Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun
isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma
thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul
merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth,
2002).
Trauma dada menyebabkan hampir 25% dari semua kematian yang
berhubungan dengan trauma di amerika serikat dan berkaitan dengan 50%
kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem
multiple. Trauma dada diklasifikasikan dengan tumpul atau tembus
(penetrasi). Meski trauma tumpul dada lebih umum, pada trauma ini
seringtimbul kesulitan dalam mengidentifikasi keluasan kerusakan karena
gejala-gejala mungkin umum dan rancu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan trauma thorax?
2. Apa etiologi dari trauma thorax?
3. Bagaimana tanda dan gejala dari trauma thorax?
4. Bagaimana patofisiologitrauma thorax?
5. Bagaimana penatalaksanaan kegawardaruratan trauma thorax?
6. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gawat darurat trauma
thorax?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi Trauma thorax
2. Mengetahui etiologi Trauma thorax
3. Mengetahui tanda dan gejala Trauma thorax
4. Mengetahui prognosis Trauma thorax
5. Mengetahui penatalaksanaan kegawatdaruratan Trauma thorax
6. Mengetahui teori asuhan keperawatan pada pasien Trauma thorax
BAB II
TRAUMA TORAKS

A. Pengertian
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis
akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh
benturan pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura
paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam
maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan sistem pernapasan
(Suzanne & Smetzler, 2001)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga
thorax yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun
isi dari cavum thorax yang disebabkan oleh benda tajam atau benda
tumpul dan dapat menyebabkan keadaan gawat thorax akut. Trauma
thoraks diklasifikasikan dengan tumpul dan tembus. Trauma tumpul
merupakan luka atau cedera yang mengenai rongga thorax yang
disebabkan oleh benda tumpul yang sulit diidentifikasi keluasan
kerusakannya karena gejala-gejala umum dan rancu (Brunner & Suddarth,
2002).
Kesimpulan : Dari ketiga pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana
terjadinya benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding
thorax, yang menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax.
Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan
gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax
seperti jantung dan paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi
patologis traumatik seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade
Jantung, dan sebagainya.

B. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
1. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan
therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan
pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
2. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga,
ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele dari PPOM.
3. Tusukan paru dengan prosedur invasif.
4. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau
tertimpa benda berat.
5. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
6. Fraktu tulang iga
7. Tindakan medis (operasi)
8. Pukulan daerah torak.

C. Klisifikasi
Trauma dada dikalsifikasikan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Trauma tajam
2. Pneumothoraks terbuka
3. Hemothoraks
4. Trauma tracheobronkial
5. Contusio Paru
6. Ruptur diafragma
7. Trauma Mediastinal
8. Trauma tumpul
9. Tension pneumothoraks
10. Trauma tracheobronkhial
11. Flail Chest
12. Ruptur diafragma
13. Trauma mediastinal
14. Fraktur kosta

D. Prognosis Penyakit
1. Open Pneumothorak
Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura
sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada
dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest
wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea,
maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada
dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
2. Tension Pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension
pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada
paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura,
sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera,
sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
3. Hematothorak
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada
perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
4. Flail Chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada
satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada
ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk
kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal.
5. Tamponade jantung
Luka tembus / tusuk jantung adalah penyebab kematian utama
pada daerah perkotaan.Tamponade jarang terjadi akibat trauma
tumpul.

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita trauma dada:
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan
menembus jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung melemah.
g. Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
h. ECG terdapat low voltage seluruh lead.
i. Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).
2. Hematotoraks :
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD
b. Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3. Pneumothoraks :
a. Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
b. Gagal pernapasan dengan sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara
napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).

F. Pemeriksaan Diagnostic
1. Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola
dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan
dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain
lain.
2. Radiologi : Foto Thorax (AP)
Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien
dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan
dengan hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius
trauma toraks dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.
3. Gas Darah Arteri (GDA) dan Ph
Gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam penanganan
pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun. Pemeriksaan gas
darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa dalam tubuh, kadar
oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam darah.
Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama pemeriksaan
ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan melalui darah
arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A. brachialis, A.
Femoralis.
4. CT-Scan
Sangat membantu dalam membuat diagnosa pada trauma tumpul
toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.
5. Ekhokardiografi
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan
diagnosa adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini
bila dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.
6. EKG (Elektrokardiografi)
Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang terjadi
akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan
adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia,
gangguan elektrolit, hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti
kontusi jantung.
7. Angiografi
Gold Standard untuk pemeriksaan aorta torakalis dengan dugaan
adanya cedera aorta pada trauma tumpul toraks.
8. Hb (Hemoglobin)
Mengukur status dan resiko pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan
tubuh.

G. Penatalaksanaan
a. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian
maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan
sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan
memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan
masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting
dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar
maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
a. Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan dahulu,
kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan dengan jari
telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan sepotong kain,
sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat dikorek dengan
menggunakan jari telunjuk yang dibengkokkan.Mulut dapat dibuka
dengan tehnik Cross Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan
dengan jari telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda asing,
biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot menghilang, maka
lidah dan epiglotis akan menutup farink dan larink, inilah salah
satu penyebab sumbatan jalan napas. Pembebasan jalan napas oleh
lidah dapat dilakukan dengan cara Tengadah kepala topang dagu
(Head tild chin lift) dan Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw
Thrust Manuver)
b. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan metode
serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
c. Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami kondisi
perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka tembus akibat
trauma benda tajam maupun yang diakibatkan oleh kondisi fraktur
tulang terbuka dan tertutup yang mengenai / melukai pembuluh
darah atau organ (multiple).Tindakan menghentikan perdarahan
diberikan dengan metode yang sesuai mulai dari penekanan hingga
penjahitan luka, pembuluh darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan
sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan sebagainya.
d. Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan jenis
dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing klien
yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan yang biasa
diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi, resusitasi cairan
dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti laboratorium darah
Vena dan AGD, hingga tindakan operatif yang bersifat darurat.
b. Konservatif
a. Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang menetap
akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap diberikan
penanganan manajemen nyeri dengan tujuan menghindari
terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang sangat berbahaya
pada penderita dengan trauma yang mengenai bagian organ
jantung.
b. Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
c. Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan
dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya, sedangkan
keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat diberi broad
spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin dengan dosis 250 mg 4 x
sehari.
d. Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif
jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan
fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program
pengobatan konservatif.
c. Invasif / Operatif
a. WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura, rongga
thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
b. Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan bertekanan
negatif atau positif yang dapat mempertahankan ventilasi dan
pemberian oksigen dalam waktu yang lama.( Brunner dan
Suddarth, 1996).

H. Komplikasi
1. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura oleh ujung patahan iga yang tajam
memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas pleura dari jaringan
dinding dada, paru. Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
2. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada perikardium dapat membuat
kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang
dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan
mengembung dan denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya
membawa kematian akibat penekanan pada jantung.
3. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura. Begitu udara masuk ke dalam
tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak meningkat dan
mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
4. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam kavum pleura, sama dengan
efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak atau istirahat tetapi
nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka pasien akan
syok. Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan dalam
rongga pleura maka terjadi tanda tanda :
a. Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada waktu
istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
b. Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
c. Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
d. Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di atas normal).
5. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi multiple fraktur iga dan
bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut masuk sedangkan
saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution
(gerakan pernafasan yang berlawanan)
6. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
BAB III
INITIAL ASSESSMENT
TRAUMA TORAKS

A. Pengkajian
1. Survei Primer ( Primary Survey)
a. Airway (Jalan Napas)
Trauma laring dapat bersamaan dengan trauma
thorax.walaupun gejala kinis yang ada kadang tidak jelas,
sumbatan airway karena trauma laring merupakan cidera laring
yang mengancam nyawa. Trauma pada dada bagian atas, dapat
menyebabkan dislokasi ke area posterior atau fraktur dislokasi
dari sendi sternoclavicular. Penanganan trauma ini dapat
menyebabkan sumbatan airway atas. Trauma ini diketahui
apabila ada sumbatan napas atas (stridor), adanya tanda
perubahan kualitas suara dan trauma yang luas pada daerah
leher akan menyebabkan terabanya defek pada regio sendi
sternoclavikula. penanganan trauma ini paling baik dengan
reposisitertutup fraktur dan jika perlu dengan intubasi
endotracheal.
b. Breathing (Pernapasan)
Dada dan leher penderita harus terbuka selama dilakukan
penilaian breathing dan vena-vena leher. Pergerakan pernapasan
dan kualitas pernapasan pernapasan dinilai dengan diobservasi,
palpasi dan didengarkan. Gejala yang terpenting dari trauma
thorax adalah hipoksia termasuk peningkatan frekuensi dan
perubahan pada pola pernapasan, terutama pernapasan yang
dengan lambat memburuk. Sianosis adalah gejala hipoksia yang
lanjut pada penderita. Jenis trauma yang mempengaruhi
breathing harus dikenal dan diketahui selama primary survey
c. Circulation (Sirkulasi)
Denyut nadi penderita harus dinilai kualitas, frekuensi dan
keteraturannya. Tekanan darah dan tekanan nadi harus diukur
dan sirkulasi perifer dinilai melalui inspeksi dan palpasi kulit
untuk warna dan temperatur. Adnya tanda-tanda syok dapat
disebebkan oleh hematothorax masif maupun tension
pneumothorax. Penderita trauma thorax didaerah sternum yang
menunjukkan adanya disritmia harus dicurigai adanya trauma
miokard.
1) Open Pneumothorax
Usaha pertama jika open pneumothorad adalah menutup
lubang pada dinding dada ini sehingga open pneumothorax
menjadi closed pneumothrax (tertutup). Prinsip penutupan
bersih. Harus segera ditambahkan bahwa apabila selain
lubang pada dinding dada, juga ada lubang pada paru, maka
usaha menutuo lubang ini secara total (occlusive dressing)
dapat mengkibatkan terjadinya tension pneumothorax.
Dengan demikian maka yang harus dilakukan adalah :
a) Menutup dengan kasa 3 sisi. Kasa ditutup dengan
plaster pada 3 sisinya, sedangkan pada sisi yang atas
dibiarkan terbuka (kasa harus dilapisi zalf/soffratule
pada sisi dalamnya supaya kedap udara).
b) Menutup dengan kasa kedap udara. Apabila dilakukan
cara ini maka harus sering dievaluasi paru. Apabila
ternyata timbul pada tension pneumothorax maka kasa
harus dibuka,
c) Pada luka yang besar dapat dipakai plastik infus yang
digunting sesuai ukuran
2) Tension Pneumothorax
Penatalaksanaan tension pneumothorax adalah dengan
dekompresi needle thoracosintesis, yakni menusuk
dengan jarum besar pada ruang interncostal 2 pada garis
midclavicularis. Terapi definitif dengan pemasangan selang
dada (chest tube) pada sela iga ke 5 diantara garis axillaris
dan misaxillaris.
3) Hemathorax Masif
Jika klien mengalami hematothorax masif harus segera
dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan tindakan operatif.
Terapi awal yang harus dilakukan adalah penggantian
volume darah yang dilakukan bersama dengan dekompresi
rongga pleura dan kebutuhan thorakotomi diambil bila
didapatkan kehilangan darah awal lebih dari 1500 ml atau
kehilangan darah terus menerus 200 cc/jam dalam waktu 2-
4 jam
4) Flaill Chest
Terapi awal meliputi pemberian oksigen yang adekuat,
pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri resusitasi
cairan. Sesak nafas berat akibat kerusakan perenkim paru
mungkin harus dilakukan ventilasi tambahan. Di rumah
sakit akan dipasang respirator apabila analisis gas darah
menujukkan pO2 yang rendah atau pCO2 yang tinggi.
5) Tamponade Jantung
Pemasangan CVP dan USG abdomen dapat dilakukan pada
penderita temponade jantung tetapi tidak boleh
menghambat untuk dilakukannya resusitasi. Metode yang
cepat untuk menyelamatkan penderita ini adalah dilakukan
pericardiosintesis (penusukan rongga perikardium) dengan
jarum besar untuk mengeluarkan darah tersebut. Tindakan
definitif adalah dilakukan perikardiotomi yang dilakukan
oleh ahli bedah.
d. Disability (Defisit Neurologis)
Pada pasien open pneumotoraks memang mungkin akan
mengalami penurunan kesadaran tapi GCS nya sekitar 12-14
e. Exposure And Environmental (Pemaparan Dan Control
Lingkungan)
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam jiwa, maka Rapid Trauma Assessment harus segera
dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dan ekstremitas pada
pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
(Gilbert., DSouza., & Pletz, 2009)
f. Folley Catheter
Pada klien dengan trauma toraks akan dilakukan pemasangan
folley catheter karena pada klien kontusio paru dalam
penatalaksanaan diberikan diuretic untuk mencegah atau
mengurangi edema. Karena diuretic dapat mengurangi
penimbunan cairan, dan pembengkakan jaringan.
g. Gastric Tube
-
h. Heart Monitor
Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam
menegakkan diagnosa adanya kelainan pada jantung dan
esophagus. Hemoperikardium, cedera pada esophagus dan
aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung ataupun sekat
serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90%
dan spesifitasnya hampir 96%. Sangat membantu dalam
menentukan adanya komplikasi yang terjadi akibat trauma
tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma. Adanya
abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan
konduksi, tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan
kemungkinan adanya kontusi jantung. Hati hati, keadaan
tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit, hipotensi
gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.
2. Survey Sekunder (Secondary Survey)
a. Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (Doenges, 2000) meliputi :
1) Aktivitas istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2) Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi
apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ;
DVJ.
3) Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
4) Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau
regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh
napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan
abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi,
mengkerutkan wajah.
6) Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk
keganasan.
7) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya
bedah intratorakal/biopsy paru.
b. Anamnesis juga harus meliputi riwayat AMPLE yang bisa didapat
dari pasien dan keluarga (Emergency Nursing Association, 2007):
A : Alergi (adakah alergi pada pasien, seperti obat-obatan,
plester, makanan)
M : Medikasi/obat-obatan (obat-obatan yang diminum seperti
sedang menjalani pengobatan hipertensi, kencing manis, jantung,
dosis, atau penyalahgunaan obat
P : Pertinent medical history (riwayat medis pasien seperti
penyakit yang pernah diderita, obatnya apa, berapa dosisnya,
penggunaan obat-obatan herbal)
L : Last meal (obat atau makanan yang baru saja dikonsumsi,
dikonsumsi berapa jam sebelum kejadian, selain itu juga periode
menstruasi termasuk dalam komponen ini)
E : Events, hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
(kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama)
c. Data Penunjang
Pada Klien Pneumotoraks
1) Ro. Thoraks
Menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleura; dapat
menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2) Gas Darah Arteri (GDA)
Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengaruhi
atau gangguan mekanik pernafasan dan kemampuan
mengkompensasi PaCO2 kadang meningkat. PaCO2 mungkin
normal atau menurun ;saturasi O2 bisa menurun. PaCO2 <>
7,40. Penurunan tekanan oksigen darah arteri (PaCO2).
3) Torasentesis
Menyatakan darah atau cairan serosanguinosa.
4) Hb
Mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah.
5) Fosfat serum
Mungkin turun < 0,5 mg/dl (normalnya adalah 3,0-4,5 mg/dl).
Karena alkalosis yang menyebabkan peningkatan ambilan fosfat
ke sel-sel.
3. Terapi Definitive
a. Gawat Darurat / Pertolongan Pertama
Klien yang diberikan pertolongan pertama dilokasi kejadian
maupun di unit gawat darurat (UGD) pelayanan rumah sakit dan
sejenisnya harus mendapatkan tindakan yang tanggap darurat dengan
memperhatikan prinsip kegawatdaruratan.
Penanganan yang diberikan harus sistematis sesuai dengan keadaan
masing-masing klien secara spesifik.Bantuan oksigenisasi penting
dilakukan untuk mempertahankan saturasi oksigen klien. Jika ditemui
dengan kondisi kesadaran yang mengalami penurunan / tidak sadar
maka tindakan tanggap darurat yang dapat dilakukan yaitu dengan
memperhatikan :
1) Pemeriksaan dan Pembebasan Jalan Napas (Air-Way)
Klien dengan trauma dada seringkali mengalami permasalahan
pada jalan napas.Jika terdapat sumbatan harus dibersihkan
dahulu, kalau sumbatan berupa cairan dapat dibersihkan
dengan jari telunjuk atau jari tengah yang dilapisi dengan
sepotong kain, sedangkan sumbatan oleh benda keras dapat
dikorek dengan menggunakan jari telunjuk yang
dibengkokkan.Mulut dapat dibuka dengan tehnik Cross
Finger, dimana ibu jari diletakkan berlawanan dengan jari
telunjuk Pada mulut korban.
Setelah jalan napas dipastikan bebas dari sumbatan benda
asing, biasa pada korban tidak sadar tonus otot-otot
menghilang, maka lidah dan epiglotis akan menutup farink dan
larink, inilah salah satu penyebab sumbatan jalan napas.
Pembebasan jalan napas oleh lidah dapat dilakukan dengan
cara Tengadah kepala topang dagu (Head tild chin lift) dan
Manuver Pendorongan Mandibula (Jaw Thrust Manuver)
2)Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Usaha Napas (Breathing)
Kondisi pernapasan dapat diperiksa dengan melakukan tekhnik
melihat gerakan dinding dada, mendengar suara napas, dan
merasakan hembusan napas klien (Look, Listen, and Feel),
biasanya tekhnik ini dilakukan secara bersamaan dalam satu
waktu.Bantuan napas diberikan sesuai dengan indikasi yang
ditemui dari hasil pemeriksaan dan dengan menggunakan
metode serta fasilitas yang sesuai dengan kondisi klien.
3) Pemeriksaan dan Penanganan Masalah Siskulasi (Circulation)
Pemeriksaan sirkulasi mencakup kondisi denyut nadi, bunyi
jantung, tekanan darah, vaskularisasi perifer, serta kondisi
perdarahan.Klien dengan trauma dada kadang mengalami
kondisi perdarahan aktif, baik yang diakibatkan oleh luka
tembus akibat trauma benda tajam maupun yang diakibatkan
oleh kondisi fraktur tulang terbuka dan tertutup yang mengenai
/ melukai pembuluh darah atau organ (multiple).Tindakan
menghentikan perdarahan diberikan dengan metode yang
sesuai mulai dari penekanan hingga penjahitan luka, pembuluh
darah, hingga prosedur operatif.
Jika diperlukan pemberian RJP (Resusitasi Jantung Paru) pada
penderita trauma dada, maka tindakan harus diberikan dengan
sangat hati-hati agar tidak menimbulkan atau meminimalisir
kompilkasi dari RJP seperti fraktur tulang kosta dan
sebagainya.
4) Tindakan Kolaboratif
Pemberian tindakan kolaboratif biasanya dilakukan dengan
jenis dan waktu yang disesuaikan dengan kondisi masing-
masing klien yang mengalami trauma dada. Adapun tindakan
yang biasa diberikan yaitu ; pemberian terapi obat emergensi,
resusitasi cairan dan elektrolit, pemeriksaan penunjang seperti
laboratorium darah Vena dan AGD, hingga tindakan operatif
yang bersifat darurat.
b. Konservatif
1) Pemberian Analgetik
Pada tahap ini terapi analgetik yang diberikan merupakan
kelanjutan dari pemberian sebelumnya.Rasa nyeri yang
menetap akibat cedera jaringan paska trauma harus tetap
diberikan penanganan manajemen nyeri dengan tujuan
menghindari terjadinya Syok seperti Syok Kardiogenik yang
sangat berbahaya pada penderita dengan trauma yang
mengenai bagian organ jantung.
2)Pemasangan Plak / Plester
Pada kondisi jaringan yang mengalami perlukaan memerlukan
perawatan luka dan tindakan penutupan untuk menghindari
masuknya mikroorganisme pathogen.
3) Jika Perlu Antibiotika
Antibiotika yang digunakan disesuaikan dengan tes kepekaan
dan kultur. Apabila belum jelas kuman penyebabnya,
sedangkan keadaan penyakit gawat, maka penderita dapat
diberi broad spectrum antibiotic, misalnya Ampisillin
dengan dosis 250 mg 4 x sehari.
4) Fisiotherapy
Pemberian fisiotherapy sebaiknya diberikan secara kolaboratif
jika penderita memiliki indikasi akan kebutuhan tindakan
fisiotherapy yang sesuai dengan kebutuhan dan program
pengobatan konservatif.
c. Invasif / Operatif
1) WSD (Water Seal Drainage)
WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk
mengeluarkan udara, cairan (darah, pus) dari rongga pleura,
rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa
penghubung.
2) Ventilator
Ventilator adalah suatu alat yang digunakan untuk membantu
sebagian atau seluruh proses ventilasi untuk mempertahankan
oksigenasi. Ventilasi mekanik adalah alat pernafasan
bertekanan negatif atau positif yang dapat mempertahankan
ventilasi dan pemberian oksigen dalam waktu yang lama.
( Brunner dan Suddarth, 1996)

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Trauma Dada / Thorax adalah suatu kondisi dimana terjadinya
benturan baik tumpul maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang
menyebabkan abnormalitas (bentuk) pada rangka thorax. Perubahan
bentuk pada thorax akibat trauma dapat menyebabkan gangguan fungsi
atau cedera pada organ bagian dalam rongga thorax seperti jantung dan
paru-paru, sehingga dapat terjadi beberapa kondisi patologis traumatik
seperti Haematothorax, Pneumothorax, Tamponade Jantung, dan
sebagainya.
B. Saran
Dalam melakukan asuhan keperawatan khususnya dengan gangguan
sistem pernafasan trauma toraks hendaknya mengetahui terlebih dahulu
gambaran keadaan pasien dan rencana asuhan keperawatan yang tepat
untuk penanganan yang lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Brooker, Christine. 2001. Kamus Saku Keperawatan. EGC : Jakarta


Muttaqin, Ariff. 2008. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan Edisi 2 . Jakarta: Salemba Medika
Shamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C.2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Volume 1. EGC. Jakarta
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis keperawatan dengan intervensi
NIC dan Kriteria hasil NOC . Jakarta: EGC
Herlinda, Elsa . 2015. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.
Http://Elsaherlindanrs.Blogspot.Co.Id/2015/11/Asuhan-Keperawatan-
Gawat-Darurat-Pada.Html. (12 Maret 2017. Pukul : 7.10 WIB)

Anda mungkin juga menyukai