Anda di halaman 1dari 20

Bed Site Teaching

PERAWATAN LUKA OPERASI CAESAR

Oleh :

Charyadita Perwita Putri 1840312631

Ardian Saldeni 1840312633

Preseptor: dr. Andy Friadi, SpOG (K)

BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RSUP DR M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu cara untuk menurunkan angka kematian dengan mengupayakan

penyelamatan bayi serta ibu saat persalinan. Salah satu bentuk upaya

penyelamatan ibu dan bayi dalam persalinan adalah dengan operasi sectio

caesarea (SC). Seksio cesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina atau suatu

histerektomia untuk janin dari dalam rahim yang bertujuan untuk menyelamatkan

kehidupan baik pada ibu maupun pada bayi.

Ditemukannya bedah sesar memang dapat mempermudah proses

persalinan sehingga banyak ibu hamil yang lebih senang memilih jalan ini

walaupun sebenarnya mereka biasa melahirkan secara normal. Namun faktanya

menurut Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi sesar adalah 40-80

tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukan resiko 25x lebih besar

dibandingkan dengan persalinan melalui pervagina. Bahkan untuk satu kasus

karena infeksi mempunyai angka 80x lebih tinggi dibandingkan dengan persalinan

pervagina.

Seksio sesaria menempati urutan kedua setelah ekstraksi vakum dengan

frekuensi yang dilaporkan 6% sampai 15%. Sedangkan menurut statistik tentang

3.509 kasus seksio sesaria yang disusun oleh Pell dan Chamberlain, indikasi untuk

resiko sesaria adalah diproporsi janin panggul 21%, gawat janin 14%, plasenta

previa 11%, pernah seksio sesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre-eklamasi

dan hipertensi 7% dengan angka kematian pada ibu sebelum dikoreksi 17% dan

sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5%.

2
Perawatan luka post SC merupakan tindakan yang sangat bermanfaat, baik

dilihat dari segi kesehatan maupun dari segi kosmetiknya. Hal tersebut berguna

untuk mencegah terjadinya komplikasi pada ibu yang harus menjalani atau

memilih operasi seksio sesarea sebagai jalan untuk melahirkan bayi mereka.

Untuk itu, dibutuhkan tenaga medis profesional yang mampu memahami dan

menerapkan perawatan luka pasca operasi seksio sesarea dengan baik dan benar.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini akan membahas definisi, anatomi janin dalam rahim, indikasi,

kontraindikasi, teknik pengambilan sampel, dan komplikasi pada perawatan luka

operasi caesar.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menambah wawasan sebagai

dokter muda mengenai chorionic villus sampling (CVS).

1.4 Metode Penulisan

Metode penulisan referat ini merupakan studi keperpustakaan yang

merujuk ke beberapa literatur.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sectio Caesarea

2.1.1. Definisi

Seksio sesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan

melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim

dalam keadaan utuh serta berat janin diatas 500 gram. Sectio caesarea merupakan

prosedur bedah untuk pelahiran janin dengan insisi melalui abdomen dan uterus.

Sectio caesarea atau bedah sesar adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan

melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu

(laparotomi) dan uterus (hiskotomi) untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih.

2.1.2. Jenis Operasi Sectio Caesarea

1. Sectio Caesarea Classic

Sebuah sayatan memanjang di bagian tengah yang memberikan suatu

ruang yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi. Namun, jenis ini kini jarang

dilakukan karena jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi.

2. Sectio Caesarea Trans Peritoneal Profunda

Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim (SBR). Sayatan

melintang dimulai dari ujung atau pinggir selangkangan (simphysisis) di atas

batas rambut kemaluan sepanjang sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah

parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil resiko menderita rupture uteri

(robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karna pada masa nifas, segmen bawah

rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi dapat sembuh

lebih sempurna.

4
Menurut Mochtar Rustam (1998) jenis-jenis sectio caesarea adalah :

1. Sectio Caesarea transperitonealis

a. Sectio Caesarea klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri

kirakira sepanjang 10 cm.

Kelebihan :

1) Mengeluarkan janin lebih cepat

2) Tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan :

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada

riperitonearisasi yang baik

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan 27

b. Sectio Caesarea ismika (profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang-konkaf pada segmen

bawah rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm.

Kelebihan :

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flat baik sekali untuk menahan penyebaran

isi uterus ke rongga periutoneum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan

kurang atau lebih kecil

Kekurangan :

1) Luka dapat melebar ke kiri, kanan, dan bawah, sehingga dapat

5
menyebabkan uterine putus dan terjadi perdarahan hebat.

2) Keluhan pada kandung kemih postoperatif tinggi.

2. Sectio Caesarea ekstraperitonealis

Sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian

tidak membuka kavum abdominal.

2.2. Luka

2.2.1. Definisi

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik

terdapat substansi jaringan yang rusak atau hilang.

Ketika luka timbul, akan muncul beberapa efek, seperti :

1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

2. Respon stres simpatis

3. Perdarahan dan pembekuan darah

4. Kontaminasi bakteri

5. Kematian sel

2.2.2. Mekanisme Luka

a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang

tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya

tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat

(Ligasi)

b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan

dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan

bengkak.

c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda

6
lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.

d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru

atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.

e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh

kaca atau oleh kawat.

f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh

biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian

ujung biasanya lukanya akan melebar.

g. Luka Bakar (Combustio)

2.2.3. Klasifikasi Luka

Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka

a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak

terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,

pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya

menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase

tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka

sekitar 1% – 5%.

b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka

pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan

dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan

timbulnya infeksi luka adalah 3% – 11%.

c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh,

luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik

aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk

7
insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% – 17%.

d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya

mikroorganisme pada luka.

Berdasarkan kedalaman dan luas luka :

a. Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang

terjadi pada lapisan epidermis kulit.

b. Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada

lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial

dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.

c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan

meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas

sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya

sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot.

Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau

tanpa merusak jaringan sekitarnya.

d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot,

tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.

Menurut waktu penyembuhan luka :

a. Luka akut yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep

penyembuhan yang telah disepakati.

b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses

penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.

2.2.4. Proses Penyembuhan Luka

Tubuh secara normal akan berespon terhadap cedera dengan jalan proses

inflamasi, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),

8
kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired

function).

Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase :

1. Fase Inflamasi

Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi

akibat perlukaan yang terjadi pada jaringan lunak. Tujuannya adalah

menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda asing,

sel-sel mati dan bakteri untuk mempersiapkan dimulainya proses

penyembuhan. Pada awal fase ini kerusakan pembuluh darah akan

menyebabkan keluarnya platelet yang berfungsi sebagai hemostasis.

Platelet akan menutupi vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan

“substansi vasokonstriksi” yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler

vasokonstriksi. Selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan menutup

pembuluh darah. Periode ini berlangsung 5-10 menit dan setelah itu akan

terjadi vasodilatasi kapiler akibat stimulasi saraf sensoris (Local sensory

nerve endding), local reflex action dan adanya substansi vasodilator

(histamin, bradikinin, serotonin dan sitokin). Histamin juga menyebabkan

peningkatan permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar dari

pembuluh darah dan masuk ke daerah luka dan secara klinis terjadi oedema

jaringan dan keadaan lingkungan tersebut menjadi asidosis.

Secara klinis fase inflamasi ini ditandai dengan : eritema, hangat pada

kulit, oedema dan rasa sakit yang berlangsung sampai hari ke-3 atau hari

ke-4.

2. Fase Proliferatif

Proses yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan

9
penyembuhan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas

sangat besar pada proses perbaikan yaitu bertanggung jawab pada persiapan

menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses

rekonstruksi jaringan.

Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel

fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matriks jaringan

penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan

sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi)

serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin, hyaluronic acid,

fibronectin dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun

(rekontruksi) jaringan baru. Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah

membentuk cikal bakal jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan

dikeluarkannya substrat oleh fibroblas, memberikan pertanda bahwa

makrofag, pembuluh darah baru dan juga fibroblas sebagai kesatuan unit

dapat memasuki kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru

yang tertanam didalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan

“granulasi”.

Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen

telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai

growth faktor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet.

3. Fase Maturasi

Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir

10
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase maturasi adalah ;

menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan

penyembuhan yang kuat dan bermutu. Fibroblas sudah mulai meninggalkan

jaringan granulasi, warna kemerahan dari jaringan mulai berkurang karena

pembuluh mulai regresi dan serat fibrin dari kolagen bertambah banyak

untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari jaringan parut akan

mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah perlukaan.

Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan

keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.

Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau

hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan

kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka.

Luka dikatakan sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan

kekuatan jaringan parut mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan

aktifitas normal. Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap

penderita, namun outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung pada

kondisi biologis masing-masing individu, lokasi serta luasnya luka.

Penderita muda dan sehat akan mencapai proses yang cepat dibandingkan

dengan kurang gizi, diserta penyakit sistemik (diabetes mielitus).

2.2.5. Faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka

a. Usia

Semakin tua seseorang maka akan menurunkan kemampuan penyembuhan

jaringan

b. Infeksi

11
Infeksi tidak hanya menghambat proses penyembuhan luka tetapi dapat juga

menyebabkan kerusakan pada jaringan sel penunjang, sehingga akan

menambah ukuran dari luka itu sendiri, baik panjang maupun kedalaman

luka.

c. Hipovolemia

Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan

menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.

d. Hematoma

Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara

bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat

bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi

tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.

e. Benda asing

Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan

terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul

dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang

membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).

f. Iskemia

Iskemi merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah

pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat

terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat

faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.

g. Diabetes

Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula

12
darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan

terjadi penurunan protein-kalori tubuh.

h. Pengobatan

- Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh

terhadap cedera

- Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan

- Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri

penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka

pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.

2.2.6. Komplikasi Luka

a. Hematoma (Hemorrhage)

Balutan diinspeksi terhadap perdarahan dalam interval 24 jam pertama

setelah pembedahan.

b. Infeksi (Wounds Sepsis)

Merupakan infeksi luka yang sering timbul akibat infeksi nosokomial di

rumah sakit. Proses peradangan biasanya muncul dalam 36 – 48 jam, denyut

nadi dan temperatur tubuh pasien biasanya meningkat, sel darah putih

meningkat, luka biasanya menjadi bengkak, hangat dan nyeri.

Jenis infeksi yang mungkin timbul antara lain :

- Selulitis merupakan infeksi bakteri pada jaringan

- Abses merupakan infeksi bakteri terlokalisasi yang ditandai oleh :

terkumpulnya pus (bakteri, jaringan nekrotik, leukosit).

- Lymphangitis, yaitu infeksi lanjutan dari selulitis atau abses yang menuju

ke sistem limphatik. Hal ini dapat diatasi dengan istirahat dan antibiotik.

c. Dehiscence dan Eviscerasi

13
Dehiscence adalah rusaknya luka bedah

Eviscerasi merupakan keluarnya isi dari dalam luka

d. Keloid

Merupakan jaringan ikat yang tumbuh secara berlebihan. Keloid ini biasanya

muncul tidak terduga dan tidak pada setiap orang.

2.2. Resiko Persalinan Caesar

Banyak ibu hamil yang minta dicaesar tanpa rekomendasi medis, diduga

karena kurangnya informasi tentang hal itu. Padahal resiko operasi besar banyak

dan serius, sehingga jauh lebih berbahaya dibanding persalinan normal, dan yang

harus memikul resiko itu tidak hanya ibu tetapi bayi juga. Berikut ini ada

beberapa resiko operasi caesar, yaitu:

a. Infeksi pada bekas jahitan

Caesar lebih besar dan berlapis-lapis, bila penyembuhan tidak sempurna

kuman lebih mudah menginfeksi sehingga luka jadi lebih parah. Bukan

tidak mungkin dilakukan jahit ulang.

b. Kematiaan saat persalinan

Beberapa penelitian menunjukkan, angka kematian ibu pada operasi caesar

lebih tinggi dibanding persalinan normal. Kematian umumnya disebabkan

kesalahan pembiusan atau perdarahan yang tidak ditangani dengan cepat

c. Pembatasan kehamilan

Dulu, perempuan yang pernah melahirkan melalui operasi caesar hanya

boleh melahirkan tiga kali. Kini dengan teknik operasi yang lebih baik,

sang ibu memang boleh melahirkan lebih dari satu bahkan sampai lima

kali. Tapi resiko dan komplikasinya makin berat

d. Sobeknya jahitan Rahim

14
Ada tujuh lapis jahitan yang dibuat saat operasi caesar, yaitu jahitan pada

kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan

luar rahim dan rahim. Jahitan rahim ini bisa sobek pada persalinan

berikutnya. Makin sering menjalani operasi caesar, makin besar resiko

terjadinya sobekan.

e. Masalah pernafasan

Bayi yang lahir melalui operasi caesar cenderung mempunyai masalah

pernafasan, yaitu nafas menjadi tidak teratur

2.3. Perawatan Luka Post Operasi Caesarea

Fokus penanganan luka adalah  mempercepat penyembuhan luka dan

meminimalkan komplikasi dan biaya perawatan. Fokus utama dalam

penanganan luka adalah dengan evakuasi semua hematoma dan seroma dan

mengobati infeksi yang menjadi penyebabnya. Perhatikan perdarahan yang

terlalu banyak (inspeksi lapisan dinding abdomen atau perineal). Lakukan

pemeriksaan hematokrit sehari setelah pembedahan mayor dan, jika

perdarahan berlanjut, diindikasikan untuk pemeriksaan ulang.

Luka abdomen harus diinspeksi setiap hari. Umumnya luka jahitan pada

kulit`dilepaskan 3-5 hari postoperasi dan digantikan dengan Steri-Strips.

Idealnya, balutan luka diganti setiap hari dan diganti menggunakan bahan

hidrasi yang baik. Pada luka yang nekrosis, digunakan balutan tipis untuk

mengeringkan dan mengikat jaringan sekitarnya ke balutan dalam setiap

penggantian balutan. Pembersihan yang sering harus dihindari karena hal

tersebut menyebabkan jaringan vital terganggu dan memperlambat

penyembuhan luka.

15
Perawatan 3-4 hari di rumah sakit cukup untuk mengembalikan fisik ibu

yang baru bersalin dengan operasi. Biasanya, Setelah itu, keringkan dan rawat

luka seperti biasa.

Hal-hal yang perlu dilakukan untuk pasien diminta datang kembali ke

dokter untuk pemantauan perawatn luka tujuh hari setelah pulang. Pasien

boleh andi seperti biasa, setelah hari ke-5 operasi. perawatan luka post operasi

caesarea di rumah :

a. Menjaga Kebersihan Luka

Luka bekas operasi caesar ini pada dasarnya tidak berbeda dengan

luka bekas operasi yang lainnya. Yang paling penting pada proses

penyembukan luka bekas operasi yang cepat ialah tetap menjaga luka

tersebut dari bakteri yang dapat menyebabkan infeksi.

b. Melakukan Olahraga

Lakukan kegiatan olah raga yang ringan. Olah raga yang ringan

seperti halnya jalan santai dapat membantu dalam proses penyembuhan.

Olah raga yang ringan juga dapat mencegah konstipasi serta

penggumpalan darah. Olah raga juga bisa membuat sistem imun menjadi

meningkat dan membantu untuk mencegah terjadinya pneumonia atau

terjadinya gangguan pada kesehatan umun yang di akibatkan operasi

caesar.

2.4.7 Prinsip Perawatan Luka dan Perawatan di Rumah13

16
Tujuan perawatan luka adalah untuk mencegah infeksi, menilai kerusakan

yang terjadi pada struktur yang terkena dan untuk menyembuhkan luka.

a. Pembalutan dan perawatan luka

Penutup/pembalut luka berfungsi sebagai penghalang dan pelindung terhadap

infeksi selama proses penyembuhan yang dikenal sebagai reepitelisasi.

Pertahankan penutupan luka ini selama hari pertama setelah pembedahan untuk

mencegah infeksi selama proses reepitelisasi berlangsung.Ganti pembalut dengan

cara yang steril.Luka harus dijaga tetap kering dan bersih, tidak boleh terdapat

bukti infeksi sampai ibu diperbolehkan pulang dari rumah sakit.

b. Infeksi Luka

a. Tanda klinis: Nyeri, bengkak, kemerahan, panas dan bisa bernanah.

b. Tatalaksana

Buka luka jika dicurigai terdapat nanah.Bersihkan luka dengan cairan

desinfektan.Tutup ringan luka dengan kasa lembab. Ganti balutan setiap hari,

lebihsering bila perlu.Berikan antibiotik sampai sampai 48 jam bebas demam.

c. Mobilisasi

Mobilisasi segera, tahap demi tahap, sangat berguna untuk membantu

pemyembuhan pasien. Kemajuan mobilisasi bergantung pula pada jenis operasi

yang dilakukan dan komplikasi yang mungkin dijumpai.

Pasein yang mendapat anestesi spinal boleh duduk setelah 24 jam.akan

tetapi selama periode tersebut, pasien boleh miring ke kanan atau ke kiri, serta

boleh melipat kaki agar alirab darah menjadi lancar. Pada hari kedua, pasien

belajar berjalan dan apabila telah mampu berjalan ke kamar mandi, kateter urin

sudah dapat dilepas, dan pasien boleh pulang pada hari ketiga atau keempat.

Mobilisasi berguna untuk mencegah terjadinya trombosis dan emboli. Namun,

17
mobilisasi yang dilakukan terlalu dini dapat mempengaruhi penyembuhan luka

operasi. Jadi, mobilisasi secara teratur dan bertahap, serta diikuti dengan istirahat.

d. Memulangkan pasien

Perawatan 3-4 hari cukup untuk pasien. Diedukasi pasien untuk perawatan

luka mengganti kasa).Pasien diminta kontrol setelah 7 hari pasien pulang.Pasien

perlu segera datang kembali jika terdapat perdarahan,demam, nyeri perut

berlebihan.

e. Pelepasan jahitan

Jahitan fasia merupakan hal utama pada bedah abdomen. Pelepasan jahitan

kulit 5 hari seletah penjahitan.

Walaupun merasa lebih baik, tetapi sebenarnya tubuh belum pulih

sepenuhnya. Beberapa hal yang dapat dilakukan di rumah untuk mencegah hal-hal

yang tidak diinginkan.

1. Menjaga Kebersihan Diri

Ibu tidak perlu khawatir terhadap luka bekas irisan yang terkena air

karena akan aman selama luka ditutup kain kasa lembut yang diatasnya

dilapisi plester kedap air. Memang dulu pasien tidak boleh mandi karena

luka hanya ditutupi kain kasa. Namun sekarang dokter akan memakaikan

plester kedap air di atas kain kasa untuk mencegah terjadinya infeksi

karena terkena air.

2. Jangan Mengangkat Benda Berat

Usahakan untuk tidak mengangkat benda-benda yang berat karena

kegiatan ini bisa mengakibatkan tekanan pada bagian perut maupun

pinggang sehingga merasa sakit.

3. Makan Makanan Bergizi

18
Makanan bergizi yang seimbang, sesuai dengan kebutuhan sangat

dianjurkan. Misalnya untuk mencegah sembelit, makanlah vit C, banyak

buah-buahan dan sayuran segar.

4. Merawat Bekas Sayatan

Biasanya, benang operasi terserap secara otomatis. Beberapa cara merawat

bekas sayatan operasi sebagai beikut :

a. Bagi ibu yang sudah bisa mandi tanpa diseka, sebaiknya mandi

dengan shower atau bersiram

b. Setelah mandi, segera keringkan bekas sayatan tersebut dengan

handuk yang lembut, kertas tisu atau kapas

c. Jangan memakai celana dalam yang pendek karena karet celana

akan menekan bekas sayatan sehingga akan terasa sakit

d. Keluar bekas sayatan menjadi bengkak kemerahan dan terasa sakit

segera periksakan ke dokter karena tanda-tanda ini menunjukan

terjadinya infeksi

DAFTAR PUSTAKA

19
Dewi Y. 2007. Operasi Caesar. Pengantar dari A sampai Z. EDSA Mahkota.

Jakarta

Kasdu, D., 2003, Operasi Caesar Masalah dan Solusinya, Cet. I, Pustaka

Pembangunan Swadaya Nusantara Kuswa Swara, Anggota Ikapi, Jakarta.

Liu, D. T.Y, 2007, Manual Persalinan, Edisi 3, EGC, Jakarta.

Wiknjosastro. Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo.

20

Anda mungkin juga menyukai