Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

TENTANG AMPUTASI

DISUSUN OLEH :
Meliza Ningsih
P03191472011

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Nina Selvia Artha, M.Kep

POLTEKKES KEMENKES RIAU PROGRAM STUDI DIII


KEPERAWATAN DILUAR KAMPUS UTAMA
TAHUN AJARAN 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic,


digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi
dengan gaya positif, maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap
amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi (Suzanne &
Brenda,2001).
Kejadian amoutasi biasanya disebabkan oleh beberapa hal yakni kecelakaan
(23%), penyakit (74%) dan kelainan genital (3%). Berdasarkan data WHO pada tahun
2010 jumlah pasien yang di amputasi. Sementara International memperkirakan bahwa
di tahun 2010, jumlah amputasi di seluruh dunia mencapai angka 450 juta, sedangkan
pada tahun 2011 menunjukan jumlah yang di amputasi di Asia tenggara  terdapat 46 juta.
Kemudian timor Leste Jumlah pasien yang di amputasi pada tahun 2010-2012 adalah
2010 total pasien 26 kaus (36.1%), total pasien yang di amputasi tahun 2011 adalah
30 orang (41.7%)  dan total pasien 2012 jumlah kasus 16 orang (22.2 %)Demografy
Healht Surfey (DHS). Menurut data statistik Hosbital Nacional Guido Valadares total
pasien amputasi pada tahun 2010 sampai 2012 baik karena penyakit diabetes
Milites ,penyakit kronis lain dan faktor kecelakaan seperti trauma yang terdapat pada
di ruang bedah laki dan bedah wanita  adalah  total kasus  64 orang.
Dikarenakan dampak yang terjadi setelah dilakukannya tindakan amputasi.
Oleh karena itu, untuk menekan tingkat terjadinya tindakan amputasi yang
disebabkan oleh penyakit maupun faktor lain, kewaspadaan sangat diperlukan. Baik
kewaspadaan dalam konsumsi makanan maupun kewaspadaan dalam menjaga diri.
Sehingga hal ini dapat menekan terjadinya tindakan amputasi

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
amputasi?

C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan masalah
Post Amputasi
2. Tujuan khusus
Setelah melakukan penyusunan makalah ini penulis berharap mampu:
a. Memperoleh data pengkajian pada klien dengan masalah amputasi.
b. Menegakkan diagnosa pada klien dengan masalah amputasi.
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah
amputasi.
d. Melaksanakan implementasi keparawatan pada klien dengan masalah
amputasi.
e. Melaksanakan evaluasi pada klien dengan masalah amputasi.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Amputasi

Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic,


digunakan untuk menghilangkan gejala,memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim kesehatan mampu berkomunikasi
dengan gaya positif, maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri terhadap
amputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi (Suzanne &
Brenda,2001).
Amputasi adalah sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian atau
seluruh bagian ekstremitas. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan
beberapa sistem tubuh seperti sistem integumen, sistem saraf, sistem muskuloskeletal
dan system kardiovaskuler. Lebih lanjut ia dapat menimbulkan masalah psikologis
bagi pasien berupa penurunan citra- diri (Harnawatiaj, 2008).
Kehilangan sebagian alat gerak akan menyebabkan ketidakmampuan
seseorang untuk melakukan aktivitas. Kehilangan alat gerak tersebut dapat
disebabkan berbagai hal, seperti penyakit, factor cacat bawaan lahir, ataupun
kecelakaan. Operasi pengangkatan alat gerak tubuh manusia ini disebut dengan
amputasi (D. Jumeno).
Jadi,amputasi dapat disimpulkan sebagai pembedahan/tindakan memisahkan
bagian tubuh sebagian atau seluruh untuk memperbaiki kualitas hidup. Selain itu
kegiatan amputasi biasanya dilakukan dikarenakan oleh beberapa hal antara lain
seperti penyakit, factor bawaan lahir ataupun kecelakaan.

B. Etiologi
Menurut (Smeltzer, 2002 & Footner, 1992) etiologi/penyebab dilakukannya
amputasi didasari oleh beberapa hal, antara lain:
1. Iskemia karena penyakit reskulasisasi perifer biasanya pada orang tua seperti
klien dengan artherosklerosis, diabetes mellitus.
2. Fraktur multiple organ tubuh yang tidak mungkin dapat diperbaiki.
3. Kehancuran jaringan kulit yang tidak mungkin diperbaiki.
4. Gangguan vaskuler/sirkulasi pada ekstremitas yang berat.
5. Infeksi yang berat atau beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh lainnya.
6. Adanya tumor pada organ yang tidak mungkin diterapi secara konservatif.
7. Deformitas organ.

C. Jenis Amputasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)), amputasi dibedakan oleh
beberapa hal yakni:
1. Berdasarkan pelaksanaannya amputasi dibedakan menjadi 3, antara lain:
a. Amputasi selektif/terencana
Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan
mendapat penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus.
Amputasi dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir
b. Amputasi akibat trauma
Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak
direncanakan. Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi
amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.
c. Amputasi darurat
Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya
merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada trauma
dengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.
2. Amputasi berdasarkan level:
a. Ekstremitas atas
Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan maupun
tangan kiri, hal ini berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan,
minum, mandi, berpakaian dan aktivitas yang lain yang melibatkan tangan.

b. Ekstremitas bawah
Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau
sebagian dari jari-jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin
kemampuannya. Adapun amputasi yang sering terjadi pada
ekstremitas terbagi menjadi dua letak amputasi yaitu:
Amputasi dibawah lutut dan amputasi di atas lutut. Selain itu juga terdapat
Partial Foot amputation yang meliputi:
 Chopart (midtarsal amputation)
 Lisfranc (tarsometatarsal amputation)
 Amputasi metatarsal
 Disartikulasi metatarsophalangeal
D. Teknik Amputasi
Menurut (Smeltzer & Brenda G. Bare. (2002)) proses amputasi dapat
dilakukan menjadi 2 cara yakni:
1. Metode terbuka (guillotine)
Metode ini digunakan pada klien dengan infeksi yang mengembang.
Bentuknya benar-benar terbuka dan di pasang drainase agar lika bersih dan luka
dapat ditutup setelah tidak terinfeksi. Operasi dilakukan hanya satu kali.
Penanganan post operasi yakni pembalutan yg rigid dan pemasangan prostesis
sementara. Kemungkinan komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
a. Hematoma
b. Infeksi
c. Nekrosis
d. Kontraktur
e. Neuroma
f. Sensasi phantom
2. Metode tertutup (flap amputasi/ Definitive Amputation)
Pada metode ini kulit tepi ditarik pada atas ujung tulang dan dijahit pada
daerah yang di amputasi, tidak semua amputasi di operasi dengan terencana,
klasifikasi yang ada karena trauma amputasi. Metode tertutup dibagi menjadi 2:
a. Definitive end-bearing amputation
Digunakan pd level dimana→beban tubuh bertumpu ujung stump.
b. Definitive non-end-bearing amputation. Beban tubuh tdk bertumpu pd ujung
stump.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada teknik ini antara lain:
a. Penggunaan torniket
Sangat membantu (kecuali pd tungkai yg iskemik)
b. Level Amputasi
Berhubunan dengan prostesis yg tersedia(dulu)
c. Flap dari kulit
Penting dibanding dgn level amputasi
d. Otot
Otot2 dipotong kurang lebih 5 cm distal dari level tulang yg diamputasi.
e. Syaraf
Ahli bedah yang terbaik yang telah melakukan operasi setelah dibebaskan
dari jaringan sekitar, syaraf ditarik ke distal & dipotong.
f. Pembuluh darah
Dipisahkan kemudian diligasi dua kali.
g. Tulang
Tonjolan tulang yg tdk dapat tertutup jaringan lunak sekitar harus direseksi.
h. Penggunaan drain

E. Manifestasi Klinis
1. Kehilangan anggota gerak (ektremitas atas atau bawah).
2. Nyeri pada bagian yang diamputasi yang berasal dari neuroma ujung saraf
yang dekat dengan permukaan.
3. Edema yang apabila tidak ditangani menyebabkan hiperplasia varikosa
dengan keronitis.
4. Dermatitis pada tempat tekanan ditemukan kista (epidermal atau aterom)
5. Busitis (terbentuk bursa tekanan antara penonjolan tulang dan kulit)
6. Bila kebersihan kulit diabaikan terjadi folikulitis dan furunkulitis.
7. Sedih dan harga diri rendah (self esteem) dan diikuti proses kehilangan
(grieving process).

F. Komplikasi Amputasi
Komplikasi yang dapat terjadi menurut (Smeltzer, 2002) antara lain:
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk
kulit dan lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Sehingga perlu
diperhatikan adanya mobilisasi jaringan parut.
Sebelum luka insisi sembuh sempurna, sebuah whirlpool sering membantu
pada penyembuhan luka yang lambat atau pada luka yang sedang didraining.
Hidroterapi dapat dilakukan selama 20-30 menit satu atau dua kali sehari.
Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan sebuah krim yang larut air atau
preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut pada jaringan lunak
bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas permukaan
atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak
sebanyak 4 kali sehari sering membantu untuk mendesensitasi area tersebut
sebelum penggunaan prosthesis. Tapping dilakukan dengan ujung jari, dimulai
dengan sentuhan ringan dan kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit
hingga timbul rasa tidak
nyaman yang ringan.
Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya dengan
mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa lalu basuh
dengan air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan lembut, tidak
digosok. Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
3. Masalah tulang
a. Osteoporosis.
Bisa disebabkan karena penggunaan prostetik tidak memberikan pembebanan
pada sistem skeletal (by passing weight bearing).
b. Bone spurs (pertumbuhan tulang yang berlebihan yang dapat menimbulkan
tekanan pada kulit).
c. Skoliosis
Timbul biasanya pada pasien dengan panjang kaki yang tidak sama. Diterapi
dengan mengkoreksi panjang prosthesis.
4. Perubahan berat badan
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum
dan atau setelah menjalani amputasi. Karena bentuk socket prostetik tetap
konstan sementara alat gerak yang tersisa dapat berfluktuasi, maka perubahan
berat badan 5 lb saja dapat menyebabkan perubahan dari fitting yang tepat untuk
sebuah prostetik dan akan menyebabkan timbulnya masalah kulit.
5. Kontraktur sendi/deformitas
Pada alat gerak bawah, adanya kontraktur panggul sangat mengganggu karena
membuat pasien kesulitan untuk mengekstensikan panggulnya dan
mempertahankan pusat gravitasi di lokasi normalnya. Sementara itu jika pusat
gravitasi mengalami perubahan, maka akan semakin banyak energi yang
diperlukan untuk melakukan ambulasi.
Adanya tendensi kontraktur fleksi lutut terdapat pada amputasi bawah lutut
yang dapat membatasi keberhasilan fitting sebuah prostetik. Deformitas ini dapat
timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk jangka waktu lama
dalam kursi roda.
Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan cara:
a. Positioning
Di tempat tidur puntung diletakkan paralel terhadap alat gerak bawahyang
tidak diamputasi tanpa bersandar pada bantal. Pasien berbaring selurus mungkin
untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari dan mulai secara bertahap
berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila kondisinya memungkinkan.
Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit yang kemudian ditingkatkan
menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien mempunyai masalah jantung
dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak nyaman, pertahankan
posisi telentang selama mungkin.
Pada pasien dengan amputasi di bawah lutut yang mempergunakan kursi roda
maka puntung harus disandarkan pada sebuah stump board saat pasien duduk.
Fleksi lutut yang lama harus dihindari.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian
proksimal alat gerak yang diamputasi.
Latihan isometrik pada bagian otot quadriceps dapat dilakukan untuk
mencegah deformitas pada amputasi di bawah lutut. Latihan ini dimulai saat
drain telah dilepas dalam 2-3 hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif
secara bertahap, dari latihan tanpa tekanan kemudian menjadi latihan dengan
tahanan pada puntung. Pada awalnya puntung sangat sensitif dan pasien didorong
untuk berusaha mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien
untuk mulai mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya
sudah tidak ada.
6. Neuroma
Setiap syaraf yang terpotong akan membentuk distal neuroma bila
menyembuh. Pada beberapa kasus, nodular bundles dari akson ini di jaringan
ikat akan menyebabkan nyeri saat prostetik memberikan tekanan. Pada awalnya,
nyeri dapat dihilangkan dengan memodifikasi socket. Neuroma dapat pula
diinjeksi secara lokal dengan 50 mg lidocaine hydrochloride (xylocaine) dan 40
mg triamcinolone actonide (Kenalog). Injeksi ini dapat dikombinasikan dengan
terapi ultrasound. Phenolisasi neuroma dapat menghilangkan nyeri untuk jangka
waktu yang lama. Desensitasi neuroma dapat dilakukan juga dengan melakukan
tapping dan vibrasi. Eksisi dengan phenolisasi dan silicone capping telah
disarankan untuk beberapa kasus.
7. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu
sensasi yang timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien
mengalami sensasi seperti dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang.
Kondisi ini dapat disertai dengan perasaan tingling atau rasa baal yang tidak
menyenangkan.
Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat
mencoba untuk berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya
waktu, phantom sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan
menetap untuk beberapa dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah
yang berasal dari jari, jari telunjuk atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih
menempel pada puntung.
Sejumlah teori telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini. Salah satunya
adalah teori yang menyatakan bahwa karena alat gerak merupakan bagian
integral dari tubuh, maka akan secara berkelanjutan memberikan sensory cortex
rasa taktil, propriosepsi, dan terkadang stimuli nyeri yang diingat sebagian besar
di bawah sadar sebagai bagian dari body image.
8. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian
besar phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara
bertahap serta menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu
tahun. Bagaimanapun juga sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa
nyeri pada beberapa pasien amputasi.
Rasa nyeri yang timbul merupakan akibat memori bagian yang
diamputasidalam korteks dan impuls syaraf yang tetap menyebar karena
hilangnya pengaruh inhibisi yang secara normal diinisiasi melalui impuls afferent
dari alat gerak ke pusat. Sering dihubungkan dengan gangguan emosional, tetapi
sulit menentukan apakan gangguan emosional mendahului atau merupakan
akibat darinya.
Phantom pain dapat dipresipitasi atau ditingkatkan oleh setiap kontak, tidak
perlu dengan rasa nyeri saja, tetapi dapat juga dalam bentuk kontak dengan
punting atau dengan suatu “trigger area” pada batang tubuh, kontak dengan alat
gerak kontralateral, atau kepala. Selain itu juga dapat dipicu oleh suatu fungsi
otonomik seperti miksi, defekasi, ejakulasi, angina pectoris, atau merokok
sigaret.
Phantom pain secara bervariasi digambarkan sebagai nyeri yang berbentuk
seperti cramping, electric shock like discomfort, crushing, burning, atau shooting
dan dapat bersifat intermitten, berkelanjutan, hilang timbul dalam suatu siklus
yang berdurasi beberapa menit. Sering pula digambarkan sebagai rasa nyeri
seperti diputar atau distorsi dari bagian tubuh, contohnya seperti menggenggam
tangan dengan kuku menekan ke dalam telapak tangan.
Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif.
Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong
untuk merawat puntungnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya.
Sejumlah modalitas dan cara telah dicoba untuk mengurangi nyerinya seperti
penggunaan prostetik, injeksi lokal pada trigger points, penggunaan
transcutaneous nervestimulation (TNS), interferential, akupunktur, ultrasound,
perkusi secara manual ataupun elektris, operasi dan penggunaan bahan kimia
untuk simpatektomi,
modifikasi tingkah laku serta konseling psikososial.
8. Edema
Edema pada puntung akan menyebabkan proses penyembuhan yang lambat
dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit.
Edema dapat dicegah dengan berbagai macam cara seperti mempergunakan
total-contact sockets, terutama jika sifatnya inelastik, dengan penggunaan
elasticbandaging, plaster cast, air bags atau Unna dressing (dibuat seperti cast
dengan mempergunakan impregnated gauzed yang tersedia secara komersial)
atau dapat pula dengan cara immediate fit rigid dressing.
Latihan pada daerah puntung, penggunaan stump board serta peninggian
ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan membantu
mengontrol edema.
Dibawah ini beberapa cara untuk mengontrol edema pada punting
a. Bandaging
Bandaging merupakan suatu cara yang kontroversial terutama pada pasien
dengan penyakit vaskuler, karena bandaging yang buruk akan menyebabkan
kerusakan pada puntung.
b. Massage puntung
Centripetal massage membantu mengurangi edema, memperbaiki sirkulasi
dan mencegah adhesi serta mengurangi ketakutan pasien untuk melatih
puntungnya.
9. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi
Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak
diamputasi dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi
dan sirkulasinya. Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan
sampai tidak terdapat dahak dan pasien dapat berambulasi.
G. PATHWAY AMPUTASI

Infeksi DM, hipertensi, dsb Kerusakan pembuluh


kapiler

Trauma/injury
Penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan
Fraktur multiple
combutio, dsb Proliferasi sel abnormal

Iskemik
Tumor maligna
Kerusakan
jaringan/ekstremitas yang Nefrosis
tidak mungkin
Tumor ganas di ekstremitas
diperbaiki/disembuhkan
Terbentuknya gangren (atas/bawah)

Resiko infeksi Tindakan operasi/bedah Amputasi

Kehilangan salah satu Amputasi


anggota tubuh/ekstremitas

Kehilangan anggota tubuh

Kesulitan untuk melakukan Kurangnya perawatan diri Kecacatan


aktivitas sehari- (mandi, sikat gigi, berpakaian)
hari/mobilisasi
Timbul rasa malu, depresi,
stres
Hambatan mobilitas fisik Defisit perawatan diri

Gangguan citra tubuh

Post operasi Luka operasi

Proses penyembuhan Terputusnya kontinuitas


jaringan Nyeri Akut

Tirah baring lama Keb imobilisasi


Kerusakan integritas kulit

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Kegiatan keperawatan yang dilakukan pada klien dapat dibagi dalam tiga
tahap yaitu pada tahap preoperative, tahap intraoperative, dan pada tahap postopertaif.
1. Pra Operatif
Pada tahap praoperatif, tindakan keperawatan lebih ditekankan pada upaya
untuk mempertahankan kondisi fisik dan psikologi klien dalam menghadapi
kegiatan operasi. Pada tahan ini, perawat melakukan pengkajian yang berkaitan
dengan kondisi fisik khususnya yang berkaitan dengan kesiapan tubuh untuk
menjalani operasi. Identitas pasien yang meliputi : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pendidikan, status, dll.
a. Pengkajian riwayat kesehatan
Perawat memfokuskan pada keluhan utama yaitu keluhan pada pertama
kali masuk rumah sakit, riwayat kesehatan sekarang, riwayat kesehatan dahulu
apakah klien pernah dulu menderita diabetes mellitus, riwayat kesehatan
keluarga apakah ada keluarga pasien yang riwayat penyakit terdahulu yang
mungkin dapat mempengaruhi resiko pembedahan seperti adanya penyakit
diabetes mellitus.
b. Pengkajian Fisik
Pengkakjian fisik dilakukan untuk meninjau secara umum kondisi tubuh
klien secara utuh untuk kesiapan dilaksanakannya tindakan operasi manakala
tindakan amputasi merupakan tindakan terencana/selektif, dan untuk
mempersiapkan kondisi tubh sebaik mungkin.
2. Intra Operatif
Pada masa ini perawat berusaha untuk tetap mempertahankan kondisi
terbaik pasien. Tujuan utama dari manajemen (asuhan) perawatan saat ini adalah
untuk menciptakan kondisi optimal klien dan menghindari komplikasi
pembedahan. Perawat berperan untuk tetap mempertahankan kepatenan jalan
nafas, pencegahan injury selama operasi dan dimasa pemulihan
kesadaran.Khusus untuk tindakan perawatan luka, perawat membuat catatan
tentang prosedur oprasi yang dilakukan dan kondisi luka, posisi jahitan dan
pemasangan drainage. Hal ini berguna untuk perawatan luka selanjutnya dimasa
post operatif.
3. Post Operatif
Tindakan amputasi merupakan bentuk operasi dengan resiko yang cukup
besar bagi klien sehingga asuhan keperawatan perioperative harus benar-benar
adekuat untuk mencapai tingkat homeostatis maksimal tubuh. Manajemen
keperawatan harus benar-benar ditegakkan untuk membantu klien mencapai
tingkat optimal dalam menghadapi perubahan fisik dan psikologis akibat
amputasi.

B. Diagnosis Keperawatan
1. Pre operasi
a. Nyeri akut b.d terputusnya kontinuitas jaringan tulang dari otot.
b. Gangguan mobilitas fisik b.d penurunan fungsi otot dan pergerakan
2. Post Operasi
a. gangguan rasa aman b.d insisi bedah sekunder terhadap amputasi
b. gangguan citra tubuh b.d kehilangan anggota tubuh

C. Perencanaan
1. Pre Operasi
No Diagnosis (SDKI) Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi (SIKI)
(SLKI)
1 D.0077 L.08066 Tingkat Nyeri I.08238 Manajemen Nyeri
Nyeri Akut Ekspetasi Observasi
Tujuan : 1. Identifikasi lokasi,
Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
perawatan 1x24 jam frekuensi,kualitas,
diharapkan tingkat intensitas nyeri.
ansietas menurun , dengan 2. Identifikasi skala nyeri
kriteria hasil : 3. identifikasi nyeri non
1. Kemampuan verbal
menuntaskan aktivitas 4. identifikasi factor yang
meningkat memperberat dan
2. Keluhan nyeri memperingan nyeri.
menurun 5. Identifikasi pengetahuan
3. Meingis menurun dan keyakinan tentang
4. Sikap protektif nyeri
menurun Terapeutik
5. Gelisah menurun 1. Berikan teknik non
6. Kesulitan tidur farmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
7. Menarik diri menurun (mis:TENS, hypnosis,
8. Berfokus pada diri akupressur, terapi music,
sendiri menurun biofeedback, terapi pijat,
9. Perasaan depresi aromaterapi, teknik
menurun imajinasi terbimbing,
10. Perasaan takut kompres hangat/dingin,
mengalami cedera terapi bermain.)
berulang menurun 2. Control lingkungan yang
11. Anoreksia menurun memperberat rasa nyeri
(mis: suhu ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitas istirahat dan
tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyneri.
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
analgesic.
2 D.0056 L.05042 I.05173
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan Mobilisasi
mobilitas fisik intervensi selama 1x24 Memfasilitasi pasien untuk
kunjungan, maka meningkatkan aktifitas fisik
mobilitas fisik meningkat, Observasi
dengan 1. Identifikasi adanya nyeri
kriteria hasil : atau keluhan fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot 3. Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
3. Nyeri menurun darah sebelum memulai
4. Kecemasan menurun mobilisasi
5. Kaku sendi menurun 4. Monitor kondisi umum
6. Gerakan tidak selama melakukan
terkoordinasi menurun mobilisasi
7. Gerakan terbatas Terapeutik
menurun 1. Fasilitasi aktivitas
8. Kelemahan fisik mobilisasi dengan alat
menurun bantu (misalnya tongkat)
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga pasien
untuk membantu dalam
meningkatkan
pergerakan pasien.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi
sederhana.

2. PosOperasi
N Diagnosis (SDKI) Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
O
1 D.0074 Gangguan L.08064 I.08238
rasa aman Status Kenyamanan ManajemenNyeri
Ekspetasi : meningkat, Observasi
dengankriteriahasilyaitu : 1. Identifikasilokasi, karakteristik,
1. Kesejahteraanfisikmeningkat durasi, frekuensi, kualitas,
2. Keluhantidaknyamanmenurun intesitasnyeri.
3. Gelisahmenurun 2. Identifikasiskalanyeri
4. Lelahmenurun 3. Identifikasiresponnyeri non
5. Merintihmenurun verbal
6. Kebisinganmenurun 4. Identifikasi factor yang
memperberatdanmemperingannye
ri
5. Identifikasipengetahuandankeyaki
nantentangnyeri
6. Identifikasipengaruhbudayaterhad
apresponnyeri
7. Identifiaksipengaruhnyeripadakua
litashidup
8. Monitor
keberhasilanterapikomplementer
yang sudahdiberikan
9. Monitor
efeksampingpenggunaananalgesti
c

Terapeutik
1. Berikanteknik non
farmakologisuntukmengurangi
rasa nyeri (mis: TENS, hypnosis,
akupressur, terapi music,
biofeedback, terapipijat,
aromaterapi,
teknikimajinasiterbimbing,
kompreshangat/dingin,
terapibermain)
2. Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis:
suhuruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasistirahatdantidur
4. Pertimbangkanjenisdansumberny
eridalampemilihanstrategimereda
kannyeri
Edukasi
1. Jelaskanpenyebab, periode,
danpemicunyeri.
2. Jelaskanstrategimeredakannyeri
3. Anjurkanmemonitornyerisecaram
andiri
4. Anjurkanmenggunakananalgetiks
ecaratepat
5. Ajarkanteknik non
farmakologisuntukmengurangi
rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasipemberiananalgestik
2 D.0083 L.09067 Citra Tubuh I.903905 Promosi Citra Tubuh
Gangguancitratubu Setelahdilakukanintervensikeper TindakanObservasi
h awatanselama 1x24 kunjungan, 1. Identifikasiharapancitratubuhberd
makacitratubuhmeningkatdenga asarkantahapperkembangan
nkriteriahasil : 2. Identifikasibudaya, agama,
1. Melihatbagiantubuh jeniskelamin,
2. Menyentuhbagiantubuh danumurterkaitcitratubuh
3. Verbalisasikecacatanbagiantub 3. Identifikasiperubahancitratubuh
uh yang mengakibatkanisolasi social
4. Verbalisasikehilanganbagiantu 4. Monitor
buh. frekuensipernyataankritikterhadap
dirisendiri
5. Monitor apakahpasien bias
melihatbagiantubuh yang berubah
Terapeutik
1. Diskusikanperubahantubuhdanfun
gsinya
2. Diskusikanperbedaanpenampilanf
isikterhadaphargadiri
3. Diskusikanperubahanakibatpubert
as, kehamilan, danpenuaan.
4. Diskusikankondisi stress yang
mempengaruhicitratubuh
5. Diskusikancaramengembangkanh
arapancitratubuhsecararealistis
6. Diskusikanpersepsipasiendankelu
argatentangperubahancitratubuh
Edukasi
1. Jelaskankepadakeluargatentangpe
rawatanperubahancitratubuh
2. Anjurkanmengungkapkangambar
andiriterhadapcitratubuh
3. Anjurkanmengikutikelompokpen
dukung
4. Latihfungsitubuh yang dimiliki
5. Latihpeningkatanpenampilandiri
6. Latihpengungkapankeauandirikep
ada orang lain maupunkelompok

C. Implementasi
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Adapun
tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan, meliputi peningkatan kesehatan atau penceglahan penyakit, pemulihan
kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan, perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien, dan memprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan dicacat ke
dalam format yang telah ditetapkan oleh institusi.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperawatan untuk melengkapi
proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah berhasil dicapai, melalui
evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Amputasi dapat diartikan sebagai tindakan memisahkan bagian tubuh sebagian
atau seluruh bagian ekstremitas. Selain ketidakmampuan fisik, perawat perlu juga
mengetahui aspek psikososial yang ditimbulkan karena aspek tersebut lebih sering
dijumpai. Amputasi akan mengubah gambaran tubuh dan harga diri. Proses
selanjutnya dapat diikuti melalui proses kehilangan.
Indikasi utama bedah amputasi, yaitu:
1. Iskemia akibat penyakit vaskular progresif (klien arteriosklerosis, diabetes
melitus)
2. Trauma berat akibat perang, kecelakaan kendaraan bermotor (cedera remuk),
cedera termal, luka bakar, tumor, infeksi (gangren, osteomieliis kronis) dan
kelainan kongenital.
3. Tindakan amputasi dilakukan pada bagian kecil sampai bagian besar tubuh.
Metodenya terbuka dan tertutup. Teknik terbuka dilakukan pada klien dengan
infeksi yang mengembang, kemudian dipasang drainase agar kulit bersih.
Kulit ditutup setelah infeksi teratasi (sembuh). Teknik tertutup, kulit penutup
ditarik sampai ke bagian yang diamputasi tertutup oleh kulit. Tindakan
amputasi meliputi:
a. Ekstremitas bawah. Kehilangan semua atau sebagian dari jari-jari kaki
akan mempengaruhi keseimbangan menekan waku berjalan. Makin besar
tingkatan amputasi, makin besar energi yang diperlukan untuk mobilisasi.
b. Ekstremitas atas. Kehilangan ekstremitas atas menimbulkan masalah yang
spesifik, dan dapat mengenai tubuh bagian kiri atau kanan. Hal ini
berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperi makan, minum, mandi
berpakaian, dan mengendarai mobil. Pertahankan bagian yang masih dapat
berfungsi dengan baik. Amputasi ekstremitas atas jarang terjadi.
Komplikasi dari amputasi meliputi perdarahan, infeksi, nyeri, nyeri fantom
puntung, neuroma dan fleksi kontraktur.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien
mengenai amputasi harus dipahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus
menyesuaikan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus
dieselaraskan sedemikan rupa sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri berharga.
Mobilitas atau kemampuan fisik untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
berubah dan pasien perlu belajar bagaimana menyesuaikan aktivitas dan lingkungan
untuk mengakomodasikan diri dengan penggunaan alat bantu dan bantuan mobilitas.
Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja sosial,
psikologis, ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu pasien
mencapai derajat fungsi tertinggi yang mungkin dicapai dan parisipasi dalam aktivitas
hidup.

B. Saran
Guna penyempurnaan makalah ini,saya sangat mengharapkan kritik dan serta
saran dari Dosen Pembimbing beserta teman-teman kelompok lain.
DAFTAR PUSTAKA

(D. Jumeno; Harnawatiaj, 2008; Suzanne & Brenda,2001).


Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.
Daryadi. 2012. Askep Amputasi. http://www.nsyadi.blogspot.com (online), diakses:
21 April 2013.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Ed-3. Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur C, and john E. Hall 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9
jakarta : EGC
Huda Amin & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Ed.Revisi jilid 1. Jogjakarta: Mediaction.
Jakarta: EGC.
Kun, Saputra. 2013. Asuhan Keperawatan pasien Dengan
Amputasi.http://www.kamusakep.blogspot.com (online), diakses: 21 April
2013.
Makassar. 2011. Askep Amputasi. http://sebastianamegarezky-
makassar.blogspot.com(online), diakses: 21 April 2013.
Sudayo, Aru W. dkk. 2006 buku ajar ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran
universitas Indonesia.
Suratun, dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai