Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN PROMOSI KESEHATAN DALAM PRAKTEK

PENYAKIT TENTANG SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE)


I.

IDENTIFIKASI MASALAH
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimunkronik yang

ditandai oleh terbentuknya antibody-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan.
Antibody-antibodi tersebut biasanya adalah igG atau igM dan dapat bekerja terhadap asam
nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit. Kompleks antigen antibody dapat mengendap di jaringan kapiler
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III, kemudian terjadi peradangan kronik (Corwin,
2009 hal : 167).
Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit yang penyebabnya tidak
diketahui, terjadi kerusakan jaringan dan sel oleh autoantibody dan kompleks-imun
patogenik. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada perempuan, biasanya pada usia subur,
tetapi anak, laki-laki, dan orang tua juga dapat terkena. Di Amerika Serikat, prevalensi SLE
di daerah perkotaan berkisar antara 15 sampai 50 per 100.000 populasi; penyakit ini lebih
sering dijumpai pada orang berkulit hitam daripada berkulit putih. Masyarakat keturunan Asia
dan Spanyol juga rentan (Isselbacher, 2014 hal : 1834).
SLE adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat uang
sangat berubah-ubah. Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit
diperkirakan dengan awal manifestasi yang akut atau tersamar yang sebenarnya dapat
menyerang setiap organ tubuh; namun, penyakit ini menyerang terutama kulit, ginjal,
membrane serosa, sendi dan jantung (Kumar, 2007 hal : 144).
II.

PENGANTAR

Bidang Studi : Sistem Imun & Hematologi


Topik

: Lupus Erythematosus (SLE)

Sub Topik

: Pencegahan sekunder Lupus Erythematosus (SLE)

Sasaran

: Masyarakat Samata

Hari/tanggal

: Kamis, 10 Desember 2015

Jam

: 10.00 - selesai

Waktu

: 20 menit

Tempat

: Puskesmas Samata

III.

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Setelah mengikuti kegiatan penyuluhan diharapkan peserta dapat memahami dan

mengerti tentang penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE).


IV.

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS (TIK)

Setelah mengikuti penyuluhan tentang Systemic Lupus Erythematosus (SLE)., peserta dapat
mengevaluasi kembali tentang :

V.

Pengertian Systemic Lupus Erythematosus (SLE).


Tanda dan Gejala
Penyebab
Pengobatan
Pencegahan
MATERI

Terlampir
VI.

METODE
Penjelasan
Tanya Jawab

VII. MEDIA

VIII.

Materi SAP
Power Point
LCD
Leaflet

KEGIATAN PEMBELAJARAN

No.
1.

Waktu
3
Menit

Kegiatan role play model


Pembukaan :

Kegiatan Peserta

1. Memberikan salam

1. Menjawab salam.

2. Menjelaskan tujuan pembelajaran

2. Mendengarkan dan

3. Menyebutkan materi atau pokok memperhatikan


bahasan yang di sampaikan
2.

menit

Pelaksanaan materi :
Pelaksanaan materi

Menyimak dan

penyuluhan secara berurutan dan memperhatikan


terartur
Materi :
1. Pengertian Systemic Lupus

3.

Menit

Erythematosus (SLE).
2. Tanda dan Gejala
3. Penyebab
4. Pengobatan
5. Pencegahan
Evaluasi :
1. menyimpulkan isi penyuluhan.
2. menyampaikan

secara

singkat menjawab

materi penyuluhan.
3. Memberi

kesempatan

Bertanya dan
pertanyaan

kepada

audience untuk bertanya.


4. memberikan kesempatan kepada
audience untuk menjawab pertanyaan
yang dilontarkan.
4.

menit

Penutup :
1. menyimpulkan materi yang telah
disampaikan.
2. menyampaikan terima kasih atas
waktu yang telah diberikan oleh
peserta.
3. mengucapkan salam.

Menjawab salam

IX. PENGESAHAN

Makassar, 10 Desember 2015


Sasaran

Pemberi penyuluhan

Masyarakat

Mengetahui
Dosen Pembimbing

X. EVALUASI
1.
2.
3.
4.
5.

Apa Pengertian Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Apa Penyebab Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Bagaimana Tanda dan Gejala Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Bagaimana Pengobatan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)
Bagaimana Pencegahan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

XI. LAMPIRAN MATERI


A. Defenisi Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah suatu penyakit autoimunkronik yang
ditandai oleh terbentuknya antibody-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan.
Antibody-antibodi tersebut biasanya adalah igG atau igM dan dapat bekerja terhadap asam
nukleat pada DNA atau RNA, protein jenjang koagulasi, kulit, sel darah merah, sel darah
putih, dan trombosit. Kompleks antigen antibody dapat mengendap di jaringan kapiler
sehingga terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III, kemudian terjadi peradangan kronik (Corwin,
2009 hal : 167).

Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah penyakit yang penyebabnya tidak


diketahui, terjadi kerusakan jaringan dan sel oleh autoantibody dan kompleks-imun
patogenik. Sembilan puluh persen kasus terjadi pada perempuan, biasanya pada usia subur,
tetapi anak, laki-laki, dan orang tua juga dapat terkena. Di Amerika Serikat, prevalensi SLE
di daerah perkotaan berkisar antara 15 sampai 50 per 100.000 populasi; penyakit ini lebih
sering dijumpai pada orang berkulit hitam daripada berkulit putih. Masyarakat keturunan Asia
dan Spanyol juga rentan (Isselbacher, 2014 hal : 1834).
SLE adalah suatu penyakit autoimun multisystem dengan manifestasi dan sifat uang
sangat berubah-ubah. Secara klinis, SLE merupakan suatu penyakit kambuhan, dan sulit
diperkirakan dengan awal manifestasi yang akut atau tersamar yang sebenarnya dapat
menyerang setiap organ tubuh; namun, penyakit ini menyerang terutama kulit, ginjal,
membrane serosa, sendi dan jantung (Kumar, 2007 hal : 144).
B. Etiologi Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Penyebab LES tidak diketahui, Waupun penyakit ini sering terjadi pada orang-orang
dengan kecenderungan mengidap penyakit otoimun. Bukti yang menunjang hal ini adalah
tingginya angka kejadian kembar identik pada bayi kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Kecenderungan terjadinya LES dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan
bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Wanita lebih cenderung mengalami LES
dibandingkan pria, karena peran hormone seks. LES dapat dicetuskan oleh stress, sering
berkaitan dengan kehamilan atau menyusui. Pada beberapa orang, pajanan radiasi ultraviolet
yang berlebihan dapat mencetuskan penyakit. Penyakit ini biasanya mengenai wanita muda
selama masa subur. Penyakit ini dapat bersifat ringan selama bertahun-tahun, atau dapat
berkembang dan menyebabkan kematian. (Corwin, 2009 hal : 168).
Tiga factor etiologi menurut Pringgoutomo dkk (2002)

yang dianggap berperan

dalam timbulnya penyakit ini adalah :


1. Genetic : factor ini dibuktikan perannya melalui adanya fakta dimana kejadian
penyakit serupa pada kembar monozigotik sebanyak kira-kira 20% dibandingkan
dengan pada kembar dizigotik yang hanya 3%. Kemudian juga ditemukan fakta
bahwa anggota keluarga yang tidak manifest secara klinik, ternyata menunjukkan
adanya autoantibody di serum. Fenomena terakhir ini juga merupakan indikasi bahwa
manifestasi klinik penyakit autoimun ditentukan juga oleh factor pencetus lainnya,

misalnya factor lingkungan/non-genetik. Selanjutnya, jenis HLA tertentu yang dulu


dianggap merupak predisposisi terhadap penyakit autoimun, ternyata berkaitan
dengan pembentukan autoantibody tertentu seperti anti ds-DNA, anti Sm dan
antifosfollipid.
2. Non-genetik : obat-obatan seperti hidralazin, procainamid dan D-penicillamin dapat
mencetuskan lupus eritematosus pada manusia. Sinar matahari. Khususnya ultraviolet
juga berefek serupa karena akan memacu keratinosit membentuk IL-1. Hal lainnya
adalah virus serta hormone seksual. Eksaserbasi yang terjadi seiring dengan daur haid
merupan petunjuk peran hormone seks ini.
3. Imunologik : kelainan fungsi system imun diduga mendasari proses terjadinya lupus.
Letak kelainan masih controversial, semula diduga sebagai akibat sel B yang
hipereaktif pada perangsangan poliklonal, namun belakangan ini ditemukan indikasi
bahwa letak kelainan adalah pada sel T penolong. Mekanisme imunologik yang
mendasari kerusakan jaringan pada umumnya adalah hipersensitifitas tipe III.
C. Gejala Klinik Lupus Eritematosus Sistemik (LES)
Gejala klinik yang khas dari lupus eritematosus sistemik yaitu ruam kulit pada pipi
dan hidung yang menyerupai gambar kupu-kupu, arthritis, demam, pleuritis dan fotosensitif.
Penderita juga dapat menunjukkan gejala tidak khas berupa demam tanpa diketahui sebabnya,
arthritis yang menyerupai arthritis rheumatoid atau demam reuma, rambut rontok,
anemia/kelainan hematologic lainnya, peradangan mukosa, kelainan ginjal, gejala neurologic
berupa kejang bahkan psikosis dan serositis (Pringgoutomo, 2002 hal : 268).
Gambaran klinis menurut Corwin (2009) yaitu :

Poliartralgia (nyeri sendi ) dan atritis (perandangan sendi).


Demam akibat peradangan kronik.
Ruam wajah dalam pola malar (seperti kuku-kuku) di pipi dan dihidung. Kata lupus

berarti serigala dan mengacu kepada penampakan topeng seperti serigala.


Lesi dan kebiruan di ujung jari akibat buruknya aliran darah dan hipoksia kronik.
Skelrosis (pengencangan atau pengerasan) kulit jari tangan.
Luka di selaput lendir mulut atau faring (sariawan).
Lesi berskuama di kepala, leher, dan punggung.
Edema mata dan kaki mungkin mencerminkan keterlibatan ginjal dan hipertensi.
Anemia, kelelahan kronik, infeksi berulang, dan perdarahan sering terjadi karena
serangan terhadap sel darah merah dan putih serta trombosit.

D. Penatalaksanaan Lupus Eritematosus Sistemik (LES)


Lupus merupakan penyakit yang tidak dapat diramalkan, yang bisa relaps dan remisi.
Penatalaksanaan ditujukan pada serangan akut dan juga pada strategi-strategi pencegahan
seperti perlindungan terhadap UV dan evaluasi serta terapi segera terhadap infeksi.
Pemantauan klinis yang ketat, dengan penilaian perkembangan penyakit secara rutin sangat
penting untuk menentukan kebutuhan akan terapi anti inflamasi dan imunosupresi, terutama
untuk meminimilkan kerusakan ginjal dan SSP (Davey, 2005 hal : 396)
Pilihan terapi farmakologis menurut Patrick Davey (2005) yaitu :

OAINS : Manifestasi musculoskeletal, serositis, dan gejala konstitusi.


Antimalaria : Hidrosiklorokuin digunakan untuk manifestasi musculoskeletal, kutan,

dan gejala konstitusi. Efek samping termasuk toksisitas retina.


Kortikosteroid : digunakan secara topical pada ruam inflamasi, peroral untuk penyakit
aktif ringan, dan secara intravena untuk manifestasi berat akut seperti lupus SSP.
Azatioprin, metotreksat, dan mikofenilat mofetil mungkin digunakan sebagai agen

hemat-steroid. Steroid jangka panjang menginduksi osteoporosis.


Siklofosfamid menghambat perkembangan nefritis lupus dan mengurangi risiko gagal
ginjal stadium akhir. Mungkin juga bermanfaat pada komplikasi SSP dan

hematologis. Inhibitor ACE dapat membantu pada nefritis SLE.


Dapson berguna pada manifestasi kulit SLE.
Antikoagulan digunakan pada sindrom antifosfolipid :
- Aspirin sebagai profilaksis;
- Warfarin seumur hidup pada pasien yang telah mengalami thrombosis.
Immunoglobulin intravena atau danazol mungkin digunakan pada trombositopenia
imun.

XII. PENGOBATAN
1. Obat anti inflamasi nonsteroid
2. Kortikosteroid
3. Hydroxychloroquine
4. Obat imunosupresan
5. Rituximab

XIII. PENCEGAHAN

Mencegah penyakit lupus eritematosus sistemik (LES) bisa dilakukan dengan cara :
1.
2.
3.
4.
5.

Menghindari stres dan menerapkan pola hidup sehat;


Mengurangi kontak langsung berlebihan dengan sinar matahari;
Stop / berhenti merokok;
Berolahraga teratur;
Melakukan diet nutrisi.

XIV. DAFTAR PUSTAKA


Isselbacher dkk. 2014. HARRISON PRINSIP-PRINSIP ILMU PENYAKIT DALAM VOL.4
E/13. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC
Perhimpunan Reumatologi Indonesia. 2011. Diagnosis Dan Pengelolaan LUPUS
ERITEMATOSUS SISTEMIK
Corwin Elizabeth. 2009. Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran
EGC
Kumar, Cotran. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7 Vol 1. Jakarta. . Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Davey Patrick. 2005. At a Glance MEDICINE. Jakarta. Penerbit Erlangga
Pringgoutomo Sudarto dkk. 2002. BUKU AJAR PATOLOGI I (UMUM) Edisi ke-1. Jakarta.
Penerbit Sagung Seto
Smeltzer, Brenda. 2002. BUKU AJAR Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta . Buku
Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai