Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOUS


= ( SLE)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
GORONTALO
2019

1
DAFTAR ISI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi……………………………………………………………………………4
2. Epidemiologi……………………………………………………………………..4
3. Etiologi……………………………………………………………………………5
4. Pathogenesis……………………………………………………………………..5
5. Klasifikasi………………………………………………………………………..7
6. Manifestasi klinis………………………………………………………………..9
7. Pemeriksaan fisik………………………………………………………………10
8. Pemeriksaan diagnostic………………………………………………………..10
9. Criteria diagnosis………………………………………………………………11
10. Penatalaksaan medis……………………………………………………………14
11. Penatalaksanaan keperawatan………………………………………………..16
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan………………………………………………………19
2. Masalah keperawatan…………………………………………………………19
3. Rencana asuhan keperawatan……………………………………………….20
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN
SISTEMIK LUPUS ERYTHEMSTOSUS (SLE)

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang tidak
normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ yang dapat
terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan sistem saraf.
Lupus eritematosus sistemik (SLE) merupakan suatu penyakit atuoimun yang
kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh. ( Silvia & Lorraine, 2006 )
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis, dan
disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri
Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah suatu penyakit autoimun multisystem
dengan manifestasi dan sifat yang sangat berubah – ubah, penuakit ini terutama
menyerang kulitr, ginjal, membrane serosa, sendi, dan jantung.(Robins, 2007)
2. Epidemiologi
Penyakit lupus atau systemic lupus erythematosus (SLE) prevalensinya dalam
populasi tertentu kira – kira satu kasus per 2500 orang, penyakit ini cenderung terjadi
pada perempuan (kira – kira 9:1), yang menyerang satu diantara 700 perempuan usia
subur. systemic lupus erythematosus (SLE) lebih sering ditemukan pada ras tertentu
seperti ras kulit hitam, Cina, dan Filipina. Penyakit ini terutama diderita oleh wanita
muda dengan puncak kejadian pada usia 15-40 tahun (selama masa reproduktif)
dengan perbandingan wanita dan laki-laki 5:1)
Di Indonesia, data unutk kasus SLE masih belum ada yang mencakup semua
wilayah Indonesia. Data tahun 2002, berdasarkan data pasien yang datang ke
poliklinik Reumatologi Penyakit Dalam di RSUP Cipto Mangunkosumo Jakarta,
terdapat 1,4% kasusu dari total seluruh kunjungan pasien. Sedangkan unutuk RS
Hasan Sadikin Bandung, terdapat 10,5% (291pasien) dari total pasien yang
berkunjung ke poliklinik reumatologi pada tahun 2010.
3. Penyebab/factor predisposisi
- Factor genetic
- Factor Humoral
- Factor lingkungan
- Kontak dengan sinar matahari
- Infeksi virus/bakteri
- Obat golongan sulva
- Penghentian lehamilan
- Trauma psikis

4. Patogenesis
Lupus ditandai oleh peradangan kronis atau berulang mempengaruhi satu atau lebih
jaringan dalam hubungan dengan beberapa autoantibodi. Beberapa, seperti anti - sel
merah dan antibodi antiplatelet, jelas patogen, sedangkan yang lain mungkin hanya
penanda kerusakan toleransi. Etiologi tetap misteri, tetapi seperti dalam banyak
penyakit kronis, tampaknya mungkin bahwa penyakit ini dipicu oleh agen lingkungan
dalam kecenderungan tiap individu (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Endogen
Banyak autoantibodi (terutama ANAs) diarahkan terhadap antigen intraseluler biasanya
'tak terlihat' untuk sistem kekebalan tubuh. Hal ini menunjukkan autoimunitas yang
berkembang, setidaknya dalam beberapa kasus, sebagai konsekuensi dari kematian sel
yang tidak normal atau disregulasi termasuk kematian sel terprogram (apoptosis).
Dalam mendukung Konsep ini telah menjadi pengakuan bahwa model hewan lupus di
MLR / lpr mencit karena mutasi genetik FAS. Aktivasi FAS menyebabkan apoptosis,
kelainan FAS mencegah apoptosis yang normal menyebabkan proliferasi limfositik
tidak terkendali dan produksi autoantibodi. Sebuah homolog manusia model hewan
adalah sindrom limfoproliferatif autoimun (ALPS), karena mutasi dari FAS, anak-anak
mengembangkan limfadenopati besar dan splenomegali dengan produksi
autoantibody(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Faktor Eksogen
Bahkan sedikit yang diketahui tentang pemicu yang bertanggung jawab untuk sebagian
besar bentuk lupus. Obat seperti antikonvulsan dan antibiotik (khususnya minocycline)
dapat menyebabkan lupus. Sinar matahari dapat memicu kedua manifestasi kulit dan
sistemik lupus (dan neonatal lupus). Menelan jumlah yang sangat besar kecambah
alfalfa juga dapat menyebabkan lupus, pemicu aktif muncul menjadi L-canvanine.
Peran, jika ada, dari virus dan bakteri dalam memicu lupus tetap jelas meskipun perlu
penelitian yang cukup besar. Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa infeksi tertentu
adalah penting dalam menyebabkan lupus. Menariknya, ada peningkatan penyakit
rematik pada orang dengan infeksi HIV, dan penyakit autoimun termasuk lupus
tampaknya menjadi lebih umum ketika ada restorasi kompetensi kekebalan dengan
penggunaan obat anti retro virus yang sangat aktif (Malleson, Pete; Tekano, Jenny.
2007).

(King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. 2007)


5. Klasifikasi
Ada tiga jenis type lupus :
a. Cutaneous Lupus
Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini hanya terbatas pada
kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul pada muka, leher, atau
kulit kepala. Ruam ini dapat menjadi lebih jelas terlihat pada daerah kulit yang
terkena sinar ultraviolet (seperti sinar matahari, sinar fluorescent). Meski terdapat
beberapa macam tipe ruam pada lupus, tetapi yang umum terdapat adalah ruam
yang timbul, bersisik dan merah, tetapi tidak gatal.
b. Discoid Lupus
Tipe lupus ini dapatmenyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk
beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan
sendi. Tetapi pada orang yang lain, sendi, paru-paru, ginjal, darah ataupun organ
dan/atau jaringan lain yang mungkin terkena. SLE pada sebagian orang dapat
memasuki masa dimana gejalanya tidak muncul (remisi) dan pada saat yang lain
penyakit ini dapat menjadi aktif (flare).
c. Drug-induced lupus
Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau sistem syaraf. Obat yang
umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus adalah jenis hidralazin (untuk
penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-kainamid (untuk penanganan detak
jantung yang tidak teratur/tidak normal). Tidak semua orang yang memakan obat
ini akan terkena drug-induced lupus. Hanya 4 persen dari orang yang
mengkonsumsi obat itu yang bakal membentuk antibodi penyebab lupus. Dari 4
persen itu, sedikit sekali yang kemudian menderita lupus. Bila pengobatan
dihentikan, maka gejala lupus ini biasanya akan hilang dengan sendirinya
Dari ketiganya, Discoid Lupus paling sering menyerang. Namun, Systemic Lupus
selalu lebih berat dibandingkan dengan Discoid Lupus, dan dapat menyerang organ
atau sistem tubuh. Pada beberapa orang, cuma kulit dan persendian yang diserang.
Meski begitu, pada orang lain bisa merusak persendian, paru-paru, ginjal, darah,
organ atau jaringan lain.
Terdapat perbedaan antara klasifikasi dan diagnosis SLE. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan kombinasi gambaran klinis dan temuan laboratorium dan mungkin tidak
memenuhi kriteria klasifikasi American College of Rheumatology (ACR) (Tabel 1),
yang didefinisikan dan divalidasi untuk keperluan uji klinis. Penggunaan tabel ini
ketat daripada yang dibutuhkan untuk mendiagnosa lupus. Hal ini penting karena
kadang-kadang pengobatan akan tidak tepat akan tertunda menunggu kriteria
klasifikasi yang harus dipenuhi (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Diagnosa medis definitif didasarkan pada adanya empat atau lebih gejala tersebut.
Laboratorium tes ini termasuk jumlah sel darah lengkap dengan diferensial, Panel
kimia metabolisme, urinalisis, antinuclear antibodi, anti-DNA antibodi, komplemen 3
(C3), komplemen 4 (C4), imunoglobulin kuantitatif, plasma reagen cepat (RPR),
lupus anticoagulant, dan antiphospholipid antibodi (Lehman, 2002 dalam (Ward,
Susan L and Hisley, Shelton M. 2009).
6. Gejala klinis

Gambaran klinis SLE sangat bervariasi, baik dalam keterlibatan organ pada
suatu waktu maupun keparahan manifestasi penyakit pada organ tersebut. Sebagai
tambahan, perjalanan penyakit berbeda antarpasien. Keparahan dapat bervariasi dari
ringan ke sedang hingga parah atau bahkan membahayakan hidup. Karena perbedaan
multisistem dari manifestasi klinisnya, lupus telah menggantikan sifilis sebagai great
imitator.1,2,3,4,5 Kebanyakan pasien dengan SLE memiliki penyakit ringan sampai
sedang dengan gejala kronis, diselingi oleh peningkatan aktivitas penyakit secara
bertahap atau tiba-tiba. Pada sebagian kecil pasien dikarakteristikkan dengan
peningkatan aktivitas penyakit dan remisi klinis sempurna. Pada keadaan yang sangat
jarang, pasien mengalami episode aktif SLE singkat diikuti dengan remisi lambat.
Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal. Pertama, walaupun SLE dapat
menyebabkan berbagai gejala dan tanda, tidak semua gejala dan tanda pada pasien
dengan SLE disebabkan oleh penyakit tersebut. Banyak penyakit, khususnya penyakit
infeksi virus, dapat menyerupai SLE. Kedua, efek samping pengobatan, khususnya
penggunaan glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan gejala dan tanda
SLE. 1,2,3,4,5
a. Manifestasi Konstitusional
Demam muncul pada sebagian besar pasien dengan SLE aktif, namun penyebab
infeksius tetap harus dipikirkan, terutama pada pasien dengan terapi imunosupresi.
Penurunan berat badan dapat timbul awal penyakit, di mana peningkatan berat badan,
khususnya pada pasien yang diterapi dengan glukokortikoid, dapat menjadi 7 lebih
jelas pada tahap selanjutnya. Kelelahan dan malaise merupakan salah satu gejala yang
paling umum dan seringkali merupakan gejala yang memperberat penyakit. Penyebab
pasti gejala-gejala ini masih belum jelas. Aktivitas penyakit, efek samping
pengobatan, gangguan neuroendokrinologis, dan faktor psikogenik terlibat dalam
timbulnya gejala konstitusional. 1,4 Pada kasus ini dijumpakan gejala demam namun
gejala ini mungkin juga disebabkan oleh infeksi pneumonia. Penurunan badan juga
ditemukan pada pasien ini. Sesuai dengan teori yang mengatakan kelelahan dan
malaise merupakan salah satu gejala yang paling umum yang memperberat penyakit,
gejala ini turut ditemukan pada kasus ini.
b. Manifestasi Mukokutan
Fotosensitivitas dapat dikenali dengan pembentukan ruam, eksaserbasi ruam yang
telah ada sebelumnya, reaksi terhadap sinar matahari yang berlebihan (exagerrated
sunburn), atau gejala seperti gatal atau parestesis setelah terpajan sinar matahari
atausumber cahaya buatan. Fotosensitivitas sering ditemukan dan dapat terjadi pada
semua kelompok ras dan etnis, walaupun belum ada studi mengenai prevalensinya
dipopulasi umum. Ruam berbentuk kupu-kupu yang khas, yaitu ruam kemerahan di
area malar pipi dan persambungan hidung yang membagi lipatan nasolabial, lebih
dikenal sebagai malar rash atau butterfly rash. Ruam ini dapat ditemukan pada 20-
25% pasien. Gejala ini dapat meningkat dan sangat meradang, bertahan selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Gejala ini hilang tanpa jaringan parut. Plak
eritematosa dengan adherent scale dan telangiektasis umumnya terdapat di wajah,
leher, dan kulit kepala. Lupus kutis akut dalam bentuk eritema inflamasi yang jelas
dapat dipicu oleh pajanan sinar ultraviolet. Lesi lupus subakut dan kronik lebih sering
ditemukan di kulit yang terpajan sinar matahari dalam waktu lama (lengan depan,
daerah V di leher) tanpa pajanan sinar matahari dalam waktu dekat. Lesi kulit lainnya
termasuk livedo reticularis, eritema periungual, eritema palmaris, nodulpalmaris,
vesikel atau bula, urtikaria akut atau kronik, panniculitis, purpuravaskulitis, dan ulkus
vaskulitis. 1,2,3 Alopesia dapat timbul akibat lesi pada kulit kepala, namun biasanya
muncul pada puncak SLE. Alopesia bersifat reversibel, kecuali jika terdapat lesi
diskoid 8 dikepala. Ulkus oral dan nasal cukup sering terjadi dan harus dibedakan dari
infeksi virus maupun jamur. Mata dan mulut kering (sindrom Sicca) dapat disebabkan
oleh inflamasi autoimun pada kelenjar lakrimal dan saliva, yang mungkin tumpang
tindih dengan sindrom Sjögren. Umumnya mata dan mulut kering merupakan efek
samping pengobatan.4,5 Pada kasus ini ditemukan manifestasi mukokutan. Sesuai
dengan teori, pada pasien ini ditemukan fotosensitivitas, yaitu eksaserbasi ruam
dengan pajanan pada sinar matahari. Pada kasus ini juga ditemukan ruam berbentuk
kupu-kupu (malar rash atau butterfly rash) pada bahagian pipi dan hidung pasien.
Alopesia juga ditemukan pada pasien ini yang mengeluh rambutnya yang sering
rontok waktu menyikat rambut.
c. Manifestasi Muskuloskeletal
Artritis SLE biasanya meradang dan muncul bersamaan dengan sinovitis dan
nyeri, bersifat nonerosif dan nondeforming. Manifestasi yang jarang adalah
deformitas Jaccoud yang menyerupai artritis reumatoid namun berkurang dan tidak
terbukti secara radiologis menyebabkan destruksi kartilago dan tulang. Kelemahan
otot biasanya merupakan akibat terapi glukokortikoid atau antimalaria, namun
myositis dengan peningkatan enzim otot jarang ditemukan dan biasanya merupakan
gejala yang tumpang tindih. Tenosinovitis dan bursitis jarang ditemukan. Ruptur
tendon dapat merupakan komplikasi terapi glukokortikoid. Osteonekrosis
(nekrosisavaskular) dapat disebabkan oleh penyakit maupun efek pengobatan
gukokortikoid, biasanya terjadi pada kaput femoris, kaput humoral, lempeng tibia, dan
talus. Artralgia dan mialgia merupakan gejala lain yang sering ditemukan, dapat
disebabkan oleh penyakit, efek samping pengobatan,
glucocorticoidwithdrawalsyndrome, endokrinopati, dan faktor psikogenik. 1,2,3 Pada
kasus ini, ditemukan nyeri pada sendi yaitu nyeri pada sendi jari pada kedua tangan
yang tidak disertai dengan gangguan pergerakkan. Ini sesuai dengan manifestasi
muskuloskletal yang ditemukan pada pasien SLE yaitu non erosive dan non
deforming arthritis. 9
d. Manifestasi Kardiovaskular
Perikarditis merupakan gejala khas, dengan nyeri substernal posisional dan
terkadang dapat ditemukan rub. Ekokardiografi dapat menunjukkan efusi, atau dalam
kasus kronik penebalan dan fibrosis perikardium. Tamponade atau hemodinamik
konstriktif jarang ditemukan, namun dapat diinduksi oleh karbamazepin. Miokarditis
jarang terjadi, namun harus dicurigai pada pasien dengan SLE aktif dan gejala dada
tidak khas, perubahan EKG minimal, aritmia, atau perubahan hemodinamik.
Miokarditis dapat mengakibatkan kardiomiopati dilatasi, dengan tanda gagal jantung
kiri.5 Endokarditis trombotik nonifeksi (Libman-Sacks) jarang dan seringkali tidak
menimbulkan gejala, namun dapat menimbulkan disfungsi katup mitral atau katup
aorta atau embolisasi. Arteriosklerosis prematur dengan angina pektoris dan infark
miokardium merupakan sumber mortalitas dan morbiditas jangka panjang yang paling
serius. Penyakit sendiri, hiperkoagulasi, terapi glukokortikoid kronik, menopause
prematur, serta faktor diet dan gaya hidup dapat menyebabkan arteriosklerosis.
Fenomena Raynaud, vasospasme yang diinduksi dingin pada jari, sering ditemukan
pada SLE. Penyempitan arteri ireversibel di tangan dan kaki sering tumpang tindih
dengan skleroderma. Gambaran patologis yang sama pada sirkulasi paru dapat
menyebabkan hipertensi pulmonal, komplikasi yang jarang namun seringkali fatal.
Sebagian besar cedera vaskular trombotik pada pasien SLE dimediasi oleh antibodi
antifosfolipid (aPL), ditemukan pada sekitar 30% pasien SLE. aPL dapat
menyebabkan trombosis arteri dan vena spontan pada semua ukuran pembuluh darah.
Keadaan hiperkoagulasi lain, seperti defisiensi protein C dan protein S, faktor V
Leiden, dan antitrombin III dapat menyebabkan terjadinya trombosis, namun
defisiensi faktor-faktor ini lebih dihubungkan dengan terjadinyatrombosis vena
dibanding trombosis arteri.
e. Manifestasi Paru Pleurisy sering ditemukan pada SLE.
Nyeri dada khas pleuritik, rub, dan efusi dengan bukti radiografi dapat ditemukan
pada sebagian pasien, namun sebagian lain mungkin hanya berupa gejala tanpa
temuan obyektif. Infeksi parenkim paru, 10 pneumonitis atau alveolitis, dan
dibuktikan dengan batuk, hemoptisis, serta infiltrate paru jarang terjadi namun dapat
membahayakan hidup. Perdarahan alveolus difus dapat timbul dengan atau tanpa
pneumonitis akut dan memiliki angka mortalitas yang sangat tinggi. Pneumonitis
lupus kronik dengan perubahan fibrotik pada paru mirip dengan fibrosis paru
idiopatik, dengan perjalanan yang progresif dan prognosis yang buruk. Penyakit paru
restriktif juga dapat diakibatkan oleh perubahan pleuritik jangka panjang, miopati,
atau fibrosis otot pernapasan, termasuk diafragma, dan bahkan neuropati nervus
frenikus. Emboli paru rekuren disebabkan oleh antibody antifosfolipid harus
disingkirkan pada pasien dengan gejala paru yang tidak dapat dijelaskan.2,4
f. Manifestasi Ginjal Nefritis lupus muncul pada sebagian pasien dengan SLE.
Spektrum keterlibatan patologis dapat bervariasi dari proliferasi mesangial yang
sama sekali tidak menimbulkan gejala sampai glomerulonefritis membranoproliferatif
difus agresif yang menuju gagal ginjal. Gambaran klinis ditandai dengan temuan
minimal, termasuk proteinuria ringan dan hematuria mikroskopik; sindrom nefrotik,
dengan proteinuria berat, hipoalbuminemia, edema perifer, hipertrigliseridemia, dan
hiperkoagulasi; atau sindrom nefritik, dengan hipertensi, sedimen eritrosit atau kristal
eritrosit pada sediaan sedimen urin, dan penurunan laju filtrasi glomerulus progresif
dengan peningkatan kreatinin serum dan uremia. 5 Pada kasus ini ditemukan kelainan
ginjal yang disuspek nefritis karena ditemukan proteinuria 25,00 mg/dL dan leucocyte
pada urin 25,00 Leu/µL.
g. Manifestasi Neurologis dan Psikiatrik
Keterlibatan sistem saraf pusat (SSP) terjadi pada 5-15% pasien dan terkadang
merujuk pada SLE neuropsikiatrik atau serebritis lupus. Pasien dapat memiliki
manifestasi obyektif seperti meningitis asepsis atau meningoensefalitis, kejang,
khorea, ataksia, stroke, dan mielitis transversa. Pada pasien seperti ini diagnosis dapat
didukung oleh temuan abnormal pada analisis cairan serebrospinal, seperti
peningkatan kadar protein, pleiositosis, dan/atau autoantibodi karakteristik; pada 11
CT scan atau MRI, dapat ditemukan lesi inflamasi pada substansia alba dan grisea;
atau bahkan pada biopsi leptomeningeal, dengan bukti inflamasi. Gambaran alternatif
lupus SSP adalah gangguan psikiatrik mayor, yaitu psikosis. Pada kasus ini, cairan
serebrospinal dan pencitraan menunjukkan hasil normal, dan diagnosis banding dari
penyakit psikogenik primer dan/atau reaksi obat sangat sulit untuk ditentukan.
Masalah lain adalah gangguan kognitif dan kepribadian ringan. Sakit kepala sering
ditemukan dengan intensitas yang beragam. Sakit kepala lupus yang berat dan
menyerupai migren yang hanya responsif terhadap glukokortikoid merupakan kasus
yang jarang. Neuropati kranial dan perifer dapat terjadi dan dapat menggambarkan
vaskulitis pembuluh darah kecil atau infark.1 ,5 Pada pasien ini disuspek lupus serebri
karena penurunan kesadaran.
h. Manifestasi Gastrointestinal Gejala gastrointestinal nonspesifik,
Termasuk nyeri perut difus dan mual, khas untuk pasien SLE. Peritonitis steril
dengan asites jarang namun merupakan komplikasi abdomen yang serius. Banyak
gejala gastrointestinal atas berhubungan dengan terapi,yaitu NSAID dan/atau
gastropati terkait glukokortikoid. Duodenitis dapat menimbulkan gejala. Pada kasus
jarang, vaskulitis usus dapat menimbulkan kegawatan bedah akut. Terkadang,
pankreatitis dapat merupakan gejala penyakit atau merupakan efek pengobatan.
Peningkatan enzim hati terkadang dihubungkan dengan hepatitis noninfeksi pada
SLE, yang tidak dapat dibedakan dengan hepatitis autoimun melalui gambaran
histologis. Peningkatan enzim hati juga dapat disebabkan oleh penggunaan NSAID,
azatrioprin, atau metotreksat, dan penggunaan jangka panjang glukokortikoid yang
dapat menyebabkan perlemakan hati dengan peningkatan transaminase ringan.
i. Manifestasi Hematologi
Splenomegali dan limfadenopati difus sering merupakan temuan yang sering
namun nonspesifik pada SLE aktif. Anemia merupakan temuan khas, dapat
disebabkan oleh hemolisis, dengan hasil tes Coombs positif, kadar haptoglobin
rendah, dan kadar laktat dehidrogenase tinggi, atau dengan mielosupresi. Mekanisme
tidak langsung mencakup penurunan sintesis eritropoietin dan 12 mielosupresi
uremikum pada pasien nefritis lupus. Hal ini dapat diperberat dengan perdarahan
ringan kronik dan ketidakcukupan asupan makanan. Leukopenia dan limfopenia
sangat sering terjadi namun jarang mencapai kadar kritis. Studi oleh Ng dkk
menghubungkan limfopenia dengan peningkatan risiko terjadinya infeksi pada pasien
SLE. Leukositosis dapat disebabkan oleh glukokortikoid. Trombositopenia ringan
(100000 sampai 150 000/ μl) dapat disebabkan oleh antibodi antifosfolipid.
Trombositopenia autoimun berat (kurang dari 50 000/ μl), disebabkan oleh
antibodiantiplatelet, dapat mempersulit diagnosis SLE dan awalnya mungkin
didiagnosis sebagai purpura trombositopenik idiopatik. 1,4,5 Pada kasus ini
deitemukan kelainan atau manifestasi hematologic sesuai dengan gambaran yang
sering ditemukan pada pasien SLE. Pada kasus ini, ditemukan gejala anemia dengan
nilai haemoglobin yang rendah.
j. Manifestasi Mata
Eksudat dan infarks retina (badan sitoid) relatif jarang dan merupakan temuan
nonspesifik. Konjungtivitis dan episkleritis terkadang dapat ditemukan pada penyakit
aktif. Mata kering dapat menunjukkan tumpang tindih dengan sindrom Sjögren.
Kebutaan singkat atau permanen dapat disebabkan oleh neuritis optik atau oklusi
arteri atau vena retina.
- LateLupusSyndrome Sindrom ini disebabkan oleh kerusakan organ tahap akhir
akibat SLE dan efek samping pengobatan, khususnya akibat penggunaan
glukokortikoid jangka panjang. Sindrom ini dikenali dengan penyakit
arteriosklerotik luas, atrofi kulit, osteoporosis,osteonekrosis, diabetes mellitus,
gagal ginjal kronik, insufisiensi adrenal, gangguan kognitif, depresi, dan
deconditioning. Keadaan ini dapat membatasi long-termsurvival dan kualitas hidup
pasien. 1 3.5.12 Tampilan Khusus Lupus Eritematosus Sistemik
- Lupus Eritematosus Kutis Subakut 13 Gambaran klinis lupus eritematosus kutis
subakut adalah lesi papuloskuamosa, psoriasiform, ruam anular. Lesi ini umumnya
ditemukan pada bagian tubuh yang terpajan matahari. Artritis dan serositis dapat
ditemukan dan umumnya terjadi secara episodik. Anti-Ro (SSA) dan anti-La (SSB)
sering ditemukan pada kelompok pasien dengan lupus eritematosus kutis subakut.
- Lupus Neonatus Segera setelah lahir, bayi dari ibu dengan anti-Ro (SSA) dapat
mengalami sindrom artritis, erupsi kulit fotosensitif, alopesia, serositis, sitopenia,
dan pada kasus yang jarang dapat ditemukan gangguan konduksi jantung, termasuk
blokade jantung. Sejalan dengan waktu, antibodi dari ibu akan hilang dan
digantikan oleh antibody bayi, penyakit akan menghilang, namun gangguan
konduksi mungkin akan menetap.
- Lupus Eritematosus Diinduksi Obat
Hidralazin dan prokainamid merupakan senyawa tersering yang menyebabkan
lupuseritematosus yang diinduksi obat. Senyawa ini tidak menyebabkan
peningkatan aktivitas penyakit bila diminum oleh pasien dengan SLE.
- Sindrom Antibodi Antifosfolipid Sindrom ini ditandai dengan tromboemboli vena
dan/atau arteri rekuren dan komplikasi obstetrik, umumnya retardasi pertumbuhan
intrauterus dan kematian janin. Biasanya dapat ditemukan gejala lain seperti
trombositopenia sedang, livedoreticularis, migren, dan endokarditis Libman-Sacks.
Keberadaan antibodiantifosfolipid dapat dibuktikan dengan tes ELISA untuk
antibodi antikardiolipin(ACL). 1,2,3,4,5
- OverlapSyndromes Sindrom tumpang tindih atau overlap syndromes tersering
adalah penyakit jaringan ikat campuran (Mixed connective tissue disease, atau
MCTD), SLE dengan sindrom Sjögren, SLE dengan skleroderma, SLE dengan
tiroiditis, dan SLE dengan anemia hemolitik mikroangiopati.1,3,4
- Temuan Laboratorium Uji laboratorium bertujuan untuk (1) menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis; (2)mengikuti perkembangan penyakit; dan (3)
mengidentifikasi efek samping terapi. Pemeriksaan darah rutin akan menunjukkan
bukti inflamasi sistemik, seperti anemia normositik normokrom (anemia pada
penyakit kronik) dan trombositosis. Pada SLE lebih sering ditemukan leukopenia
dan limfopenia. Pemeriksaan fungsi ginjal biasanya normal pada awal penyakit,
walaupun nefritis lupus telah terjadi, namun urinalisis dapat menunjukkan
-
- proteinuria dan hematuria mikroskopik. Sedimen eritrosit merupakan tanda
glomerulonefritis berat. Pemeriksaan fungsi hati biasanya normal. Petanda
inflamasi yang sering dipakai adalah laju endap darah(LED) dan protein reaktif C
(C-reactive protein, atau CRP). LED dapat meningkat pada penyakit berat.
Peningkatan CRP biasanya lebih ringan pada SLE dibandingpada penyakit infeksi.
1,2,3,4,5 Untuk kepentingan diagnostik, autoantibodi terpenting adalah ANA
karena tes ini positif pada > 95% pasien, biasanya pada awitan gejala. Kadar
antibodi IgG terhadap DNA untai ganda yang tinggi merupakan pemeriksaan yang
spesifik untuk SLE. Antibodi terhadap Sm juga spesifik untuk SLE dan
mengarahkan diagnosis; antibodi anti-Sm biasanya tidak berhubungan dengan
aktivitas penyakit atau manifestasi klinis. aPL tidak spesifik untuk SLE, namun
keberadaannya memenuhi salah satu kriteria dan dapat mengidentifikasi pasien
dengan risiko penggumpalan vena atau arteri, trombositopenia, dan kematian
janin. Uji autoantibodi tambahan dengan nilai prediktif (tidak digunakan untuk
diagnosis) dapat mendeteksi anti-Ro. Wanita usia produktif dengan SLE harus
menjalani pemeriksaan aPL dan anti-Ro. Kadar komplemen rendah, khususnya
C3, C4, dan CH50 (komplemen hemolitik total), penting untuk diagnosis dan
pemantauan aktivitas penyakit. Kadar C4 yang rendah dapat menggambarkan
aktivitas penyakit, namun juga 15 dapat menggambarkan defisiensi produksi
parsial, sedangkan C3 rendah menggambarkan aktivasi komplemen. Cairan
serebrospinal dapat menunjukkan pleiositosis dan peningkatan kadar protein, dan
antobodi antiribosom P dan antineutron dapat ditemukan walaupun kadar dalam
serum negatif.3,4 Biopsi tidak bermakna untuk evaluasi kulit dan ginjal. Biopsi
kulit menunjukkan gambaran deposisi kompleks imun dan produk komplemen
pada perhubungan dermis-epidermis dengan pola granular. Biopsi ginjal
menunjukkan derajat keparahan penyakit dan dapat digunakan untuk panduan
pengobatan. Pemeriksaan mikroskop imunofluoresens dan elektron penting untuk
interpretasi gambaran histopatologis ginjal yang benar. 1,2,3,4,5 Pada tes darah
rutin pasien ini ditemukan kelainan hematologi, seperti anemia normositik
normokrom (anemia pada penyakit kronik). Petanda inflamasi yang sering dipakai
yaitu laju endap darah(LED) yang biasanya meningkat pada penyakit berat juga
ditemukan meningkat pada pasien ini. Autoantibodi yang terpenting untuk
diagnosis SLE yaitu antinuclear antibody juga adalah positif pada pasien ini

.
7. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi : inspeksi kulit dilakukan untuk menemukan ruam eritematous. Plak
eritematous pada kulit dengan skuama yang melekat dapat terlihat pada kulit
kepala, muka atau leher. Inspeksi kulit kepala dilakukan untuk menemukan gejala
alopesia, dan inspeksi mulut serta tenggorok untuk ulserasi yang mencerminkan
gangguan gastrointestinal. Selain itu juga untuk melihat pembengkakan sendi.
 Auskultasi : dilakukan pada kardiovaskuler untuk mendengar friction rub
perikardium yang dapat menyertai miokarditis dan efusi pleura. Efusi pleura serta
infiltrasi mencerminkan insufisiensi respiratorius dan diperlihatkan oleh suara paru
yang abnormal.
 Palpasi : dilakukan palpasi untuk mengetahui adanya nyeri tekan, dan sendi yang
terasa hangat.

8. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan lab :
a. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi antinuklear, yang terdapat
pada hampir semua penderita lupus. Tetapi antibodi ini juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear, harus dilakukan
juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi
dari kedua antibodi ini hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita
lupus memiliki antibodi ini. Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk menemukan antibodi
lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk memperkirakan aktivitas dan lamanya
penyakit.
b. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein.
 Radiology :
- Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis.

8. Diagnosis/kriteria diagnosis
Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1982, diagnosis SLE
dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai empat kriteria atau lebih dari 11 kriteria,
yaitu:
Kriteria Batasan
Ruam malar Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
malar dan cenderung tidak melibatkan lipat nasilabial
Ruam discoid Plak eritema menonjol dengan kerato• k dan sumbatan
folikular. Pada SLE lanjut dapat ditemukan parut atrofik
Fotosensitivitas Ruam kulit yang diakibatkan reaksi abnormal terhadap
sinar matahari, baik dari anamnesis pasien atau yang
dilihat oleh dokter pemeriksa
Ulkus mulut Ulkus mulut atau orofaring, umumnta tidak terasa nyeri
dan dapat terlihat oleh pemeriksa
Artritis Atritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
perifer, ditandai oleh nyeri tekan, bengkak atau efusia
Serosis
- Pleuritis a. riwayat penyakit pleuritik berdasarkan anamnesa atau
- perikarditis terdapat efusi pleura
b. dapat dilihat pada rekaman EKG atau pericardial
friction rub atau terdapat efusi pleura
Gangguan renal a. Proteinuria menetap >0,5 gram/hari atau >3+ bila tidak
dilakukan pemeriksaan kuantitatif
b. Silinder seluler: dapat berupa silinder eritrosit,
hemoglobin, granular, tubular, atau campuran
Gangguan neurologi a. Kejang yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis,
atau ketidakseimbangan elektrolit)
b. Psikosis yang bukan disebabkan oleh obat-obatan atau
gangguan metabolik (misalnya uremia, ketoasidosis,
atau ketidakseimbangan elektrolit)
Gangguan hematologik a. Anemia hemolitik dengan retikulus
b. Lekopenia <4000/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih, atau
c. Limfopenia <1500/mm3 pada dua kali pemeriksaan
atau lebih, atau
d. Trombositopenia <100.000/mm3 tanpa disebabkan
obat-obatan
Gangguan imunologik a. Anti-DNA: antibodi terhadap native DNA dengan titer
yang abnormal, atau
b. Anti-Sm: terdapatnya antibodi terhadap antigen
nukluear Sm, atau
c. Temuan positif terhadap antibodi antifosfolipid yang
didasarkan atas:
- Kadar serum antibodi antikordiolipin abnormal baik
IgG atau IgM
- Tes lupus antikoagulan positif menggunakan
metode standar, atau
- Hasil tes serologi positif palsu terhadap sifilis
sekurang-kurangnyaselama6bulandan
dikonfirmasi dengan test imobilisasi Treponema
pallidum atau tes fluoresensi absropsi antibodi
treponema
Antibodi antinuklear Titer abnormal dari antibodi antinuklear berdasarkan
positif (ANA) pemeriksaan imunofluoresensi atau pemeriksaan setingkat
pada kurun waktu perjalanan penyakit tanpa keterlibatan
obat yang diketahui berhubungan dnegan sindrom lupus
yang diinduksi obat

9. Therapy/tindakan penanganan
Pilar pengobatan yang untuk penderita SLE sebaiknya dilakukan secara
berkesinambungan. Pilar pengobatan yang bisa dilakukan:
a. Edukasi dan konseling
Pasien dan keluarga penderita SLE memerlukan informasi yang benar dan
dukungan dari seluruh keluarga dan lingkungannya. Pasien memerlukan informasi
tentang aktivitas fisik, mengurangi atau mencegah kekambuhan misalnya dengan
cara melindungi kulit dari sinar matahari dengan menggunakan tabir surya atau
pakaian yang melindungi kulit, serta melakukan latihan secara teratur. Pasien juga
memerlukan informasi tentang pengaturan diet agar tidak mengalami kelebihan
berat badan, osteoporosis, atau dislipidemia. Informasi yang bisa diperlukan
kepada pasein adalah:
- Penjelasan tentang penyakit lupus dan penyebabnya
- Tipe dari penyakit SLE dan karakteristik dari tipe-tipe penyalit SLE
- Masalah terkait dengan fisik, kegunaan istirahta latihan terutama yang terkait
dengan pengobatan steroid seperti osteoporosis, kebutuhan istirahat,
pemakaian alat bantu, pengaturan diet, serta cara mengatasi infeksi
- Masalah psikologis yaitucara pemahaman diri pasien SLE, mengatasi rasa
leleah, stres, emosional, trauma psikis, masalah terkait dengan hubungan
dengan keluarga, serta cara mengatasi nyeri.
- Pemakaian obat mencakup jenis obat, dosis, lama pemberian, dan yang
lainnya. Kebutuahn pemberian vitamin dan mineral.
- Kelompok pendukung bagi penderita SLE
Edukasi juga perlu diberikan untuk mengurangi stigma psikologis akibat adanya
anggota keluarga yang menderita SLE
b. Program rehabilitasi
Pasien SLE memerlukan berbagai latihan untuk mempertahankan kestabilan sendi
karena jika pasien SLE diberikan dalam kondisi immobilitas selama lebih dari 2
minggu dapat mengakibatkan penurunan massa otot hingga 30%. Tujuan, indikasi,
dan teknis pelaksanaan program rehabilirasi melibatkan beberapa hal, yaitu:
- Istirahat
- Terapi fisik
- Terapi dengan modalitas
- Ortotik, dan yang lainnya.
c. Pengobatan medikamentosa
Jenis obat yang dapat digunakan pada pasein SLE adalah:
- OAINS
- Kortikosteroid
- Klorokuin
- Hidroksiklorokuin (saat ini belum tersedia di Indonesia)
- Azatioprin
- Siklofosfamid
- Metotreksat
- Siklosporin A
- Mikofenolat mofetil
Jenis obat yang paling umum digunakan adalah kortikosteroid yang dipakai
sebagai antiinflamasi dan imunosupresi. Namun, penggunaan kortikosteroid
menimbulkan efek samping. Cara mengurangi efek samping dari penggunaan
kortikosteroid adalah dengan mengurangi dosis obatnya segera setelah penyakit
terkontrol. Penurunan dosis harus dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari
aktivitas penyakit muncul kembali dan terjadinya defisiensi kortikol yang muncul
akibat penekanan aksis hipotalamus-pituitari-adrenal kronis. Penurunan dosis
yang dilakuakn secara bertahap akan memberikan pemulihan terhadap fungsi
adrenal. Penggunaan sparing agen kortikosteroid dapat diberikan untuk
memudahkan menurunkan dosis kaortokosteroid dan mengobtrol penyakit
dasarnya. Obat yang sering digunakan sebagai sparing agen kortokosteroid adalah
azatioprin, mikofenolat mofenil, siklofosfamid, danmetotrexate.
10. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen Keperawatan
Asuhan keperawatan didasarkan pada pengelolaan rasa sakit dan peradangan,
mengatasi gejala, dan mencegah komplikasi. Pengobatan rasa sakit dan peradangan
pada SLE ringan umumnya dicapai dengan nonsteroidal obat anti inflamasi (NSAID).
Obat antimalaria juga digunakan dalam SLE ringan untuk mengontrol gejala radang
sendi, ruam kulit, sariawan, demam, dan kelelahan. Perawat perlu memberitahu orang
tua yang kadang-kadang memakan waktu lama sebelum terapi efek obat antimalaria
yang jelas.
Perawatan SLE membutuhkan penambahan kortikosteroid. Kortikosteroid diberikan
kepada anak ketika anak tidak merespon NSAID atau obat antimalaria. Kortikosteroid
sangat efektif dalam mengurangi peradangan dan gejala, meskipun mereka juga
memiliki efek samping yang serius dari imunosupresi. Selama periode eksaserbasi,
kortikosteroid dapat dimulai dalam dosis tinggi. Setelah gejala di bawah kontrol,
dosisnya adalah meruncing ke terendah tingkat terapeutik. Hal ini penting untuk
memberitahu orang tua bahwa steroid harus perlahan meruncing ketika saatnya untuk
menghentikan obat.
Jenis obat yang paling ampuh yang digunakan untuk mengobati SLE parah termasuk
agen imunosupresif. obat-obat ini digunakan ketika penyakitnya sudah mencapai
keadaan yang serius di mana tanda-tanda parah dan gejala yang hadir. Agen
Imunosupresif juga dapat ditentukan jika ada kebutuhan untuk menghindari
kortikosteroid. Keputusan untuk menggunakan immunosuppressives membutuhkan
pertimbangan serius karena efek samping signifikan, terutama yang berkaitan dengan
imunosupresi umum. Contoh agen imunosupresif digunakan dalam pengobatan SLE
termasuk azathioprine (Imuran), siklofosfamid (Cytoxan), dan methotrexate
(Rheumatrex). Setiap obat memiliki risiko yang unik dan serius seperti depresi
sumsum tulang dan hepatotoksisitas. Perawat harus memperkuat informasi tentang
aksi obat sebagai serta efek samping dengan orangtua sebelum pemberian obat ini
Selain obat-obatan , asuhan keperawatan juga berfokus pada perawatan paliatif dan
memberikan dukungan psikososial . Sekarang penting bahwa mempertahankan gizi
anak yang baik , istirahat dan berolahraga , menghindari matahari , dan mendorong
ekspresi perasaan tentang kondisi tersebut. Meskipun tidak ada yang spesifik, Diet
untuk SLE adalah diet rendah garam.
Istirahat dan latihan termasuk periode di mana anak aktif selama remisi dan
beristirahat selama eksaserbasi . Penghindaran dari paparan sinar matahari ditekankan
karena fotosensitif ruam yang terjadi dengan SLE . Penggunaan tabir surya kegiatan
di luar ruangan yang penting , dan perencanaan di bawah naungan atau tinggal di
dalam rumah mungkin diperlukan . Karena kondisi ini mungkin terjadi kesulitan bagi
anak dan keluarga untuk mengatasi dan mengerti, mendorong ekspresi perasaan atau
bergabung dengan kelompok pendukung didorong . orangtua harus memberitahu
guru, pelatih , dan orang lain tentang anak mereka kondisi sehingga mereka dapat
membantu memantau anak dan memperoleh pengobatan yang diperlukan jika
diperlukan . Merupakan perawat tanggung jawab untuk membantu anak dan keluarga
mengidentifikasi kemungkinan pemicu , seperti sinar matahari dan stres emosional,
dan membantu keluarga untuk menemukan cara untuk menghindarinya. (Ward, Susan
L and Hisley, Shelton M. 2009)
Paparan sinar Matahari
Paparan sinar ultraviolet (UV) dapat menyebabkan eksaserbasi ruam lupus dan juga
gejala-gejala sistemik seperti nyeri sendi dan kelelahan. Ada laporan bahwa pasien
yang secara teratur menggunakan tabir surya (SPF 15 atau lebih) telah secara
signifikan lebih rendah keterlibatan ginjal, trombositopenia dan rawat inap, dan
membutuhkan treatment siklofosfamid yang menurun. Semua anak dengan SLE harus
disarankan untuk memakai tabir surya setiap hari untuk semua kulit yang terbuka
(termasuk telinga), tidak hanya pada hari-hari cerah karena awan tidak
menghilangkan paparan sinar UV (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Diit dan Latihan
Tidak ada persyaratan khusus diet tetapi karena kortikosteroid- diinduksi berat badan,
makanan tinggi kalori dan garam harus dihindari. Latihan harus didorong. Cukup
banyak anak berpartisipasi di sekolah penuh waktu, kecuali selama periode penyakit
aktif berat. Kegagalan untuk menghadiri sekolah harus diwaspadai tim kesehatan
untuk kemungkinan masalah psikososial. Komunikasi dengan guru sekolah
diserahkan kepada kebijaksanaan keluarga, dengan keterlibatan tim klinis jika diminta
(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Fatique dan Tidur
Kelelahan adalah salah satu gejala yang paling umum. Hal ini biasanya akan membaik
sebagaimana perbaikan penyakit. Beberapa orang tua merasa sulit selama ini untuk
memungkinkan anak-anak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan. Terapis
okupasi dan fisik dapat sangat membantu dalam membantu untuk mengembangkan
kegiatan yang lebih baik dan perilaku tidur. Beberapa pola tidur anak-anak bisa
berubah pada awal SLE. Hal ini biasanya berhubungan dengan kortikosteroid.
Beberapa anak menjadi hiperaktif dan murung, dan mengalami kesulitan tidur. Hal ini
dapat ditingkatkan dengan mengambil dosis kortikosteroid sore hari lebih awal.
Beberapa anak pada kortikosteroid dosis tinggi perlu buang air kecil beberapa kali di
malam hari dan bisa sulit untuk jatuh kembali untuk tidur. Keterkaitan dosis dan
kortikosteroid sekali memunculkan sedikit masalah (Malleson, Pete; Tekano, Jenny.
2007).
Dampak SLE untuk anak dan Keluarga
Ketika diagnosis ditegakkan, kemampuan sumber daya keluarga dan dukungan sangat
diperlukan. Pendidikan sering merupakan langkah pertama dalam membantu keluarga
merasa bahwa mereka memiliki kontrol. Hal ini penting untuk diingat untuk tidak
terlalu membebani keluarga pada beberapa kunjungan pertama setelah diagnosis.
Perawat dapat memainkan peran kunci dalam membantu mereka dengan belajar
tentang penyakit dengan sering telepon tindak lanjut dan kunjungan. Informasi tertulis
dan review dari penyakit dan efek samping pengobatan yang sering
diperlukan(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Remaja sering memberikan tantangan yang unik karena mereka dapat menggunakan
penyangkalan sebagai mekanisme koping. Hal ini tidak selalu mekanisme buruk,
tetapi bisa membuat frustasi bagi anggota keluarga. Sbagian besar anak mampu
bersekolah penuh waktu. Banyak yang memilih untuk tidak memberitahu teman-
teman atau guru tentang penyakit mereka. Seringkali remaja akan melanjutkan semua
kegiatan mereka sebelumnya karena mereka tidak ingin berbeda dari yang
lain(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
Seringkali kronisitas SLE tidak sepenuhnya dipahami oleh keluarga atau anak hingga
memasuki tahun kedua atau ketiga setelah diagnosis. Saat ini, meskipun penyakit ini
mungkin terkontrol baik dengan obat dan hanya sedikit obat yang diperlukan,
dukungan dan pendidikan yang lebih lanjut diperlukan. Ketidakpastian SLE, di mana
seorang anak dapat berjalan dengan baik selama beberapa tahun dan kemudian
memiliki flare dari penyakit mereka, sangat menegangkan. Hal ini kembali
memperkuat kronisitas SLE dan keluarga mungkin memiliki waktu yang lebih sulit
menghadapi flare penyakit daripada di diagnosis asli. Sebuah hubungan saling
percaya dengan tim perawatan medis sangat penting dengan komunikasi terbuka dan
jujur dengan baik anak dan orang tua(Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007). Anak-
anak dengan SLE dan keluarga mereka memerlukan tim kesehatan profesional untuk
membantu mereka melalui sampai dewasa. Sebagai anak-anak bertambah tua adalah
penting bahwa tim kesehatan mendorong keluarga untuk memberikan peningkatan
kontrol manajemen penyakit pada anak. Ini transisi dari manajemen penyakit dari
orang tua kepada anak dapat dibantu dengan memiliki transisi yang klinik remaja
spesifik dijalankan bersama oleh anak dewasa dan dokter. Ketidakpastian lupus
dengan flare dan remisi berarti bahwa pemantauan ketat akan selalu dibutuhkan,
tetapi banyak anak beradaptasi dengan tantangan ini dan tidak membiarkan Penyakit
mereka mengganggu berlebihan dengan kehidupan mereka. Hal ini dapat sangat
diperlukan penghargaan untuk mmembantu tumbuh menjadi orang-orang dewasa
yang sehat sukses (Malleson, Pete; Tekano, Jenny. 2007).
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian :
Data subyektif :
- Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang menyerupai
bentuk kupu-kupu.
- Pasien mengeluh rambut rontok.
- Pasien mengeluh lemas
- Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
- Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
- Pasien mengeluh nyeri
Data obyektif :
- Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai bentuk kupu-kupu.
- Nyeri tekan pada sendi.
- Rambut pasien terlihat rontok.
- Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
- Pembengkakan pada sendi.
- Pemeriksaan darah menunjukkan adanya antibodi antinuclear.

2. Masalah Keperawatan
- Nyeri akut
- Fatigue
- Risiko infeksi
- Gangguan citra tubuh
- Risiko injuri
- Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnose NOC NIC
Nyeri akut Pain control Pain management
Factor yang berhubungan: Indicator Aktivitas
Agen injuri fisik - Mengenali onset nyeri - Melakukan pengkajian
- Menjelaskan factor nyeri termasuk lokasi,
penyebab karateristik, onset/durasi,
- Melaporkan perubahan nyeri frekuensi, kualitas atau
- Melaporkan gejala yang keparahan nyeri, dan
tidak terkontrol factor pencetus nyeri
- Menggunakan sumber daya - Observasi tanda nonverbal
yang tersedia untuk dari ketidaknyamanan,
mengurangi nyeri terutama pada pasien yang
- Mengenali gejala nyeri yang tidak bisa berkomunikasi
berhubungan dengan secara efektif
penyakit - Gunakan strategi
- Melaporkan nyeri terkontrol komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalama nyeri pasien
dan respon pasien terhadap
nyeri
- Kaji pengetahuan dan
kepercayaan pasien
tentang nyeri
- Tentukan dampak dari
nyeri terhadap kualitas
hidup (tidur, selera makan,
aktivitas, dll)
- Evaluasi keefektifan
manajemen nyeri yang
pernah diberikan
sebelumnya
- Control factor lingkungan
yang dapat mempengaruhi
ketidaknyamanan pasien
- Kolaborasi dengan pasien,
anggota keluarga, dan
tenaga kesehatan lain
untuk implementasi
manajemen nyeri
nonfarmakologi
- Dukung pasien untuk
menggunakan pengobatan
nyeri yang adekuat
Fatigue Fatigue level Energy Management
Karakteristik : Indicator Aktivitas:
Factor yang berhubungan : - Kelelahan - Kaji status fisik pasien
anemia - Kualitas tidur untuk kelelahan dengan
- Kualitas istirahat memperhatikan umur dan
- Hematocrit perkembangan
- Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan
tentang keterbatasan
- Gunakan instrument yang
valid untuk mengukur
kelelahan
- Tentukan aktivitas yang
boleh dilakukan dan
seberapa berat aktivitasnya
- Monitor asupan nutrisi
untuk mendukung sumber
energy yang adekuat
- Konsultasi dengan ahli gizi
tentang peningkatan asupan
energy
- Bantu pasien untuk
beristirahat sesuai jadwal
- Dorong pasien untuk tidur
siang
- Bantu pasien melakukan
aktivitas fisik reguler
Risiko infeksi Infection severity Infection Control
Factor risiko : Indicator : Aktivitas:
Imunosupresi - Demam - Pertahankan teknik isolasi
- Nyeri jika diperlukan
- Limpadenopati - Batasi jumlah pengunjung
- Penurunan jumlah sel darah - Ajarkan kepada tenaga
Putih kesehatan untuk
Risk control meningkatkan cuci tangan
- Ajarkan pasien dan
pengunjung untuk cuci
tangan
- Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan
perawatan kepada pasien
- Lakukan perawatan aseptic
pada IV line
- Tingkatkan asupan nutrisi
yang adekuat
- Dorong pasien untuk
istirahat
- Ajarkan pada pasien dan
keluarga cara untuk
mencegah infeksi
Gangguan citra tubuh Body image Body image enhancement
Karakteristik: Indicator: Aktivitas:
- Perilaku menghindari - Gambaran internal diri - Tentukan harapan pasien
salah satu bagian tubuh - Keserasian anatara realitas tentang citra tubuhnya
- Respon nonverbal tubuh, ideal tubuh, dan berdasarkan tingkat
terhadap perubahan pada penampilan tubuh perkembangan
tubuh - Kepuasan terhadap - Bantu pasien
penampilan tubuh mendiskusikan penyebab
- Perilaku menggunakan penyakit dan penyebab
strategi untuk meningkatkan terjadinya perubahan pada
fungsi tubuh tubuh
- Bantu pasien menetapkan
batasan perubahan actual
pada tubuhnya
- Gunakan anticipatori
guidance untuk
menyiapkan pasien untuk
perubahan yang dapat
diprediksi pada tubuhnya
- Bantu pasien menentukan
pengaruh dari kelompok
sebaya dalam
mempresentasikan citra
tubuh
- Bantu pasien
mendiskusikan perubahan
yang disebabkan karena
masa pubertas
- Identifikasi kelompok
dukungan unutk pasien
- Monitor frekuensi
pernyataan pasien tentang
kritik terhadap dirinya
- Gunakan latihan pengakuan
diri dengan kelompok
sebaya
Risiko Injuri Risk control Risk identification
Factor Risiko: Indicator: Aktivitas:

24
Disfungsi autoimun - Mencari informasi tentang - Review riwayat kesehatan
risiko pada kesehatannya pasien
- Identifikasi factor risiko - Review data yang berasal
- Mengakuir factor risiko dari pengkajian risiko
personal - Tentukan sumber daya
- Monitor factor risiko yang tersedia seperti
lingkungan tingkat pendidikan,
- Melakukan strategi untuk psikologis, finansial, dan
control risiko dukungan keluarga
- Identifikasi sumber-sumber
ynag dapat meningkatkan
risiko
- Identifikasi factor risiko
biologis, lingkungan, dan
perilaku serta hubungan
antara factor risiko
- Tentukan rencana untuk
mengurangi risiko
- Diskusikan dan rencanakan
aktivitas mengurangi risiko
dengan berkolaborasi
dengan pasein dan keluarga
- Implementasikan rencana
aktivitas mengurangi risiko

Ketidakseimbangan NOC: Kaji adanya alergi makanan

nutrisi kurang dari a. Nutritional status: Adequacy Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan tubuh of nutrient untuk menentukan jumlah
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : food and kalori dan nutrisi yang
Ketidakmampuan untuk Fluid Intake dibutuhkan pasien

memasukkan atau c. Weight Control Yakinkan diet yang dimakan
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat
karena faktor biologis, keperawatan selama….nutrisi untuk mencegah konstipasi

psikologis atau ekonomi. kurang teratasi dengan Ajarkan pasien bagaimana
DS: indikator: membuat catatan makanan

- Nyeri abdomen Albumin serum harian.


- Muntah Pre albumin serum Monitor adanya penurunan

- Kejang perut Hematokrit BB dan gula darah


- Rasa penuh tiba-tiba Hemoglobin Monitor lingkungan selama

setelah makan Total iron binding capacity makan
 
DO: Jumlah limfosit Jadwalkan pengobatan dan
- Diare tindakan tidak selama jam
- Rontok rambut yang makan

Monitor turgor
berlebih kulit

- Kurang nafsu makan Monitor kekeringan, rambut
- Bising usus berlebih kusam, total protein, Hb dan
- Konjungtiva pucat kadar Ht

- Denyut nadi lemah Monitor mual dan muntah

Monitor pucat, kemerahan,


dan kekeringan jaringan
konjungtiva

Monitor intake nuntrisi

Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat
nutrisi

Kolaborasi
dengan dokter
tentang kebutuhan suplemen
makanan seperti NGT/ TPN
sehingga intake cairan yang
adekuat dapat
dipertahankan

Atur posisi semi fowler atau


fowler tinggi selama makan

Kelola pemberan anti
emetik:.....

Anjurkan banyak
minum

Pertahankan terapi IV line
27
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek G.M., Howard B.K, Dochterman J.M. (2008). Nursing Interventions Classifivation
(NIC) fifth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Burn, Catherine E, et all. (2004). Pediatric Primary Care : A Handbook for Nurse
Practitioner. USA : Saunders

Herdman, T. Heather. (2012).


Classification 2012-2014. UK: Wiley‐Blacwell, A John Wiley & Sons Ltd
NANDA International Nursing Diagnoses: Definitions &

Kasjmir,Yoga dkk. (2011). Rekomendasi Perhimpunan Reumatologi Indonesia Untuk


Diagnosis dan Pengelolaan Lupus Eritematosus Sistemik. Perhimpunan
Reumatologi Indonesia

King, Jennifer K; Hahn, Bevra H. (2007). Systemic lupus erythematosus: modern strategies
for management – a moving target. Best Practice & Research Clinical
Rheumatology Vol. 21, No. 6, pp. 971–987, 2007 doi:10.1016/j.berh.2007.09.002
available online at http://www.sciencedirect.com

Malleson, Pete; Tekano, Jenny. (2007). Diagnosis And Management Of Systemic Lupus
Erythematosus In Children. Paediatrics And Child Health 18:2. Published By
Elsevier Ltd. Symposium: Bone & Connective Tissue.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, ML., Swansosn, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) Fourth edition. St. Louis: Mosby Elseiver.

Sutarna, Agus, dkk. (2008). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong (Wong’s Essentials of
Pediatric Nursing). ED.6. Jakarta: EGC

Ward, Susan L and Hisley, Shelton M. (2009). Maternal-child nursing care: optimizing
outcomes for mothers, children, and Families. United States of America : F.A.
Davis Company

28

Anda mungkin juga menyukai