Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

LUPUS

Oleh :

Nama : Ana Maria Rumangun

Nim : 2140212019103

YAYASAN WAHANA BHAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN

RUMKIT TK III dr. J.A. LATUMETTEN

AMBON
LAPORAN PENDAHULUAN

Lupus

TINJAUAN TEORI

A. Definisi SLE (Sistemic Lupus Erythematosus)


SLE (Sistemics lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang
sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan
fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam
autoimun dalam tubuh. Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah suatu penyakit
autoimun yang kronik dan menyerang berbagai sistem dalam tubuh. Tanda dan gejala
dari penyakit ini bisa bermacam-macam, bersifat sementara, dan sulit untuk
didiagnosis. Karena itu angka yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh
penyakit ini sulit diperoleh. SLA menyerang wanita kira – kira delapan kali lebih
sering dari pada pria. Penyakit ini sering kali bherawal pada akhir masa remaja atau
awal masa dewasa. Di Amerika Serikat penyakit ini menyerang wanita berkulit hitam
tiga kali lebih sering dar pada wanita berkulit putih jika penyakit ini bermuncul pada
uia diatas 60 tahun, biasanya akan lebih mudh untuk diatasi.
SLE adalah salah satu kelompok penyakit jaringan penyambung difus yang
etiologinya tidak diketahui. Kelompok ini meliputi SLE, skleroderma, polimiositis,
artritis reumatoid, dan sindrom sjogren. Gangguan-gangguan ini sering kali memiliki
gejala-gejala yang saling tumpang tindih satu dengan yang lainnya dan dapat tampil
secara bersamaan, sehingga diagnosis menjadi semakin sulit untuk ditegakkan secara
akurat. SLE dapat bervariasi dari suatu gangguan ringan sampai suatu gangguan yang
bersifat fulminan dan mematikan. Namun demikian, keadaan yang paling sering
ditemukan adalah keadaan eksaserbasi atau hampir remisi yang berlangsung untuk
waktu yang lama. Identifikasi awal dan penatalaksanaan SLE biasanya dapat
memberikan proknosis yang lebih baik.
B. Etiologi SLE (Sistemic Lupus Erythematosus)
Kini faktor yang merangsangkan sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak
normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran
ultraviolet, dan obat obatan tertentu memainkan peranan. Penyakit Sistemik Lupus
Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini
menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar,
walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan
hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus
(SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan
gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik
Lupus Erythematosus (SLE). SLE adalah suatu penyakit autoimun kronik yang
ditandai oleh terbentuknya antibodiantibodi terhadap beberapa antigen diri yang
berlainan. Antibodi-antibodi tersebut biasanya adalah IgG atau IgM dan dapat bekerja
terhadap asam nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel
darah merah, sel darah putih, dan trombosit. Komplek antigen antibodi dapat
mengendap di jaringan kapiler sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas III, kemudian
terjadi peradangan kronik (Elizabeth, 2009).
C. Klasifikasi SLE (Sistemic Lupus Erythematosus)
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus
yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam
tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf.
Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu.
Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
Pengaruh kehamilan terhadap SLE Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen
meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-
60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE terhadap kehamilan Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil,
jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi
50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran
prematur, lupus neonatal.
D. Patofisiologi SLE
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat
senyawa kimia atau obat-obatan. Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi
diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul
penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi
antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang
kembali.
Pathway
E. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus, lebih besar dibandingkan dengan pada
penyakit lain, dan antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak diketahui)
menentukan gejala mana yang akan berkembang. Karena itu, gejala dan beratnya
penyakit, bervariasi pada setiap penderita. Perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai
dari penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala pada setiap penderita
berlainan, serta ditandai oleh masa bebas gejala (remisi) dan masa kekambuhan
(eksaserbasi).
Pada awal penyakit, lupus hanya menyerang satu organ, tetapi di kemudian hari
akan melibatkan organ lainnya.
1. Sistem Muskuloskeletal
 Artralgia
 Artritis (sinovitis)
 Pembengkakan sendi,
 Nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, dan rasa kaku pada pagi hari.
2. Sistem Integument (Kulit)
 Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang
melintang pangkal hidung serta pipi
 Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3. Sistem kardiak
 Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
4. Sistem pernafasan
 Pleuritis atau efusi pleura.
5. Sistem vaskuler
 Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
 Eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan
ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6. Sistem perkemihan
 Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7. Sistem saraf
 Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh
bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang di lakukan terhadap pasien LES meliputi :
1. ANA (anti nucler antibody). Tes ANA memiliki sensitivitas yang tinggi namun
spesifisitas yang rendah
2. Anti dsDNA (double stranded). Tes ini sangat spesifik untuk LES, biasanya
titernya akan meningkat sebelum LES kambuh.
3. Antibodi anti-S (Smith). Antibodi spesifik terdapat pada 20-30% pasien.
G. Penatalaksanaan
Terapi dengan obat bagi penderita SLE mencakup pemberian obat-obat :
1. Anti radang nonstreroid (AINS) AINS dipakai untuk mengatasi arthritis dan
artralgia. Aspirin saat ini lebih jarang dipakai karena memiliki insiden
hepatotoksik tertinggi, dan sebagian penderita SLE juga mengalami gangguan
pada hati. Penderita LES juga memiliki risiko tinggi terhadap efek samping obat-
obatan AINS pada kulit, hati, dan ginjal sehingga pemberian harus dipantau secara
seksama.
2. Kortikosteroid
3. Antimalaria Pemberian antimalaria kadang-kadang dapat efektif apabila AINS
tidak dapat mengendalikan gejala-gejala LES. Biasanya antimalaria mula-mula
diberikan dengan dosis tinggi untuk memperoleh keadaan remisi. Bersihnya lesi
kulit merupakan parameter untuk memantau pemakaian dosis.
4. Imunosupresi Pemberian imunosupresif (siklofosfamid atau azatioprin) dapat
dilakukan untuk menekan aktivitas autoimun LES. Obat-obatan ini biasanya
dipakai ketika:
 Diagnosis pasti sudah ditegakkan
 Adanya gejala-gejala berat yang mengancam jiwa
 Kegagalan tindakan-tidakan pengobatan lainnya, misalnya bila pemberian
steroid tidak memberikan respon atau bila dosis steroid harus diturunkan
karena adanya efek samping
 Tidak adanya infeksi, kehamilan dan neoplasma.
H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita LES adalah sebagai berikut :
1. Gagal ginjal adalah penyebab tersering kematian pada penderita LES. Gagal ginjal
dapat terjadi akibat deposit kompleks antibodi-antigen pada glomerulus disertai
pengaktifan komplemen resultan yang menyebabkan cedera sel, suatu contoh
reaksi hipersensitivitas tipe III
2. Dapat terjadi perikarditis (peradangan kantong perikadium yang mengelilingi
jantung)
3. Peradangan membran pleura yang mengelilngi paru dapat membatasi perapasan.
Sering terjadi bronkhitis.
4. Dapat terjadi vaskulitis di semua pembuluh serebrum dan perifer.
5. Komplikasi susunan saraf pusat termasuk stroke dan kejang. Perubahan
kepribadian, termasuk psikosis dan depresi dapat terjadi. Perubahan kepribadian
mungkin berkaitan dengan terapi obat atau penyakitnya (Elizabeth, 2009).

PROSES KEPETAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada
gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah,
lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap
gaya hidup serta citra diri pasien.
Kulit Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
2. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor
lengan bawah atau sisi lateral tanga.
3. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
4. Sistem integumen
5. Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, koreo ataupun
manifestasi SSP lainnya
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik
serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
C. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan
Tujuan : perbaikan dalam tingkat kennyamanan
Intervensi :
 Laksanakan sejumlah tindakan yang memberikan kenyamanan (kompres
panas /dingin; masase, perubahan posisi, istirahat; kasur busa, bantal
penyangga, bidai; teknik relaksasi, aktivitas yang mengalihkan perhatian)
 Berikan preparat antiinflamasi, analgesik seperti yang dianjurkan.
 Sesuaikan jadwal pengobatanuntuk memenuhi kebutuhan pasien terhadap
penatalaksanaan nyeri.
 Dorong pasien untuk mengutarakan perasaannya tentang rasa nyeri serta sifat
kronik penyakitnya.
 Jelaskan patofisiologik nyeri dan membantu pasien untuk menyadari bahwa
rasa nyeri sering membawanya kepada metode terapi yang belum terbukti
manfaatnya.
 Bantu dalam mengenali nyeri kehidupan seseorang yang membawa pasien
untuk memakai metode terapi yang belum terbukti manfaatnya.
 Lakukan penilaian terhadap perubahan subjektif pada rasa nyeri.
2. Keletihan berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa nyeri, depresi.
Tujuan : mengikutsertakan tindakan sebagai bagian dari aktivitas hidup sehari-hari
yang diperlukan untuk mengubah.
Intervensi :
 Beri penjelasan tentang keletihan
 hubungan antara aktivitas penyakit dan keletihan
 menjelaskan tindakan untuk memberikan kenyamanan sementara
melaksanakannya
 mengembangkan dan mempertahankan tindakan rutin unutk tidur (mandi air
hangat dan teknik relaksasi yang memudahkan tidur)
 menjelaskan pentingnya istirahat untuk mengurangi stres sistemik, artikuler
dan emosional
 menjelaskan cara mengggunakan teknik-teknik untuk menghemat tenaga
 kenali faktor-faktor fisik dan emosional yang menyebabkan kelelahan.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan rentang gerak,
kelemahan otot, rasa nyeri pada saat bergerak, keterbatasan daya tahan fisik.
Tujuan : mendapatkan dan mempertahankan mobilitas fungsional yang optimal.
Intervensi :
 Dorong verbalisasi yang berkenaan dengan keterbatasan dalam mobilitas.
 Kaji kebutuhan akan konsultasi terapi okupasi/fisioterapi
 Menekankan kisaran gherak pada sendi yang sakit
 Meningkatkan pemakaian alat Bantu
 Menjelaskan pemakaian alas kaki yang aman.
 Menggunakan postur/pengaturan posisi tubuh yang tepat.7.Bantu pasien
mengenali rintangan dalam lingkungannya.
 Dorong kemandirian dalam mobilitas dan membantu jika diperlukan.
4. Gangguan citra tubuh berhubungqan dengan perubahan dan ketergantungan fisaik
serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
Tujuan : mencapai rekonsiliasi antara konsep diri dan erubahan fisik serta
psikologik yang ditimbulkan penyakit.
Intervensi :
 Bantu pasien untuk mengenali unsur-unsur pengendalian gejala penyakit dan
penanganannya.
 Dorong verbalisasi perasaan, persepsi dan rasa takut
 Membantu menilai situasi sekarang dan menganli masahnya.
 Membantu menganli mekanisme koping pada masa lalu.
 Membantu mengenali mekanisme koping yang efektif.
D. Implementasi
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang
telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien
secara optimal. Pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan intelektual,
kemampuan hubungan antar manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis
keperawatan, penemuan perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan
komplikasi, penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan
lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa aman, nyaman
dan keselamatan klien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana mengenai kesehatan
klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara berkesinambungan
dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan
bertujuan untuk mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur
hasil dari proses keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA

Ruiz-Irastorza G, Ramos-Casals M, Brito-Zeron P Khamashta, MA. Klinis kemanjuran dan


efek samping anti-malaria dalam lupus eritematosus sistemik: review sistematis. Ann selesma
Dis . 2010; 69:20-28.

Hahn BH, BP Tsao. Patogenesis dari lupus eritematosus sistemik. Dalam: GS, Budd RC,
Harris, Jr DE et al. Firestein, eds. 's Textbook of Rheumatology Kelley . 8 ed. Philadelphia,
Pa: Saunders Elsevier; 2008: cha

Anda mungkin juga menyukai