Anda di halaman 1dari 23

REFERAT

LEUKOREA

Pembimbing :

dr. Doddy Rodiat Maula, Sp.OG

Penyusun:

Enel Rizka Aulia

030.13.068

Lino Kurniawan

030.13.092

ILMU KEBIDANAN & PENYAKIT KANDUNGAN RSUD KARAWANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

PERIODE 4 JUNI – 24 AGUSTUS 2018

1
LEMBAR PERSETUJUAN REFERAT

JUDUL REFERAT: LEUKOREA

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing dr. Doddy Rodiat M, Sp.OG pada:

HARI:

TANGGAL:

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Karawang

Karawang, 5 Juli 2018

Dr. Doddy Rodiat M, Sp.OG

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan tugas referat “LEUKOREA”. Makalah ini dibuat
dalam rangka memperdalam pemahaman tentang salah satu penyakit dalam ilmu kebidanan
dan penyakit kandungan yaitu leukorea.
Pembahasan referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam pelaksanaan
kepaniteraan klinik bagian Ilmu kebidanan dan Penyakit Kandungan RSUD Karawang
periode 4 Juni – 24 Agustus 2018.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Doddy Rodiat Maula, Sp.OG selaku
pembimbing dalam penyusunan tugas ini serta seluruh pihak yang telah membantu, termasuk
teman-teman mahasiswa yang telah memberi banyak masukan untuk makalah ini sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahawa tulisan ini jauh dari sempurna, karena itu kritik dan saran
yang membangun sangat diharapkan untuk perbaikan referat ini.

Karawang, 5 Juli 2018

3
DAFTAR ISI

Lembar persetujuan referat……………………………………………………………1


Kata pengantar………………………………………………………………………...2
Daftar isi……………………………………………………………………………….3
Daftar tabel dan gambar……………………………………………………………….4
Bab I: Pendahuluan………………………………………………………………......5
Bab II: Pembahasan…..………………………………………………………............6
Bab II.1: Definisi………………………..……………………………………………..6
Bab II.2: Epidemiologi ……………………………………………………….............7
Bab II.3: Etiologi..……………………………………………………….....................7
Bab II.4: Klasifikasi…………………………………………………………………...8
Bab II.5: Infeksi pada vagina………………………………………………………...11
Bab II.6: Infeksi pada cervix…………………..……………………………………..21
Bab II.7: Patogenesis…………………………………………………………………23
Bab II.8: Penatalaksanaan…………….……………………………………………...25
Bab III: Kesimpulan………………………………………………………………....28
Daftar Pustaka………………………………………………………………………..29

4
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

1. Gambar pewarnaan gram pada sekret vagina…………………………………………….11


2. Gambar mikroskopis Candida albicans………………………………………………….12
3. Gambar Vulvovaginal candidiasis………………………………………........................12
4. Gambaran mikroskopis Trichomoniasis.………………………………………………...14
5. Gambar fluor albus pada Trichomonas vaginalis………………………………………...14
6. Gambar fluor albus pada Vaginosis bakterial…………………...……………………….16
7. Tabel penyebab, gejala klinis, diagnosis infeksi vagina……...………………………….19
8. Tabel terapi infeksi vagina……………………………………………………………….20
9. Gambaran mikroskopis Clamydia trachomatis…………………………………………..22
10. Gambar pemeriksaan inspekulo pada infeksi Clamydia trachomatis……………………22

5
BAB I
PENDAHULUAN

Leukorrhea (fluor albus/vaginal discharge/duh tubuh vagina) atau yang lebih dikenal
dengan keputihan merupakan keluhan yang sering menjadi alasan seorang wanita untuk
berobat ke dokter. Leukorrhea bukan penyakit melainkan suatu gejala dan merupakan gejala
yang sering dijumpai dalam ginekologi.
Leukorrhea dapat menyerang wanita mulai dari anak-anak sampai wanita dewasa
atau menopause. Leukorrhea menyebabkan seorang wanita seringkali mengganti pakaian
dalamnya atau menggunkan pembalut, biasanya disertai dengan keluhan lain seperti perasaan
gatal, rasa panas pada alat kelamin maupun nyeri sewaktu bersenggama. Keluhan dapat
bervariasi dari ringan hingga berat, namun banyak penderita yang tidak menghiraukannya.
Padahal leukorrhea bisa merupakan bagian dari perjalanan suatu penyakit yang apabila tidak
segera ditangani secara dini dengan baik akan dapat menyebabkan hal yang serius seperti
menyebabkan kehamilan ektopik, peritonitis, kanker rahim, kematian, ketidaksuburan,
keguguran, kematian janin, prematuritas, lahir dengan berat badan bayi rendah, infeksi
kongenital, sehingga dapat menyebabkan kematian di awal kehidupannya.
Etiologi leukorrhea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial. Faktor-faktor tersebut mengharuskan seorang dokter meningkatkan ketajaman
dalam pemeriksaan pasien, analisis penyebab serta memberikan terapi atau tindakan yang
sesuai. Fluor albus dapat dijumpai pada wanita dengan diagnosa vulvitis, vagitis, servisitis,
endometritis, dan adneksitis. Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia
wanita dengan berbagai cara, misalnya seperti senggama, trauma atau perlukaan pada vagina
dan serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril, pada saat persalinan dan
abortus.
Tujuan utama ditulisnya referat ini adalah untuk membedakan leukorrhea fisiologis
atau patologis, dengan kriteria klinik, laboratorium dan mikrobiologi. Ketepatan dalam
mendiagnosis penyebab leukorrhea merupakan kunci utama dalam keberhasilan pengelolaan
leukorrhea.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Leukorea (fluor albus/white discharge/keputihan/vaginal discharge/duh tubuh vagina)
adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah. Cairan ini dalam
keadaan normal tidak sampai keluar, sedangkan cairan yang keluar dari vagina tidak
semua merupakan keadaan yang patologis. Pernyaatn lain mengatakan bahwa leukorea
adalah keluhan penderita berupa pengeluaran sekresi vulvovagina yang bervariasi baik
dalam jumlah, bau, maupun konsistensinya.
Kebanyakan duh tubuh vagina adalah normal. Akan tetapi, jika duh tubuh yang keluar
tidak seperti biasanya baik warna ataupun penampakannya, atau keluhannya disertai
dengan nyeri, kemugkinan itu merupakan tanda adanya sesuatu yang salah. Duh tubuh
vagina merupakan kombinasi dari cairan dan sel yang secara berkelanjutan melewati
vagina. Fungsi dari duh tubuh vagina adalah untuk membersihkan dan melindungi vagina.

2.2 Epidemiologi
Penelitian secara epidemiologi, fluor albus patologis dapat menyerang wanita mulai
dari usia muda, usia reproduktif, maupun usia tua, dan tidak mengenal tingkat pendidikan,
ekonomi, dan sosial budaya, meskipun kasus ini lebih banyak dijumpai pada wanita
dengan tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang rendah. Fluor albus patologis sering
disebabkan oleh infeksi, salah satunya bakteri vaginosis (BV) yang merupakan penyebab
tersering (40%-50% kasus), vulvovaginal candidiasis (VC), 80%-90% disebabkan oleh
candida albicans, Trichomoniasis (TM) disebabkan oleh Trichomoniasis vaginalis, angka
kejadiannya sekitar 5%-20% dari kasus infeksi vagina.
2.3 Etiologi
Etiologi fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial. Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus genitalia wanita dengan
berbagai cara, seperti senggama, trauma atau perlukaan pada vagina dan serviks, benda
asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril pada saat persalinan dan abortus. Beberapa
faktor pemicu terjadinya leucorrhea antara lain:
 Faktor fisiologis

7
Keputihan yang normal hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret
patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan
fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung
banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan patologik
terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada:
o Waktu sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen; keputihan
ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan kecemasan pada
orang tua.
o Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina.
o Waktu sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri
menjadi lebih encer.
o Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada
wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan
ektropion porsionis uteri.
 Faktor konstitusi
Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stress emosional, masalah keluarga
atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit seperti gizi rendah ataupun diabetes.
Bisa juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun obat-obatan.
Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet
dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang sangat
memperburuk terjadinya keputihan.
 Faktor iritasi
Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi, penggunaan sabun untuk
mencuci organ intim, iritasi terhadap pelican, pembilas atau pengharum vagina,
ataupun bisa teriritasi oleh celana.
 Faktor patologis
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan antara lain benda asing
dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus, dan
parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat menyebabkan
terjadinya keputihan. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah
bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen. Dalam keadaan ekosistem
vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan

8
tingkat keasaman tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen
tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah
untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Pada kondisi
tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2, maka jamur akan tumbuh dan
berkembang.

2.4 Klasifikasi
a. Leukorrhea fisiologis
Yaitu sekret dari vagina normal yang berwarna jernih atau putih, menjadi
kekuningan bila kontak dengan udara yang disebabkan oleh proses oksidasi. Secara
mikroskopik terdiri dari sel-sel epitel vagina yang terdeskuamasi, cairan transudasi
dari dinding vagina, sekresi dari endoserviks berupa mukus, sekresi dari saluran yang
lebih atas dalam jumlah bervariasi serta mengandung berbagai mikroorganisme
terutama Lactobacillus doderlein. Memiliki pH < 4,5 yang terjadi karena produksi
asam laktat oleh Lactobacillus dari metabolisme glikogen pada sel epitel vagina.
Leukorrhea fisiologis terdapat pada keadaan sebagai berikut :
1. Bayi baru lahir sampai dengan usia 10 hari, hal ini disebabkan pengaruh estrogen
di plasenta terhadap uterus dan vagina bayi.
2. Premenarche, mulai timbul pengaruh estrogen.
3. Saat sebelum dan sesudah haid.
4. Saat atau sekitar ovulasi, keadaan sekret dari kelenjar pada serviks uteri menjadi
lebih encer.
5. Adanya rangsangan seksual pada wanita dewasa karena pengeluaran transudasi
dinding vagina.
6. Pada kehamilan, karena pengaruh peningkatan vaskularisasi dan bendungan di
vagina dan di daerah pelvis.
7. Stress emosional.
8. Penyakit kronis, penyakit saraf, karena pengeluaran sekret dari kelenjar serviks
uteri juga bertambah.
9. Pakaian (celana dalam ketat, pemakaian celana yang jarang ganti, pembalut).
10. Leukorrhea yang disebabkan oleh gangguan kondisi tubuh, seperti keadaan
anemia, kekurangan gizi, kelelahan, kegemukan, dan usia tua > 45 tahun.

9
b. Leukorrhea patologis
Leukorrhea dikatakan tidak normal jika terjadi peningkatan volume (khususnya
membasahi pakaian), bau yang khas dan perubahan konsistensi atau warna. Penyebab
terjadinya leukorrhea patologis bermacam-macam, dapat disebabkan oleh adanya
infeksi (oleh bakteri, jamur, protozoa, virus) adanya benda asing dalam vagina,
gangguan hormonal akibat menopause dan adanya kanker atau keganasan dari alat
kelamin, terutama pada serviks.
Penyebab leukorrhea patologis :
 Infeksi
Penyebab leukorrhea terbanyak adalah infeksi pada vagina (vaginitis) dan seviks
(servisitis). Ada atau tidaknya bau, gatal dan warna dapat membantu menemukan
etiologinya. Sekret yang disebabkan oeh infeksi biasanya mukopurulen, warnanya
bervariasi dari putih kekuningan hingga berwarna kehijauan. Vaginitis paling
sering disebabkan oleh Candida spp., Trichomonas vaginalis, Vaginalis
bakterialis. Sedangkan servisitis paling sering disebabkan oleh Chlamidia
trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae. Selain itu penyebab infeksi yang lain
adalah infeksi sekunder pada luka, abrasi (termasuk yang disebabkan oleh benda
asing), ataupun terbakar.
 Non infeksi
Dapat disebabkan oleh :
- Kelainan alat kelamin didapat atau bawaan
Kadang-kadang pada wanita ditemukan cairan dari vagina yang tercampur
dengan urine atau feses. Hal ini dapat terjadi akibat adanya fistel
uterovagina, fistel rektovagina yang disebabkan kelainan kongenital,
cedera persalinan, radiasi pada kanker alat kandungan atau akibat kanker
itu sendiri.
- Benda asing
Adanya benda asing seperti kotoran tanah atau biji-bijian pada anak-anak
ataupun tertinggalnya tampon maupun kondom pada wanita dewasa,
adanya cincin pesariumpada wanita yang menderita prolaps uteri serta
pemakaian alat kontrasepsi seperti IUD dapat merangsang pengeluaran
sekret secara berlebihan.

10
- Hormonal
Perubahan hormonal estrogen dan progesteron yang terjadi dapat
dikarenakan adanya perubahan konstitusi dalam tubuh wanitu itu sendiri
atau karena pengaruh dari luar misalnya karena obat/cara kontrasepsi,
dapat juga karena penderita sedang dalam pengobatan hormonal.
- Kanker
Pada kanker terdapat gangguan dari pertumbuhan sel normal yang
berlebihan sehingga mengakibatkan sel bertumbuh sangat cepat secara
abnormal dan mudah rusak, akibatnya terjadi pembusukan dan perdarahan
akibat pecahnya pembuluh darah yang bertambah untuk memberikan
makanan dan oksigen pada sel kanker tersebut. Pada Ca cerviks terjadi
pengeluaran cairan yang banyak disertai bau busuk akibat terjadinya
proses pembusukan tadi, dan acapkali disertai adanya darah yang tidak
segar.
- Vaginitis atrofi
Usia pra pubertas, masa laktasi, pasca menopause dan beberapa keadan
yang menyebabkan kurangnya estrogen, akan menyebabkan meningkatnya
pH vagina. Naiknya pH akan menyebabkan pertumbuhan bakteri normal
dalam vagina menjadi berkurang, tetapi sebaliknya pH yang meningkat
akan memicu pertumbuhan bakteri patogen di vagina. Kurangnya estrogen
akan menyebabkan penipisan mukosa vagina sehingga mudah terluka dan
terinfeksi

2.5 Patogenesis
Vagina merupakan organ reproduksi wanita yang sangat rentan terhadap infeksi. Hal
ini disebabkan batas antara uretra dengan anus sangat dekat, sehingga kuman penyakit
seperti jamur, bakteri, parasit, maupun virus mudah masuk ke liang vagina. Infeksi juga
terjadi karena terganggunya keseimbangan ekosistem di vagina. Ekosistem vagina
merupakan lingkaran kehidupan yang dipengaruhi oleh dua unsur utama, yaitu estrogen
dan bakteri Lactobacillus atau bakteri baik. Estrogen berperan dalam menentukan kadar
zat gula sebaga isimpanan energi dalam sel tubuh (glikogen). Glikogen merupakan nutrisi
dari Lactobacillus, yang akan dimetabolisme untuk pertumbuhannya. Sisa metabolisme
kemudian menghasilkan asam laktat, yang menentukan suasana asam di dalam vagina,

11
dengan pH dikisaran 3,8-4,2. Dengan tingkat keasaman ini, Lactobacillus akan subur dan
bakteri patogen akan mati.
Di dalam vagina terdapat berbagai macam bakteri, 95% Lactobacillus, 5% patogen.
Dalam kondisi ekosistem vagina seimbang, bakteri patogen tidak akan mengganggu. Bila
keseimbangan itu terganggu,misalnya tingkat keasaman menurun, pertahanan alamiah
akan turun,dan rentan mengalami infeksi. Ketidakseimbangan ekosistem vagina
disebabkan banyak faktor. Di antaranya kontrasepsi oral, penyakit diabetes melitus,
antibiotika, darah haid, cairan sperma, penyemprotan cairan ke dalam vagina (douching),
dan gangguan hormon seperti saat pubertas,kehamilan, atau menopause.
Ketidakseimbangan ini mengakibatkan tumbuhnya jamur dan kuman-kuman yang lain.
Padahal adanya flora normal dibutuhkan untuk menekan tumbuhan yang lain ituuntuk
tidak tumbuh subur. Jika keasaman dalam vagina berubah maka kuman-kuman lain
denganmudah akan tumbuh sehingga akibatnya bisa terjadi infeksi yang akhirnya
menyebabkan fluor albus, yang berbau, gatal, dan menimbulkan ketidaknyamanan.
Begitu seorang wanita melakukan hubungan seks, maka wanita tersebut terbuka sekali
terhadap kuman-kuman yang berasal dari luar. Karena itu fluor albus pun bisa didapatdari
kuman penyebab penyakit kelamin yang mungkin dibawa oleh pasangan seks wanita
tersebut.

2.6 Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang dialami penderita keputihan patologis berupa rasa gatal, lendir
vagina berbentuk seperti kepala susu, dan berbau. Keluhan lain yang sering muncul
adalah nyeri vagina, rasa terbakar di bagian luar vagina (vulva), serta nyeri saat senggama
dan berkemih.

INFEKSI PADA VAGINA


Pada pemeriksaan sekret vagina pada pasien normal, dapat ditemukan batang gram
positif, yaitu Lactobacillus acidophillus. Bakteri ini dapat mempertahankan ekosistem
vagina dengan 3 cara; memproduksi asam laktat yang mempertahankan pH vagina
normal, yaitu 4 (rata rata 3,8-4,2), sehingga dapat menghambat pathogen, memproduksi
Hidrogen Peroksida yang toksis terhadap mikroflora anaerob, memiliki mikrovili yang
menempel pada reseptor di sel-sel epitel vagina, sehingga menghalangi penempelan
patogen.

12
Gambar 1. Pewarnaan gram pada sekret vagina normal

 Infeksi Jamur
a. Kandidiosis vulvovaginal (KV)
Kandidiosis vulvovaginal merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh
Candida spp terutama Candida albicans. Diperkirakan sekitar 50% wanita pernah
mengalami kandidiosis vulvovaginitis paling sedikit dua kali dalam hidupnya. Jamur
ini hidup dalam suasana asam yang mengandung glikogen. Keadaan-keadaan yang
mendukung timbulnya infeksi adalah kehamilan, pemakaian pil kontrasepsi,
pemakaian kortikosteroid dan pada penderita Diabetes Melitus.

Gambar 2. Mikroskopis Candida albicans

Gejala klinis yang ditimbulkan dari Kandidiosis Vulvovaginal (KV) adalah duh
tubuh vagina disertai gatal pada vula, disuria eksternal dan dipareunia superfisial,
pemeriksaan tampak vulva eritem, edem dan lecet.

13
Gambar 3. Vagina dengan Fluor albus

Pada pemeriksaan spekulum tampak duh tubuh vagina dengan jumlah yang
bervariasi, konsistensi dapat cair atau seperti susu pecah

Gambar 4. Pemeriksaan vagina dengan spekulum

Pada kasus yang lebih berat pemeriksaan inspekulo menimbulkan rasa nyeri pada
penderita. Mukosa vagina dan ektoserviks tampak eritem, serta pada dinding vagina
tampak gumpalan putih seperti keju. Pemeriksaan pH vagina berkisar 4-4,5.
Diagnosis dapat ditegakkan jika ditemukan leukorrhea yang bervariasi mulai dari
cair sampai kental dan sangat gatal (pruritus vulva), rasa nyeri pada vagina,
dispareunia, rasa terbakar pada vulva dan iritasi vulva, tanda inflamasi: dapat
ditemukan eritem (+), edem (+) pada vulva dan labia, lesi diskret pustulopapular (+),
dermatitis vulva, laboratorium: pH vagina < 4,5, Whiff test (-). Pada sediaan gram:
bentuk ragi (+) dan pseudohifa (+). Mikroskopik : leukosit, sel epitel, 80% pasien
dengan gejala terlihat : ragi (yeast) mycelia atau pseudomycelia. Saran: kultur jamur
untuk menegakkan diagnosis. (kultur merupakan jenis pemeriksaan yang paling
sensitif untuk mendeteksi adanya candida).
Pengobatan dapat diberikan:
- Klotrimazol 500 mg intravagina dosis tunggal, atau
14
- Klotrimazol 200 mg intravagina selama 3 hari, atau
- Nistatin 100.000 unit intravagina selama 14 hari, atau
- Fluconazole 150 mg peroral dosis tunggal, atau
- Itraconazole 200 mg 2 x 1 tablet selama 1 hari, atau
- Imidazole vagina krem, 1 tablet setiap hari selama 3-7 hari
- Wanita hamil sebaiknya menggunakan penggunaan topikal dengan tablet vagina.

 Infeksi Protozoa
a. Trichomoniasis
Trichomoniasis adalah infeksi traktus urogenitalis yang disebabkan oleh protozoa
yaitu T. vaginalis. Masa inkubasi berkisar antara 5-28 hari. Pada wanita T. vaginalis
paling sering menyebabkan infeksi pada epitel vagina, selain pada uretra, serviks,
kelenjar Bartholini dan kelenjar skene.

Gambar 5. Mikroskopis Trichomoniasis

Trichomoniasis biasanya ditularkan melalui hubungan seksual tanpa


menggunakan pelindung (kondom) dengan seseorang yang mengidap Trichomoniasis
atau dapat juga ditularkan melalui perlengkapan mandi (handuk).
Gejala klinis
- Asimtomatis pada sebagian wanita penderita Trichomoniasis.
- Bila ada keluhan, biasanya berupa cairan vagina yang banyak, sekitar 50%
penderita mengeluh bau yang tidak enak disertai gatal pada vulva dan dispareunia.
- Pada pemeriksaan, sekitar 75% penderita dapat ditemukan kelainan pada vulva
dan vagina. Vulva tampak eritem, lecet dan sembab. Pada pemasangan spekulum
terasa nyeri, dan dinding vagina tampak eritem.
- Sekitar 2-5% serviks penderita tampak gambaran khas untuk trichomoniasis, yaitu
berwarna kuning, bergelumbung, biasanya banyak dan berbau tidak enak.
15
- Pemeriksaan pH vagina >4,5.

Gambar 6. Fluor albus pada Trichomonas vaginalis


Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan jumlah leukorrhea banyak, sering disertai
bau yang tidak enak, pruritus vulva, external dysuria dan iritasi genital sering ada,
warna sekre putih, kuning atau purulen, konsistensi homogen, basah, sering frothy
atau berbusa (foamy), ditemukannya tanda-tanda inflamasi: eritem pada mukosa
vagina dan itrocoitus vagina, kadang-kadang petechie pad serviks, dermatitis vulva.
Sekitar 2-5% serviks penderita tampak strawberry serviks. Laboratorium didapatkan
pH vagina  5,0, whiff test biasanya (+). Pemeriksaan mikroskopik dengan
pembesaran 400 kali dapat terlihat pergerakan trichomonas. Bentuknya ovoid, ukuran
lebih besar dari sel PMN dan mempunyai flagel. Pada 80-90% penderita symtomatic
leucocyte (+), clue cell dapat (+).
Pengobatan dapat diberikan:
- Metronidazole 2 gram peroral dosis tunggal atau
- Metronidazole 2x500 mg peroral selama 7 hari.
- Pada wanita hamil trimester pertama dapat diberikan pengobatan topikal
klotrimazol 100 mg intravagina selama 6 hari.
- Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama namun
dapat diberikan pada trimester kedua dan ketiga.

Penanganan pada partner Seksual


- Partner tetap atau sumber kontak : pemeriksaan rutin traktus genitourinarius,
pengobatan dengan tablet metronidazole 2 gram peroral dosis tunggal.

 Infeksi Bakteri

16
a. Vaginosis Bakterial (VB)
Vaginosis bakterial merupakan sindroma atau kumpulan gejala klinis akibat
pergeseran lactobacilli yang merupakan flora normal vagina yang dominan oleh
bakteri lain, seperti Gardnerella vaginalis, Prevotella spp, Mobilancus spp,
Mycoplasma spp dan Bacteroides spp. Vaginosis bakterial merupakan penyebab
vaginitis yang sering ditemukan terutama pada wanita yang masih aktif secara
seksual, namun demikian Vaginosis bakterial tidak ditularkan melalui hubungan
seksual.
Gejala klinis yang timbul dapat asimtomatik pada sebagian penderita Vaginosis
bakterialis. Bila ada keluhan umumnya berupa cariran yang berbau amis seperti ikan
terutama setelah melakukan hubungan seksual. Pada pemeriksaan didapatkan jumlah
duh tubuh vagina tidak banyak, berwarna putih, keabu-abuan, homogen, cair, dan
biasanya melekat pada dinding vagina.

Gambar 7. Fluor albus akibat Vaginosis bakterial


Pada vulva atau vagina jarang atau tidak ditemukan inflamasi. Pemeriksaan pH
vagina >4,5, penambahan KOH 10% pada duh tubuh vagina tercium bau amis (whiff
test). Pada sediaan apus vagina yang diwarnai dengan pewarnaan gram ditemkan sel
epitel vagina yang ditutupi bakteri batang sehingga batas sel menjadi kabur (clue
cells).
Diagnosis Vaginosis bakterial dapat ditegakkan bila ditemukan tiga dari empat
gejala berikut (Kriteria Amsell) :
1. Cairan vagina homogen, putih keabu-abuan, melekat pada dinding vagina
2. pH vagina > 4,5
3. Whiff test (+)
4. Ditemukan clue cell pada pemeriksaan mikroskopik
Pengobatan dapat diberikan:
- Metronidazole 2 gram, peroral dosis tunggal, atau
17
- Metronidazole 500 mg peroral, 2x1 hari selama 7 hari, atau
- Ampisilin 500 mg peroral 4x1 hari selama 7 hari
Pengobatan lain dapat diberikan
- Krim klindamisin vagina 2% intravagina selama 7 hari, atau
- Gel metronidazole 0,75% intravagina sehari 2 kali selama 5 hari
- Metronidazole tidak boleh diberikan pada kehamilan trimester pertama
Penanganan pada partner seksual
- Partner tetap atau sumber kontak : pemeriksaan rutin penyakit menular seksual
(sexual transmitted disease).
- Biasanya tidak diindikasikan untuk pengobatan.

INFEKSI PADA SERVIKS


 Servisitis Gonore
Gonore merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh N. gonnorrheae pada traktus
genitalis dan organ tubuh lainnya seperti konjungtiva, faring, rektum, kulit, persendian,
serta organ dalam. Ditularkan melalui hubungan seksual. Pada wanita, N. gonnorrhoeae
pertama kali mengenai kanalis servikalis. Selain itu dapat mengenai uretra, kelenjar
skene, dan kelenjar bartholini. Masa inkubasi bervariasi, umumnya 10 hari.
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat asimtomatik pada lebih dari sebagian penderita
gonore. Bila ada keluhan umunya cairan vagina jumlahnya meningkat, menoragi atau
perdarahan intermenstrual. Pada penderita yang menunjukan gejala biasanya ditemukan
duh tubuh serviks yang mukopurulen. Serviks tampak eritem, edem, ektopi dan mudah
berdarah saat pengambilan bahan pemeriksaan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan


langsung sediaan apus endoserviks dengan pengecatan gram akan ditemukan diplokokus
gram negatif yang tampak di dalam sel PMN dan di luar sel PMN.
Pengobatan yang dapat diberikan:
- Siprofloksasin 500 mg peroral, dosis tunggal, atau
- Ofloksasin 400 mg peroral, dosis tunggal, atau
- Tiamfenikol 3,5 gr peroral, dosis tunggal, atau
- Seftriakson 250 mg, intramuskuler, dosis tunggal, atau

18
- Spektinomisin 2 gr, intra muskuler, dosis tunggal
- Siprofloksasin, Ofloksasin dan Tiamfenikol tidak boleh diberikan pada wanita hamil
atau sedang menyusui dan anak-anak.

 Chlamidia trachomatis
Penyakit yang disebabkan oleh Chlamidia trachomatis sebagian besar serupa dengan
gonore. Pada wanita, traktus genitalis yang paling sering terinfeksi oleh C. trachomatis
adalah endoserviks. Pada 60 % penderita biasanya asimtomatik (silent sexually
transmitted disease).

Gambar 8. Chlamidia trachomatis


Gejala klinis yang timbul biasanya tidak khas dan serupa dengan keluhan servisitis
gonore, yaitu adanya duh tubuh vagina. Pada pemeriksaan inspekulo sekitar 1/3 penderita
dijumpai duh tubuh servks yang mukopurulen, serviks tampak eritem, ektopi dan mudah
berdarah pada saat pengambilan bahan pemeriksaan dari mukosa endoserviks.

Gambar 9. Pemeriksaan spekulum pada infeksi Chlamidia trachomatis


Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium, yaitu pemeriksaan
sitologi, identifikasi antigen C.trachomatis, PCR dan isolasi C.trachomatis pada biakan
sel.
Pengobatan yang dapat diberikan:
- Doksisiklin 2x200 mg peroral, selama 7 hari, atau

19
- Azitromisisn 1 gr peroral, dosis tunggal, atau
- Eritromisin 4x500 mg peroral, selama 7 hari, atau
- Tetrasiklin 4x500 mg peroral, selama 7 hari.
- Doksisiklin, Tetrasiklin dan Azitromisin tidak boleh diberikan pada wanita hamil atau
sedang menyusui dan anak-anak.

2.7 Diagnosis
a. Keputihan (Fluor Albus) Fisiologis
Keputihan (Fluor albus) Fisiologis biasanya lendirnya encer, muncul saat ovulasi,
menjelang haid dan saat mendapat rangsangan seksual. Keputihan normal tidak gatal,
tidak berbau dan tidak menular karena tidak ada bibit penyakitnya.
b. Keputihan (Fluor Albus) Patologis
Keputihan (Fluor Albus) patologis dapat didiagnosa dengan anamnese oleh dokter
yang telah berpengalaman hanya dengan menanyakan apa keluhan pasien dengan ciri-
ciri; jumlah banyak, warnanya seperti susu basi, cairannya mengandung leukosit yang
berwarna kekuning-kuningan sampai hijau, disertai rasa gatal, pedih, terkadang
berbau amis dan berbau busuk.
Pemeriksaan khusus dengan memeriksakan lendir di laboratorium, dapat diketahui
apa penyebabnya, apakah karena jamur, bakteri atau parasit, namun ini kurang praktis
karena harus butuh waktu beberapa hari untuk menunggu hasil.
Diagnosa klinik vaginosis bakterialis berdasarkan adanya tiga tanda-tanda berikut:
1. Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada dinding vagina.
2. Jumlah pH vagina lebih besar dari 4,5.
3. Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah penambahan KOH
10% (whiff test).
Adanya “clue cells” pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah. Clue cell
merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina sehingga
memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur karena melekatnya
bakteri batang atau kokus yang kecil. Penegakan diagnosis harus didukung data
laboratorium terkait, selain gejala dan tanda klinis yang muncul dan hasil pemeriksaan
fisik seperti pH vagina dan pemeriksaan mikroskopik untuk mendeteksi blastospora
dan pseudohifa.

20
2.8 Penatalaksanaan
a. Preventif
b. Kuratif

2.9 Prognosis

21
BAB III
KESIMPULAN

Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan
kepada cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang tidak berupa darah. Dalam kondisi
normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang keluar, bercampur
dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar Bartolini.
Fluor albus atau leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada
penderita ginekologik, adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya.
Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi
uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi ovarium. Dapat dibedakan antara
leukorea yang fisiologik dan yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang
kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang
sedang pada leukorea patologik terdapat banyak leukosit.
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Di sini cairan
mengandung banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali
lebih kental dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan
leukorea patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea
ditemukan pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk
sebagian atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.
Terdapat dua penatalaksanaan leukorea yaitu preventif dan kuratif. Penatalaksanaan
preventif seperti menggunakan kondom saat berhubungan seksual, menggunakan obat
profilaksis dan pemeriksaan berkala untuk mencegah Ca cervix. Sedangkan penatalaksanaan
kuratif harus disesuaikan dengan etiologinya.

DAFTAR PUSTAKA

22
1. Hakimi M. Radang dan Beberapa Penyakit Lain Pada Alat Genital. Ilmu Kandungan.
ed.3. Editor: Anwar M, Baziad A, Prabowo RP. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2011. 219-36
2. Gor HB. Vaginitis. Available at: http://emedicine.medscape.com/article/257141-
overview#a0101. Last update September, 17th 2014. Accessed January, 12th 2018
3. Kuswadji. Kandidosis. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.5. Editor: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.106-9
4. Samra-Latif OM. Vulvovaginitis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/2188931-overview. Last update: March, 27th
2014. Accessed January, 13th 2018
5. Smith DS. Trichomoniasis. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/230617-overview. Last update: September,
17th 2014. Accessed January, 19th 2018
6. Daili SF. Trikomoniasis. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.5. Editor: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.384-5
7. Judanarso J. Vaginosis Bakterial. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.5. Editor:
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.386-92
8. Daili SF. Gonore. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. ed.5. Editor: Djuanda A,
Hamzah M, Aisah S. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009. p.369-80
9. Struble K. Chlamydial Genitourinary Infections. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/214823-overview. Last update: August, 22nd
2014. Accessed January, 18th 2018.

23

Anda mungkin juga menyukai