Anda di halaman 1dari 18

Laporan Pendahuluan Dan Konsep Asuhan Keperawatan Pada

Gangguan Sistem Imun Dengan Kasus

Sle (Sistemik Lupus Erimatosus)

Oleh :

Nama : I Kadek Edy Gunawan

Nim : 20121110004

Prodi S1 Keperawatan

Semester IV

Stikes Advaita Medika Tabanan

Tahun Ajaran 2022/2023


I KONSEP TEORI
A. Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem   imun   dan   
produksi    autoantibodi    yang    berlebihan.
Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan
antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di
tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ
tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung,
paru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi,
semakin berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu
lama fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan
cuci darah. (Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau dikenal penyakit lupus adalah suatu
penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan biasa menyerang
berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam tubuh manusia.

B. Etiologi
System kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya, sistem pertahanan
tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel
tubuhnya sendiri. Antibodi ini menyerang sel darah, organ dan jaringan tubuh
sehingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari lupus tidak diketahui tetapi di
duga melibatkan faktor lingkungan dan keturunan, beberapa faktor lingkungan yang
dapat memicu timbulnya lupus :
a. Infeksi
b. Antibiotik (terutama golongan sulfa dan penisilin)
c. Sinar ultraviolet
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan tertentu
f. Hormone
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tapi gen penyebabnya
tidak diketahui. Penemuan terakhir menyebutkan tentang gen dari kromosom 1.
Prognosa 10% dari penderita yang memiliki kerabat (orang tua maupun saudara
kandung) yang telah maupun akan menderita lupus. Prognosa hanya sekitar 5%
anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa di derita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapa saja. Baik pada pria maupun wanita,
meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita, faktor hormonal mungkin
bisa menjelaskan bagaimana lupus lebih sering menyerang wanita. Meningkatnya
gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/ atau sebelum masa
kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon(terutama estrogen) mungkin
berperan dalam timbulnya penyakit ini, namun penyebab yang pasti dari lebih
tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-menstruasi, masih belum
diketahui.

C. Klasifikasi
Penyakit lupus dapat di klasifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
Discoid lupus, systemic lupus erythematosus, dan lupus yang di induksi oleh obat:
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan di tandai oleh batas eritma yang
meninggi, skuama, sumbatan polikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di
kulit kepala, telinga, wajah, lengan, punggung dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multi sistem yang di sebabkan
oleh faktor dan di karakteristisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
merupakan peningkatan sistem imun dan produksi auto antibodi yang
berlebihan. Terbentuknya auto antibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
rebonukleoprotein intra seluler, sel-sel darah, dan pospolifit dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktifan komplemen.
3. Lupus Yang Di Induksi Oleh Obat
Lupus yang di sebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilasi
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakomulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan
obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini direspon sebagai benda asing
oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi anti nuklear (ANA)
untuk menyerang benda asing tersebut.

D. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus lebih besar di bandingkan dengan pada
penyakit lain. Antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui)
menentukan gejala apa yang akan berkembang. Makanya berat ringan penyakit ini
bervariasi pada setiap penderita, perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala di tandai oleh masa bebas
gejala( remisi) dan masa kekambuhan (eksaser basi). Pada mulanya lupus hanya
menyerang 1 organ, namun lama kelamaan akan melibatkan organ lainnya.
1. Tanda Gejala Pada Otot Dan Kerangka Tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
menderita atritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul
dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri daerah tersebut.
2. Tanda Gejala Pada Kulit
Hampir 50 % penderita di temukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin buruk jika terkena sinar
matahari. Ruam yang lebih besar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar
oleh sinar matahari.
3. Tanda Gejala Pada Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal, tetapi hanya 50% yang menderita nepritis lupus (peradangan ginjal
yang menetap). Bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani
dialisa atau pencangkokan ginjal.
4. Tanda Gejala Pada Sistem Saraf
Kelainan saraf di temukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering di
temukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan, tetapi kelainan bisa
terjadi pada bagian apapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf.
Kejang, psikosa, sindrom otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa
kelainan sistem saraf yang bisa terjadi
5. Tanda Gejala Pada Darah
Kelainan darah dapat ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan stroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tumbuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Kebanyakan terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Tanda Gejala Pada Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti prikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Dari keadaan tersebut menimbulkan nyeri dada dan aritmia.
7. Tanda Gejala Pada Paru-paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (peradangan selaput paru) dan efusi pleura
(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibatnya sering timbul
nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala Dari Penyakit Lupus


 Demam
 Lelah
 Merasa tidak enak badan
 Penurunan berat badan
 Ruam kulit
 Ruam kupu-kupu
 Ruam kulit yang di perburuk oleh sinar matahari
 Sensitif terhadap sinar matahari
 Pembengkakan dan nyeri persendian
 Pembengkakan kelenjar
 Nyeri otot
 Mual dan muntah
 Nyeri dada pleuritik
 Kejang
 Psikosa.

Gejala Lain Yang Mungkin Di Temukan


 Hematuria (air kemih mengandung darah)
 Batuk darah
 Mimisan
 Gangguan menelan
 Bercak kulit
 Bintik merah di kulit
 Perubahan warna jari tangan bila di tekan
 Mati rasa dan kesemutan
 Luka di mulut
 Kerontokkan rambut
 Nyeri perut
 Gangguan penglihatan

E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofisiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau
beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya muncullah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi
serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk di
dalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon. Kebanyakan di antaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel. Antibodi ini
secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibodi). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemrosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun.
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks
imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis
pada individu yang resisten.
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Imunologi
Tes imunologi awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE
adalah tes ANA generik (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%,
akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang
mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya 8 infeksi kronis
(tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease
(MCTD), atritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang
normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis
dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan
datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes
ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan
gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibodi terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-
dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan
dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada
pasien yang bukan SLE.
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang
diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya
SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15%-30% pasien SLE, tes ini jarang
dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesi ik
untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang
tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Rekomendasi:
1) Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
2) Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
3) Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
menyingkirkan diagnosis SLE.
b. Pemeriksaan Darah Lengkap
Pemeriksaan DL bertujuan untuk melihat kadar hemoglobin, trombosit, serta
leukosit dalam darah. Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan hasil sebagai berikut:
1) Anemia hemolitik
2) Leukosit <4.000/mm3
3) Limfosit <1.500/mm3
4) Trombosit <100.000/mm3
c. Pemeriksaan Urine Lengkap
Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan UL menunjukkan hasil
sebagai berikut:
1) Proteinuria> 0,5 gr/24 jam
2) Hematuria
G. Penatalaksanaan Medis
a. Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan
dipakaibersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.             
2. Obat anti malaria untuk gejala kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE.
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hari, jika
membaik dilakukan tapering off).
5. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
7. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.
b. Keperawatan
1. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
2. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan.
Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus
terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof
sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan
timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (Lupus bisa menyerang pria maupun wanita,
namun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita), umur (Lupus bisa
menyerang usia berapa pun, meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan/ antara usia 15-40 tahun), alamat
(cahaya matahari, luka bakar termal), agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan (untuk mengetahui penularan melalui cairan tubuh atau cairan
vagina), pendidikan (Tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi terhadap
penggunaan terapi komplementer bagi penderita yang memiliki pendidikan
tinggi maka terapi komplementer dianggap sebagai pelengkap terapi medis
bahkan ada penderita yang tidak mau menggunakan terapi komplementer
sebagai terapi yang didapat menyembuhkan atau mengganti terapi medis),
pekerjaan (lebih berisiko pada pekerjaan yang banyak terkena cahaya matahari,
luka bakar termal), ras, suku/bangsa(Lupus biasanya terdapat pada RAS Afrika,
Hispanics dan Asia), no. register, tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke
fasilitas kesehatan serta harapan  pasien.

b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya klien yang mempunyai penyakit SLE ini mengeluh mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh mudah lelah, nyeri dan kaku, tetapi respon tiap
orang berbeda terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-
masing.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan
didapatkan adanya keluhan mudah lelah, nyeri, kaku, anoreksia dan
penurunan berat badan secara signifikan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini
dicurigai berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, kurang lebih 5-12%
lebih besar dibanding orang normal.

c. Riwayat Bio-Psiko-Sosial
a) Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak sadar akan penyakitnya, meski gejala demam dirasakan
klien menganggap hanya demam biasa.
b) Nutrisi – Metabolik
Biasanya, penderita SLE akan banyak kehilangan berat badan karena kurang
nafsu makan serta mual muntah yang dirasakan.
c) Eliminasi
Secara klinis, biasanya penderita SLE akan mengalami diare.
d) Aktivitas – Latihan.
Penderita SLE biasanya mengeluhkan kelelahan serta nyeri pada bagian
sendinya, sehingga pola aktivitas – latihan klien terganggu.
e) Istirahat – Tidur
Klien dapat mengalami gangguan dalam tidur karena nyeri sendi yang
dirasakannya.
f) Kognitif – Persepsi
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila terdapat
lesi pada jari – jari tangannya. Pada sistem neurologis, penderita dapat
mengalami depresi dan psikologis.
g) Konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversible yang menimbulkan bekas
dan warna yang buruk pada kulit, penderita SLE akan merasa terganggu dan
malu.
h) Peran – Hubungan
Penderita SLE tidak mampu melakukan pekerjaan seperti biasanya selama
sakit, namun masih dapat berkomunikasi.
i) Seksual – Reproduksi
Biasanya, penderita SLE tidak mengalami gangguan dalam aktivitas seksual
dan reproduksi.
j) Koping – Stress
Biasanya penderita mengalami depresi dengan penyakitnya dan juga stress
karena nyeri yang dirasakan. Untuk menghadapi penyakitnya, klien butuh
dukungan dari keluarga serta lingkungannya demi kesembuhan klien.
k) Nilai – Kepercayaan
Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas
karena nyeri yang dirasakan.

d. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Biasanya pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh
kembali.
b) Muka
Biasanya pada penderita SLE terdapat ruam kupu-kupu pada muka.
c) Telinga
Biasanya pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
d) Mulut
Biasanya pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi di mukosa mulut.
e) Leher
Biasanya penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intoleran glukosa.
f) Paru – paru
Biasanya penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis. Biasanya penderita SLE sering timbul nyeri dada dan
sesak nafas.
g) Jantung
Biasanya penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
h) Gastrointestinal
Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegali / pembesaran hepar, nyeri
pada perut.
i) Ekstremitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan
jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
j) Sistem Integumen
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang
bersifat irreversibel. Biasanya pada penderita SLE dapat ditemukan bercak di
kulit dan bintik merah di kulit
k) Muskuloskeletal
Biasanya penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan
joint swelling.
l) Sensori
Biasanya pada penderita SLE dapat mengalami konjungtivitis, photophobia.
m)Neurologis
Biasanya pada penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembengkakan
sensi
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
5) Gangguan integritas Kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.

3. Intervensi Keperawatan

No. Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan Rasional


DX Hasil
1. Berikan tindakan 1. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
1 Tujuan : nyaman, 2. Untuk mengurangi rasa nyeri
misalnya pijatan klien.
Setelah dilakukan punggung, 3. Untuk membantu meringankan
ciptakan kecemasan klien
tindakan keperawatan
lingkungan yang 4. Untuk meningkatkan kesehatan
selama ...x24 jam tenang. tubuh.
2. Ajarkan teknik 5. Untuk mengetahui keadaan
diharapkan nyeri bisa relaksasi, umum klien
teratasi. distraksi. 6. Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Kontrol klien
lingkungan yang
Kriteria Hasil:
dapat
1. Klien tampak mempengaruhi
rileks. nyeri seperti
2. Klien mampu suhu,
tidur/istirahat pencahayaan dan
dengan tenang. kebisingan.
3. Klien tidak 4. Anjurkan untuk
gelisah, tidak meningkatkan
merintih istirahat.
5. Monitor tanda-
tanda vital
6. Kolaborasi
pemberian obat
nyeri.

1. Observasi BB 1. Untuk mengetahui


2 Setelah dilakukan setiap hari perkembangan keadaan klien.
tindakan keperawatan 2. Identifikasi 2. Untuk mengetahui penyebab
faktor pencetus mual muntah.
selama …x24 jam mual muntah. 3. Meningkatkan intake nutrisi.
diharapkan defisit 3. Berikan 4. Untuk meningkatkan nafsu
makanan dengan makan.
nutrisi bisa teratasi. porsi sedikit tapi 5. Untuk meningkatkan nafsu
Kriteria hasil : sering. pemberian makan menurunkan
4. Anjurkan efek mual muntah.
1. Klien keluarga untuk 6. Mencegah rasa mual atau
mendapatkan oral hygiene hilangnya nafsu makan
nutrisi yang sebelum makan. 7. Lesi pada mulut, essofagus dapat
adekuat sesuai 5. Berikan menyebabkan disfagia.
dengan kebutuhan lingkungan yang 8. Hipermetabolisme saluran
2. Menunjukkan aman dan tenang gastrointestinal akan menurunkan
BB tetap dalam waktu tingkat penyerapan usus.
3. Klien akan pemberian
menunjukkan makan.
peningkatan BB 6. Jadwal
ideal. pengobatan
pernafasan
setidaknya 1 jam
sebelum makan.
7. Kaji kemampuan
mengunyah,
merasakan dan
menelan.
8. Auskultasi
bising usus
1. Berikan 1. menghindari cedera akibat
3 Setelah dilakukan lingkungan yang kecelakaan atau terjatuh.
tindakan aman misalnya 2. istirahat dianjurkan untuk
menaikkan mencegah kelelahan dan
keperawatan selama restrain, mempertahankan kekuatan.
...x24 jam, pasien menggunakan 3. Berguna dalam memformulasikan
pegangan tangga program latihan.
dapat melakukan pada toilet.
aktivitas yang dapat 2. Pertahankan
istirahat tirah
ditoleransi dengan baring atau
kriteria hasil : duduk.
3. Kolaborasi :
mendemonstrasikan konsul dengan
perilaku yang fisioterapi.
memungkinkan
melakukan aktivitas
1. Sediakan waktu 1. faktor penguat yang ada dapat
4 Setelah dilakukan untuk pasien dan membangkitkan semangat klien
tindakan keperawatan orang terdekat dan menerima terapi.
untuk 2. mengekspresikan perasaan
selama ...x24 jam, mengekspresikan membantu memudahkan koping.
pasien mau dan perasaan. 3. mengetahui perasaan klien
2. Observasi makna tentang keadaannya dan kontrol
mampu menerima perubahan yang emosinya.
keadaan yang sedang dialami oleh 4. untuk mengetahui dugaan
klien. masalah pada penilaian yang
berlangsung dengan 3. Catat perilaku dapat memerlukan evaluasi lanjut
kriteria hasil : pasien menarik diri : dan terapi lebih ketat.
peningkatan
dapat bergaul dengan ketergantungan,
lingkungannya,pasien manipulasi atau
tidak terlibat
tidak menunjukkan pada perawatan.
rasa malu terhadap 4. Jelaskan bahwa
keadaan klien
dirinya  masih dapat
Bantu klien menggali berubah ke arah
yang lebih baik
faktor penguat yang asalkan klien
ada pada dirinya, menaati
pengobatan.
keluarga dan
lingkungannya
1. monitor warna 1. mengetahui perubahan warna
5 Setelah dilakukan kulit kulit
tindakan 2. monitor adanya 2. mengetahui infeksi yang terjadi
infeksi 3. mengetahui kelembaban kulit.
keperawatan selama 3. monitor 4. mempermudah proses
...x24 jam, integritas temperatur kulit penyembuhan.
4. jaga kebersihan 5. agar kulit dapat mendapatkan
kulit klien membaik kulit agar tetap udara yang cukup.
bersih dan kering 6. agar kebutuhan nutrisi tercukupi
Kriteria Hasil: 5. anjurkan klien sehingga mempercepat proses
untuk penyembuhan.
1) membran
menggunakan 7. untuk mengurangi infeksi pada
temperatur baik.
pakaian longgar. kulit.
2) sensasi baik
6. monitor status 8. Mencegah secara progresif
3) hidrasi baik
nutrisi klien mengencangkan jaringan,
4) tidak ada lesi
7. oleskan lotion meningkatkan pemeliharaan
atau luka
pada daerah yang fungsi otot/sendi.
tertekan.
8. Lakukan latihan
rentang gerak
secara konsisten,
diawali dengan
pasif kemudian
aktif

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah proses keperawatan yang dimulai setelah perawat
menyusun rencana keperawatan. Sebelum mengimplementasikan intervensi
keperawatan, gunakan pemikiran kritis untuk menentukan ketepatan intervensi
terhadap situasi klinis. Persiapan proses implementasi akan memastikan asuhan
keperawatan yang efisien, aman, dan efektif. Lima kegiatan persiapan tersebut
adalah pengkajian ulang, meninjau dan merevisi rencana asuhan keperawatan yang
ada, mengorganisasikan sumber daya dan pemberian asuhan, mengantisipasi dan
mencegah komplikasi, serta mengimplementasikan intervensi keperawatan. (Potter
& Perry, 2010)
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan merupakan langkah proses keperawatan untuk menentukan
apakah intervensi keperawatan telah berhasil meningkatkan kondisi klien. Selama
evaluasi, lakukan berpikir kritis dalam membuat keputusan dan mengarahkan
asuhan keperawatan dalam upaya memenuhi kebutuhan klien. Pencapaian tujuan
keperawatan dilakukan dengan membandingkan antara respon klien dengan hasil
yang diharapkan. (Potter & Perry,2010)
DAFTAR PUSTAKA
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi & Imunologi Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas Dilengkapi dengan Latihan Soal-Soal. Jakarta: In Media

Hasdianah. dkk. 2014. Imunologi Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha
Medika

Herdman, T.Heather. 2015. NANDA International Inc Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC

Potter & Perry. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan. Jakarta:


Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Anda mungkin juga menyukai