Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Pembimbing :

dr. Rhabby Chandra Sp.OG

Disusun oleh :

Muhamad Ricky Mulia- 030.13.124

Dewi Rizqi Matdoan – 030.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KANDUNGAN DAN KEBIDANAN RUMAH


SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 4 JUNI 2018 – 27 AGUSTUS 2018


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus dengan judul :

“Ketuban Pecah Dini”

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Dasar Ilmu Penyakit Kandungan dan Kebidanan Rumah Sakit Umum

Daerah Karawang

Periode 4 Juni 2018 – 27 Agustus 2018

DISUSUN OLEH :

Muhammad Ricky Mulia

030.13.124

Dewi Rizqi Matdoan

030.

Karawang , Agustus 2018

Mengetahui

Dokter Pembimbing

dr.Rhabby Chandra. Sp. OG


BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya selaput ketuban sebelum
terjadinya persalinan. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia gestasi 37 minggu
dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes (PROM) dan sebelum usia gestasi
37 minggu atau KPD preterm atau preterm premature rupture of membranes (PPROM).1,2

Ketuban pecah dini merupakan salah satu masalah yang paling umum di kebidanan,
komplikasi yang rumit terjadi sekitar 5% sampai 10% dari kehamilan aterm dan sampai dengan
30% kelahiran prematur.3 Menurut hasil Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun
2002-2003, angka kematian Ibu di Indonesia sebesar 307 per 1000 kelahiran hidup atau setiap
jam terdapat 2 orang Ibu bersalin meninggal karena berbagai penyebab. Salah satu penyebab
langsung kematian Ibu adalah karena infeksi sebesar 20-25% dalam 100.000 kelahiran hidup dan
KPD merupakan penyebab paling sering menimbulkan infeksi pada saat mendekati persalinan.
Prevalensi KPD berkisar antara 3-18% dari seluruh kehamilan. Saat kehamilan aterm, 8-10%
wanita mengalami KPD dan 30-40% dari kasus KPD merupakan kehamilan preterm atau sekitar
1,7% dari seluruh kehamilan. KPD juga dapat berulang pada kehamilan berikutnya. Hal ini juga
berkaitan dengan meningkatnya risiko morbiditas pada Ibu maupun janin.4

Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas


maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang mengalami KPD preterm akan
mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan fetus/neonatus akan berada pada risiko
morbiditas dan mortalitas terkait KPD preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9%
bayi mengalami kematian. Persalinan prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi
perinatal, dan kompresi tali pusat in utero merupakan komplikasi yang umum terjadi. KPD
preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat.5
BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien


Nama : Ny. Masitoh
No. RM : 73.72.85
Usia : 35 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Kosambi Baru I, RT/RW 02/01
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SD
Status perkawinan : Tiga Kali Menikah (usia 15 tahun. 1. 2002-2004, 2. 2010-2013, 3.
2016-sekarang)
Masuk RS : 26 Juli 2018
Keluar RS :
DPJP : dr. David Mallisa Allorante, Sp.OG

2.2 Anamnesis
Dilakukan secara autoanamnesis di VK RSUD Karawang pada hari Kamis 26 Juli 2018 jam
10:15 WIB.
1. Keluhan Utama :
Keluar cairan dari jalan lahir sejak 14 jam SMRS
2. Keluhan Tambahan
Pasien menyangkal keluhan selain keluhan utama
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan rujukan PKM Kertamukti dengan G3P1A1 suspek bayi kecil.
Pasien mengeluh keluar cairan dari jalan lahir sejak 14 jam SMRS. Cairan berwarna jernih,
tidak berbau, tidak berdarah. Menurut pasien awalnya air yang keluar sedikit namun
semakin lama semakin banyak dan mengalir seperti kencing yang merembes tidak dapat
ditahan. Air keluar sebanyak kira kira satu gayung mandi. Pasien mengaku tidak ada mulas
mulas.
Pasien mengaku merasakan gerakan janin. Terdapat keputihan jumlah sedikit dan berbau.
Tidak ada nyeri saat janin bergerak. Tidak ada demam, tidak ada nyeri daerah kemaluan,
tidak ada nyeri kepala, tidak ada pusing. BAK dan BAB tidak ada keluhan. ANC di
posyandu teratur dan dikatakan normal selama kehamilan. USG dua kali di bidan dan
hasilnya baik.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung, dan alergi obat-obatan
disangkal. Riwayat trauma di daerah perut bawah disangkal.

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma, penyakit jantung, dan alergi pada keluarga
disangkal

6. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche usia 13 tahun. Menstruasi teratur setiap bulan, lama 7 hari/siklus,
dengan siklus 28 hari.Perkiraan jumlah perdarahan 2-3 kali ganti pembalut/hari, nyeri haid
(-).
HPHT : 08 Oktober 2017
TP : 15 Juli 2018

7. Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 3 kali, menikah pertama usia 15 tahun, menikah kedua usia 25 tahun, dan
menikah ketiga usia 31 tahun.

8. Riwayat Obstetri
I. Laki laki, 16 tahun, paraji, normal, 2800 gr
II. Keguguran usia 3 bulan
III. Hamil saat ini

9. Riwayat Kontrasepsi
KB suntik satu bulan sekali

2.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Kamis, pukul 11:02 WIB di IGD Kebidanan RSUD
Karawang.
Keadaan umum : Tidak tampak kesakitan
Kesadaran : Kompos Mentis
Tanda Vital : Tekanan darah 125/80 mmHg
: Nadi 90 x/menit
: Pernapasan 20 x/menit
: Suhu 36,5o C

1. Status Generalis
Kepala : Normocephali, simetris, distribusi rambut merata, berwarna hitam.
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikterik (-/-), Eksoftalmus (-/-),
Ptosis (-), pupil bulat isokor, reflex cahaya (+/+)
Telinga : Normotia, Liang lapang, cairan (-/-), nyeri tekan (-/-)
Hidung : Normal, septum deviasi (-), sekret (-), mukosa hiperemis (-), tidak
ada nafas cuping hidung
Mulut :
a. Bibir : Bentuk normal, tidak ada kelainan, warna bibir merah
b. Lidah : Normoglosia, hiperemis tidak ada, ulkus tidak ada, sianosis tidak
ada
c. Bukal : Tidak ada hiperemis, tidak ada sianosis
d. Uvula : Tampak di linea mediana, tidak hiperemis, livid, maupun sianosis
e. Faring : Arkus faring simetris, tidak hiperemis, tidak ada PND, maupun
pseudomembran
f. Tonsil : T2/T2, tenang, tidak ada kelainan seperti kripta dan detritus
g. Gigi : Caries (-), gigi lengkap
h. Trismus : Tidak ada
Leher : Jejas (-), hematoma (-), KGB dan tiroid tidak teraba membesar,
JVP 5-2 cmH2O
Thoraks
Bentuk : Datar, tidak cekung
Jantung :
Inspeksi : Pulsasi ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi Ictus Cordis di ICS V, 1 cm medial
midklavikularis sinistra
Perkusi : a. Batas atas (ICS III linea parasternalis sinistra dengan suara
redup)
b. Batas kiri (ICS V, 1 jari medial linea midklavikula kiri dengan
suara redup)
c. Batas kanan (ICS III linea sternalis kanan dengan suara redup)
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal regular, gallop (-), murmur (-)
Paru :
Inspeksi : Bentuk dada simetris dan pergerakan dada simetris saat
inspirasi dan ekspirasi. Tidak ada bagian yang tertinggal,
penggunaan otot pernafasan (-)
Palpasi : Vocal fremitus simetris pada kedua lapang paru
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, ronchi -/-,
wheezing -/-

Abdomen :
Inspeksi : Buncit gravidarum, warna kulit ikterik tidak ada, tampak striae gravidarum
tidak ada spider navy, tidak tampak efloresensi bermakna, tidak tampak
dilatasi vena.
Auskultasi : Sulit dinilai karena hamil.
Palpasi : Pembesaran hepar dan lien susah dinilai
Perkusi : Sulit dinilai karena hamil.
Ekstremitas :
a. Atas : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-), Deformitas (-/-)
b. Bawah : Akral hangat (+/+), Oedema (-/-), Deformitas (-/-)

2. Status Obstetri
 Leopold
- Leopold I : teraba masa lunak, tidak melenting.

- Leopold II : teraba keras seperti papan di sebelah kiri ibu, bagian-bagian kecil di
sebelah kiri ibu.

- Leopold III : teraba masa keras, melenting

- Leopold IV : teraba masa keras, melenting, kedua tangan membentuk sudut konvergen
4/5

 TFU : 23 cm
TBJ dihitung berdasarkan rumus Johnson-Tausak :
(23-13)x155
(23-13)X155 = 1550 gr
 DJJ : 140 dpm, teratur
 Genitalia :
 Inspeksi
Labia Mayora : tenang
Labia Minora : tenang
Uretra : tenang
Vulva : tenang
Introitus vagina : perdarahan aktif (-)
 Inspekulo
Dinding vagina : tampak licin
Portio : tampak licin, tanda Chadwick (+)
Ostium Uteri Eksternum : terbuka, keluar cairan jernih dari OUE.
Kelainan yang tampak : fluor (+), fluksus (-), pooling (+), valsava (+)
 Vaginal Toucher (VT)
Vulva : massa (-), nyeri tekan (-)
Kelenjar Bartholini : massa (-), nyeri tekan (-)
Dinding vagina : teraba licin
Portio : teraba lunak, tebal 3 cm, arah posterior, tak berbenjol-benjol,
diameter 1 cm, kepala Hodge I.
Ketuban : tidak teraba selaput
Corpus uteri : teraba membesar
Parametrium : teraba lemas
Adneksa : tak teraba massa
Cavum doughlas : tidak menonjol, nyeri tekan (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang


 Pemeriksaan Laboratorium Darah (26 Juli 2018 pukul 10:37)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Hemoglobin 10,4 11,7 – 15,5 g/dl
Hematokrit 30,7 35,0 – 47,0 %
Trombosit 382 150 – 400 ribu/uL
Leukosit 10,76 4,4 – 11,30 ribu/uL
Eritrosit 3,36 4,1 – 5,1 juta/uL
MCV 91 80 – 96 fL
MCH 31 28 – 33 Pg
MCHC 34 33 – 36 g/Dl
RDW-CV 14,2 12,0 – 14,8 %
Masa perdarahan (BT) 3 1–6 Menit
Masa pembekuan (CT) 10 2 – 11 Menit
Golongan darah O
Golongan darah rhesus Positif
Imunologi
HBs Ag Non-reaktif Non-reaktif

 CTG
Interpretasi :
Baseline 130 – 140 bpm, variabilitas 5 – 30 bpm , akselerasi (+) , deselerasi (-), gerak
janin (+), his (-)

Kesan: CTG kategori 1

2.5 Resume
Pasien Ny. M, 35 tahun, G3P1A1 datang dengan keluhan keluar cairan dari jalan lahir
sejak 14 jam SMRS. Air berwarna jernih, tidak berbau, jumlah sebanyak satu gayung mandi
dan awalnya keluar sedikit namun semakin lama semakin banyak dan mengalir tidak dapat
ditahan. Gerak janin (+), keputihan (+), mulas mulas (-), lender darah (-), demam (-). ANC
rutin di posyandu. USG 2 kali dan dikatakan hasil baik. HPHT : 8/10/17, TP : 15/7/18.
Pemeriksaan fisik keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, TD :125/80 mmHg, N:
90x/m, RR: 20x/m, S: 36,5oC, status generalis dalam batas normal.
Status Obstetrik :
Abdomen
 Inspeksi : membuncit sesuai usia kehamilan, membesar arah memanjang, striae
gravidarum (+)
 Palpasi : TFU 23 cm, punggung kiri, presentasi kepala, belum masuk PAP, his (-)
 Auskultasi : DJJ 140 bpm, teratur
Anogenital
 Inspeksi : vulva, uretra tenang, edema (-), varises (-)
 Inspekulo : dinding vagina licin, portio licin, Chadwick (+), OUE terbuka
keluar cairan (+), fluor (+), fluksus (-), pooling (+), valsava (+)
 VT : portio tebal lunak, posterior, pembukaan 1 cm, lendir darah pada
handschoen (-), kepala diatas PAP, ketuban (-)
2.6 Diagnosis
Ibu : KPD 14 jam pada G3P1A1 hamil 41 minggu dengan oligohidramnion
Janin : Janin presentasi kepala tunggal hidup dengan suspek pertumbuhan janin
terhambat
2.7 Tatalaksana
 Observasi TTV
 Cek DPL, UL, CTG
 USG Konfirmasi
 Injeksi Ceftriaxone 1 x 2 gr
 Injeksi Dexametason 2 x 6 gr
 Pantau kemajuan persalinan dengan partograf
2.8 Prognosis
Ibu :
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Janin :
Ad vitam : dubia ad bonam
2.9 Tindak Lanjut (Follow Up)
Perawatan hari 1 (27/7/18)
S Pasien mengeluh mulas mulas sejak tadi pagi disertai keluar air air
O KU : CM
TD : 140/90 mmHg
HR : 80x/m
RR : 18x/m
S : 36,50C
Mata : CA -/-, SI -/-
Thoraks : S1S2 normal regular, M (-), G (-)
SNV +/+, rh -/-, wh -/-
Abdomen : membuncit sesuai usia kehamilan
Ekstremitas: Akral hangat (+)(+)/(+)(+), deformitas (-), edema (-)(-)/(-)(-)
STATUS OBSTETRI
TFU 23 cm
DJJ 140 bpm
I v/u tenang, perdarahan aktif (-)
A G3P1A1 parturiam gravid 41 minggu, kala I fase laten, KPD, oligohidramnion,
suspek PJT
P

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Ketuban pecah dini (Premature Rupture of Membranes/PROM) adalah pecahnya ketuban
yang mengacu kepada pasien yang melampaui usia kehamilan 37 minggu dan ditampilkan
dengan adanya ketuban yang pecah (Rupture of Membranes/ROM) sebelum awal persalinan.
Ketuban pecah dini preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes/PPROM) adalah
pecahnya ketuban (ROM) sebelum kehamilan 37 minggu. Dan pecah ketuban berkepanjangan
adalah setiap pecahnya ketuban yang berlangsung selama lebih dari 24 jam dan lebih dahulu
pecah pada awal persalinan.4

3.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini ini merupakan salah satu masalah yang paling umum di kebidanan,
komplikasi yang rumit terjadi sekitar 5% sampai 10% dari kehamilan aterm dan sampai dengan
30% kelahiran prematur.3 Masalah ketuban pecah dini memerlukan perhatian yang besar, karena
prevalensinya cenderung meningkat. Kejadian ketuban pecah dini aterm terjadi pada sekitar
6,46-15,6% kehamilan atermdan PPROM terjadi padasekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal
dan 7,4% dari kehamilan kembar.4
Sebanyak 30-40% dari PPROM akan berujung dengan persalinan preterm. Hal ini
menambah risiko prematuritas dan komplikasi perinatal serta neonatal, termasuk 1-2% risiko
kematian janin. Ibu hamil yang diawasi harus segera dikenali kondisi PPROM karena diagnosis
yang cepat dan penanganan yang tepat akan meningkatkan hasil akhir janin.6

3.3 Struktur Anatomi dan Fungsi Selaput Ketuban


Selaput ketuban (amniotic sac) yang membatasi rongga amnion terdiri atas amnion dan
khorion yang sangat erat ikatannya.Selaput amnion merupakan jaringan avaskular yang lentur
tapi kuat.Struktur avaskular ini memiliki peran penting dalam kehamilan pada manusia. Pada
banyak kasus obstetri, pecahnya selaput ketuban secara dini pada kehamilan yang masih muda
merupakan penyebab tersering kelahiran preterm.4,7

Amnion manusia terdiri dari lima lapisan yang berbeda dan tidak mengandung pembuluh
darah atau saraf. Lapisan terdalam terdekat janin adalah epitel amnion. Sel epitel ketuban
mengandung jenis kolagen III dan IV dan glikoprotein noncollagenous (laminin, nidogen, dan
fibronektin) yang membentuk membrane basal.4,7

Lapisan kompak jaringan ikat berdekatan dengan membran basal membentuk kerangka
berserat utama amnion.Kolagen dari lapisan kompak ini, disekresikan oleh sel-sel mesenchymal
di lapisan fibroblast. Interstisial kolagen (tipe I dan III) mendominasi dan membentuk bundle
parallel yang menjaga integritas mekanik amnion.4,7

Lapisan fibroblast adalah lapisan yang paling tebal dari amnion, yang terdiri dari sel-sel
mesenchymal dan makrofag dalam matriks ekstraseluler. Kolagen pada lapisan ini membentuk
jaringan longgar dengan glikoprotein noncollagenous.7

Lapisan intermediate (lapisan spons atau zona spongiosa) terletak di antara amnion dan
korion. Merupakan lapisan “stress absorber”. Pada lapisan ini banyak terdapat proteoglikan dan
glikoprotein terhidrasi yang membuat lapisan ini tampak seperti “spons” pada preparasi
histologis, dan mengandung anyaman nonfibrillar kolagen tipe III. Lapisan intermediate
menyerap tekanan fisik dengan membiarkan amnion untuk “slide” pada dan melekat kuat pada
desidua maternal.4,7
Meskipun korion lebih tebal dari amnion, namun amnion memiliki gaya tarik yang lebih
besar. Korion ini menyerupai selaput epitel pada umumnya, dengan polaritas yang diarahkan ke
desidua maternal. Saat kehamilan berlanjut, vili trofoblastik dalam lapisan korion mengalami
regresi.7

3.4 Cairan Ketuban


Sejak awal kehamilan cairan ketuban telah dibentuk.Cairan ketuban merupakan
pelindung dan bantalan untuk proteksi sekaligus menunjang pertumbuhan. Osmolalitas, kadar
natrium, ureum, kreatinin tidak berbeda dengan kadar serum ibu, artinya kadar di cairan ketuban
merupakan hasil difusi dari ibunya. Cairan ketuban mengandung banyak sel janin
(lanugo,verniks kaseosa). Fungsi cairan ketuban yang juga penting ialah menghambat bakteri
karena mengandung zat seperti fosfat dan seng.4

Selaput amnion yang meliputi permukaan plasenta akan mendapatkan difusi dari
pembuluh darah korion di permukaan. Volume cairan amnion berhubungan dengan usia
kehamilan, dimana saat usia 12 minggu terdapat cairan amnion sebanyak 50 ml, 400ml pada 20
minggu, dan mencapai puncaknya yaitu 1 liter pada usia kehamilan 36-38 minggu. Pada
kehamilan aterm rata-rata didapatkan volume sebanyak 600-800 ml, dengan PH 7,2 dan massa
jenis 1,0085. Setelah 20 minggu produksi cairan berasal dari urin janin.Sebelumnya cairan
amnion juga banyak berasal dari rembesan kulit, selaput amnion dan plasenta.Janin juga
meminum cairan amnion yang diperkirakan sebanyak 500ml/hari. Selain itu, cairan ada yang
masuk ke paru sehingga penting untuk perkembangannya.4,8

Produksi Pembuangan

 Transudasi dari serum maternal  Tertelan janin sekitar 500-1000ml


yang melewati membrane plasenta cairan setiap hari
 Transudasi dari sirkulasi janin  Absorbsi intramembran dari air
yang melewati tali pusat atau dan zat terlarut (200-500ml/hari)
membran plasenta dari ruang amnion ke sirkulasi janin
 Sekresi dari lapisan epitel amnion
melewati permukaan plasenta janin.
 Transudasi dari plasma janin
melewati kulit janin yang memiliki
permeabilitas tinggi sebelum
mengalami keratinisasi saat usia
20 minggu
 Urin janin (400-1200ml/hari)
 Paru-paru janin yang memasuki
rongga amnion sehingga
menambah volumenya.
Tabel 1. Produksi dan pembuangan cairan ketuban8

Pada awal kehamilan cairan ketuban tidak berwarna, tetapi mendekati cukup bulan
warnanya berubah menjadi pucat akibat adanya pengelupasan lanugo dan sel epidermal dari kulit
janin.Cairan dapat terlihat keruh akibat adanya vernix caseosa.Perubahan warna yang abnormal
pada cairan keuban dapat memberikan gambaran klinis yang signifikan mengenai kondisi ibu
dan janin.Cairan ketuban yang berwarna hijau atau telah bercampur dengan mekonium
mengindikasikan adanya fetal distress pada janin presentasi sungsang atau lintang. Tergantung
dari derajat dan durasi distress, cairan ketuban bisa encer atau kental dengan butiran menandakan
adanya fetal distres kronik.8

3.5 Etiologi
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau
meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan
membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks.4

Terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini seperti:9

1. Serviks inkompeten, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena kelainan pada
serviks uteri (akibat persalinan, kuretase, atau tindakan bedah obstetri lainnya).
2. Ketegangan rahim berlebihan (tekanan intra uterin meningkat secara berlebihan /
overdistensi uterus: seperti pada keadaan trauma, kehamilan ganda, hidramnion).
3. Kelainan letak janin dan rahim misalnya: letak sungsang dan letak lintang, sehingga tidak
ada bagian terendah yang menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
4. Kemungkinan kesempitan panggul dimana bagian terendah belum masuk PAP misalnya
pada Cephalo Pelvic Disproportion (CPD).
5. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk
preteolitik sel sehingga memudahkan ketuban pecah (Amnionitis/Korioamnionitis).
6. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, ataupun kelainan genetik).
7. Akhirnya, pecahnya selaput ketuban juga dapat disebabkan oleh trauma dan setelah
fetoskopi atau amniosentesis (iatrogenic).
Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten. Makin
panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi. Makin muda kehamilan, makin sulit
upaya penatalaksanaannya tanpa menimbulkan morbiditas janin.

3.6 Patofisiologi
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan oleh kontraksi urerus dan
peregangan berulang. Selaput ketuban pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan
biokimia yang menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh selaput
ketuban rapuh.4

Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular matriks.Perubahan


struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan aktivitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah. 4

Faktor risiko untuk terjadinya Ketuban Pecah Dini adalah:


 Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen;
 Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat pertumbuhan struktur abnormal
karena antara lain merokok.
Degradasi kolagen dimediasi oleh matriks metaloproteinase (MMP) yang dihambat oieh
inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. 4

Mendekati waktu persalinan, keseimbangan antara MMP dan TIMP-1 mengarah pada
degradasi proteolitik dari matriks ekstraselular dan membran janin.Aktivitas degradasi proteolitik
ini meningkat menjelang persalinan.Pada penyakit periodontitis di mana terdapat peningkatan
MMP, cenderung terjadi Ketuban Pecah Dini. 4

Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda.Pada trimester ketiga selaput ketuban
mudah pecah.Melemahnya kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, dan gerakan janin.Pada trimester terakhir terjadi perubahan biokimia
pada selaput ketuban.Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis.Ketuban
Pecah Dini pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor eksternal, misalnya
infeksi yang menjalar dari vagina.Ketuban Pecah Dini prematur sering terjadi pada
polihidramnion, inkompeten serviks, solusio plasenta. 4

Banyak teori, mulai dari defek kromosom, kelainan kolagen, sampai infeksi. Pada
sebagian besar kasus ternyata berhubungan dengan infeksi (sampai 65%). Termasuk diantaranya;
high virulensi yaitu Bacteroides, dan low virulensi yaitu Lactobacillus.4 Kolagen terdapat pada
lapisan kompakta ketuban, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas. Sintesis maupun
degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem aktifasi dan inhibisi interleukin-1 (iL-1) dan
prostaglandin. 4

Jika ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin,
menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput
korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.4

3.7 Diagnosis
Penilaian awal dari ibu hamil yang datang dengan keluhan KPD aterm harus meliputi 3
hal, yaitu konfirmasi diagnosis, konfirmasi usia gestasi dan presentasi janin, dan penilaian
kesejahteraan maternal dan fetal. Tidak semua pemeriksaan penunjang terbukti signifikan
sebagai penanda yang baik dan dapat memperbaiki luaran. Oleh karena itu, akan dibahas mana
pemeriksaan yang perlu dilakukan dan mana yang tidak cukup bukti untuk perlu dilakukan.2

Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi adanya cairan
amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui waktu dan kuantitas dari cairan
yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan, riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor
risikonya. Riwayat keluarnya air ketuban berupa cairan jernih keluar dari vagina yang kadang -
kadang disertai tanda-tanda lain dari persalinan.2,4

Pemeriksaan digital vagina yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari
karena hal ini akan meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi
terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan sebaiknya tidak
menyentuh serviks.Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk menilai adanya servisitis,
prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin (pada presentasi bukan kepala); menilai
dilatasi dan pendataran serviks, mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara
visual. Semua presentasi bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan
pemeriksaan digital vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.2

Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan dengan baik.
Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks (satu sediaan dikeringkan
untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya diletakkan di medium transport untuk
dikultur. 2

Diagnosis Ketuban Pecah Dini prematur dengan inspekulo dilihat adanya cairan ketuban
keluar dari kavum uteri.Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan
lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis.Jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakkan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.Atau
terlihat kumpulan cairan di forniks posterior.Jika diagnosis tidak dapat dikonfirmasi, lakukan tes
pH dari forniks posterior vagina (pH cairan amnion biasanya ~ 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina
~ 4.5 - 6) dan cari arborization of fluid dari forniks posterior vagina. Antiseptik yang alkalin
akan menaikkan pH vagina. 2,4
Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38o C serta air ketuban keruh dan
berbau.Janin yang mengalami takikardia, mungkin mengalami infeksi intrauterin.Tentukan
tanda-tanda persalinan dan skoring pelvik.Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa dalam
dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi kehamilan). Hal ini karena VT dapat
meningkatkan insidensi korioamnionitis, post partum endometritis, dan infeksi neonatus. Selain
itu juga memperpendek periode laten. 4

Pemeriksaan penunjang

Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan kemungkinan


lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan tes lakmus (Nitrazin test) merah menjadi biru.Tes ini digunakan untuk membedakan
cairan amnion dari urin dan sekresi vagina. Selama hamil, pH normal vagina adalah 4,5 – 6,0 dan
urin memiliki pH ≤ 6,0. Sedangkan pH cairan amnion 7,1 – 7,3. Pemeriksaan ini dilakukan pada
saat pemeriksaan vagina dengan spekulum dan diletakkan kertas nitrazin.Mukus servikal, darah,
dan semen merupakan penyebab tersering terjadinya false positif.

Fern test juga dilakukan untuk membedakan cairan amnion dengan cairan lainnya. cairan
dari fornix posterior ditempatkan pada slide dan dibiarkan kering di udara, cairan ketuban akan
membentuk pola fernlike kristalisasi (bentuk pakis) pada mikroskop.2,11

Jika diagnosis KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes
nitrazin dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth factor
binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm, kebocoran cairan amnion,
atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang rendah. Penanda tersebut juga dapat
dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah
ibu dan CRP pada cairan vagina tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm. Untuk
memastikan adanya tanda infeksi dengan pemeriksaan leukosit darah > 15.000/mm3.2,4,11

Ultrasonografi

Dengan pemeriksaan ultrasound dapat menentukan usia kehamilan, presentasi janin, dan
jumlah cairan amnion. Ketuban Pecah Dini dapat dikonfirmasikan dengan adanya
oligohidramnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks cairan amnion yang
berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak adanya pertumbuhan janin terhambat
(PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah sangatlah besar. Normalnya volume cairan ketuban
tidak menyingkirkan diagnosis, hal ini dapat disebabkan jika jumlah cairan ketuban yang keluar
hanya sedikit. Normal volume cairan ketuban antara 250 – 1200 cc. Dijelaskan bahwa terjadinya
persalinan dan adanya infeksi jarang terjadi jika terdapat volume cairan amnion adekuat.2,4,11

3.8 Diagnosis Banding


Diagnosis banding dari ketuban pecah dini yaitu, inkontinensia uri, peningkatan sekresi
vagina pada saat kehamilan (fisiologis), cairan eksogen (semen), dan fistel vesikovaginal. Selain
itu amnionitis dengan keluhan cairan vagina berbau, demam menggigil dan nyeri perut, djj cepat
harus disingkirkan.11

3.9 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas dan morbiditas
perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi atau akibat kelahiran preterm
pada kehamilan dibawah 37 minggu.Prinsipnya penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan beberapa pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD.
Setelah mendapatkan diagnosis pasti, dokter kemudian melakukan penatalaksanaan berdasarkan
usia gestasi. Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana morbiditas
dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.2

Lakukan penilaian awal pada ibu hamil dan janin, yaitu : 4

 Memastikan diagnosis

 Menentukan usia kehamilan

 Evaluasi infeksi maternal atau janin, pertimbangkan butuh antibiotik atau tidak terutama
jika ketuban pecah sudah lama

 Dalam kondisi inpartu, ada gawat janin atau tidak


Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen aktif dan
konservatif. Manajemen konservatif adalah penanganan dengan pendekatan tanpa intervensi,
sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk lebih aktif mengintervensi persalinan.2

Penderita dengan kemungkinan Ketuban Pecah Dini harus masuk rumah sakit untuk
diperiksa lebih lanjut.Jika pada perawatan air ketuban berhenti keluar, pasien dapat pulang untuk
rawat jalan.Bila terdapat persalinan dalam kala aktif, korioamnionitis, atau gawat janin,
persalinan diterminasi.Bila Ketuban Pecah Dini pada kehamilan prematur, diperlukan
penatalaksanaan yang komprehensif. Secara umum penatalaksanaan pasien Ketuban Pecah Dini
yang tidak dalam persalinan serta tidak ada infeksi dan gawat janin, penatalaksanaannya
bergantung pada usia kehamilan. 4

Tabel 2. Rekomendasi penatalaksanaan ketuban pecah dini kurang bulan7

Konservatif

Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan < 32 - 34
minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika
usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatif beri
deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan
37 minggu. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan
tokolitik, deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit, tanda-tanda
infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 - 37 minggu berikan steroid untuk memacu
kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap
minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5 mg
setiap 6 jam sebanyak 4 kali. 4

Aktif

Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin.Bila gagal seksio sesarea, dapat pula
diberikan misoprostol 25 µg - 50 µg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada tanda-
tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri.4

 Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika tidak berhasil,
akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skor pelvik > 5, induksi persalinan.

Tabel 3. Pelvic score (PS) menurut Bishop

Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan


meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan terhadap
kejadian respiratory distress syndrome.Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan.

Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik, terutama pada usia gestasi <37 minggu, dapat mengurangi risiko
terjadinya korioamnionitis, mengurangi jumlah kelahiran bayi dalam 2 – 7 hari, dan mengurangi
morbiditas neonatus.

Salah satu rekomendasi mengenai pemilihan antibiotik antepartum, yaitu :12

 Ampisilin 1 – 2 gram IV, setiap 4 – 6 jam, selama 48 jam

 Eritromisin 250 mg IV, setiap 6 jam, selama 48 jam

 Kemudian lanjutkan dengan 2 terapi oral selama 5 hari, amoksisilin dan eritromisin (4 x
250 mg PO). Pada pasien yang alergi penisilin, diberikan terapi tunggal klindamisin 3 x
600 mg PO. Sumber lain, mengatakan bahwa pada PPROM, pemberian eritromisin
hingga 10 hari.

 Hindari pemberian co – amoksiklav pada perempuan dengan PPROM, dapat


menyebabkan NEC.

Tokolisis

Tidak direkomendasikan pemberian tokolisis pada pasien yang menngalami ketuban


pecah dini di usia gestasi < 37 mingu (diatas 34 minggu). Pada beberapa penelitian, pemberian
tokolitik tidak memperpanjanng periode laten (ketuban pecah – persalinan), meningkatkan luaran
janin, atau mengurangi morbiditas neonatus. Pemberian tokolisis di usia gestasi ≤ 34 minggu,
berfungsi untuk pematangan paru. Usia gestasi > 34 minggu, tidak perlu lagi untuk pematangan
paru.12

3.10 Komplikasi
Komplikasi akibat ketuban pecah dini dapat terjadi pada ibu maupun janin.Komplikasi
pada ibu yang terjadi biasanya berupa infeksi intrauterin.Infeksi tersebut dapat berupa
endomyometritis, maupun korioamnionitis yang berujung pada sepsis. Pada sebuah penelitian,
didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami endomyometritis purpural, 1,2% mengalami
sepsis, namun tidak ada yang meninggal dunia.10

Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada penelitian ini mendapatkan terapi
antibiotik spektrum luas, dan sembuh tanpa sekuele.Sehingga angka mortalitas belum diketahui
secara pasti. 40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret untuk
mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah karena kehilangan darah
secara signifikan.10

Salah satu komplikasi yang paling sering terjadi pada janin adalah persalinan lebih awal.
Periode laten, yang merupakan masa dari pecahnya selaput amnion sampai persalinan secara
umum bersifat proporsional secara terbalik dengan usia gestasi pada saat KPD terjadi. Sebagai
contoh, pada sebuah studi besar pada pasien aterm menunjukkan bahwa 95% pasien akan
mengalami persalinan dalam 1 hari sesudah kejadian. Sedangkan analisis terhadap studi yang
mengevaluasi pasien dengan preterm 1 minggu, dengan sebanyak 22 persen memiliki periode
laten 4 minggu. Bila KPD terjadi sangat cepat, neonatus yang lahir hidup dapat mengalami
sekuele seperti malpresentasi, kompresi tali pusat, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis,
gangguan neurologi, perdarahan intraventrikel, dan sindrom distress pernapasan.1

Komplikasi Bentuk Keterangan

Maternal *Antepartum *Sepsis jarang terjadi


karena pemberian
-Korioamnionitis 30-60%
antibiotic dan
-Solusio plasenta resusitasi

*Intrapartum *Trauma tindakan


operasi
-Trauma persalinan akibat induksi/operatif.
-Trias komplikasi :
*Kemungkinan retensio dari plasenta
^ Infeksi
*Postpartum
^ Trauma tindakan
-Trauma tindakan operatif
-Infeksi masa nifas ^ Perdarahan

-Perdarahan postpartum.

Neonatus *Komplikasi akibat prematuritas; *Kejadian komplikasi


yang diindikasikan
-mudah infeksi
untuk terminasi
Semakin -mudah terjadi trauma akibat tindakan kehamilan;
muda usia persalinan
-Prolaps tali pusat
kehamilan
-mudah terjadi aspirasi air ketuban dan
dan semakin -Infeksi intrauteri
menimbulkan asfiksia sehingga menyebabkan
rendah berat
kematian. -Solusio plasenta
badan janin,
maka
komplikasi
*Komplikasi postpartum; *Untuk membuktikan
makin berat.
terjadi infeksi
-Penyakit Respiratory Distress Syndrome
intrauteri dapat
(RDS) atau hialin membrane
dilakukan
-Hipoplasia paru dengan akibatnya amniosentesis dengan
tujuan untuk;
-Tidak tahan terhadap hipotermia.
-kultur cairan amnion
-Sering terjadi hipoglikemia
-pemeriksaan glukosa
-Gangguan fungsi alat vital.
-alfa fetoprotein

-fibronektin
*Komplikasi akibat oligohidramnion;

-Gangguan tumbuh kembang yang


menyebabkan deformitas.

-Gangguan sirkulasi retroplasenta yang *Upaya untuk tirah


menimbulkan asidosis dan asfiksia. baring dan pemberian
antibiotic dapat
-Retraksi otot uterus yang menimbulkan memperpanjang usia
solusio plasenta. kehamilan supaya
berat badan janinnya
lebih besar dan lebih
*Komplikasi akibat ketuban pecah; mamput untuk hidup
di luar kandungan.
-Prolaps bagian janin terutama tali pusat
dengan akibatnya.

-Mudah terjadi infeksi intrauteri dan


neonatus.

Tabel 4.Komplikasi yang terjadi pada maternal dan neonates


BAB IV

ANALISIS KASUS

Pada kasus didapatkan Ny M, 35 tahun, dengan diagnosis ketuban pecah dini pada
G3P1A1 hamil 41 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, serviks belum matang,
belum inpartu (PS2), dan oligohidroamnion (ICA 4,8). Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Atas dasar:
 Pada anamnesis didapatkan keluar air-air 14 jam sebelum masuk rumah sakit, disertai
keluar sedikit lendir dan darah. Keluarnya air-air tidak disertai dengan keluhan mules
dan nyeri perut. Keluhan demam dan riwayat trauma disangkal oleh pasien.
 Dalam pemeriksaan inspekulo didapatkan hasil portio licin livide, OUE terbuka,
keluar cairan jernih dari OUE. Vaginal Toucher didapatkan portio kenyal, tebal 3 cm,
arah posterior, tak berbenjol-benjol, diameter 1 cm, selaput ketuban (-), kepala hodge I
(4/5) (PS 2).
 Hasil dari pemeriksaan penunjang berupa laboratorium didapatkan anemia, keputihan
(+), Pada CTG didapatkan kategori 1.

Anamnesis

Pada anamnesis didapatkan keluar air-air sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit, hal ini
merupakan suatu keluhan utama yang biasanya dikeluhkan pada pasien dengan ketuban pecah
dini. Dari anamnesis HPHT menunjukan bahwa pasien hamil 41 minggu hari (>37 minggu),
sehingga pasien termasuk dalam kelompok ketuban pecah dini (PROM). 4

Faktor risiko yang didapatkan pada pasien ini yaitu pasien mengalami keputihan yang dapat
meningkatkan resiko infeksi. Infeksi yang merupakan penyebab tersering dari KPD
menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga
memudahkan ketuban pecah. Selain itu adanya infeksi dan inflamasi memicu peningkatan
aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi
depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah
pecah spontan. Keluhan adanya amnionitis pada pasien seperti demam, nyeri abdomen,
disangkal. Adanya faktor risiko lainnya seperti riwayat trauma sebelumnya disangkal. Adanya
keluhan tanda – tanda persalinan seperti mulas – mulas disangkal, namun pasien mengeluhkan
adanya keluar cairan .4

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik inspekulo tampak fluor albus hal ini memperkuat adanya faktor
risiko dalam terjadinya KPD. Terlihatnya keluar air – air mengalir dari OUE pada inspekulo
memastikan diagnosis KPD pada pasien ini.

Pada vaginal toucher didapatkan portio kenyal (Skor 1), tebal 3 cm, arah posterior (Skor 0),
tak berbenjol-benjol, diameter 1 cm (Skor 1), selaput ketuban (-), kepala hodge I (4/5) (Skor 0).
Pada pasien ini didapatkan skor pelvik 2. Adanya pembukaan portio 1 cm dan tidak adanya his
yang reguler pada pasien menunjukan pasien belum inpartu.

Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemis. CTG pasien didapatkan pasien


kategori I. Berkurangnya cairan ketuban ini juga mendukung diagnosis KPD. Pemeriksaan
nitrazin dan tes fern tidak dilakukan pada pasien ini, dikarenakan anamnesis dan pemeriksaan
fisik sudah dapat menunjang adanya diagnosis ketuban pecah dini.

Penatalaksanaan

Pada pasien ini didapatkan oligohidroamnion dan pelvik skor <5 pada kehamilan >37
minggu pasien belum inpartu. Sehingga dilakukan penatalaksanaan aktif, yaitu dengan terminasi
kehamilan per vaginam. Hal ini dikarenakan pada oligohidroamnion berkepanjangan pada
kehamilan meningkatkan risiko morbiditas dan mortilitas perinatal. Oleh karena itu, terminasi
kehamilan merupakan tatalaksana terpilih. 4,12

Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan akan


meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan signifikan terhadap
kejadian respiratory distress syndrome.Pada saat ini, penelitian menunjukkan bahwa
mempertahankan kehamilan lebih buruk dibanding melakukan persalinan. 4
BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Obstetrics and Gynecology. ACOG Practice Bulletin No. 80:
Premature rupture of membranes. Clinical management guidelines for obstetrician-
gynecologists. Obstet Gynecol. 2007 Apr;109(4): h. 1007-19.
2. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan
Kedokteran Ketuban Pecah Dini. POGI. 2016.
3. Gibbs RS, et all. Danforth’s Obstetrics and Gynecology, 10th Ed. Wolters Kluwers:
Lippincott Williams & Wilkins, 2008; h.188-197

4. Saiffudin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH. Ketuban Pecah Dini Dini. Soetomo
Soewarto. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiriharjo. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011. h. 677-80.

5. Caughey AB, Robinson JN, Norwitz ER. Contemporary diagnosis and management of
preterm premature rupture of membranes. Rev Obstet Gynecol. 2008 Winter;1(1): h. 11-
22.
6. Alamsyah M, Handono B. Ketuban pecah dini pada kehamilan preterm. Dalam:
Prematuritas. PT Refika aditama. Bandung; 2009. h. 95-112
7. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD.Williams
Obstetrics. 24 st edition.2014. h. 98-100
8. Dutta DC. Textbook of Obstetrics, including perinatology and contraception. 8 th edition.
The Health Sciences Publisher. 2015
9. Sualman K. Penatalaksanaan Ketuban Pecah Dini pada Kehamilan Preterm. Universitas
Riau, Pekanbaru. 2009
10. Yang LC, Taylor DR, Kaufman HH, Hume R, Calhoun H. Maternal and Fetal Outcomes
of Spontaneous Preterm Premature Rupture of Membranes.
http://www.jaoa.org/content/104/12/537.full
11. Beckmann CRB, Ling FW, Barzanzky BM, Herbert WNP, Laube DW, Smith RP.
Obstetrics and gynecology. 6th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2010.
12. Tanto C, Liwang F, hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran. Ed 2. Jakarta:
Penerbit Media Aesculapius; 2016.
13. Abma JC et al., Teenagers in the United States: sexual activity, contraceptive use, and
childbearing, National Survey of Family Growth 2006–2008, Washington DC :Vital and
Health Statistics; 2010.

Anda mungkin juga menyukai