Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang berhubungan dengan trauma
di amerika serikat dan berkaitan dengan 50% kematian yang berhubungan dengan trauma yang
mencakup cedera sistem multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus
(penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini seringtimbul kesulitan
dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena gejala-gejala mungkin umum dan rancu.

B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
b. Apa etiologi dari trauma thorax?
c. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
d. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
e. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
f. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma thorax?

C. Tujuan
a. Mengetahui definisi Trauma thorax
b. Mengetahui etiologi Trauma thorax
c. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax
d. Mengetahui prognosis Trauma thorax
e. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax
f. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thorax.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional
yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding
dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal
baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang dapat menyebabkan
kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam
atau benda tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma thoraks
diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul merupakan luka atau cedera yang
mengenai rongga thorax yang disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth, 2002).
Kesimpulan : Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Trauma Dada /
Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada
atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan
bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ
bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa
kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.

B. ETIOLOGI
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid
yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
c. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
d. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
e. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
f. Fraktu tulang iga
g. Tindakan medis (operasi)
h. Pukulan daerah torak.

C. KLASIFIKASI
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
a. Pneumothoraks terbuka
b. Hemothoraks
c. Trauma tracheobronkial
d. Contusio Paru
e. Ruptur diafragma
f. Trauma Mediastinal
2. Trauma tumpul
a. Tension pneumothoraks
b. Trauma tracheobronkhial
c. Flail Chest
d. Ruptur diafragma
e. Trauma mediastinal
f. Fraktur kosta

D. PROGNOSIS PENYAKIT
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi
kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi
( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada
inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi
sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada
mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga
pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup,
sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada
yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi
justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
5. Tamponade jantung
Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab kematian utama pada daerah
perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat trauma tumpul.

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).

3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara napas yang terdengar jauh atau
tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola dari trauma, seperti jatuh
dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir
mobil /air bag dan lain lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien dengan trauma toraks.
Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari
90% kelainan serius trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan pasien-pasien penyakit berat
yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa
dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan
analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas
darah yang dilakukan melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis,
A. brachialis, A. Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul toraks, seperti fraktur kosta,
sternum dan sterno clavikular dislokasi. Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada
vertebra torakalis dapat diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum
pada pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum dilakukan
Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan diagnosa adanya kelainan
pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya
cedera pada dinding jantung ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera.
Pemeriksaan ini bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma tumpul
toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya abnormalitas gelombang EKG yang
persisten, gangguan konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya
kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard’ untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan adanya cedera aorta pada
trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan tubuh.

G. PENATALAKSANAAN
1. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian maupun di unit gawat darurat
(UGD) pelayanan rumah sakit dan sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat
dengan memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan masing-masing klien secara
spesifik.Bantuan oksigenisasi penting dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien.
Jika ditemui dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar maka tindakan
tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan memperhatikan :

a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)


Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan pada jalan napas.Jika terdapat
sumbatan harus dibersihkan dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda
keras dapat dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari telunjuk Pada
mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing, biasa pada korban tidak sadar
tonus otot-otot menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah
salah satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan
dengan cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild – chin lift) dan Manuver Pendorongan
Mandibula (Jaw Thrust Manuver)

b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)


Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik melihat gerakan dinding dada,
mendengar suara napas, dan merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel), biasanya
tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan
indikasi yang ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode serta fasilitas
yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi jantung, tekanan darah,
vaskularisasi perifer, serta kondisi perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami
kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat trauma benda tajam
maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai /
melukai pembuluh darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan diberikan
dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh darah,
hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada penderita trauma dada, maka
tindakan harus diberikan dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis dan waktu yang disesuaikan
dengan kondisi masing-masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat
darurat.
2. Konservatif
a) Pemberian Analgetik

Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan kelanjutan dari pemberian
sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari terjadinya Syok seperti Syok
Kardiogenik yang sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.

b) Pemasangan Plak / Plester


Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan perawatan luka dan tindakan
penutupan untuk menghindari masuknya mikroorganisme pathogen.
c) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan dan kultur. Apabila belum jelas
kuman penyebabnya, sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi “broad
spectrum antibiotic”, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x sehari.

d) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif jika penderita memiliki indikasi
akan kebutuhan tindakan fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program pengobatan
konservatif.

3. Invasif / Operatif

a. WSD (Water Seal Drainage)

WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah, pus)
dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.

b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu sebagian atau seluruh proses
ventilasi untuk mempertahankan oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen
dalam waktu yang lama.( Brunner dan Suddarth, 1996).

H. KOMPLIKASI
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya
udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga
menyulitkan jantung untuk mengembang dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu
vena leher akan mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa
kematian akibat penekanan pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga
volume pneumothorak meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas
pada waktu bergerak atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak
maka pasien akan syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam rongga
pleura maka terjadi tanda – tanda :
a) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
b) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat
insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya
paroxicqalmution (gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
A. Pengkajian Primer
1. AIRWAY
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma thorax.walaupun gejala kinis yang ada kadang
tidak jelas, sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring yang mengancam
nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat menyebabkan dislokasi ke area posterior atau
fraktur dislokasi dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat menyebabkan
sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya
tanda perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah leher akan menyebabkan
terabanya defek pada regio sendi sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan
reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi endotracheal.

2. BREATHING
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan penilaian breathing dan vena-vena
leher. Pergerakan pernapasan dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi,
palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma thorax adalah hipoksia termasuk
peningkatan frekuensi dan perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang dengan
lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang lanjut pada penderita. Jenis trauma yang
mempengaruhi breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey.

3. CIRCULATION
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan keteraturannya. Tekanan darah dan
tekanan nadi harus diukur dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit untuk
warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat disebebkan oleh hematothorax masif
maupun tension pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang menunjukkan
adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma miokard.

e. Open Pneumothorak
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup lubang pada dinding dada ini sehingga
open pneumothorax menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan bersih. Harus
segera ditambahkan bahwa apabila selain lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru,
maka usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive dressing) dapat mengkibatkan terjadinya
tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan plaster pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi
yang atas dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule pada sisi dalamnya supaya kedap
udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan cara ini maka harus sering dievaluasi
paru. Apabila ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa harus dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang digunting sesuai ukuran.

f. Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan dekompresi “needle thoracosintesis”,
yakni menusuk dengan jarum besar pada ruang interncostal 2 pada garis midclavicularis. Terapi
definitif dengan pemasangan selang dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris
dan misaxillaris.

g. Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan
tindakan operatif. Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian volume darah yang
dilakukan bersama dengan dekompresi rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila
didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau kehilangan darah terus menerus 200
cc/jam dalam waktu 2-4 jam.

h. Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat, pemberian analgesik untuk mengurangi
nyeri resusitasi cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru mungkin harus
dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah sakit akan dipasang respirator apabila analisis gas darah
menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.

i. Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada penderita temponade jantung tetapi
tidak boleh menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang cepat untuk
menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan pericardiosintesis (penusukan rongga
perikardium) dengan jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan definitif adalah
dilakukan perikardiotomi yang dilakukan oleh ahli bedah.

B. Pengkajian Sekunder
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
a. Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ;
TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ.
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-
nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya pengangkutan
oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal
karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan
penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot
sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk
ambulasi dengan alat eksternal.

D. INTERVENSI
1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan perfusi
jaringan dengan,
Kriteria hasil :
a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak adekuatnya
pengangkutan oksigen ke jaringan.
1) Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan perfusi jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda
kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan
2) Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3) Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu
menentukan keb. intervensi.
4) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5) Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah
lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi

2. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak
maksimal karena trauma, hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan dapat mempertahankan jalan nafas
pasien dengan
Kriteria hasil :
a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidakmaksimal karena trauma, hipoventilasi
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
sisi yang tidak sakit
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda
vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan
sebagai ketakutan/ansietas.
5) Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.

3. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi


sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan nafas pasien normal,
dengan
Kriteria hasil :
a.Menunjukkan batuk yang efektif.
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan
c.Klien tampak nyaman.
Intervensi Dx 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di
saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan
frustasi
3) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
4) Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau expectorant. Rasional :
Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan mengevaluasi perbaikan kondisi klien
atas pengembangan parunya

4. Diagnosa : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan nyeri berkurang, dengan
Kriteria hasil :
a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri
c.Pasien tidak gelisah.
Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme
otot sekunder.
1) Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasive
Rasional: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
2) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal
waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
Rasional: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
3) Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri
akan berlangsung
Rasional: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat
membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik -Analgetik memblok
lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
4) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik
Rasional: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang
5) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik
untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2
hari.
Rasional: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
5. Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan klien tidak mengalami syok
hipovolemik, dengan
Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S : 36-3oC, RR : 20x/menit)
Intervensi Dx 5 : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.
1) Monitor keadaan umum pasien
Rasional: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat terjadi perdarahan.
Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok
2) Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional: Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan tidak terjadi presyok /
syok
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
Rasional: Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda perdarahan dapat segera
diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
4) Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional: Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan tubuh secara hebat
5) Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasionali:Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien dan untuk
acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

6. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan dapat mencapai penyembuhan
luka pada waktu yang sesuai
Kriteria hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b. Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c. Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi Dx 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow
drainage.
1) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka
Rasional : mengetahui sejauhmanaperkembangan luka mempermudah dalammelakukan tindakan
yang tepat
2) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi
3) Pantau peningkatan suhu tubuh
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan
4) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril,
gunakan plester kertas
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya
infeksi
5) Kolaborasi tindakan lanjutan sepertimelakukandebridemen
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit
normal lainnya.

BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada
rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan paru-paru, sehingga
dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax,
Tamponade Jantung, dan sebagainya.

B. SARAN
Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan sistem pernafasan
trauma toraks hendaknya mengetahui terlebih dahulu gambaran keadaan pasien dan rencana
asuhan keperawatan yang tepat untuk penanganan yang lebih.

DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta


Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan
Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika
Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi
8. Volume 1. EGC. Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi NIC dan
Kriteria hasil NOC . Jakarta: EGC
Contoh Kasus Trauma Dada dan Askep Praktikum

KASUS

Tn D, 33 tahun mengalami kecelakaan, mobilnya menabrak truk yang sedang berhenti. Saat itu
ia tidak menggunakan sabuk keselamatan. Dadanya membentur stir mobil. Tn D dibawa
ambulance ke IGD RSUD Kab. Tangerang. Saat dikaji Tn. D mengeluh sesak, nyeri saat
bernafas, tampak laserasi dan lebam pada dada, lebam lebih hitam diarea kanan, pergerakan dada
kanan tertinggal dari kiri sehingga gerakan dada tidak simetris. Pada auskultasi dada kanan lebih
redup dari dada kiri. Tampak fraktur iga ke 6- 8 dengan hematopneumothoraks kanan.
Diputuskan pemasangan Water Seal Drainage, menggunakan sistem 3 botol. Saat pemeriksaan
TTV di dapatkan hasil RR 24x/ mnt, nadi 88x/ mnt, TD 120/ 90 mmHg, Suhu 38⁰c. Aktifitas
klien dibantu oleh keluarga dan terjadi di tempat tidur. Klien mengatakan merasa bersyukur bisa
selamat dari kecelakaan.

KEYWORD

 Klien mengeluh sesak


 Nyeri saat bernafas
 Tampak laserasi dan lebam pada dada
 Lebam lebih hitam diarea kanan
 Pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri sehingga gerakan dada tidak simetris
 Pada auskultasi dada kanan lebih redup dari dada kiri
 Tampak fraktur iga ke 6-8 dengan hematopneumothoraks kanan
 Diputuskan pemasangan Water Seal Drainage, menggunakan sistem 3 botol
 RR 24x/ mnt
 Nadi 88x/ mnt
 TD 120/ 90 mmHg
 Suhu 38⁰c
 Aktifitas klien dibantu oleh keluarga dan terjadi di tempat tidur
 Klien mengatakan merasa bersyukur bisa selamat dari kecelakaan.

ASKEP PADA KLIEN DENGAN TRAUMA DADA

1. Pengkajian
A. Identitas Klien
Nama : Tn D
Umur : 33 tahun
TTL : Pemalang, 25 Desember 1981
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/Bangsa : Sunda/Indonesia
No. Med. Rec : 13.06.17.84
Diagnosa Medis : Trauma Dada
Tanggal Masuk : 24 November 2014
Tanggal Pengkajian : 25 November 2014
Ruang Rawat : Seruni Km. 1
Golongan Darah :O
Alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46 Neglasari Tangerang

B. Identitas Penanggung jawab


Nama : Nn U
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jl. Dr. Sitanala No.46 Neglasari Tangerang
Hubungan dengan klien : Istri
2. Riwayat Keperawatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
a. Keluhan Utama
Klien mengatakan sesak.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Tn D 33thn dibawa ambulance ke IGD RSUD Kab. Tangerang. Saat dikaji Tn. D mengeluh
sesak, nyeri saat bernafas, tampak laserasi dan lebam pada dada, lebam lebih hitam diarea kanan,
pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri sehingga gerakan dada tidak simetris. Sesak dirasa
bertambah saat klien bergerak dan berkurang saat istirahat.
c. Upaya yang dilakukan
Istirahat dan Relaksasi
2. Riwayat Kesehatan Sebelumnya
a. Imunisasi : Klien mengatakan terakhir imunisasi saat masih kecil
b. Alergi : Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi
c. Penyakit yang pernah di derita : Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit berat.
d. Riwayat masuk RS : Klien mengatakan tidak pernah masuk RS seblumnya.
e. Obat-obatan yang pernah digunakan : Klien mengatakan lupa nama obat-obatan yang pernah
digunakan
f. Riwayat Kecelakaan : Klien mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan
g. Riwayat Tindakan Operasi : Klien mengatakan tidak pernah operasi sebelumnya
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya tidak mempunyai penyakit keturunan yang berat
maupun menular.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Keadaan Umum Sedang, Kesadaran Umum Compos Mentis
b. Tanda-Tanda Vital
 Tekanan Darah : 120/90 mmHg
 Nadi : 88x Permenit
 Suhu : 38ºC
 RR : 24x Permenit
c. Antropometri
 Tinggi Badan : 164cm
 BB Pre OP : 50kg
 Indeks Masa Tubuh : BB = 50 = 50 = 18,5
TB² (1,64)² 2,6896
d. Kepala
 Palpasi : Benjolan tidak ada, rambut halus.
 Inspeksi : Rambut beruban dan bersih.
e. Mata
 Inspeksi : konjungtiva anemis (kiri/kanan), reflek cahaya positif, pengihatan kabur OD: 3/5
OS:3/5.
f. Telinga
 Inspeksi : Tidak ada serumen (kirii/kanan),bentuk simetris (kiri/kanan)
 Palpasi : Tidak ada benjolan (kiri/kanan), nyeri (-/-)
g. Hidung
 Inspeksi : Tidak ada secret, pernafasan menggunakan cuping hidung
 Palpasi: benjolan tidak ada, nyeri tidak ada.
h. Mulut dan faring
 Inspeksi : Mukosa bibir kering, gigi lengkap, tidak ada caries, lidah agak putih, nafas bau urea.
i. Leher
 Inspeksi: Tidak ada pembesaran vena jugularis.
 Palpasi: Tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid.
j. Thoraks
 Inspeksi: Bentuk dada normal, tidak ada kelainan tulang belakang, pergerakan dada kanan
tertinggal dari kiri, gerakan dada tidak simetris, terdapat retraksi intercostal, tampak laserasi dan
lebam pada dada, lebam lebih hitam diarea kanan, tidak ada oedema dan jaringan parut, Tampak
fraktur iga ke 6- 8 dengan hematopneumothoraks kanan, terdapat pemasangan Water Seal
Drainage menggunakan sistem 3 botol.
 Auskultasi: Suara nafas normal, suara ucapan (vocal resonans) normal, tidak ada suara
tambahan, pada auskultasi dada kanan lebih redup dari dada kiri
 Pada jantung tidak ada ictus cordis, perkusi jantung normal, bunyi jantung normal
 Pada payudara ukuran, bentuk, dan kesimetrisan payudara normal, warna aerola coklat, puting
susu tidak ada ulcus dan pembengkakan, tidak ada secret.
k. Abdomen
Bentuk abdomen datar dan simetris, tidak ada jaringan parut dan lesi, tidak ada oedema, bising
usus 10x permenit, terdapat nyeri tekan
l. Ekstremitas atas (Tangan)
 Inspeksi : Tidak ada oedema (kiri/kanan), adanya bekas luka pada tangan kanan, kulit tampak
kering (kiri/kanan), Bentuk simetris, kekuatan otot 3 dari 0-5, kuku jari bersih, refleks biceps dan
trisep +
m. Ekstremitas bawah (Kaki)
 Inspeksi : Tidak ada oedema (kiri/kanan), kulit tampak kering (kiri/kanan), Bentuk simetris,
kekuatan otot 3 dari 0-5,terdapat lesi dan jaringan parut, kuku jari bersih, tidak ada varices, dan
refleks babinski +
4. Data Biologis
1. Pola Nutrisi
 Makan
a. Frekuensi : 3x Sehari
b. Jenis : Nasi + Lauk + Sayur + Buah
c. Porsi/Jumlah : 1 Piring sedang tidak habis
d. Keluhan : tidak nafsu makan
e. Makanan yang dipantang : Tidak Ada
f. Alergi terhadap makanan : Tidak Ada
g. Suplemen yang dikonsumsi : Tidak Ada
 Minum
a. Jenis : Air putih
b. Jumlah : ± 8 Gelas
2. Pola Eliminasi
 Buang Air Besar (BAB)
Klien mengatakan BAB tidak teratur
 Buang Air Kecil (BAK)
a. Input : 480cc
b. Output : 300cc
c. Balance : Input – Output = 180cc
d. Warna : Coklat
e. Keluhan : Terkadang Nyeri
3. Pola Istirahat/Tidur
a. Tidur Siang : ± 2 jam
b. Tidur Malam : ± 7 Jam
c. Keluhan Tidur : Klien mengatakan terkadang terbangun saat malam hari karena tidak nyaman
tidur
4. Personal Hygiene
a. Mandi : 2x Sehari
b. Jenis Pakaian : Kaos
c. Perawatan Gigi : Tidak terlalu rutin
d. Penis Hygiene : 1x sehari
5. Data Psikologis
a. Status Perkawinan : Menikah
b. Status Emosi : Cemas
c. Pola Koping : Positif (Klien selalu menceritakan masalah yang dihadapinya)
d. Pola Komunikatif : Klien Kooperatif
e. Konsep Diri :
 Gambaran Diri : Klien terbuka dalam semua pertanyaan
 Peran Diri :
 Klien mengakui dirinya sebagai kepala keluarga yang baik bagi keluarganya
 Klien mengakui dirinya sebagai ayah yang baik bagi anaknya
 Harga Diri :
 Klien mengakui merasa tersisihkan
 Klien mengakui merasa dibutuhkan
 Klien mengakui senang menjadi seorang ayah
 Klien mengakui senang menjadi ketua aktifis
6. Data Sosial
Klien mengatakan berhubungan baik dengan keluarga, lingkungan kerja, kuliah, dan
lingkungan sekitar dimanapun ia berada
7. Data Spiritual
Klien mengatakan selalu solat 5 waktu dan menjalankan kewajibannya sebagai umat
muslim.
8. Theraphy
 Pemasangan Water Seal Drainage, menggunakan sistem 3 botol
 Pemasangan Oksigen 3 lt/ mnt
9. Data Penunjang
 Anamnesa dan pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan foto toraks
 CT Scan
 Ekhokardiografi
 Elektrokardiografi
Analisa Data

No. Data Masalah


1. DS: Ketidakefektifan pola nafas
1. Klien mengeluh sesak
2. Klien mengatakan nyeri saat bernafas
DO:

1. Klien tampak kesulitan bernafas


2. RR : 24x Permenit
3. Terdapat cuping hidung
4. Terdapat retraksi intercostal

5. Pergerakan dada kanan tertinggal dari kiri


6. Gerakan dada tidak simetris
7. Tampak fraktur iga ke 6-8
2. DS: Nyeri akut
1. Klien mengatakan nyeri saat bernafas

2. Klien mengeluh nyeri pada dadanya

DO:
1. Klien tampak menahan nyeri
2. Tampak laserasi dan lebam pada dada
3. Lebam lebih hitam diarea kanan
4. Tampak fraktur iga ke 6-8 dengan
hematopneumothoraks kanan
5. Pemasangan Water Seal Drainage,
menggunakan sistem 3 botol
3. DS: Ansietas

1. Klien mengeluh gelisah dan cemas

DO:

1. Klien terlihat gelisah


2. Klien terlihat tegang
Diagnos
a
Kepera
watan

1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal ditandai dengan


gerakan dada tidak simetris.
2. Nyeri akut berhubungan dengan fraktur iga ditandai dengan tampak laserasi dan lebam pada
dada
3. Ansietas berhubungan dengan cemas ditandai dengan kurang pengetahuan pasien
PERENCANAAN

Diagnosa Perencanaan
No. Keperawata Tujuan Intervensi Rasional
n
1. Diagnosa 1 Setelah dilakukan1. Pantau status
1. Untuk mengindentifikasi
intervensi selama pernapasan setiap 2 jam indikasi- indikasi kearah
3x24 jam selama fase akut, setiap kemajuan atau
diharapkan pola 8 jam bila stabil penyimpangan dari hasil
nafas klien kembali yang diharapkan
normal dengan2. Observasi fungsi2. Distress pernapasan dan
kriteria hasil : pernapasan, catat perubahan pada tanda vital
a. Klien menyatakan frekuensi pernapasan, dapat terjadi sebgai akibat
tidak sesak dispnea atau perubahan stress fifiologi dan nyeri
b. Klien mengatakan tanda-tanda vital. atau dapat menunjukkan
tidar terjadi nyeri terjadinya syock
saat bernafas sehubungan dengan
c. RR dalam batas hipoksia
normal 3. Posisikan sistem3. Posisi tak tepat, terlipat
d. Tidak terdapat drainage slang untuk atau pengumpulan
cuping hidung fungsi optimal, yakinkan bekuan/cairan pada selang
e. Tidak terdapat slang tidak terlipat, atau mengubah tekanan
retraksi intercostal menggantung di bawah negative yang diinginkan.
f. Gerakan dada saluran masuknya ke
simetris tempat drainage. Alirkan
akumulasi dranase bila
perlu.
4. Pertahankan perilaku 4. Membantu klien
tenang, bantu pasien mengalami efek fisiologi
untuk kontrol diri hipoksia, yang dapat
dnegan menggunakan dimanifestasikan sebagai
pernapasan lebih lambat ketakutan/ansietas.
dan dalam.
5. Pemberian oksigen 5. Konsentrasi oksigen yang
sesuai petunjuk dokter tinggi mempercepat
penyerapan udara yang
terperangkap dalam
jaringan subkutan
2. Diagnosa 2 Setelah dilakukan 1. Kaji adanya penyebab 1. Membantu menentukan
intervensi selama nyeri, seberapa kuatnya pilihan intervensi dan
3x24 jam nyeri, minta pasien memberikan dasar untuk
diharapkan nyeri untuk menetapkan pada perbandingan dan evaluasi
klien berkurang skala nyeri. terhadap therapy.
dengan kriteria 2. Untuk menurunkan
hasil : 2. Beri posisi yang nyaman ketegangan otot.
a. Klien mengatakan dan menyenangkan pada
nyeri berkurang pasien
b. Klien tidak tampak 3. Pertahankan pada posisi3. Bebaring pada sisi yang
menahan nyeri semi fowler atau fowler. sakit membuat tegangan
c. Klien tampak 4. Pertahankan pembatasan pada sisi yang cidera
rileks aktifitas sesuai
4. Pembatasan aktifitas fisik
anjuran.Berikan menghemat energi dan
tindakan untuk mengurangi rasa tidak
mencegah komplikasi nyaman karena ketegangan
dari imobilisasi otot
5. Pemberian analgesik
sesuai indikasi 5. Untuk meningkatkan
efektifitas pengobatan
3. Diagnosa 3 Setelah dilakukan1. Kaji ulang proses1. Memberikan dasar
intervensi selama penyakit, prognosis dan pengetahuan dimana
2x24 jam faktor pencetus bila pasien dapat membuat
diharapkan diketahui pilihan informasi
pemahaman klien2. Berikan informasi2. Mengetahui apa yang
tentang kondisi / tentang : diharapkan dari tindakan
proses penyakit, Sifat kondisi ( setelah medis dapat
prognosis dan kondisinya stabil) mempermudah
pengobatan  Tujuan pengobatan yang penyesuaian pasien dan
bertambah dengan diprogramkan membantu menurunkan
kriteria hasil :  Pemeriksaan diagnostik ansietas yang berhubungan
a. Klien menyatakan (tujuan, gambaran dengan tindakan medis
paham tentang pemeriksaan secara tersebut
kondisi / proses singkat, dan persiapan
penyakit, prognosis yang diperlukan
dan pengobatan sebelum pemeriksaan
b. Melakukan3. Berikan kontrol nyari
perubahan perilaku yang efektif
yang perlu 4. Bantu pasien untuk3. Nyeri merupakn pencetus
c. Berpartisipasi pada mengidentifikasi terjadinya ansietas
program ketakutannya/ 4. Mengidentifikasi rasa
pengobatan kecemasannya. takut yang spesifik
5. Gunakan pendekatan membantu meminimalkan
psikotherapy perasaan belebihan
interpersonal, daripada terhadap suatu ancaman.
therapy penafsiran. 5. Interaksi di antara orang-
orang membantu pasien
untuk menemukan
perasaan dari dalam diri
sendiri

EVALUASI

a. Klien menyatakan tidak sesak


b. Klien mengatakan tidar terjadi nyeri saat bernafas
c. RR dalam batas normal
d. Tidak terdapat cuping hidung
e. Tidak terdapat retraksi intercostal
f. Gerakan dada simetris
g. Klien mengatakan nyeri berkurang
h. Klien tidak tampak menahan nyeri
i. Klien tampak rileks
j. Pemahaman klien tentang kondisi / proses penyakit, prognosis dan pengobatan bertambah
DAFTAR PUSTAKA

Boedihartono, 1994, “Proses Keperawatan di Rumah Sakit” EGC : Jakarta.


Brooker, Christine. 2001, “Kamus Saku Keperawatan”, EGC : Jakarta.
Doenges, Marilyn E. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. “Kamus Kedokteran”. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. “Kumpulan Kuliah Ilmu bedah”. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. “Keperawatan Kritis”. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. “Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula Edisi 2”.
Binarupa Aksara : Jakarta.
Nasrul Effendi, 1995. “Pengantar Proses Keperawatan”. EGC : Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. “Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth Ed.8 Vol.3”.
EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai