TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
LES merupakan penyakit autoimun yang kompleks ditandai oleh adanya autoantibodi
terhadap inti sel dan melibatkan banyak sistem organ tubuh. LES adalah penyakit multi-
sistemik sehingga pasien bisa menunjukkan gejala yang beragam dan dikarakterisasi oleh
adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi
antibodi yang berlebihan.1
2.2 Epidemiologi
LES ditemukan 10 kali lebih sering pada wanita dibandingkan pada pria, khususnya
pada anak dan wanita dewasa muda. Prevalensi keseluruhan diperkirakan sekitar 1 per 1000
orang menderita LES.2 Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan
sekitar 15-17%. Pada sebuah penelitian dari Birmingham, Inggris, ditemukan prevalensi LES
sekitar 27,7/100.000 pada populasi masyarakat, dan pada wanita Afro-Karibia prevalensinya
9 kali lebih tinggi. Dari sebuah survey kesehatan nasional Amerika Serikat, prevalensi dari
LES ditemukan sekitar 242/100.000. Dari sekitar 1.250.00 orang indonesia yang terkena
penyakit lupus, asumsi prevalensi 0,5% yang menyadari bahwa dirinya menderita penyakit
lupus.3
2.3 Etiologi
Mekanisme etiologi pasti dari LES tidak diketahui, tapi dari penelitian-penelitian
yang sudah berjalan sebelumnya, bisa diidentifikasi beberapa faktor yang diduga berpengaruh
terhadap munculnya LES, seperti faktor genetik, hormon, imunologi, dan faktor
lingkungan.2Pada faktor genetik, sekitar 7% pasien LES memiliki keluarga dekat (orang tua
atau saudara) yang menderita LES. Perempuan lebih sering terkena LES dibandingkan laki-
laki. Meningkatnya angka pertumbuhan penyakit LES sebelum periode menstruasi dan
selama kehamilan mendukung dugaan bahwa hormon estrogen menjadi pencetus LES.
Namun hingga saat ini belum diketahui secara pasti peran hormon yang menjadi pencetus
LES tersebut.8 Pada individu yang rentan, penyakit bisa muncul karena variasi dari pencetus
pada lingkungan, di antaranya adalah paparan cahaya matahari, obat-obatan, dan infeksi. 1,2
Pada sebagian besar pasien ditemukan adanya peningkatan autoantibodi, menandakan adanya
abnormalitas dalam toleransi, yang menyebabkan apoptosis dan terganggunya fungsi limfosit
T dan B.1,2
2.4 Patofisiologi
Adanya satu atau beberapa faktor pemicu yang mempunyai prediposisi genetik akan
menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel T CD4+, mengakibatkan hilangnya
toleransi sel T terhadap self-antigen.2 Sebagai akibatnya, muncul sel T autoreaktif yang akan
menyebabkan induksi serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi auto antibodi maupun
yang berupa sel memori.1,5 Diduga pemicunya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan
berbagai macam infeksi.5
Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi, fase profagasi, dan fase
puncak (flares).1,5 Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi kematian sel secara
apoptosis dalam konteks proimun.,5 Fase profagasi ditandai dengan aktivitas autoantibodi
dalam menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi pada lupus dapat menyebabkan cedera
jaringan dengan cara pembentukan dan generasi kompleks imun, berikatan dengan molekul
ekstrasel pada organ target dan mengaktivasi fungsi efektor inflamasi di tempat tersebut, dan
secara langsung menginduksi kematian sel dengan ligasi molekul permukaan atau penetrasi
ke sel hidup.6 Fase puncak merefleksikan memori imunologis, muncul sebagai respon untuk
melawan sistem imun dengan antigen yang pertama muncul.6 Apoptosis tidak hanya terjadi
selama pembentukan dan homeostatis sel namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE.
Jadi, berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak penyakit. 6
2.6 Diagnosis
Lupus eritematosus sistemik biasanya dimulai dengan gejala dan tanda
nonspesifik atau spesifik, namun dapat juga bermanifestasi pertama dengan memar,
splenomegali, neuritis perifer, mioendokarditis dan endokarditis, pneumonitis interstisial,
meningitis aseptik, atau tes Coombs positif.2 Kriteria yang umum digunakan untuk klasifikasi
dan diagnosis adalah kriteria American College of Rheumatology (ACR).2,3 Sensitivitas dan
spesifisitas kriteria ini sekitar 96% ketika dihubungkan dengan sindrom rematik lain.
Bagaimanapun, nilai prediktif kriteria ini lebih rendah.2,3 Pasien dapat dinyatakan sebagai
bukan LES (tidak memenuhi kriteria atau hanya memenuhi satu kriteria), possible LES
(hanya memenuhi dua kriteria), probable LES (hanya memenuhi 3 kriteria), atau definite LES
(memenuhi setidaknya empat kriteria), seperti yang dijabarkan dibawah ini:
1. Ruam malar : eritema persisten, datar atau meninggi pada daerah hidung dan pipi.
2. Ruam diskoid : bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat
dan sumbatan folikel, dapat terjadi jaringan parut.
3. Fotosensitivitas : terjadi lesi kulit akibat abnormalitas terhadap cahaya matahari
4. Ulserasi mulut : ulserasi mulut atau nasofaring, umumnya tidak nyeri.
5. Artritis : artritis non erosif yang mengenai 2 sendi perifer, ditandai oleh nyeri,
bengkak, atau efusi.
6. Serositis :
a. Pleuritis : adanya riwayat nyeri pleural atau terdengar bunyi gesekan pleura atau
adanya efusi pleura
b. Perikarditis : diperoleh dari gambaran EKG atau terdengar bunyi gesekan perikard
atau efusi perikard
7. Kelainan ginjal : Proteinuria >0.5 g/dl or ≥3+, atau ditemukan eritrosit,
hemoglobin granular , tubular, atau campuran.
8. Kelainan neurologis : kejang tanpa sebab atau psikosis tanpa sebab.
9. Kelainan Hematologi: anemia hemolitikatau leukopenia (<4000/µL) atau lympopenia
(<1500/µL) atau trombsitopenia(<100,000/µL) tanpa adanya obat penginduksi gejala
tersebut.
10. Kelainan Immunologi : Anti-dsDNA atau anti-Sm positif, atau adanya antibodi anti-
phospholipid
11. Antibodi Antinucleus: jumlah ANA yang abnormal pada pemeriksaan
imunofluoresensi atau pemeriksaan yang ekuifalen pada setiap saat dan tidak ada obat
penginduksi sindroma lupus.2,3
2.7 Penatalaksanaan
1. Edukasi dan Konseling
Pada dasarnya pasien LES memerlukan informasi yang benar dan dukungan dari
sekitarnya dengan maksud agar dapat hidup mandiri dan menjaga dari quality of life.2,3 Perlu
dijelaskan akan perjalanan penyakit dan kompleksitasnya. Pasien memerlukan pengetahuan
akan masalah aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan antara lain melindungi
kulit dari paparan sinar matahari (ultra violet). Pasien harus memperhatikan bila mengalami
infeksi. Perlu pengaturan diet agar tidak mengalami kelebihan berat badan, osteoporosis atau
terjadi dislipidemia. Diperlukan informasi akan pengawasan berbagai fungsi organ, baik
berkaitan dengan aktivitas penyakit ataupun akibat pemakaian obat-obatan. 2,3
Edukasi keluarga diarahkan untuk memangkas dampak stigmata psikologik akibat
adanya keluarga dengan LES, memberikan informasi perlunya dukungan penuh dari
keluarga. Hal ini dimaksudkan agar pasien dengan LES dapat dimengerti oleh pihak
keluarganya dan mampu mandiri dalam kehidupan kesehariannya.2,3
2. Rehabilitasi
Terdapat berbagai modalitas yang dapat diberikan pada pasien dengan LES
tergantung maksud dan tujuan dari program ini. Salah satu hal penting adalah pemahaman
akan turunnya masa otot hingga 30% apabila pasien dengan LES dibiarkan dalam kondisi
immobilitas selama lebih dari 2 minggu. Penurunan kekuatan otot akan terjadi sekitar 1-5%
per hari dalam kondisi imobilitas. Berbagai latihan diperlukan untuk mempertahankan
kestabilan sendi. 2,3
3. Medikamentosa
Penyakit yang ringan atau remitten bisa dibiarkan tanpa pengobatan. Bila diperlukan,
NSAID bisa digunakan.2,3 NSAID membantu mengurangi peradangan dan nyeri pada otot,
sendi, dan jaringan lainnya. Contoh NSAID adalah aspirin, ibuprofen, naproxen, dan
sulindac.1,2 Karena respon individual tiap pasien bervariasi, penting untuk mencoba NSAID
yang berbeda untuk menemukan yang paling efektif dengan efek samping paling kecil. Efek
samping yang paling sering adalah tidak enak perut, nyeri abdomen, ulkus, dan bisa
perdarahan ulkus. NSAID biasanya diberikan bersamaan dengan makanan untuk mengurangi
efek samping.1,2
Pengobatan immunosupresan digunakan pada pasien dengan manifestasi LES berat
dan kerusakan organ dalam. Contohnya adalah methotrexate, azathioprine,
cyclophosphamide, chlorambucil dan cyclosporine. Semua immunosupresan menyebabkan
jumlah sel darah menurun dan meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan perdarahan. Efek
samping lainnya berbeda pada tiap obat. 1,2
Sebagian besar penelitian menunjukkan keuntungan rituximab dalam mengobati
lupus.Rituximab intra vena, yaitu memasukkan antibodi yang menekan sejumlah sel darah
putih, sel B, dan menurunkan jumlahnya dalam sirkulasi. Sel B ditemukan memainkan
peranan penting dalam aktifitas lupus, dan bila ditekan, penyakitnya memasuki masa
remisi.1,2
2.8 Prognosis
Angka 5-year survival dan 10-year survival LES telah membaik selama beberapa dekade
terakhir. Penyakit ginjal telah dapat diterapi dengan lebih efektif, namun LES yang
melibatkan sistem saraf pusat, paru, jantung, dan saluran cerna masih merupakan masalah
besar hingga saat ini.2,5 Prognosis untuk masing-masing individu bergantung pada berbagai
2,5
faktor, termasuk gejala klinis, sistem organ yang terlibat, dan kondisi komorbid.
Konsekuensi jangka panjang LES, termasuk pada late lupus syndrome, merupakan salah satu
perhatian. Angka bertahan hidup pada pasien LES adalah 90 sampai 95% setelah 2 tahun, 82
sampai 90% setelah 5 tahun, 71 sampai 80% setelah 10 tahun, dan 63 sampai 75%setelah 20
tahun. Prognosis buruk (sekitar 50% mortalitas dalam 10 tahun) dikaitkan dengan
ditemukannya kadar kreatinin serum tinggi [>124 µmol/l (>1,4 mgdl)], hipertensi, sindrom
nefrotik (eksresi protein urin 24 jam >2,6 g), anemia [hemoglobin <124 g/l (12,4 g/dl)],
hipoalbuminemia, hipokomplemenemia, dan aPL pada saat diagnosis.2,5 Penyebab mortalitas
utama pada dekade pertama penyakit adalah aktivitas penyakit sistemik, gagal ginjal, dan
infeksi. 2,5
DAFTAR PUSTAKA
1. Akib AP, Munasir Z, Kurniati N. Buku Ajar Alergi-Imunologi Anak Jilid II edisi II.
Jakarta: Balai Penerbit IDAI .2008;345-364.
2. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauseer SL, Jameson JL. Harrison’s
principles of internal medicine. 17th ed. USA: McGraw-Hill.2005;223-8.
3. Maidhof W, Hilas O. Lupus: An Overview of the Disease And Management Options.
P&T. 2012;37(4).
4. Rahman A, Isenberg DA. Mechanisms of Disease Systemic Lupus Erythematosus. N Engl
J Med. 2017;358:929-39
5. Ginzler E, and Tayar J. American College of Rheumatology. © 2012 American College of
Rheumatology. (Updated January 2012)
6. Cervera R, Espinosa G, D’Cruz D. Systemic Lupus Erythematous: Pathogenesis, Clinical
Manifestation and Diagnosis. Eular On-line Course on Rheumatic Diseases – module n°17.
2014;3(4):44-8.
7. Beer MH, Fletcher AJ, Jones TV. The Merck Manual of Medical Information. 2nd ed.
8. Alarcon-Segovia D, Alarcon-Riquelme ME, Cardiel MH, et al. Familian aggregation of
SLE, RA, and other autoimmune disease in 1,177 lupus patients from the GLADEL
kohort. Arthritis rheum. 2005;52:1138-47.