Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Sistemik Lupus Eritomatosus

1. Pengertian

Sistemik Lupus Eritematosus merupakan penyakit yang terkait

dengan kekebalan tubuh manusia. Penyakit ini juga dikenal sebagai

penyakit autoimune. Penyakit terjadi apabila terjadi anomali pada sistem

dan kerja sel pertahanan tubuh manusia. Sel pertahanan tubuh yang

seharusnya melindungi tubuh dari masuknya kuman atau gangguan

eksternal lainnya justru menyerang tubuh pemiliknya. Inflamasi akibat

lupus dapat menyerang berbagai bagian tubuh, misalnya kulit, sendi, sel

darah, paru-paru dan jantung. Gejalanya kerap mirip dengan penyakit

lain sehingga sulit untuk didiagnosis. Gejala lupus sangat beragam. Ada

yang ringan dan ada yang bahkan mengancam jiwa. Penyakit ini memang

tidak menular, tapi bisa berbahaya dan bahkan berpotensi mematikan.

Gejala umumnya adalah ruam kulit, kelelahan, sakit dan pembengkakan

pada sendi.

2. Jenis-Jenis

a. Lupus Eritematosus Sistemik (Systemic Lupus Erythematosus/SLE)

Jenis lupus inilah yang paling sering dirujuk masyarakat umum

sebagai penyakit lupus. SLE dapat menyerang jaringan serta organ

tubuh mana saja dengan tingkat gejala yang ringan sampai parah.
Gejala SLE juga dapat datang dengan tiba-tiba atau berkembang

secara perlahan-lahan dan dapat bertahan lama atau bersifat lebih

sementara sebelum akhirnya kambuh lagi.

Banyak yang hanya merasakan beberapa gejala ringan untuk

waktu lama atau bahkan tidak sama sekali sebelum tiba-tiba

mengalami serangan yang parah. Gejala-gejala ringan SLE, terutama

rasa nyeri dan lelah berkepanjangan, dapat menghambat rutinitas

kehidupan. Karena itu para penderita SLE bisa merasa tertekan,

depresi, dan cemas meski hanya mengalami gejala ringan.

b. Lupus Eritematosus Diskoid (Discoid Lupus Erythematosus/DLE)

Jenis lupus yang hanya menyerang kulit disebut lupus

eritematosus diskoid (discoid lupus erythematosus/DLE). Meski

umumnya berdampak pada kulit saja, jenis lupus ini juga dapat

menyerang jaringan serta organ tubuh yang lain. DLE biasanya dapat

dikendalikan dengan menghindari paparan sinar matahari langsung

dan obat-obatan. Gejala DLE di antaranya rambut rontok, pitak

permanen, ruam merah dan bulat seperti sisik pada kulit yang

terkadang akan menebal dan menjadi bekas luka.

c. Neonatal Lupus

Neonatal lupus terjadi pada bayi. Bayi dapat terjangkit lupus

baik dari ibu yang memiliki penyakit lupus atau pun tidak. Artinya,

resiko terkena lupus dapat terjadi pada bayi mana pun meskipun ibu

tidak memiliki rekam jejak lupus. Bayi yang terjangkit lupus


terkadang mengalami ruam pada kulit, dan gangguan pada beberapa

organ dalam, seperti rendahnya sel darah merah atau gangguan hati.

Meski demikian, beberapa persoalan tersebut akan menghilang

ketika bayi berkembang atau setelah beberapa bulan. Meski

demikian, kebanyakan bayi yang lahir dari ibu yang mengidap lupus

lahir dalam kondisi normal. Menjaga kondisi ibu dan calon bayi

selama masa kehamilan menjadi kunci lahirnya bayi yang sehat.

d. Lupus Akibat Penggunaan Obat

Efek samping obat pasti berbeda-beda pada tiap orang. Terdapat

lebih dari 100 jenis obat yang dapat menyebabkan efek samping

yang mirip dengan gejala lupus pada orang-orang tertentu. Salah

satunya seperti hidralazin (Apresoline), prokainamid (Pronestyl),

isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat anti konvulsan di

samping makanan seperti kecambah alfafa turut terlibat dalam

penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-obatan. Gejala lupus

akibat obat umumnya akan hilang jika Anda berhenti mengonsumsi

obat tersebut sehingga Anda tidak perlu menjalani pengobatan

khusus.

B. Patofisiologi

Penyakit sistemik lupus eritimatosus (SLE) tampaknya terjadi akibat

terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan

autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh


kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal (sebagaimana terbukti oleh

awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan

lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti

hidralazin (Apresoline), prokainamid (Pronestyl), isoniazid, klorpromazin dan

beberapa preparat anti konvulsan di samping makanan seperti kecambah

alfafa turut terlibat dalam penyakit SLE akibat senyawa kimia atau obat-

obatan.

Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat

fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks

imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang

selanjutnya merangsang antibodi tambahan, dan siklus tersebut berulang

kembali.

C. Manifestasi Klinik

Awitan SLE dapat bersifat perlahan-lahan dan tidak jelas atau akut.

Karena alasan inilah, penderita SLE mungkin tidak terdiagnosis selama

bertahun-tahun. Gambaran klinis SLE meliputi lebih dari satu sistem tubuh.

Sistem muskulskeletal terlibat dengan gejala artralgia dan artritis (sinovitis)

yang merupakan gambaran yang sering ditemukan pada penyakit SLE.

Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak merupakan

gejala yang sering terdapat dan akan di sertai dengan rasa kaku pada pagi

hari.
Beberapa jenis manifestasi kulit yang berbeda dapat terjadi pada

penderita SLE; Manifestasi ini mencakup Lupus Eritomatosus Kutan subakut

(SCLE) dan lupus eritomatosus diskoid (DLE). Manifestasi yang paling

dikenal (tetapi frekuensiya kurang dari 50% pasien) adalah lesi akut pada

kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal

hidung serta pipi. Gambaran ini mungkin satu-satunya kelainan kulit pada

sebagian kasus lupus eritomatosus (diskoid). Lesi sering memburuk pada saat

eksaserbasi (flares) penyakit sistemik dan dapat dipicu oleh cahaya matahari

atau sinar ultraviolet artifisial.

Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum. Ulkus ini

terbentuk dimana-mana serta sering dengan eksaserbasi dan mungkin disertai

lesi kulit. Perikarditis merupakan manifestasi kardinal yang paling sering

ditemukan dan terjadi pada sampai 30% pasien. Kelainan ini mungkin

asimtomatik.

Gangguan paru dan pleura terjadi pada 20% hingga 40% pasien;

gangguan ini paling sering di manifestasikan dalam bentuk plueritis atau efusi

pleura.

Sistem vaskuler dapat terlibat dengan proses inflamasi pada arteriola

terminalis yang menimbulkan lesi pakuler, eritomatosus dan purpura. Semua

lesi ini dapat timbul pada ujung jari tangan, siku, jari kaki serta permukaan

ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan dapat berlanjut menjadi

nekrosis.
Limpadenopati terjadi pada 50% dari seluruh pasien SLE pada waktu

tertentu selama perjalanan penyakit tersebut. Gangguan renal terdapat pada

sekitar 52% penderita SLE, dan glumerulus renal merupakan bagian yang

biasanya terkena.

Gambaran neurofisikiatrik yang bervariasi dan frekwen pada SLE kini

sudah lebih banyak dikenali. Gambaran ini umumnya diperlihatkan oleh

perubahan yang tidak jelas pada pola perilaku atau kemampuan kognitif.

Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh

bentuk penyakit neurologik. Sering terjadi depresi dan psikosis.

D. Evaluasi Diagnostik

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan

hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan

serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula atritis, pleuritis dan

perikarditis. Tidak ada satu tes laboratorium tunggal yang dapat memastikan

diagnosis SLE; sebaliknya, pemeriksaan serum akan mengungkapkan anemia

yang sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan

antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnosis yang lainnya

mendukung tetapi tidak memastikan diagnosis.


E. Proses Keperawatan

1. Pengkajian

a. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat kesehatan dahulu

a) Riwayat terekspos sinar radiasi UV yang parah

b) Riwayat pemakaian obat-obatan hidralazin, prokainamid,

isoniazid, kontrasepsi oral dll

c) Riwayat terinfeksi virus

d) Terekspos bahan kimia

e) Riwayat pasien wanita yang haid pertama terlalu cepat

2) Riwayat kesehatan keluarga

a) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun

b) Riwayat keluarga dengan infeksi berulang

3) Riwayat kesehatan sekarang

Pasien mengatakan:

a) Nyeri sendi karena gerakan

b) Kekakuan pada sendi

c) Kesemutan pada tangan dan kaki

d) Sakit kepala

e) Demam

f) Merasa letih, lemah

g) Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu

senggang, pekerjaan
h) Keputusasaan dan ketidakberdayaan

i) Kesulitan untuk makan

j) Nausea, vomitus

k) Sesak nafas

l) Nyeri dada

m) Ancaman pada konsep diri, citra diri

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktivitas dan latihan

a) Keterbatasan rentang gerak

b) Deformitas

c) Kontraktur

2) Nyeri dan kenyamanan

a) Pembengkakan sendi

b) Nyeri tekan

c) Perubahan gaya berjalan/pincang

d) Gerak otot melindungi yang sakit

3) Kardiovaskuler

a) Fenomena raynoud

b) Hipertensi

c) Edema

d) Pericardial friction rub

e) Aritmia

f) Murmur
4) Nutrisi dan metabolik

a) Lesi pada mulut

b) Penurunan berat badan

5) Pola eliminasi

a) Peningkatan pengeluaran urin

b) Konstipasi/diare

2. Diagnosa Keperawatan

a. Intoleransi aktivitas b.d. peningkatan aktivitas penyakit

b. Gangguan rasa nyaman b.d. distensi jaringan oleh akumulasi cairan/

proses inflamasi, destruksi sendi

c. Gangguan integritas kulit b.d. fotosensitive, ruam kulit dan alopesia

d. Intoleran aktivitas b.d. artralgia, kelemahan dan keletihan

e. Gangguan citra diri b.d. penyakit kronik.

3. Intervensi Keperawatan

a. Intoleransi Aktivitas b.d. peningkatan aktivitas penyakit

Manifestasi klinis :

1) Kehilangan energi

2) Ketidakmampuan ADL

Kriteria Hasil :

1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleran aktivitas


2) Memperlihatkan kemajuan (khususnya tingkat yang lebih tinggi

dari mobilitas yang mungkin)

3) Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia pada

peningkatan aktivitas (nadi, tekanan darah, pernafasan)

4) Melaporkan penurunan gejala-gejala intoleran aktivitas

Intervensi Rasional

1) Kaji respon pasien terhadap 1) Untuk mengatahui adanya ADL.

aktivitas.

2) Kaji pasien untuk aktivitas 2) Untuk mengembangkan rutinitas

prioritas. kegiatan sehari-hari secara sempurna.

3) Ajarkan teknik penyimpanan 3) Untuk menyelesaikan sesuatu

energi seperti duduk disaat sebanyak mungkin dengan

mencuci piring, mendapat bantuan meminimalkan pengeluaran energi.

dari orang lain.

4) Libatkan keluarga dalam rencana 4) Untuk meningkatkan dukungan pada

keperawatan. pada pasien dan keluarga mengerti

tentang penyakit dan komplikasi.

5) Ajarkan teknik medikasi dan yoga. 5) Untuk mengurangi stres.

6) Anjurkan pasien untuk istirahat 6) Untuk sementara membalikkan efek

teratur dan sesuai dengan yang dari keletihan.

dibutuhkan.
b. Gangguan rasa nyaman b.d. distensi jaringan oleh akumulasi

cairan/proses inflamasi, destruksi sendi

Manifestasi klinis :

Keluhan dari nyeri sendi, perilaku distraksi, berfokus pada diri sendiri.

Intervensi Rasional

1) Kaji lokasi nyeri dan beratnya 1) Untuk merencanakan intervensi yang

nyeri. tepat.

2) Berikan analgesia sebagai order 2) Untuk mengurangi nyeri.

dan monitor efek, ajarkan

tindakan menjaga sendi, kompres

panas dan dingin yang sesuai.

3) Gunakan terapi nonfarmakologi, 3) Untuk menggantikan analgesia.

nyeri intervensi seperti relaksasi

dan imajinasi.

c. Gangguan integritas kulit b.d. fotosensitif, ruam kulit, dan

alopesia

Manifestasi klinis : Ruam pada beberapa bagian tubuh, muka “kupu-

kupu”, rambut rontok, daerah ulkus diujung jari, keluhan dari urtikaria

dan fotosensitif.

Kriteria hasil :
1) Menunjukkan tingkah laku untuk mencegah kerusakan

kulit/meningkatkan kesembuhan

2) Menunjukkan kemajuan pada luka/penyembuhan lesi.

Intervensi Rasional

Mandiri

1) Kaji kulit setiap hari. Catat warna, 1) Untuk merencanakan intervensi

turgor, sirkulasi, dan sensasi. yang tepat.

Gambarkan lesi dan amati

perubahan.

2) Pertahankan/instruksikan hygiene 2) Mempertahankan kebersihan.

kulit. Misal: membasuh, kemudian Karena kulit yang kering dapat

mengeringkannya dengan hati-hati menjadi barier infeksi. Pembasuhan

dan melakukan masase dengan kulit kering sebagai ganti

lotion atau krim. menggaruk menurunkan resiko

trauma dermal. Masase

meningkatkan sirkulasi kulit dan

meningkatkan kenyamanan.

3) Secara teratur ubah posisi, ganti 3) Meningkatkan aliran darah ke

sprai sesuai kebutuhan. jaringan dan meningkatkan proses

kesembuhan.

4) Pertahankan sprei bersih, kering, 4) Friksi kulit disebabkan oleh kain

dan tidak berkerut. yang berkerut dan basah yang


menyebabkan iritasi dan potensial

terhadap infeksi.

5) Dapat mengurangi kontaminasi


5) Tutupi luka tekan yang terbuka
bakteri, meningkatkan proses
dengan pembalut yang steril.
penyembuhan.

Kolaborasi

1) Dapatkan kultur dari lesi kulit 1) Mengidentifikasi bakteri patogen

terbuka. dan pilihan perawatan yang sesuai.

2) Berikan obat-obatan topikal atau 2) Digunakan pada perawatan lesi

sistemik sesuai indikasi. kulit.

3) Lindungi lesi/ulkus dengan balutan 3) Melindungi area ulserasi dari

basa atau salep antibiotik sesuai kontaminasi dan meningkatkan

petunjuk. penyembuhan.

4. Implementasi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Implementasi

Intoleransi Aktivitas b.d. 1) Mengkaji respon pasien terhadap

peningkatan aktivitas penyakit aktivitas.

2) Mengkaji pasien untuk aktivitas

prioritas.

3) Mengajarkan teknik penyimpanan

energi seperti duduk disaat mencuci


piring, mendapat bantuan dari orang

lain.

4) Melibatkan keluarga dalam rencana

keperawatan.

5) Mengajarkan teknik medikasi dan

yoga.

6) Menganjurkan pasien untuk istirahat

teratur dan sesuai dengan yang

dibutuhkan.

Gangguan rasa nyaman b.d. distensi 1) Mengkaji lokasi nyeri dan beratnya

jaringan oleh akumulasi nyeri.

cairan/proses inflamasi, destruksi 2) Memberikan analgesia sebagai order

sendi dan monitor efek, ajarkan tindakan

menjaga sendi, kompres panas dan

dingin yang sesuai.

3) Menggunakan terapi nonfarmakologi,

nyeri intervensi seperti relaksasi dan

imajinasi.

Gangguan integritas kulit b.d. Mandiri

fotosensitif, ruam kulit, dan alopesia 1) Mengkaji kulit setiap hari. Mencatat

warna, turgor, sirkulasi, dan sensasi.

Menggambarkan lesi dan amati

perubahan.
2) Mempertahankan/menginstruksikan

hygiene kulit. Misal: membasuh,

kemudian mengeringkannya dengan

hati-hati dan melakukan masase

dengan lotion atau krim.

3) Mengubah posisi, mengganti sprai

sesuai kebutuhan secara teratur.

4) Mempertahankan sprei bersih, kering,

dan tidak berkerut.

5) Menutupi luka tekan yang terbuka

dengan pembalut yang steril.

Kolaborasi

6) Mendapatkan kultur dari lesi kulit

terbuka.

7) Memberikan obat-obatan topikal atau

sistemik sesuai indikasi.

8) Melindungi lesi/ulkus dengan balutan

basa atau salep antibiotik sesuai

petunjuk.

5. Evaluasi
Jika kriteria hasil dari setiap diagnosa keperawatan teratasi maka

intervensi dihentikan. Jika kriteria hasil dari setiap diagnosa keperawatan

belum terasi atau teratasi sebagian maka intervensi dilanjutkan.

Anda mungkin juga menyukai