Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

SLE (SYSTEMIC LUPUS ERHYTEMATOSUS)

KELOMOPOK 4

1. Desta Setyo W. 1140970120007


2. Guguk Agus. S 1140970120009
3. Hayutun Nufus 1140970120010
4. Herliati 1140970120012
5. Mariatul Qibtiah 1140970120023
6. Muhammad Yopan Gunawan 1140970120024
7. Nurharwati 1140970120029
8. Raudatul Jannah 1140970120033

AKPER KESDAM VI/ TANJUNNG PURA


BANJARMASIN
TAHUN AJARAN 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

SLE (SYSTEMIC LUPUS ERHYTEMATOSUS)

1. DEFINISI
Systemic lupus erhytematosus (SLE) adalah suatu penyakit
autoimun yang kronik dan menyerang berbagai system dalam tubuh.
Tanda dan gejala penyakit ini dapat bermacam-macam, dapat
bersifat sementara, dan sulit untuk didiagnosis. Karena itu angka
yang pasti tentang jumlah orang yang terserang oleh penyakit ini sulit
untuk diperoleh (Price A. Sylvia, 2006).
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) adalah penyakit autoimun
yang melibatkan berbagai organ dengan manifestasi klinis bervariasi
dari yang ringan sampai berat. Pada keadaan awal sering sekali sulit
untuk dikenali sebagai LES karena manifestasinya sering tidak terjadi
bersamaan (Mansjoer Arif, 2001).
Sitemik lupus erhytematosus adalah suatu penyakit menahun
yang ditandai dengan peradangan dan pembentukan jaringan parut
yang terjadi pada wajah, telinga, kulit kepala dan kadang pada
bagian tubuh lainnya (www.medicastrore.com).
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa systemic
lupus erhytematosus (SLE) adalah suatu penyakiy autoimun yang
menyerang berbagai system tubuh dengan manifestasi klinis yang
bervariasi.

2. ETIOLOGI
Hingga kini penyebab SLE belum diketahui dengan jelas. Namun
diperkirakan berkaitan erat dengan beberapa faktor, antara lain
autoimun, kelainan genetik, faktor lingkungan, obat-obatan.
a. Autoimun :
Mekanisme primer SLE adalah autoimunitas, suatu proses
kompleks dimana sistem imun pasien menyerang selnya sendiri.
Pada SLE, sel-T menganggap sel tubuhnya sendiri sebagai antigen
asing dan berusaha mengeluarkannya dari tubuh. Diantara kejadian
tersebut terjadi stimulasi limfosit sel B untuk menghasilkan antibodi,
suatu molekul yang dibentuk untuk menyerang antigen spesifik.
Ketika antibodi tersebut menyerang sel tubuhnya sendiri, maka
disebut autoantibodi. Sel B menghasilkan sitokin. Sitokin tertentu
disebut interleukin, seperti IL 10 dan IL 6, memegang peranan
penting dalam SLE yaitu dengan mengatur sekresi autoantibodi
oleh sel B (Simon H, 2000).
Pada sebagian besar pasien SLE, antinuklear antibodi (ANA)
adalah antibodi spesifik yang menyerang nukleus dan DNA sel
yang sehat. Terdapat dua tipe ANA, yaitu anti-doule stranded
DNA (anti-ds DNA) yang memegang peranan penting pada proses
autoimun dan anti-Sm antibodies yang hanya spesifik untuk
pasien SLE (Simon H, 2000). Dengan antigen yang spesifik, ANA
membentuk kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi sehingga
pengaturan sistem imun pada SLE terganggu yaitu berupa
gangguan klirens kompleks imun besar yang larut, gangguan
pemrosesan kompleks imun dalam hati, dan penurunan uptake
kompleks imun oleh ginjal. Sehingga menyebabkan terbentuknya
deposit kompleks imun di luar sistem fagosit mononuklear.
Kompleks ini akan mengendap pada berbagai macam organ dan
menyebabkan terjadinya fiksasi komplemen pada organ tersebut
dan aktivasinya menghasilkan substansi yang menyebabkan
radang. Reaksi radang inilah yang menyebabkan keluhan pada
organ yang bersangkutan (Albar Z, 1996).
Sekitar setengah dari pasien SLE memiliki antibodi
antifosfolipid. Antibodi ini menyerang fosfolipid, suatu kumpulan
lemak pada membran sel. Antifosfolipid meningkatkan resiko
menggumpalnya darah, dan mungkin berperan dalam penyempitan
pembuluh darah serta rendahnya jumlah hitung darah (Simon H,
2000).
Antibodi tersebut termasuk lupus antikoagulan (LAC) dan
antibodi antikardiolipin (ACAs). Mungkin berupa golongan IgG, IgM,
IgA yang berdiri sendiri-sendiri ataupun kombinasi. Sekalipun dapat
ditemukan pada orang normal, namun mereka juga dihubungkan
dengan sindrom antibodi antifosfolipid, dengan gambaran berupa
trombosis arteri dan/atau vena berulang, trombositopenia,
kehilangan janin-terutama kelahiran mati, pada pertengahan kedua
kehamilan. Sindrom ini dapat terjadi sendirian atau bersamaan
dengan SLE atau gangguan autoimun lainnya (Lehman TJA, 2004).
b. Genetik
Faktor genetik memegang peranan penting dalam kerentanan
dan ekspresi penyakit. Sekitar 10-20% pasien SLE memiliki
kerabat dekat yang juga menderita SLE (Albar Z, 1996). Saudara
kembar identik sekitar 25-70% (setiap pasien memiliki manifestasi
klinik yang berbeda) sedangkan non-identik 2-9% (Albar Z, 1996).
Jika seorang ibu menderita SLE maka kemungkinan anak
perempuannya untuk menderita penyakit yang sama adalah 1:40
sedangkan anak laki-laki 1:25 (Lamont DW, 2001). Penelitian
terakhir menunjukkan adanya peran dari gen-gen yang mengkode
unsur- unsur sistem imun. Kaitan dengan haptolip MHC tertentu,
terutama HLA-DR2 dan HLA- DR3 serta komplemen (C1q , C1r , C1s ,
C4 dan C2) telah terbukti (Albar Z, 1996).
Suatu penelitian menemukan adanya kelainan pada 4 gen
yang mengatur apoptosis, suatu proses alami pengrusakan sel.
Penelitian lain menyebutkan bahwa terdapat beberapa kelainan
gen pada pasien SLE yang mendorong dibentuknya kompleks imun
dan menyebabkan kerusakan ginjal (Simon H, 2000).
c. Faktor lingkungan
Satu atau lebih faktor eksternal dapat memicu terjadinya
respon autoimun pada seseorang dengan kerentanan genetik.
Pemicu SLE termasuk, flu, kelelahan, stres, kontrasepsi oral, bahan
kimia, sinar matahari dan beberapa obat-obatan (Simon H, 2000).
Virus. Pemicu yang paling sering menyebabkan gangguan
pada sel T adalah virus. Beberapa penelitian menyebutkan adanya
hubungan antara virus Epstein-Barr, cytomegalovirus dan
parvovirus-B19 dengan SLE. Penelitian lain menyebutkan adanya
perbedaan tipe khusus SLE bagian tiap-tiap virus, misalnya
cytomegalovirus yang mempengaruhi pembuluh darah dan
menyebabkan fenomena Raynaud (kelainan darah), tapi tidak
banyak mempengaruhi ginjal (Simon H, 2000)..
Sinar matahari. Sinar ultraviolet (UV) sangat penting sebagai
pemicu tejadinya SLE. Ketika mengenai kulit, UV dapat mengubah
struktur DNA dari sel di bawah kulit dan sistem imun menganggap
perubahan tersebut sebagai antigen asing dan memberikan respon
autoimun (Simon H, 2000).
Drug-Induced Lupus. Terjadi setelah pasien menggunakan
obat-obatan tertentu dan mempunyai gejala yang sama dengan
SLE. Karakteristik sindrom ini adalah radang pleuroperikardial,
demam, ruam dan artritis. Jarang terjadi nefritis dan gangguan
SSP. Jika obat-obatan tersebut dihentikan, maka dapat terjadi
perbaikan manifestasi klinik dan dan hasil laoratoium (Lamont DW,
2001)
Hormon. Secara umum estrogen meningkatkan produksi
antibodi dan menimbulkan flare sementara testosteron mengurangi
produksi antibodi. Sitokin berhubungan langsung dengan hormon
sex. Wanita dengan SLE biasanya memiliki hormon androgen yang
rendah, dan beberapa pria yang menderita SLE memiliki level
androgen yang abnormal (Simon H, 2000) Penelitian lain
menyebutkan bahwa hormon prolaktin dapat merangsang respon
imun (Albar Z, 1996).

3. KLASIFIKASI
Ada tiga jenis lupus, yaitu :
a. Lupus eritematosus sistemik (LES), dapat menimbulkan
komplikasi seperti lupus otak, lupus paru-paru, lupus
pembuluh darah jari-jari tangan atau kaki, lupus ginjal, lupus
jantung, lupus darah, lupus otot, lupus retina, lupus sendi,
dan lain- lain.
b. Lupus discoid, lupus kulit dengan manifestasi beberapa jenis
kelainan kulit. Termasuk paling banyak menyerang.
c. Lupus obat, yang timbul akibat efek samping obat dan akan
sembuh sendiri dengan memberhentikan obat terkait.
Umumnya berkaitan dengan pemakaian obat hydralazine
(obat hipertensi) dan procainamide (untuk mengobati detak
jantung yang tidak teratur).
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan
dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
b. Sistem Integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu
yang melintang pangkal hidung serta pipi.Ulkus oral dapat
mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
c. Sistem Kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.
d. Sistem Pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
e. Sistem Vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler,
eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta
permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan
berlanjut nekrosis.
f. Sistem Perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
g. Sistem Saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan
mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi
depresi dan psikosis.

5. DIAGNOSA
Diagnosis SLE seringkali sulit ditegakkan karena gejala klinis
penyakitnya sangat beraneka ragam. Untuk menegakkan diagnosis
SLE umumnya harus dilakukan melalui dua tahapan. Pertama,
menyingkirkan kemungkinan diagnosis penyakit lain. Kedua, mencari
tanda dan gejala penyakit yang memiliki nilai diagnosis tinggi untuk
SLE. Berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR)
1982, diagnosis lupus dapat ditegakkan secara pasti jika dijumpai 4
kriteria atau lebih dari 11 kriteria, yaitu:
 Bercak-bercak merah pada hidung dan kedua pipi yang
memberi gambaran seperti kupu-kupu (butterfly rash)
 Kulit sangat sensitif terhadap sinar matahari (photohypersensitivity).
 Luka di langit-langit mulut yang tidak nyeri.
 Radang sendi ditandai adanya pembengkakan serta nyeri tekan sendi.
 Kelainan paru.
 Kelainan jantung.
 Kelainan ginjal.
 Kejang tanpa adanya pengaruh obat atau kelainan metabolik.
 Kelainan darah (berkurangnya jumlah sel darah merah, sel
darah putih, dan keping darah).
 Kelainan sistem kekebalan (sel LE positif atau titer anti-ds-DNA
abnormal atau antibodi anti SM positif atau uji serologis positif
palsu sifilis)
 Antibodi antinuklear (ANA) positif.
 Kelainan yang paling sering adalah kelainan sendi dan kelainan
kulit. Sendi yang sering terkena adalah sendi jari-jari tangan,
sendi lutut, sendi pergelangan tangan dan sendi pergelangan kaki.
Kelainan kulit berupa butterfly rash dianggap khas dan banyak
menolong dalam mengarahkan diagnosis lupus.

6. PENATALAKSANAAN
Pengobatan medis SLE bergantung pada gejala individual. SLE
tidak dapat disembuhkan sehingga penatalaksanaan berfokus pada
penekanan aktivitas penyakit. Analgesic NSAID berguna dalam
mengendalikan gejala. Saat pasien mengalami gejala penyakit yang
parah, steroid, DMARD, dan obat sitotoksik diberikan dengan
pemantauan gejala dan respons yang saksama, yang dapat atau
tidak memerlukan rawat inap.
Perawat menemukan pasien SLE pada berbagai are klinik
karena sifat penyakit yang homogeny. Hal ini meliputi area praktik
keperawatan reumatologi, pengobatan umum, dermatologi,
ortopedik, dan neurologi. Pada setiap area asuhan pasien, terdapat
tiga komponen asuhan keperawatan yang utama.
Pemantauan aktivitas penyakit dilakukan dengan
menggunakan instrument yang valid, seperti hitung nyeri tekan dan
bengkak sendi (Thompson & Kirwan, 1995) dan kuesioner
pengkajian kesehatan (Fries et al, 1980). Hal ini member indikasi
yang berguna mengenai pemburukan atau kekambuhan gejala.
Edukasi sangat penting pada semua penyakit jangka panjang.
Pasien yang menyadari hubungan antara stress dan serangan
aktivitas penyakit akan mampu mengoptimalkan prospek kesehatan
mereka. Advis tentang keseimbangan antara aktivitas dan periode
istirahat, pentingnya latihan, dan mengetahui tanda peringatan
serangan, seperti peningkatan keletihan, nyeri, ruam, demam, sakit
kepala, atau pusing, penting dalam membantu pasien
mengembangkan strategi koping dan menjamin masalah
diperhatikan dengan baik.
Dukungan psikologis merupakan kebutuhan utama bagi pasien
SLE. Perawat dapat member dukungan dan dorongan serta,
setelah pelatihan, dapat menggunakan ketrampilan konseling ahli.
Pemberdayaan pasien, keluarga, dan pemberi asuhan
memungkinkan kepatuhan dan kendali personal yang lebih baik
terhadap gaya hidup dan penatalaksanaan regimen bagi mereka.

7. KOMPLIKASI
Komplikasi lupus eritematosus sistemik
1. Serangan pada Ginjal
a) Kelainan ginjal ringan (infeksi ginjal)
b) Kelainan ginjal berat (gagal ginjal)
c) Kebocoran ginjal (protein terbuang secara berlebihan melalui urin).
2. Serangan pada Jantung dan Paru
a) Pleuritis
b) Pericarditis
c) Efusi pleura
d) Efusi pericard
e) Radang otot jantung atau Miocarditis
f) Gagal jantung
g) Perdarahan paru (batuk darah).
3. Serangan Sistem Saraf
a) Sistem saraf pusat
· Cognitive dysfunction
· Sakit kepala pada lupus
· Sindrom anti-phospholipid
· Sindrom otak
· Fibromyalgia.
b) Sistem saraf tepi
· Mati rasa atau kesemutan di lengan dan kaki
c) Sistem saraf otonom
Gangguan suplai darah ke otak dapat menyebabkan kerusakan
jaringan otak, dapat menyebabkan kematian sel-sel otak dan
kerusakan otak yang sifatnya permanen (stroke). Stroke dapat
menimbulkan pengaruh sistem saraf otonom.
4. Serangan pada Kulit
Lesi parut berbentuk koin pada daerah kulit yang terkena
langsung cahaya disebut lesi diskoid
· Ciri-ciri lesi spesifik ditemukan oleh Sonthiemer dan Gilliam pada
akhir 70-an :
a) Berparut, berwarna merah (erythematosus), berbentuk koin
sangat sensitif terhadap sengatan matahari. Jenis lesi ini berupa
lupus kult subakut/cutaneus lupus subacute. Kadang
menyerupai luka psoriasis atau lesi tidak berparut berbentuk
koin.
b) Lesi dapat terjadi di wajah dengan pola kupu-kupu atau
dapat mencakup area yang luas di bagian tubuh
c) Lesi non spesifik
- Rambut rontok (alopecia)
- Vaskullitis : berupa garis kecil warna merah pada ujung
lipatan kuku dan ujung jari. Selain itu, bisa berupa benjolan
merah di kaki yang dapat menjadi borok
- Fotosensitivitas : pipi menjadi kemerahan jika terkena matahari
dan kadang di sertai pusing.
5. Serangan pada Sendi dan Otot
- Radang sendi pada lupus
- Radang otot pada lupus
6. Serangan pada Mata
7. Serangan pada Darah
· Anemia
· Trombositopenia
· Gangguan pembekuan
· Limfositopenia
8. Serangan pada Hati

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan laboratorium dapat memberikan (1) penegakkan
atau menyingkirkan suatu diagnosis; (2) untuk mengikuti
perkembangan penyakit, terutama untuk menandai terjadinya
suatu serangan atau sedang berkembang pada suatu organ; (3)
untuk mengidentifikasi efek samping dari suatu pengobatan.
a. Pemeriksaan Autoantibodi

Antibody Prevalensi Antigen yang Clinical Utility


(%) Dikenali
Antinuclear 98 Multiple nuclear Pemeriksaan skrining
antibodies (ANA) terbaik;
hasil negative
berulang
menyingkirkan SLE
Anti-dsDNA 70 DNA (double-stranded) Jumlah yang tinggi spesifik
untuk SLE dan pada
beberapa pasien
berhubungan dengan
aktivitas penyakit, nephritis,
dan vasculitis.
Anti-Sm 25 Kompleks protein Spesifik untuk SLE; tidak
pada 6 jenis U1 RNA ada korelasi klinis;
kebanyakan pasien juga
memiliki RNP; umum pada
African American
dan Asia dibanding
Kaukasia.
Anti-RNP 40 Kompleks protein Tidak spesifik untuk SLE;
pada U1 RNAγ jumlah besar berkaitan
dengan gejala yang overlap
dengan
gejala rematik termasuk
SLE.
Anti-Ro (SS-A) 30 Kompleks Protein Tidak spesifik SLE;
pada hY RNA, berkaitan dengan sindrom
terutama 60 kDa Sicca, subcutaneous
dan 52 kDa lupus subakut, dan lupus
neonatus disertai blok
jantung congenital;
berkaitan dengan
penurunan
resiko nephritis.
Anti-La (SS-B) 10 47-kDa protein pada Biasanya terkait dengan
hY RNA anti- Ro; berkaitan dengan
menurunnya resiko nephritis
Antihistone 70 Histones terkait Lebih sering pada lupus
dengan DNA (pada akibat obat daripada SLE.
nucleosome,
chromatin)
Antiphospholipid 50 Phospholipids,β2 Tiga tes tersedia –
glycoprotein 1 ELISA untuk cardiolipin
cofactor, dan β2G1, sensitive
prothrombin prothrombin time
(DRVVT); merupakan
predisposisi
pembekuan, kematian
janin, dan
trombositopenia.
Antierythrocyte 60 Membran eritrosit Diukur sebagai tes
Coombs’ langsung;
terbentuk pada
hemolysis.
Antiplatelet 30 Permukaan dan Terkait dengan
perubahan trombositopenia namun
antigen sensitivitas dan spesifitas
sitoplasmik pada kurang baik; secara klinis
platelet. tidak
terlalu berarti untuk SLE
Antineuronal 60 Neuronal dan Pada beberapa hasil positif
(termasuk anti- permukaan terkait dengan lupus
glutamate antigen limfosit CNS aktif.
receptor)
Antiribosomal P 20 Protein pada ribosome Pada beberapa hasil
positif terkait dengan
depresi atau
psikosis akibat lupus CNS

Tabel 3 Autoantibodi yang ditemukan pada Systemic Lupus


Erythematosus (SLE)

Catatan: CNS = central nervous system, CSF= cerebrospinal fluid,


DRVVT = dilute Russell viper venom time, ELISA= enzyme-linked
immunosorbent assay.

Secara diagnostic, antibody yang paling penting untuk dideteksi


adalah ANA karena pemeriksaan ini positif pada 95% pasien,
biasanya pada onset gejala. Pada beberapa pasien ANA
berkembang dalam 1 tahun setelah onset gejala; sehingga
pemeriksaan berulang sangat berguna. Lupus dengan ANA
negative dapat terjadi namun keadaan ini sangat jarang pada orang
dewasa dan biasanya terkait dengan kemunculan dari autoantibody
lainnya (anti-Ro atau anti-DNA). Tidak ada pemeriksaan berstandar
internasional untuk ANA; variabilitas antara pemeriksaan yang
berbeda antara laboratorium sangat tinggi.
Jumlah IgG yang besar pada dsDNA (bukan single-strand
DNA) spesifik untuk SLE. ELISA dan reaksi immunofluorosensi
pada sel dengan dsDNA pada flagel Crithidia luciliae memiliki
sekitar 60% sensitivitas untuk SLE; identifikasi dari aviditas tinggi
untuk anti-dsDNA pada emeriksaan Farr tidak sensitive namun
terhubung lebih baik dengan nephritis
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan adanya penyakit SLE
b. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah bisa menunjukkan adanya antibodi
antinuklear, yang terdapat pada hampir semua penderita
lupus. Tetapi antibodi ini juga juga bisa ditemukan pada
penyakit lain. Karena itu jika menemukan antibodi antinuklear,
harus dilakukan juga pemeriksaan untuk antibodi terhadap
DNA rantai ganda. Kadar yang tinggi dari kedua antibodi ini
hampir spesifik untuk lupus, tapi tidak semua penderita lupus
memiliki antibodi ini.
Pemeriksaan darah untuk mengukur kadar komplemen
(protein yang berperan dalam sistem kekebalan) dan untuk
menemukan antibodi lainnya, mungkin perlu dilakukan untuk
memperkirakan aktivitas dan lamanya penyakit.
c. Ruam kulit atau lesi yang khas
d. Rontgen dada menunjukkan pleuritis atau perikarditis
e. Pemeriksaan dada dengan bantuan stetoskop menunjukkan
adanya gesekan pleura atau jantung
f. Analisa air kemih menunjukkan adanya darah atau protein
g. Hitung jenis darah menunjukkan adanya penurunan beberapa jenis
sel darah
h. Biopsi ginjal
i. Pemeriksaan saraf.

9. ASUHAN KEPERAWATAN
a. Pengkajian
1. Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan
fisik difokuskan pada gejala sekarang dan gejala yang pernah
dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku,
demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap
gaya hidup serta citra diri pasien.

2. Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau
leher.
3. Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis
menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan,
siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau
sisi lateral tanga.
4. Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika
bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5. Sistem integument
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-
kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6. Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7. Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi
papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan,
siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi
lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8. Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9. Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-
kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.
b. Diagnosa, tujuan, kriteria hasil, intervensi
1. Pola Nafas tidak efektif

Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
Pola nafas tidak efektif NOC : NIC : Pressure Management
berhubungan dengan : Respiratory  Posisikan pasien
- Penurunan untuk memaksimalkan ventilasi
status: ventilation
energi/Kelelaha  Lakukan fisioterpi dada jika perlu
Respiratory status: airway
n  Auskultasi suara nafas, catat
patency
adanya suara nafas tambahan
Vital sign status
DO:  Berikan bronkodilator:....
Setelah dilakukan
- Penurunan  Atur intake untuk
tindakan keperawatan
tekanan cairan mengoptimalkan
selama….. menunjukkan
inspirasi/ekspirasi keseimbangan
keefektifan pola nafas
- Penurunan  Monitor respirasi dan status O2
pasien teratasi dengan
pertukaran udara  Bersihkan mulut, hidung dan
kriteria hasil:
permenit sekret trakea
 Mendemostrasikan
- Penggunaan otot  Pertahankan jalan nafas yang paten
batuk efektif dan
bantu pernafasan  Observasi adanya tanda
tidak ada pursed lips
- Tahap ekspirasi hipoventilasi
 Menunjukkan jalan
berlangsung  Monitor TTV
nafas yang paten
cepat  Informasikan pada pasien dan
tidak tercekik dan RR
- Penurunan kapasitas vital keluarga tentang tehnik relaksasi
normal
- Respirasi < 11-24x/mnt untuk memperbaiki pola nafas
 TTV dalam rentang
 Monitor pola nafas
normal
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
Gangguan perfusi jaringan NOC : NIC : Pressure Management
Perifer berhubungan dengan CRT normal Nadi kuat  Kaji perubahan yang tiba-tiba
: Vital sign status  Kaji adanya pucat (akral dingin)
- penurunan komponen Setelah dilakukan  Observasi tanda-tanda vital
seluler yang penting untuk tindakan keperawatan  Kaji kekuatan nadi perifer
pengangkutan oksigen dan selama….. gangguan  Kaji tanda-tanda dehidrasi
nutrisi ke sel jaringan perifer teratasi  Observasi intake dan output cairan
DO: dengan kriteria hasil:  Observasi tanda-tanda iskemik
warna kulit pucat saat elevasi ekstremitas tiba-tiba misalnya
penurunan nadi  Akral hangat penurunan suhu, peningkatan nyeri.
CRT >2dtk  Anemia –
Perubahan karakteristik kulit  CRT < 2dtk
(warna, elastisitas, rambut, BGA normal
kelembapan, kuku, sensasi
suhu)
2. Gangguan perfusi jaringan Perifer
3. Kerusakan integritas kulit
Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
Kerusakan integritas NOC : NIC : Pressure Management
kulit berhubungan Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk
dengan : Internal : Mucous Membranes menggunakan pakaian yang
- Defisit imunologi Wound Healing : primer longgar
dan sekunder  Hindari kerutan pada tempat tidur
Setelah dilakukan  Jaga kebersihan kulit agar tetap
DO: tindakan keperawatan bersih dan kering
- Gangguan pada selama….. kerusakan  Mobilisasi pasien (ubah posisi
bagian tubuh integritas kulit pasien pasien) setiap dua jam sekali
- Kerusakan lapisa teratasi dengan kriteria  Monitor kulit akan adanya
kulit (dermis) hasil: kemerahan
- Gangguan permukaan  Integritas kulit  Oleskan lotion atau minyak/baby
kulit (epidermis) yang baik oil pada derah yang tertekan
bisa  Monitor aktivitas dan mobilisasi
dipertahankan pasien
(sensasi,  Monitor status nutrisi pasien
 Memandikan pasien dengan sabun
elastisitas,
dan air hangat
temperatur,
 Kaji lingkungan dan peralatan
hidrasi,
yang menyebabkan tekanan
pigmentasi)
 Observasi luka : lokasi,
 Tidak ada
dimensi, kedalaman luka,
luka/lesi pada kulit
karakteristik,warna
 Perfusi jaringan baik
cairan, granulasi, jaringan
 Menunjukkan
nekrotik,
pemahaman dalam tanda-tanda infeksi lokal,
proses perbaikan formasi traktus
kulit dan  Ajarkan pada keluarga tentang
luka dan perawatan luka
mencegah terjadinya
 Kolaburasi ahli gizi pemberian
diae TKTP, vitamin
sedera
 Cegah kontaminasi feses dan urin
berulang
 Lakukan tehnik perawatan luka
 Mampu melindungi
dengan steril
kulit dan
 Berikan posisi yang
mempertahankan
mengurangi tekanan pada luka
kelembaban kulit dan
perawatan alami
 Menunjukkan
terjadinya
proses
penyembuhan luka
4. Nyeri
Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervensi
Masalah Kolaborasi
Hasil
Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian nyeri secara
Kerusakan jaringan  pain control, komprehensif termasuk lokasi,
 comfort level karakteristik, durasi, frekuensi,
Setelah dilakukan kualitas dan faktor presipitasi
DS: tinfakan keperawatan  Observasi reaksi nonverbal dari
- Laporan secara selama …. Pasien tidak ketidaknyamanan
verbal DO: mengalami nyeri, dengan  Bantu pasien dan keluarga untuk
- Posisi untuk menahan kriteria hasil: mencari dan menemukan dukungan
nyeri  Mampu mengontrol  Kontrol lingkungan yang dapat
- Tingkah laku berhati-hati nyeri (tahu penyebab mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Gangguan tidur (mata nyeri, mampu ruangan, pencahayaan dan
sayu, tampak capek, sulit menggunakan tehnik kebisingan
atau gerakan kacau, nonfarmakologi untuk  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menyeringai) mengurangi nyeri,  Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Terfokus pada diri sendiri mencari bantuan) menentukan intervensi
- Fokus menyempit  Melaporkan bahwa nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(penurunan persepsi berkurang farmakologi: napas dala, relaksasi,
waktu, kerusakan proses dengan menggunakan distraksi, kompres hangat/ dingin
berpikir, penurunan manajemen nyeri  Berikan analgetik untuk
interaksi dengan orang  Mampu mengenali mengurangi nyeri: ……...
dan lingkungan) nyeri
- Tingkah laku distraksi, (skala, intensitas,
contoh : jalan-jalan, frekuensi dan tanda  Tingkatkan istirahat
menemui orang lain nyeri)  Berikan informasi tentang nyeri
dan/atau aktivitas,  Menyatakan rasa seperti penyebab nyeri, berapa lama
aktivitas berulang- nyaman setelah nyeri nyeri akan berkurang dan
ulang) berkurang antisipasi ketidaknyamanan dari
- Respon autonom  Tanda vital dalam prosedur
(seperti diaphoresis, rentang normal  Monitor vital sign sebelum dan
perubahan tekanan  Tidak sesudah pemberian analgesik
darah, perubahan mengalami gangguan pertama kali
nafas, nadi dan dilatasi tidur
pupil)
- Perubahan autonomic
dalam tonus otot
(mungkin dalam rentang
dari lemah ke kaku)
- Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah,
merintih, menangis,
waspada, iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Diagnosa Rencana
Keperawatan/ keperawatan
Tujuan dan Kriteria Intervens
Masalah Kolaborasi
Hasil i
Ketidakseimbangan NOC:  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari a. Nutritional status:  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Adequacy of nutrient menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Berhubungan dengan : b. Nutritional Status : yang dibutuhkan pasien
Ketidakmampuan untuk food and Fluid Intake  Yakinkan diet yang dimakan
memasukkan atau c. Weight Control mengandung tinggi serat untuk
mencerna nutrisi oleh Setelah dilakukan mencegah konstipasi
karena faktor biologis. tindakan keperawatan  Ajarkan pasien bagaimana membuat
DS: selama….nutrisi kurang catatan makanan harian.
- Mual teratasi dengan  Monitor adanya penurunan BB dan
- Muntah indikator: gula darah
- Rasa penuh tiba-  Albumin serum  Monitor lingkungan selama makan
tiba setelah  Pre albumin serum  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
makan  Hematokrit tidak selama jam makan
DO:  Hemoglobin
- Diare
- Rontok rambut  Total iron  Monitor turgor kulit
yang berlebih binding capacity  Monitor kekeringan, rambut kusam,
- Kurang nafsu makan  Jumlah limfosit total protein, Hb dan kadar Ht
- Bising usus berlebih  Monitor mual dan muntah
- Konjungtiva pucat  Monitor pucat, kemerahan,
- Denyut nadi lemah dan kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan
keluarga tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan
seperti NGT/ TPN sehingga intake
cairan yang adekuat dapat
dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
 Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oval
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,


Alih bahasa Agung Waluyo. Jakarta : EGC
Price, Anderson, Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Alih bahasa brahm. Jakarta : EGC
Lewis, Sharon Mantik. 2000. Medical Surgical Nursing 5th Edition
2nd Volume. United States of America : Mosby, Inc.
Mansjoer, Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid
1. Jakarta : Media Aesculapius FKUI

Anda mungkin juga menyukai