Anda di halaman 1dari 79

Askep Gadar Trauma Dada

By : Elsa Herlinda

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan trauma
di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan trauma yang
mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus
(penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan
dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
b. Apa etiologi dari trauma thorax?
c. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
d. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
e. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax?

C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Trauma thorax
b. Mengetahui etiologi Trauma thorax
c. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax
d. Mengetahui prognosis Trauma thorax
e. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax
f. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thorax.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Kesimpulan : Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Trauma Dada /
Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada
atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan
bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ
bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa
kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.

B. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid
yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
e. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f. Fraktu tulang iga
g. Tindakan medis (operasi)
h. Pukulan daerah torak.

C. KLASIFIKASI
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta

D. PROGNOSIS PENYAKIT
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi
( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada
inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi
sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada
mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga
pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup,
sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada
yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
5. Tamponade jantung
Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab kematian utama pada daerah
perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat trauma tumpul.
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh
dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir
mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks.
Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari
90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa
dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas
darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta,
sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada
vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya kelainan
pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya
cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul
toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya
kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada
trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

G. PENATALAKSANAAN
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat
(UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat
dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara
spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien.
Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan
tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda
keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar
tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver)

b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)


Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan
indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas
yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah,
vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami
kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam
maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai /
melukai pembuluh darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan
dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah,
hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka
tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.

d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan
dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat
darurat.
2. Konservatif
a) Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok
Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.

b) Pemasangan Plak / Plester


Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas
kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.

3. Invasif / Operatif

a. WSD (Water Seal Drainage)

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus)
dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Ventilator

Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
dalam waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 1996).

H. KOMPLIKASI
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda :
a) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
b) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
1. AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala kinis yang ada kadang
tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang mengancam
nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau
fraktur dislokasi dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan
sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya
tanda perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan
terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan
reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi endotracheal.

2. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan vena-vena
leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi,
palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk
peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan
lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.

3. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan darah dan
tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk
warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif
maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan
adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma miokard.

e. Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang pada dinding dada ini sehingga
open pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus
segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru,
maka usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive dressing) dapat mengkibatkan terjadinya
tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi
yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap
udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dievaluasi
paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.

f. Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi “needle thoracosintesis”,
yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi
definitif dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris
dan misaxillaris.

g. Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan
tindakan operatif. Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian volume darah yang
dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila
didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus menerus 200
cc/jam dalam waktu 2-4 jam.

h. Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian analgesik untuk mengurangi
nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin harus
dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan dipasang respirator apabila analisis gas darah
menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.

i. Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita temponade jantung tetapi
tidak boleh menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang cepat untuk
menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga
perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitif adalah
dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.

B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.

D. INTERVENSI
1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan perfusi
jaringan dengan,
Kriteria hasil :
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan.
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3) Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan keb. intervensi.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi

2. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena trauma, hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan jalan nafas
pasien dengan
Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
5) Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

3. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi


sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan nafas pasien normal,
dengan
Kriteria hasil :
a.Menunjukkan batuk yang efektif.
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan
c.Klien tampak nyaman.
Intervensi Dx 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi
3) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
4) Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau expectorant. Rasional :
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya

4. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan nyeri berkurang, dengan
Kriteria hasil :
a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
c.Pasien tidak gelisah.
Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
1) Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik -Analgetik memblok
lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
4) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
5) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

5. Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang


berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan klien tidak mengalami syok
hipovolemik, dengan
Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S : 36-3oC, RR : 20x/menit)
Intervensi Dx 5 : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional: Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika terjadi
perdarahan
Rasional: Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional: Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasionali:Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

6. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan dapat mencapai penyembuhan
luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi Dx 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauhmanaperkembangan luka mempermudah dalammelakukan tindakan
yang tepat
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi
5) Kolaborasi tindakan lanjutan sepertimelakukandebridemen
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.

BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada
rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga
dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,
Tamponade Jantung, dan sebagainya.

B. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan sistem pernafasan
trauma toraks hendaknya mengetahui terlebih dahulu gambaran keadaan pasien dan rencana
asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta


Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan
Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika
Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8. Volume 1. EGC. Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan
Kriteria hasil NOC . Jakarta: EGC
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN TRAUMA THORAK
Posted on December 9, 2012 by rikayuhelmi116

Standard

BAB I

PENDAHULUAN

1. I. LATAR BELAKANG

Trauma torak semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan kondisi sosial
ekonomi masyarakat.· Di Amerika Serikat didapatkan 180.000 kematian pertahun karena trauma.
25 % diantaranya karena trauma torak langsung, sedangkan 5 % lagi merupakan trauma torak tak
langsung atau penyerta

Pneumotoraks didefinisikan sebagai adanya udara di dalam kavum/rongga pleura. Tekanan di


rongga pleura pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam keadaan
berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir inspirasi 4 s/d 8 cm H2O dan pada
akhir ekspirasi 2 s/d 4 cm H2O.

Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat menyebabkan udara luar masuk ke
dalam rongga pleura, Sehingga paru akan kolaps. Paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat
trauma; dapat pula sebagai akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik
maupun terapeutik.
Dahulu pneumotoraks dipakai sebagai modalitas terapi pada TB paru sebelum ditemukannya
obat anti tuberkulosis dan tindakan bedah dan dikenal sebagai pneumotoraks artifisial .
Kemajuan teknik maupun peralatan kedokteran ternyata juga mempunyai peranan dalam
meningkatkan kasus-kasus pneumotoraks antara lain prosedur diagnostik seperti biopsi pleura,
TTB, TBLB; dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB, CVP dapat pula menjadi sebab teradinya pneumotoraks (pneumotoraks
iatrogenik).

1. II. TUJUAN

 Tujuan Umum

Mahasiswa mendapat gambaran dan pengalaman tentang penetapan proses asuhan keperawatan
secara komprehensif terhadap klien trauma dada ini

 Tujuan Khusus

Setelah melakukan pembelajaran tentang asuhan keperawatan dengan bronchitis kronis. Maka
mahasiswa/i diharapkan mampu :

1. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan trauma dada


2. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan trauma dada
3. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
4. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan trauma dada
5. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan trauma dada

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. I. DEFENISI

Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001).

Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun.
Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus
serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda
paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

Trauma thorax adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau bennda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut

Hematotorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan
terjadinya perdarahan.

Di dalam toraks terdapat dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru
dan jantung. Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami gangguan atau
bahkan kerusakan.

1. II. ETIOLOGI

ü Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah


jantung.

ü Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan

ü Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ;
iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif)
(FKUI, 1995)

1. III. ANATOMI FISIOLOGI

Kerangka rongga thorax, meruncing pada bagian atas dan berbentuk kerucutterdiri dari sternum,
12 vertebra thoracalis, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang rawan dan 2
pasang yang melayang.

Kartilago dari 6 igamemisahkan articulasio dari sternum, kartilago ketujuh sampai sepuluh
berfungsimembentuk tepi kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternu. Perluasanrongga
pleura di atas klavicula dan di atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka
tusuk.

Musculus pectoralis mayor dan minor merupakanmuskulus utama dinding anterior thorax.
Muskulus latisimus dorsi, trapezius,rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk
lapisan muskulus posterior dinding posterior thorax. Tepi bawah muskulus pectoralis
mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior.

Dada berisi organ vital paru dan jantung, pernafasan berlangsung dengan bantuan gerak dinding
dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernafasan yaitumuskulus interkostalis dan
diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar sehingga udara akan terhisap melalui
trakea dan bronkus.

Pleura adalah membran aktif yang disertai dengan pembuluh darah danlimfatik. Disana terdapat
pergerakan cairan, fagositosis debris, menambal kebocoranudara dan kapiler. Pleura visceralis
menutupi paru dan sifatnya sensitif, pleura ini berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum
bersama – sama dengan pleura parietalis,yang melapisi dinding dalam thorax dan diafragma.

Pleura sedikit melebihi tepi paru pada setiap arah dan sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru –
paru normal, hanyaruang potensial yang ada.Diafragma bagian muskular perifer berasal dari
bagian bawah iga keenamkartilago kosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal,
bagianmuskuler melengkung membentuk tendo sentral.

Nervus frenikus mempersarafimotorik dari interkostal bawah mempersarafi sensorik. Diafragma


yang naik setinggi putting susu, turut berperan dalam ventilasi paru – paru selama respirasi biasa
/tenang sekitar 75%.

1. IV. PATOFISIOLOGI

Rongga dada terdiri dari sternum, 12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di anterior
dalam segmen tulang rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada terdapat
paru-paru yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan,
maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem pernafasan.

Akibat trauma dada disebabkan karena:

Tension pneumothorak cedera pada paru memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke
dalam rongga pleura, tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi
paru kontralateral demikian juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya paru.
Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti patahan tulang iga dan
tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan terjadinya perdarahan pada rongga pleural
meningkat mengakibatkan paru-paru akan menjadi kolaps.

Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada akibatnya paru-paru tidak dapat
mengembang dengan sempurna dan ventilasi menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas.
Sianosis dan tidak menutup kemungkinan akan terjadi syok.
1. V. MANIFESTASI KLINIS

ü Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.

ü Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.

ü Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.

ü Dyspnea, takipnea

ü Takikardi

ü Tekanan darah menurun.

ü Gelisah dan agitasi

ü Kemungkinan cyanosis.

ü Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.

ü Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit.

1. VI. KLASIFIKASI

Trauma thorak klasifikasikan menjadi :

1. I. Trauma tembus (tajam)


1. Terjadi diskontinuitas dinding toraks (laserasi) langsung akibat penyebab trauma
2. Terutama akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca, dsb) atau peluru
3. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi2.

Trauma tembus, biasanya disebabkan tekanan mekanikal yang dikenakan secara direk yang
berlaku tiba-tiba pada suatu area fokal. Pisau atau projectile, misalnya, akanmenyebabkan
kerusakan jaringan dengan stretching dan crushing dan cedera biasanya menyebabkan batas luka
yang sama dengan bahan yang tembus pada jaringan.

Berat ringannya cidera internal yang berlaku tergantung pada organ yangtelah terkena dan
seberapa vital organ tersebut. Derajat cidera tergantung pada mekanisme dari penetrasi dan
temasuk, diantarafaktor lain, adalah efisiensi dari energy yang dipindahkan dari obyek ke
jaringan tubuhyang terpenetrasi.

Faktor faktor lain yang berpengaruh adalah karakteristik dari senjata, seperti kecepatan, size dari
permukaan impak, serta densitas dari jaringantubuh yang terpenetrasi.
Pisau biasanya menyebabkan cidera yang lebih kecil karena iatermasuk proyektil dengan
kecepatan rendah. Luka tusuk yang disebabkan oleh pisausebatas dengan daerah yang terjadi
penetrasi. Luka disebabkan tusukan pisau biasanyadapat ditoleransi, walaupun tusukan tersebut
pada daerah jantung, biasanya dapatdiselamatkan dengan penanganan medis yang maksimal.

Peluru termasuk proyektil dengan kecepatan tinggi, dengan biasanya bisamencapai kecepatan
lebih dari 1800-2000 kali per detik. Proyektil dengan kecepatan yang tinggi dapat menyebabkan
dapat menyebabkan berat cidera yang samadenganseperti penetrasi pisau, namun tidak seperti
pisau, cidera yang disebabkan olehpenetrasi peluru dapat merusakkan struktur yang berdekatan
dengan laluan peluru.

Ini karena disebabkan oleh terbentuknya kavitas jaringan dan dengan menghasilkangelombang
syok jaringan yang bisa bertambah luas. Tempat keluar peluru mempunyadiameter 20-30 kali
dari diameter peluru.

1. 2. Trauma tumpul
1. Tidak terjadi diskontinuitas dinding toraks.
2. Terutama akibat kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blastinjuries.
3. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru
4. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi
5. Trauma tumpul lebih sering didapatkan berbanding trauma tembus,kira-kiralebih dari
90% trauma thoraks.

Dua mekanisme yang terjadi pada trauma tumpul:

– transfer energi secara direk pada dinding dada dan organ thoraks

– deselerasideferensial, yang dialami oleh organ thoraks ketika terjadinya impak.

Benturan yangsecara direk yang mengenai dinding torak dapat menyebabkan luka robek dan
kerusakan dari jaringan lunak dan tulang seperti tulang iga. Cedera thoraks dengantekanan yang
kuat dapat menyebabkan peningkatan tekanan intratorakal sehingga menyebabkan ruptur dari
organ organ yang berisi cairan atau gas.

1. VII. KOMPLIKASI
1. Surgical Emfisema Subcutis

Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.

Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.


1. Cedera Vaskuler

Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.

1. Pneumothorak

Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.

1. Pleura Effusion

Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok.

Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga pleura maka terjadi tanda –
tanda :

– Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi
dypsnea.

– Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.

– Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.

– Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).

1. Plail Chest

Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)

1. Hemopneumothorak

Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

1. VIII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

ü Radiologi : foto thorax (AP).


ü Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.

ü Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.

ü Hemoglobin : mungkin menurun.

ü Pa Co2 kadang-kadang menurun.

ü Pa O2 normal / menurun.

ü Saturasi O2 menurun (biasanya).

ü Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

1. IX. PENATALAKSANAAN

ü Konservatif

 Pemberian analgetik
 Pemasangan plak/plester
 Jika perlu antibiotika
 Fisiotherapy

ü Operatif/invasif

 Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).


 Pemasangan alat bantu nafas.
 Pemasangan drain.
 Aspirasi (thoracosintesis).

ü Operasi (bedah thoraxis)

ü Tindakan untuk menstabilkan dada:

 Miring pasien pada daerah yang terkena.


 Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
 Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan pada kriteria
sebagai berikut:

1. Gejala contusio paru


2. Syok atau cedera kepala berat.
3. Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4. Umur diatas 65 tahun.
5. Riwayat penyakit paru-paru kronis.
ü Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension Pneumothorak mengancam.

ü Oksigen tambahan.
BAB III

ASKEP TEORITIS

1. 1. PENGKAJIAN

Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh
(Boedihartono, 1994 : 10).Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliput :

1. Aktivitas / istirahat

Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat

1. Sirkulasi

Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ

1. Integritas ego

Tanda : ketakutan atau gelisah

1. Makanan dan cairan

Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.

1. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajamdan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinanmenyebar ke leher, bahu dan
abdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkanwajah

1. Pernapasan

Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit parukronis,


inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;pneumothoraks spontan
sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada
;fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ;kulit pucat, sian osis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas,bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif

1. keamanan

Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan

1. Penyuluhan / pembelajaran

Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedahintratorakal/biopsy


paru

1. II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.

1. III. INTERVENSI

Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada pasien dengan trauma thorax
(Wilkinson, 2006) meliputi :

 Diagnosa 1 : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak
maksimal karena trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :
 Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
 Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
 Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

Rasionalnya : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit.

1. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.

Rasionalnya : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.

1. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

1. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

Rasionalnya : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien


terhadap rencana teraupetik.

1. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.

Rasionalnya : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.

1. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam :


2. Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
rasiobalnya : Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
3. Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
rasionalnya : Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir
masuk ke area pleural.
4. Observasi gelembung udara botol penempung.

Rasionalnya : gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari


penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru
dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru
lengkap/normal atau slang buntu.
1. Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau
menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela
perlu.

rasionalnya b: osisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah
tekanan negative yang diinginkan.

 Diagnosa II : Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

 Menunjukkan batuk yang efektif.


 Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
 Klien nyaman.

Intervensi :

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret
di sal. pernapasan.

Rasionalnya : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien


terhadap rencana teraupetik.

1. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

Rasionalnya : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi.

 Diagnosa III : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.

Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.

Kriteria Hasil :

 tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.


 luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
 Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.

Intervensi :
1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
rasionalnya : mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan
tindakan yang tepat.
2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
rasionalnya : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
3. Pantau peningkatan suhu tubuh.

Rasionalnya : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses
peradangan.

1. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan
plester kertas.

Rasionalnya : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah


terjadinya infeksi.

1. Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.

Rasionalnya : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.

1. Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.


rasionalnya : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya
luka, agar tidak terjadi infeksi.
2. Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.

Rasionalnya : antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang
berisiko terjadi infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.Boedihartono,


1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. EGC : Jakarta.
Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Nasrul Effendi. 1995. Pengantar Proses Keperawatan. EGC. Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3.
EGC : Jakarta.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.
http://www.iwansain.wordpress.com
Asuhan Keperawatan trauma thoraks

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi
a. (Dorland, 2002).
Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional
b. (Brooker, 2001).
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan
emosional yang hebat
c. (Smeltzer, 2001).
Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44
tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja

Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan
tamponade, jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks,
hematopneumothoraks. Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan
dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul.Di dalam toraks terdapat
dua organ yang sangat vital bagi kehidupan manusia, yaitu paru-paru dan jantung.
Paru-paru sebagai alat pernapasan dan jantung sebagai alat pemompa darah. Jika
terjadi benturan atau trauma pada dada, kedua organ tersebut bisa mengalami
gangguan atau bahkan kerusakan.

Trauma dada kebanyakan di sebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang umumnya
berupa trauma tumpul.trauma tajam terutama di sebabkan oleh tikaman dan
tembakan.cidera toraks sering d sertai dengan cidera perut,kepala,dan extremitas
sehingga merupakan cidera majemuk.

Cidera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah abstruksi jalan


nafas,hemotoraks besar,tamponade jantung,penemo instabil,penemo toraks
desak,dada gail (flail ches,dada in stabil) penemo toraks terbuka,dan kebocoran udara
trakea bronkus .semua kelainan ini menyebabkan gawat dada atau toraks akut yang
analog dengan gawat perut dalam bahwa diagnosis harus di tegakkan secepat mungkin
dan penanganan di lakukan segera untuk mempertahankan pernafasan,fentilasi
paru,dan pendarahan. Sering tindakan di perlikan untuk menyelamatkan penderita
bukan merupakan tindakan operasi seperti membebaskan jalan nafas, aspirasi rongga
pleura, aspirasi rongga perikard, dan menutup sementara luka dada. Tetaapi kadang di
perlukan thorakotomi darurat. Luka tembus di dada harus segara di tutup dengan jaitan
yang kedap udara.
Penanggulangan trauma thoraks
Luka thoraks harus di tutup denga pembalutuntuk menghentikan kebocoran udara
sebaiknya di pakai kasa besar steril yang di olesi vaselin steril..
Pneumothoraks desak harus di fungsi segera mungkin. Udara harus ke;luar sehingga
mediastinum kembali ke tempatnya. Kemudian di pasang penyalir sekat air. Penyalir di
pasang dekat puncak rongga dada.
Pada hemothoraks, penyalir sekat air di pasang serendah mungkin pada dasar rongga
dada untuk menggosokan rongga pleura dan memantau perdarahan. Memasang
penyalir dapat di lakukan dengan atau tanpa trokar.
Tindakan darurat penyebab cedera harus di tentukan dahulu, kemudian tentukan
macamnya, cedera tumpul atau tajam. Jika cedera tajam, apakah berupa luka tusuk
atau luka tembak.
Tindakan darurat yang perlu di lakukan ialah, pembebasan jalan nafas (A), pemberian
nafas buatan dan ventilasi paru. (B), dan pemantauan aktivitas jantung dan peredaran
darah. (C), tindakan darurat juga mencakup fungsi rongga thoraks pada pneumothoraks
desak, aspirasi, hemothoraks masih, dan aspirasi perikard jika hematoperikard
menyebabkan tamponade jantung.

A. Etiologi
1. Tamponade jantung
Disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2. Hematotoraks
Disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3. Pneumothoraks
Spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; atrogenik
(“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif).

B. Patofisiologi
Trauma dada sering menyebabkan gangguan ancaman kehidupan. Luka pada
rongga thorak danisinya dapat membatasi kemampuan jantung untuk memompa darah
atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan oksigen darah. Bahaya utama
berhubungan dengan luka dada biasanya berupa perdarahan dalam dan tusukan
terhadap organ Hipoksia, hiperkarbia, dan asidosis sering disebabkan oleh trauma
thorax. Hipokasia jaringan merupakan akibat dari tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen kejaringan oleh karena hipivolemia ( kehilangan darah ), pulmonary
ventilation/perfusionmismatch ( contoh kontusio, hematoma, kolapsalveolus ) dan
perubahan dalam tekanan intrat thorax ( contoh : tension pneumothorax,
pneumothoraxterbuka ). Hiperkarbia lebih sering disebabkan oleh tidak adekuatnya
ventilasi akibat perubahan tekanan intrathorax atau penurunan tingkat kesadaran.
Asidosis metabolik disebabkan oleh hipoperfusi dari jaringan ( syok ).

Fraktur iga Merupakan komponen dari dinding thorax yang paling sering mngalami
trauma, perlukaan pada iga sering bermakna, Nyeri pada pergerakan akibat terbidainya
iga terhadap dinding thorax secara keseluruhan menyebabkan gangguan ventilasi.
Batuk yang tidak efektif intuk mengeluarkan sekret dapat mengakibatkan insiden
atelaktasis dan pneumonia meningkat secara bermakna dan disertai timbulnya penyakit
paru – paru. Pneumotoraks diakibatkan masuknya udara pada ruang potensial antara
pleura viseral dan parietal. Dislokasi fraktur vertebra torakal juga dapat ditemukan
bersama dengan pneumotoraks. Laserasi paru merupakan penyebab tersering dari
pnerumotoraks akibat trauma tumpul.Dalam keadaan normal rongga toraks dipenuhi
oleh paru-paru yang pengembangannya sampai dinding dada oleh karena adanya
tegangan permukaan antara kedua permukaan pleura. Adanya udara di dalam rongga
pleura akan menyebabkan kolapsnya jaringan paru.

Gangguan ventilasi-perfusi terjadi karena darah menuju paru yang kolaps tidak
mengalami ventilasi sehingga tidak ada oksigenasi. Ketika pneumotoraks terjadi, suara
nafas menurun pada sisi yang terkena dan pada perkusi hipesonor. Foto toraks pada
saat ekspirasi membantu menegakkan diagnosis. Terapi terbaik pada pneumotoraks
adalah dengan pemasangan chest tube lpada sela iga ke 4 atau ke 5, anterior dari garis
mid-aksilaris. Bila pneumotoraks hanya dilakukan observasi atau aspirasi saja, maka
akan mengandung resiko. Sebuah selang dada dipasang dan dihubungkan dengan
WSD dengan atau tanpa penghisap, dan foto toraks dilakukan untuk mengkonfirmasi
pengembangan kembali paru-paru. Anestesi umum atau ventilasi dengan tekanan
positif tidak boleh diberikan pada penderita dengan pneumotoraks traumatik atau pada
penderita yang mempunyai resiko terjadinya pneumotoraks intraoperatif yang tidak
terduga sebelumnya, sampai dipasang chest tubeHemothorax. Penyebab utama dari
hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal atau
arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma tumpul.
Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan terjadinya hemotoraks.

C. Manifestasi klinis
a. Tamponade jantung :
1) Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
2) Gelisah.
3) Pucat, keringat dingin.
4) Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
5) Pekak jantung melebar.
6) jantung melemah.
b. Hematotoraks :
1) Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
2) Gangguan pernapasan.
c. Pneumothoraks
1) Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
2) Gagal pernapasan dengan sianosis.
3) Kolaps sirkulasi dan Asma
4) Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas Yang
terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
5) pada auskultasi terdengar bunyi klik.
6) Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat Seperti aorta
yang ruptur.
7) Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra
abdominal.

D. Komplikasi
1. Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2. Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema
3. Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep Jantung
4. Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5. Esofagus : mediastinitis.
6. Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal
7. Tension penumototrax
8. Penumotoraks bilateral
9. Emfiema

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi : foto thorax (AP).
2. Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4. Hemoglobin : mungkin menurun.
5. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6. Pa O2 normal / menurun.
7. Saturasi O2 menurun (biasanya).
8. Toraksentesis : menyatakan darah
9. Diagnosis fisik :
a. Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik,
observasi.
b. Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura
dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
c. Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan
thorakotomi
d. Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc
segera thorakotomi.

F. Teraphy
1. Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
2. WSD (hematotoraks).
3. Pungsi.
4. Torakotomi.
5. Pemberian oksigen.
6. Antibiotika :
a. Cupanol
b. Lexipron
c. Tepaxin
d. Roksicap
7. Analgetika.
8. Expectorant
9. Untuk komplikasi empisema menggunakan obat sbb :
a. Brondilat (tab)
b. Asbron (tab
c. Phyllocontin (tab)
d. Bronchophylin (kapsul)

G. Pencegahan
Pencegahan trauma thorax yang efektif adalah dengan cara menghindari faktor
penyebab nya, seperti menghindari terjadinya trauma yang biasanya banyak dialami
pada kasus kecelakaan dan trauma yang terjadi berupa trauma tumpul serta
menghindari kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yag biasanya
disebabkan oleh benda tajam ataupun benda tumpul yang menyebabkan keadaan
gawat thorax akut.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma thorax, yaitu :
1. Primary survey. Yaitu dilakukan pada trauma yang mengancam jiwa, pertolongan ini
dimulai dengan menggunakan teknik ABC (Airway, breathing, dan circulation)
2. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
a. Mempertahankan saluran napas yang paten dengan pemberian oksige
b. Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien
c. Pemasangan infuse
d. Pemeriksaan kesadaran
e. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
f. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiology seperti Foto thorak

BAB III
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara
menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :

1. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
3. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
4. Makanan dan cairan
5. Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri,
menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke
leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
7. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis,
inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks
spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas
turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak
sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung,
gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.

8. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
9. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsyparu
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem Pernapasan :
a. Sesak napas
b. Nyeri, batuk-batuk.
c. Terdapat retraksi klavikula/dada.
d. Pengambangan paru tidak simetris.
e. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
f. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
g. Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
h. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
i. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
j. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
a. Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b. Takhikardia, lemah
c. Pucat, Hb turun /normal.
d. Hipotensi.
3. Sistem Persyarafan :
a. Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
a. Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
a. Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.


a. Kemampuan sendi terbatas
b. Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c. Terdapat kelemahan.
d. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine
a. Terjadi peningkatan metabolisme.
b. Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.


a. Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
a. Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10. Pemeriksaan Diagnostik :


a. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
b. Pa Co2 kadang-kadang menurun.
c. Pa O2 normal / menurun.
d. Saturasi O2 menurun (biasanya)
e. Hb mungkin menurun (kehilangan darah)
f. Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga masalah
pasien dapat ditanggulangi atau dikurang.
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret
dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek
spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan
ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
8. Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder
terhadap trauma
9. Kurang Pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit, Tindakan invasive ditandai dengan anxietas
D. Intervensi
No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Dx 1 Setelah diberikan asuhan a. Kaji faktor penyebab dari
a. Deteksi dini untuk
keperawatan selama (…x..) situasi/keadaan memprioritaskan
jam diharapkan dapat individu/penyebab intervensi, mengkaji
mempertahankan perfusi penurunan perfusi status neurologi/tanda-
jaringan dengan KH : jaringan tanda kegagalan untuk
a. Tanda-tanda vital dalam menentukan
batas normal perawatan kegawatan
b. Kesadaran meningkat atau tindakan
c. Menunjukkan perfusi adekuat pembedahan.
b. Menganalisa tingkat
kesadaran.
b. Monitor GCS dan
c. Memberikan informasi
mencatatnya tentang derajat/
c. Monitor keadaan umum keadekuatan perfusi
pasien jaringan dan
membantu
menentukan keb.
intervensi.
d. Memaksimalkan
transport oksigen ke
jaringan
d. Berikan oksigen
e. Mengidentifikasi
tambahan sesuai indikasi defisiensi dan
e. Kolaborasi pengawasan kebutuhan pengobatan
hasil pemeriksaan /respons terhadap
laboraturium. terapi

f. Berikan sel darah merah


lengkap/packed produk
darah sesuai indikasi

2 Dx 2 Setelah diberikan asuhana. Berikan posisi yang


a. Meningkatkan inspirasi
keperawatan selama(…x…) nyaman, biasanya maksimal,
jam diharapkan dengan peninggian meningkatkan
dapatmempertahanjalannafas kepala tempat tidur. Balik ekspansi paru dan
pasiendengan KH : ke sisi yang sakit. ventilasi pada sisi yang
a. Mengalami perbaikan tidak sakit.
pertukaran gas-gas padab. Dorong klien untuk duduk
b. Distress pernapasan
paru. sebanyak mungkin. dan perubahan pada
b. Memperlihatkan frekuensi tanda vital dapat
pernapasan yang efektive. terjadi sebgai akibat
c. Adaptive mengatasi faktor- stress fisiologi dan
faktor penyebab. nyeri atau dapat
menunjukkan
terjadinya syock
c. Observasi fungsi sehubungan dengan
pernapasan, catat hipoksia.
frekuensi pernapasan,
c. Pengetahuan apa yang
dispnea atau perubahan diharapkan dapat
tanda-tanda vital. mengurangi ansietas
dan mengembangkan
kepatuhan klien
d. Jelaskan pada klien terhadap rencana
bahwa tindakan tersebut teraupetik.
dilakukan untuk
d. Membantu klien
menjamin keamanan. mengalami efek
fisiologi hipoksia, yang
dapat dimanifestasikan
e. Pertahankan perilaku sebagai
tenang, bantu pasien ketakutan/ansieta
e.
untuk kontrol diri dnegan Mempertahankan
tekanannegatif
menggunakan
intrapleural sesuai
pernapasan lebih lambat yang diberikan, yang
meningkatkan
dan dalam.
ekspansi paru
optimum/drainase
cairan

f. Perhatikan alat bullow


drainase berfungsi baik,
cek setiap 1 – 2 jam

3 Dx 3 Setelah diberikan asuhan


a. Jelaskan klien tentang
a. Pengetahuan yang
keperawatan selama (…x…) kegunaan batuk yang diharapkan akan
jam efektif dan mengapa membantu
diharapkanjalannafaspasien terdapat penumpukan mengembangkan
normal dengan KH : sekret di saluran kepatuhan klien
a. Menunjukkan batuk yang Pernapasan terhadap rencana
efektif. teraupetik
b. Tidak ada lagi penumpukan
b. Ajarkan klien tentang
b. Batuk yang tidak
sekret di sal. Pernapasan metode yang tepat terkontrol adalah
c. Klien tampak nyaman. pengontrolan batuk. melelahkan dan tidak
efektif, menyebabkan
frustasi
c. Pengkajian ini
c. Auskultasi paru sebelum
membantu
dan sesudah klien batuk.
mengevaluasi
keefektifan upaya
batuk klien
d. Dorong atau berikan
d. Hiegene mulut yang
perawatan mulut yang
baik meningkatkan
baik setelah batuk
rasa kesejahteraan
dan mencegah bau
mulut.
e. Kolaborasi dengan tim
e. Expextorant untuk
kesehatan lain memudahkan
Pemberian antibiotika mengeluarkan lendir
atau expectorant dan mengevaluasi
perbaikan kondisi klien
atas pengembangan
parunya

4 Dx 4 Setelah diberikan asuhan


a. Jelaskan dan bantu klien
a. Pendekatan dengan
keperawatan selama (..x..) dnegan tindakan pereda menggunakan
jam nyeri nonfarmakologi dan relaksasi dan
diharapkannyeriberkurangde non invasive nonfarmakologi lainnya
ngan KH : telah menunjukkan
a. Nyeri berkurang/ dapat diatasi keefektifan dalam
b. Dapat mengindentifikasi mengurangi nyeri
aktivitas yang meningkatkan/
b. Berikan kesempatan
b. Istirahat akan
menurunkan nyeri waktu istirahat bila terasa merelaksasi semua
c. Pasien tidak gelisah. nyeri dan berikan posisi jaringan sehingga
yang nyaman ; misal akan meningkatkan
waktu tidur, belakangnya kenyamanan.
dipasang bantal kecil
c. Tingkatkan pengetahuan
tentang : sebab-sebab
c. Pengetahuan yang
nyeri, dan akan dirasakan
menghubungkan berapa membantu mengurangi
lama nyeri akan nyerinya. Dan dapat
berlangsung membantu
mengembangkan
kepatuhan klien
terhadap rencana
Setelah diberikan asuhan teraupetik
keperawatan selama (..x..)
a. Kolaborasi denmgan
a. Analgetik memblok
jam diharapkan klien tidak dokter, pemberian lintasan nyeri,
5 mengalami syok hipovolemik analgetik sehingga nyeri akan
Dx 5 dengan KH : berkurang

a. Tanda Vital dalam batas


normal (N: 120-60 x/menit, S
b. Observasi tingkat nyeri,
b. Pengkajian yang
: 36-37o C, RR : 20x/menit) dan respon motorik klien, optimal akan
30 menit setelah memberikan perawat
pemberian obat analgetik data yang obyektif
untuk mengkaji untuk mencegah
efektivitasnya. Serta kemungkinan
setiap 1 - 2 jam setelah komplikasi dan
tindakan perawatan melakukan intervensi
selama 1 - 2 hari yang tepat.

Setelah diberikan asuhan


a. Monitor keadaan umum
a. Untuk memonitor
keperawatan selama (..x..) pasien kondisi pasien selama
jam diharapkan dapat perawatan terutama
mencapai penyembuhan luka saat terjadi
6 pada waktu yang perdarahan. Perawat
Dx 6 sesuaidengan KH : segera mengetahui
a.tidak ada tanda-tanda tanda-tanda presyok /
infeksi seperti pus syok
b.luka bersih tidak lembab b. Perawat perlu terus
dan tidak kotor b. Observasi vital sign mengobaservasi vital
c.Tanda-tanda vital dalam setiap 3 jam atau lebih sign untuk memastikan
batas normal atau dapat tidak terjadi presyok /
ditoleransi. syok

c. Dengan melibatkan
pasien dan keluarga
c. Jelaskan pada pasien dan maka tanda-tanda
keluarga tanda perdarahan dapat
perdarahan, dan segera segera diketahui dan
laporkan jika terjadi tindakan yang cepat
perdarahan dan tepat dapat segera
diberikan.
a. Cairan intravena
diperlukan untuk
mengatasi kehilangan
cairan tubuh secara
a. Kolaborasi : Pemberian hebat
Setelah diberikan asuhan cairan intravena b. Untuk mengetahui
keperawatan selama (..x..) tingkat kebocoran
jam diharapkan pasien akan pembuluh darah yang
7 menunjukkan tingkatb. Kolaborasi : pemeriksaan dialami pasien dan
Dx 7 mobilitas optimaldengan KH : : HB, PCV, trombosit untuk acuan
a.penampilan yang seimbang melakukan tindakan
b.melakukan pergerakkan lebih lanjut.
dan perpindahan
c.mempertahankan mobilitas
optimal yang dapat di
toleransi
a. mengetahui
sejauhmanaperkemba
a. Kaji kulit dan identifikasi ngan luka
pada tahap mempermudah
perkembangan luka dalammelakukan
tindakan yang tepat
Setelah diberikan asuhan b. mengidentifikasi tingkat
keperawatan selama (..x..) keparahan luka akan
8 jam diharapkaninfeksi tidakb. Kaji lokasi, ukuran, mempermudah
Dx 8 terjadi / terkontroldengan KH warna, bau, serta jumlah intervensi
: dan tipe cairan luka c. suhu tubuh yang
a. tidak ada tanda-tanda infeksi meningkat dapat
seperti pus c. Pantau peningkatan suhu diidentifikasikan
b. luka bersih tidak lembab dan tubuh sebagai adanya
tidak kotor proses peradangan
c. Tanda-tanda vital dalam a. tehnik aseptik
batas normal atau dapat membantu
a. Berikan perawatan luka
ditoleransi. mempercepat
dengan tehnik aseptik.
penyembuhan luka
Balut luka dengan kasa
dan mencegah
kering dan steril, gunakan
terjadinya infeksi
plester kertas
agar benda asing atau
Setelah diberikan asuhan jaringan yang terinfeksi
keperawatan selama (..x..) tidak menyebar luas
9 jam diharapkananxietas tidak pada area kulit normal
Dx 9 terjadidenganKH : lainnya.
a. Pasien dapat b. mengidentifikasi
b. Kolaborasi tindakan
mengungkapkan masalah,
lanjutan
pemahamannya tentang memudahkan
penyakit, prognosis dan sepertimelakukandebride intervensi
pengobatannya ment c. mempengaruhi
c. Kaji kebutuhan akan penilaian terhadap
pelayanan kesehatan dan kemampuan aktivitas
kebutuhan akan apakah karena
peralatan ketidakmampuan
ataukah ketidakmauan
d. menilai batasan
kemampuan aktivitas
optimal
d. Tentukan tingkat motivasi
e. mempertahankan
pasien dalam melakukan /meningkatkan
aktivitas kekuatan dan
e. Ajarkan dan pantau ketahanan otot
pasien dalam
f. sebagai suaatu
halpenggunaan alat sumber untuk
bantu mengembangkanperen
f. Ajarkan dan dukung canaan dan
pasien dalam latihan mempertahankan/meni
ROM aktif dan pasif ngkatkan mobilitas
pasien
g. mengidentifikasi tanda-
tanda peradangan
terutama bila suhu
g. Kolaborasi dengan ahli tubuh meningkat
terapi fisik atau okupasi h. mengendalikan
penyebaran
mikroorganisme
h. Pantau tanda-tanda vital patogen
i. untuk mengurangi
risiko infeksi
i. Lakukan perawatan luka nosokomial
dengan teknik aseptic j. antibiotik mencegah
j. Lakukan perawatan perkembangan
terhadap prosedur invasif mikroorganisme
seperti infuse atupun pathogen
Bullowdraignase
k. Kolaborasi untuk
k. untuk mencegah
pemberian antibiotic infeksi yang
berkelanjutan

l. memberikan
l. Observasi keadaan Luka
pengetahuan pasien
yang dapat memilih
berdasarkan informasi
m. mengetahui seberapa
jauh pengalaman klien
m. Menjelaskan kepada
dan keluarga tentang
pasien tentang penyakit
penyakitnya
yang di derita
n. mengetahui seberapa
jauh pemahaman klien
dan keluarga serta
n. Kaji tingkat pengetahuan
menilai keberhasilan
klien dan keluarga
dari tindakan yang
tentang penyakitnya
dilakuuntu
o. memudahkan
pengendalian terhadap
kondisi kronis dan
pencegahan terhadap
o. Minta klien / keluarga
komplikasi
mengulangi kembali
p. agar pasien
tentang materi yang telah
mengetahui
diberikan
perkembangan
penyakitnya.
p. Diskusikan pentingnya
melihat ulang mengenai
pengobatan secara
teratur
q. Berikan dorongan untuk
melakukan kunjungan
tindak lanjut dengan
dokter.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma thorax dapat timbul karena trauma tajam, sedemikian rupa
sehingga ada hubungan udara luar dan dengan rongga pleura, sehingga paru
menjadi kuncup, Seringkali hal ini terlihat sebagai luka pada dinding dada yang
menghisap pada setiap inspirasi/sucking chost woundl
Trauma thorax sering ditemukan, sekitar 25% dari penderita multi-trauma ada
komponen ada komponen trauma thorax, 90% dari penderita dengan trauma
thorax ini dapat diatasi dengan tindakan yang sederhana oleh dokter di Rumah
sakit/paramedic di lapangan, sehingga hanya 10% yang memerlukan operasi.

B. Saran
Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, epidemologi,
anatomi dan fisiologi pada thorak, penatalaksanaan trauma dada, tanda dan gejala,
pemeriksaan diagnostik untuk trauma dada, agar dalam menjalankan proses
keperawatan dapat membuat intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat
sehingga mencapai evaluasi dan tingkat kesembuhan yang maksimal pada klien trauma
dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat memperbanyak ilmu dengan mengunjungi
seminar dan membaca dari berbagai sumber.
MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMATIC EMERGENCY
PADA KLIEN DENGAN

TRAUMA THORAX
OLEH:
Kelompok V

1.Audi Sadrak C. Tumiwa

2.Sayful Arif

3.Ni Wayan Suartini

4.Florentina Yasinta Batu

5.Yafet Geu
KEMENTRIAN KESEHATAN R.I

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI D IV GAWAT DARURAT MITRA SPESIALIS

TAHUN 2011/2012
ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TRAUMA THORAX

I. KONSEP DASAR

A. Pengertian

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa
tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).

Anatomi Thorax
Dinding dada merupakan bungkus untuk argan yg ada didalamnya yang terbesar adalah jantung dan
paru-paru.

Tulang iga tulang iga bersama dengan tulang sternum membentuk rangka dada.otot-otot inercostal
serta diafragma pada bagian caodal menutup rongga dada shg terbentuk rongga dada.

Dinding dada meliputi:

 Sternum

 Costae dan cartilagocostalis

 Parsthoracicacolumna vertebralis

Sternum

Ad/tulang pipih,berbentuk panjang,terletak dalam subkutan pada garis tengah bagian depan dada yg
terdiri dari 3 bag:

 Manubrium

 Corpus

 Processus xipoideus

Costae
Terdiri dari 12 pasang tulang yang melindungi dinding dada dan berartikulasi/melekat dgn columna
vertebralis, dan di dpn melalui cartilago costalis dengan sternum.

Cartilago costalis berhubungan dng costae 1-10 dngn sternum.sedang yg 11 dan12 tdk mencapai
sternum.costae ada 12 pasang ka/ki.Tulang iga /costa dibagi 3 bagian:

 T.Iga sejati/os costae vera,ada 7 pasang

 T.Iga tdk sejati/oscostaspura,3psng

 T.iga melayang/oscostafluitantes

Organ bagian dalam thorak

1.anatomi paru
Paru-paru terdiri 2 lapisan

 Lap.parietalis:bag.luar yang melekat rongga dada ka/ki.

 Lap.pleura viseralis:melapisi sluruh paru ka/ki.dan antara lapisan itu ada rongga disebut cavum
pleura.yg memiliki tekanan negatif/menar

 Pleura yg bertekanan negatif/menghisap sehingga tdk bersinggungan kedua lapisan.jika ada hubungan
dengan udara luar terjadi tekanan positif masuk ke rongga paru dpt terjadi pneumothorak.

Fisiologi paru.

Pernafasan terdiri dari inspirasi dan ekspirasi. Dengan tujuan untuk memasukkan oksigen dalam tubuh
lalu berdifusi dlm darah.jika terjadi gangguan dpt terjadi tachipnoe dan dispnoe.

Jenis trauma thorak

1. Obsruksi:penekanan pd trakea didaerah thorak o/k fr.sternum

2. Gangguan breathing

 Pneumothorak:adanya luka terbuka pd dinding dada menyebabkan udara masuk.

 Tension pneumotorak:karna udara memenuhi rongga dada terjadi sesak.

 Haemo thorak:perdarahan di rongga dada

3. flail ches

Fr.iga multiple pd dua atau lbih dngan dua atau lebih gris fraktur.
Fisiologi jantung

Letak

Pada mediastenum dirongga dada antara paru-paru.

Lapisan perikardium

 Viseralis/dalam melekat pada jantung

 Parietalis/luar,melekat pada tulang dada bag.dpan,dibawah diafragma,di columna vertebralis


bag,blakang

Lapisan jantung:

 Epicardium/luar

 Miokardium/tengah

 Endokardium/dalam

Ruang jantung

Atrium/ruangbag.atas dan ventrikel/r.r.bag.bawah

Anatomi aliran darah di jantung

Vena cava---atr,ka---ventr,ka----arteriapulmonalis----paru-paru---vena pulmonalis---atr,ki---ventr,ki----


aorta---arteri---arteriola---kapilervenula—seluruh tbh.

Gambar Rongga Thoraks :


Jantung Sternum

& perikardium Saraf


frenikus

Vena Kava Superior

Trakea Left
Right Oesophagus

Lung lung Saraf


vagus

Aorta
Vertebra

Sal. Torasika
Patofisiologi

Trauma Thorax

Mengenai rongga toraks sampai Terjadi robekan Pemb. Darah intercostal,

rongga pleura, udara bisa pemb.darah jaringan paru-paru.

masuk (pneumothorax)

Terjadi perdarahan :

Karena tekanan negative intrapleura (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar

Maka udara luar akan terhisap masuk diikuti kolaps kapiler kecil-kecil dan atelektasi)

ke rongga pleura (sucking wound)

tahanan perifer pembuluh paru naik

(aliran darah turun)

- Open penumothorax

- Close pneumotoraks = ringan kurang 300 cc  di punksi

- Tension pneumotoraks = sedang 300 - 800 cc  di pasang drain

= berat lebih 800 cc  torakotomi

Tek. Pleura meningkat terus

Tek. Pleura meningkat terus

mendesak paru-paru

(kompresi dan dekompresi)


pertukaran gas berkurang

- sesak napas yang progresif = sesak napas yang progresif

(sukar bernapas/bernapas berat) = nyeri bernapas / pernafsan asimetris/adanya jejas atau trauma

- nyeri bernapas = pekak dengan batas jelas/tak jelas.

- bising napas berkurang/hilang = bising napas tak terdengar

- bunyi napas sonor/hipersonor = nadi cepat/lemah

- poto toraks gambaran udara lebih ¼ anemis / pucat

dari rongga torak = foto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan

WSD/Bullow Drainage

- terdapat luka pada WSD - Kerusakan integritas kulit

- nyeri pada luka bila untuk - Resiko terhadap infeksi

bergerak. - Perubahan kenyamanan : Nyeri

perawatan WSD harus di - Ketidak efektifan pola pernapasan

perhatikan. - Gangguan mobilitas fisik

- Inefektif bersihan jalan napas - Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan

Pergeseran mediatinum
B. Pemeriksaan Penunjang :

a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).

b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

C. Penatalaksanaan

1. Bullow Drainage / WSD

Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :

a. Diagnostik :

Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi
torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.

b. Terapi :

Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga
pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.

c. Preventive :

Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap
baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :

a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.

Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu
menyeka tubuh pasien.

b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh
dokter.

c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :

- Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya
pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
- Pergantian posisi badan.

Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi
tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan,
atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.

d. Mendorong berkembangnya paru-paru.

ò Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.

ò Latihan napas dalam.

ò Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.

ò Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi
3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga
secara bersamaan keadaan pernapasan.

f. Suction harus berjalan efektif :

Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam
setelah operasi.

ò Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan,
denyut nadi, tekanan darah.

ò Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba
merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi
di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau
alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.

1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar
dari bullow drainage.

3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua
tempat dengan kocher.

4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.

5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.

6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatif dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh
karena kesalahan dll.

h. Dinyatakan berhasil, bila :

a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.

b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.

c. Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Pemeriksaan penunjang

a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)

b. Diagnosis fisik :

 Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.

 Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD,
dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.

 Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi

 Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

4. Terapi :

a. Antibiotika..

b. Analgetika.

c. Expectorant.
D. Komplikasi

1. tension penumototrax

2. penumotoraks bilateral

3. emfiema
II. KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian :
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :

1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.

2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.

3. Pengobatan terakhir.

4. Pengalaman pembedahan.

5. Riwayat penyakit dahulu.

6. Riwayat penyakit sekarang.

7. Dan Keluhan.

B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :

ò Sesak napas

ò Nyeri, batuk-batuk.

ò Terdapat retraksi klavikula/dada.

ò Pengembangan paru tidak simetris.

ò Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.

ò Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)

ò Pada auskultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.

ò Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.

ò Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

ò Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :

ò Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.

ò Takhikardia, lemah
ò Pucat, Hb turun /normal.

ò Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :

ò Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.

ò Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :

ò Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.

ò Kemampuan sendi terbatas.


ò Ada luka bekas tusukan benda tajam.

ò Terdapat kelemahan.

ò Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :

ò Terjadi peningkatan metabolisme.


ò Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.

ò Tidak ada hambatan.


9. Spiritual :

ò Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10. Pemeriksaan Diagnostik :

ò Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.

ò Pa Co2 kadang-kadang menurun.

ò Pa O2 normal / menurun.

ò Saturasi O2 menurun (biasanya).

ò Hb mungkin menurun (kehilangan darah).

ò Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

Diagnosa Keperawatan :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.

4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi
dengan alat eksternal.

5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.

6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

E. Intevensi Keperawatan :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena
trauma.

Tujuan : Pola pernapasan efektive.

Kriteria hasil :

ò Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.

ò Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

ò Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :

a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit.
Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress fisiologi dan
nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syok sehubungan dengan hipoksia.

c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.

d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.

e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih
lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :

1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.

R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi
paru optimum/drainase cairan.

2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.

R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area
pleural.

3) Observasi gelembung udara botol penampung.

R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang
diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun.
Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di
bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.

R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative
yang diinginkan.

5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.

R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya


intervensi.

g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

1) Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

ò Pemberian antibiotika.

ò Pemberian analgetika.

ò Fisioterapi dada.

ò Konsul photo toraks.

R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk
sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :

ò Menunjukkan batuk yang efektif.

ò Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.

ò Klien nyaman.

Intervensi :

a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal.
pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik.

b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.

1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

2) Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

3) Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui
mulut.

4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.


d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat;
meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah
pada atelektasis.

e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

ò Pemberian expectoran.

ò Pemberian antibiotika.

ò Fisioterapi dada.

ò Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.

3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.

Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.

Kriteria hasil :

ò Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.

ò Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.

ò Pasien tidak gelisah.

Intervensi :

a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.

R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan


keefektifan dalam mengurangi nyeri.

1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan
intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.

2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.

R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.

b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu
tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.

R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.

c. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan
berlangsung.

R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.

R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.

e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk
mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.

R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah
kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai