Oleh :
IMRON ROSYADI
20141040201117
AININ MEYSHINTIA
20141040201117
Pembimbing :
dr. MOH. MAHFUDZ, Sp.PD
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RSUD JOMBANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Systemic Lupus Erythematosus (SLE) adalah penyakit autoimun kompleks
yang dapat mengenai hampir semua sistem organ dan memiliki manifestasi klinis
yang bervariasi. Pasien dapat memiliki keluhan pada kulit, membran mukosa,
sendi,
ginjal,
komponen
hematologik,
sistem
saraf
pusat,
system
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Autoantibodi pada lupus dibentuk menjadi antigen nuklear (ANA dan antiDNA). Autoantibodi terlibat dalam pembentukan kompleks imun, yang diikuti
oleh aktivasi komplemen yang mempengaruhi respon inflamasi pada banyak
jaringan, termasuk kulit, jantung dan ginjal. Ada tiga faktor yang menjadi
perhatian bila membahas patogenesis lupus, yaitu : faktor genetik, lingkungan,
dan kelainan pada sistem imun.
Faktor genetik memegang peranan pada banyak penderita lupus, resiko
lupus meningkat pada saudara kandung dan kembar monozigot. Penderita lupus
(kira-kira 6%) mewarisi defisiensi komponen komplemen, seperti C2, C4, atau
C1q. Kekurangan komplemen (C2 & C4) dapat merusak pelepasan sirkulasi
kompleks imun oleh sistem fagositosit mononuklear, sehingga menyebabkan
terjadinya deposisi jaringan. Defisiensi C1q menyebabkan fagositis gagal
membersihkan sel apoptosis, sehingga komponen nuklear akan menimbulkan
respon imun.
Faktor lingkungan dapat menjadi pemicu pada penderita lupus, seperti
radiasi ultraviolet, tembakau, obat-obatan, dan virus. Sinar UV mengarah pada
self-immunity dan hilangnya toleransi karena menyebabkan apoptosis keratinosit.
Selain itu sinar UV menyebabkan pelepasan mediator imun pada penderita lupus
dan memegang peranan dalam fase induksi yang secara langsung merubah sel
DNA, serta mempengaruhi sel imunoregulator yang bila normal membantu
menekan terjadinya kelainan pada inflamasi kulit. Faktor lingkungan lainnya yaitu
kebiasaan merokok yang menunjukkan bahwa perokok memiliki resiko tinggi
terkena lupus, berhubungan dengan zat yang terkandung dalam tembakau yaitu
amino lipogenik aromatik. Pengaruh obat juga memberikan gambaran bervariasi
pada penderita lupus. Pengaruh obat salah satunya yaitu dapat meningkatkan
apoptosis keratinosit. Faktor lingkungan lainnya yaitu peranan agen infeksius
terutama
rubella,
2.1.4
Dia
gno
sis
Batasan operasional diagnosis SLE yang dipakai dalam referat ini diartikan
sebagai terpenuhinya minimum kriteria (definitif) atau banyak kriteria terpenuhi
(klasik) yang mengacu pada kriteria dari the American College of Rheumbatology
(ACR) revisi tahun 1997.
Kriteria
Ruam Malar
Batasan
Eritema yang menetap, rata atau menonjol, pada daerah
Ruam Diskoid
Fotosensitifitas
Ulkus Mulut
Artirtis
Serositis
a. Pleuritis
b. Perikarditis
Gangguan Renal
Gangguan Neurologi
Gangguan Hematologi
Gangguan Imunologi
Anti-bodi Anti-nuklear
positif (ANA)
b. Program Rehabilitasi
Secara garis besar pelaksanaan program rehabilitasi yang dilakukan
oleh pasien SLE, antara lain: istirahat yang cukup, sering melakukan terapi
oral,
injeksi
pada
sendi,
dan
intravena.
Contoh
meningkatnya
resiko
infeksi
virus
dan
jamur,
perdarahan
2.1.6 Prognosis
Prognosis lupus sangat tergantng pada organ yang terlibat, bila organ yang
terlibat, bila ogan vital yang terlibat maka mortalitasnya tinggi. Tetapi dengan
kemajuan pengobatan lupus mortalitas ini jauh lebih baik disbanding pada 2-3
dekade yang lalu. (Askandar, 2007)
2.2 Penyakit Jantung pada SLE
Penelitian ekokardiografi pasien SLE yang dilakukan Divisi Kardiologi
Departemen Penyakit Dalam menunjukkan efusi parikard ditemukan pada 13
pasien (36,11%)