Anda di halaman 1dari 56

SLE

(SYSTEMIC LUPUS
ERYTHEMATOSUS)
Pengertian
Apa itu SLE?
SLE merupakan penyakit yang ditandai dengan produksi
antibdi yang berlebihan terhadap komponen inti sel dan
menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis pada organ
(cleanthous, Tyagi, 2011).
Pada kondisi normal, antibody diproduksi dan digunakan
untuk melindungi tubuh dari benda asing. Namun pada
kondisi SLE, antibody kehilangan kemampuannya untuk
membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri.
Secara khusus, sel B dan sel T berkontribusi pada respon
imun pada SLE (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).

Fatmawati, A. (2018). REGULASI DIRI PADA PENYAKIT KRONIS-SYSTEMIC


LUPUS ERYTHEMATOSUS : KAJIAN LITERATUR. Jurnal Keperawatan
Indonesia, 21 (1), 43-50.
Klasifikasi
dan Grade
Klasifikasi Lupus

01 Discoid Lupus
• Dapat dikenali dari ruam yang muncul di kulit dengan berbagai tampilan klinis
• Ruam berbentuk uang logam di muka atau bagian lainnya termasuk kulit kepala

02 Systemic Lupus Erythematosus (SLE)


Penyakit yang ditandai dengan produksi antibody yang berlebihan terhadap komponen
inti sel, dan menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis pada organ

03 Lupus Induksi Obat


Disebabkan oleh induksi obat tertentu khususnya pada asetilator lambat
yang mempunyai gen Human Leukocyte Antigen D Related (HLA DR-4)
Derajat Keparahan SLE
• Tidak terdapat gejala yang
Ringan
mengancam nyawa

• Neftiris ringan sampai sedang


Sedang • Trombositopenia
• Serositis mayor

• Menyerang organ vital seperti


Berat jantung, paru-paru, GI, ginjal,
neurologi, hematologi
Prevalensi
Prevalensi di Indonesia
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit Lupus secara tepat belum diketahui. Prevalensi Systemic Lupus Erythematosus
(SLE) di masyarakat berdasarkan survei yang dilakukan oleh Prof. Handono Kalim, dkk di Malang memperlihatkan angka
sebesar 0,5% terhadap total populasi. Indonesia yang terkena penyakit Lupus (asumsi prevalensi 0,5%, berdasarkan Kalim
dkk), sangat sedikit yang menyadari bahwa dirinya menderita penyakit Lupus. Hal ini terjadi karena gejala penyakit Lupus
pada setiap penderita yang berbeda, tergantung dari manifestasi klinis yang muncul.

Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) Online, pada tahun 2016 terdapat 858 rumah sakit yang
melaporkan datanya. Jumlah ini meningkat dari dua tahun sebelumnya. Pertambahan jumlah rumah sakit yang melapor
menunjukkan bahwa pelaporan data dan informasi rumah sakit semakin meningkat. Berdasarkan rumah sakit yang
melaporkan datanya tahun 2016 diketahui bahwa terdapat 2.166 pasien rawat inap yang didiagnosis penyakit Lupus,
dengan 550 pasien meninggal dunia.

Pada tahun 2016, Perhimpunan SLE Indonesia (PESLI) mendapatkan rata-rata insiden kasus baru SLE dari data 8 (delapan)
rumah sakit adalah 10,5%. Penyakit Lupus kebanyakan menyerang wanita pada usia 15-50 tahun (masa usia produktif).
Namun, Lupus juga dapat menyerang anak-anak dan pria. Berdasarkan data SIRS Online, proporsi pasien rawat inap
Lupus di rumah sakit di Indonesia tahun 2016 berjenis kelamin laki-laki (54,3%) lebih banyak dibandingkan pasien
perempuan (45,7%). Pada tahun 2014 proporsi pasien perempuan lebih banyak dibandingkan dengan pasien laki-laki.
Namun, proporsi pasien laki-laki menjadi lebih banyak dibandingkan pasien perempuan pada tahun 2015 dan meningkat
pada tahun 2016.
Prevalensi di Dunia

Estimasi tertinggi dari insiden dan prevalensi SLE di seluruh dunia berada di Amerika Utara yaitu
23.2/100.000 orang per tahun. Insiden SLE yang lebih rendah ada pada Afrika dan Ukraina yaitu
0.3/100.000 orang per tahun. Sedangkan prevalensi terendah adalah Australia Utara dengan 0 kasus
pada sampel 847 orang. Wanita lebih sering terkena SLE dibandingkan dengan pria untuk setiap usia
dan kelompok etnis (Stojan, 2018).

Suatu studi sistemik di Asia Pasifik memperlihatkan insidensi sebesar 0.9-3.1 per 100.000 orang per
tahun. The Lupus Foundation of America memperkirakan sekitar 1.5 juta kasus terjadi di Amerika dan
setidaknya terjadi lima juta kasus di dunia. Setiap tahun diperkirakan terjadi sekitar 16 ribu kasus baru
lupus. Lupus dapat menyerang semua ras, namun lebih sering ditemukan pada ras kulit berwarna
(Afrika, Amerika, Hispanik/Latin, Asia, Alaska, Hawaii, dan Kepulauan Pasifik lainnya) sebanyak 2-3
kali lebih banyak dibanding ras kaukasoid (Pusadatin Kemenkes RI, 2017).
Sumber
Infodatin. (2017). Situasi Lupus di Indonesia. Pusdatin.kemkes.go.id

Stojan, G., & Petri, M. (2018). Epidemiology of systemic lupus


erythematosus: an update. Current opinion in rheumatology, 30(2), 144–150.
https://doi.org/10.1097/BOR.0000000000000480
Etiologi
Penyebab pasti dari penyakit SLE sampai saat ini masih
belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor
yang diduga menjadi faktor risiko dari penyakit ini,
yaitu genetik, lingkungan, regulasi sistem imun,
hormonal,
dan epigenetic (Bartels, et al., 2013).
SLE adalah hasil dari regulasi sistem imun yang terganggu yang
menyebabkan produksi berlebihan dari autoantibodi. Pada kondisi
normal tubuh manusia, antibodi diproduksi dan digunakan untuk
melindungi tubuh dari benda asing (virus, kuman, bakteri, dll). Namun
pada kondisi SLE, antibodi tersebut kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri. Secara
khusus, sel B dan sel T berkontribusi pada respon imun penyakit SLE
ini (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010).
Patofisiologi
Patofisiologi SLE

Patogenesis SLE memiliki model seperti penyakit


autoimun lainnya, penyakit timbul pada individu yang
rentan secara genetic dan cenderung menjadi
autoreaktif karena dipicu oleh agen lingkungan dan
hormonal. Kejadian ini menyebabkan gangguan sel T
dan sel B yang menyebabkan produksi autoantibodi.
Penyebab terjadinya respons autoimun bermacam-
macam, walaupun belum ada bukti yang memastikan
pathogenesis penyakit autoimun tetapi diduga
kerusakan jaringan terjadi dengan beberapa mekanisme.
Pada dasarnya kerusakan akibat destruksi sel, kerusakan
akibat pembentukan kompleks imun, dan kerusakan
akibat reaksi imunologik selular bekerja sama untuk
menimbulkan keadaan patologik.
Patogenesis SLE terdiri dari tiga fase, yaitu fase inisiasi,
fase propagasi, dan fase puncak (flares).

● Fase Inisiasi
Inisiasi lupus dimulai dari kejadian yang menginisiasi
kematian sel secara apoptosis dalam konteks proimun.
Kejadian ini disebabkan oleh berbagai agen yang
sebenarnya merupakan pajanan yang cukup sering
ditemukan pada manusia, namun dapat menginisiasi
penyakit karena kerentanan yang dimiliki oleh pasien
SLE.
2. Fase Propagase

Fase profagase ditandai dengan aktivitas autoantibodi


dalam menyebabkan cedera jaringan. Autoantibodi
pada lupus dapat menyebabkan cedera jaringan dengan
cara
● Pembentukan dan generasi kompleks imun,
● Berikatan dengan molekul ekstrasel pada organ
target dan mengaktivasi fungsi efektor inflamasi di
tempat tersebut,
● Secara langsung menginduksi kematian sel dengan
ligasi molekul permukaan atau penetrasi ke sel hidup.
3. Fase Puncak

Fase puncak merefleksikan memori imunologis, muncul


sebagai respon untuk melawan sistem imun dengan
antigen yang pertama muncul. Apoptosis tidak hanya
terjadi selama pembentukan dan homeostatis sel
namun juga pada berbagai penyakit, termasuk SLE. Jadi,
berbagai stimulus dapat memprovokasi puncak
penyakit.
Manifestasi
Klinis
TANDA DAN GEJALA SLE

Gambaran klinis SLE menjadi rumit karena dua hal :


1. SLE dapat menyebabkan berbagai gejala dan tanda, tidak
semua gejala dan tanda pada pasien dengan SLE disebabkan
oleh penyakit tersebut. Banyak penyakit, khususnya
penyakit infeksi virus, dapat menyerupai SLE.
2. Efek samping pengobatan, khususnya penggunaan
glukokortikoid jangka panjang, harus dibedakan dengan
gejala dan tanda SLE.
01 Gender
Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.

02 Gejala Konstitusional
Kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat badan

03 Muskuloskeletal
Artritis, artralgia, myositis

04 Kulit
ruam kupu-kupu (butter • ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi
membrane mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria,
vaskulitis.
05 Ginjal
Hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik

06 Gastrointestinal
Mual, muntah, nyeri abdomen

07 Paru-paru
Pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.

08 Jantung
perikarditis, endokarditis, miokarditis
09 Retikulo-endotel
Organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)

10 Hematologi
Anemia, leukopenia, dan trombositopenia

11 Neuropsikiatri
Psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus,
gangguan kognitif neuropati kranial dan perifer.
Data subyektif Data obyektif
- Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam - Terdapat ruam
merah pada wajah yang menyerupai - ruam merah pada wajah yang menyerupai
bentuk kupu-kupu. bentuk kupu-kupu.
- Pasien mengeluh rambut rontok. - Nyeri tekan pada sendi.
- Pasien mengeluh lemas - Rambut pasien terlihat rontok.
- Pasien mengeluh bengkak dan nyeri - Terdapat luka pada langit-langit mulut
pada sendi. pasien.
- Pasien mengeluh sendi merasa kaku - Pembengkakan pada sendi.
pada pagi hari. - Pemeriksaan darah menunjukkan adanya
- Pasien mengeluh nyeri antibodi antinuclear
   
Sumber :
Muthusamy, Vicneshawaran. 2012. Systemic Lupus
Erythematos. UNUD
Pengobatan
Pengobatan SLE meliputi
terapi nonfarmakologi
dan terapi farmakologi
(Herfindal et al., 2000).
Informasi yang benar dan dukungan dari orang
sekitar sangat dibutuhkan oleh pasien SLE
dengan tujuan agar para pasien dapat hidup

1. Edukasi dan mandiri. antara lain perubahan fisik yang akan


dialami, perjalanan penyakit, cara mencegah
Konseling dan mengurangi kekambuhan seperti
melindungi kulit dari paparan sinar matahari
secara langsung, memperhatikan jika terjadi
infeksi, dan perlunya pengaturan diet agar
tidak kelebihan berat badan, displidemia atau
terjadinya osteoporosis.
Secara garis besar pelaksanaan
program rehabilitasi yang dilakukan
oleh pasien SLE, antara lain:  

• istirahat yang cukup,   2. Program


• sering melakukan terapi fisik,  
Rehabilitasi
• terapi dengan modalitas,  
• kemudian melakukan latihan
ortotik, dan lain-lain
• Keseimbangan antara istirahat dan
kerja.
• Hindari kerja yang terlalu berlebihan.
3. Terapi • Tidak merokok karena hidrasin dalam
Non Farmakologi tembakau diduga juga merupakan
faktor lingkungan yang dapat memicu
terjadinya SLE.
• Menggunakan sunblock (SPF 15) dan
menggunakan pakaian tertutup.
Terapi farmakologi untuk SLE
ditujukan untuk menekan sistem
imun dan mengatasi inflamasi. 4. Terapi
Umumnya pengobatan SLE Farmakologi
tergantung dari tingkat keparahan
dan lamanya pasien menderita
SLE serta manifestasi yang timbul
pada setiap pasien
4.1 NSAID
Merupakan terapi utama untuk
manifestasi SLE yang ringan termasuk
salisilat dan NSAID yang lain.

NSAID memiliki efek : antipiretik,


antiinflamasi, dan analgesic.

Efek samping penggunaan NSAID adalah


perdarahan saluran cerna, ulser, nefrotoksik,
kulit kemerahan, dan alergi lainnya.
4.2Antimalaria
Antimalaria efektif digunakan untuk
manifestasi ringan atau sedang (demam,
atralgia, lemas atau serositis) yang tidak
menyebabkan kerusakan organ-organ penting.
4.3 Kortikosteroid
Beberapa pasien yang mengalami lupus eritematosus pada kulit baik
kronik atau subakut lebih menguntungkan jika diberikan kortikosteroid. efek
imunomodulator dari kortikosteroid dilakukan dengan mengganggu siklus
sel pada tahap aktivasi sel limfosit, menghambat fungsi dari makrofag
jaringan dan APCs lain sehingga mengurangi kemampuan sel tersebut
dalam merespon antigen, membunuh mikroorganisme, dan memproduksi
interleukin-1, TNF-α, metaloproteinase, dan aktivator plasminogen
4.4 Siklofosfamid
Digunakan untuk pengobatan penyakit yang berat dan
merupakan obat sitotoksik bahan pengalkilasi. Yang
perlu diperhatikan adalah dosis optimal, interval
pemberian, rute pemberian, durasi pulse therapy,
kecepatan kambuh, dan durasi remisi penyakit.
4.5Terapi Hormon

Dehidroepiandrosteron (DHEA) merupakan hormon


pada pria yang diproduksi pada saat masih fetus dan
berhenti setelah dilahirkan. Hormon ini kembali aktif
diproduksi pada usia 7 tahun, mencapai puncak pada
usia 30 tahun, dan menurun seiring bertambahnya usia.
Pasien SLE mempunyai kadar DHEA yang rendah.
4.6 Antiinfeksi/Antijamur/Antivirus

Pemberian imunosupresan dapat menurunkan sistem imun


sehingga dapat menyebabkan tubuh mudah terserang
infeksi. Infeksi yang umum menyerang adalah virus herpes
zoster, Salmonella, dan Candida
Pemeriksaan
Penunjang
Perhitungan Sel
Analisis Urine
Darah Lengkap
Urine pada penderita lupus dapat
Penderita lupus dapat
mengalami kenaikan kandungan
mengalami anemia
protein dan sel darah merah.
sehingga dapat diketahui
Kondisi ini menandakan bahwa
melalui pemeriksaan ini.
lupus menyerang ke ginjal.
Pemeriksaan ANA Ekokardiogram
(antinuclear antibody)
Ekokardiogram berfungsi mendeteksi
Pemeriksaan ini digunakan untuk aktivitas jantung dan denyut jantung
memeriksa keberadaan sel antibodi menggunakan gelombang suara. Kerusakan
tertentu dalam darah katup dan otot jantung pada penderita lupus,
dapat diketahui melalui ekokardiogram.

Tes komplemen C3
dan C4 Foto Rontgen
Komplemen adalah senyawa dalam darah Lupus dapat menyebabkan peradangan pada paru-

yang membentuk sebagian sistem paru, ditandai dengan adanya cairan pada paru-

kekebalan tubuh. Level komplemen dalam paru. Pemeriksaan Rontgen dapat mendeteksi

darah akan menurun seiring aktifnya SLE. adanya cairan paru-paru tersebut.
Penilaian Fungsi
Ginjal
Tes yang perlu dilakukan untuk mengetahui
fungsi ginjal yaitu :

• Tes darah (Serum kreatinin. GFR, dan


Nitrogen Urea Darah),
• Tes Urine,
• Tes pencitraan (USG dan CT Scan),
• Biopsi ginjal
Komplikasi
 Gagal ginjal
Ginjal adalah yang paling rentan terhadap serangan lupus eritematosus. Sekitar dua
pertiga pasien dengan lupus erythematosus akan mendapatkan lupus nephritis dari
berbagai tingkatan, yang dapat menyebabkan kematian karena gagal ginjal. Oleh karena
itu, pasien perlu melakukan tes urine dan kreatinin rutin untuk memantau fungsi ginjal.

 Sistem saraf pusat, hati


Seorang pasien dengan lupus eritematosus mungkin mengalami sakit kepala, ilusi,
kejang, pembengkakan saraf atau sumsum tulang belakang, yang menyebabkan
kelumpuhan atau mati rasa pada anggota badan.
 Penyakit pembuluh darah
Lupus eritematosus sistemik dapat menyebabkan masalah yang berkaitan dengan
darah, seperti anemia, pendarahan atau pembekuan darah.

 Serositis dan Pneumonia Interstisial


Lupus erythematosus dapat menyerang paru-paru, sehingga menyebabkan serositis,
yang membuat pasien merasa nyeri saat bernafas.

 Onset Penyakit Jantung


Lupus erythematosus akan menyerang otot jantung, arteri atau membran jantung,
sehingga menyebabkan mycorditis, endocarditis, penyakit jantung koroner, dan
perikarditis, yang meningkatkan risiko timbulnya penyakit jantung.
 Menjadi Rentan terhadap Infeksi
Pasien dengan lupus erythematosus sangat rentan terhadap infeksi, dan ini
disebabkan oleh penyakit itu sendiri dan obat-obatan yang digunakan dalam
perawatan, yang menyebabkan sistem kekebalan pasien menjadi sangat rapuh.
Biasanya infeksi termasuk infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan,
salmonella, herpes dan herpes zoster, dll. Yang lebih serius adalah pneumonitis, yang
sering menyebabkan kematian.
 Memicu Kanker
Lupus erythematosus dapat meningkatkan risiko kanker, terutama limfoma non-
Hodgkin. Menggunakan obat imunosupresif untuk perawatan juga dapat
meningkatkan kemungkinan terkena kanker.
 Jaringan tulang kematian
Lupus erythematosus atau penggunaan steroid dosis tinggi untuk perawatan dapat
mengurangi suplai darah ke tulang, yang menyebabkan nekrosis avaskular. Sendi panggul
adalah yang paling sering terkena.
 Menyebabkan Keguguran
Beberapa komplikasi SLE dalam kehamilan yang bisa terjadi pada janin yaitu, kematian
janin, prematuritas, SLE neonatal dan pertumbuhan terhambat. Kehamilan dapat
menyebabkan lupus eritematosus memburuk, dapat menyebabkan wanita hamil
menderita hipertensi (preeklampsia) yang membuat pertumbuhan terhambat, risiko
kelahiran prematur atau bahkan keguguran.
 Kulit
Masalah kulit biasa terjadi pada lupus. Begitu juga rambut rontok dan sariawan. Lupus
diskoid, dapat menimbulkan ruam besar, merah, dan melingkar yang mungkin menimbulkan
bekas luka. Sinar matahari biasanya mengiritasi ruam kulit. Lupus eritematosus kulit subakut
merupakan ruam lupus umum yang seringkali memburuk setelah berada di bawah sinar
matahari. Biasanya timbul di lengan, kaki, dan dada. Ruam lupus bulat merupakan bentuk
ruam lupus yang langka namun serius yang dapat menyebabkan lepuh besar.

 Sendi
Arthritis sangat umum terjadi pada orang yang menderita lupus. Dapat menyebabkan rasa
sakit, dengan atau tanpa pembengkakan. Kekakuan dan nyeri mungkin lebih buruk di pagi
hari. Arthritis mungkin menjadi masalah hanya dalam beberapa hari atau minggu, atau
mungkin permanen. Biasanya tidak parah.
Asuhan
Keperawatan
Pengkajian

• Identitas Klien
• Riwayat Kesehatan Sekarang
• Riwayat Kesehatan dahulu
• Riwayat Keluarga dan adanya faktor risiko
• Pemeriksaan Fisik
Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada gejala
sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri,
kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta
citra diri pasien.
• Kulit
Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
• Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura. Lesi
eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan
vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan.
• Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada
pagi hari.
• Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang
pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum
durum.
• Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
• Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous
dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan
bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
• Sistem Renal
Edema dan hematuria.
• Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun
manifestasi SSP lainnya
Analisa data
No. Data Masalah Etiologi
1. Ds. Nyeri Agen Cedera Biologis
1. Pasien mengeluh bengkak dan nyeri pada sendi.
2. Pasien mengeluh sendi merasa kaku pada pagi hari.
3. Pasien mengeluh nyeri
Do.
4. Nyeri tekan pada sendi.
5. Terdapat luka pada langit-langit mulut pasien.
6. Pembengkakan pada sendi.
 

2. Do. Gangguan Citra Respon Non Verbal


1. Pasien mengeluh terdapat ruam-ruam merah pada wajah yang Tubuh pada perubahan tubuh
menyerupai
bentuk kupu-kupu.
2. Pasien mengeluh rambut rontok.
Do.
3. Terdapat ruam – ruam merah pada wajah yang menyerupai
bentuk kupu-kupu.
4. Rambut pasien terlihat rontok.
 
3. Ds. Keletihan Penyakit dan
1. 1. Pasien mengeluh lemas peningkatan
2. Pasien mengeluh bengkak kelelahan fisik
dan nyeri pada sendi.
Do.
3. Pembengkakan pada sendi.
4. Pasien terlihat lemas
5. Pemeriksaan darah
menunjukkan adanya
antibodi antinuclear
Diagnosa
1. Nyeri Berhubungan dengan Agen Cedera Biologis
2. Gangguan Citra tubuh berhubungan dengan Respon
Non Verbal pada perubahan tubuh
3. Keletihan berhubungan dengan Penyakit dan
peningkatan kelelahan fisik
Rencana Keperawatan
Diagnosa NOC NIC

Nyeri berhubungan dengan Agen Setelah dilakukan tindakan selama Pain management
cedera biologis 2x24 jam pasien diharapkan dapat Aktivitas
mengontrol nyeri. - Melakukan pengkajian nyeri
  termasuk lokasi, karateristik,
Dengan kriteria hasil: onset/durasi, frekuensi, kualitas
Pain control atau
Indicator keparahan nyeri, dan faktor
- Mengenali onset nyeri pencetus nyeri
- Melaporkan perubahan nyeri - Observasi tanda nonverbal dari
- Melaporkan gejala yang tidak ketidaknyamanan, terutama pada
terkontrol pasien yang tidak bisa
- Menggunakan sumber daya yang berkomunikasi secara efektif
tersedia untuk mengurangi nyeri - Gunakan strategi komunikasi
- Mengenali gejala nyeri yang terapeutik untuk mengetahui
berhubungan dengan penyakit pengalaman nyeri pasien dan
- Melaporkan nyeri terkontrol respon pasien terhadap nyeri
Gangguan citra Setelah dilakukan tindakan Body image enhancement
tubuh keperawatan selama 1x24 jam Aktivitas:
Karakteristik: diharapkan pasien dapat - Tentukan harapan pasien tentang citra
- Perilaku memahami kondisinya. tubuhnya berdasarkan tingkat
menghindari salah Dengan kriteria hasil: perkembangan
satu bagian tubuh Body image Indicator: - Bantu pasien mendiskusikan
- Respon nonverbal - Gambaran internal diri penyebab
terhadap perubahan - Keserasian anatara realitas penyakit dan penyebab terjadinya
pada tubuh tubuh, ideal tubuh, dan perubahan pada tubuh
penampilan tubuh - Bantu pasien menetapkan batasan
- Kepuasan terhadap perubahan actual pada tubuhnya
penampilan tubuh - Gunakan anticipatori
- Perilaku menggunakan guidance untuk menyiapkan pasien
strategi untuk meningkatkan untuk
fungsi tubuh perubahan yang dapat diprediksi pada
tubuhnya
- Bantu pasien menentukan pengaruh
dari kelompok sebaya dalam
mempresentasikan citra Tubuh.
Keletihan Setelah dilakukan tindakan Energy Management      
berhubungan keperawatan 1x24 jam v  Observasi adanya pembatasan
dengan Penyakit dan diharapkan rasa lemas klien dalam melakukan aktivitas
peningkatan pasien dapat teratasi v  Dorong anal untuk
kelelahan fisik
  mengungkapkan perasaan
Kriteria Hasil : terhadap keterbatasan
v  Memverbalisasikan v  Kaji adanya factor yang
peningkatan energi dan menyebabkan kelelahan
merasa lebih baik v  Monitor nutrisi  dan sumber
v  Menjelaskan energi tangadekuat
penggunaan energi untuk v  Monitor pasien akan adanya
mengatasi kelelahan kelelahan fisik dan emosi secara
  berlebihan
  v  Monitor respon kardivaskuler 
terhadap aktivitas
v  Monitor pola tidur dan lamanya
tidur/istirahat pasien

Anda mungkin juga menyukai