Anda di halaman 1dari 23

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM IMUN

DENGAN KASUS SLE (SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS)

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1

Vita Ulan 018013564

Anita Bahar 019013621

Denisya Suciaty 019013624

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MATARAM


2021/2022
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN IMUN

DENGAN KASUS SLE (SISTEMIK LUPUS ERITEMATOSUS)

I KONSEP TEORI
A. Definisi
SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisystem yang disebabkan
oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh adanya
gangguan disregulasi sistem imun berupa peningkatan sistem imun dan
produksi autoantibodi yang berlebihan.
Penyakit lupus termasuk penyakit autoimun, artinya tubuh menghasilkan
antibodi yang sebenarnya untuk melenyapkan kuman atau sel kanker yang ada di
tubuh, tetapi dalam keadaan autoimun, antibodi tersebut ternyata merusak organ
tubuh sendiri. Organ tubuh yang sering dirusak adalah ginjal, sendi, kulit, jantung,
paru, otak, dan sistem pembuluh darah. Semakin lama proses perusakan terjadi,
semakin berat kerusakan tubuh. Jika penyakit lupus melibatkan ginjal, dalam waktu
lama fungsi ginjal akan menurun dan pada keadaan tertentu memang diperlukan
cuci darah. (Dr. Samsuridjal Djauzi, 2009)
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) atau dikenal penyakit lupus adalah suatu
penyakit autoimun menahun yang menimbulkan peradangan dan biasa menyerang
berbagai organ tubuh, termasuk kulit, persendian dan organ dalam tubuh manusia.

B. Etiologi
System kekebalan tubuh berfungsi mengendalikan pertahanan tubuh dalam
melawan infeksi. Pada lupus dan penyakit autoimun lainnya,sistem pertahanan
tubuh ini berbalik melawan tubuh, dimana antibodi yang dihasilkan menyerang sel
tubuhnya sendiri. Antibody ini menyerang sel darah,organ dan jaringan tubuh
shingga terjadi penyakit menahun. Penyebab dari lupus tidak di ketahui tetapi di
duga melibatkan factor lingkungan dan keturunan , beberapa faktor lingkungan
yang dapat memicu timbulnya lupus :
a. Infeksi
b. Antibiotic( trutama golongan sulfa dan penisilin)
c. Sinar ultraviolet
d. Stres yang berlebihan
e. Obat-obatan tertentu
f. Hormone
Meskipun lupus diketahui merupakan penyakit keturunan, tapi gen
penyebabnya tidak di ketahui. Penemuan terahir menyebutkan tentang gen dari
kromoson 1. Prognosa 10% dari penderita yang memiliki krabat (orang tua
maupun saudara kandung) yang telah maupun akan mendrita lupus. Prognosa
hanya seitar 5% anak dari penderita lupus yang akan menderita penyakit ini.
Lupus seringkali disebut sebagai penyakit wanita walaupun juga bisa di derita
oleh pria. Lupus bisa menyerang usia berapa saja. Baik pada pria maupun
wanita, meskipun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita, faktor
hormonal mungkin bisa menjelaskan bagaimana lupus lebih sering menyerang
wanita. Meningkatnya gejala penyakit ini pada masa sebelum menstruasi dan/
atau sebelum masa kehamilan mendukung keyakinan bahwa hormon(trutama
estrogen) mungkin berperan dalam timbulnya penyakit ini, namun penyebab
yang pasti dari lebih tingginya angka kejadian pada wanita dan pada masa pra-
menstruasi,masih belum di ketahui.

C. Klasifikasi
Penyakit lupus dapat di klasifikasikan mrnjadi 3 macam,yaitu:
Discoid lupus,systemic lupus erythematosus,dan lupus yang di induksi oleh obat:
1. Discoid Lupus
Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan di tandai oleh batas eritma yang
meninggi,skuama,sumbatan polikuler,dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala,telinga,wajah,lengan,punggung dan dada. Penyakit ini dapat
menimbulkan kecacatan karna lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut
di bagian tengahnya serta hilangnya apendiks kulit secara menetap
2. Systemic Lupus Erythematosus
SLE merupakan penyakit radang atau inplamasi multi sistem yang di sebabkan
oleh faktor dan di karakteristisasi oleh adanya gangguan disregulasi sistem imun
merupakan peningkatan sistem imun dan produksi auto antibodi yang
berlebihan. Terbentuknya auto antibodi terhadap dsDNA, berbagai macam
rebonukleoprotein intra seluler, sel-sel darah,dan pospolifit dapat menyebabkan
kerusakan jaringan melalui maknime pengaktifan komplemen.
3. Lupus Yang Di Induksi Oleh Obat
Lupus yang di sebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilasi
lambat yang mempunyai gen HLA DR-4 menyebabkan asetilasi obat menjadi
lambat, obat banyak terakomulasi di tubuh sehingga memberikan kesempatan
obat untuk berikatan dengan protein tubuh. Hal ini di respon sebagai benda
asing oleh tubuh sehingga tubuh membentuk kompleks antibodi anti
nuklear(ANA) untuk menyerang benda asing tersebut.

D. Manifestasi Klinis
Jumlah dan jenis antibodi pada lupus lebih besar di bandingkan dengan pada
penyakit lain. Antibodi ini (bersama dengan faktor lainnya yang tidak di ketahui)
menentukan gejala apa yang akan berkembang. Makanya berat ringan penyakit ini
bervariasi pada setiap penderita,perjalanan penyakit ini bervariasi, mulai dari
penyakit yang ringan sampai penyakit yang berat. Gejala di tandai oleh masa bebas
gejala( remisi) dan masa kekambuhan (eksaser basi). Pada mulanya lupus hanya
menyearang 1 organ,namun lama kelamaan akan melibatkan organ lainnya.
1. Tanda Gejala Pada Otot Dan Kerangka Tubuh
Hampir semua penderita lupus mengalami nyeri persendian dan kebanyakan
mendrita atritis. Persendian yang sering terkena adalah persendian pada jari
tangan, pergelangan tangan dan lutut. Kematian jaringan pada tulang panggul
dan bahu sering merupakan penyebab dari nyeri daerah tersebut.
2. Tanda Gejala Pada Kulit
Hampir 50 % penderita di temukan ruam kupu-kupu pada tulang pipi dan
pangkal hidung. Ruam ini biasanya akan semakin buruk jika terkena sinar
matahari. Ruam yang lebih besar bisa timbul di bagian tubuh lain yang terpapar
oleh sinar matahari.
3. Tanda Gejala Pada Ginjal
Sebagian besar penderita menunjukkan adanya penimbunan protein di dalam sel-
sel ginjal,tetapi hanya 50% yang menderita nepritis lupus (pradangan ginjal yang
menetap). Bisa terjadi gagal ginjal sehingga penderita perlu menjalani dialisa
atau pencakokan ginjal.
4. Tanda Gejala Pada Sistem Saraf
Kelainan saraf di temukan pada 25% penderita lupus. Yang paling sering di
temukan adalah disfungsi mental yang sifatnya ringan,tetapi kelainan bisa terjadi
pada bagian apapun dari otak, korda spinalis maupun sistem saraf. Kejang,
psikosa, sindrom otak organik dan sakit kepala merupakan beberapa kelainan
sistem saraf yang bisa terjadi
5. Tanda Gejala Pada Darah
Kelainan darah dapat ditemukan pada 85% penderita lupus. Bisa terbentuk
bekuan darah dalam vena maupun arteri, yang bisa menyebabkan setroke dan
emboli paru. Jumlah trombosit berkurang dan tumbuh membentuk antibodi yang
melawan faktor pembekuan darah, yang bisa menyebabkan perdarahan yang
berarti. Kebanyakan terjadi anemia akibat penyakit menahun.
6. Tanda Gejala Pada Jantung
Peradangan berbagai bagian jantung bisa terjadi, seperti prikarditis, endokarditis
maupun miokarditis. Dari keadaan tersebut menimbulkan nyeri dada dan aritmia.
7. Tanda Gejala Pada Paru-Paru
Pada lupus bisa terjadi pleuritis (pradangan selaput paru) dan efusi
pleura(penimbunan cairan antara paru dan pembungkusnya). Akibatnya sering
timbul nyeri dada dan sesak nafas.

Gejala Dari Penyakit Lupus


 Demam
 Lelah
 Merasa tidak enak badan
 Penurunan berat badan
 Ruam kulit
 Ruam kupu-kupu
 Ruam kulit yang di perburuk oleh sinar matahari
 Sensitif terhadap sinar matahari
 Pembekakan dan nyeri persendian
 Pembekakan kelenjar
 Nyeri otot
 Mual dan muntah
 Nyeri dada pleuritik
 Kejang
 Psikosa.
Gejala Lain Yang Mungkin Di Temukan
 Hematuria(air kemih mengandung darah)
 Batuk darah
 Mimisan
 Gangguan menelan
 Bercak kulit
 Bintik merah di kulit
 Perubahan warna jari tangan bila di tekan
 Mati rasa dan kesemutan
 Luka di mulut
 Krontokan rambut
 Nyeri perut
 Gangguan penglihatan

E. Patofisiologi
Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan
peningkatan autoimun yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan
oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh
awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan
(cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin,
prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di
samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE-
akibat senyawa kimia atau obat-obatan. .
Patofiologi penyakit SLE dihipotesiskan sebagai berikut : adanya satu atau
beberapa faktor pemicu yang tepat pada individu yang mempunyai predisposisi
genetik akan menghasilkan tenaga pendorong abnormal terhadap sel TCD 4+,
mengakibatkan hilangnya toleransi sel T terhadap sel-antigen.
Sebagai akibatnya munculah sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi
serta ekspansi sel B, baik yang memproduksi autoantibodi maupun yang berupa sel
memori. Ujud pemicu ini masih belum jelas. Sebagian dari yang diduga termasuk
didalamnya ialah hormon seks, sinar ultraviolet dan berbagai macam infeksi.
Pada SLE, autoantibodi yang terbentuk ditujukan terhadap antigen yang
terutama terletak pada nukleoplasma. Antigen sasaran ini meliputi DNA, protein
histon dan non histon.Kebanyakan diantaranya dalam keadaan alamiah terdapat
dalam bentuk agregat protein dan atau kompleks protein RNA yang disebut partikel
ribonukleoprotein (RNA). Ciri khas autoantigen ini ialah bahwa mereka tidak
tissue-spesific dan merupakan komponen integral semua jenis sel.Antibodi ini
secara bersama-sama disebut ANA (anti-nuclear antibody). Dengan antigennya
yang spesifik, ANA membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi.
Telah ditunjukkan bahwa penanganan kompleks imun pada SLE terganggu. Dapat
berupa gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan pemprosesan
kompleks imun dalam hati, dan penurun
Uptake kompleks imun pada limpa. Gangguan-gangguan ini memungkinkan
terbentuknya deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear. Kompleks
imun ini akan mengendap pada berbagai macam organ dengan akibat terjadinya
fiksasi komplemen pada organ tersebut. Peristiwa ini menyebabkan aktivasi
komplemen yang menghasilkan substansi penyebab timbulnya reaksi radang.
Reaksi radang inilah yang menyebabkan timbulnya keluhan/ gejala pada organ atau
tempat yang bersangkutan seperti ginjal, sendi, pleura, pleksus koroideus, kulit dan
sebagainya. Bagian yang penting dalam patofisiologi ini ialah terganggunya
mekanisme regulasi yang dalam keadaan normal mencegah autoimunitas patologis
pada individu yang resisten.
Pathway

Genetik, kuman, virus, lingkungan, hormon, obat-batan

Gangguan imunoregulasi

Antibodi yang berlebihan

Sel T sepresor yang abnormal

Antibody menyerang organ-organ


tubuh (sel, jaringan).

Penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan

Penyakit SLE

Mencetus penyakit inflamasi pada organ


-

Muskuluskletal Integumen Cardiak Respirasi Vaskuler Hemato Saraf Hati

Pembengkakan Adanya lesi Perikarditis Pleuritis Inflamasi Kegagalan sus-sum Gangguan Kerusakan
sendi akut pada pada tulang membentuk spektrum pada sintesa zat-zat

kulit (ruam arteriole sel-sel darah merah saraf meluas tubuh


Penumpukan Penumpukan
berbentuk terminalis
cairan efusi cairan pada
- Artlargia kupu-kupu)
pada pleura Tubuh proses Defisit nutrisi
- Arthritis pangkal
perikardium Lesi papuler mengalami neurologis
(sinovitis) hidung dan
eritematous kekurangan sel terganggu
- Nyeri tekan pipi Efusi pleura dan purpura di
dan rasa nyeri darah merah
Penebalan
ujung kaki,
ketika perikardium
Ekspansi dada tumit dan siku Depresi
bergerak Anemia
Pasien merasa tidak adekuat
malu dengan
Kontraksi Gangguan
kondisinya Ansietas
jantung integritas Keletihan
Nyeri akut
Kulit
Pola nafas
Gangguan
Penurunan tidak efektif
citra tubuh
curah jantung
F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan Imunologi
Tes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE
adalah tes ANA generic (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA
dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada
SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%,
akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang
mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya 8 infeksi kronis
(tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease
(MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang
normal.
Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan,
tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis
dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan
datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes
ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan
gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan.
Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes
antibody terhadap antigen nuklear spesifik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP,
Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil
ANA/ENA. Antibodi anti-dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang
didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-
dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan
dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada
pasien yang bukan SLE.
Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang
diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya
SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15%-30% pasien SLE, tes ini jarang
dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesi ik
untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang
tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak
menyingkirkan diagnosis. Rekomendasi:
1) Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE
2) Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE
3) Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak
menyingkirkan diagnosis SLE

Tabel 2. Jenis autoantibodi pada SLE dan makna klinisnya (Buyon, 2008)

Antibodi Frekuensi Makna klinis

Anti Nuclear Antibody 90% Tidak spesifik untuk manifestasi klinis


tertentu; hanya digunakan untuk tujuan
diagnosis

Anti-dsDNA 40-60% Terkait manifestasi klinis nefritis; dapat


memprediksi flare atau peningkatan aktivitas
penyakit.

Anti-RNP 30%-40% Terkait manifestasi klinis


Raynaud’s, musculoskeletal; tidak dapat
menilai aktivitas penyakit.

Anti Ribosomal-P 10%-20% Terkait manifestasi klinis gangguan SSP


difus, psikosis, depresi mayor; tidak dapat
menilai aktivitas penyakit.

Anti-SSA/ Ro 30%–45% Terkait manifestasi klinis kekeringan


konjungtiva dan mukosa mulut, SCLE, lupus
neonatal, fotosensitivitas; tidak dapat menilai
aktivitas penyakit.

Anti-SSB/ La 10%-15% Terkait manifestasi klinis kekeringan


konjungtiva dan mukosa mulut, SCLE, lupus
neonatal, fotosensitivitas; tidak dapat menilai
aktivitas penyakit.

Antiphospholipid 30% Terkait manifestasi klinis gangguan


pembekuan darah; tidak dapat menilai
aktivitas penyakit.

b. Pemeriksaan Darah Lengkap


Pemeriksaan DL bertujuan untuk melihat kadar hemoglobin, trombosit, serta
leukosit dalam darah. Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan darah
lengkap menunjukkan hasil sebagai berikut:
1) Anemia hemolitik
2) Leukosit <4.000/mm3
3) Limfosit <1.500/mm3
4) Trombosit <100.000/mm3
c. Pemeriksaan Urine Lengkap
Pada pasien dengan SLE kemungkinan pemeriksaan UL menunjukkan hasil
sebagai berikut:
1) Proteinuria> 0,5 gr/24 jam
2) Hematuria
G. Penatalaksanaan Medis
a. Medis
1. Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan
dipakaibersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.
2. Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan
SLE.
3. Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4. Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum)
(metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hari, jika
membaik dilakukan tapering off).
5. AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6. Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
7. Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m
luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3
minggu.
b. Keperawatan
1. Diet
Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien
memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang
mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien
disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
2. Aktivitas
Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk
mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh
berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan.
Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus
terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof
sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan
timbulnya lesi kulit pada pasien SLE.
II KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin (Lupus bisa menyerang pria maupun wanita,
namun 10-15 kali lebih sering ditemukan pada wanita), umur (Lupus bisa
menyerang usia berapapun, meningkatnya gejala penyakit ini pada masa
sebelum menstruasi dan/atau selama kehamilan/ anatara usia 15-40 tahun),
alamat (cahaya matahari, luka bakar termal), agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan (untuk mengetahui penularan melalui cairan tubuh atau cairan
vagina), pendidikan(Tingkat pendidikan mempengaruhi persepsi terhadap
penggunaan terapi komplementer bagi penderita yang memiliki pendidikan
tinggi maka terapi komplementer dianggap sebagai pelengkap terapi medis
bahkan ada penderita yang tidak mau menggunakan terapi komlementer sebagai
terapi yang didapat menyembuhkan atau mengganti terapi medis), pekerjaan
(lebih berisiko pada pekerjaan yang banyak terkena cahaya matahari, luka bakar
termal), ras, suku/bangsa(Lupus biasanya terdapat pada RAS afrika, Hispanics
dan Asia), no. register, tanggal masuk rumah sakit, alasan berobat ke fasilitas
kesehatan serta harapan pasien.

b. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan Utama
Biasanya kilen yang mempunyai penyakit SLE ini megeluh mudah
lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut
terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh mudah lelah, nyeri dan kaku, tetapi respon tiap
orang berbeda terhadap tanda dan gejala SLE tergantung imunitas masing-
masing.
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit dahulu walaupun tidak terlalu spesifik biasanya akan
didapatkan adanya keluhan mudah lelah, nyeri, kaku, anorksia dan penurunan
berat badan secara signifikan.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien yang mempunyai keluarga yang pernah terkena penyakit Lupus ini
dicurigai berkecenderungan untuk terkena penyakit ini, kurang lebih 5-12%
lebih besar dibanding orang normal.

c. Riwayat Bio-Psiko-Sosial
a) Persepsi – Manajemen Kesehatan
Biasanya klien tidak sadar akan penyakitnya, meski gejala demam dirasakan
klien menganggap hanya demam biasa.
b) Nutrisi – Metabolik
Biasanya, penderita SLE akan banyak kehilangan berat badan karena kurang
nafsu makan serta mual muntah yang dirasakan.
c) Eliminasi
Secara klinis, biasanya penderita SLE akan mengalami diare.
d) Aktivitas – Latihan.
Penderita SLE biasanya mengeluhkan kelelahan serta nyeri pada bagian
sendinya, sehingga pola aktivitas – latihan klien terganggu.
e) Istirahat – Tidur
Klien dapat mengalami gangguan dalam tidur karena nyeri sendi yang
dirasakannya.
f) Kognitif – Persepsi
Pada penderita SLE, daya perabaannya akan sedikit terganggu bila terdapat
lesi pada jari – jari tangannya. Pada sistem neurologis, penderita dapat
mengalami depresi dan psikologis.
g) Konsep diri
Dengan adanya lesi kulit yang bersifat irreversible yang menimbulkan bekas
dan warna yang buruk pada kulit, penderita SLE akan merasa terganggu dan
malu.
h) Peran – Hubungan
Penderita SLE tidak mampu melakukan pekerjaan seperti biasanya selama
sakit, namun masih dapat berkomunikasi.
i) Seksual – Reproduksi
Biasanya, penderita SLE tidak mengalami gangguan dalam aktivitas seksual
dan reproduksi.
j) Koping – Stress
Biasanya penderita mengalami depresi dengan penyakitnya dan juga stress
karena nyeri yang dirasakan. Untuk menghadapi penyakitnya, klien butuh
dukungan dari keluarga serta lingkungannya demi kesembuhan klien.

k) Nilai – Kepercayaan
Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas
karena nyeri yang dirasakan.
d. Pemeriksaan Fisik
a) Kepala
Biasanya pada penderita SLE mengalami lesi pada kulit kepala dan
kerontokan yang sifatnya reversibel dan rambut yang hilang akan tumbuh
kembali.
b) Muka
Biasanya pada penderita SLE terdapat ruam kupu-kupu pada muka.
c) Telinga
Biasanya pada penderita SLE tidak selalu ditemukan lesi di telinga.
d) Mulut
Biasanya pada penderita SLE sekitar 20% terdapat lesi di mukosa mulut.
e) Leher
Biasanya penderita SLE tiroidnya mengalami abnormal,
hyperparathyroidisme, intolerance glukosa.
f) Paru – paru
Biasanya penderita SLE mengalami pleurisy, pleural effusion, pneumonitis,
interstilsiel fibrosis. Biasanya penderita SLE sering timbul nyeri dada dan
sesak nafas.
g) Jantung
Biasanya penderita SLE dapat mengalami perikarditis, myokarditis,
endokarditis, vaskulitis.
h) Gastro Intestinal
Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri
pada perut.
i) Ekstrimitas
Pada penderita SLE sering dijumpai lesi vaskulitik pada jari-jari tangan dan
jari jari-jari kaki, juga sering merasakan nyeri sendi.
j) Sistem Integumen
Pada penderita SLE cenderung mengalami kelainan kulit eritema molar yang
bersifat irreversibel. Biasanya pada penderita SLE dapat ditemukan bercak di
kulit dan bintik merah di kulit
k) Gastro Intestinal
Biasanya penderita SLE mengalami hepatomegaly / pembesaran hepar, nyeri
pada perut.
l) Muskuluskletal
Biasanya penderita mengalami arthralgias, symmetric polyarthritis, efusi dan
joint swelling.
m)Sensori
Biasanya pada penderita SLE dapat mengalami konjungtivitis, photophobia.
n) Neurologis
Baisanya pada penderita mengalami depresi, psychosis, neuropathies

2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut berhubungan dengan inflamasi dan kerusakan jaringan.
2) Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembengakakn
sensi
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan peningkatan aktivitas penyakit, rasa
nyeri, depresi.
4) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan
fisik serta psikologis yang diakibatkan penyakit kronik.
5) Gangguan integritas Kulit berhubungan dengan perubahan fungsi barier kulit,
penumpukan kompleks imun.
6) Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraksi jantung.
7) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan efusi pleura.
8) Ansietas berhungan dengan perubahan neurologis terganggu, depresi.
3. Intervensi
No. DX Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1 Tujuan : 1. Berikan tindakan nyaman, misalnya pijatan 1. Untuk mengalihkan rasa nyeri.
Setelah dilakukan tindakan punggung, ciptakan lingungan yang tenang. 2. Untuk mengurangi rasa nyeri klien.
keperawatan selama ...x24 jam 2. Ajarkan tekhnik relaksasi, distraksi. 3. Untuk membantu meringankan
diharapkan nyeri bisa teratasi. 3. Kontrol lingkungan yang dapat kecemasan klien
Kriteria Hasil: mempengaruhi nyeri seperti suhu, 4. Untuk meningaktkan kesehatan
1.Klien tampak rileks. pencahayaan dan kebisingan. tubuh.
2.Klien mampu tidur/istirahat 4. Anjurkan untuk meningkatkan istirahat. 5. Untuk mengetahui keadaan umum
dengan tenang. 5. Monitor tanda-tanda vital klien
3.Klien tidak gelisah, tidak 6. Kolaborasi pemberian obat nyeri. 6. Untuk mengurangi rasa nyeri klien
merintih
2 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi BB setiap hari 1. Untuk mengetahui perkembangan
keperawatan selama …x24 jam 2. Identifikasi faktor pencetus mual muntah. keadaan klien.
diharapkan defisit nutrisi bisa 3. Berikan makanan dengan porsi sedikit tapi 2. Untuk mengetahui penyebab mual
teratasi. sering. muntah.
Kriteria hasil : 4. Anjurkan keluarga untuk oral hygiene 3. Meningkatkan intake nutrisi.
1. Klien mendapatkan nutrisi yang sebelum makan. 4. Untuk meningkatkan nafsu makan.
adekuat sesuai dengan 5. Berikan lingkungan yang aman dan tenang 5. Untuk meningkatkan nafsu pemberian
kebutuhan dalam waktu pembrian makan. makan menurunkan efek mual muntah.
2. Menunjukakan BB tetap 6. Jadwal pengobatan pernafasan setidaknya 1 6. Mencegah rasa mual atau hilangnya
3. Klien akan menunjukan jam sebelum makan. nafsu makan
peningkatan BB ideal. 7. Kaji kemampuan mengunyah, merasakan 7. Lesi pada mulut, esophagus dapat
dan menelan. menyebabkan disfagia.
8. Auskultasi bising usus 8. Hipermetabolisme saluran
gastrointestinal akan menurunkan
tingkat penyerapan usus.

3 Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan lingkungan yang aman misalnya 1. menghindari cedera akibat kecelakaan
keperawatan selama ...x24 jam, menaikkan restrain, menggunakan pegangan atau terjatuh.
pasien dapat melakukan aktivitas tangga pada toilet. 2. istirahat dianjurkan untuk
yang dapat ditoleransi dengan 2. Pertahankan istirahat tirah baring atau duduk. mencegah kelelahan dan
kriteria hasil : 3. Kolaborasi : konsul dengan fisioterapi. mempertahankan
kekuatan.
mendemonstrasikan perilaku 3. Berguna dalam memformulasikan
yang memungkinkan melakukan program latihan.
aktivitas

4 Setelah dilakukan tindakan 1. Sediakan waktu untuk pasien dan orang 1. faktor penguat yang ada dapat
keperawatan selama ...x24 jam, terdekat untuk mengekspresikan perasaan. membangkitkan semangat klien dan
pasien mau dan mampu menerima 2. Observasi makna perubahan yang dialami menerima terapi.
keadaan yang sedang berlangsung oleh klien. 2. mengekspresikan perasaan membantu
dengan kriteria hasil : pasien dapat 3. Catat perilaku menarik diri : peningkatan memudahkan koping.
bergaul dengan ketergantungan, manipulasi atau tidak terlibat 3. mengetahui perasaan klien tentang
lingkungannya,pasien tidak pada perawatan. keadaannya dan kontrol emosinya.
menunjukkan rasa malu terhadap 4. Jelaskan bahwa keadaan klien masih dapat 4. untuk mengetahui dugaan masalah
dirinya berubah ke arah yang lebih baik asalkan klien pada penilaian yang dapat
Bantu klien menggali faktor menaati pengobatan. memerlukan evaluasi lanjut dan terapi
penguat yang ada pada dirinya, lebih ketat.
keluarga dan lingkungannya
5 Setelah dilakukan tindakan 1. monitor warna kulit 1.
mengetahui perubahan warna kulit
keperawatan selama ...x24 jam, 2. monitor adanya infeksi 2.
mengetahui infeksi yang terjadi
integritas kulit klien membaik 3. monitor tempratur kulit 3.
menegtahui kelembaban kulit.
Kriteria Hasil: 4. jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan 4.
mempermudah proses penyembuhan.
1) membran tempratur baik. kering 5.
agar kulit dapat mendapatkan udara
2) sensasi baik 5. anjurkan klien untuk menggunakan pakaian yang cukup.
3) hidrasi baik longgar. 6. agar kebutuhan nutrisi tercukupi
4) tidak ada lesi atau luka 6. monitor status nutrisi klien sehingga mempercepat proses
7. oleskan lotion pada daerah yang tertekan. penyembuhan.
8. Lakukan latihan rentang gerak secara 7. untuk mengurangi infeksi pada kulit.
konsisten, diawali dengan pasif kemudian8. Mencegah secara progresif
aktif mengencangkan jaringan,
meningkatkan pemeliharaan fungsi
otot/sendi.
6 Setelah di lakukan tindakan 1. Auskultasi TD: di bandingkan kedua 1. Hipotensi dapat terjadi sampai
keperawatan selama...x24 jam di lengan, ukur dalam keadaan berbaring, dengan dispungsi vertikel, hipertensi
harapkan penurunan curah jantung dudu, atau berdiri bila memungkinkan . juga penomena umum sampai dengan
tidak terjadi dengan kreteria hasil: 2. Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi . nyeri cemas pengeluaran
1. Stabilitas hemodinamik 3. Catat murmur katekolamin.
baik (tekanan darah dalam 4. Pantau frekuensi jantung dan irama 2. Penurunan curah jantung
batas normal). 5. Kolaborasi berikan O2 tambahan sesuai mengakibatkan menurunnya kekuatan
2. Curah jantung kembali indikasi nadi.
meningkat 3. Menunjukkan gangguan aliran darah
3. Input dan outpt sesuai dalam jantung (kelainan katub,
4. Tidak menunjukkan kerusakan septum, atau pebrasi otot
tanda-tanda disritmia papilar).
4. Perubahan frekuensi dan irama
jantung menunjukan komplikasi
disritmia.
5. Oksigen yang dihirup akan lansunng
meningkatakan saturasi oksigen
darah.

7 Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pungsi paru adanya bunyi napas tambahan 1. Menjadi bahan parameter monitoring
keperawatan selama ...x 24 jam, ,perubhan irama dan kedalaman , penggunaan serangan gagal napas dan menjadi data
pola nafas kembali efektif dengan otot-otot aksesori dasar intervensi selanjutnya.
kriteria hasil : 2. Epaluasi keluhan sesak napas, baik secara verbal 2. Tanda dan gejala meliputi adanya
1. Sesak napas (-) dan non verbal kesulitan bernapas saat bicara,
2. Frekuensi napas 16-20 x/ 3. Beri pentilasi mekannik pernapasan dangkal dan
menit 4. Lakukan pemeriksaan kapasitas vital pernapsan. iregular,menggunakan otot-otot
3. Tidak menggunakan otot bantu 5. Posisikan klien pada keadaan semi fowler. aksesoris,takikardi dan perubahan pola
napas 6. Berikan oksigen sesuai i ndikasi napas.
4. Gerakan dada normal 3. Ventilasi mekanik di gunakan jika
pengkajian sesuai kapasitas vital, klien
memperlihatkan perkembangan ke arah
kemundurran, yang mengindikasi ke
arah memburuknya kekuatan otot-otot
pernapasan.
4. Kapsitas vital klien di pantau lebih
sering dan dengan interval yang tertur
dalam penambahan kecepatan
pernapasan dan kualitas pernapasan,
sehingga pernapasan efektif dan di
antisipasi. Penurunana kapasitas vital
karena kelemahan otot-otot yang di
gunakan saat menelan, sehingga hal ini
menyebabkan kesulitan saat batuk dan
menelan, danadnya indikasi
memburuknya pungsi pernapasan.
5. Agar memaksimalkan ekspansi paru
6. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen
8 Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat kecemasan 1. Mengetahui tingkat kecemasan klien.
keperawatan selama …x24 jam 2. Jelaskan dengan sederhana tentang tindakan 2. Untuk mengurangi tingkat kecemasan
diharapkan ansietas bisa teratasi. yang akan di lakukan tujuan, manfat. klien
Kriteria Hasil : 3. Berikan reinforcement untuk prilaku yang 3. Mengurangi kecemasan
1. Klien Tidak cemas lagi. positif. 4. Persepsi klien mempengaruhi
2. Klien rileks Dan tidak bingung 4. Kaji respon psikologis klien terhadap intensitas cemasnya
lagi kehamilan 5. Perubahan tanda vital menimbulkan
3. Klien dapat mengungkapkan 5. Kaji respon fisiologis klien( takikardia, perubahan pada respon fisiologis
secara verbal rasa cemasnya takipnea, gemetar ) 6. Ungkapan perasaan dapat mengurangi
dan mengatakan perasaan 6. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya cemas
cemas berkurang atau hilang. 7. Jelaskan pentingnya keluarga pada masa 7. Untuk meminimalisir kecemasan
kehamilan 8. Keluarga bisa membuat klien lebih
8. Libatakan keluarga untuk mendampingi merasa lebih nyaman.
klien 9. Meningkatkan kepercayaan klien.
9. Gunakan pendekatan yang menyenangkan 10. Mengidentifikasi peneyebab
10.Dorong klien untuk mrngungkapkan kecemasan
perasaan, ketakutan dan persepsi
4. Implementasi
Implementai dilaksanakan sesuai dengan intervensi
5. Evaluasi
1) Nyeri akut teratasi dengan klien tampak rileks, klien mampu tidur/istirahat
dengan tenang, klien tidak gelisah, tidak merintih.
2) Defisit nutrisi teratasi, klien mendapatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan
kebutuhan, menunjukakan BB tetap, klien akan menunjukan peningkatan BB
ideal.
3) Dapat melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan klien
mendemonstrasikan perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas.
4) Mampu menerima keadaan yang sedang berlangsung dengan pasien dapat
bergaul dengan lingkungannya, pasien tidak menunjukkan rasa malu terhadap
dirinya
Bantu klien menggali faktor penguat yang ada pada dirinya, keluarga dan
lingkungannya
5) Integritas kulit klien membaik dengan menunjukkan membran tempratur baik,
sensasi baik, hidrasi baik dan tidak ada lesi atau luka.
6) Penurunan curah jantung tidak terjadi dengan Stabilitas hemodinamik baik
(tekanan darah dalam batas normal), curah jantung kembali meningkat, input
dan outpt sesuai, tidak menunjukkan tanda-tanda disritmia.
7) Pola nafas kembali efektif dengan menunjukkan sesak napas (-), frekuensi
napas 16-20 x/ menit, tidak menggunakan otot bantu napas, dan gerakan dada
normal.
8) Ansietas bisa teratasi dengan klien tidak cemas lagi, klien rileks dan tidak
bingung lagi, klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan
mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang.
DAFTAR PUSTAKA
Desmawati. 2013. Sistem Hematologi & Imunologi Asuhan Keperawatan Umum dan
Maternitas Dilengkapi dengan Latihan Soal-Soal. Jakarta: In Media

Herdman, T.Heather. 2015. NANDA International Inc Diagnosis Keperawatan. Jakarta:EGC

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia

Hasdianah. dkk. 2014. Imunologi Diagnosis dan Teknik Biologi Molekuler. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai