Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Invaginasi atau yang biasa disebut dengan intususepsi adalah proses dimana
suatu segmen usus bagian proksimal masuk ke dalam lumen usus bagian distalnya
sehingga menyebabkan obstruksi usus dan dapat menjadi strangulasi kemudian
mengalami komplikasi yang berujung pada sepsis dan kematian. Invaginasi
merupakan salah satu kegawatdaruratan yang umum pada anak. Kelainan ini harus
dikenali dengan cepat dan tepat serta memerlukan penanganan segera karena
misdiagnosis atau keterlambatan diagnosis akan meningkatkan angka morbiditas(1-6).
Invaginasi pertama kali digambarkan oleh Paul Barbette di Amsterdam pada
tahun 1674. Jonathan Hutchinson melaporkan operasi pertama invaginasi yang
berjalan sukses terhadap anak usia 2 tahun pada tahun 1873 (7). Literatur lain
menyebutkan Wilson merupakan yang pertama sukses dalam melakukan terapi
pembedahan invaginasi pada tahun 1831(2). Di tahun 1876, Harald Hirschprung
menggambarkan pendekatan sistematik dengan reduksi hidrostatik. Di Amerika
Serikat, Ravitch mempopulerkan penggunaan reduksi barium enema untuk mengatasi
invaginasi(7).
Invaginasi atau intussussepsi adalah penyebab tersering dari obstruksi usus
akut pada anak. Di negara - negara barat, penderita invaginasi biasanya datang dalam
keadaan yang masih dini, sehingga angka kesakitan dan angka kematian dapat
ditekan. Kebanyakan penderita sembuh bila dirawat sebelum 12 jam setelah kejadian.
Di negara-negara berkembang seperti di Indonesia, penderita sering datang dalam
keadaan yang sudah terlambat atau lebih dari 12 jam setelah kejadian, sehingga
sebagian besar memerlukan tindakan pembedahan yang sering disertai dengan reseksi
usus. Rendahnya pengetahuan orang tua penderita tentang kesehatan menyebabkan
keterlambatan memeriksakan penderita ke dokter atau oleh karena keterlambatan
dokter dalam menegakkan diagnosa. Invaginasi anak terjadi pada 1 dari 13.000
1

penderita yang dirawat di rumah sakit. Angka kejadiaan laki-laki dibandingkan wanita
sekitar 3:1. Pada neonatus sebesar 0,3%. Sebagian besar invaginasi terjadi dibawah
umur 2 tahun dengan puncak kejadian berkisar antara umur 4-11 bulan.(16)
Gejala klasik yang paling umum (85%) dari invaginasi adalah nyeri perut yang
sifatnya muncul secara tibatiba, kolik, intermiten, berlangsung hanya selama
beberapa menit. Gejala awal lain yang sering dikeluhkan yaitu muntah. Kerusakan
usus berupa nekrosis hingga perforasi usus dapat terjadi antara hari ke 2-5 dengan
puncaknya pada hari ke 3 setelah gejala klinis terjadi. Hal tersebut akan memperberat
gejala obstruksi yang ditimbulkan oleh invaginasi dan akan meningkatkan morbiditas
dan mortalitas(2,8).
Di negara maju, outcome dari pasien dengan invaginasi memiliki prognosis
yang lebih baik karena diagnosis yang tegak secara dini diikuti dengan prosedur terapi
yang kurang invasif seperti reduksi barium enema. Sebaliknya, di negara berkembang,
banyak anak dengan invaginasi dilaporkan mengalami keterlambatan untuk
mendapatkan terapi definitif(9). Tertundanya diagnosis yang berlanjut menjadi nekrosis
usus, diikuti dengan terapi reduksi operasi, memiliki angka fatalitas yang tinggi,
misalnya 18% di Nigeria, 20% di Indonesia (10) dan hingga 54% di Ethiopia(8).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh van Heek et al (1996) angka kematian
anak-anak dengan invaginasi di pedesaan Indonesia jauh lebih tinggi daripada di
perkotaan di Indonesia atau di Belanda, hal ini disebabkan karena pengobatan yang
terlambat, yang menghasilkan lebih banyak pasien yang menjalani operasi dalam
kondisi fisik yang buruk(10). Mortalitas invaginasi meningkat secara signifikan (lebih
dari 10 kali) pada pasien invaginasi yang baru datang berobat setelah 48 jam sejak
onset gejala dibandingkan dengan pasien invaginasi yang datang berobat sejak 24 jam
onset gejala(7).
Berdasarkan data di atas, menjadi suatu keharusan bagi para calon dokter
umum yang nantinya juga akan terjun ke masyarakat untuk memahami dan mengenali
gejala awal dari invaginasi sehingga dapat melakukan tindakan sesegera mungkin
untuk memperbaiki keadaan umum pasien kemudian merujuk ke spesialis bedah yang
tepat sehingga berdampak pada menurunnya angka morbiditas dan mortalitas dari
invaginasi.

2. Tujuan
Setelah membaca referat ini, diharapkan panitra klinik mampu mengenal
gejala invaginasi serta memberikan penatalaksanaan yang tepat baik terapi
pendahuluan maupun rujukan pada pasien sehingga dapat berperan menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas ketika terjun ke masyarakat sebagai dokter.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi
a. Usus halus
Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-lipat dan
membentang dari pilorus hingga katub ileosekal. Panjang usus halus halus pada orang
hidup sekitar 12 kaki (3,6 m) dan hampir 22 kaki (6,6 m) pada kadaver (akibat
relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah rongga abdomen. Ujung
proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm, tetapi makin ke bawah garis tengahnya
semakin berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm. (17)
Usus halus terdiri dari duodenum, jejenum dan ileum yang merupakan tempat
digesti dan penyerapan sari-sari makanan. Duodenum berbentuk tabung menyerupai
huruf C dengan panjang sekitar 25 cm (10 inci) dari spinkter pilorus sampai fleksura
duodenojejunal. 5 Pemisahan

duodenum

dan

jejunum

ditandai

oleh

adanya

Ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum
dan jejunum4 . Panjang jejunum sekitar 1 m (3 kaki), memiliki lumen yang besar dan
lipatan yang lebih banyak dari ileum tetapi struktur histologinya hampir sama dengan
ileum. Ileum memiliki panjang sekitar 2 m (6-7 kaki). 5 Pada usus halus juga terdapat
sebuah saluran buntu yang menyerupai tabung berukuran sebesar jari kelingking
terletak pada daerah ileosekal yaitu pada apeks sekum yang disebut appendiks
vermiformis.(17)
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, tunika
muskularis dan serosa, sedangkan otot yang menyusunnya terdiri dari 2 lapisan yaitu
lapisan luar terdiri atas serabut-serabut longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam
terdiri dari serabut sirkular. Struktur ini membantu dalam gerakan peristaltik usus
halus. Lapisan mukosa bagian dalam cukup tebal dan banyak mengandung pembuluh
darah dan kelenjar.(17)

Perdarahan dan persarafan


Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri
seliaka. Arteri ini memperdarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang
diperdarahi oleh arteri gastroduodenalis dan cabangnya, arteri pankreatikoduodenalis
superior. Darah dikembalikan lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan
vena lienalis membentuk vena porta.(17)
Usus halus dipersarafi oleh cabang-cabang sistem saraf otonom. Rangsangan
parasimpatis merangsang aktivitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis
menghantarkan nyeri, sedangkan serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai
saraf intrinsik yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach
yang terletak dalam lapisan muskularis dan pleksus Meissner di lapisan
submukosa. (17)
b. Usus Besar
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang
sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus
besar sekitar 6,5 cm (2,5 inci) tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil.(17)
Usus besar dibagi menjadi 3 bagian, yaitu sekum, kolon dan rektum. Pada
sekum terdapat katup ileosaekal dan apendiks yang melekat pada ujung sekum.
Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileosaekal
mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan mencegah terjadinya
aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus. Kolon dibagi menjadi
kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid. Tempat kolon membentuk
kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai
fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
membentuk lekukan berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu
kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian terakhir usus besar adalah rektum dan
membentang dari kolon sigmoid hingga anus. Satu inchi terakhir dari dari rektum
disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. (17)

Perdarahan dan persarafan


Usus besar secara klinis terbagi atas belahan kiri dan kanan berdasarkan pada
suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan kanan
(sekum, kolon asenden dan 2/3 proksimal kolon tranversum) dan arteri mesenterika
inferior memperdarahi belahan kiri (1/3 distal kolon tranversum, kolon desenden,
kolon sigmoid dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum
berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteri iliaka
interna dan aorta abdominalis. (17)
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena
mesenterika superior, vena mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior
(bagian sistem portal yang mengalirkan darah ke hati). (17)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan
melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon tranversum dan saraf pelvikus yang berasal
dari daerah sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medulla
spinalis melalui saraf splangnikus.(17)
2. Fisiologi
Terdapat 4 fungsi dari usus halus yaitu :
Penyerapan (17)

1.

Penyerapan karbohidrat dimulai dengan aktivitas salivary amilase, tetapi


penyerapan yang sempurna terjadi ketika monosacarida telah terbentuk di usus

halus dengan bantuan pakreatik amilase dan enzim lainnya.


Penyerapan lemak. Diet trigliserida terdiri dari sejumlah besar oleate dan
palmitat sebagai asam lemak. Setiap hari, 2-8 phospolipid dicerna. Yang paling
banyak adalah lecitin dan predominan asam lemak adalah linoleat dan
arachidonat. Sebagian besar lemak diabsorbsi pada setengah awal dari
jejunum. Karena lemak tidak larut dalam air, langkah awal yang paling

penting dari pencernaan ini adalah emulsifikasi.


Penyerapan Protein. Yang dicerna dan diserap bukan hanya protein dari
makanan, tetapi protein dari endogen yang masuk ke lumen saluran
pencernaan. Asam amino yang diserap dari makanan dan protein endogen
6

digunakan untuk mensintesis protein baru di tubuh. Protein yang disajikan ke


usus halus untuk diserap terutama dalam bentuk asam amino dan beberapa
fragmen peptida kecil. Asam amino diserap menembus sel usus melalui
transpor aktif sekunder (transport Na+), serupa dengan penyerapan glukosa

dan galaktosa.
Penyerapan garam dan air
Penyerapan vitamin. Vitamin larut dalam air diserap secara pasif bersama,
sedangkan vitamin larut-lemak diangkut dalam sel dan diserap secara pasif
bersama dengan produk akhir pencernaan lemak. Penyerapan sebagian vitamin
juga dapat dilakukan oleh pembawa, bila diperlukan. Vitamin B12 bersifat
unik, vitamin ini harus berikatan dengan faktor intrinsik lambung agar dapat

diserap di ileum terminal oleh mekanisme transportasi khusus.


Penyerapan besi dan kalsium. Penyerapan besi ke dalam darah melalui 2 tahap
yaitu penyerapan besi dari lumen ke dalam sel epitel usus dan dari sel epitel ke
dalam darah. Sedangkan sejumlah kalsium yang diserap juga diatur yang
sebagian besar dilaksanakan melalui proses transportasi aktif dan sebagian lagi
melalui difusi aktif.

2. Absorbsi
Meliputi absorbsi cairan, elektrolit dan nutrien, yang dimana sekitar 9 liter cairan
diabsobsi setiap harinya, selain yang masuk melalui pilorus atau spinkter Oddi.
Elektrolit meliputi absorbsi potasium, klorida dan kalsium. Sedangkan nutrien
meliputi 4 trasport yaitu transpor aktif, difusi pasif, facilitated diffusion, dan
endositosis.(17)
3. Sekresi
Usus mensekresi air dan elektrolit melalui mekanisme kontrol neural dan humoral
bersama dengan mekanisme absorbsi. Beberapa mekanisme sekretori aktif ketika
mekanisme lainnya pasif. Channel, pembawa dan pompa berlokasi di membran epitel
yang berpartisipasi dalam proses absorbsi.(17)
4. Motilitas
Motilitas usus halus beregulasi dengan mekanisme neuroluminal. Peristaltik
merupakan gerakan koordinasi yang menggerakkan usus. Refleks peristaltik diawali
dengan relaksasi descenden pada bagian atas usus dan kontraksi proksimal yang
dipicu oleh substansi asetilkolin dan P. Pada usus halus juga terdapat kontraksi
segmental yang merupakan kontraksi lokal dari lapisan otot sirkuler. Gerakan ini
7

merupakan metode motilitas utama usus halus, mencampur dan mendorong kimus
secara perlahan.9 Gerakan ini terjadi rata-rata 12-16 kali per menit di daerah yang
berisi kimus. Gerakan ini akan mencampur kimus bersama jus percernaan dan akan
bersentuhan dengan mukosa. Setiap 90 menit gelombang kontraksi ini bermulai di
duodenum dan berjalan ke usus halus sampai kolon. Refleks ini disebut housekeeper
potential. Kontraksi usus halus distimulasi oleh sejumlah peptida termasuk substansi
P, motilin, CCK, gastrin dan gastrin-releasing peptide. (17)
Sedangkan pada usus besar juga terdapat 4 fungsi yaitu : (17)
1. Motilitas
Tiga tipe aktivitas motor pada usus besar terdiri dari gerakan segmentasi, gerakan
massa dan peristaltik retrograd. Segmentasi merupakan gerakan yang paling sering
muncul pada aktivitas motor dan terdiri dari kontraksi annular segmental yang
menggerakkan usus dalam 2 arah. Gerakan massa merupakanm aktivitas konraktil
yang kuat yang menyapu sepanjang kolon tranversum dan descenden tiap beberapa
jam sehari. Sedangkan peristaltik retrograd dimulai pada kolon tranversum dan
bergerak secara proksimal ke kolon kanan.
2. Absorbsi
Sekital 800 ml air masuk ke dalam kolon setiap harinya, dimana 600 ml diabsorbsi
oleh kolon.absobsi sodium dilakukan oleh transpor elektrogenik. Sekitar 200 -400
mEq sodium yang diabsorbsi setiap hari. Kolon juga mengabsorbsi asam lemak rantai
pendek, yang dibentuk dari fermentasi bakteri oleh karbohidrat dan selulosa dan
diabsorbsi melalui transpor pasif.
3. Sekresi. Kolon menyekresi bikarbonat dan potasium.
4. Fungsi endokrin

3. Definisi Invaginasi
Invaginasi adalah proses dimana suatu segmen usus bagian proksimal masuk
ke dalam lumen usus bagian distalnya sehingga menyebabkan obstruksi usus dan
dapat

berakhir

dengan

strangulasi(1-4).

Umumnya

(intususeptum) masuk ke bagian distal (intussussipien)(6).

bagian

yang

proksimal

4. Epidemiologi
Angka insidensi akurat dari invaginasi tidak tersedia untuk sebagian besar
negara berkembang, demikian juga di banyak negara maju(7). Di Afrika, tidak ada
penelitian yang melaporkan angka kejadian dari invaginasi. Di Asia dalam hal ini
Taiwan dan Cina, dilaporkan insidens dari invaginasi adalah 0,77 per 1000 kelahiran
hidup. Di India, angka kejadiannya dilaporkan berkisar 1,9-54,4 per tahun. Tidak ada
data yang menyebutkan tentang insidensi per kelahiran hidup. Di Malaysia lebih
kurang 10,4 bayi dan anak dirawat di RS Umum Kuala Lumpur karena invaginasi per
tahun. Di Indonesia, angka kejadian invaginasi di RS wilayah pedesaan dan perkotaan
didapatkan angka yang berbeda, yaitu masing-masing 5,8 dan 17,2 per tahun(7).

Invaginasi umumnya ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun dan


frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Di Afrika, insiden puncak
invaginasi muncul antara usia 3-8 bulan. Di Asia, insiden puncak antara usia 4-8
bulan(7).
Umumnya invaginasi ditemukan lebih sering pada anak laki-laki. Di Afrika,
tepatnya di Tunisia, rasio laki-laki dibandingkan perempuan adalah 8:1. Di Asia, rasio
perbandingannya adalah 9:1. Di Timur Tengah, perbandingan antara laki-laki dan
perempuan berkisar antara 1,4:1 sampai 4:1(7).
Berdasarkan keterkaitan kejadian invaginasi dengan musim, didapatkan hasil
penelitian yang bervariasi di masing-masing wilayah di dunia(7). Invaginasi dilaporkan
sebagai suatu kejadian musiman dengan puncak pada musim semi, musim panas, dan
pertengahan musim dingin. Periode ini berhubungan dengan puncak munculnya
gastroenteritis musiman dan infeksi saluran napas atas (2). Di Afrika, insidens
invaginasi meningkat pada 2 musim yaitu akhir musim panas dan akhir musim dingin.
Hal ini bersamaan dengan puncak insidens dari infeksi saluran napas dan diare. Di
Asia, salah satunya India, insidens invaginasi dilaporkan meningkat pada musim
panas(8). Di Thailand insidens invaginasi meningkat antara bulan September dan
Januari dan kemudian April. Peningkatan ini bersamaan dengan musim dingin dan
panas yang merupakan puncak dari insidens infeksi saluran napas atas dan
gastroenteritis. Di Malaysia tidak ditemukan adanya perbedaan musim terkait dengan
invaginasi(7).
5. Etiologi
Penyakit ini sering terjadi pada umur 3-12 bulan, dimana pada saat itu terjadi
perubahan diet makanan dari cair ke padat, perubahan pemberian makanan ini
dicurigai sebagai penyebab terjadi invaginasi. Invaginasi kadang-kadang terjadi
setelah/selama enteritis akut, sehingga dicurigai akibat peningkatan peristaltik usus.
Gastroenteritis akut yang dijumpai pada bayi, ternyata ditemukan kuman rotavirus
menjadi agen penyebabnya, dimana pengamatan 30 kasus invaginasi bayi ditemukan
virus ini dalam feses sebanyak 37%. Pada beberapa penelitian terakhir ini didapati
peninggian insidens adenovirus dalam feses penderita invaginasi(11).

10

Etiologi dari invaginasi terbagi menjadi 2, yaitu idiopatik dan kausal(11).


a. Idiopatik
Menurut kepustakaan, 90-95 % invaginasi pada anak di bawah umur satu
tahun tidak dijumpai penyebab yang spesifik sehingga digolongkan sebagai
infantile idiophatic intussusceptions(11). Kepustakaan lain menyebutkan di Asia,
etiologi idiopatik dari invaginasi berkisar antara 42-100%(7).
Definisi dari istilah invaginasi idiopatik bervariasi di antara penelitian
terkait invaginasi. Sebagian besar peneliti menggunakan istilah idiopatik untuk
menggambarkan kasus dimana tidak ada abnormalitas spesifik dari usus yang
diketahui dapat menyebabkan invaginasi seperti diverticulum meckel atau polip
yang

dapat

diidentifikasi

saat

pembedahan(7).

Dalam kasus idiopatik, pemeriksaan yang teliti dapat mengungkapkan hipertrofi


jaringan limfoid mural (Peyer patch), yang disebabkan oleh infeksi adenovirus
atau rotavirus(2).
Invaginasi idiopatik memiliki etiologi yang tidak jelas. Salah satu teori
untuk menjelaskan kemungkinan etiologi invaginasi idiopatik adalah bahwa hal
itu terjadi karena Peyer patch yang membesar; hipotesis ini berasal dari 3
pengamatan: (1) penyakit ini sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan
atas, (2) wilayah ileokolika memiliki konsentrasi tertinggi dari kelenjar getah
bening di mesenterium, dan (3) pembesaran kelenjar getah bening sering
dijumpai pada pasien yang memerlukan operasi. Apakah Peyer patch yang
membesar adalah reaksi terhadap invaginasi atau sebagai penyebab invaginasi,
masih tidak jelas(1).
b. Kausal
Pada penderita invaginasi yang lebih besar (lebih dua tahun), adanya
kelainan usus dapat menjadi penyebab invaginasi atau lead point seperti:
inverted

Meckels

diverticulum,

polip

usus,

leiomioma,

leiosarkoma,

hemangioma, blue rubber blep nevi, lymphoma dan duplikasi usus(11).


Divertikulum Meckel adalah penyebab paling utama, diikuti dengan polip seperti

11

peutz-jeghers syndrome, dan duplikasi intestinal. Lead point lain diantaranya


lymphangiectasias, perdarahan submukosa dengan Henoch-Schnlein purpura,
trichobezoars

dengan

Rapunzel

syndrome,

caseating

granulomas

yang

berhubungan dengan tuberkulosis abdominal(2).


Lymphosarcoma sering dijumpai sebagai penyebab invaginasi pada anak
yang berusia di atas enam tahun. Invaginasi dapat juga terjadi setelah laparotomi,
yang biasanya timbul setelah dua minggu pasca bedah, hal ini terjadi akibat
gangguan peristaltik usus, disebabkan manipulasi usus yang kasar dan lama,
diseksi retroperitoneal yang luas dan hipoksia lokal(11).
Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti. Hanya
sekitar (5 10%) dapat ditemukan penyebab antara lain: divertikulum Meckel, polip
usus, dipublikasi usus, hematoma dinding usus, lymphoma ileum, lymphosarcoma,
Henoch-Schonlein purpura, mucocele, pankreas aberant, konstipasi, benda asing.
Invaginasi terjadi karena adanya kenaikan peristaltik usus yang berhubungan dengan
adanya perubahan pola makan dari makanan lunak ke yang lebih padat, pada keadaan
infeksi (enteristis akut), dan alergi. Invaginasi yang didasari adanya kelainan patologis
lain pada usus, lebih sering pada anak umur 2 tahun. Beberapa peneliti berpendapat
bahwa adanya infeksi adenovirus pada epitel usus mempunyai hubungan erat terhadap
terjadinya invaginasi ileo-caecal, sedangkan invaginasi pasca bedah sering disebabkan
oleh edema dinding usus, perlekatan-perlekatan dan peristaltik usus yang belum
teratur. Hypertrofi Payers Patches dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya
invaginasi.(16)
6. Patogenesis
Patogenesis dari invaginasi diyakini akibat sekunder dari ketidakseimbangan
pada dorongan longitudinal sepanjang dinding intestinal. Ketidakseimbangan ini
dapat disebabkan oleh adanya massa yang bertindak sebagai lead point atau oleh
pola yang tidak teratur dari peristalsis (contohnya, ileus pasca operasi). Gangguan
elektrolit berhubungan dengan berbagai masalah kesehatan yang dapat mengakibatkan
motilitas intestinal yang abnormal, dan mengarah pada terjadinya invaginasi.
Beberapa penelitian terbaru pada binatang menunjukkan pelepasan nitrit oksida pada
usus, suatu neurotransmitter penghambat, menyebabkan relaksasi dari katub
12

ileocaecal dan mempredisposisi invaginasi ileocaecal. Penelitian lain telah


mendemonstrasikan bahwa penggunaan dari beberapa antibiotik tertentu dapat
menyebabkan hiperplasia limfoid ileal dan dismotilitas intestinal dengan invaginasi(1).
Sebagai hasil dari ketidakseimbangan, area dari dinding usus terinvaginasi ke
dalam lumen. Proses ini terus berjalan, dengan diikuti area proximal dari intestinal,
dan mengakibatkan intususeptum berproses sepanjang lumen dari intususipiens.
Apabila terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat penyakit
berjalan progresif dimana ileum dan mesenterium masuk ke dalam caecum dan colon,
akan dijumpai mukosa intussusseptum menjadi oedem dan kaku. Mengakibatkan
obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai keadaan strangulasi dan perforasi
usus(1,11).
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta
laserasi mukosa usus. Hal inilah yang mendasari terjadinya salah satu manifestasi
klinis invaginasi yaitu BAB darah lendir yang disebut juga red currant jelly stool(1,2,11).
Invaginasi menyebabkan obstruksi usus melalui 2 cara, yaitu: (16)
1.
Adanya penyempitan lumen usus, karena terisi oleh bagian usus lain.
2. Penekanan vasa mesenterika oleh usus di bawahnya yang berakibat dinding usus
menjadi oedematus, kemudian terjadi infiltrasi lekosit dan butir darah merah serta
fibrin-fibrin pada lapisan serosa, mengakibatkan terganggunya vaskularisasi ke
strangulasi usus tersebut, sehingga usus nekrosis, perforasi dan terjadi peritonitis.
Invaginasi merupakan penyebab obstruksi usus yang paling sering pada anak usia
kurang dari 2 tahun.

13

Pada awalnya Invaginasi menyebabkan obstruksi intestinal parsial yang


mungkin berkembang menjadi obstruksi komplit, diikuti proses oedem yang semakin
bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hujau dan
dehidrasi

(11)

. Pembuluh darah menempel pada kolaps intussusception karena tekanan

intra lumen yang meningkat dan pembuluh darah tersebut mungkin avulse.
Dindingnya menjadi edematous, iskemia dan turgid. Ekstravasasi darah kedalam
lumen dan fissura serosa.

Adanya fibrin menandakan lapisan-lapisan intestinal

menyatu dan kemungkinan terjadi peritonitis terlokalisasi sebagaimana terjadinya


nekrosis pada dinding. Kadangkala devitalisasi usus terjadi karena adanya
kontaminasi dari ruang abdomen. Intussusception mungkin terjadi sebagai kejadian
agonal (seperti temuan-temuan incidential dan bukan penyebab kematian).
Intussusception agonal dapat dikembalikan dengan mudah dan berhubungan dengan
14

inflamasi minimal, dinding usus tidak edematous dan tidak terbentuk lapisan-lapisan
fibrin dari usus yang menyatu. (2,3,5,16)
Kontraksi yang kuat pada bagian bawah menyebabkan invaginasi dari bagian
tersebut ke bagian yang berdekatan yang kontraksinya lemah. Regio dari traktus
gastrointestinal yang menderita akan mengalami perubahan diameter anatomi
(contoh :ileocolic atau gastroesophageal junction) yang akan mengalami resiko
tinggi. Intussusseptio baik pada obstruksi partial atau komplit dari traktus
gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovolemia dan dehidrasi hal ini disebabkan
karena gejala obstruksi yang timbul pada pasien invaginasi. Vascular merupakan yang
terutama, khususnya pada intussusceptum. Hubungannya dapat berubah dari obstruksi
limfatik dan vena menjadi obstruksi arteri yang mengakibatkan nekrosa yang banyak.
Terjadinya kerusakan pada pelindung mukosa mengakibatkan absorpsi bakteri atau
endotoxin dan akhirnya terjadilah shock. (2,3,5,16)
Invaginasi merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena
adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga
menyebabkan penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal tersebut menyebabkan
pasase lumen usus terganggu. Akan terjadi pengumpulan isi lumen usus yang berupa
gas dan cairan, pada bagian proximal tempat penyumbatan, yang menyebabkan
pelebaran dinding usus (distensi). Sumbatan usus dan distensi usus menyebabkan
rangsangan terjadinya hipersekresi kelenjar pencernaan. Dengan demikian akumulasi
cairan dan gas semakin bertambah yang menyebabkan distensi usus tidak hanya pada
tempat sumbatan tetapi juga dapat mengenai seluruh panjang usus sebelah proximal
sumbatan. Sumbatan ini menyebabkan gerakan usus yang meningkat (hiperperistaltik)
sebagai usaha alamiah. Sebaliknya juga terjadi gerakan anti-peristaltik. Hal ini
menyebabkan terjadi serangan kolik abdomen dan muntah-muntah. Pada obstruksi
usus yang lanjut, peristaltik mudah hilang oleh karena dinding usus kehilangan
kontraksinya. (2,3,5,16)
7. Jenis Invaginasi(11)
Jenis invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya pada bagian usus mana yang terlibat,
pada ileum dikenal sebagai jenis ileo-ileal.

15

Menurut jenisnya invaginasi dapat berupa: (16)


1.

Enteric: disebut invaginasi type ileoileal. Usus halus bagian proksimal

2.

masuk ke usus halus bagian distal.


Colic: disebut invaginasi type colocolica. Colon proksimal masuk ke

bagian distal colon.


3.
Enterocolic: usus halus masuk ke bagian colon, jenis ini dapat berupa:
a. ileocaecal: puncaknya ileocaecal valve. Bagian distal ileum masuk kedalam
caecum dan menyebabkan colon tertarik ke atas.
b. ileocolical: ileum masuk colon melalui ileo caecal valve.
c. ileo-ileocaecal: Proksimal ileum masuk ileum bagian distal dan seluruh
bagian memasuki caecum, kemudian masuk lagi sebagai ileocaecal.
Sebagian besar invaginasi pada anak adalah type ileo-colica dan ileo-caecal.
Invaginasi type ileocolica biasanya bagian usus masuk sampai ke fleksura hepatica
dan jarang lebih distal. Type ileo-ileal adalah type invaginasi yang sering terjadi pasca
pembedahan. (16)
Pada kolon dikenal dengan jenis colo-colica dan sekitar ileo-caecal disebut
ileocaecal, jenis-jenis yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal
dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan. (16)
Jika dijumpai dinding yang terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan
yang lebih lanjut disebut jenis invaginasi ganda, sebagai contoh adalah jenis ileo-ileocolica atau colo-colica. Suwandi J.Wijayanto E. di Semarang selama 3 tahun (19811983) pada pengamatannya mendapatkan jenis intususepsi sebagai berikut: Ileo-ileal
25%, ileo-colica 22,5%, ileo-ileo-colica 50% dan colo-colica 22,5%.

16

8. Gambaran klinis
Secara klasik perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran sebagai berikut :

17

Anak atau bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang
baik, tiba-tiba menangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita
tampak seperti kejang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini
berlangsung dalam beberapa menit. Di luar serangan, anak/bayi kelihatan seperti
normal kembali. Pada waktu itu sudah terjadi proses intususepsi. Serangan nyeri perut
datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15-20 menit dengan lama serangan 2-3
menit. Pada umumnya selama serangan nyeri perut itu diikuti dengan muntah berisi
cairan dan makanan yang ada di lambung(2,11).
Sesudah beberapa kali serangan dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka
di luar serangan si penderita terlihat lelah dan lesu dan tertidur sampai datang
serangan kembali. Proses invaginasi pada mulanya belum terjadi gangguan pasase isi
usus secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses
bercampur darah segar dan lendir, kemudian defekasi hanya berupa darah segar
bercampur lendir tanpa feses. BAB darah dan lendir (red currant jelly stool) baru
dijumpai sesudah 6-8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang-kadang sesudah
12 jam. BAB darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus per kasus, ada juga
yang dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur.

18

Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan
demikian mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa
tumor berbentuk curved sausage di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah,
atas tengah atau kiri bawah(4). Tumor lebih mudah teraba pada waktu terdapat
peristaltik, sedangkan pada perut bagian kanan bawah teraba kosong yang disebut

19

dances sign. Hal ini akibat caecum dan kolon naik ke atas, ikut proses invaginasi (14,11,16)

.
Sesudah 18-24 jam serangan sakit yang pertama, usus yang tadinya tersumbat

partial berubah menjadi sumbatan total, diikuti proses oedem yang semakin
bertambah, sehingga pada pasien dijumpai tanda-tanda obstruksi, seperti perut
kembung dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan
dehidrasi(11).
Oleh karena perut kembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan
defekasi hanya berupa darah dan lendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan
dijumpai muntah feses, dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya
aliran pembuluh darah arteri. Pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus,
gangren, perforasi, peritonitis umum, shock dan kematian.
Pada pemeriksaan colok dubur didapati:

Tonus sphincter melemah, mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti
portio

Bila jari ditarik, keluar darah bercampur lendir.

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi, gejala-gejala intususepsi tidak khas.
Tanda-tanda obstruksi usus baru timbul dalam beberapa hari. Pada penderita ini tidak
jelas tanda adanya sakit berat. Pada defekasi tidak ada darah. Intususepsi dapat
mengalami prolaps melewati anus. Hal ini mungkin disebabkan pada pasien malnutrisi,
memiliki tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul(11).
Selain yang telah disebutkan di atas, dikenal juga suatu keadaan yang disebut
dengan invaginasi atipikal yaitu bila dalam kasus tersebut gagal dibuat diagnosis yang
tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena
ketidaktahuan dokter dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita(11).
Gambaran klinis intususepsi dewasa umumnya sama seperti keadaan obstruksi usus
pada umumnya, yang dapat mulai timbul setelah 24 jam setelah terjadinya invaginasi
berupa nyeri perut dan terjadinya distensi setelah lebih 24 jam ke dua disertai keadaan
20

klinis lainnya yang hampir sama gambarannya seperti invaginasi pada anak-anak. Pada
orang dewaasa sering ditemukan perjalanan penyakit yang jauh lebih panjang, dan
kegagalan yang berulang-ulang dalam usaha menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan
radiologis dan pemeriksaan-pemeriksaan lain. Adanya gejala obstruksi usus yang
berulang, harus dipikirkan kemungkinan intususepsi.(3)
Tanda dan gejala invaginasi
Anak
Nyeri abdomen berat yang hilang

timbul
(intermiten),
biasanya
berlangsung tiap 15-20 menit. Pada

saat serangan, anak mengangkat


kedua tungkainya sampai ke
abdomen, disertai hiperextensi

Feses yang bercampur darah dan

mukus (kadang-kadang berbentuk

sebagai feses currant jelly)


Perut
kembung,
Distended

abdomen

Muntah
Diare
Demam
Dehidrasi

Letargi

Dewasa
Tidak spesifik tetapi biasanya
terdapat gejala :
Nyeri abdomen intermiten/kronik
(70-90%)
Perubahan pola defekasi
Urgency
Perdarahan rektum (30%)
tegang pada abdomen (10-40%)
Pembengkakan abdomen, tau
teraba massa shiffting
mass atau sausage shape (2442%)
Nausea, vomit (80%)
Penurunan BB (10%)
Akut (24 jam), intermiten/kronik
(5 tahun)

Tabel 1 Perbedaan manifestasi klinis invaginasi pada anak dan dewasa.(1,2,3)

9.

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis invaginasi didasarkan pada anamnesis, pemeriksaan


fisik, laboratorium dan radiologi.
Gejala klinis yang menonjol dari invaginasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari (15,13,16)

:
21

1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba-tiba, nyeri bersifat hilang timbul. Nyeri
menghilang selama 10-20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.
2. Teraba massa tumor di perut bentuk curved sausage pada bagian kanan atas, kanan
bawah, atas tengah, kiri bawah atau kiri atas.
3. Buang air besar campur darah dan lendir yang disebut red currant jelly stool.
Bila penderita terlambat memeriksakan diri, maka sukar untuk meraba adanya tumor,
oleh karena itu untuk kepentingan diagnosis harus berpegang kepada gejala trias
invaginasi. Mengingat invaginasi sering terjadi pada anak berumur di bawah satu tahun,
sedangkan penyakit disentri umumnya terjadi pada anak-anak yang mulai berjalan dan
mulai bermain sendiri maka apabila ada pasien datang berumur di bawah satu tahun, sakit
perut yang bersifat kolik sehingga anak menjadi rewel sepanjang hari/malam, ada
muntah, buang air besar campur darah dan lendir maka pikirkanlah kemungkinan
invaginasi(11).
The Brighton Collaboration Intussuseption Working Group mendirikan sebuah diagnosis
klinis menggunakan campuran dari kriteria minor dan mayor. Strasifikasi ini membantu
untuk membuat keputusan berdasarkan tiga level dari pembuktian untuk membuktikan
apakah kasus tersebut adalah invaginasi(2).
1. Kriteria Mayor
1. Adanya bukti dari obstruksi usus berupa adanya riwayat muntah hijau, diikuti
dengan distensi abdomen dan bising usus yang abnormal atau tidak ada sama
sekali.
2. Adanya gambaran dari invaginasi usus, dimana setidaknya tercakup hal-hal
berikut ini: massa abdomen, massa rectum atau prolaps rectum, terlihat pada
gambaran foto abdomen, USG maupun CT Scan.
3. Bukti adanya gangguan vaskularisasi usus dengan manifestasi perdarahan
rectum atau gambaran feses red currant jelly pada pemeriksaan Rectal
Toucher.

22

2. Kriteria Minor
1. Bayi laki-laki kurang dari 1 tahun
2. Nyeri abdomen
3. Muntah
4. Lethargy
5. Pucat
6. Syok hipovolemi
7. Foto abdomen yang menunjukkan abnormalitas tidak spesifik.
Berikut ini adalah pengelompokkan berdasarkan tingkat pembuktian, yaitu :
1. Level 1 Definite (ditemukannya satu kriteria di bawah ini)
1. Kriteria Pembedahan Invaginasi usus yang ditemukan saat pembedahan
2. Kriteria Radiologi Air enema atau liquid contrast enema menunjukkan
invaginasi dengan manifestasi spesifik yang bisa dibuktikan dapat
direduksi oleh enema tersebut.
3. Kriteria Autopsi Invagination dari usus
2. Level 2 Probable (salah satu kriteria di bawah)
1. Dua kriteria mayor
2. Satu kriteria mayor dan tiga kriteria minor
3. Level 3 Possible
Empat atau lebih kriteria minor

23

10. Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Laboratorium(11,16)
Meskipun hasil laboratorium tidak spesifik untuk menegakkan diagnosis invaginasi,
sebagai proses dari progresivitas, akan didapatkan abnormalitas elektrolit yang
berhubungan dengan dehidrasi, anemia dan atau peningkatan jumlah leukosit
(leukositosis >10.000/mm3).
11. Pemeriksaan Radiologi
1. Foto polos abdomen
Didapatkan distribusi udara di dalam usus tidak merata, usus terdesak ke
kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda-tanda obstruksi usus dengan gambaran air
fluid level. Dapat terlihat free air bila terjadi perforasi(11).

24

Literatur lain menyebutkan bahwa foto polos hanya memiliki akurasi diagnostik
45% untuk menegakkan diagnosis intususepsi sehingga penggunaannya tidak
diindikasikan jika ada fasilitas USG(4).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Hooker et al tahun 2008 dalam
Radiographic Evaluation of Intussusception, tampilan foto polos abdomen dengan
posisi left side down decubitus meningkatkan kemampuan untuk diagnosis atau
menyingkirkan invaginasi(12).

2. Barium enema

25

Dikerjakan untuk tujuan diagnosis dan terapi, untuk diagnosis dikerjakan


bila gejala-gejala klinik meragukan. Pada barium enema akan tampak gambaran
cupping, coiled spring appearance(13).

3. Ultrasonografi Abdomen
Penggunaan USG abdomen untuk evaluasi invaginasi pertama kali
digambarkan pada tahun 1977. Sejak itu, banyak institusi yang mengadopsi
penggunaannya sebagai alat skrining karena tidak adanya paparan radiasi dan
rendah biaya. Invaginasi biasanya ditemukan di sisi kanan abdomen(2,7,16).
Pada tampilan transversal USG, tampak konfigurasi usus berbentuk target
atau donat yang terdiri dari dua cincin echogenisitas rendah yang dipisahkan oleh
cincin hiperekoik, tidak ada gerakan pada donat tersebut dan ketebalan tepi lebih
dari 0,6 cm. Ketebalan tepi luar lebih dari 1,6 cm menunjukkan perlunya intervensi
pembedahan. Pada tampilan logitudinal tampak pseudokidney sign yang timbul
sebagai tumpukan lapisan hipoekoik dan hiperekoik (2,3,4,6).

26

Pemeriksaan USG selain sebagai diagnostik, juga dapat digunakan untuk


membantu mendiferensiasikan tipe dari invaginasi. Park et al (2007) melaporkan
bahwa invaginasi transien dari usus kecil lebih sering terlokalisir pada kuadran
kanan bawah atau region periumbilikal, memiliki diameter anteroposterior yang
lebih kecil (1,38 cm vs 2,53 cm), memiliki garis luar yang lebih tipis (0,26 cm vs
0,53 cm), dan tidak memiliki nodus limfatikus, dimana berbanding terbalik dengan
invaginasi ileocolic(2).
Sebuah studi oleh Munden et al (2007) mendukung penemuan ini, dengan
diameter anteroposterior rata-rata adalah 1,5 cm pada intususepsi ileoileal dan 3,7
cm pada intususepsi ileocolic dan panjang rata-ratanya berkisar 2,5 cm dan 8,2 cm
secara respektif(2).

4. CT Scan
Invaginasi yang digambarkan pada CT scan merupakan gambaran klasik
seperti pada USG yaitu target sign. Invaginasi temporer dari usus halus dapat terlihat
pada CT maupun USG, dimana sebagian besar kasus ini secara klinis tidak
signifikan(2).

27

12. Diagnosis Banding(13)


a. Gastroenteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai
perubahan rasa sakit, muntah dan perdarahan.
b. Divertikulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
c. Disentri amoeba, disini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya
obstipasi, bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan
demam.
d. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
e. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali
dan pada colok dubur didapati hubungan antara mukosa dengan kulit
perianal, sedangkan pada invaginasi didapati adanya celah.
13. Penatalaksanaan
Tindakan perbaikan keadaan umum mutlak perlu dilakukan sebelum melakukan
tindakan apapun, yaitu : (2,16).
1. Pemasangan Nasogastric tube untuk dekompresi dan mencegah aspirasi
2. Rehidrasi, khususnya pada pasien anak-anak
3. Obat-obat penenang untuk penahan sakit
4. Setelah keadaan umum baik, dilakukan tindakan pembedahan, bila jelas terdapat
tanda-tanda obstruksi usus. Atau dilakukan tindakan reposisi dengan barium enema
bila tidak terdapat kontraindikasi misalnya perforasi atau iskemik.
28

Pneumatic atau kontras enema masih menjadi pilihan utama untuk diagnosa maupun
terapi reduksi lini pertama pada invaginasi di banyak pusat kesehatan. Namun untuk
meminimalisir komplikasi, tindakan ini harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa
panduan. Salah satunya adalah menyingkirkan kemungkinan adanya peritonitis, perforasi
ataupun gangrene pada usus. Semakin lama riwayat perjalanan penyakitnya, semakin
besar kemungkinan kegagalan dari terapi reduksi tersebut(2,3,16).
1. Tindakan Non Operatif
Hydrostatic Reduction atau Ba-Enema
Paling efektif bila dilakukan pada penderita invaginasi yang belum lebih dari
12-24 jam dari gejala awal. Metode reduksi hidrostatik tidak mengalami perubahan
signifikan sejak dideskripsikan pertama kali pada tahun 1876. Meskipun reduksi
hidrostatik dengan menggunakan barium di bawah panduan fluoroskopi telah
menjadi metode yang dikenal sejak pertengahan 1980-an, kebanyakan pusat
pediatrik menggunakan kontras cairan saline (isootonik) karena barium memiliki
potensi peritonitis yang berbahaya pada perforasi intestinal(16).
Berikut ini adalah tahapan pelaksanaannya(2,4,16) :
1. Masukkan kateter yang telah dilubrikasi ke dalam rectum dan difiksasi kuat
diantara pertengahan bokong.
2. Digunakan keteter balon, umumnya ukuran 16 Fr, dibasahi/dilembabkan dengan
air. Kemudian dimasukkan ke dalam rektum tanpa lubrikasi, balon dikembungkan
dibawah tuntunan fluoroskopik. Kateter ditarik sedikit dan dipertahankan agar
Barium tidak keluar. Hal tersebut bertujuan untuk membuat kedap air yang sangat
penting untuk keberhasilan tehnik reduksi hidrostatik tersebut. Pengembangan
balon kateter kebanyakan dihindari oleh para radiologis sehubungan dengan
risiko perforasi dan obstruksi loop tertutup.
3. Pelaksanaannya memperhatikan Rule of three yang terdiri atas: (1) reduksi
hidrostatik dilakukan setinggi 3 kaki di atas pasien; (2) tidak boleh lebih dari 3
kali percobaan; (3) tiap percobaan masing-masing tidak boleh lebih dari 3 menit.

29

4. Barium ditempatkan kira-kira 1 meter di atas meja penderita. Selama pemeriksaan


tersebut tidak boleh diberikan tekanan pada abdomen dan juga tidak boleh
dilakukan palpasi abdomen, karena dapat meningkatkan tekanan dalam usus dan
bahaya

perforasi.

Kemudian

Barium

dimasukkan,

tekanan

hidrostatik

dipertahankan. Jika setelah dilakukan tekanan hidrostatik kontinyu selama 10


menit dan ternyata tidak ada kemajuan, dilakukan pemeriksaan ulang. Biasanya
dapat diulang sampai 2 atau 3 kali. Jika ada kemajuan, maka tekanan hidrostatik
di pertahankan meskipun kemajuan sedikit.
5. Pengisian dari usus dipantau dengan fluoroskopi dan tekanan hidrostatik konstan
dipertahankan sepanjang reduksi berlangsung.
6. Reduksi hidrostatik telah sempurna jika media kontras mengalir bebas melalui
katup ileocaecal ke ileum terminal. Reduksi berhasil pada rentang 45-95% dengan
kasus tanpa komplikasi.
Selain penggunaan fluoroskopi sebagai pemandu, saat ini juga dikenal reduksi
menggunakan air (dilusi antara air dan kontras soluble dengan perbandingan 9:1)
dengan panduan USG. Keberhasilannya mencapai 90%, namun sangat tergantung
pada kemampuan expertise USG dari pelakunya(4).
Keberhasilan reposisi dengan tekanan hidrostatik ditandai dengan: (16)
1. Pengisian Barium yang penuh pada caecum sampai ileum terminal
2. Hilangnya masa di perut yang sebelumnya teraba
3. Nyeri perut menghilang
4. Keluarnya Barium disertai feces dan flatus pada proses evakuasi dari Barium
5. Membaiknya keadaan klinis dari penderita
Reposisi tersebut di atas dikatakan gagal bila: (16)
1. Dalam 2-3 kali usaha reposisi tak berhasil
2. Hanya sebagian saja usus yang tereposisi.
Sedangkan kontra indikasi pengobatan invaginasi dengan Barium enema adalah: (16)
1. Adanya rangsangan peritoneum yang ditandai dengan defance musculair, nyeri,
nadi cepat, panas dan lekositosis akibat nekrose usus, perforasi atau toksik.
30

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pada foto polos abdomen ada gambaran ileus obstruktif


Distensi abdomen.
Rontgenologis terdapat udara bebas atau cairan bebas dalam rongga abdomen.
Umur penderita lebih dari 14 tahun
Timbulnya gejala invaginasi telah lebih dari 24 jam
Keadaan umum penderita sangat jelek

Keuntungan pengobatan dengan tekanan hidrostatik tersebut adalah: (2,16)


1.
Morbiditasnya kecil
2.
Komplikasi akibat pembiusan dan pembedahan dapat dihindarkan
3.
Proses penyembuhan lebih cepat dan ringan
4.
Perawatan menjadi lebih singkat
5.
Biaya lebih murah
Sedangkan kerugiannya: (16)
1. Angka kekambuhan lebih tinggi
2. Adanya penyebab invaginasi yang kecil dapat tak terlihat
3. Pada jenis ileo-ileocolica, maka bagian ileo-colica dapat tereponir sedangkan
bagian ileo ileal tak tereponir oleh karena adanya ileo-caecal valve
4. Kehilangan waktu yang baik untuk operasi pada kegagalan reposisi / pada
reposisi yang tak sempurna
Pneumatic Reduction(2,3,14)
Reduksi udara pada invaginasi pertama kali diperkenalkan pada tahun 1897
dan cara tersebut telah diadopsi secara luas hingga akhir tahun 1980. Prosedur ini
dimonitor secara fluroskopi sejak udara dimasukkan ke dalam rectum. Tekanan
udara maksimum yang aman adalah 80 mmHg untuk bayi dan 110-120 mmHg untuk
anak. Penganut dari model reduksi ini meyakini bahwa metode ini lebih cepat, lebih
aman dan menurunkan waktu paparan dari radiasi. Pengukuran tekanan yang akurat
dapat dilakukan, dan tingkat reduksi lebih tinggi daripada reduksi hidrostatik.
Berikut ini adalah langkah-langkah pemeriksaannya:
o Sebuah kateter yang telah dilubrikasi ditempatkan ke dalam rectum dan
direkatkan dengan kuat.
o Sebuah manometer dan manset tekanan darah dihubungkan dengan kateter,
dan udara dinaikkan perlahan hingga mencapai tekanan 70-80 mmHg
(maksimum 120 mmHg) dan diikuti dengan fluoroskopi. Kolum udara akan
berhenti pada bagian intususepsi, dan dilakukan sebuah foto polos.
31

o Jika tidak terdapat invaginasi atau reduksinya berhasil, udara akan teramati
melewati usus kecil dengan cepat. Foto lain selanjutnya dibuat pada sesi ini,
dan udara akan dikeluarkan duluan sebelum kateter dilepas.
o Untuk

melengkapi

prosedur

ini,

foto

post

reduksi

(supine

dan

decubitus/upright views) harus dilakukan untuk mengkonfirmasi ketiadaan


udara bebas.
o Reduksi yang sulit membutuhkan beberapa usaha lebih. Penggunaan glucagon
(0.5 mg/kg) untuk memfasilitasi relaksasi dari usus memiliki hasil yang
beragam dan tidak rutin dikerjakan.
2. Tindakan Operatif
Dilakukan pengobatan secara operatif bila: (16)
1.
2.
3.
4.
5.

Reposisi dengan Ba-enema gagal


Terjadi invaginasi yang berulang
Terdapat penyebab invaginasi yang spesifik
Terdapat nekrosis usus, perforasi atau peritonitis
Umur penderita lebih dari 1 tahun

Pengobatan secara operatif mempunyai 2 tujuan: (16)


1. Sebagai terapi definitif
2. Untuk mengurangi residif
Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual yaitu reduksi intraabdominal
invaginasi bila mungkin direduksi intraabdominal dengan melakukan milking mulai dari
usus distal sampai ke usus bagian proksimal. Milking merupakan suatu tindakan
pembedahan dengan cara melakukan massage manual dengan mendorong inavaginatum
secara perlahan dan terus menerus tanpa tarikan dari distal usus yang mengalami
invaginasi ke arah proksimal sampai terjadinya reduksi ke posisi normalnya. Milking
dilakukan secara perlahan terutama pada bagian proksimal usus yang invaginasi. (15)
Tindakan operasi merupakan penatalaksanaan standar pada invaginasi yang terjadi pada
dewasa tanpa didahului oleh tindakan reduksi. Reseksi usus dilakukan apabila pada kasus
yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Batas reseksi pada umumnya
32

adalah 10cm dari tepi tepi segmen usus yang terlibat, pendapat lainnya pada sisi
proksimal minimum 30 cm dari lesi. Setelah usus direseksi dilakukan anastomose end to
end apabila hal ini memungkinkan, bila tidak mungkin maka dilakukan enterostomi(15).
Prosedur operatif(15):

Insisi
o Antibiotik intravena preoperatif profilaksis harus diberikan 30 menit
sebelum insisi kulit.
o Pasien diposisikan terlentang dan sayatan kulit sisi kanan perut melintang
dibuat sedikit lebih rendah daripada umbilikus (Gambar 12). Sayatan bisa
dibuat sejajar, di bawah atau di atas umbilikus, tergantung pada derajat
invaginasi.

Diseksi
o Teknik pemisahan otot dimulai dari eksternal, obliqus internus, dan fascia
transversalis.

33

o Usus yang mengalami invaginasi secara hati-hati dijangkau dari luka


operasi dan reduksi dilakukan dengan lembut, meremas usus distal ke apex
bersamaan dengan tarikan lembut dari usus proksimal untuk membantu
reduksi (Gambar 13). Traksi yang kuat atau menarik usus intususeptum
dari intususipien harus dihindari, karena ini dapat dengan mudah
mengakibatkan cedera lebih lanjut pada usus besar.

o Setelah reduksi, kondisi umum ileum terminal yang mengalami invaginasi


harus dinilai dengan hati-hati (Gambar 14).

34

o Kadang-kadang, reseksi usus segmental diperlukan jika reduksi tidak dapat


dicapai atau usus nekrotik diidentifikasi setelah reduksi. Umumnya, ileum
terminal yang direduksi muncul kehitaman dan menebal pada palpasi.
Penempatan spons yang hangat dan lembab selama beberapa menit dapat
meningkatkan perfusi jaringan lokal, sehingga, berpotensi menghindari
reseksi bedah yang tidak perlu.
o Appendektomi standar dilakukan jika dinding cecal berdekatan adalah
normal (Gambar 15).

Menutup

35

o Setelah reduksi dicapai atau reseksi dilakukan (jika diperlukan) dan


hemostasis dipastikan, penutupan fasia perut dilakukan di lapisan
menggunakan benang absorbable 3-0.
o Kulit reapproximated dengan jahitan subcuticular 5-0 yang diserap.
14. Komplikasi (2)
Enterocolitis
Perforasi
Anemia
Sepsis
Penurunan kesadaran
Kematian
15. Perawatan pasca Operasi(11)
Pada kasus tanpa reseksi, Nasogastric tube berguna sebagai dekompresi pada
saluran cerna selama 1-2 hari dan penderita tetap dengan infus. Setelah oedem dari
intestine menghilang, pasase dan peristaltik akan segera terdengar. Kembalinya fungsi
intestine ditandai dengan menghilangnya cairan kehijauan dari nasogastric tube.
Abdomen menjadi lunak, tidak distensi. Dapat juga didapati peningkatan suhu tubuh
pasca operasi yang akan turun secara perlahan. Antibiotika dapat diberikan satu kali
pemberian pada kasus dengan reduksi. Pada kasus dengan reseksi perawatan menjadi
lebih lama.
16. Prognosis
Faktor penentu prognosis adalah diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan
tepat. Faktor lain yang mempengaruhi prognosis adalah kondisi penderita waktu datang
di rumah sakit dan fasilitas yang ada. Keterlambatan diagnosa dan tindakan
menyebabkan progosa yang jelek dan tingginya angka kematian. Penderita invaginasi
yang tidak diobati hampir semua meninggal. Angka kematian sangat bervariasi,
tergantung dari kondisi penderita sewaktu datang, penanganan yang cepat dan lamanya
menderita/mengalami invaginasi, yaitu berkisar antara 0%-50%. Beberapa penulis
melaporkan angka kematian hampir 0% jika pengobatan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat jika penanganan dilakukan setelah 24 jam. Angka kekambuhan

36

invaginasi umumnya rendah.(21) Angka rekurensi dari invaginasi untuk reduksi


nonoperatif dan operatif masing-masing rata-rata 5% dan 1-4%(2).
Kematian disebabkan oleh invaginasi idiopatik akut pada bayi dan anak-anak
sekarang jarang di negara maju. Sebaliknya, kematian terkait dengan invaginasi tetap
tinggi di beberapa negara berkembang. Pasien di negara berkembang cenderung untuk
datang ke pusat kesehatan terlambat, yaitu lebih dari 24 jam setelah timbulnya gejala,
dan memiliki tingkat intervensi bedah, reseksi usus dan mortalitas lebih tinggi(7).
Mortalitas secara signifikan lebih tinggi (lebih dari sepuluh kali lipat dalam kebanyakan
studi) pada bayi yang ditangani 48 jam setelah timbulnya gejala daripada bayi yang
ditangani dalam waktu 24 jam setelah onset pertama(7).

37

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan
Invaginasi atau intussussepsi adalah masuknya satu segmen usus kedalam usus
lainnya dan biasanya bagian proksimal usus masuk ke bagian distal sebagai akibat
peristaltik. Penyebab terjadinya invaginasi pada anak belum diketahui secara pasti.
Invaginasi dapat menyebabkan obstruksi usus. Dibagi 3 tipe; enterik, colical, dan enterocolica. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan Radiologis. Foto polos memberikan gambaran massa tubular dan tandatanda obstruksi ileus, gambaran khas pada colon in loop adalah coiled spring appearance
dan terdapat gambaran tergets sign pada pemeriksaan dengan USG. Terapi umumnya
dilakukan secara operatif, tetapi apabila tidak ditemukan komplikasi dapat dicoba terapi
dengan teknik reduksi hydrostatik. Prognosis tergantung cepat tidaknya penanganan
diberikan.

38

KEPUSTAKAAN

1. Blanco FC. Intussusception. Medscape Reference [serial online] 2012 Jan 13


[cited 2015 Jan 10]
2. Irish MS. Pediatric intussusception surgery. Medscape Reference [serial
online] 2011 Apr 14 [cited 2015 Jan 10]
3. Kennedy Melisa. Intussusception in Nelson Textbook of pediatrics. Behrmen,
Kliegmen, Arvin editors. 19th ed. EGC: Jakarta. 2011.
4. Ramachandran P. Intussusception in pediatric surgery diagnosis and
management. Puri P, Hollwarth M editors. Spinger: Dordrecht Heidelberg.
2009.
5. Kartono D. Invaginasi in Kumpulan kuliah ilmu bedah. Reksoprodjo S,
Pusponegoro AD, et al. Binarupa Aksara: Tangerang. 2005.
6. Pendergast LA & Wilson M. Intussusception: a sonographers perspective.
JDMS 19:231-238. Jul-Aug. 2003.
7. Bines J, Ivanoff B. Acute Intussusception in Infants and Children: Incidence,
Clinical Presentation and Management: A Global Perspective. Geneva,
Switzerland: World Health Organization, 2002.
8. Boudville IC, Phua KB, Quak SH, Lee BW, Han HH, Verstraeten T, et al. The
epidemiology of Paediatric Inturssusception in Singapore: 1997 to 2004. Ann
Acad Med Singapore 2006;35:674-9.e

39

9. Ekenze SO, Mgbor SO. Childhood intussusception: The implications of


delayed presentation. Afr J Paediatr Surg 2011;8:15-8.
10. van Heek NT, Aronson DC, Halimun EM, Soewarno R, Molenaar JC, Vos A.
Intussusception in a tropical country: comparison among patient populations
in Jakarta, Jogyakarta, and Amsterdam. J Pediatr Gastroenterol Nutr
1999;29:402-5.
11. Santoso MIJ, Yosodiharjo A dan Erfan F. Hubungan antara lama timbulnya
gejala klinis awal hingga tindakan operasi dengan lama rawatan pada
penderita invaginasi yang dirawat di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Universitas Sumatera Utara: Medan. 2011.
12. Hooker RL, Schulman MH, Yu Chang & Kan JH. Radiographic evaluation of
intussusception: utility of left side down decubitus view. RSNA 2008;248:3.
13. Gate Doctors. Coiled-spring appearance of Intussuception. On_radiologi
[serial online] 2011 feb 01 [cited 2015 Jan 10]
14. Appendix / intestines. ERPocketbooks [serial online] cited 2015 Jan 10
15. Chung DH. Intussusception. In: Atlas of General Surgical Techniques.
Townsend CM & Evers. Philadelphia, PA: Elsevier, 2010.
16. Zakaria Iskandar, Peranan Radiologi Dalam Diagnosis Dan Terapi Invaginasi,
99-107

40

Anda mungkin juga menyukai