Jakarta
Relieving Pain in America : A Blueprint
Novitasari, D., & Aryana, K.O. for Transforming Prevention,
(2013).Pengaruh tehnik Care, Education and
relaksasi benson terhadap Research. 2011
penurunan tingkat stres lansia
Rosdahl Caroline Bunker, Kowalski.
di unit rehabilitas sosial
(2014). Buku Ajar
wening wardoyo ungaran.
keperawatan
Jurnal keperawatan jiwa vol 1
Dasar.Jakarta;EGC.
no 2, 186- 195. Diperoleh
tanggal 29 Sepetember 2016 Sabri L, Hastono S.P. (2014). Statistik
dari http://jurnal.unimus.ac.id. kesehatan. Rajawali Pers.
23.45 Wita. Depok.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik
ajar fundamental: Konsep, penulisan riset keperawatan.
proses dan praktik. Ed. 4. Vol. Edisi 2. Graha
2. Jakarta: EGC Ilmu.Yogyakarta
Prasetyo Sigit Nian. (2010). Konsep dan Smeltzer & Susanne, C. (2002). Buku ajar
Proses Keperawatan Nyeri. keperawatan medical bedah
Yogyakarta: Graha Ilmu. Brunner and Suddart. Jakarta:
EGC
Pratiwi H Mayrika, dkk. (2009).
Beberapa factor yang Solehati Tetti, Kokasih Cecep Eli. (2015).
berpengaruh terhadap Konsep dan Aplikasi Relaksasi
ISSN2354-7642
JOURNAL NERS
AND MIDWIFERY INDONESIA
Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia
Kompres Air Hangat pada Daerah Aksila dan Dahi Terhadap Penurunan
Suhu Tubuh pada Pasien Demam di PKU Muhammadiyah Kutoarjo
Eny Inda Ayu1, Winda Irwanti2, Mulyanti3
1,2,3
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Alma Ata Yogyakarta
Jalan Ringroad Barat Daya No 1 Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta
Abstrak
Demam adalah keadaan tubuh mengalami kenaikan suhu hingga 38°C atau lebih. Ada juga yang mengambil
batasan lebih dari 37,8° C, sedangkan bila suhu tubuh lebih dari 40°C disebut demam tinggi/hiperpireksia.
Demam dapat membahayakan apabila timbul dalam suhu yang tinggi. Demam atau suhu tubuh yang tinggi
dapat diturunkan dengan berbagai cara. Kompres air hangat merupakan metode untuk menurunkan suhu
tubuh. Kenyataan yang ditemukan di tempat penelitian yaitu di KRIPMD PKU Muhammadiyah Kutoarjo
pelaksanaan kompres sebagai salah satu tindakan mandiri untuk menangani demam masih sering diabaikan
oleh pasien dan keluarga. Tujuan penelitian ini adalah untuk diketahuinya perbedaan efektivitas pemberian
kompres air hangat di aksila dan dahi terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien demam di KRIPMD PKU
Muhammadiyah Kutoarjo. Desain penelitian menggunakan true eksperimen: two-group pre-post test design.
Jumlah populasi sebesar 40 dengan subyek sebanyak 38 orang dengan teknik consecutive sampling.
Pengukuran suhu dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan menggunakan thermometer air raksa. Analisis
data menggunakan uji t. Hasil: Rerata derajat penurunan suhu tubuh sebelum dan sesudah dilakukan
kompres air hangat pada daerah aksila sebesar 0,247oC. Rerata derajat penurunan suhu tubuh sebelum dan
sesudah dilakukan kompres air hangat pada daerah sebesar 0,111oC. Analisis uji t menunjukkan teknik
pemberian kompres hangat pada daerah aksila lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh dibandingkan
dengan teknik pemberian kompres hangat pada dahi (t hitung=5,879 p=0,000). Simpulan: Teknik pemberian
kompres air hangat pada daerah aksila lebih efektif terhadap penurunan suhu tubuh.
Info Artikel:
Artikel dikirim pada 9 Januari 2015
Artikel diterima pada 9 Januari 2015
RUJUKAN
1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.
Jakarta: EGC; 2002.
2. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC;
2002.
3. Asmadi. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC; 2008.
4. Hegner BR. Asisten Keperawata n Suatu Pendekatan Proses Keperawatan.
Jakarta: EGC; 2003.
5. Crowin. Buku Saku Patofisiolog. Jakarta: EGC;
2002.
6. Sunardi. Kontrol Persyarafan Terhadap Suhu Tubuh. Jakarta: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia; 2009.
7. Asmadi. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: EGC; 2008.
8. Carolina A. Hubungan Pola Makan dengan Kejadian Penyakit GE pada Remaja di
Puskesmas Rempoah. Purwokerto: Akper Muhammadiyah Purwokerto; 2011.
9. Effendy F, Makhfudli. Keperawatan Kesehatan
Komunitas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
10. Tamsuri A. Tanda-tanda Vital: Suhu Tubuh.
Jakarta: EGC; 2006.
11. Juwariyah. Efektivitas Penurunan Suhu Tubuh Menggunakan Kompres Hangat dan
Kompres Plester pada Anak Demam [internet]. 2011 [cited
2013 Des 26]. Available from: http://repository. usu.id.
12. Sukmawati. Perbandingan Penurunan Suhu pada Pasien yang Dikompres Pada Daerah
Ketiak dengan Kompres Pada Dahi di RSI Ibnu Shina Magelang. Surakarta: Fakultas
Kesehatan UMM Surakarta; 2010.
13. Wening, Endang. Perbandingan Penurunan Suhu Pada Pasien yang Dikompres pada
Daerah Ketiak dengan Kompres pada Dahi di Ruang Rawat Inap Kelas III RS Hasan Sadikin
Bandung. Bandung: Akper Parahiyangan; 2011.
Pristahayuningtyas, et al, Pengaruh Mobilisasi Dini terhadap Perubahan Tingkat Nyeri
... Dalam Keperawatan Maternitas. Bandung: PT. Refika Aditama
Sunaryo, T, Lestari S. (2014). Pengaruh relaksasi benson terhadap penurunan skala nyeri pada dada
kiri pada pasien acute myocardial infarc di RS Dr Moewardi Surakarta. Diunduh pada
tanggal 15 Januari 2017
01.42 Wita.
Sylvia, P. A., & Wilson, L. M. (2012).
Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit (edisi
6). Jakarta: EGC.
Tanto Chris. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Ed.4. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius.
Thomas, Gloria A. ( 2016). Angka Kejadin Apendisitis di RSUP. Prof. Dr. R.D.Kandou Manado, Jurnal
e- clinic: UNSRAT.
Trullyen, V.L. 2013. Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Intensitas Nyeri pada
Pasien Post Operasi Sectio Caesaria. http://kim.ung.ac.id/indek.php/
KIMFIKK/article/view/2859/2
835. Di unduh pada tanggal 7
November 17.45 Wita.
Wungouw Herlina, Marunduh Sylvia. (2014). Mudah mempelajari patofisiologi. BinaRupa Aksara
Publisher. Tangerang Selatan.
Yusliana dkk. (2015). Efektivitas relaksasi benson terhadap penurunan nyeri pada ibu post
partum section caesarea. Diperoleh dari http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=385031&val=6447&title=EFEKTIVIT 20RELAKSASI%20BENSON
%20TERHADAP%20PE
NURUNAN%20NYERI%20PADA%20IBU%20POSTPARTUMSECTIO
%20CAESAREA.30 September 2016. 00.10 Wita
Abstract
Appendectomy is a procedure that can cause pain. The clients with post appendictomy
operation need the maximal treatment to return the body function quckly. One of non
pharmacological therapy that can be used to decrease the pain is early mobilization. Early
mobilization is useful to distract clients from the pain. The objective of this research was to
analyze the effect of early mobilization on the change of pain level in clients with post
appendectomy operation at Mawar Surgical Room of Baladhika Husada Hospital Jember
Regency. Independent variable of this research was early mobilization and dependent variable
was the change of pain level. This research used pre experimental: one group pretest posttest
design. The sampling collection technique used was consecutive sampling involving 8
individuals. Data analysis used t-dependent testing with the significance level of 95% (α=0,05).
Data analysis regarding dependent t-test showed that there was a significant difference
between pretest and posttest after early mobilization (p=0,000). The conclusion of this research
suggested that there is an effect of early mobilization on the change of pain level. The early
mobilization is expected to be applied as one of methods in providing nursing care to
clients with post appendectomy operation.
Abstrak
Apendektomi adalah prosedur yang dapat menyebabkan nyeri. Nyeri merupakan pengalaman
yang diekspresikan berbeda oleh setiap orang. Klien post operasi apendektomi membutuhkan
perawatan yang maksimal yang dapat membantu pemulihan fungsi tubuh. Salah satu terapi
nonfarmakologis yang dapat mengurangi nyeri adalah mobilisasi dini. Mobilisasi dini berguna
untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri yang dirasakan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menganalisis pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan tingkat nyeri klien post
operasi apendektomi. Penelitian ini menggunakan desain penelitian pre eksperimental: one
group pretest-postest. Teknik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling yang
melibatkan 8 orang tanpa kelompok kontrol. Analisis data yang digunakan adalah dependent
t- test dengan tingkat signifikansi 95% (α = 0,05). Analisis data menggunakan dependent-t test
didapatkan hasil p=0,000 yang menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan antara
skala nyeri sebelum dan setelah dilakukan mobilisasi dini. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh mobilisasi dini terhadap perubahan tingkat nyeri klien post operasi
apendektomi. Mobilisasi dini ini diharapkan dapat diterapkan sebagai salah satu metode dalam
memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan post operasi apendektomi.
Perbedaan Nilai Skala Nyeri Sebelum dan Bedah Mawar Rumah Sakit Baladhika Husada
Setelah dilakukan Mobilisasi Dini Kabupaten Jember.
I Made Widastra
I Gede Ardy Wiranata
I Made Oka Bagiarta
Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Denpasar
Email: widastramade54@yahoo.com
ABSTRACT
Early mobilization is an important thing to do because it can swit the
blood flow, prevent post operation complication, prevent contracture and
accelerate the wound healing process. Commonly, the patients are still afraid of
doing early mobilization without the nurse companion and guidance. They
afraid of the effect that the wound from the surgery will damage by the
mobilization but in fact the ealy mobilization for post operation patients
theoretically is really good for vascularization and wound healing process.
The Objective of the research is to find out description of early
mobilization application system by nurses for appendectomy post operation
patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital. It is a non experimental
research that used descriptive observational design with Cross sectional
approach.
The research finding showed description of early mobilization application
system by nurses for appendectomy post operation patients in PKU
Muhammadiyah Gombong Hospital 17 respondents (62,96%) were in good
category and 7 respondents (25,93%) were in good enough category. There were
19 nurses who had done good early mobilization for the appendectomy post
operation patients in PKU Muhammadiyah Gombong Hospital.
48
48
kelompok sosioekonomi rendah. dengan istirahat adalah yang paling
Angka mortalitas di Amerika Serikat dianjurkan (Mochtar, 1998).
menurun delapan kali lipat antara RS PKU Muhammadiyah
tahun 1941 dan 1970 (Mubarak, Gombong merupakan salah satu
2008). Di Amerika Serikat ada rumah sakit di Kecamatan
penurunan jumlah kasus dari 100 Gombong, Kabupaten Kebumen.
kasus menjadi 52 kasus setiap Sesuai data yang diperoleh saat
100.000 penduduk dari tahun studi pendahuluan dan pengamatan
1975-1991. Terdapat 15-30% (30- yang dilakukan oleh peneliti pada
45% pada wanita) gambaran tanggal 4 Januari 2008, di RS ini
histopatologi yang normal pada terlaksana operasi appendiktomy
hasil appendiktomy.Appendiktomy sebanyak 17 kali operasi per 1
merupakan suatu tindakan November 2008-3 Januari 2009.
pembedahan membuang appendiks Namun mobilisasi dini post operasi
yang mengalami infeksi atau belum terlaksana secara efektif.
peradangan. Operasi ini dilakukan Standard operasional
dengan cara mencari dan perawat di RS PKU Muhammadiyah
mengeluarkan sekum (Syarifudin, Gombong belum bisa dikatakan
1997). efektif, dalam hal ini mengenai
Mobilisasi dini merupakan mobilisasi dini. Dari hasil
suatu aspek yang terpenting pada wawancara dengan petugas
fungsi fisiologis karena hal itu kesehatan, kebanyakkan mereka
essensial untuk mempertahankan hanya menganjurkan pasien untuk
kemandirian (Carpenito, mobilisasi dini secara mandiri,
2000).Mobilisasi dini merupakan misalnya miring kanan atau miring
suatu upaya mempertahankan kiri setiap 1 jam sekali tanpa
kemandirian sedini mungkin melatih langsung pasien dan
dengan cara membimbing penderita mengontrolnya. Pada kenyataannya
untuk mempertahankan fungsi pasien takut untuk melakukan
fisiologis. Konsep mobilisasi dini mobilisasi dini sendiri tanpa
mula-mula berasal dari ambulasi didampingi perawat. Selain itu,
dini yang merupakan pengembalian pasien juga takut jika luka atau
secara berangsur-angsur ke tahap jahitan akan terbuka, walaupun
mobilisasi sebelumnya untuk secara teori mobilisasi dini post
mencegah komplikasi (Roper, 1996). operasi sangat baik untuk
Mobilisasi dini menjadi hal penting memperlancar vaskularisasi dan
dilakukan karena dapat penyembuhan luka. Sehingga
memperlancar peredaran darah, anjuran yang diberikan perawat
mencegah komplikasi pasca operasi, kurang efektif bagi pasien. Dari hal
mencegah kontraktur, dan tersebut diatas yang menjadi alasan
mempercepat penyembuhan luka utama penulis tertarik untuk
(Hamilton, 1995). meneliti gambaran penatalaksanaan
Selanjutnya secara berturut- mobilisasi dini oleh perawat pada
turut, hari demi hari dianjurkan pasien post appendiktomy di RS
belajar duduk selama sehari, belajar PKU Muhammadiyah Gombong.
berjalan dan kemudian belajar Berdasarkan latar belakang
sendiri pada hari ke-3 sampai 5 tersebut diatas, maka dapat
pasca bedah. Jadi mobilisasi secara dirumuskan masalah penelitian
teratur dan bertahap serta diikuti yang akan dilakukan untuk
mengetahui “Bagaimana Gambaran karakteristik/sifat yang dimiliki oleh
Penatalaksanaan Mobilisasi Dini subyek/objek itu (Sugiyono, 2006).
Oleh Perawat Pada Pasien Post Populasi merupakan keseluruhan
Appendiktomy di RS PKU sumber data yang diperlukan dalam
Muhammadiyah Gombong?”. suatu penelitian. Penentuan sumber
data dalam suatu penelitian sangat
METODE PENELITIAN penting dan menentukan
Metode penelitian merupakan keakuratan hasil penelitian
keseluruhan proses pemikiran dari (Saryono, 2008).
penelitian matang tentang hal-hal Populasi dalam penelitian
yang akan dilakukan sebagai ini adalah perawat ruang rawat inap
landasan berpijak serta dapat pula (Inayah dan Barokah) RS PKU
dijadikan dasar penelitian baik Muhammadiyah Gombong sebanyak
untuk peneliti maupun orang lain 27 orang perawat. Sampel adalah
terhadap kegiatan penelitian sebagian dari populasi yang
(Arikunto, 2002).Jenis penelitian ini mewakili suatu populasi. Populasi
merupakan penelitian non yang diteliti terkadang sangat
eksperimental dengan melimpah. Adanya keterbatasan
menggunakan desain deskriptif waktu, tenaga, biaya, dan sebab
observasional (Sugiono, 2006). lain, penelitian hanya menggunakan
Dalam hal ini adalah untuk sebagian dari populasi sebagai
mengetahui gambaran sumber data (Saryono, 2008).
penatalaksanaan mobilisasi dini Metode yang digunakan dalam
pada pasien post appendiktomy di pengambilan sampel dalam
RS PKU Muhammadiyah Gombong. penelitian ini adalah dengan metode
Pendekatan yang digunakan totaly sampling yaitu semua jumlah
adalah Cross Sectional, yaitu populasi dijadikan sampel
penelitian berdasarkan data yang (Arikunto,2002). Sample yang
menunjukkan titik waktu tertentu digunakan adalah perawat ruang
atau pengumpulannya dilakukan rawat inap Inayah dan Barokah
dalam waktu yang bersamaan yang yang melakukan tindakan
bertujuan untuk menguji hubungan keperawatan yaitu mobilisasi dini
antar variabel, mencari, pada pasien post appendiktomy
menjelaskan, suatu hubungan, sebanyak 27 orang (bangsal Inayah
memperkenalkan dan menguji sebanyak 14 orang dan bangsal
berdasarkan teori yang ada Barokah sebanyak 13 orang) pada
(Arikunto, 2002). hari pertama poat operasi. Menurut
Populasi adalah wilayah Arikunto (2002) apabila subjeknya
generalisata yang terdiri atas : kurang dari 100 responden, lebih
objek/subjek yang mempunyai baik diambil semua sehingga
kuantitas dan karakteristik tertentu penelitiannya merupakan penelitian
yang ditetapkan oleh peneliti untuk populasi
dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Jadi populasi HASIL PENELITIAN DAN
bukan hanya orang, tetapi juga BAHASAN
benda-benda alam lain. Populasi Berdasarkan hasil penelitian
bukan sekedar jumlah yang ada yang dilakukan terhadap perawat di
pada objek/subjek yang dipelajari RS PKU Muhammadiyah Gombong
tetapi meliputi seluruh yang telah melakukan tindakan
keperawatan berupa mobilisasi dini adalah penderita merasa lebih sehat
pada pasien post appendiktomy dan kuat dengan ambulasi dini
didapatkan data sebagai berikut : (early ambulation). Dengan
Perencanaan Mobilisasi dini bergerak, otot-otot perut dan
Dari hasil penelitian panggul akan kembali normal
diketahui bahwa perencanaan sehingga otot perutnya menjadi
perawat tentang pentingnya kuat kembali dan dapat mengurangi
mobilisasi dini pada pasien post rasa sakit, mempercepat
appendiktomy di RS PKU kesembuhan. Faal usus dan
Muhammadiyah Gombong sebagian kandung kencing lebih baik.
besar mempunyai kategori Baik Dengan bergerak akan merangsang
yaitu 21 responden (77,8%). peristaltik usus kembali normal.
Mobilisasi dini yang dilakukan pada Aktifitas ini juga membantu
pasien post appendiktomy di RS mempercepat organ-organ tubuh
PKU Muhammadiyah Gombong bekerja seperti semula. Mencegah
adalah untuk membantu terjadinya trombosis dan
penyembuhan pada pasien post tromboemboli, dengan mobilisasi
appendiktomy. Kategori ini diperinci sirkulasi darah normal/lancar
dengan jawaban Ya = 90%, dan sehingga resiko terjadinya trombosis
Tidak = 10%. Hal ini dikarenakan dan tromboemboli dapat
pendidikan perawat sangat dihindarkan.
mendukung dalam hal memberikan Menurut Carpenito (2000),
pendidikan kesehatan. Rata-rata dalam mobilisasi terdapat tiga
pendidikan perawat di ruang rawat rentang gerak yaitu rentang gerak
inap adalah D3 keperawatan, pasif. Rentang gerak pasif ini
namun hal itu tidak menjadi berguna untuk menjaga kelenturan
masalah karena mereka dapat otot-otot dan persendian dengan
melaksanakan instruksi kerja yaitu menggerakkan otot orang lain
dalam memberikan asuhan secara pasif misalnya perawat
keperawatan maupun tindakan mengangkat dan menggerakkan
keperawatan khususnya mobilisasi kaki pasien. Rentang gerak aktif
dini dengan cukup baik. Tujuan untuk melatih kelenturan dan
dari adanya mobilisasi dini bagi kekuatan otot serta sendi dengan
pasien post appendiktomy adalah cara menggunakan otot-ototnya
untuk memperlancar peredaran secara aktif misalnya berbaring
darah, mencegah komplikasi pasca pasien menggerakkan kakinya.
operasi seperti ateletaksis, Rentang gerak fungsional berguna
pnemonia hipostatik, gangguan untuk memperkuat otot-otot dan
gastrointestinal, dan masalah sendi dengan melakukan aktifitas
sirkulasi (tromboplebitis, dekubitus). yang diperlukan.
Oleh karena itu diharapkan pasien- Pelaksanaan Mobilisasi dini
pasien post appendiktomy di RS Dari hasil penelitian
PKU Muhammadiyah Gombong diketahui bahwa pelaksanaan
dapat segera sembuh dengan tentang pentingnya mobilisasi dini
penerapan mobilisasi dini post oleh perawat pada pasien post
operasi oleh perawat. appendiktomy di RS PKU
Manfaat mobilisasi dini, Muhammadiyah Gombong sebagian
menurut Mochtar (1995), manfaat besar mempunyai kategori Cukup
mobilisasi bagi pasien post operasi sebanyak 12 orang (44,44%).
Kategori ini diperinci dengan seperti terjadinya dekubitus,
jawaban Ya = 60%, dan Tidak = kekakuan/penegangan otot-otot
40%. Hal ini disebabkan tidak seluruh tubuh dan sirkulasi darah
semua tindakan mobilisasi dini dan pernapasan terganggu, juga
dilakukan pasien. Perawat hanya adanya gangguan peristaltik
memberikan teknik mobilisasi maupun berkemih. Sering kali
berupa miring kanan miring kiri, dengan keluhan nyeri di daerah
menggerakkan ekstremitas atas dan operasi klien tidak mau melakukan
bawah secara bergantian, serta mobilisasi ataupun dengan alasan
menganjurkan pasien untuk duduk takut jahitan lepas klien tidak
semi fowler diatas tempat tidur. berani merubah posisi. Disinilah
Sehingga hanya sebagian saja peran perawat sebagai edukator dan
teknik mobilisasi dini yang motivator kepada klien sehingga
dilakukan pasien. Faktor klien tidak mengalami suatu
pendidikan pasien juga komplikasi yang tidak diinginkan
mempengaruhi dalm pelaksanaan (Roper 2000).
mobilisasi dini. Pasien tak banyak Evaluasi Penatalaksanaan
tahu tentang pentingnya mobilisasi Mobilisasi dini
dini post operasi. Kadang pasien Dari hasil penelitian
hanya menjawab saja tanpa diketahui bahwa perencanaan
melakukan mobilisasi dini sesuai evaluasi perawat tentang
anjuran perawat. Jadi dalam hal ini pentingnya mobilisasi dini pada
sulit untuk menyalahkan pihak- pasien post appendiktomy di RS
pihak yang terkait. PKU Muhammadiyah Gombong
Pelaksanaan mobilisasi dini sebagian besar mempunyai kategori
yang dilakukan perawat dalam Baik yaitu 19 responden (70,37%),
memberikan tindakan keperawatan dan yang mempunyai kategori
berupa latihan miring kanan miring Cukup yaitu 8 responden (29,63%).
kiri sejak 6-10 jam setelah pasien Pada evaluasi yang dilakukan
sadar, latihan menggerakkan perawat tidak ada yang mempunyai
ekstremitas atas dan bawah, latihan kategori Buruk (0%). Kategori ini
pernafasan yang dpat dilakukan diperinci dengan jawaban Ya = 80%,
pasien sambil tidur telentang, dan Tidak = 20%. Hal ini
latihan duduk selama 5 menit, dikarenakan semua langkah-
latihan nafas dalam dan batuk langkah mobilisasi dini dapat
efektif, dan mampu merubah posisi dilakukan pasien dengan baik. Baik
tidur telentang menjadi setengah perawat maupun pasien saling
duduk/semi fowler (Mochtar, 1995). bekerja sama dalam kegiatan
Mobilisasi dini merupakan mobilisasi dini ini. Perawat tak
faktor yang menonjol dalam henti-hentinya selalu mengingatkan
mempercepat pemulihan pasca pasien untuk melakukan mobilisasi
bedah dan dapat mencegah dini setelah pulih dari efek anestesi.
komplikasi pasca bedah. Banyak Respon pasien pun cukup bagus
keuntungan bisa diraih dari latihan dalam pelaksanaan mobilisasi dini,
ditempat tidur dan berjalan pada walaupun ada beberapa pasien yang
periode dini pasca bedah. Mobilisasi masih enggan untuk bermobilisasi
sangat penting dalam percepatan dengan alasan takut sakit atau
hari rawat dan mengurangi resiko- berbagai alasan lainnya.
resiko karena tirah baring lama
Kebanyakan dari pasien kerja sama antara perawat dan
masih mempunyai kekhawatiran pasien yang terjalin baik, ada
kalau tubuh digerakkan pada posisi faktor-faktor lain yang mendukung
tertentu pasca operasi akan terlaksananya mobilisasi dini yaitu
mempengaruhi luka operasi yang faktor pengetahuan perawat, sarana
masih belum sembuh yang baru dan prasarana rumah sakit, serta
saja selesai dikerjakan. Padahal tingkat kecemasan pasien dalam
tidak, sepenuhnya masalah ini melaksanakan mobilisasi dini.
perlu dikhawatirkan, bahkan justru Faktor-faktor tersebut tidak
hampir semua jenis operasi menghambat instruksi perawat
membutuhkan mobilisasi atau pada pasien untuk melaksanakan
pergerakan badan sedini mungkin. mobilisasi dini.
Asalkan rasa nyeri dapat ditahan Dengan bergerak, hal ini
dan keseimbangan tubuh tidak lagi akan mencegah kekakuan otot dan
menjadi gangguan, dengan sendi sehingga juga mengurangi
bergerak, masa pemulihan untuk nyeri, menjamin kelancaran
mencapai level kondisi seperti pra peredaran darah, memperbaiki
pembedahan dapat dipersingkat. pengaturan metabolisme tubuh,
Dan tentu ini akan mengurangi mengembalikan kerja fisiologis
waktu rawat di rumah sakit, organ-organ vital yang pada
menekan pembiayaan serta juga akhirnya justru akan mempercepat
dapat mengurangi stress psikis penyembuhan luka. Menggerakkan
(Mohctar, 1998). badan atau melatih kembali otot-
Gambaran tentang otot dan sendi pasca operasi di sisi
Penatalaksanaan Mobilisasi dini lain akan memperbugar pikiran dan
Dari hasil penelitian mengurangi dampak negatif dari
diketahui bahwa gambaran beban psikologis yang tentu saja
penatalaksanaan mobilisasi dini berpengaruh baik juga terhadap
pada pasien post appendiktomy oleh pemulihan fisik. Pengaruh latihan
perawat di RS PKU Muhammadiyah pasca pembedahan terhadap masa
Gombong sebagian besar pulih ini, juga telah dibuktikan
mempunyai kategori Baik yaitu 17 melalui penelitian penelitian ilmiah.
responden (62,96%), dan yang Mobilisasi sudah dapat dilakukan
mempunyai kategori Cukup yaitu 8 sejak 6-10 jam setelah
responden (29,62%). Kategori ini pembedahan, tentu setelah pasien
diperinci dengan jawaban Ya = 85%, sadar atau anggota gerak tubuh
dan Tidak = 15%. Dengan dapat digerakkan kembali setelah
diadakannya penelitian ini, dilakukan pembiusan regional
gambaran perawat tentang ataupun spinal.
pentingnya mobilisasi dini pada
pasien post operasi dapat dikatakan SIMPULAN DAN SARAN
cukup baik. Jadi secara garis besar Dari hasil penelitian yang dilakukan
perawat melakukan tindakan pada perawat yang melakukan
keperawatan mobilisasi dini pada tindakan keperawatan berupa
pasien post appendiktomy dengan mobilisasi dini di RS PKU
baik, dan juga pasien dapat bekerja Muhammadiyah Gombong bulan
sama dalam pemenuhan kebutuhan Mei sampai Juni 2009 dapat
mobilisasi dini sehingga kecemasan diambil kesimpulan 1. Identifikasi
pasien dapat teratasi. Selain bentuk perencanaan mobilisasi dini oleh
perawat dilakukan secara baik
sesuai dengan kriteria inklusi
dengan prosentase Baik 77,8%
(21 responden), Cukup 11,1% (3
responden), Kurang 11,1% (3
responden).
2. Identifikasi pelaksanaan
mobilisasi dini oleh perawat
dilakukan 8-10 jam setelah
pasien pulih sesuai kriteria
inklusi dengan prosentase Baik
18,52% (5 responden), Cukup
44,44% (12 responden), dan
Kurang 37,04% (10 responden).
3. Evaluasi perawat tentang
penatalaksanaan mobilisasi dini
pada pasien pasien
appendiktomy dilakukan secara
baik dengan prosentase Baik
70,37% (19 responden), Cukup
29,63% (8 responden), dan
Kurang 0% (0 responden).
4. Gambaran penatalaksanaan
mobilisasi dini oleh perawat pada
pasien post appendiktomy telah
dilakukan perawat sebanyak 19
responden dengan hasil yang
baik dengan prosentase 62,96%
(17 responden).
Berdasarkan kesimpulan
yang diperoleh pada penelitian ini,
peneliti memberikan saran untuk
meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan kepada :
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini. 2002. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Brunner&Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
edisi 8. Jakarta : EGC.
Dorland’s pocket. 1998. Medical
Dictionary. Jakarta : EGC. Engram, Barbara. 1998.
Rencana
Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah vol. 3.
Jakarta : EGC.
Gunter M. 1997. Comprehensive Maternity Nursing, Jones and
Bartlett Publishers, Boston.
Kozier dkk. 1991. Fudamental of Nursing. Adison Wesley. California.
Hamilton. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Mubarak, Husnul. 2008. Original Article "Acute Appendicitis" from
Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed.
http://cetrione.blogspot.co m/
Potter dan Perry. 2006. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan
(Edisi 4). Jakarta : EGC. Saryono. 2008. Metode Penelitian
Kesehatan. Yogyakarta : Mitra Cendekia.
Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta
Sutarno. 2005. Penyebab Terjadinya
Appendicitis. http://www.balipost.co.id/
BaliPostcetak/2005/12/7/ k2.htm
WHO. 2005. Pedoman Keperawatan
Pasien. Jakarta : EGC
23
Non-Pharmacological
Therapies in Pain Management
Yurdanur Demir
Abant İzzet Baysal University, Bolu Health Sciences High School,
Turkey
1. Introduction
Pain is an unpleasant feeling and emotional experience that is related to real or potential
tissue damage or a damage that is defined similarly. Pain is mostly subjective (Merskey,
Bogduk 1986). From many points of view, the pain is a common symptom intended for
seeking aid (Dickens et al. 2002). International Association for the Study of Pain (IASP)
defines the pain as “an unpleasant emotional situation which is originating from a certain
area, which is dependant or non-dependant on tissue damage and which is related to the
past experience of the person in question” (Merskey, IASP 1986).
Although there is an increase of knowledge and developments in technological resources
regarding the pain, many patients still experience pain (Nash et al. 1999). This situation
causes for reduction in living quality and functional situation of the patients, increase in the
fatigue levels (Kim et al. 2004) and impairments in daily life activities in working capacity
and social interactions (McMillan et al., 2000; Allard et al., 2001). Also this situation will
cause loss of workforce and will affect not only the patients but also his/her family
members in economical terms thus causing undesired problems in psychological and social
well being status (Uçan and Ovayolu 2007). All of these elements have directed both the
patients and caregivers to seek for different searches in pain management (Evans and
Rosner, 2005). For this reason in addition to the pharmacological treatment options for pain
management, today, non-pharmacological treatment options and complementary medical
attempts have started to be used (Kwekkeboom et al., 2003; Menefee and Monti, 2005). It is
stated that such kind of therapies can be useful in pain management (Uçan and Ovayolu
2007). In a study conducted with the participation of 31.044 adults in United States, Barnes
et al. (2004) determined that the usage rate of the complementary methods for the last year
has been 36% and back pain and lumbago come first with 16.8% and neck pain comes third
with 6.6% in terms of usage reasons of the complementary methods . Sherman et al. (2004)
have stated that 24% of the patients with chronic lumbago used massage therapy.
2. Non-pharmacological therapies in pain management
It is considered that these therapies help the standard pharmacological treatment in pain
management. While medical drugs are being used for treating the somatic (physiological
and emotional) dimension of the pain non-pharmacological therapies aim to treat the
affective, cognitive, behavioral and socio-cultural dimensions of the pain (Yavuz 2006).
486 Pain Management – Current Issues and Opinions
These therapies can treat the pain as adjuvant or complementary at middle level and severe
pain experiences as an adjuvant or complementary treatment. (Delaune & Ladner 2002).
Non-pharmacological methods,
Increase the individual control feeling.
Decrease the feeling of weakness.
Improves the activity level and functional capacity.
Reduces stress and anxiety.
Reduces the pain behavior and focused pain level.
Reduces the needed dosage of analgesic drugs thus decreasing the side effects of the
treatment (Yıldırım 2006).
Non-pharmacological methods used in pain management can be classified in different
ways. In general; they are stated as physical, cognitive, behavioral and other
complementary methods or as invasive or -non-invasive methods. Meditation, progressive
relaxation, dreaming, rhythmic respiration, biofeedback, therapeutic touching,
transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), hypnosis, musical therapy,
acupressure and cold-hot treatments are non-invasive methods (Black & Matassarin
Jacobs, 1997). The most famous and common method among the invasive methods is
acupuncture (Menifee and Monti,
2005). It is considered that these methods control the gates that are vehicles for pain to be
transmitted to the brain and affect pain transmission or the release of natural opioids of
the body such as endorphin (Black & Matassarin Jacobs, 1997; Menefee & Monti, 2005;
Uçan & Ovayolu 2007).
Non-pharmacological methods used in pain management have been examined below in
three groups such as peripheral therapies (physical agents/skin stimulation methods),
cognitive-behavioral therapies and other therapies. Some of these methods require special
training (Turan et al. 2010).
Fig. 1. a) http://www.ib3health.com/products/TensandEMS/Literature/ApplicationChart.shtml
June/2011
Fig. 1. b) http://www.ib3health.com/products/TensandEMS/Literature/ApplicationChart.shtml
June/2011
488 Pain Management – Current Issues and Opinions
prevent the pain (Sluka & Walsh 2003; Johnson 2002). In a study that has been conducted, it
has been determined that the placebo group experienced 2-4 times less pain when TENS is
used with pharmacological methods in post-operative pain management (Rakel &
Frantz
2003), and in another study it has been determined that TENS usage in post-operative
pain management has helped reducing the pain level and dosage of using analgesics (Bjordal
et al.
2003). In addition to that, in some other studies it has been determined that first phase of
labor in TENS group has been shorter and TENS treatment has been effective in relieving the
pain (Kaplan et al. 1998; Simkin and Bolding 2004).
Points to Take into Consideration While Using Tens:
TENS device should be used under the control of a health personnel.
TENS devices should be used with caution in the areas where the pain could not be
defined exactly.
Device should be turned off while placing the materials.
Electrical stimulation should not be used in front parts of the neck.
You should use the device after controlling machine or motor vehicle producing TENS.
This device should not be used on metal prostheses or monitors.
TENS should be kept at places where the children cannot reach.
People who are using cardiac pacemaker should consult to their doctors about whether
TENS usage will be harmful for them or not.
Electronic materials such as ECG monitors and ECG alarms may not work in full
capacity while using TENS.
It can cause damages on skin. That can be prevented by changing the type of gel and
electrodes that are used.
There are not reliable study results describing TENS usage during pregnancy (Yavuz
2006).
Dewit, S.C., (2009), Fundamental concepts and skills for nursing, 3rd Edition, W.B. Saunders Comp.
Philadelphia, p.603-614.
Fig. 2. TENS Usage
Non-Pharmacological Therapies in Pain Management 489
until now. Effect of the acupunctures is tried to be explained by Gate Control Theory.
According to this theory, effect of a sensory stimulant (for example lumbago) can be
suppressed with another stimulant (picking a needle) within a neural system. Another
theory that explains the effect of acupuncture is Raising Pain Threshold Theory. That is a
theory in which inhibitor effect of acupuncture is defined. In this theory, it is predicted to
stimulate the analgesia mechanisms of the body by causing various pains on the area where
an individual is feeling the pain to be treated. In addition to these, it has also been evidence
that the acupuncture stimulates the production of endorphin, serotonin and acetyl choline
within the central nerve system (Van Tulder et al. 2005). It has been shown in the studies
that have been conducted that the acupuncture had positive effects on post-traumatic
somatic pain, patella-femoral pain, rheumatoid arthritis and idiopathic head pain. (Snyder &
Wieland 2003). It is sated in the literature that the acupuncture is especially useful in
treating the lumbago but it is underlined that the patients should be informed in terms of
increasing or carrying on the activities (Öztekin, 2005). Although there are some strong
evidences showing the benefit of acupuncture in acute pain, the evidence regarding the
cancer pain is limited (Black & Matassarin Jacobs, 1997; Filshie & Thompson 2004; Menefee
& Monti, 2005). In spite of that, Alimi et al. (2003) stated that the acupuncture applied to
cancer patient has decreased the pain level.
Acupressure is one of the traditional Chinese medicine approaches used for pain relief,
diseases and injuries. Acupressure is a therapy that is conducted by applying physical
pressure on various points on body surface by means of energy circulation and balance in
cases of pain symptoms. This therapy is similar to the acupuncture and it is conducted by
applying pressure on selected points of the body by fingers, hands, palms, wrists and knees
in order to provide internal flow of energy. Acupressure technique is a noninvasive, safe
and effective application (Hakverdioğlu, & Türk, 2006). It is suggested that acupressure
reduces back, head, osteoarthritis, musculoskeletal and neck pains, pre-operative and post-
operative pains, nausea-vomiting and sleeping problems (Tsay, Rong and Lin 2003; Tsay &
Chen 2003; Hakverdioğlu, & Türk 2006).
2.1.4 Exercise
Exercise includes active-passive movements, bed movements and ambulation. Exercise
increases the movement and provides continuity thus increasing the blood flow, preventing
spasm and contractures of the muscles and relieving the pain (Musclow et al., 2002).
2.1.5 Positioning
It is applied to help or support the patient. This application can be supported by pillows,
special beds and weight lifting. Position changes, which prevent the subsequent
development of pain and reducing the acute pain, also increase the blood flow and prevent
muscle contraction and spasms (Akdağ & Ovayolu, 2008). Positioning has been determined
as the most common post-operative non-pharmacological method (Carroll 1999).
2.1.7 Massage
Massage is a manipulation applied on the soft tissue with various techniques (such as
friction, percussion, vibration and tapotement) for recovery and supporting health. It is
thought that the massage relieve the mind and muscles and increase the pain threshold
(Karagöz 2006). Peripheral receptors on the body are stimulated with massage and
stimulants reach the brain by means of spinal cord. In addition to pleasant feeling, a general
relief is provided here (Turan et al. 2010). It is underlined that especially therapeutic
massage is effective on chronic lumbago and that effect is stated to be a short term effect
(Hsieh et al. 2004). Melancon and Miller (2005) draw attention to the fact that pain
management in patient groups with lumbago that are treated with massage and
pharmacological therapies are similar and they recommend the sue of massage as an
alternative treatment option for the patients with lumbago within the framework of a
integrated care. Nixon et al (1997) has stated that massage played a role in reducing the
pain. In addition to that it is determined in some randomized controlled studies that
massage made during labor decreases pain and anxiety; it also improves the general well
being and progression of birth process and less reaction is given to the pain (Caton et.al
2002; Simkin & O’Hora 2002).
492 Pain Management – Current Issues and Opinions
2.2.2 Distraction
Getting the attention away from the pain reduces its severity. The aim in using that
technique is to increases the tolerance for pain and decrease the sensitivity for pain. This
method includes listening to music, watching television, reading books and dreaming
(Arslan & Çelebioğlu, 2004). There are some sources which supports that distraction is a
method used in decreasing the pain (Seers & Carroll 1998; Petry 2002).
Non-Pharmacological Therapies in Pain Management 493
2.2.3 Praying
Most of the individuals with chronic pains use the praying method. It is indicated that
praying has positive results for decreasing the body pain in old people and relieving their
physical functional disorders and it is suggested to use the praying method in order to
reduce the depression and anxiety that is caused by chronic pain (Meisenhelder & Chandler,
2000; Karagöz, 2006).
2.2.4 Meditation
In the traditional meaning, meditation is generally focusing on the moment. Meditation; can
also be defined as focusing on the present. This act is realized with an individual focusing
on his own respiration, a word or picture. Duration of the meditation can last from a few
minutes to 30 minutes or take more (Snyder & Wieland, 2003; Gray, 2004). Considering the
fact that meditation helps relaxation, it is thought to be effective in relieving the pain (Gray,
2004). Carson et al (2005) have stated that an 8-week meditation is useful for relieving the
pain for patients with chronic lumbago.
2.2.5 Yoga
Yoga is providing relaxation by using respiration exercises and meditation with slow
movements. It is considered that it can be useful against musculoskeletal pain in terms of
using physical stretching moves and increasing strength (Dillard & Knapp, 2005).
Individuals that use yoga have stated that they believe in the benefit of this method and it is
a cost-effective method. It is stated in a study that applying yoga for 16 weeks has cured the
chronic lumbago (Williams et al. 2005). Also, in a study conducted by Williams et al (2005) it
has been stated that functional insufficiency experienced with chronic lumbago and use of
pain killers have been reduced by means of yoga.
2.2.6 Hypnosis
Hypnosis; it is the state of conscious change similar to sleep. Hypnosis requires the body to
relax and the patient to focus on an object, a stimulant or memory. Hypnosis is “the deep
physical relaxation state during which subconscious can be reached and important abilities are
suspended”. In this state, ability of people to be dominated increases (Taşçı & Sevil, 2007).
Besides mechanism of action of hypnosis over the pain is not known exactly and it is
mentioned that the pain is reduced with some physiological changes that occur as a result of
hypnosis. Hypnosis has been used in a positive manner in terms of cancer pain, pains in
head- neck region and phantom pain which is the sensations felt by amputees (Black &
Matassarin Jacobs, 1997). Jensens and Patterson (2006) has stated that
hypnotherapy/hypnosis is used for analgesia in various types of chronic pains and it has
been stated that hypnosis has been effective for neck pain. Also Liossi et al (2006) has made a
study with pediatric cancer patients in which it has been determined that hypnosis
application has decreased pain and anxiety level in patients (Liossi et al. 2006).
2.2.7 Bio-feedback
Biological feedback is based informing the patient in order to help relaxation or control a
physiological function. For example, in cases of tension type headache, it is provided for the
electrical activity received by means of head muscles and facial muscles to be perceived as
colors or sounds by the patient. Thus, observing the color changes or decreases in the sound,
494 Pain Management – Current Issues and Opinions
the patient understands whether the relaxation occurred or not (Uçan & Ovayolu 2007). Bio-
feedback is used for treatment in the cases of pain, migraine pain, spinal cord injuries and
movement disorders. It is aimed to control of physiological reactions such as muscle tension,
body temperature, heart rate, brain wave activity and other vital parameters. Efficiency of
the treatment depends on the desire that a patient shows for learning of how controlling of
these functions and participation of patient in the process. Biofeedback appliers train the
patient in terms of mental and physical exercises, visualization and deep breaths ( Eidelson,
2005). In many types of chronic pain the bio-feedback has been shown to be effective
(Moseikin 2003; Teyhen et al. 2005).
products in addition to their medical treatments with drugs without consulting to any
professional (Turan et al. 2010 ; Deng et al. 2005). It is stated in the literature that herbal
medicine has been commonly used to treat lumbago and back pains (Gray, 2004; Gagnier et
al. 2006; Hartel & Volger 2004).
2.3.3 Aromatherapy
Aromatherapy is using the essential oils that are obtained from flowers, herbs and trees to
improve health and well being. These oils are applied by being respired through oily gauze
that is placed under the nostrils of the patient or as massage oils being applied on skin. It
has been evidenced that the aroma oils reached the lymph system by means of blood
circulation and provided recovery by means of intercellular fluids (Turan et al. 2010). It is
thought that aromatherapy may be able to help reducing stress, treating cold, sniffles, skin
and menstruation problems and relieving pain (Karagöz, 2006; Jennings, 2004; Yıldırım et al.
2006; Deng et al. 2005). It is known that lavender oil is used in treating migraine pain,
osteoarthritis, rheumatoid arthritis and lumbago. It is also known that eucalyptus, black
pepper, ginger, daisy, licorice, rosemary and myrrh oils are used in relieving pain. But it is
stated that lavender oil can cause hypersomnia and using licorice for long time can cause
hypertension (Delaune & Ladner 2002). Although the usage of aromatherapy within health
system increases day by day it is seen that the researches in this meaning is quite
insufficient. Data regarding the efficiency of essential oils depend only on individual
experiences. For this reason, it is necessary to conduct studies with large samples and high
level of evidence to determine the efficiency of essential oils in pain management (Snyder &
Wieland 2003; Tseng 2005)
2.3.4 Chiropractics
Chiropractics is the neck-pulling movement used in treatment of the disorders in connective
tissues and musculoskeletal system which consists of muscles, joints, bones, tendon,
cartilage and ligaments. The main principle of this approach is the fact that to relieve the
pain and to improve health with the applications made on spine and joints which have had
a positive effect on neural system and natural defense mechanisms (Gray, 2004).
Chiropractics have focused on the connection between body structure and the functions of
the neural system and manipulation of bones and joints to regain the health. It is known that
the application that is taken, decreases the amount of burden on the neck and relives the
pain. However, the individuals who have serious disorders such as severe cervical disc
hernia, complaints due to rheumatoid arthritis , tumors and infection have to avoid from
these applications (Turan et al. 2010; Karagöz 2006; Deng et al. 2005).
creates a relaxation state and therefore music has played a role not only in relieving the pain
but also decreasing blood pressure, heartbeat rate and other physiological responses (Henry,
1995). A point to be taken into consideration here is to let the music type to be prefered by
the patient (Delaune & Ladner, 2002). New studies show that slow music creates a relaxing
effect. According to the literature musical therapy should not be used continuously to be an
effective method. Applying musical therapy form 25 to 90 minutes per day will provide
sufficient treatment period.
In a study they conducted, Nilsson et al (2003) have stated that listening to music for one
hour in earl post-operative period may reduce post-operative pain and morphine
consumption of the patients. In a study conducted by Sahler and Hunter (2003) with the
patients who had bone marrow transplantation, the patients were made to listen music
which has a relaxing effect, at least twice a week for 45 minutes and it has been determined
that the group which was not included to music therapy has a higher pain score when
compared to the one that has received musical therapy. It has been stated that the musical
also has positive effects during labor period. In a study that is conducted by Browning (2000)
related to the mother's pain and anxiety levels to evaluate the effect of musical therapy
applied to primipar mothers before delivery, the mothers have stated that the musical
therapy relives their pain and it made them feel themselves more comfortable and calm.
Advantages and disadvantages of some non-pharmacological methods used in pain
management have been specified below (Table 1).
3. Conclusion
As a result, the pain can be managed in a more effective manner with the combination of
pharmacological and non-pharmacological therapies. Developments in pain management
may provide different opportunities to the patients and their families thus providing the
patients to carry on a more comfortable and productive life. Both health personnel and
caregivers need to have important responsibilities while following these developments. For
an effective care to be provided to patients, developments regarding pain management and
updated pharmacological and non-pharmacological approaches regarding pain
management and pain should be followed. Also these techniques may help reducing pain
and it must be encouraged as a part of the comprehensive pain management efforts. For this
reason, abilities and preferences of the patient regarding the use of non-pharmacological
methods should be taken into consideration; it should be underlined for the patients that
these are used together with medical and pharmacological treatments and the use of non-
pharmacological methods should be included to the care plan when patient is appropriate
and willing. From this point of view, it is recommended to use various non-pharmacological
methods for pain management but we need more study results that support the efficiency of
these methods. For this reason, it will provide the evidence-based results to be put forward
if randomized controlled experimental studies, which examine the efficiency of these
methods in taking the pain under control, are conducted.
4. References
Akdağ, R. G. & Ovayolu, N. (2008). Hemşirelerin Ağrı Yönetimi ile İlgili Bilgi, Tutum ve
Klinik Karar Verme Durumlarının Değerlendirilmesi. Gaziantep Üniversitesi Sağlık
Bilimleri Enstitüsü, Master's Thesis.
Alimi, D.; Rubino, C.; Pichard-Leandri, E.; Fernand, B.S.; Dubreuil-Lemaire, M.L. & et al.
(2003). Analgesic effect of auricular acupuncture for cancer pain: randomized,
blinded, controlled trial. Journal of Clinical Oncology, 15;21(22): 4120-4126; Nov 2003.
Allard, P.; Maunsell, E.; Labbe, J. & Dorval, M. (2001). Educational interventions to improve
cancer pain control: a systematic review . Journal of Palliative Medicine, Vol.4 , No:2 ,
pp.191-203.
498 Pain Management – Current Issues and Opinions
Deng, G. & Cassileth, B.R. (2005). Integrative oncology: complementary therapies for pain,
anxiety, and mood disturbance. CA: A Cancer Journal for Clinicians, 55(2):109-
116;May/April 2005.
Dewit, S.C. (2009). Fundamental concepts and skills for nursing, 3rd Edition, p.603-614, W.B.
Saunders Comp. Philadelphia,; ISBN : 978-1-4160-5228-9.
Dickens C, Jayson M, Creed F (2002) Psychological Correlates Of Pain Behavior in Patients
With Chronic Low Back Pain. Psychosomatics, 43:42–48;February 2002.
Dillard, J.N. & Knapp, S. (2005). Complementary and alternative pain therapy in the
emergency department. Emerg Med Clin North Am, 23(2): 529-549; May 2005.
Eidelson, S.G. (2005). Advanced Technologies to Treat Neck and Back Pain, A Patient's Guide;
Eidelson's book;
http://www.spineuniverse.com/displayarticle.php/article224.html; March 2005.
Evans, R. & Rosner, A. (2005). Alternative in cancer pain treatment: the application of
chiropractic care . Seminars in Oncology Nursing , Vol.21 , No:3 , pp.184-189.
Filshie, J. & Thompson, J.W. (2004). Acupuncture; In: Oxford Textbook of Palliative Medicine.
3rd ed, D. Doyle ; NC. Hanks & K. Calman (eds), pp: 410-424.. NY: Oxford
University Press, New York. ISBN-13: 978-0198510987
Gagnier, J.J.; Van Tulder, M.; Berman, B. & Bombardier, C. (2006). Herbal medicine for low
back pain. Cochrane Database Syst Rev,19( 2); CD004504 April 2006
Gray, D.P. (2004). Complementary and alternative therapies. In : Medical Surgical Nursing,
S.M., Lewis, ; L. Heitkemper, & S.R. Dirksen, (Eds). pp:94-109, St. Louis : Mosby
Inc; ISBN-13: 978-0323016100.
Hakverdioğlu G. & Türk, G. (2006). Acupressure. Journal of Hacettepe University School of
Nursing,43-47.
Hartel, U.; Volger, E. (2004). Use and acceptance of classical natural and alternative
medicine in Germany--findings of a representative population-based survey. Forsch
Komplementarmed Klass Naturheilkd, 11(6): 327-334; Dec 2004.
Henry, L.L. (1995). Music therapy: a nursing intervention for the control of pain and anxiety
in the ICU: a review of the research literature. Dimensions of Critical Care
Nursing, 14(6):295-304.
Hilliard, R.E. (2003). The effect of music therapy on the quality and length of life people
diagnosed with terminal cancer. Journal of Music Therapy, 40(2):113-117.
Hsieh, L.L.; Kuo, C.H.; Yen, M.F. & Chen, T.H.A. (2004). A Randomized controlled clinical
trial for low back pain treated by acupressure and physical therapy. Prev Med,
39(1): 168-176; Jul 2004.
http://suphecimelek.wordpress.com/2010/10/31/akupunktur-ise-yarar-mi; June/2011
http://www.ib3health.com/products/TensandEMS/Literature/ApplicationChart.shtml,
June 2011.
Jennings, W.M. (2004). Aromatherapy practice in nursing: literature review. Journal of
Advanced Nursing, 48 (1): 93–103.
Jensen, M. & Patterson, D. (2006). Hypnotic treatment of chronic pain. J. Behav. Med.,29(1):
95-124;Feb 2006.
Johnson MI. (2002). Transcutaneous Electrical Nevre Stimulation. In: Electrotherapy: Evidence-
Based Practice(11th edition), S. Kitchen.(Ed.), pp.:259-286; Edinburgh: Churchill
Livingstone, ISBN : 0443072167.
Kaplan, B.; Rabinerson, D.; Lurie, S.; Bar, J.; Krieser, U.R. & Neri, A. (1998). Transcutaneous
electrical nevre stimulation (TENS) for adjuvant pain-relief during labor and
delivery. International Journal of Gynecology & Obstetrics, 60(3): 251-255; Mar 1998.
500 Pain Management – Current Issues and Opinions
Karagöz, G. (2006). Sırt, boyun, bel ağrıları olan ve ameliyat programına alınan nöroşürurji
hastalarının ağrı gidermede kullandıkları tamamlayıcı ve alternatif tedaviler.
İstanbul Üniversitesi Sağlık Bilimleri Enstitütüsü. İstanbul Master's Thesis.
Karagözoğlu, Ş.A. (2001). Intravenöz Sıvı Tedavısı Komplikasyonu Olarak Gelişen
Tromboflebitte Hemşirelik Bakımı Ve Sıcak - Soğuk Uygulamanın Yeri. C.Ü.
Hemşirelik Yüksekokulu Dergisi, 5(1):18-25.
Kim, J.E.; Dodd, M. & West, C. (2004). The PRO-SELF Pain control program improves
patients knowledge of cancer pain management. Oncology Nursing Forum, Vol. 31 ,
No:6 , pp.1137-1143.
Koç, M.; Tez, M.; Yoldaş, Ö.; Dizen, H. & Göçmen, E. (2006). Cooling for the Reduction of The
Postoperative Pain. Prospective-Randomized Study. Hernia, 10(2):184-186; Apr 2006.
Kuzu, N. & Uçar, H. (2001). The Effect of Cold on The Occurence of Bruising, Haematoma
and Pain at the Injection Site in Subcutaneous Low-Molecular Weight Heparin.
International Journal of Nursing Studies, 38(1):51-59; Feb 2001.
Kwekkeboom, K.; Kneip, J. & Pearson, L. (2003). A pilot study to predict success with guided
imagery for cancer paitent . Pain Management Nursing, Vol. 4 , No.3 , pp.112-123.
Lett, A. (2002). The Future of Reflexology. Complementary Therapy in Nursing & Midwifery,
8(2): 84-90; May 2002.
Lewandowski, W.; Good, M. & Draucker, C.B. (2005). Changes in the Meaning of pain with
the use of Guided Imagery. Pain Manag Nurs, 6(2): 58-67; Jun 2005.
Liossi, C.; White, P. & Hatira, P. (2006). Randomized clinical trial of local anesthetic versus a
combination of local anesthetic with self-hypnosis in the management of pediatric
procedure-related pain. Health Psychology, 25(3):307-315; May 2006.
Long, L.; Huntley, A.& Ernst, E. (2001) Which Complementary and Alternative Therapies
Benefit Which Conditions? A Survey of Opinions Of 223 Professional
Organizations. Complementary Therapy in Medicine, 9: 178-185.
Mawhorter, S.; Daugherty, L.; Ford, A.; Hughes, R.; Metzger, D. & Easley, K. (2004). Topical
Vapocoolant Quickly and Effectively Reduces Vaccine- Associated Pain: Results of
Randomized Single-Blinded, Placebo-Controlled Study. J. Travel Med, 11(5), 267-
272; Sep-Oct 2004.
McMillan, S.C.; Tittle, M.; Hagan, S. & Laughlin, J. (2000). Management of pain and pain-
related symptoms in hospitalized veterans with cancer . Cancer Nursing, Vol. 23 ,
No:5 , pp.327-336.
McNeill, J.A.; Alderdice, F.A. & Mcmurray, F. (2006). A Retrospective Cohort Study
Exploring the Relationship Between Antenatal Reflexology and İntranatal
Outcomes. Complementary Therapies in Clinical Practice;12( 2): 119-125; May 2006.
Meisenhelder, J.B. & Chandler, E.N. (2000). Prayer and health outcomes in church members.
Altern. Ther. Health Med., 6(4): 56-60; Jul 2000.
Melancon, B. & Miller, L.H. (2005). Massage therapy versus traditional therapy for low back
pain relief: implications for holistic nursing practice. Holist Nurs Pract, 19(3): 116-
21;May-Jun 2005.
Menefee, L.A. & Monti, D.(2005).Nonpharmacologic and complementary approaches to
cancer pain management . The Journal of the American Osteopathic Association,
Vol.105, No.11 , pp.15-20.
Merskey, H. & Bogduk, N. (editors.).(1986). Pain, In:Classification of chronic pain : description of
chronic pain syndromes and definition of pain terms , Prepared by the İnternational
Association for the study of Pain,(IASP), Subcommittee on Taxonomy. Pain Suppl 3:S1–
226., IASP Press, ISBN-13: 978-0-931092-05-3
Non-Pharmacological Therapies in Pain Management 501
Mollart, L. (2003). Single-Blind Trial Addressing the Differential Effects of Two Reflexology
Techniques Versus Rest, On Ankle and Foot Oedema in Late Pregnancy.
Complementary Therapy in Nursing & Midwifery, 9(4): 203-208; November 2003.
Moseikin, I.A . (2003). Use of biofeedback in combined treatment of low spine pain. Zh
Nevrol Psikhiatr Im S S Korsakova, 103, 32-6.
Mucuk, S. & Başer, M. (2009). Doğum ağrısını hafifletmede kullanılan tensel uyarılma
yöntemleri. Journal of Anatolia Nursing and Health Sciences, 12(3),61-66.
Musclow, SL.;Sawhney, M. & Watt-Watson, J. (2002). The emerging role of advanced
nursing practice in acute pain management throughout Canada. Clinical Nurse
Specialist 16(2):63-67.
Nash, R.; Yates, P.; Edwards, H.; Fentiman, B.; Dewar, A; Mcdowell, J. & Clark, R. (1999).
Pain and administration of analgesia: what nurses say. Journal of Clinical Nursing,
1999; 8(2):180.
Nilsson, U.; Rawal, N.; Enqvist, B.& Unosson, M.(2003) Analgesia following music and
therapeutic suggestions in the PACU in ambulatory surgery; a randomized
controlled trial. Acta Anaesthesiol Scand;47(3):278-83.
Nixon, M. et al.(1997). Expanding the nursing repertoire: The effect of massage on post-
operative pain .Australian Journal of Advanced Nursing, 14(3):21-26,March-May 1997.
Nordin, M. (2002). Self-care techniques for acute episodes of low-back pain. Best Practice &
Research Clinical Rheumatology, 16(1): 89-101;Jan 2002.
Öztekin, İ. (2005). Bel ağrısı: Primer tedavide bütünleyici yaklaşım. Akupunktur Dergisi,
15(55-56): 7-11.
Petry, JJ.(2002). Surgery and complementary therapies: A review. Alternative Therapies in
Health and Medicine,6(5):64-74.
Quattrin, R.; Zanini, A.; Buchini, S.; Turello, D.; Annunziata, M.A.; Vidotti, C.; Colombatti,
A. & Brusaferro, S. (2006). Use of Reflexology Foot Massage to Reduce Anxiety in
Hospitalized Cancer Patients in Chemotherapy Treatment: Methodology and
Outcomes. Journal of Nursing Management, 14(2): 96-105; March 2006.
Rakel, B. & Frantz, R.(2003). Effectiveness Of Transcutaneous Electrıcal Nerve Stimulation
On Postoperative Pain With Movement. The Journal of Pain, 4(8); 455-464.
Raynor, M.C.; Pietrobon, R.; Guller, U. & Higgins, L.D. (2005). Cryotherapy After ACL
Reconstruction: a Meta Analysis. J. Knee Surgery, 18(2),123-9; Apr 2005.
Ross, S. & Soltes, D. (1995). Heparin and Haematoma: Does Ice Make a Difference?. Journal of
Advanced Nursing, 21(3), 434-439; Mar 1995.
Saeki, Y. (2002). Effect of Local Application of Cold or Heat for Relief of Pricking Pain.
Nursing and Health Sciences. 4(3):97-105; Sep 2002.
Sarifakioğlu, N. & Sarifakioğlu, E. (2004). Evaluating the Efffect of Ice Application on The
Pain Felt During Botilinum Toxin Type-a Injections: a Prospective, Randomized,
Single-blind, Controlled Trial. Ann Plast Surg, 53(6),543-546; Dec 2004.
Seers, K.& Carroll, D.(1998) Relaxation techniques for acute pain management : a sistematic
review. Australian Journal of Advanced Nursing, 27(3)466-475,March 1998.
Sherman, K.J.; Cherkin, D.C.; Connelly, M.T.; Erro, J.; Savetsky, J.B. & Davis, R.B.(2004).
Complementary and alternative medical therapies for chronic low back pain:What
treatments are patient willing to try? BMC Complement Altern Med, Jul 19;4-9.
Simkin, P. & Bolding, A. (2004). Update on nonpharmacologic approaches to relieve labor
pain and prevent suffering. Journal of Midwifery & Women’s Health, 49 (6), 489- 504;
Nov-Dec 2004.
502 Pain Management – Current Issues and Opinions
Simkin, P.P.& O’Hara, M. (2002). Nonpharmacologic relief of pain during labor: systematic
reviews of five methods, American Journal of Obstetrics and Gynecology, 186 (5 Suppl
Nature):S131-159; May 2002.
Sluka, K.A. & Walsh, D. (2003). Transcutaneous Electrical Nevre Stimulation: Basic Science
Mechanism and Clinical Effectiveness. The Journal of Pain, 4(3): 109-121. Apr 2003.
Snyder, M. & Wieland, J. (2003). Complementary and alternative therapies: What is their place
in the management of chronic pain? Nurs Clin North Am. 38(3): 495-508; Sep 2003.
Stefano, G.B.; Zhu, W.; Cadet, P.; Salamon, E. & Mantione, K.J. (2004). Music alters
constitutively expressed opiate and cytokine processes in Listeners. Medical Science
Monitor, 10(6):18-27.
Stephenson, N.L.N.; Weinrich, S.P. & Tavakoli, A.S. (2000). The Effects of Foot Reflexology
on Anxiety and Pain in Patients with Breast and Lung Cancer. Oncol Nurs Forum,
27( 1):67-72.
Taşçı, E. & Sevil, Ü. (2007). Doğum ağrısına yönelik farmakolojik olmayan yaklaşımlar.
Genel Tıp Dergisi, 17(3): 181-186.
Teyhen, D.S.; Miltenberger, C.E.; Deiters, H.M.; Del Toro, Y.M.; Pulliam, J.N. & Childs, J.D.
(2005). The use of ultrasound imaging of the abdominal drawing-in maneuver in
subjects with low back pain. J Orthop Sports Phys Ther, 35(6): 346-355;Jun 2005.
Tsay, S.L. & Chen, M.L.(2003). Acupressure and quality of sleep in patients with end- stage
renal disease-a randomized controlled trial. International Journal of Nursing Studies;
40(1): 1-7; Jan 2003.
Tsay, S.L. ; Rong, J.R. & Lin, P.F.(2003). Acupoints massage in improving the quality of sleep
and quality of life in patients with end-stage renal disease. Journal of Advanced
Nursing; 42 (2): 134-142; April 2003.
Tseng, Y.H. (2005). Aromatherapy in nursing practice. Hu Li Za Zhi, 52(4):11-5;PMID
16088776.
Turan, N.; Öztürk, A. & Kaya, N.(2010).Hemsirelikte Yeni Bir Sorumluluk Alanı: Tamamlayıcı
Terapi. Maltepe Üniversitesi Hemsirelik Bilim ve Sanatı Dergisi, 3(1):.93-98.
Uçan, Ö. & Ovayolu, N. (2007). Kanser ağrısının kontrolünde kullanılan nonfarmakolojik
yöntemler. Fırat Sağlık Hizmetleri Dergisi, Vol.2 , No:4 , pp.123-131.
Van der Westhuijzen, A. J.; Becker, P.J.; Morkel, J. & Roelse, J.A. (2005). A Randomized
Observer Blind Comparison of Bilateral Facial Ice Pack Therapy with No Ice Therapy
Following Third Molar Surgery. Int J Oral Maxillofac Surg, 34(3): 281-286; May 2005.
Van Tulder, M.W.; Furlan A.D. & Gagnier J.J. (2005). Complementary and alternative
therapies for low back pain. Best Pract Res Clin Rheumatol, 19(4): 639-654; Aug 2005.
Williams, K.A.; Petronis, J.; Smith, D.; Goodrich, D.; Wu J.; Ravi, N.; Doyle, E.J.; Juckett, G.;
Kolar, M.M.; Gross, R. & Steinberg, L. (2005).Effect of Iyengar yoga therapy for
chronic low back pain. Pain;115(1-2):107–17; May 2005
Wringht, S.; Courtney, U.; Donnelly, C.; Kenny, T.; Lavin, C. (2002). Clients’perceptions of
the benefits of reflexology on their quality of life. Complementary Therapy in Nursing
& Midwifery, 8(2): 69-76; May 2002.
Yavuz, M.(2006). Ağrıda Kullanılan Nonfarmakolojik Yöntemler, In: Ağrı Doğası ve Kontrolü,
1st edition , F.E. Aslan (Editor), , Vol.42, pp.135-147., Avrupa Tıp Kitapçılık Ltd.
Şti. Bilim Yayınları, ISBN: 975-6257-17-2.
Yıldırım, Y.K. (2006).Kanser Ağrısının Nonfarmakolojik Yöntemlerle Kontrolü, In: Kanser ve
Palyatif Bakım, In M. Uyar, R. Uslu, YK. Yıldırım, (Eds), pp.97-126; Meta Press
Matbaacılık, İzmir.
Yıldırım, Y.K.; Fadıloğlu, Ç.& Uyar, M. (2006). Palyatif Kanser Bakımında Tamamlayıcı
Tedaviler. Ağrı, 18(1), 26–32.
Pain Management - Current Issues and Opinions
Edited by Dr. Gabor Racz
ISBN 978-953-307-813-7
Hard cover, 554 pages
Publisher InTech
Published online 18, January, 2012
Published in print edition January, 2012
Pain Management - Current Issues and Opinions is written by international experts who cover a number of
topics about current pain management problems, and gives the reader a glimpse into the future of pain
treatment. Several chapters report original research, while others summarize clinical information with specific
treatment options. The international mix of authors reflects the "casting of a broad net" to recruit authors on
the cutting edge of their area of interest. Pain Management - Current Issues and Opinions is a must read for
the up-to-date pain clinician.
How to reference
In order to correctly reference this scholarly work, feel free to copy and paste the following:
Yurdanur Demir (2012). Non-Pharmacological Therapies in Pain Management, Pain Management - Current
Issues and Opinions, Dr. Gabor Racz (Ed.), ISBN: 978-953-307-813-7, InTech, Available from:
http://www.intechopen.com/books/pain-m anagem ent-current-issues-and-opinions/non-pharm acological-
therapies-in-pain-management
2004
Recommended Citation
Bicek, Erin, "Nurses' Attitudes, Knowledge, and Use of Nonpharmalogical Pain Management Techniques and Therapies"
(2004). Honors Projects. Paper 12.
http://digitalcommons.iwu.edu/nursing_honproj/12
This Article is brought to you for free and open access by The Ames Library, the Andrew W. Mellon Center for Curricular and Faculty
Development, the Office of the Provost and the Office of the President. It has been accepted for inclusion in Digital Commons @ IWU by
the School of Nursing faculty at Illinois Wesleyan University. For more information, please contact digitalcommons@iwu.edu.
©Copyright is owned by the author of this document.
•
Nonphannacological Pain
Nurses' Attitudes, Knowledge, and Use ofNonpharmacological Pain Management Techniques
and Therapies
Erin Bicek
\
•
Nonphannacological Pain 2
and Therapies
ChapterI: Introduction
Introduction
Each day millions of people suffer from pain whether they are in the hospital, their
homes, or assisted living facilities. The experience of pain negatively influences their daily
lives. As nurses and physicians interact with patients and families, they assess and treat their
pain. Nurses and physicians attitudes and knowledge of pain management can affect their
patient's treatment options. Most of the time drugs are prescribed to relieve the pain including
patients continue to suffer from the ill effects of pain and lack of management (Yates et al.,
medical personnel as well as patient's knowledge of these therapies are not well researched.
Physicians and nurses level of knowledge and attitudes of nonpharmacological pain management
greatly affects whether a patient is given these options. Nonpharmacological pain therapies and
techniques have great potential to relieve someone's pain and can be used with or without
relieving pain, therefore, the barriers keeping patients, nurses, and physicians from using them
The purpose of this exploratory research is to randomly survey registered nurses at BroMenn
Regional Medical Center and explore nurses' attitudes, use, and knowledge of non-
pharmacological pain management therapies when caring for patients in the hospital setting. The
manage pain?
• How are background factors (age, type of nursing degree, work experience, hours of
Pain Knowledge
Pathophysiology of Pain
Pain is the body's way of alerting a person to potential or actual damage. According to
Barrett (2003), pain is the way the peripheral nervous system warns the central nervous system
of injury or potential injury to the body. The message is transmitted through nerve cells called
nociceptors by neurotransmitters. The body also releases prostaglandins that may enhance the
pain message. Lynch (2001) describes pain as being nociceptive, neuropathic, or mixed in
Nonphannacological Pain 4
nature. Nociceptive pain is somatic pain that arises from an injury or viseral pain that arises from
inflammation, obstruction, or ischemia. Neuropathic pain results when there is damage to the
peripheral or central nervous system that alters sensation. Barrett (2003) states that nociceptive
pain is typically called acute pain, which usually resolves when the condition that caused the pain
is removed. However, if pain remains after the disorder is resolved, it may be considered chronic
pain. Chronic pain usually lasts from three to six months and negatively impacts patient's daily
lives and activities such as increased stress and inability to sleep (Yates et al., 1998) and (Lynch,
2001).
According to the National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases
(National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease [NIAMS], 2003), pain is a
personal and subjective symptom that is influenced by age, gender, race, and psychosocial
factors. A June 2000 Gallup Survey indicated that 42% of adults say they experience pain daily,
and approximately 28-30% of the US population suffer from chronic pain (NCS Pearson, 2003).
Even patients in the hospital continue to experience unrelieved pain. In a study done by
Yates, Dewar, Edwards, Fentiman, Najman, Nash, Richardson, and Fraser (1998), 79% of
hospitalized patients reported pain during the 24 hours before data collection. The study also
identified that untreated pain has a profound affect on the patient's general well-being. Sixty-
seven percent of patients in the study said that their sleep was affected by pain. The pain also
affected their movement and made them feel worried and exhausted. Unrelieved pain can also
alter immune function, increase stress, delay healing, and cause anxiety and depression for the
person experiencing it (Lynch, 2001). Patients' reports of unrelieved pain while hospitalized
Under-treatment of Pain
There are many reasons pain is under-treated by both physicians and nurses. The most
common barrier to effective pain management is the healthcare provider's incorrect assessment
of pain and/or the effectiveness of pain relief measures. A study by Miaskowski et al. (as cited
in Von Roenn, 2001) found that there is a lack of knowledge of pain management and
assessment by physicians. The doctors may not write the proper prescriptions for pain
management because they are not given enough education in pain and symptom management in
their curriculum. Just like the treatment of diabetes requires follow-up assessments and
adjustments in medication, so does the treatment of pain and that is not being done by
physicians.
Nurses have a central role in assessing patients' pain and providing pain treatment
options; therefore, they are in a position where they can decrease the number of people suffering
from pain and the under-treatment of pain (Lynch, 2001). According to Dalton (1989), nurses
are more worried about addictive behaviors when patients request pain medication than
adequately treating severe pain. She also found that nurses spend little time assessing the effect
of pain on the patient's daily life and do not understand the importance of pain management. A
different study by Broome, Richtsmeier, Maikler, and Alexander (1996) looked at pediatric
nurses pain practices. They found that some obstacles to adequate pain management included
knowledge deficits about pain management 83% of the time, attitudes about pain treatment 77%
of the time, and skills regarding pain management 35% of the time.
A study done by Brunier, Carson, and Harrison (1995) looked at nurse's knowledge and
attitudes about pain and found that both greatly affect the nurse's management of pain. Their
findings indicated there was a serious gap in nurses' knowledge and attitudes about pain. Very
•
Nonpharmacological Pain 6
few nurses felt strongly that patients can and should have a pain free state. Attendance at an
inservice on pain management in the past year increased nurses' score on the pain knowledge
survey. University prepared nurses were found to get more out of the inservice than non-
university prepared nurses and scored higher on the posttest. Respondents were asked to rate
barriers to optimal pain management and 53% of the nurses said that inadequate assessment of
pain and pain relief was a barrier. However, less than one third of the nurses said that a barrier to
Another study conducted by Manworren (2000) assessed pediatric nurses' knowledge and
attitudes of pain management. They found that a lack of pain management knowledge lead to
inadequate management and treatment of pain. Some of these deficits included problems in
Pain is a serious problem that inhibits patients daily functioning and is under-treated for a
variety of reasons. Nurses' knowledge and attitudes of pain management greatly affects their
patient's treatment of pain. In August of 1999, the Joint Commission on Accreditation of
Healthcare Organizations (JCAHO) (NCS Pearson, 2003) established new standards for the
assessment and management of pain. The most recent standards were published in 2000-200 I.
The new standards state that a pain assessment should include a psychosocial assessment, a
detailed patient history, physical examination, and a diagnostic evaluation. How pain affects the
patient's functioning in daily life also needs to be addressed. A pain scale to rate pain should be
used for adults. Mazanec, Buras, Hudson, and Montana (2002) also listed other JCAHO
standards in their article on pain. They suggested all patients need to be screened for pain,
•
Nonpharmacological Pain 7
providers need to be educated in pain assessment and management, and the quality of pain
management must be monitored. Facilities are also required to have policies and procedures in
place to support effective pain management. Mazanec and her team suggest using an
interdisciplinary approach to pain management with patients, especially the hospice population.
Education Needs
of nurses and physicians are necessary to meet the new JCAHO standards as well as patients'
pain needs. Currently, The National Foundation for the Treatment of Pain has a national pain
awareness campaign. People who are educated about pain wear a pin on the lapel of their shirt
and when they are asked about the pin they are supposed to inform people about the number of
people that suffer from untreated pain (NFTP, 2003). In addition to making nurses more aware
of pain management techniques, research that examines pain relief approaches needs to be
conducted (NIAMS, 2003). Research provides a broad base of knowledge necessary to advance
the diagnosis, treatment, and prevention of.many diseases. There are currently many research
projects on pain being developed by the National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and
Skin Diseases. Nonpharmacological pain management is one method of relieving pain that can
be overlooked when trying to correct the under-treatment of pain; however, in the United States
nonpharmacological methods are just beginning to gain popularity and not much research has
use is increasing throughout the world. In one study in 1997, forty-two percent of Americans
had used at least one complementary therapy in the past year (King, Pettigrew & Reed, 1999).
therapies are treatments used along with more conventional medical practices (Brolinson, Price,
Ditmyer and Reis, 2001). For the purpose of this study the focus was complementary therapies
that could be used with patients in the hospital setting. According to King, Pettigrew, and Reed
(1999), nurses need to be able to assess patient's use of these alternative and complementary
therapies and be able to describe how alternative treatment interacts with traditional medicine.
However, in their study they found that many nurses do not know about complementary or
alternative therapies and there is a great need for continuing education on these alternative
options. Overall, the nurses in this study were found to hold favorable ideas about complementary
treatments being used with traditional medical practices and identified healing
touch, prayer, and biofeedback as nonpharmacological treatments for pain relief (King, Pettigrew
In a survey of nurses by Brolinson, Price, Ditmyer, and Reis (2001) about complementary
or alternative therapies, nurses were asked to respond to the safety of the therapies as well as their
use of them. Seventy-nine percent of nurses in this study perceived their professional education
completing the survey recommended that complementary and alternative therapies be included in
nonpharmacological therapies. Complementary and alternative therapies can be used for many
different healthcare concerns not just pain; however, there are some that are used to help treat
pain relief. They do not replace pharmacological methods of pain management and can be used
in conjunction with pharmacological pain practices to enhance the patient's relief of pain.
Nonpharmacological pain management therapies can be classified into three categories. There
are cognitive or behavioral strategies, which include distraction, relaxation, imagery, and
breathing techniques. The second category is physical or cutaneous strategies, which include
heat/cold, vibration, massage, position changes, and trans-electrical nerve stimulation (TENS).
Finally, there are environmental or emotional strategies such as touch, reassurance, or interior
decorating of the room (Polkki, Vehvilainen-Julkunen & Pietila, 2001). Sometimes these
therapies or treatment options will overlap with one category or another. According to
McCaffery and Pasero (1999), the nurse must consider many things when selecting one of these
treatment options. For example, the nurse must consider the relationship between the non-drug
and drug treatments, the patient's previous experiences, and current attitude and the patient's
coping styles.
The cognitive behavioral strategies are thought to interfere with the neural perceptions of
pain in the brain. They alter the subjective experiences of pain intensity (Titler & Rakel, 2001).
According to Titler and Rakel, distraction is directing attention away from pain by focusing
attention and concentration on something else. There are many different kinds of distraction
Nonpharmacological Pain lO
including music, humor, and movement. Those techniques require more active participation by
the person experiencing pain and are more effective in relieving pain. McCaffery ( 1990)
described a study that showed humor to be one of the most effective distraction methods to
relieve pain and the effects continued for at least ten minutes after the laughter stopped.
Relaxation is the second cognitive behavioral strategy. McCaffery and Pasero ( 1999) stated that
relaxation may work to relieve pain because of the reduced muscle tension. Relaxation
techniques included relaxation imagery, which involves a person imaging a pleasant or peaceful
experience. Others also included music, massage and slow breathing. When a person is relaxed,
their heart rate, blood pressure, and respirations decrease (Titler & Rakel, 2001). Cole and
Brunk ( 1999) compiled a literature review about the effectiveness of relaxation in relieving
pain. They found six research articles and all of them told about the positive effects of relaxation
techniques regardless of what technique was used. The patients reported having a feeling of
Cutaneous interventions such as heat or cold work according to the gate control theory of
pain transmission. Stimulation of the skin activates the large diameter nerve fibers and prevents
the short diameter nerve fibers from transmitting pain to the brain (Titler & Rakel, 2001).
Cutaneous stimulation may be applied to the site of pain or other sites distal or proximal to the
pain. According to Mccaffery ( 1990), the use of cold is almost always more effective than heat,
and alternating cold and heat is even more effective than using one thermal method alone (Titler
& Rakel, 2001). Both heat and cold cause a decrease in the sensitivity to pain or decrease
muscle spasms and that is maybe why they work to relieve pain (Titler & Rakel, 2001).
Vibration is a second type of cutaneous stimulation that causes paresthesia or anesthesia to the
area stimulated and changes sharp pain to a dull sensation. Pain relief can last for up to 30
•
Nonpharmacological Pain 11
minutes after the vibration is removed. The use of heat with vibration is the best cutaneous
stimulation method to relieve pain. Massage is another type of a cutaneous therapy to relieve
pain. According to Mccaffery and Pasero (1999), the back and shoulders are the areas
typically massaged. In a study of terminally ill patients, a three-minute slow back rub lowered
interventions. Collins and Kaslow (2000) state that family therapy may be indicated to treat
dysfunctional family interactional patterns in order to relieve pain. Education is also very
important to the pain management plan. Patients need to have education about the techniques
they are using. There are many nonpharmacological pain management therapies or techniques
that provide benefits to patients even though there is not much scientific evidence on their
exact mechanisms of action or effectiveness; but, why are they not being used?
Ninety percent of all charts audited had no use of nonpharmacological pain methods to relieve
techniques was one of the areas that they received the least amount of information on, a factor
that may have prevented them from using those therapies. Another survey done by Salantera,
Lauri, Salmi, and Helenius ( 1999) identified obstacles that prevented nurses from using
nonpharmacological pain management. They found that workload, lack of proper materials, and
lack of knowledge were the three main reasons. The results showed that the areas that nurses
differences between acute and chronic pain, and the anatomy and physiology of pain. In this
survey, nurses that specialized in care of children knew more about nonpharmacological pain
included lack of distraction materials, being a stranger to the child, and nurses' lack of
knowledge. Nurses indicated that they used simpler techniques like distraction and focusing on
breathing most frequently. The barriers to optimally managing pain and using
In order for patients to receive the best pain management available and have the best
management therapies. Nurses' knowledge and attitudes are two barriers to using
nonpharmacological pain management techniques. Research assessing these factors has been
done in Australia and Finland; however, not much has been done in the United States. A
single study done in the United States by Broome et al. (1996) found that 50% of nurses
and massage
'often' or 'sometimes' with the pediatric population. Another study by Kankkunen,
nonpharmacological pain therapies used by parents at home for their children. The most
commonly used therapies included holding the child on their lap, comforting the child, and
•
Nonphannacological Pain 13
spending more time with the child. Parents usually used the methods that were most familiar to
them; however, if they were taught other methods before the children left the hospital they would
attitudes and use of nonpharmacological pain techniques. Eighty-nine percent of the nurses said
that they had used nonpharmacological therapies on their hospitalized patients. Some of the
benefits they identified for their patients included a unique opportunity to develop a therapeutic
relationship with the patient, pain relief while waiting for a drug to work, more control over their
pain, and distraction during painful procedures. Some barriers to using these therapies included
the time needed to implement them, use of these not considered standard of practice, and lack of
operative pain. Only about 57% of the respondents used nonpharmacological methods to relieve
pain routinely; however, most of the nurses told the children about pain medications. Ninety-
eight percent of nurses used position changes 'nearly always' or 'always' to relieve pain, and 72
% used massage 'sometimes.' Thermal regulation was used 63% of the time 'sometimes.' The
nurses used emotional support, helping with daily activities, and creating a comfortable
environment routinely; however, the cognitive behavioral and physical methods like relaxation,
distraction, and massage were used less often and were less well known.
Summary
patients for use with pharmacological methods to relieve pain. The nonpharmacological
Nonpharmacological Pain 14
therapies and techniques have unique advantages to relieving pain that medications do not have
like giving the patient more active role in managing their pain management. However, pain is
still under-treated and there are many patients that suffer each day from uncontrolled pain. If
patients and nurses were educated about the use of nonpharmacological pain therapies in
conjunction with pain medications, their general well-being might be improved because they
would experience less pain. Nurses are the professionals most responsible for caring for
patient's pain and symptoms. As indicated in numerous studies, nurses have a significant
knowledge deficit in relation to pain management. Healthcare providers do not know about
many of the nonpharmacological methods to relieve pain. There are many barriers preventing
nonpharmacological pain therapies from being used in the hospital, some of which are
physicians' orders, physicians' approval, patient compliance, nurses' knowledge, and nurses'
acceptance. Nurses' own attitudes greatly affect the way they treat a patient's pain. There have
only been a few studies that have assessed nurses' attitudes and knowledge of
nonpharmacological pain management and none have been done in the United States. A survey
needs to be done to assess nurses' knowledge and attitudes so that deficits can be identified and
corrected with continuing education, pain seminars, or demonstrations that support patients
Exploratory research to randomly survey registered nurses at BroMenn Regional Medical Center
and will explore nurses' attitudes, use, and knowledge of nonpharmacological pain management
ChapterIII: Methodology
A descriptive survey design was used to gather information to answer the research
questions from the nurses at BroMenn Regional Medical Center. A questionnaire was used as
the method of data collection because it allowed for accurate, detailed, and timely gathering of
information from a population of nurses that have little time to spare. The study recieved
Institutional Review Board approval from both Illinois Wesleyan University and BroMenn
Data Collection
Surveys were placed in 185 nurses' mailboxes at BroMenn Regional Medical Center.
The convenient sample included 82.2% of nurses from the units surveyed. The following units
were used to recruit nurses: Neurology (5 West), Critical Care, Step-Down (1 South),
Medical/Surgical (5 West and 6 West), Oncology (4 South), Pediatrics, Labor and Delivery, and
Post-Partum. To encourage better participation, posters were hung in all the units' break rooms
reminding nurses to get the survey from their mailbox, fill it out, and return it. I also went to
some of the units' staff meetings to inform the nurses that these surveys would be in their
mailbox and explain the purpose of the research project to them. Attending the units' staff
meetings did not seem to affect the response rate. Each person received an informed consent and
authorization to participate letter in their mailbox that they signed and returned in an envelope.
The informed consent letter told the nurses the purpose of the research project, gave a brief
participation involved, disclosed any risks or benefits, and explained that participation was
voluntary. They also received the survey with a separate envelope to enclose the completed
I
Nonpharmacological Pain 16
survey. This system maintained anonymity and confidentiality. Respondents returned the
authorization to participate and survey enclosed in a sealed enveloped to a large manila folder
that was hung in the break room of the units. Forty-eight nurses (25.9%) voluntarily returned
their surveys and informed consents. One questionnaire was returned but unusable, leaving 47
surveys to include in data analysis yielding a usable response rate of 25.4%. Due to time
Sample
The sample included only nurses from BroMenn Regional Medical Center. There were
91.3% females and 8.7% males in the sample. For the purpose of data analysis we grouped the
units worked into five categories which included: critical care, which included critical care and
oncology, which included 4 south; pediatrics, which included pediatrics, and obstetrics; and
other which included a float. The largest group of respondents were from the medical/surgical
group, making up 48.9% of the sample. Most (46.8%) of the participants worked days. The
sample included; people in all age groups from 20-60 years of age; however, the most common
age represented was 20-29 group or 34% of the sample. Nurses with their baccalaureate degree
made up 55.3% of the sample, but those with associates degrees (23.4%), diploma (19.1%), and
master's level (2.1%)) were all represented. The years of experience was measured by the nurses
circling the range of years since their first degree. The largest range of years since their first
degree was 0-9, which was 55.3% of the nurses. For all characteristics and percentages of the
Instrument
The instrument in this study included five demographic questions based on the literature
review. It also included twelve questions about nurses' general pain practices as well as
nonpharmacological pain management practices. These questions were modified from other pain
research surveys and the literature. Some of the questions included how much education do you
have on pain management, and what are some benefits to using nonpharmacological pain
management therapies. The remainder of the survey was adapted from Tarja Polkki 's
questions were changed to make the questions more applicable to all patients not just children
and to all pain not just post-operative pain. The questions ask the nurse to rate how often they
use certain nonpharmacological methods to reduce their patient's pain on a likert scale ranging
from 1-'not at all' to 5-'always.' For data analysis the questions were divided into the different
instrument, this included questions 19-27. The physical methods includeD questions about
thermal regulation, massage, and positioning and are included in questions 28-30. The questions
related to a comfortable environment were number 31-33. Finally, questions 36 and 37 asked
about using family or patient involvement to reduce pain. A copy of the questionnaire has been
Tarja Polkki's original instrument had high content and construct validity because it was
given to 35 different Finnish nurses as well as two experts specialized in pediatric pain
management to revise. Cronbach's alpha was used to assess the reliability of the adapted
questionnaire. The alpha coefficient was .93 indicating that there is very good internal
consistency of the tool. That indicated that the items on the tool measured the same critical
Data Analysis
All of the information from the surveys was entered into SPSS for Windows ( 10.1)
software for analysis. Descriptive statistics frequencies were used to analyze the nominal data
and answer the first four research questions. Question 16 on the survey, which asked "how often
do you use any of the identified nonpharmacological therapies", was used to analyze the first
research question. This question answered the extent that nurses use nonpharmacological pain
management therapies. Descriptive frequencies and percentages were used for analysis. The
utilization of nonpharmacological pain methods was analyzed in two ways. Descriptive statistics
were used to determine the mean and standard deviation of the scores from the Likert scale on
each persons' survey for the different nonpharmacological categories like cognitive behavioral,
nonpharmacological therapies they could use in the hospital setting. Answers were put into
categories and tallied to determine percentages of nurses that use the therapy. For the third
research question about the barriers to using nonpharmacological therapies, qualitative data were
analyzed from question number 18. All of the nurses' responses were grouped to see trends in
responses. The fourth research question referring to the benefits of using nonpharmacological
methods was analyzed with the qualitative data from question number 17. Trends were analyzed
Nonpharmacological Pain 19
to determine the percentages of nurses that expressed the same benefits to using
nonpharmacological therapies. The fifth research question asking how the demographic
variables affected nurses' use ofnonpharmacological methods was analyzed using a one-way
ANOVA with a Tukey post-hoc. The independent variables were the demographic information
as age, years of experience, and degree. The dependent variables were the mean scores from the
subjects' surveys on the different nonpharmacological method categories. A p-value of< .05
was considered significant. Students t-test was also used to determine if having
ChapterIV: Results
Results
Background Questionnaire
A description of the sample is in Appendix A and the sample section of this paper. Most
(57.8%) respondents had 0-5 hours of pain education in the last 2 years. There have been many
advances in the healthcare field in the past.Z years, as well as pain management, so it is
somewhat surprising that nurses have so few hours of education in this area. When nurses were
asked where they attained most of their knowledge about pain, 80.4% said they received the
knowledge in nursing practice since graduation as opposed to formal nursing school education.
Sixty-seven percent of the participants said that they have had some classes on
nonpharmacological pain management. Of the 32.6% of nurses that said they did not have any
classes on nonpharmacological pain management, 26% said they wished they had more
education in this area. All of the nurses that completed the survey said there is a pain assessment
tool available on their unit, and all of them said they use it. Appendix B contains a detailed list of
Nonpharmacological Pain 20
Nurses were asked to circle how often they use the nonpharmacological therapies they
listed. They could choose from 'everyday', 'at least 3 times a week', 'once a week', 'once every
other week', 'once a month', and 'never.' The mode was 'at least 3 times a week.' Forty-two
percent of nurses said they used nonpharmacological pain management therapies 'at least 3 times
a week.' No one answered 'never.' See Appendix C for more information about how often
Nurses were asked to write down what nonpharmacological pain management therapies
they could use in the hospital without a doctors order. The qualitative answers were analyzed.
The most common therapy mentioned was change of position (53.2%). Massage, distraction,
and heat/cold were cited by 51.1% of the nurses filling out the survey. Nurses listed many other
nonpharmacological therapies that could be used to relieve pain. This research question was also
analyzed using the mean scores for the nonpharmacological categories. According to these
descriptive statistics, nurses provide emotional support most of the time as a nonpharmacological
therapy. The mean was 3.95, which meant that nurses report using emotional support 'nearly
always' on their surveys. Interestingly, providing emotional support was the most common
support on his or her qualitative question about nonpharmacological methods used in the
hospital. An explanation for this could be that nurses believe emotional support is an integral part
Nonphannacological Pain 21
therapy. Most of the time nurses listed cognitive behavioral methods on the qualitative question
such as distraction and imagery, which had a mean of 3.76 on the survey questions. A list of all
the nonpharmacological therapies identified by the nurses and the mean scores from each of the
Nurses were asked an open-ended question to identify the barriers they perceived to using
nonpharmacological pain management therapies. All of the nurses answered this question and
their responses were grouped to find common themes. The largest barrier identified by 27.7% of
the nurses responding was that the patient is unwilling to try nonpharmacological methods of
pain relief. Lack of time, lack of knowledge, and efficacy were three other barriers listed by
nonpharmacological therapies and common themes were found from their responses. Fewer side
effects was listed as the most prominent benefit (40.4%). Other popular responses that nurses
wrote related to the benefits were: more patient control (19. l %), less medication needed
(12.8%), and more one on one time with the patient (10.6%). See appendix F
How Demographic CharacteristicAffectNurses Use of Nonpharmacological Therapies
A one-way ANOVA with a Tukey post-hoc was used to analyze the differences between
as age and nursing degree. A level of .OS was considered significant. There was no statistically
significant difference between nurses' use of nonpharmacological therapies and age range,
•
Nonphannacological Pain 22
amount of pain education, years since first degree (experience), hours ofnonpharmacological
classes, and unit worked. Post hoc showed a statistical significance at the level ofp=.041 for the
difference between a baccalaureate degree and associates degree nurses and their use of
cognitive behavioral nonpharmacological therapies. Nurses with their baccalaureate use
cognitive behavioral methods such as distraction and imagery less than nurses with their
associate degree. Baccalaureate degree nurses reported a mean of 3.61 on the Likert type scale
for using cognitive behavioral methods, while associate degree nurses reported a mean of 4.03.
This is a surprising result; however, it might be slightly skewed because there were unequal
groups. ANOVA's are not as meaningful when used with unequal group sizes. Our sample had
many more baccalaureate degree nurses (55.3%) compared to associate degree (23.4%).
At-test t(44) = 3.527 p<.001. To further explore the data at-test was used to analyze
whether or not having classes on nonpharmacological techniques lead to a greater use of them.
The t-test was statistically significant at the level of p<.001. Participating in classes on
nonpharmacological pain management lead to the use of physical methods such as heat/cold and
ChapterV: Conclusions
Discussion
This study described nurses' attitudes, knowledge and use of nonpharmacological pain
management techniques and therapies from BroMenn Regional Medical Center. Although the
sample was smaller than desired, valuable insights about nurses' use of nonpharmacological
methods were discovered. The questionnaire took 15 minutes to complete; however, our low
response rate indicated that nurses are very busy and many might not have taken the time to
•
Nonphannacological Pain 23
complete it. The survey allowed for the anonymity and confidentiality of the volunteers to
be maintained.
The results of the demographic questionnaire indicate that the sample was mostly young
nurses fewer than 10 years from graduation who held baccalaureate degree in nursing. The
importance of research, continuing education, and evidenced-based practice are stressed in the
baccalaureate undergraduate nursing programs and may have influenced the young baccalaureate
nurses' decision to participate in this study. Interestingly, most nurses responding had only zero
to five hours of pain education. Numerous studies in the literature review suggested that there is
a serious knowledge deficit and under-treatment of pain by nurses (Lynch, 2001; Broome et al.,
1996; Brunier, Carson & Harrison, 1995). This research project supported the conclusion
cited in the literature and indicated that more continuing education is needed in the area of pain
Nonpharmacological pain management is growing in popularity and has much potential when
managing patient's pain; however, nurses were not incorporating nonpharmacological pain
nonpharmacological therapies 'at least 3 times a week.' When compared to the study done by
Polkki, Vehvilainen-Julkunen, and Pietila (2001) who reported that 57% of nurses used
conjunction with medications. There are numerous nonpharmacological therapies that could be
used in the hospital setting to manage pain that nurses might not even think of as alternative
methods. For example, the survey of nurses at BroMenn asked questions about providing a
Nonpharmacological Pain 24
comfortable environment to decrease a patient's pain. Nurses did not list changing the air
management therapy; however, they indicated that they used these interventions on the Likert
scale of the instrument in this study. Nurses also indicated that they used emotional support for
the patient to manage their pain but they did not recognize this nursing interventions as a
nonpharmacological therapy.
Nurses in this study used a large number of nonpharmacological therapies to manage pain
in the hospital setting. Nurses listed the different types that they easily recalled. After analyzing
trends on nurses' lists, they seem to view nonpharmacological management needs as those things
performed outside the realm of ordinary daily activities of nursing care like imagery, distraction,
and massage. The nonpharmacological Likert scale survey asks about a variety of
nonpharmacological therapies to reduce pain that nurses did not list such as informing the patient
of a procedure, rewarding the patient, verbally comforting the patient, and changing the
environment. I believe that nurses did not list these types of things because they think of them as
activities they should do for every patient as part of routine nursing care whether the patient is in
pain or not.
did identify barriers to performing these therapies, but if nurses and patients had more
information and knowledge about these therapies, a majority of the barriers might be eliminated.
The barriers listed by nurses in this study are similar to the barriers listed in previous studies
cited in the literature review (Clark et al., 1996; Salantera et al., 1999; Heimrich et al., 2001;
Broome et al., 1996). Nurses and patients need to understand that nonpharmacological pain
management therapies have major benefits for pain relief. Barriers need to be explored and
Nonpharmacological Pain 25
continuing education needs to be done to eliminate some of these perceived barriers. If nurses
were more educated about nonpharmacological pain management, they could be confident in
informing their patients about these techniques and have more success in managing their pain.
The t-test findings demonstrated that more knowledge about nonpharmacological pain relief
methods increased nurses' use of them. Therefore, we need to offer more opportunities to
educate nurses' so they can manage their patients' pain more effectively. More classes should be
available to nurses so they have a greater knowledge of nonpharmacological therapies and their
Degree held by nurses was the only variable that was found to be significant in relation to
use of nonpharmacological management therapies. This finding may be biased due to the tool
itself and the sample size. The sample size was not large enough when divided into sub-groups
and the reliability of the ANOVA findings was impacted. For example the study had 55.3%
baccalaureate degree nurses, and 23.4% associate degree nurses. BroMenn's distribution of
baccalaureate verses associate degree nurses is very similar to our sample. BroMenn currently
has 45.6% baccalaureate degree nurses, 26.7% diploma nurses, and 19.6% associate degree
nurses (MA Kirchner, April 16, 2004). The fewer number of associate degree nurses presented
Based on the results from this study, nurses were found to use nonpharmacological
therapies on all units of the hospital for patients in pain. Nurses indicated they used emotional
support (mean 3.94) the most, followed by providing a comfortable environment (mean 3.87).
For both of these categories of nonpharmacological pain management, nurses rated them being
used 'nearly always.' Cognitive behavioral methods are used 'nearly always' and have a mean
of 3.76. This category included interventions like informing the patient about procedures,
Nonpharmacological Pain 26
medications, and treatment, imagery, distraction, and relaxation. In this study, nurses had
positive attitudes about using nonpharmacological pain management therapies and used them
'often'. Nurses' frequent use of nonpharmacological pain management allows for the patient to
participate in managing their pain in the midst of today's complex healthcare system. If patients
learn to perform these therapies while hospitalized they will continue doing them after discharge,
Limitations
the survey, categories on amount of pain education questions, adapting the original tool, and the
difference between nurses in the United States and Finland. There was a small sample size of
only 47 nurses with a response rate of25.9%. This would have been adequate for the descriptive
statistics; however, when the sample was broken into sub-groups there were not enough people
represented in each group for analysis. Most people who returned their surveys were young
nurses with their baccalaureate degree; however, that does not describe most of the nurses
working at BroMenn. This limits the generalizability of our results. If more time was available,
a second round of survey distribution might have increased the response rate. Nurses could also
have been reminded a second time to fill out the survey in their mailboxes.
A second limitation was the lack of clarity of question 15 on the survey. The question
asked what nonpharmaco]ogical pain management therapies could be used in the hospital
instead of what nonpharmacological pain management therapies do you use in the hospital. This
would have given the researcher a better idea about nurses actual practice of using
A third limitation was the categories used for the hours of pain education and the hours of
nonpharmacological pain education. The categories overlapped. For example, the choices were
"none", "0-5", and "5-1O". A clear understanding of the hours of classes nurses had was
impossible to gather. Nurses may have selected "0-5"'and had O hours instead of selecting none
Another limitation is that the original tool from Tarja Polkki (Polkki, Vehvilainen-
Julkunen, & Pietila, 2001) was changed to include all patients in the hospital with pain not just
post-operative pediatric patients. Making the changes altered the internal consistency of the tool.
The reliability of the original tool was really high. However, the alpha coefficient .93 for the
adapted tool was still really high. Content validity had also been done, so when the tool was
A fifth limitation is that people who respond to surveys answer with what they think is
the correct and socially acceptable response. This suggests that most nurses may realize the
importance of nonpharmacological therapies and say that they use them 'nearly always' or
A final limitation is that the original tool was used on nurses in Finland and there are
some cultural differences and differences in healthcare that might have affected the results.
Nursing practice and the importance of alternative treatment maybe different in the United States
than in Finland.
Conclusion
Nurses' from BroMenn Regional Medical Center provided valuable insight in the their
the treatment of pain, which are currently highly under utilized. Little research in the United
States has examined nurses' use of nonphannacological pain relief methods. The understanding
of nonphannacological methods is an area for continued study for nurses' pain management
practices and improving them. This study demonstrated that nurses do use nonphannacological
therapies on a regular basis with their patients in the hospital. Another area for future study is
looking at the percentage of patients who actually suffer from pain and how well nurses are
managing it. Emotional support, creating a comfortable environment, and cognitive behavioral
methods were reported to be used 'nearly always.' Associate degree nurses appear to use
nonphannacological therapies in the physical methods category more often than baccalaureate
degree nurses. An attempt needs to be made to reduce the barriers that nurses identified to using
makes a difference in nurses' use of these therapies. In order to realize the importance of using
nonpharmacological methods. ,
•
Nonpharmacological Pain 29
ChapterVI: Appendixes
Appendix A
S amp1e Charactenstics
Female 42 91.3
Unit worked
Medical/Surgical 23 48.9
Oncology 5 10.6
Pediatrics 6 12.8
Other I 2.1
Shift Worked
Day 22 48.9
Evening 7 15.6
Night 15 33.3
Other l 2.1
Age Range
20-29 16 34.0
30-39 13 27.7
40-49 8 17.0
50-59 7 14.9
60+ 3 ' 6.4
Degree Received
Associate 11 23.4
Diploma 9 19.1
Baccalaureate 26 55.3
Master's I 2.1
Years of Experience
0-9 26 55.3
10-19 8 17.0
20-29 7 14.9
30-39 5 10.6
40+ I 2.1
Characteristic Frequency (n) Percent of Sample (n=47)
Amount of Pain Education
None 2 4.4
0-5 Hours 26 57.8
5-10 Hours 7 15.6
10+ Hours 10 22.2
Pain Education in School
Yes 23 48.9
No 24 51.5
Where was Pain Education
Yes 12 26.7
No 2 Appendix
\ B 4.4
NIA Demograp
31 hi.c Pam. 68.9
Pain Tool on Unit Pracfices
Yes 47 100
Yes 47 100
•
Nonpharmacological Pain 31
Appendix C
Nurses' Extent ofNonpharmacological Use
Variables Freauencv (n) Percentof Samnle (n=47)
Never 0 0
Once a Month 4 8.9
Once Everv Other Week 1 2.2
Once a Week 11 24.4
3 Times a Week 19 42.2
Everyday 10 22.2
Appendix D
Nurses 'UtTilization ofN onpharmaco ogtcaIM
ethods
Variables Frequency (n) Percentof Sample (n=47) Mean
Nonpharmacological Therapies
Listed
Position Changes 25 53.2
Massage 24 51.1
Distraction 24 51.1
Heat/Cold 24 51.1
Imazerv ' 16 34
Music 16 34
Relaxation 15 31.9
Breathing Patterns 7 14.9
Comfort 2 4
Biofeedback 2 4
Early Ambulation 1 2.1
Quiet 1 2.1
Elevation of extremity 1 2.1
Mean Scoresfrom Likert Survey
Cognitive/Behavioral Methods 3.76
Physical Methods 3.21
Emotional Suonort Methods 3.94
Comfortable Environment 3.88
Patient/Family Involvement 3.67
Nonpharmacological Pain 32
Appendix E
8 amers t o Us. mg Nonp harmaco ogica IM eth Od S
BarriersListed Frequency(n) Percentof Sample (n=47)
Patient Unwilling 13 27.7
Lack of Time 9 19.l
Lack of Knowledge 8 17.0
Efficacy 8 17
Family/Patient Want Pill 7 14.9
Hard to Measure 4 8.5
Dr./RN Unwilling 3 6.4
Pain too Severe 3 6.4
Lack of Equipment 2 4.3
Trust I 2.1
Critical Thinking I 2.1
Not As Concrete I 2.1
None l 2.1
Order Needed for Heat I 2.1
Start Pre-op I 2.1
Age of Patient I 2.1
Appendix F
8 ene fi s to Us.mg N onpharmaco gica
o IM eth O d S
Benefits Listed Frequency(n) Percentof Sample (n=47)
Less Side Effects than Medication 19 40.4
More Patient Control 9 19.1
Less Medications Needed 6 12.8
Adjunct to Medications 6 12.8
More I: l Time 5 10.6
Patient Able to do Post-Discharge 4 8.5
Comfort 4 8.5
Less expensive 4 8.5
More Available 4 8.5
Relaxing 3 6.4
Less Dependency 2 4.3
Shorter LOS I 2.1
Decrease Falls 1 2.1
Family Involved 1 2.1
Build Trust 1 2.1
•
Nonphannacological Pain 33
12. If you answered NO to number 9, do you wish you had more education involving
nonpharmacological pain management (circle)? YES NO
13. Is there a pain assessment tool available for evaluating patient's pain on your unit
(circle)?
I. no
'
2. yes, what ~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
( eg. Happy-Sad Face, Visual Analogue Scale, 0-10 Scale, or FLA CC
Scale)
14. If you answered YES to number 13, do you use the tool (circle)? YES NO
15. What are some nonpharmacological pain management therapies that you could use in the
hospital without a doctors order? Please list.
16. How often do you use any of the above therapies? (circle)
everyday at least 3 times a week once a week once every other week
once a month never
17. What do you think some benefits of using nonpharmacological pain management
therapies are? Please list.
18. What do you think are some barriers to using nonpharmacological pain management
therapies? Please list.
Nonphannacological Pain 34
The following statements pertain to the use ofnon-pharmacological methods in pain management among
your patients. In each item circle the reply alternative that best represents your own actions. Answer each item,
unless otherwise mentioned (eg. if you do not use one of the listed methods, circle the alternative I = not at all.)
Also circle one of the alternatives 1-5 in the open-ended question (other, what. _,
24.7 humor 2 3 4 5
References
Barrett, J. (2002, December). Pain management. Retrieved September 17, 2003, from
Brolinson, P., Price, J., Ditmyer, M., & Reis, D. (2001). Nurses' perceptions of complementary
Broome, M., Richtsmeier, A., Maikler, V., & Alexander, M. (1996). Pediatric pain practices: A
national survey of health professionals. Journal of Pain and Symptom Management, 11,
312-320.
Brunier, G., Carson, G., & Harrison, D. (1995). What do nurses know and believe about
patients with pain? Results of a hospital survey. Journal of Pain and Symptom
Clarke, E., French, B., Bilodeau, M., Capasso, V., Edwards, A., & Empoliti, J. (1996). Pain
Cole, B., & Brunk, Q. (1999). Holistic interventions for acute pain episodes: An integrative
Dalton, J. (1989). Nurses' perceptions of their pain assessment skills, pain management practices
Heimrich, S., Yates, P., Nash, R., Hohman, A., Poulton, V., & Berggren, L. (2001). Factors
Kankkunen, P., Vehvilainen-Julkunen, K., Peitila, A, & Halonen P. (2003). Parents' use of
King, M., Pettigrew, A., & Reed, F. (2000). Complementary,alternative, integrative: Have
nurses kept pace with their clients? Urologic Nursing, 20, 323-330.
Lynch, M. (2001). Pain as the fifth vital sign. Journal of Intravenous Nursing, 24, 85-93.
Manworren, R. (2000). Pediatric nurses' knowledge and attitudes survey regarding pain.
Mazanec, P., Buras, D., Hudson, J., & Montana, B. (2002). Transdisciplinary pain management
McCaffery, M., & Pasero, C. ( 1999). Chapter nine: Practical nondrug approaches to pain.
National Foundation for the Treatment of Pain (NFTP). (2003). National pain
http://www.paincare.org/pain_awareness/index.html
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases (NIAMS). (2003). Pain
http://www.niams.nih.gov/hi/topics/pain/pain.htm.
NCS Pearson, Inc. (2003). New JCAHO standards require pain assessment protocol. Retrieved
http://www.pearsonassessments.com/bridgeinggap/spring200l pl .htm
•
Nonpharmacol
ogical Pain
39
Salantera, S., Lauri, S., Salmi, T., & Helenius, H. (1999). Nurses' knowledge about
Titler, M., & Rakel, B. (2001). Nonpharmacologic treatment of pain. Critical Care
Nursing
Fraser, J. (1998). The prevalence and perception of pain amongst hospital in-
patients.
Journal of Clinical Nursing, 7, 521,530.
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)
APENDIKSITIS
I. Latar Belakang
cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,
medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior
yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum. Penyebab yang
paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh feses yang akhirnya
berkembang, namun dalam tiga sampai empat dasawarsa terakhir menurun secara
bermakna, yaitu 100 kasus tiap 100.000 populasi mejadi 52 tiap 100.000
populasi. Kejadian ini mungkin disebabkan perubahan pola makan, yaitu negara
apendisitis akut jarang terjadi pada balita, meningkat pada pubertas, dan
mencapai puncaknya pada saat remaja dan awal 20-an, sedangkan angka ini
wanita dan laki-laki pada masa prapuber, sedangkan pada masa remaja dan
dewasa muda rationya menjadi 3:2, kemudian angka yang tinggi ini menurun
pada pria.
Pola hidup tidak sehat tentu tidak benar dan harus dihindari, pengetahuan
tentang penyakit dan makanan menjadi prioritas utama untuk menanamkan pola
hidup sehat. Salah satu penyakit yang timbul adalah apendisitis. Maka dari itu
hendaknya lebih hati-hati ketika mengkonsumsi makanan agar tubuh tetap terjaga
II. Tujuan
dengan benar.
benar.
benar.
III. Materi
IV.Metode
1. Ceramah.
2. Tanya Jawab.
V.Media/Alat/Sumber
A. Media:
Leafleat
B. Alat :
C. Sumber:
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 1.
Pasien dan Keluarga pasien di ruang rawat inap bedah RSUD Kota Padang
Panjang
VII.Waktu
VIII.Tempat
Denah:
Sasaran
IX. Rencana Evaluasi
1. Struktur:
A. Persiapan Media dan Alat
Media dan alat yang digunakan dalam penyuluhan sudah lengkap dan
dapat digunakan sesuai fungsinya.
- Poster
- Leaf Leat
B. Persiapan Materi
Materi disiapkan dalam bentuk Leafleat digunakan untuk mempermudah
penyampaian materi kepada masyarakat.
C. Undangan
Keluarga pasien di ruang ruang rawat inap Bedah RSUD Kota Padang
Panjang.
2. Proses Penyuluhan:
A. Penyuluhan kesehatan mengenai apendisitis berlangsung lancar dan
pasien dan keluarga mengerti tentang materi penyuluhan yang diberikan.
B. Selama penyuluhan dilaksanakan diharapkan terjadi interaksi yang positif
antara penyuluh dengan keluarga pasien, ditandai dengan keaktifan
keluarga pasien dalam bertanya dan adanya kemauan keluarga pasien
untuk mendengarkan dengan baik.
C. Kehadiran keluarga pasien diharapkan tidak meninggalkan ruangan saat
penyuluhan berlangsung.
3. Hasil:
A. Jangka Pendek
Peserta penyuluhan mengerti setidaknya 80% dari semua materi
yang telah disampaikan dengan kriteria:
1. Menjelaskan kembali definisi apendisitis dengan benar
2. Menyebutkan sedikitnya 5 faktor yang menjadi penyebab hipertensi
dengan benar.
3. Menjelaskan komplikasi apendisitis terhadap organ tubuh lain dengan
benar.
4. Menyebutkan sedikitnya 5 gejala umum apendisitis dengan benar.
5. Menyebutkan sedikitnya 5 upaya untuk menanggulangi apendisitis
dengan benar.
B. Jangka Panjang
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran keluarga
pasien akan bahaya apendisitis serta cara pengendaliannya yang nantinya
akan mengarah pada perubahan gaya hidup menuju ke arah yang lebih
baik sehingga dapat menurunkan angka kematian akibat komplikasi
apendisitis.
X. LAMPIRAN
1. Materi penyuluhan
2. Leaflet
3. Dokumentasi
MATERI PENYULUHAN
APENDISITIS
A. Anatomi Fisiologi
cm (4 inci), lebar 0,3 - 0,7 cm dan isi 0,1 cc melekat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Pada pertemuan ketiga taenia yaitu : taenia anterior,
medial dan posterior. Secara klinis, apendiks terletak pada daerah Mc.Burney
yaitu daerah 1/3 tengah garis yang menghubungkan spina iliaka anterior
parasimpatis pada apendiks berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti
sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lymphoid Tissue) yang
tubuh karena jumlah jaringan limfa disini kecil sekali jika dibandingkan dengan
kecil, maka apendiks cenderung menjadi tersumbat dan terutama rentan terhadap
B. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai
cacing (apendiks). Usus buntu sebenarnya adalah sekum (cecum). Infeksi ini
2005)
Diagnosa klinis intra apendisitis akut, menurut Cloud dan Boyd dapat dibagi
apendiks, yaitu:
demam ringan. Pada fase ini seharusnya didapatkan adanya leukositosis. Pada
fase ini apendiks dapat terlihat normal, hiperemi atau oedem, tak ada eksudet
serosa.
2. Apendisitis Akut Supurativa
nyeri lepas di titik Mc Burney, adanya defans muskuler dan nyeri pada gerak
aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut
tersebut, maka mungkin kadar leukosit di dalam darah dapat turun, sebab
meninggi. Namun setelah tubuh sempat merespon kebutuhan ini maka jumlah
leukosit akan meninggi didalam darah tepi. Apendisitis akut supurativa ini
dinding apendiks berwama ungu, hijau keabuan atau merah kehitamann. Pada
Pada dinding apendiks telah terjadi ruptur, tampak daerah perforasi yang
Abses akan timbul di fossa iliaka kanan lateral dekat cecum, retrocaecal dan
C. Etiologi
Menurut klasifikasi:
1. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bacteria. Dan factor
jaringan limfe, fikalit (tinja atau batu), tumor apendiks, dan cacing askaris
yang dapat menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena
parasit (E.histolytica).
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan
tidak pernah kembali ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan
parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah
lumen apendiks, adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi
D. Manifestasi Klinis
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri
periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang
muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa
jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini
nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatic
Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-
38,50C.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat
dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika
(terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan
tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan
atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas
E. Patofisiologi
(Sjamsuhidayat, 2005).
Kondisi obstruksi akan meningkatkan tekanan intraluminal dan peningkatan
bakteri. Hal lain akan terjadi peningkatan kongesti dan penurunan perfusi pada
dinding apendiks yang berlanjut pada nekrosis dan imflamasi apendiks (Attasi,
2002).
Pada fase ini, pasien akan mengalami nyeri pada area perium bilikan.
parietal peritoneum, maka intensitas nyeri yang khas akan terjadi (Santacroce,
2009).
peradangan ini dengan cara menutup apendiks dengan omentum dan usus halus
infiltrate apendiks. Pada bagian dalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Namun, jika tidak terbentuk abses,
apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang dan
apendiks disertai material abses, maka akan memberikan manifestasi nyeri local
akibat akumulasi abses dan kemudian juga akan memberikan respons peritonitis.
Manifestasi yang khas dari perforasi apendiks adalah nyeri hebat yang tiba-tiba
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes laboratorium
2. Tes darah
Sebuah tes darah melibatkan menggambar darah seseorang di kantor
infeksi, seperti jumlah sel darah putih yang tinggi. Tes darah juga dapat
komersial, atau rumah sakit dan dapat diuji di lokasi yang sama atau dikirim
1. USG abdomen
USG menggunakan perangkat, yang disebut transducer, yang memantul
jalan, atau rumah sakit oleh teknisi terlatih khusus, dan gambar yang
tersangka usus buntu pada bayi, anak-anak, orang dewasa muda, dan wanita
hamil.
2. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mesin MRI menggunakan gelombang radio dan magnet untuk menghasilkan
detil gambar organ tubuh dan jaringan lunak tanpa menggunakan sinar x.
Prosedur ini dilakukan di pusat rawat jalan atau rumah sakit oleh khusus
dilatih teknisi, dan gambar yang ditafsirkan oleh ahli radiologi. Anestesi
Dengan sebagian besar mesin MRI, orang terletak di atas meja yang slide
tertutup berakhir di salah satu ujung; beberapa mesin yang dirancang untuk
lain dari sakit perut yang aman, alternatif yang handal untuk computerized
dapat diberikan solusi untuk minum dan suntikan media kontras. CT scan
G. Komplikasi
sampai 32%. Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara
umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu
37,0C atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan abdomen
H. Penatalaksanaan
bedah yang lebih sedikit, pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi
luka yang lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut abdomen, terutama pada wanita.
(Birnbaum BA).
I. Pencegahan
Apendisitis atau peradangan usu buntu merupakan penyakit yang tidak bisa
dicegah. Hanya saja bagi orang yang mengkonsumsi serat yang cukup akan
bagi kita untuk selalu menyediakan makanan berupa sayur-sayuran dan buah-
buahan yang segar agar kita memperolah cukup serat. Tindakan pencegahan
sebenarnya lebih menekankan pada kehati-hatian dalam melihat gejala, bila sudah
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba
Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. NANDA NIC-NOC Jilid 1.
Jogjakarta: Penerbit Mediaction.
APENDICITIS PENGERTIAN MACAM-
Apendiks adalah peradangan
akibat infeksi pada usus buntu atau MACAM
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini
bisa mengakibatkan pernanahan. Bila APENDICITIS
OLEH : infeksi bertambah parah, usus buntu
itu bisa pecah. Usus buntu merupakan Appendicitis akut, dibagi atas :
MASYA YUNIS, S.Kep saluran usus yang ujungnya buntu dan
Appendicitis akut fokalis
NIM : 1614901083 menonjol dari bagian awal usus besar
atau sekum (cecum). atau segmentalis,yaitu
setelah sembuh akan timbul
striktur local. Appendicitis
purulenta difusi,yaitu sudah
bertumpuk nanah.
PRODI PROFESI NERS
Appendicitis kronis, dibagi
STIKES FORT DE KOCK atas : Appendicitis kronis
fokalis atau parsial
BUKITTINGGI yaitu,setelah sembuh akan
timbul stiktur
2017
local.Appendicitis kronis
obliteritiva yaitu,appendiks
miring, biasanya ditemukan
pada usia tua.
PENYEBABNYA TANDA DAN CARA
PENCEGAHAN
Infeksi bakteri. GEJALA
Mengkonsumsi makanan yang
Hjmnsaa
Faktor penyumbatan pada
Faktor Anoreksia biasanya tanda pertama. mengandung banyak/kaya serat
lapisan saluran (lumen) oleh seperti : sayur-sayuran ,buah-
Rasa nyeri yang dimulai dari bagian buahan kecuali buah jambu biji.
tujnja yang keras.
tengah perut dan berpindah
Pembesaran jaringan limfoid. kebagian bawah sebelah kanan MAKANAN DAN MINUMAN
perut, dengan perut kaku seperti YANG DI HINDARI
Penyakit cacing ( cacing
papan. Makanan dan minuman yang
ascaris).
tidak dihanjurkan seperti :
Susah berjalan karena nyeri pedas,berminyak,biji-bijian,
Benda asing dalam tubuh seperti
minuman dingin,minuman
biji-bijian. Nafsu makan hilang, mengandung kafein
Demam subfebril.
PENYEBABNYA TANDA DAN GEJALA CARA
PENCEGAHAN
Infeksi bakteri. Anoreksia biasanya tanda pertama.
Mengkonsumsi makanan yang
Faktor penyumbatan pada Rasa nyeri yang dimulai dari bagian mengandung banyak/kaya serat
seperti : sayur-sayuran ,buah-
lapisan saluran (lumen) oleh tengah perut dan berpindah
buahan kecuali buah jambu biji.
tujnja yang keras. kebagian bawah sebelah kanan
perut, dengan perut kaku seperti
Pembesaran jaringan limfoid. MAKANAN DAN MINUMAN
papan. YANG DI HINDARI
Penyakit cacing ( cacing
Susah berjalan karena nyeri Makanan dan minuman yang tidak
ascaris). dihanjurkan seperti :
Nafsu makan hilang, pedas,berminyak,biji-bijian,
Benda asing dalam tubuh minuman dingin,minuman
seperti biji-bijian. Terjadinya konstipasi mengandung kafein