Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) merupakan suatu penyakit autoimunyang
menyebabkan inflamasi kronis. Penyakit ini juga merupakan penyakit multi-sistem
dimana banyak manifestasi klinis yang didapat penderita, sehingga setiap penderita
akan mengalami gejala yang berbeda dengan pnderita lainnya tergantung dari organ
apa yang diserang oleh antibody tubuhnya sendiri. Manifestasi klinis yang paling
sering dijumpai adalah skin rash, arthritis, dan lemah. Pada kasus yang lebih berat,
SLE bias menyebabkan nefritis, maslah neurologi, anemia, dan trombositopenia.
SLE dapat menyerang siapa saja tidak memandang ras apapun. Hanya saja
penyakit ini angka kejadiannya didominasi oleh perempuan diamana perbandingan
antara perempuan dan laki-laki adalah 10 : 1. SLE menyerang perempuan pada
usiaproduktif., puncak insidennya usia antara 15-40. Di Indonesia sendiri jumlah
penderita SLE secara tepat belum diketahui tetapi diperkirakan sama dengan jumlah
penderita SLE di Amrika yaitu 1.500.000 orang (Yayasan Lupus Indonesia).
Pengobatan pada penderita SLE ditujukan untuk mengatasi gejala dan induksi
remisi serta mempertahankan remisi selama mungkin pada perkembangan penyakit.
Karena manifestasi klinis yang sangat bervariasi maka pengobatan didasarkan pada
manifestasi yang muncul pada masing-masing individu. Obat-obat yang umum
digunakan pada terapi farmakologis enderita SLE yait NSAID (Non-Steroid Anti-
Inflammatory Drgus, obat-obat antimalarial, kortikosteroid, dan obat-obat antikanker
(immunopresan) selain itu terdapat obat-obat lain seperti terapi hormone,
immunoglobulin intravena, UV A-1 fototerapi, monokloral antibody, dan
transplantasi sumsum tulang yang masih menjadi penelitian para ilmuan.
SLE dapat berdampak pada beberapa organ, seperti ginjal, muskuloskeletal,
saraf, kulit, kardiovaskular, termasuk rongga mulut. Manifestasi yang timbul pada
beberapa organ tersebut dapat terjadi secara rekuren dan dapat mengganggu kualitas
hidup para ODAPUS.2 Biesecker dkk (1982) melakukan penelitian untuk melihat
manifestasi SLE pada beberapa organ tubuh dan menemukan bahwa kelainan pada
sendi adalah manifestasi yang paling sering dijumpai pada pasien SLE. Selain itu
depresi, anorexia dan kelainan pada kulit juga dilaporkan dijumpai pada pasien SLE.8
Albilia dkk (2007) melaporkan bahwa 30% dari pasien SLE mengalami komplikasi
pada ginjal dan 40% dapat mengalami lesi pada rongga mulut.
Penyebab pasti dari penyakit SLE sam-pai saat ini masih belum diketahui.
Namun terdapat beberapa faktor yang diduga menjadi faktor risikodari penyakit ini,
yaitu genetik, lingkungan, regulasi sistem imun, hormonal, dan epigenetic (Bartels,et
al., 2013).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan kepada anak dengan SLE
2. Tujuan Khusus
a) Menjelaskan konsep dasar penyakit pada klien dengan SLE
b) Menjelaskan pengkajian pada klien gangguan dengan SLE
c) Menjelaskan diagnosa keperawatan pada klien dengan SLE
d) Menjelaskan intervensi keperawatan pada klien dengan SLE
e) Menjelaskan implementasi keperawatan pada klien dengan SLE
f) Menjelaskan evaluasi keperawatan pada klien dengan SLE
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. PENGERTIAN
SLE adalah hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu yang menyebabkan
produksi berlebihan dari autoantibodi. Pada kondisi normal tubuh manusia, antibody
diproduksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing (virus, kuman,
bakteri, dll). Namun pada kondisi SLE, antibody tersebut kehilangan kemampuan
untuk membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri. Secara khusus,sel
B dan sel T berkontribusi pada respon imun penyakit SLE ini (Smeltzer, Bare, Hinkle,

& Cheever, 2010).

Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang


banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan
disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri Systemic lupus
erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi
dan sifat yang sangat berubah –ubah, penuakit ini terutama menyerang kulitr, ginjal,
membrane serosa, sendi, dan jantung (Robins, 2017).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


C. MANIFESTASI KLINIS

Awitan penyakit ini sifatnya membayakan atau akut. SLE bisa saja tidak terdiagnosis selama
beberapa tahun. Proses klinis penyakit meliputi eksaserbasi dan remisi.

1. Gejala klasik

demam, keletihan, penurunan berat badan, dan kemungkinan artritis, pleurisi.


2. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia dan artritis (sinovitis) adalah cirti yang paling sering muncul. Pembekakan
sendi nyeri tekan, dan nyeri pergerakan adalah hal yang lazim, disertai dengan
kekakuan pada pagi hari.
3. Sistem integumen
Terlihat beberapa jenis SLE yang berbeda (mis., lupus eritematosus kutaneus sub
akut [SCLE], lupus etitematosus diskoid [DLE]). Ruam kupu-kupu pada batang
hidung dan pipi muncul pada lebih dari separuh pasien dan mungkin merupakan
prekusor untuk gangguan yang sistemik. Lesi memburuk selama periode eksaserbasi
(ledakan) dan dapat distimulasi oleh sinar matahari atau sinar ultraviolet buatan.
ulkus oral dapat mengenai mukosa bukal dan palatum.
4. Sistem Pernapasan
Manifestasi klinis pada paru dapat terjadi, diantaranya adalah pneumonitis,emboli
paru, hipertensi pulmonum, perdarahan paru, dan shrinking lungsyndrome.
Pneumonitis lupus dapat terjadi akut atau berlanjut menjadi kronik.Biasanya
penderita akan merasa sesak, batuk kering, dan dijumpai ronki di basal. Keadaan ini
terjadi sebagai akibat deposisi kompleks imun pada alveolus atau pembuluh darah
paru, baik disertai vaskulitis atau tidak. Pneumonitis lupus ini memberikan respons
yang baik terhadap steroid. Hemoptisis merupakan keadaan yang sering apabila
merupakan bagian dari perdarahan paru akibat LES ini dan memerlukan penanganan
tidak hanya pemberian steroid namun juga tindakan lasmafaresis atau pemberian
sitostatika.
5. Sistem Kardiovaskuler
Kelainan kardiovaskular pada LES antara lain penyakit perikardial, dapatberupa
perikarditis ringan, efusi perikardial sampai penebalan perikardial. Miokarditis dapat
ditemukan pada 15% kasus, ditandai oleh takikardia, aritmia, interval PR yang
memanjang, kardiomegali sampai gagal jantung.Perikarditis harus dicurigai apabila
dijumpai adanya keluhan nyeri substernal, friction rub, gambaran silhouette sign pada
foto dada ataupun EKG, Echokardiografi. Endokarditis Libman-Sachs, seringkali
tidak terdiagnosis dalam klinik, tapi data autopsi mendapatkan 50% LES disertai
endokarditis Libman-Sachs. Adanya vegetasi katup yang disertai demam harus
dicurigai kemungkinanendokarditis bakterialis.Wanita dengan LES memiliki risiko
penyakit jantung koroner 5-6% lebih tinggi dibandingkan wanita normal. Pada wanita
yang berumur 35-44 tahun, risiko ini meningkat sampai 50%.
6. Manifestasi Ginjal
Keterlibatan ginjal dijumpai pada 40-75% penderita yang sebagian besarterjadi
setelah 5 tahun menderita LES. Rasio wanita : pria dengan kelainan ini adalah 10 : 1,
dengan puncak insidensi antara usia 20-30 tahun. Gejala atau tanda keterlibatan ginjal
pada umumnya tidak tampak sebelum terjadi kegagalan ginjal atau sindroma nefrotik.
7. Manifestasi Gastrointestinal
Manifestasi gastrointestinal tidak spesifik pada penderita LES, karena dapat
merupakan cerminan keterlibatan berbagai organ pada penyakit LES atau sebagai
akibat pengobatan. Disfagia merupakam keluhan yang biasanya menonjol walaupun
tidak didapatkan adanya kelainan pada esophagus tersebut kecuali gangguan
motilitas. Dispepsia dijumpai lebih kurang 50% penderita LES, lebih banyak
dijumpai pada mereka yang memakai glukokortikoid serta didapatkan adanya
ulkus.Nyeri abdominal dikatakan berkaitan dengan inflamasi pada peritoneum. Selain
itu dapat pula didapatkan vaskulitis, pankreatitis, dan hepatomegali. Hepatomegali
merupakan pembesaran organ yang banyak dijumpai pada LES, disertai dengan
peningkatan serum SGOT/SGPT ataupun fosfatase alkali dan LDH.
8. Manifestasi Hemopoetik
Terjadi peningkatan Laju Endap Darah (LED) yang disertai dengan anemia
normositik normokrom yang terjadi akibat anemia akibat penyakit kronik, penyakit
ginjal kronik, gastritis erosif dengan perdarahan dan anemia hemolitik autoimun.
9. Manifestasi Neuropsikiatrik
Keterlibatan neuropsikiatrik akibat LES sulit ditegakkan karena gambaranklinis yang
begitu luas. Kelainan ini dikelompokkan sebagai manifestasi neurologik dan
psikiatrik. Diagnosis lebih banyak didasarkan pada temuan klinis dengan
menyingkirkan kemungkinan lain seperti sepsis, uremia, dan
hipertensiberat.Manifestasi neuropsikiatri LES sangat bervariasi, dapat berupa
migrain, neuropati perifer, sampai kejang dan psikosis. Kelainan tromboembolik
dengan antibodi anti-fosfolipid dapat merupakan penyebab terbanyak kelainan
serebrovaskular pada LES. Neuropati perifer, terutama tipe sensorik ditemukan pada
10% kasus. Kelainan psikiatrik sering ditemukan, mulai dari anxietas, depresi sampai
psikosis. Kelainan psikiatrik juga dapat dipicu oleh terapi steroid. Analisis cairan
serebrospinal seringkali tidak memberikan gambaran yang spesifik, kecuali untuk
menyingkirkan kemungkinan infeksi. Elektroensefalografi(EEG) juga tidak
memberikan gambaran yang spesifik. CT scan otak kadang-kadang diperlukan untuk
membedakan adanya infark atau perdarahan.

D. ETIOLOGI
Etiologi utama SLE sampai saat ini belum diketahui, namun beberapa faktor
predisposisi dapat berperan dalam patogenesis terjadinya penyakit ini. Diantara
beberapa faktor predisposisi tersebut, sampai saat ini belum diketahui faktor
yangpaling dominan berperan dalam timbulnya penyakit ini.Berikut ini beberapa
faktor predisposisi yang berperan dalam timbulnya penyakit SLE:

1. Faktor Genetik

Berbagai gen dapat berperan dalam respon imun abnormal sehingga timbul produk
autoantibodi yang berlebihan. Kecenderungan genetik untuk menderita SLE telah
ditunjukkan oleh studi yang dilakukan pada anak kembar. Sekitar 2-5% anak kembar
dizigot berisiko menderita SLE, sementara pada kembar monozigot, risiko terjadinya
SLE adalah 58%. Risiko terjadinya SLE pada individu yang memiliki saudara dengan
penyakit ini adalah 20 kali lebih tinggi dibandingkan pada populasi umum.
2. Faktor Imunologi
Pada SLE terdapat beberapa kelainan pada unsur-unsur sistem imun, yaitu :
a. Antigen
Dalam keadaan normal, makrofag yang berupa APC (Antigen PresentingCell) akan
memperkenalkan antigen kepada sel T. Pada penderita lupus, beberapareseptor yang
berada di permukaan sel T mengalami perubahan pada struktur maupun fungsinya
sehingga pengalihan informasi normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan
reseptor yang telah berubah di permukaan sel T akan salah mengenali perintah dari
sel T. b. Kelainan intrinsik sel T dan sel B
Kelainan yang dapat terjadi pada sel T dan sel B adalah sel T dan sel B akan
teraktifasi menjadi sel autoreaktif yaitu limfosit yang memiliki reseptor untuk
autoantigen dan memberikan respon autoimun. Sel T dan sel B juga akan sulit
mengalami apoptosis sehingga menyebabkan produksi imunoglobulin dan
autoantibodi menjadi tidak normal.
c. Kelainan antibodi
Ada beberapa kelainan antibodi yang dapat terjadi pada SLE, seperti substrat antibodi
yang terlalu banyak, idiotipe dikenali sebagai antigen dan memicu limfosit T untuk
memproduksi autoantibodi, sel T mempengaruhi terjadinya peningkatan produksi
autoantibodi, dan kompleks imun lebih mudah mengendap di jaringan.
3. Faktor Hormonal
Peningkatan hormon dalam tubuh dapat memicu terjadinya LE. Beberapa studi
menemukan korelasi antara peningkatan risiko lupus dan tingkat estrogen yang
tinggi. Studi lain juga menunjukkan bahwa metabolisme estrogen yang abnormal
dapat dipertimbangkan sebagai faktor resiko terjadinya SLE.
4. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan dapat bertindak sebagai antigen yang bereaksi dalam
tubuh dan berperan dalam timbulnya SLE. Faktor lingkungan tersebut terdiri dari:
a. Infeksi virus dan bakteri
Agen infeksius, seperti virus dan bakteri, dapat berperan dalam timbulnya SLE. Agen
infeksius tersebut terdiri dari Epstein Barr Virus (EBV), bakteriStreptococcus dan
Clebsiella.
b. Paparan sinar ultra violet
Sinar ultra violet dapat mengurangi penekanan sistem imun, sehingga terapi menjadi
kurang efektif dan penyakit SLE dapat kambuh atau bertambah berat. Hal ini
menyebabkan sel pada kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi
inflamasi di tempat tersebut secara sistemik melalui peredaran pembuluh darah

E. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis type lupus :
1. Cutaneous Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada
kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau
kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang
terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat
beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam
yang timbul, bersisik dan merah, tetapitidak gatal.
2. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk
beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan
sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ
dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orangdapat
memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain
penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
3. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk
penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak
jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat
ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang
mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4
persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan
dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinyaDari
ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus
selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang
organ atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang
diserang. Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru,
ginjal, darah, organ atau jaringan lain.Terdapat perbedaan antaraklasifikasi dan
diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan berdasarkan kombinasi gambaran klinis dan
temuan laboratorium dan mungkin tidak memenuhi kriteria klasifikasi American
College of Rheumatology (ACR) (Silvia & Lorraine, 2016).

F. PATOFISIOLOGI
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yangmenyebabkan
peningkatan autoantibody yang berlebihan. Gangguanimunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal(sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usiareproduksi) dan lingkungan (cahaya
matahari, luka bakar termal). Obat-obatantertentu seperti hidralazin, prokainamid,
isoniazid, klorpromazin dan beberapapreparat antikonvulsan disamping makanan
seperti kecambah alfalfa turut terlibatdalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau
obat-obatan. Pada SLE,peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat
fungsi sel T supresoryang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan
kerusakanjaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya terjadi
seranganantibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali (Silvia & Lorraine,
2016).
Kerusakan organ pada SLE didasari pada reaksi imunologi. Reaksi
inimenimbulkan abnormalitas respons imun didalam tubuh yaitu :
1. Sel T dan sel B menjadi otoreaktif
2. Pembentukan sitokin yang berlebihan
3. Hilangnya regulasi kontrol pada sistem imun, antara lain :
- Hilangnya kemampuan membersihkan antigen di kompleks imun maupun
- sitokin dalam tubuh
- Menurunnya kemampuan mengendalikan apoptosis
- Hilangnya toleransi imun : sel T mengenali molekul tubuh sebagai antigen
- karena adanya mimikri molekuler.
Akibat proses tersebut, maka terbentuk berbagai macam antibodi di dalamtubuh
yang disebut sebagai autoantibodi. Selanjutnya antibodi-antibodi yang
tersebutmembentuk kompleks imun. Kompleks imun tersebut terdeposisi pada
jaringan/organyang akhirnya menimbulkan gejala inflamasi atau kerusakan jaringan
(Silvia & Lorraine, 2016).

PHATWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan lab :
a) Pemeriksaan darah Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi
antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi
ini juga bisa ditemukan pada penyakit lain. Karena itu jika menemukan
antibodi antinuklear, harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi
terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini hampir
spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen (protein yang berperan
dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi lainnya, mungkin
perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit
b) Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
2. Radiology :
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau pericarditis(Silvia & Lorraine,
2016).
H. KOMPLIKASI
Lupus mungkin terlihat sebagai penyakit yang biasa terjadi pada kulit. Namun jika
tidak segera ditangani, lupus bisa menjadi momok bagi kehidupan Anda. Berikut ini
adalah beberapa komplikasi yang bisa terjadi jika penyakit lupus tidak ditangani
dengan cepat dan tepat:
1. Penyakit ginjal
Jika terjadi pembengkakan pada kaki atau pergelangan kaki setelah Anda divonis
mengidap lupus, maka itu adalah tanda bahwa eksresi cairan pada tubuh Anda
sudah tidak normal. Ada yang salah pada ginjal Anda. Pada kasus yang lebih
parah, gejalanya sampai urin bercampur darah hingga pasien mengalami gagal
ginjal.
2. Penyakit jantung
Komplikasi jantung yang paling umum terjadi pada penderita lupus adalah
terjadinya infeksi pada selaput pembungkus jantung, penebalan pembuluh darah,
dan melemahnya otot-otot jantung. 
3. Penyakit paru-paru
1 dari 3 orang penderita lupus akan mengalami infeksi pada selaput pembungkus
paru-paru. Jika ini terjadi maka pasien akan merasakan sakit saat bernapas hingga
batuk berdarah.
4. Gangguan peredaran darah darah
Untuk penyakit yang satu ini pada penderita lupus, biasanya tidak ditemukan
gejala yang dapat dideteksi secara langsung. Gangguannya antara lain seperti
terganggunya distribusi oksigen dalam darah atau berkurangnya produksi sel
darah putih, dan anemia. 
5. Gangguan saraf dan menta
Banyak dari penderita lupus yang mengalami susah konsentrasi, cepat lupa, sakit
kepala yang sangat parah, khawatir berlebihan, dan selalu gelisah. Hal ini
dikarenakan penyakit lupus lama-kelamaan akan melemahkan kerja saraf dan
menyebabkan stres pada pasien(Smeltzer. Suzanne C. 2013).

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Lupus adalah penyakit seumur hidup, karenanya pemantauan harus dilakukan
selamanya. Tujuan pengobatan SLE adalah mengontrol manifestasi penyakit,
sehingga anak dapat memiliki kualitas hidup yang baik tanpa eksaserbasi berat,
sekaligus mencegah kerusakan organ serius yang dapat menyebabkan kematian
(Hockenberry & Wilson, 2009).
Tatalaksana primer pada SLE meliputi:
1. Mengurangi inflamasi dan meminimalisir komplikasi
Adapun obat-obatan yang dibutuhkan seperti:
a. Antiinflamasi non steroid (NSAIDs), untuk mengobati simptomatik artralgia
nyeri sendi.

b. Antimalaria, Diberikan untuk lupus diskoid. Pemakaian jangka panjang


memerlukan evaluasi retina setiap 6 bulan.

c. Kortikosteroid, Dosis rendah, untuk mengatasi gejala klinis seperti demam,


dermatitis, efusi pleura. Diberikan selama 4 minggu minimal sebelum dilakukan
penyapihan. Dosis tinggi, untuk mengatasi krisis lupus, gejala nefritis, SSP, dan
anemi hemolitik.
d. Obat imunosupresan/sitostatika, Imunosupresan diberikan pada SLE dengan
keterlibatan SSP, nefritis difus dan membranosa, anemia hemolitik akut, dan
kasus yang resisten terhadap pemberian kortikosteroid.

e. Obat antihipertensi, Atasi hipertensi pada nefritis lupus dengan agresif

f. Kalsium, Semua pasien LES yang mengalami artritis serta mendapat terapi
prednison berisiko untuk mengalami mosteopenia, karenanya memerlukan
suplementasi kalsium.

2. Dialisis atau transplantasi ginjal


Pasien dengan stadium akhir lupus nefropati, dapat dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal
3. Diet

Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium,
rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan
dan obat tradisional.
4. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan
karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim
pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat
meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien LES.
5. Penatalaksanaan infeksi

Pengobatan segera bila ada infeksi terutama infeksi bakteri. Setiap kelainan urin harus
dipikirkan kemungkinan pielonefritis.

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian
1. Identitas
Penyakit SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kebanyakan menyerang wanita, bila
dibandingkan dengan pria perbandingannya adalah 8 : 1. Penyakit ini lebih sering
dijumpai pada orang berkulit hitam dari pada orang yang berkulit putih.
2. Keluhan utama
Pada SLE ( sistemik lupus eritematosus ) kelainan kulit meliputi eritema malar
(pipi) ras seperti kupu-kupu, yang dapat mengenai seluruh tubuh, sebelumnya
pasien mengeluh demam dan kelelahan.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada penderita SLE, di duga adanya riwayat penyakit anemia hemolitik,
trombositopeni, abortus spontan yang unik. Kelainan pada proses pembekuan
darah ( kemungkinan sindroma, antibody, antikardiolipin ).
4. Riwayat penyakit keluarga
Faktor genetik keluarga yang mempunyai kepekaan genetik sehingga cenderung
memproduksi auto antibody tertentu sehingga keluarga mempunyai resiko tinggi
terjadinya lupus eritematosus.
5. Pola – pola fungsi kesehatan
o Pola nutrisi
Penderita SLE banyak yang kehilangan berat badannya sampai beberapa kg,
penyakit ini disertai adanya rasa mual dan muntah sehingga
mengakibatkan penderita nafsu makannya menurun.
o Pola aktivitas
Penderita SLE sering mengeluhkan kelelahan yang luar biasa.
o Pola eliminasi
Tidak semua dari penderita SLE mengalami nefritis proliferatif mesangial,
namun, secara klinis penderita ini juga mengalami diare.
o Pola sensori dan kognitif
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila pada jari –
jari tangannya terdapat lesi vaskulitik atau lesi semi vaskulitik.
o Pola persepsi dan konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversibel yang menimbulkan bekas
seperti luka dan warna yang buruk pada kulit penderita SLE akan membuat
penderita merasa malu dengan adanya lesi kulit yang ada.
6. Pemeriksaan Fisik
o Sistem integument
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang
bersifat irreversibel.
o Kepala
Pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan kerontokan yang
sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh kembali.
o Muka
Pada penderita SLE lesi tidak selalu terdapat pada muka/wajah
o Telinga
Pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
o Mulut
Pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi mukosa mulut.
o Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan
jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
o Paru – paru
Penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis, interstilsiel
fibrosis.
o Leher
Penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal, hyperparathyroidisme,
intolerance glukosa.
o Jantung
Penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis, endokarditis,
vaskulitis.
o Gastro intestinal
Penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri pada
perut.
o Muskuluskletal
Penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan joint
swelling.
o Sensori
Penderita mengalami konjungtivitis, photophobia.
o Neurologis
Penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.

7. Pemeriksaan penunjang
Diagnosis dapat ditemukan dengan melakukan biopsi kulit. Pada pemeriksaan
histologi terlihat adanya infiltrat limfositik periadneksal, proses degenerasi berupa
mencairnya lapisan basal epidermis penyumbatan folikel, dan hyperkeratosis.
Imunofluoresensi langsung pada kulit yang mempunyai lesi memberikan
gambaran pola deposisi immunoglobulin seperti yang terlihat pada SLE.
Pemeriksaan laboratorium yang penting adalah pemeriksaan serologis terhadap
autoantibodi / antinuklear antibodi / ana yang diproduksi pada penderita le.
Skrining tes ana ini dilakukan dengan teknik imunofluoresen indirek, dikenal
dengan fluorescent antinuclear antibody test ( fana ).

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi dan peningkatan aktivitas penyakit,
kerusakan jaringan, keterbatasan mobolitas atau tingkat toleransi yang rendah.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik,
kurangnya atau tidak tepatnya pemakaian alat-alat ambulasi.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang diakibatkan oleh penyakit kronik.

C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa NOC NIC


Keperawatan
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan tindakkan - Kolaborasi pemberian
keperawatan selama 2 x 24 jam analgetik dan kaji skala
diharapkan nyeri berkurang nyeri
dengan kriteria hasil: - Ukur TTV pasien
- Skala nyeri berkurang - Observasi respon nonverbal
- TTV dalam batas normal dari ketidaknyamanan
- Kegelisahan berkurang

2 Hambatan Mobilitas Setelah dilakukan tindakkan - Latih pasien berpindah dari


Fisik keperawatan selama 2 x 24 jam tempat tidur ke kursi
diharapkan pasien - Ukur TTV pasien saat dan
menunjukkan mobilitas fisik setelah beraktivitas
dengan kriteria hasil: - Latih pasien dalam
- Mampu berpindah dari pemenuhan kebutuhan ADL
tempat duduk ke kursi secara mandiri
- TTV normal saat dan
setelah beraktivitas
- Mampu melakukan
kebutuhan ADL secara
mandiri

3 Gangguan Citra Setelah dilakukan tindakkan - Kaji secara verbal dan


Tubuh keperawatan selama 2 x 24 jam nonverbal respon klien
diharapkan pasien dapat terhadap tubuhnya
menerima keadaan tubuhnya - Fasilitasi kontak dengan
dengan kriteria hasil: individu lain dalam
- Body image positif kelompok kecil
- Mempertahankan interaksi - Dorong klien
sosial mengungkapkan
- Mendeskripsikan secara perasaannya
faktual perubahan fungsi
tubuh
D. Implentasi Keperawatan
Implementasi merupakan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dalam
memenuhi kebutuhan dasar pasien berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang
telah disusun.

E. Evaluasi Keperawatan
Proses akhir dari asuhan keperawatan meliputi :
S : Respon subjectif berdasarkan keluhan dan perasaan yang dirasakan pasien
O : Respon objectiv yang didapat dari hasil observasi
A : Analisis situasi dari masalah keperawatan
P : Intervensi selanjutnya, apakah rencana keperawatan dihentikan atau dilanjutkan.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An ‘’R’’ DENGAN SLE DI RUANGAN ANAK
(KRONIS) RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : An. R
No MR : 1910200107
Tempat tanggal lahir : 15 Maret 2009
Usia : 10 Tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Tanggal masuk : 27 Desember 2019 (15.28 WIB)
Tanggal pengkajian : 28 Desember 2019 (11.17 WIB)
Diagnosa medik : SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
Alamat : Jl. Ampera No. 10 Kampung Baru Lubeg

2. Identitas Orang Tua


a. Ayah
Nama : Ny. S
Usia : 37 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Ampera No. 10 Kampung Baru Lubeg

b. Ibu
Nama : Tn. J
Usia : 36 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Dagang
Alamat : Jl. Ampera No. 10 Kampung Baru Lubeg

3. Identitas Saudara Kandung


33

STATUSKESEHAT
NO NAMA USIA HUBUNGAN
AN
1 An. R (L) 10 Tahun Pasien Sakit
2 An. N (P) 6 Tahun 8 Adik Kandung Sehat
bulan
3 An. L (P) 3 Tahun 6 Adik Kandung Sehat
Bulan

4 An. S (P) 8 Bulan Adik Kandung Sehat

4. Alasan Masuk
Ibu pasien mengatakan pasien masuk ke ruangan rawat inap anak kronis pada
tanggal 27 Desember 2019 pukul 15. 28 WIB melalui IGD RSUP. DR. M.
Djamil Padang dengan keluhan kejang terutarama pada tangan kiri sejak 1
minggu yang lalu.

5. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pada saat pengkajian pada tanggal 27 Desember 2019 pukul 11.17
WIB. Ibu pasien mengatakan kejang pada anak sudah tidak ada, ibu
pasien juga mengatakan anaknyamengeluh nyeri pada seluruh
sendinya. Nyeri sendi yang dirasakan terasa lebih nyeri pada pagi hari
saat bangun tidur, sehingga aktivitas sehari-hari dilakukan di tempat
tidur atau dibantu dengan keluarga, pasien mengekspresikan rasa nyeri
nya dengan diam dan kadang-kadang menangis jika nyeri bertambah
hebat terutama saat digerakkan. Skala nyeri 6 Terdapat ruam/bercak
kemerahan pada kulit seluruh tubuh klien. Terdapat bercak kemerahan
di pipi dan T-face (butterfly rash). Suhu tubuh klien kurang stabil,
masih terjadi peningkatan suhu tubuh 38,3‘c
TTV pasien, N: 102x/i, S:38,3 ‘c, RR: 26x/i.
P= gejala penyakit sle
Q = seperti di tusuk-tusuk
R = seluruh sendi di tubuh
S=6
T = pada pagi hari& saat digerakkan

b. Riwayat kesehatan dahulu


Ibu pasien mengatakan sebelumnya anak tidak pernah mengalami sle
dan belum pernah dirawat sebelumnya.
1. Prenatal care
- Ibu mengatakan selama kehamilan pasien 6x melakukan
pemeriksaan ke dokter di RS Siti Hawa Padang yaitu :
Trimester 1 : 2x
Trimester 2 : 2x
Trimester 3 : 2x
- Ibu mengatakan tidak ada riwayat terkena radiasi
- BB selama hamil : 57 Kg
- Riwayat imunisasi TT : Ada
- Golongan darah ibu :B
2. Natal
Tempat melahirkan : RS. Siti Hawa
Jenis persalinan : Sectio caesaria
Penolong persalinan : Dokter dan bidan
3. Post natal
Kondisi bayi : Sehat
BBL : 3000 gr
TB : 48 cm
Riwayat kecelakan : Tidak ada

c. Riwayat kesehatan keluarga


Ibu pasien mengatakan pernah mengalami diare 1 bulan yang lalu
namun tidak pernah dirawat dengan penyakit diare sebelumnya.
Genogram :
Keterangan :
: Laki-laki : Kawin
: Perempuan X : Meninggal
: Pasien

6. Riwayat Imunisasi

No Jenis Waktu pemberian Frequensi Reaksi setelah


Imunisasi pemberian
1 BCG Saat lahir 1x
2 DPT DPT I : 2 Bulan 3x
DPT II : 4 Bulan
DPT III : 6 Bulan
3 POLIO Polio I : 1 Bulan 4x
Polio II : 2 Bulan
Polio III : 4 Bulan
Polio IV : 6 Bulan
4 CAMPAK 9 bulan
5 HEPATITIS Saat lahir 1x

7. Riwayat tumbuh kembang anak


a. Pertumbuhan fisik
BB : 22,5 Kg
TB : 123 cm
Waktu tumbuh gigi 5 bulan, gigi tanggal 2 buah, Jumlah gigi 24 buah.
b. Perkembangan tiap tahap
Usia anak saat
1) Berguling : 4 bulan
2) Duduk : 5 bulan
3) Merangkak : 6 bulan
4) Berdiri :1 tahun
5) Berjalan : 1,5 tahun
6) Membaca & menulis : 6 tahun

8. Riwayat Nutrisi
a. Pemberian ASI
Ibu pasien mengatakan memberikan ASI , dan nasi tim
b. Pemberian susu formula
Ibu pasien mengatakan pernah memberikan anak susu formula

Pola perubahan nutrisi tiap tahap usia sampai nutrisi saat ini :

No Usia Jenis Nutrisi Lama pemberian


1 1 – 6 Bulan ASI Ekslusif 6 Bulan
2 7 – 9 Bulan ASI + Nasi Tim 2 tahun

9. Riwayat psikososial
 Anak tinggal bersama : Ibu dan Ayah pasien (Orang tua anak)
 Lingkungan :
Ibu pasien mengatakan tinggal dilingkungan jauh dari jalan
raya/umum, jauh dari kebisingan motor/mobil
 Rumah ada tangga :
Ibu pasien mengatakan rumah tidak bertingkat, ada 2 kamar dirumah,
anak tidur dengan ibu (orang tua anak)
 Hubungan antar anggota keluarga :
Ibu pasien mengatakan hubungan antara anak, suami, dan ibu baik
 Pengasuh anak :
Ibu pasien mengatakan tidak mempunyai pengasuh untuk ananknya,
Untuk merawat anak, anak dirawat oleh orang tua sendiri.
10. Riwayat spritual
Support system dalam keluarga: baik
Kegiatan keagamaan : keluarga melaksanakan ibadah sholat 5 waktu
11. Reaksi hospitalisasi
a. Pengalaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
- Ibu membawa anak ke RS karena anak muntah dan BAB encer sejak
1 hari yang lalu
- Ibu pasien mengatakan dokter ada menjelaskan ttentang penyakit
anak dan tindak lanjut/perawatan yang dibutuhkan anak
- Ibu pasien mengatakan ibu selalu bersama anak selama di rawat
b. Pemahaman anak tentang sakit dan rawat inap
Anak belum mengerti karena usia anak 9 bulan

12. Aktiitas sehari-hari

Kondisi Sebelum sakit Saat sakit


Nutrisi
Selera makan Ibu pasien mengatakan sebelum Ibu pasien mengatakan anak
anak sakit anak makan 3x sehari susah makan, makan 3x
yaitu dengan makanan sereal sehari tidak habis 1 porsi,
yang dilumetkan dengan air makanan pasien jenis
habis 1 porsi setiap pembuatan makanan lunak (sereal yang
dilumetkan dengan air).
BB : 8 Kg BB : 7 Kg

Cairan Ibu pasien mengatakan


Jenis minuman Ibu pasien mengatakan pemenuhan kebutuhan
pemenuhan kebutuhan minum minum pasien yaitu dengan
pasien yaitu dengan ASI dan air ASI dan air putih
putih
Frequensi ASI ± 12x sehari ASI ± 8-10x sehari
Oralit 1 sachet : 3x
pembuatan ± 60 cc/hari
Elminasi
Tempat pembuangan Ibu pasien mengatakan pasien Ibu pasien mengatakan pasien
saat sehat pasien tidak memakai memakai pampers jika pasien
pampers, bila pasien BAB/BAK, BAB/BAK ibu pasien
Ibu membersihkan pasien membersihkannya dengan di
dikamar mandi lap dengan tissue basah dan
membuang pup di tempat
sampah
Frequensi BAB BAB
- 1x sehari - >4x sehari
- Warna kuning kecoklatan - Warna kuning
- Padat dan cair - Encer

BAK BAK
- 4-6x Sehari ± 15-25 cc dalam - > 10x/ hari jumlah ± 25-30
1x pembuangan cc dalam 1 x pembuangan
- Warna kuning jernih - Warna kuning jernih
- Bau amoniak - Bau amoniak
Obat pencahar
Tidak pernah menggunakan obat Tidak pernah menggunakan
pencahar obat pencahar

Pola tidur
Frekuensi Pasien tidur selama 7-8 jam Pasien tidur hanya selama 2-3
sehari jam
Tidur siang : 10-15 menit Tidur siang : -
Tidur malam : 07.30 – 05.00 Tidur malam : 01.00 – 03.00
Wib (sering terbangun tengah
malam, anak minta disusui)
Keluhan
Ibu pasien mengatakan tidak ada Ibu pasien mengatakan sering
mengalami masalah dengan pola terbangun tengah malam dan
tidurnya, tidur cukup namun tidur pasien tidak nyenyak
pasien bangun bila menyusui
Personal hygiene Ibu pasien mengatakan anak Ibu pasien mengatakan
mandi 2x sehari, menggunakan membersihkan badan anak
sabun dan sampo, kuku hanya dengan di lap dan
digunting bila sudah panjang, pakaian diganti 1x sehari
mandi teratur dan selalu
mengganti pakaian sehabis
mandi,

Pola aktivitas dan latihan


Keterangan Sehat Sakit
Kegiatan dalam pekerjaan - -
Olahraga - -
Kegiatan waktu luang - -

13. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum :
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital :
TD : 110/80 mmhg
N : 89x/i
S : 38,9 °c (36,5-37,5 ‘c )
RR : 20x/i (20-26 x/i)
BB Sehat : 8 Kg, BB Sakit : 7 Kg
TB : 67

b. Pemeriksaan kepala
Inspeksi : simetris, ubun-ubun besar cekung, bulat
Karekteristik rambut :Rambut bersih, kulit kepala bersih, warna
rambut hitam
Kebersihan : rambut bersih
Palpasi : Tidak ada hematom, massa atau lesi kepala
c. Pemeriksaan mata
Inspeksi : mata cekung, tidak Ikterus, conjungtiva tidak anemis,
reflek pupil (+/+), pupil bulat isokor
Tanda radang : Tidak ada
Edema palpebra : Ada edema palpebra

d. Pemeriksaan telinga
Inspeksi : Tidak ada serumen
Tes pendengaran : pendengaran (+), tidak ada gangguan
pendengaran, tidak menggunakan alat bantu
pendengaran

e. Hidung
Simetris/ tidak : simetris
Membran mukosa : baik, tidak ada secret
Tes penciuman/ ketajaman membedakan bau : baik

f. Mulut dan tenggorokan


Inspeksi : Mulut tampak bersih, tidak ada candida,
gigi belum ada, Mukosa mulut dan bibir tampak kering
Tes rasa ketajaman pengecapan rasa : baik

g. Leher
Inspeksi leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada kaku
kuduk
Palpasi : tidak teraba massa atau benjolan.

h. Thorak
Inspeksi : Bentuk simetris, warna rata kiri dan kanan, tidak ada
perubahan warna, tidak ada retraksi dinding dada, irama nafas
teratur
Palpasi : Vocal fremitus (tidak dikaji)
Perkusi : sonor
Auskultrasi : Suara nafas vesikuler

i. Kardiovaskuler
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis pasien teraba di 2 jari LMCS RIC V
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultrasi : Tidak ada suara tambahan, irama teratur
j. Abdomen
inspeksi : Distensi tidak ada
Palpasi : Hepar, lien tidak teraba, tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi : Tympani
Auskultrasi : Bising usus (+)

k. Neurologi
Tingkat kesadaran : composmentis
Pemeriksaan refleks : Baik
Pemeriksaan motorik :Baik
Pemeriksaan sensorik :Baik

l. Ekstremitas
Terdapat adanya ganguan karena pasien mengeluhkan nyeri di seluruh sendri
pada bagian tubuhnya.
Pada ekstremitas atas pasien terpasang cairan Nacl 500 cc tetesan 20x/i.
m. Genitalia
Inspeksi : Kebersihan baik
Anus : Ada, Baik.

n. Status Neurologi
 Nervus I : Baik
 Nervus II : Baik, anak dapat melihat sekelingnya, respon
penglihatan anak baik
 Nervus III, IV, VI : normal
Refleks pupil kiri/kanan : (+/+)
Gerakan kelopak mata : Baik
Pergerkan bola mata : Baik, bola mata anak mengikuti kearah
anak melihat
 Nervus V
Refelks dagu : Baik
Reflek cornea : Baik
 Nervus VII
Gerakan mimik : Gerakan mimik wajah anak baik, anak dapat
mengespresikan bila tidak nyaman menangis dengan kuat
Pengecapan : Tidak dilakukan
 Nervus VIII
Funsi endengaran anak baik, anak menoleh bila di panggil
 Nervus IX dan X
Refleks menelan : Anak dapat menelan makan lunak
Refleks muntah : Anak dapat muntah dengan spontan
 Nervus XI
Anak dapat menggerkan kepala ke kanan dan kekiri
 Tanda-tanda perangsangan otak
Tidak ada kaku kuduk

o. Pemeriksaan tingkat perkembangan


- Motorik kasar
Anak telah dapat berjalan dan melakukan aktivitas lainnya
- Motorik Halus
Anak dapat menggerakan tangan
- Bahasa
Anak telah dapat berbicara dengan baik
- Personal sosial
Anak telah dapat bersosialisasi dengan lingkungannya
p. Pemeriksaan Labolatorium
HB : 10,4 g/dl (Normal 14-18gr/dl)
Leukosit : 9300/mm³ (5000-10.000/mm³)
Trombosit : 415.000/mm³ (150.000-400.000/mm³)
Na : 132 mmol/L
K : 3,4 mmol/L
Ca : 8,9 m/d
Basofil : 0% (0-2,0%)
Eosofil : 1% (1,0-4,0%)
Segmen :75% (20-40%)

q. Terapi pengobatan
 Protein : 40 g/hr
 Paracetamol : 100 mg
 Prednisin : 3x3 tab
 Allopurnol : 3x100 mg
 Calk : 2x500 mg
 Captupril : 3x12,5 mg
 Simvastatin : 1x10 mg
 Vitamin D : 1x5000
 Cairan Nacl 500 ml 20 tetesx/i

B. Analisa data

Simptom Analisa Data Problem


DS : Makanan/minuman yang Hipertermi
 Ibu klien mengatakan sampai terkontaminasi oleh
saat ini demamnya masih naik mikroorganisme
turun.
 Ibu mengatakan An.R malas Masuk kedalam tubuh

minum air putih melalui sistem pencernaan

DO :
Membentuk toksin
 BAB >4x/hari dengan warna
kuning encer,
 BAK > 10x/ hari jumlah ± 25- Mengganggu absorbsi
30 cc dalam 1x pembuangan usus
warna kuning jernih, bau
amoniak Menimbulkan sekresi

 Anak gelisah dan rewel, sering berlebihan air dan

menangis elektrolit

 Mukosa mulut dan bibir


Diare, muntah
tampak kering,
 Mata tampak cekung, pupil
Defisit volume cairan
bulat isokor,
 Pasien terpasang cairan WIDA
D5-NS GLUKOSA 5% tetesan
60x/i.
 TTV pasien, N: 102x/i,
 S:36,5 ‘c, RR: 26x/i.
 Trombosit : 415.000/mm³
Na : 132 mmol/L
K : 3,4 mmol/L
Ca : 10,9 m/d
Segmen :75%
DS : Makanan/minuman yang Gangguan nutrisi kurang
 Klien mengatakan nyeri pada terkontaminasi oleh dari kebutuhan tubuh
sendi-sendi masih dirasakan, mikroorganisme
terutama pada pagi hari saat
bangun tidur Masuk kedalam tubuh

 Klien mengaakan skala melalui sistem pencernaan

nyeri6Do :
Membentuk toksin
 Makanan pasien tidak habis 1
porsi
Mengganggu absorbsi
 pasien makan hanya
usus
menghabiskan 2 sendok makan
 makanan pasien jenis makanan
lunak (2 bulat sereal yang Menimbulkan sekresi
dilumetkan dengan air). berlebihan air dan
 BB Sehat : 8 Kg elektrolit
BB sakit : 7 kg
 Anak gelisah dan rewel, sering Diare, muntah

menangis
Tidak nafsu makan
 Mukosa mulut dan bibir
tampak kering,
Gangguan nutrisi kurang
 Pasien terpasang cairan WIDA
dari kebutuhan tubuh
D5-NS GLUKOSA 5% tetesan
60x/i.
 TTV pasien, N: 102x/i,
S:36,5 ‘c, RR: 26x/i.
 HB : 10,4 g/dl

DS:

 Ibu mengatakan anaknya


juga demam Diare, muntah
hipertermia
DO:
Defisit volume cairan
 Kulit klien teraba hangat
TTV :
hipertermia
S : 38,1
Nadi : 107 x/i
RR :41 x/i

C. Diagnosa
1. Defisit volume cairan
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. hipertermia

RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

NANDA NOC NIC


1.Devisit volume cairan Fluid balance Fluid management
tubuh
Kriteria hasil : 1. Catat intake dan ou
 Mempertahankan urine output sesuai 2. monitor status
dengan usia dan BB membran mukosa,
 TTV dalam batas normal 3. monitor masukan m
 tidak ada tanda-tanda dehidrasi 4. Monitor status nutr
5. Kolaborasi pember
6. Dorong keluarga
makan
7. Dorong masukan o

2.Gangguan nutrisi kurang Nutritional status : food and fluid intake Nutrition management :
dari kebutuhan tubuh 1. Beri penjelasan ke
Kriteria hasil: yang dialami anak
1. Adanya peningkatan berat badan sesuai 2. Anjurkan ibu unt
dengan tujuan sehari-hari untuk a
2. berat badan ideal anak makanan dal
3. mampu mengidentifikasi kebutuhan sering dan ASI
nutrisi 3. Dorong ibu untuk m
4. tidak ada tanda-tanda malnutrisi 4. Kaji Adanya alergi
5. tidak terjadi penurunan berat badan 5. yakinkan diet
mengandung tingg
yang terpilih
6. monitor jumlah
kalori
7. Berikan informasi
8. Kolaborasi deng
kebutuhan nutrisi p
9. Kaji TTV

3. hipertermia Stelah dilakukan keperawtan dengan kriteria 1. Pantau suhu minim


hasil : 2. Pantau hidrasi turg
membrane mukosa
 Suhu badan klien normal
3. Kompres dengan a
 Nadi dan pernapasan normal
4. Ajarkan keluarga u
anak agar mengena
5. Kolaborasi pember
6. Kaji TTV

DAFTAR PUSTAKA
Silvia & Lorraine, 2016 .Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 10. Jakarta:EGC
Robins, 2017. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Nanda Internasional. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC
Smeltzer. Suzanne C. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai