Anda di halaman 1dari 9

Tugas

Penatalaksanaan Syok Anafilaktik pada Anak dan Dewasa


Disusun untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Disusun Oleh : Dwi Haryani G1A209058 Diajukan Kepada : dr. Qodri Santosa Sp.A

SMF ILMU KESEHATAN ANAK UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KEDOKTERAN PURWOKERTO 2011

Anafilaksis didefinisikan sebagai rekasi hipersensitivitas sistemik yang mengancam kehidupan. WAO atau The World Allergy Organisation mengemukakan bahwa terminologi alergi anafilaksis digunakan untuk rwkasi imunologis yag melibatkan IgE, IgG atau kompleks imun, dimana terdapat pelepasan IgE oleh sel mast dan basofil.1 Penatalaksanaan syok anafilaktik memerlukan tindakan cepat sebab penderita berada pada keadaan gawat. Hal ini diperlukan karena kita berpacu dengan waktu yang singkat agar tidak terjadi kematian atau cacat organ tubuh menetap. Manajemen yang tepat dari suatu reaksi anafilaksis yang mengancam jiwa melibatkan evaluasi pasien dan pemberian epinefrin dengan segera.1 Ditahun 2004, Bohlke et al memperkirakan insidensi anafilaksis yang didiagnosis oleh dokter diantara anak-anak dan dewasa adalah 10,5 episode per 100.000 orang per tahun. Hal ini berbeda dari yang dikemukakan Yocum et al, 1999 bahwa anafilaksis terjadi pada 21 dari 100.000 orang per tahun.2 Dikarenakan anafilaksis merupakan reaksi alergi yang dapat mengancam jiwa, maka penatalaksanaan secara tepat dapat menurunkan mortalitas. Prinsip penatalaksanaan syok anafilaktik terdiri dari dua upaya, yaitu preventif dan tata laksana syok anafilaktik itu sendiri. Upaya preventif dilakukan dengan cara menghindari faktor pencetus. Sedangkan upaya tata laksana syok anafilaktik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu upaya resusitasi kardiopulmonar dan pemberian obat yaitu epinefrin untuk mengatasi reaksi alergi dan memperbaiki keadaan vaskular. 1 A. Upaya tata laksana Upaya penatalaksanaan syok anafilaktik dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu : 1. Posisikan pasien Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah. Posisi terlentang dengan kaki lebih tinggi mungkin membantu, kecuali pada kondisi

terlarang, misalnya dispnea atau emesis. Konsultasi dini dengan anestesi sangatlah dianjurkan. 2 2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway (membuka jalan napas)

Jalan napas harus dijaga tetap bebas dan dipastikan tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, penarikan mandibula ke anterior, dan membuka mulut. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat terjadi obstruksi jalan napas total atau parsial. Pertimbangkan intubasi elektif awal untuk pasien dengan suara serak yang signifikan dan edema lingual atau orofaringeal. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi. Pada pasien pediatri, intubasi mungkin secara teknis sulit, menambah juga beratnya edema. Oleh karena itu, intubasi dengan sedasi dapat dibenarkan.2,3 B. Breathing support Pasien harus ditempatkan pada monitor kardiopulmonari terus menerus, termasuk oksimetri. Jika jalan napas sudah memadai, oksigen harus diberikan melalui masker wajah nonrebreather dengan dosis 12 sampai 15 L / menit pada awalnya, kemudian dikurangi sesuai dengan kebutuhan.2 C. Circulation support Cairan kristaloid harus diberikan lebih awal, sebelum pemberian obat anafilaktik. Pada pasien anak, sebuah bolus cepat 20 ml / kg harus diberikan dan diulang seperlunya, sedangkan pada dewasa dapat diberikan 500-1000 ml. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari

perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.2,4
3. Pemberian epinefrin

Administrasi langsung dengan dosis epinefrin yang memadai sangat penting untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas pasien. Meskipun epinefrin memiliki indeks terapeutik yang sempit (rasio risiko-manfaat), epinefrin mempunyai efek a1, b1, b2 agonis yang penting dalam membalikan gejala anafilaksis. Efek agonis a1 penting terhadap resistensi pembuluh darah perifer meningkat, yaitu dengan menciptakan vasokonstriksi dan mengurangi edema mukosa. Peningkatan inotropi dan kronotropi merupakan efek agonis b1. Stimulasi dari reseptor b2 menyebabkan bronkodilatasi dan penurunan pelepasan mediator sel mast dan basofil.2 Secara historis, rute administrasi epinefrin subkutan administrasi disarankan. Namun, penelitian telah menyimpulkan bahwa, baik anak-anak dan orang dewasa, rute intramuskular lebih unggul dibandingkan rute subkutan dalam mencapai kadar konsentrasi plasma puncak, lebih cepat dan kadarnya lebih tinggi. Hal ini mungkin akibat penurunan perfusi kulit dalam upaya untuk mempertahankan tekanan darah sistemik selama proses anafilaksis. Epinefrin konsentrasi 1:1000 digunakan untuk pemberian secara intramuskular dengan dosis 0,01 mg / kg (0,01 ml / kg), dengan dosis maksimum 0,3 mg sekitar (0,3 ml). Jika dosis awal tidak efektif, mungkin harus diulang pada interval 5 hingga 15 menit. Dosis dewasa dapat diberikan langsung 0,3-0,5 mg. Solusi 1:1000 tidak diindikasikan untuk penggunaan intravena.2 Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit. Paha anterolateral adalah tempat yang direkomendasikan untuk dilakukannya injeksi.2

Epinefrin inhalasi sebaiknya tidak diberikan sebagai pengganti epinefrin intramuskular dalam manajemen akut anafilaksis pada anak-anak. Peneliti menetapkan bahwa anak-anak tidak efektif pada menghirup jumlah yang cukup dari epinefrin menggunakan inhaler dosis terukur meskipun pelatihan ahli. Sebagai alternatif untuk injeksi intramuskular, rute sublingual administrasi epinefrin-baru ini telah diselidiki dengan menggunakan model kelinci. Meskipun hasil yang menjanjikan, ada data yang cukup untuk merekomendasikan penggunaan rutin dalam pengobatan anafilaksis pada manusia.2 Tabel 2.1 Dosis Adrenalin3 Usia Dewasa Anak lebih dari 12 tahun Anak 6-12 tahun Anak kurang dari 6 tahun Dosis Adrenalin 500 mikrogram im (0,5 ml) 500 mikrogram im (0,5 ml) 300 mikrogram im (0,3 ml) 150 krogram im (0,15 ml)

Jika hipotensi berlanjut, meskipun diberikan epinefrin, resusitasi cairan agresif, maka epinefrin intravena harus diberikan. Pemberiannya adalah dengan solusi epinefrin 1:10.000 dengan dosis 0,01 mg / kg (0,1 ml / kg), dengan dosis maksimal 1 mg. Sebuah infus epinefrin terus menerus mungkin diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah. Jika hipotensi terus meskipun disebutkan di atas intervensi, vasopresin atau vasopressor potensial lainnya (agonis a1) mungkin lebih efektif. 2,3 4. Obat tambahan Pilihan kedua dari epinefrin atau terapi tambahan diantaranya adalah termasuk antihistamin H1 dan H2 dan kortikosteroid. Adalah penting untuk menyadari bahwa antihistamin memiliki onset yang lambat dan tidak dapat memblokir peristiwa yang terjadi setelah pengikatan reseptor histamin. Administrasi antihistamin H1 dan H2 dalam kombinasi telah dilaporkan lebih efektif dalam memperbaiki beberapa manifestasi anafilaksis daripada antihistamin H1 saja. Diphenhydramine, antihistamin H1 generasi pertama, dapat diberikan parenteral dan paling sering digunakan dalam pengelolaan anafilaksis. 2,3

Tabel 2.2 Dosis Klorfenamin3 Usia Dewasa atau >12 tahun 6-12 tahun 6 bulan hingga 6 tahun < 6 bulan Tabel 2.3 Dosis Steroid3 Usia Dewasa atau >12 tahun 6-12 tahun 6 bulan hingga 6 tahun < 6 bulan Dosis 200 mg im atau iv pelan 100 mg im atau iv pelan 50 mg im atau iv pelan 25 mg im atau iv pelan Dosis 10 mg im atau iv pelan 5 mg im atau iv pelan 2,5 mg im atau iv pelan 250 mikrogram/kg im atau iv pelan

Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.2

Gambar 2.1 Algoritma penanganan syok anafilaktik3

5. Pengamatan Sebuah periode pengamatan diindikasikan bagi semua pasien yang mengalami reaksi anafilaksis. Reaksi laten dapat terjadi pada 20% pasien dan jarang dapat terjadi pada 72 jam akhir setelah reaksi awal. Lamanya waktu untuk observasi harus didasarkan pada keparahan dari reaksi awal, kecukupan pengawasan, ketahanan pasien, dan kemudahan akses ke perawatan medis. Banyak penulis menyarankan waktu pengamatan dari 6 sampai 8 jam, namun waktu pengamatan hingga 24 jam dapat dibenarkan untuk beberapa pasien.2
B. Upaya preventif

Memberikan edukasi sifatnya sangat penting, terutama pada pasien muda dengan anafilaksis terhadap makanan. Edukasi yang utama adalah meghindari faktor alergen seperti makanan. Tabel 2.4 Penyebab anafilaksis pada anak yang tersering2 Makanan Zat aditif makanan Medikasi Racun Immunoterapi Lateks Vaksin Infus darah Kontras radiografik Idiopatik Pertama-tama, menemukan Kacang, telur, susu sapi, kerangkerangan, biji-bijian dan buahbuahan Zat pewarna makanan Antibiotik (penisilin dan sulfonamid), NSAID, aspirin, agen anestesi Semut merah, himenoptera seperti lebah Ekstrak alergen

alergen

adalah

yang

terpenting.

Anamnesis mengenai riwayat alergi, riwayat adanya alergi pada keluarga dapat membantu sebagai upaya preventif. Selain itu dapat pula dilakukan tes untuk menemukan alergen dapat dilakukan dengan tes alergi (skin tes).

Seluruh pasien setelah mengalami reaksi anafilaksis harus diberikan edukasi mengenai anafilaksis secara umum dan rencana tindakan darurat anafilaksis di tempat. Semua pengasuh anak harus memiliki pemahaman yang baik tentang ini rencana perawatan, termasuk juga fasilitas penitipan anak dan sekolah.2

Gambar 2.2 Epipen, epinefrin autoinjektoremed Peresepan epinefrin autoinjector juga merupakan upaya preventif terjadinya reaksi anafilaksis lagi dikemudian hari. Orang tua dan pasien harus menerima informasi mengenai indikasi untuk penggunaan autoinjector. Pada gambar 2.2 terdapat salah satu gambar epinefrin autoinjektor dengan dosis 0,3 mg.2,4

Daftar Pustaka
1. Muraro, A., G.Roberts, A.Clark, A.Eigenmann, S.Halken, G.Lack. et al. The

Management of anaphylaxis in childhood : Position paper of the European academy of allergology and clinical immunology. Allergy. 2007;62:857-71
2. Lane, Roni dan R.G Bolte. Pediatric Anaphylaxis. Pediatric Emergency Care.

2007;23:49-58 3. UK Resuscitation Council. Emergency Treatment of Anapylactic Reaction. London : Resuscitation Council. 2008
4. Kemp, Stephen. Anaphylaxis. [online] Diakses September, 15, 2011. Tersedia

di http://emedicine.medscape.com/article/135065

Anda mungkin juga menyukai