Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang

Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh
sendiri. Dalam keadaan normal, sistem kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh
dalam melawan infeksi, namun pada penyakit SLE dan penyakit autoimun lainya, sistem pertahanan
tubuh ini berbalik menyerang tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri
(Judha dan Setiawan, 2015).

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem
yang disebabkan oleh banyak faktor dan di karakterisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang berlebihan. Terbentuknya
autoantibodi terhadap Double Stranded Deoxyribose-Nucleid Acid (dsDNA), berbagai macam
ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah fisfolipid dapat menyebabkan kerusakan jaringan melalui
mekanisme pengaktifan komplemen (Hasdianah dkk, 2014).

Lupus telah diderita setidaknya oleh lima juta orang di seluruh dunia. Lupus dapat menyerang pria dan
wanita di semua usia, namun dari 90% orang yang terdiagnosis lupus adalah wanita, dan usia rentan
lupusadalah 15-44 tahun. 70% kasus lupus berupa SLE ( Systemic Lupus Erytemathosus), 10% berupa
CLE (Cutaneus Lupus Erythematosus), 10% berupa drug-induced lupus dan 5% lainya berupa neonatal
lupus (S.L.E Lupus Fondation 2012).
DEFENISI

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) merupakan penyakit radang atau inflamasi
multisystem yang disebabkan oleh banyak faktor dan di karakterisasi oleh adanya gangguan
disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan produksi autoantibodi yang
berlebihan. Terbentuknya autoantibodi terhadap Double Stranded Deoxyribose-Nucleid Acid
(dsDNA), berbagai macam ribonukleoprotein intraseluler, sel-sel darah fisfolipid dapat
menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme pengaktifan komplemen (Hasdianah
dkk, 2014).

Menurut Farkhati (2012) SLE merupakan penyakit autoimun yang bersifat sistemik. Systemic
Lupus Erythematosus (SLE) adalah gangguan imun radang kronis yang mempengaruhi kulit
dan orga tubuh lain. Antibodi pada Deoxyribose-Nucleid Acid (DNA) dan Ribonucleic Acid
(RNA)menyebabkan respon peradangan autoimun,mengakibatkan bengkak dan sakit. Ini
paling banyak terjadi pada wanita muda, dan mempunyai faktor genetik kuat (Digivlio dkk,
2014).

ETIOLOGI

Penyakit lupus terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan


peningkatan auto antibody yang berlebihan. Gangguan imunorgulasi ini ditimbulkan oleh
kombinasi antara faktor-faktor genetik,hormonal (sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit
yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar
termal). Sampai saat ini penyebab Lupus belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi, dan
lingkungan ikut berperan pada patofisiologi Lupus. Sistem imun tubuh kehilangan
kemampuan untuk membedakan antigen dari sel dan jaringan tubuh sendiri. Dalam keadaan
normal, sistem kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam melawan
infeksi. Pada Lupus dan penyakit autoimun lainya, sistem pertahanan tubuh ini berbalik
menyerang tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel tubuhnya sendiri (Judha &
Setiawan,2015).

KLASIFIKASI
Penyakit Lupus dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu discoid lupus, Systemic Lupus
Erythematosus, dan Lupus yang diindikasi obat :

1) Discoid Lupus

Lesi berbentuk lingkaran atau cakra dan ditandai oleh batas eritema yang meninggi, skuama,
sumbatan folikuler, dan telangiectasia. Lesi ini timbul dikulit kepala, telinga, wajah, lengan,
punggung dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan kecacatan karena lesi ini
memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit
secara menetap (Hasdianah dkk, 2014).

2) Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit yang ditandai dengan produksi
antibodi yang berlebihan terhadap komponen inti sel, dan menimbulkan berbagai macam
manifestasi klinis pada organ (Cleanthous, Tyagi, Isenberg, & Newman, 2012).

3) Lupus yang diindikasi obat

Lupus disebakan oleh indikasi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat yang
mempunyai gen Human Leukocyte Antigen D Related (HLA DR-4) menyebabkan asetilasi obat
menjadi lambat, obat banyak terakumulasi ditubuh protein tubuh. Hal ini di respon sebagai
benda asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibody antikulear (ANA)
untuk menyerang benda asing tersebut (Hasdianah dkk, 2014).

PATOFISIOLOGI

Pada SLE juga terdapat kelainan pada unsur-unsur sistem imun. Dalam keadaan normal,
makrofag yang berupa Antigen Presenting Cell (APC) akan memperkenalkan antigen kepada
sel T. Tetapi pada penderita lupus, beberapa reseptor yang terdapat pada permukaan sel T
mengalami perubahan baik pada struktur maupun fungsinya sehingga pengalihan informasi
normal tidak dapat dikenali. Hal ini menyebabkan reseptor yang telah berubah di permukaan
sel T akan salah mengenali perintah dari sel T. Faktor lingkungan yang dapat memicu
terjadinya lupus antara lain paparan sinar ultraviolet, agen infeksius seperti virus dan bakteri,
serta obat-obatan yang diminum dalam jangka waktu tertentu diantaranya prokainamid,
klorpromazin, isoniazid, fenitoin, dan penisilamin. Peningkatan hormon dalam tubuh juga
dapat memicu terjadinya SLE. Beberapa studi menemukan korelasi antara peningkatan risiko
lupus dan tingkat estrogen yang tinggi. Jadi, estrogen yang berlebihan dengan aktivitas
hormon androgen yang tidak adekuat pada laki-laki maupun perempuan mungkin
bertanggung jawab terhadap perubahan respon imun (Alexis et al., 2013; Setiati et al., 2014).

MENIFESTASI KLINIS

a. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan pencernaan.

b. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam dan
pegal-pegal. Gejala ini terutama pada masa aktif, sedangkan pada masa remisi (nonaktif)
menghilang.

c. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-kupu.
Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa muncul di kulit
seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik.

d. Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang dan perdarahan sering terjadi kareana serangan
terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit.

e. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan.(Sjaiffoellah, 1996)

Menurut Suntoko (2015), gejala pada setiap penderita berlainan, serta ditandai oleh masa
bebas gejala (remisi) dan masa kekambuhan (eksaserbasi). Pada awal penyakit, lupus hanya
menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari akan melibatkan organ lainnya.

1. Manifestasi umum : Cepat lelah, nafsu makan menurun, demam dan menurunnya
berat badan
2. Sistem integumen : Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi, dan ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi
atau palatum durum
3. Sistem musculoskeletal : Artralgia, Artritis, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak,
dan rasa kaku pada pagi hari.
4. Sistem perkemihan : Glomerulus renal yang biasanya terkena.
5. Sistem gastrointestinal : Kelainan pada esophagus, vaskulitis mesentrika, radang pada
usus, pankreatitis, hepatitis dan peritonitis.
6. Sistem hematologi : Anemi, trombositopeni, limfofenia, leukopeni.
7. Sistem pernafasan : Pleuritis atau efusi pleura.
8. Sistem kardiovaskuler : Perikarditis dan gangguan miocardium.
9. Sistem vaskuler : Vaskulitis merupakan peradangan pembuluh daarah,suatu kondisi
dimana jaringan rusak oleh sel darah memasuki jaringan.
10. Sistem neuropsikiatrik : Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

PENATALAKSANAAN

b. Keperawatan

1. Diet

Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan
kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium,
rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan
dan obat tradisional.

2. Aktivitas

Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan
karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk
menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim
pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat
meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.

KOMPLIKASI
1. Penyakit SLE dapat menyebabkan peradangan jaringan dan masalah pembuluh darah
yang parah di hampir semua bagian tubuh, terutama menyerang organ ginjal. Jaringan
yang ada pada ginjal, termasuk pembuluh darah dan membran yang mengelilinginya
mengalami pembengkakan dan menyimpan bahan kimia yang diproduksi oleh tubuh
yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini menyebabkan ginjal tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya. Penderita biasanya tidak menyadari adanya
gangguan pada ginjalnya, hingga kerusakannya menjadi parah, bahkan mungkin baru
disadari setelah ginjal mengalami kegagalan.
2. Peradangan pada penderita SLE juga dapat terjadi pada selaput dalam, selaput luar
dan otot jantung. Jantung dapat terpengaruh meskipun tidak pernah mengalami
gejala gangguan jantung. Masalah yang paling umum adalah terjadi pembengkakan
pada endokardium dan katup jantung.
3. Penyakit SLE juga menyebabkan peradangan dan kerusakan kulit berupa ruam merah
terutama dibagian pipi dan hidung.
4. Penyakit SLE dapat menyerang sistem syaraf dengan gejala sakit kepala, pembuluh
darah di kepala yang tidak normal dan organik brain syndrom, yaitu masalah serius
pada memori, konsentrasi dan emosi serta halusinasi. Selain itu, serangan pada paru-
paru dan darah juga biasanya terjadi. Masalah pada jantung dapat berupa
peradangan, perdarahan, penggumpalan darah pada arteri, kontraksi pembuluh darah
pembengkakan paru-paru. Sedangkan penurunan jumlah sel darah merah dan sel
darah putih sehingga menyebabkan anemia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan
darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan secara penurunan berat badan dan
kemungkinan pula arthritis, pleuritis dan perikarditis. Tidak ada 1 terlaboratorium
mengungkapkan anemia yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau
leucopenia dan antibody antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mungkin
tetapi tidak memastikan diagnostic
1. Pemeriksaan Darah Rutin dan Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penyakit Lupus Eritematosus Sistemik
( SLE ) adalah pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan urin. Hasil pemeriksaan
darah pada penderita SLE menunjukkan adanya anemia hemolitik,
trombositopenia, limfopenia, atau leukopenia; erytrocytesedimentation rate (ESR)
meningkat selama penyakit aktif, Coombs test mungkin positif, level IgG mungkin
tinggi, ratio albumin-globulin terbalik, dan serum globulin meningkat. Selain itu,
hasil pemeriksaan urin pada penderita SLE menunjukkan adanya proteinuria,
hematuria, peningkatan kreatinin, dan ditemukannya Cast, heme granular atau sel
darah merah pada urin
2. Anti ds DNA
Antibodi ini ditemukan pada 65-80 % penderita denga SLE aktif dan jarang pada
penderita dengan penyakit lain. Anti ss-DNA kurang sensitive dan spesifik untuk SLE
tapi positif untuk penyakit autoimun yang lain. Kompleks antibody-antigen pada
penyakit autoimun tidak hanya untuk diagnosis saja tetapi merupakan konstributor
yang besar dalam perjalanan penyakit tersebut. Kompleks tersebut akan
menginduksi system komplemen yang dapat menyebabkan terjadinya inflamasi
baik local maupun sistemik (Pagana and Pagana,2002)
3. Antinuklear antibodies ( ANA )
ANA digunakan untuk diagnosa SLE dan penyakit autoimunyang lain. ANA adalah
sekelompok antibody protein yang beraksi menyerang inti dari suatu sel. Ana cukup
sensitif untuk adanya SLE , hasil yang positif terjadi pada 95% penderita SLE tetapi
ANA tidak spesifik untuk SLE saja karena ANA juga berkaitan dengan kemunculan
penyakit dan keaktifan penyakit tersebut.

ASKEP

Pengkajian

a. Identitas
b. Riwayat Kesehatan

a) Keluhan Utama
Biasanya kilen yang mempunyai penyakit SLE ini megeluh mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri
pasien.

b) Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien biasanya mengeluh mudah lelah, nyeri dan kaku, tetapi respon tiap orang berbeda
terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-masing.

c) Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan didapatkan adanya
keluhan mudah lelah, nyeri, kaku, anorksia dan penurunan berat badan secara signifikan.

d) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini dicurigai
berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, kurang lebih 5-12% lebih besar dibanding
orang normal.

c. Riwayat Bio-Psiko-Sosial

a) Persepsi – Manajemen Kesehatan

Biasanya klien tidak sadar akan penyakitnya, meski gejala demam dirasakan klien
menganggap hanya demam biasa.

b) Nutrisi – Metabolik

Biasanya, penderita SLE akan banyak kehilangan berat badan karena kurang nafsu makan
serta mual muntah yang dirasakan.

c) Eliminasi

Secara klinis, biasanya penderita SLE akan mengalami diare.

d) Aktivitas – Latihan.

Penderita SLE biasanya mengeluhkan kelelahan serta nyeri pada bagian sendinya,
sehingga pola aktivitas – latihan klien terganggu.

e) Istirahat – Tidur
Klien dapat mengalami gangguan dalam tidur karena nyeri sendi yang dirasakannya.

f) Kognitif – Persepsi

Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila terdapat lesi pada jari
– jari tangannya. Pada sistem neurologis, penderita dapat mengalami depresi dan
psikologis.

g) Konsep diri

Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversible yang menimbulkan bekas dan warna
yang buruk pada kulit, penderita SLE akan merasa terganggu dan malu.

h) Peran – Hubungan

Penderita SLE tidak mampu melakukan pekerjaan seperti biasanya selama sakit, namun
masih dapat berkomunikasi.

i) Seksual – Reproduksi

Biasanya, penderita SLE tidak mengalami gangguan dalam aktivitas seksual dan
reproduksi.

j) Koping – Stress

Biasanya penderita mengalami depresi dengan penyakitnya dan juga stress karena nyeri
yang dirasakan. Untuk menghadapi penyakitnya, klien butuh dukungan dari keluarga serta
lingkungannya demi kesembuhan klien.

k) Nilai – Kepercayaan

Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas karena nyeri yang
dirasakan.

d. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala : Biasanya pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh
kembali.
b) Muka : Biasanya pada penderita SLE terdapat ruam kupu-kupu pada muka.
c) Telinga : Biasanya pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
d) Mulut : Biasanya pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi di mukosa
mulut.
e) Leher : Biasanya penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
f) Paru – paru : Biasanya penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion,
pneumonitis, interstilsiel fibrosis. Biasanya penderita SLE sering timbul nyeri
dada dan sesak nafas.
g) Jantung : Biasanya penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
h) Gastro Intestinal : Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly /
pembesaran hepar, nyeri pada perut.
i) Ekstrimitas : Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari
tangan dan jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
j) Sistem Integumen : Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit
eritema molar yang bersifat irreversibel. Biasanya pada penderita SLE dapat
ditemukan bercak di kulit dan bintik merah di kulit
k) Gastro Intestinal : Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly /
pembesaran hepar, nyeri pada perut.
l) Muskuluskletal : Biasanya penderita mengalami arthralgias, symmetric
polyarthritis, efusi dan joint swelling.
e. m)Sensori : Biasanya pada penderita SLE dapat mengalami konjungtivitis,
photophobia.
f. n) Neurologis : Baisanya pada penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.


2. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembengakakn sensi
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik
serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
5. Gangguan integritas Kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
6. Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung.
7. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efusi pleura.
8. Ansietas berhungan dengan perubahan neurologis terganggu, depresi.
Daftar Pustaka

Anggraini, P. (2020). STUDI DOKUMENTASI RISIKO INFEKSI PADA PASIEN An. N DENGAN SYSTEMIC
LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE). Akademi Keperawatan YKY Yogyakarta.

Rahayu, N. (2018). ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. N DENGAN GANGGUAN SISTEM IMUN:
SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) DENGAN KETERLIBATAN HEMATOLOGI DI RUANG FRESIA 2
RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG (Doctoral dissertation, Universitas’ Aisyiyah Bandung).
Rizal, M. (2017). Keberhasilan Pemantauan Remaja Dengan Systemic Lupus Erythematosus Di Rsup
Dr. Kariadi. Medica Hospitalia: Journal of Clinical Medicine, 4(3).

Anda mungkin juga menyukai