Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Insidens LES pada anak secara keseluruhan mengalami peningkatan, sekitar 15-
17%. Penyakit LES jarang terjadi pada usia di bawah 5 tahun dan menjelang remaja.
Perempuan lebih sering terkena dibanding laki-laki, dan rasio tersebut juga meningkat
seiring dengan pertambahan usia. Prevalensi penyakit LES di kalangan penduduk berkulit
hitam ternyata lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk berkulit putih. Pada anak-
anak prevelensi SLE antara 0/100.000 pada wanita berkulit putih dibawah usia 15 tahun
sampai 31/100.00 pada wanita asia usia 10-20 tahun. Insiden SLE pada usia 10-20 tahun
bervariasi yaitu 4,4/100.00 pada wanita kulit putih, 19,86/100.00 pada wanita kulit hitam.
(Agus akar , 2012) Berdasarkan hasil survey dengan 1 orang meninggal dunia. Setiap
tahun ditemukan lebih dari 100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi
penyakit yang sering terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang
inadekuat,  penurunan kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh
penderita SLE. . Soetomo Surabaya selama tahun 2005 sebanyak 81 orang dan prevalensi
penyakit ini menempati urutan keempat setelah osteoartritis, reumatoid artritis, dan low
back pain. Di RSU Dr. Saiful Anwar Malang, penderita SLE pada bulan Januari sampai
dengan Agustus 2006 ada 14 orang dengan 1 orang . Systemic lupus erytematosus (SLE)
atau lupus eritematosus sistemik (LES) adalah  penyakit radang atau inflamasi
multisistem yang penyebabnya diduga karena adanya  perubahan sistem imun (Albar,
2003). SLE termasuk penyakit collagen-vascular yaitu suatu kelompok penyakit yang
melibatkan sistem muskuloskeletal, kulit, dan pembuluh darah yang mempunyai banyak
manifestasi klinik sehingga diperlukan pengobatan yang kompleks. Etiologi dari
beberapa  penyakit collagen- kasus SLE ini karena berdasarkan hasil survey, data
morbiditas  penderita SLE di RSU Dr vascular sering tidak diketahui tetapi sistem imun
terlibat sebagai mediator terjadinya penyakit tersebut (Delafuente, 2012).
Alasan mengapa kelompok meninggal dunia. Setiap tahun ditemukan lebih dari
100.000 penderita baru. Hal ini disebabkan oleh manifestasi penyakit yang sering
terlambat diketahui sehingga berakibat pada pemberian terapi yang inadekuat, penurunan
kualitas pelayanan, dan peningkatan masalah yang dihadapi oleh penderita SLE. Masalah
lain yang timbul adalah belum terpenuhinya kebutuhan penderita SLE dan keluarganya
tentang informasi, pendidikan, dan dukungan yang terkait dengan SLE. Oleh karena itu
penting sekali meningkatkan kewaspadaan masyarakat tentang dampak buruk penyakit
SLE terhadap kesehatan serta dampak psikologi dan sosialnya yang cukup berat untuk
penderita maupun keluarganya. Kurangnya prioritas di bidang penelitian medik untuk
menemukan obat-obat penyakit SLE yang baru, aman dan efektif, dibandingkan dengan
penyakit lain juga merupakan masalah tersendiri (Yayasan Lupus Indonesia).
BAB II
1. Definisi
  Lupus  berasal dari bahasa latin yang berarti anjing hutan atau serigala,sedangkan
erythematosus dalam bahasa Yunani berarti kemerah-merahan. Istilah lupus
erythematosus  pernah digunakan pada zaman Yunani kuno untuk menyatakan suatu
penyakit kulit kemerahan di sekitar pipi yang disebabkan oleh gigitan anjing hutan.
Sistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit reumatik autoimun yang ditandai
adanya inflamasi tersebar luas, yang mempengaruhi setiap organ atau sistem dalam
tubuh. Penyakit ini berhubungan dengan deposisi auto anti bodi dan kompleks imun
sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.( Lamont, David E, DO ;2006 )
SLE (Sistemisc lupus erythematosus)adalah suatu penyakit komplek yang
bersifat genetis dan di duga lebih dari satu gen menentukan seseorang akan terkena atau
tidak (Moore Sharoon, 2008).
2. Etiologi
Penyebab lupus belum diketahui secara pasti. Kombinasi dari faktor genetik dan
lingkungan sering dikaitkan dengan terjadinya lupus. Beberapa pemicu dari munculnya
gejala lupus adalah paparan sinar matahari, penyakit infeksi, atau obat-obatan tertentu.
Risiko terjadinya lupus juga meningkat jika seseorang berjenis kelamin wanita, berusia
15–45 tahun, dan memiliki anggota keluarga dengan penyakit lupus. Perlu diingat, lupus
bukanlah penyakit menular.
3. Maninfestasi klinis
Gejala awal lupus
1. Demam lama tanpa penyebab yang jelas
Gartika mengngkapkan seringkali pasien lupus datang ke rumah sakit dengan
keluhan demam ringan yang hilang timbul dan telah berlangsung lama. Lama
yang dimaksud di sini, yakni hingga berminggu-minggu atau berbulan-bulan
tanpa diketahui penyebabnya.
2. Tampak pucat dan memiliki riwayat transfusi darah berulang Bila anak tampak
pucat, mudah lelah, lesu, dan ada riwayat transfusi darah berulang, para orangtua
harus awas. Pasalnya, kondisi itu bisa jadi adalah gejala penyakit lupus.
Anak dengan anemia hemolitik autoimun pada perjalanan penyakitnya, banyak
yang menjadi lupus.
3. Mudah letih
Anak yang biasanya aktif kemudian menjadi tidak aktif atau malas beraktivitas
bisa jadi gejala penyakit lupus.
4. Ruam pada kulit
Ruam dapat muncul di wajah berbentuk seperti sayap kupu-kupu atau yang
disebut dengan butterfly rash (bercak malar). Ruam yang menjadi gejala penyakit
lupus juga dapat berbentuk bulat-bulat dan muncul di bagian tubuh lain, seperti
leher, batang tubuh, lengan dan tungkai. Ruam jenis itu disebut bercak diskoid.
5. Nyeri dan bengkak pada sendi
Para orangtua harus mewaspadai jika anak sering mengeluh nyeri dan bengkak
pada persendian, umumnya di sendi-sendi besar seperti siku dan lutut.
6. Bengkak pada kelopak mata dan tungkai bawah Salah satu gejala lain pada
penyakit lupus yang dapat timbul adalah bengkak pada kelopak mata dan tungkai
bawah. Gejala bisa disertai juga dengan buang air kecil yang lebih sedikit dari
biasanya. Apabila ditemukan keluhan seperti itu, para orangtua bisa mewaspadai
adanya kelainan ginjal akibat lupus.
7. Rambut rontok
Apabila rambut anak rontok lebih dari 100 helai per hari, para orangtua patut
mewaspadai kemungkinan adanya penyakit lupus.
8. Kulit sensitif terhadap sinar matahari
Kulit penderita lupus mudah mengalami bercak kemerahan yang menetap jika
terkena sinar matahari.
9. Sesak napas dan nyeri dada Penyakit lupus dapat menyerang organ paru-paru dan
jantung sehingga anak mungkin mengeluhkan adanya nyeri di daerah dada dan
sesak napas.

10. Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus Yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang
menyerang kulit. Lesi berbentuk lingkaran atau cakram dan ditandai oleh batas eritema
yang meninggi, skuama, sumbatan folikuler, dan telangiektasia. Lesi ini timbul di kulit
kepala, telinga, wajah, lengan,  punggung, dan dada. Penyakit ini dapat menimbulkan
kecacatan karena lesi ini memperlihatkan atrofi dan jaringan parut di bagian tengahnya
serta hilangnya apendiks kulit secara menetap (Hahn, 2005).

2. Systemics Lupus SLE merupakan penyakit radang atau inflamasi multisistem yang
disebabkan oleh banyak faktor (Isenberg and Horsfall,1998) dan dikarakterisasi oleh
adanya gangguan disregulasi sistem imun berupa
- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari dan kadang di sertai
pusing.

3. Serangan pada Sendi dan Otot


a. Radang sendi pada lupus  
b. Radang otot pada lupus
4. Serangan pada Darah
a. Anemia  
b. Trombositopenia
c. Gangguan pembekuan
d. Limfositopenia
5. Serangan pada Hati
a. Hepatosplenomegali non spesifik  
b. Hepatitis lupoid (Djauzi, 2009)

5. Pathway

6. Pemeriksaan diagnostic
1. Patologi Anatomi
Hasil yang didapat pada penderita lupus berupa:
a. Epidermis atrofi  
b. Degenerasi pada junction dermal-epidermal
c. Dermis edema
d. Infiltrat limfositosis dermal
e. Degeneratif fibrinoid dari jaringan konektif dan dinding pembuluh darah.
2. Imunofluoresensi Kulit
Pada tes imunofluoresensi langsung didapatkan antibodi intraseluler tipe IgG dan
C3. Pada tes imunofluoresensi secara langsung didapatkan antibodi pemphigus tipe
IgG. Tes pertama lebih terpercaya daripada tes kedua, karena telah positif pada
penuaan penyakit. Kadar titernya pada umumnya sejajar dengan beratnya penyakit
dan akan menurun dan menghilang dengan pengobatan kortikosteroid.\
3. Serologi
Pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan yang menggunakan serum. Pemeriksaan
serologi mempunyai hasil yang sangat bervariasi tergantung  pada respon imun saat
pemeriksaan laboratorium dilakukan dan lamanya kelainan yang dialami penderita.
Pada pemeriksaan ini, penderita SLE sering menunjukkan hasil berupa:
a. ANA positif  
b. Anti double strand DNA antibodies
c. Anti-Sm antibodies dan rRNP antibodies specific
d. Anti-kardiolipin auto anti-bodi
4. Hematologi
Penderita SLE akan menunjukkan hasil pemeriksaan hematologi sebagai  berikut:
a. Anemia  
b. Limpopenia
c. Trombositopenia
d. Elevasi ESR
5. Urinalisa
Akan menunjukkan hasil berupa:
a. Proteinuria.

7. Penatalaksanaan klinis
1. Medis
b. NSAID (Non Steroid Anti-Inflamasi Drugs)  
NSAIDs adalah obat anti inflamasi non steroid) merupakan pengobatan yang efektif
untuk mengendalikan gejala pada tingkatan ringan, tapi harus digunakan secara hati-hati
karena sering menimbulkan efek samping peningkatan tekanan darah dan merusak fungsi
ginjal. Bahkan  beberapa jenis NSAID dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan
stroke. (Djoerban, 2002).
c. Kortikosteroid
Penggunaan dosis steroid yang tepat merupakan kunci utama dalam  pengendalian lupus.
Dosis yang diberikan dapat terlalu rendah untuk  pengendalian penyakit, namun
kesalahan yang sering terjadi adalah  pemberian dosis terlalu tinggi dalam waktu terlalu
lama. Steroid dapat memperburuk hipertensi, memprovokasi diabetes dan memiliki efek
buruk pada profil lipid yang mungkin berkontribusi pada meningkatnya kematian akibat
penyakit jantung. Steroid dosis tinggi meningkatkan risiko pendarahan gastrointestinal
dan terjadi pada pada dosis yang lebih rendah jika digunakan bersama NSAID.
Osteonekrosis (nekrosis avaskular) juga cukup umum pada lupus dan tampaknya terkait
terutama dengan penggunaan steroid oral dosis tinggi atau metilprednisolon intravena.
Meskipun memiliki banyak efek samping, obat kortikisteroid tetap merupakan obat yang
berperan penting dalam  pengendalian aktifitas penyakit. Karena itu, pengaturan dosis
yang tepat merupakan kunci pengobatan yang baik (Djoerban, 2002).
d. Antimalaria
Hydroxychloroquine (Plaquenil) lebih sering digunakan dibanding kloroquin karena
risiko efek samping pada mata diyakini lebih rendah. Obat ini memiliki manfaat untuk
mengurangi kadar kolesterol, efek anti-platelet sederhana dan dapat mengurangi risiko
cedera jaringan yang menetap serta cukup aman pada kehamilan (Djoerban, 2002).
e. Immunosupresan
 Azathioprine Azathioprine (Imuran) adalah antimetabolit imunosupresan:
mengurangi biosintesis purin yang diperlukan untuk  perkembangbiakan sel
termasuk sel sistem kekebalan tubuh.
 Mycophenolate mofetil Mycophenolate mofetil (MMF) berfungsi menghambat
sintesis purin, proliferasi limfosit dan respon sel T antibodi.
 Methotrexate Methotrexate merupakan asam folat antagonis yang
diklasifikasikan sebagai agen sitotoksik antimetabolit, tetapi memiliki banyak
efek pada sel-sel sistem kekebalan tubuh termasuk modulasi produksi sitokin
 Cyclosporin Cyclosporin menghambat aksi kalsineurin sehingga menyebabkan
penurunan fungsi efektor limfosit T.
 Cyclophosphamide Obat ini telah digunakan secara luas untuk  pengobatan lupus
yang mengenai organ internal dalam empat dekade terakhir. Obat ini juga banyak
digunakan untuk pengobatan lupus susunan saraf pusat berat dan penyakit paru
berat.
 Rituximab Rituximab bekerja pada sel B yang diduga merupakan sel esensial
dalam perkembangan lupus. Sekarang ini Rituximab sering diberikan kombinasi
dengan methotrexate
2. Keperawatan
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai area klinik karena sifat  penyakit
yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik keperawatan reumatologi, pengobatan
umum, dermatologi, ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien,
terdapat tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.
a. Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan menggunakan instrument yang
valid, seperti hitung nyeri tekan dan bengkak sendi (Thompson & Kirwan,
1995) dan kuesioner pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member
indikasi yang berguna mengenai  pemburukan atau kekambuhan gejala.
b. Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang. Pasien yang
menyadari hubungan antara stres dan serangan aktivitas penyakit akan mampu
mengoptimalkan prospek kesehatan mereka. Advice tentang keseimbangan
antara aktivitas dan periode istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda
peringatan serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit
kepala, atau pusing, penting dalam membantu pasien mengembangkan strategi
koping dan menjamin masalah diperhatikan dengan baik.
c. Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien SLE. Perawat
dapat memberi dukungan dan dorongan serta, setelah pelatihan, dapat
menggunakan ketrampilan konseling ahli. Pemberdayaan pasien, keluarga, dan
pemberi asuhan memungkinkan kepatuhan dan kendali  personal yang lebih
baik terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka (Anisa Tri
U., 2012).

Anda mungkin juga menyukai