Anda di halaman 1dari 28

Referat

BENIGN PAROXYSMAL POSITIONAL VERTIGO

Oleh:
Barus rama dani
1410070100145

Preseptor :
dr. Elfahmi, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN THT-KL


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH
RSUD M. NATSIR SOLOK
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang
berjudul “Benign Paroxysmal Positional Vertigo”. Referat ini disusun
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian THT-KL di
RSUD M. Natsir.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Elfahmi, Sp.THT-
KL selaku pembimbing, karena telah meluangkan waktu dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis. Dalam penyusunan referat ini penulis
mengalami beberapa hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dan
bimbingan yang telah beliau berikan, maka referat ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan baik dalam segi
penyusunan, pengolahan, pemilihan kata, dan proses pengetikan karena
masih dalam tahap pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa yang
akan datang. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi
penulis dan bagi pembaca pada umumnya dalam memahami masalah
Benign Paroxysmal Positional Vertigo.

Solok, Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................ii

BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................4

1.1 Latar Belakang................................................................................................4

1.2 Tujuan.............................................................................................................5

1.2.1 Tujuan umum..........................................................................................5

1.2.2 Tujuan khusus.........................................................................................5

1.3 Manfaat...........................................................................................................5

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................6

2.1 Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh...........................................................6

2.2 Definisi BPPV.................................................................................................7

2.3 Klasifikasi BPPV............................................................................................8

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko BPPV...................................................................9

2.5 Patofisiologi BPPV.........................................................................................9

2.6 Gejala Klinis BPPV........................................................................................11

2.7 Diagnosa BPPV...............................................................................................11

2.8 Tatalaksana BPPV...........................................................................................21

2.9 Komplikasi BPPV...........................................................................................26

BAB III: PENUTUP.............................................................................................28

3.1 Kesimpulan.....................................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Vertigo ialah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh
seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi perputaran yang sebenarnya, dapat
berupa sekelilingnya yang terasa berputar (vertigo objektif) atau badan
sendiri yang berputar (vertigo subjektif). Vertigo berasal dari bahasa latin
"vertere" = memutar. Vertigo termasuk kedalam gangguan keseimbangan
yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti
melayang atau dunia seperti berjungkir balik.1
Jenis vertigo yang paling sering ditemukan di kalangan masyarakat
umum adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). BPPV
merupakan salah satu jenis vertigo perifer. Berdasarkan penelitian, dari
keseluruhan jumlah pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar /
vertigo, sebanyak 20% dari mereka menderita BPPV. Walaupun begitu,
BPPV sering salah didiagnosa karena BPPV biasanya tidak berdiri sendiri
tetapi diikuti oleh penyakit telinga bagian dalam lainnya (misalnya, satu
pasien mungkin memiliki kedua penyakit Menière dan BPPV sekaligus).1,3

Gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang


disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan
karakteristik nistagmus paroksimal. BPPV disebabkan ketika material
berupa kalsium karbonat dari makula dalam dinding utrikel masuk kedalam
salah satu kanul semisirkular yang akan merespon ke saraf.1,3

Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat


dan Eropa, didapatkan prevalensi BPPV di Amerika adalah sebanyak 64
orang penderita pada setiap 100.000 populasi, dengan penderita jenis
kelamin wanita lebih banyak daripada pria. BPPV cenderung ditemukan
pada usia yang lebih tua, yaitu >50 tahun dan jarang diamati pada penderita
usia <35 tahun tanpa riwayat cedera kepala.1

4
Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksanaan
THT, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver
diagnosis. Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan
kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien.
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non-farmakologi dan penatalaksanaan farmakologi.2

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum


Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
THT-KL RSUD M. Natsir dan diharapkan agar dapat menambah
pengetahuan penulis serta sebagai bahan informasi bagi para pembaca.

1.2.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui dan memahami tentang definisi BPPV.
2. Mengetahui dan memahami tentang etiologi BPPV.
3. Mengetahui dan memahami tentang klasifikasi BPPV.
4. Mengetahui dan memahami tentang patofisiologi BPPV.
5. Mengetahui dan memahami tentang tatalaksana BPPV.

1.3 Manfaat

Adapun manfaat penulisan referat ini agar menambah ilmu pengetahuan


pembaca khususnya yang terlibat dalam bidang medis dan masyarakat
secara umumnya dapat lebih megetahui dan memahami mengenai BPPV.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh

Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan


mendeteksi akselerasi linier dan angular. Bagian vestibular dari labirin
terdiri dari tiga kanal semisirkular, yakni kanal anterior, posterior, dan
horisontal. Ketiga kanal semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular.
Setiap kanal semisirkular terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya
terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula. Ampula
mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama
dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut.

Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan
sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap
gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada
dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula
sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang
vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan
kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan
sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.

Kupula adalah sensor gerak untuk kanal semisirkular dan ini


teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe. Pergerakan
kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa
rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanal
semisirkular yang terkena. Kupula membentuk barier yang impermeabel
yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanal
semisirkular hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak
mengandung ampula.

6
Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan
ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular
posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat
merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat
(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.

Nistagmus mengacu pada gerakan osilasi yang ritmik dan berulang


dari bola mata. Stimulasi pada kanal semisirkular paling sering
menyebabkan “jerk nystagmus”, yang memiliki karakteristik fase lambat
(gerakan lambat pada satu arah) diikuti oleh fase cepat (kembali dengan
cepat ke posisi semula). Nistagmus dinamakan sesuai arah dari fase cepat.
Nistagmus dapat bersifat horizontal, vertikal, oblik, rotatori, atau kombinasi.

Gambar 2.1. Anatomi Sistem Keseimbangan Tubuh

7
2. Definisi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler
yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual
muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf
pusat.2

3. Klasifikasi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu1,3,5 :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini
paling sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85
sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung
bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah
bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal(Lateral)

Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal


pertama kali diperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan
karakteristik vertigo posisional yang diikuti nistagmus horizontal
berubah arah. Arah nistagmus horizontal yang terjadi dapat berupa
geotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi bawah)
atau apogeotropik (arah gerakan fase cepat kearah telinga di posisi
atas) selama kepala dipalingkan ke salah satu sisi dalam posisi
telentang. Nistagmus geotropik terjadi karena adanya otokonia
yang terlepas dari utrikulus dan masuk ke dalam lumen posterior
kanalis horizontal (kanalolitiasis), sedangkan nistagmus
apogeotropik terjadi karena otokonia yang terlepas dari utrikulus
menempel pada kupula kanalis horizontal (kupulolitiasis) atau

8
karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis
horizontal (kanalolitiasis apogeotropik).
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa
tahun terakhir terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal.
Pasien dengan keluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak
sesuai dengan kriteria diagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai
sebagai BPPV kanalis horizontal1.

4. Etiologi Dan Faktor Resiko BPPV


Benign Paroxysmal Positional Vertigo diduga disebabkan oleh
perpindahan otokonia kristal (kristal karbonat Ca yang biasanya tertanam di
sakulus dan utrikulus). Kristal tersebut merangsang sel-sel rambut di saluran
setengah lingkaran posterior, menciptakan ilusi gerak. Batu-batu kecil yang
terlepas (kupulolitiasis) didalam telinga bagian dalam menyebabkan BPPV.
Batu-batu tersebut merupakan kristal-kristal kalsium karbonat yang
normalnya terikat pada kupula. Kupula menutupi makula, yang adalah
struktur padat dalam dinding dari dua kantong- kantong (utrikulus dan
sakulus) yang membentuk vestibulum. Ketika batu-batu terlepas, mereka
akan mengapung dalam kanal semisirkular dari telinga dalam. Faktanya,
dari pemeriksaan-pemeriksaan mikroskopik telinga bagian dalam pasien-
pasien yang menderita BPPV memperlihatkan batu-batu tersebut1,3.
Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum diketahui secara
pasti. Debris kalsium sendiri dapat pecah karena beberapa penyebab seperti
trauma atupun infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa
didahului trauma atau penyakit lainnya. Mungkin dapat juga disebabkan
oleh perubahan protein dan matriks gelatin dari membrane otolith yang
berhubungan dengan usia. Lepasnya otokonia dapat juga sejalan dengan
demineralisasi tulang pada umumnya1,5.
Salah satu faktor risiko yang berperan pada kejadian BPPV adalah
hipertensi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik
lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg

9
5. Patofisiologi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali
lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat
tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo.4
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bunjamin et
al., 2013):
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
dimana ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula
utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior
menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada
kupula. Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak
tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh
nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis
semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul
nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.

10
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala
dalam posisi tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikelini berotasi ke atas di
sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan
cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan
kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan
pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan
kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan
nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil
akan terangkat seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ
saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori
kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan
sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai
bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi
tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo
serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala
pusing.

6. Gejala Klinis BPPV


Gejala-gejala klinis dari BPPV adalah pusing, ketidakseimbangan, sulit
untuk berkonsentrasi, dan mual. Kegiatan yang dapat menyebabkan
timbulnya gejala dapat berbeda-beda pada tiap individu, tetapi gejala dapat
dikurangi dengan perubahan posisi kepala mengikuti arah gravitasi. Gejala
dapat timbul dikarenakan perubahan posisi kepala seperti saat melihat
keatas, berguling, atau pun saat bangkit dari tempat tidur2,4,5,.

11
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam
durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang
terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi,
frekuensi, and intensitas. BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang
membahayakan kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat
mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial penderita5,8.

7. Diagnosa BPPV
a. Anamnesa
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang
dari 10-20 detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang
memicu adalah berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral,
bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun ke belakang, dan
membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan mual.
Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun
berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan
tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-faktor
yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi
keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma
kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya
maupun riwayat gangguan saraf pusat5,8.

b. PemeriksaanFisik
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior
dapat di diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari
vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya
gravitasi dan ketika dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan
nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-Hallpike Test.
Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan
tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang memiliki
riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike

12
negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.6
 Dix-Hallpike Test
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes
Dix-Hallpike biasanya menunjukkan dua karakteristik penting.
Pertama, terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan
dan saat terjadi serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut
terjadi selama 5 sampai 20 detik, tetapi dapat juga terjadi
hingga1menit dalam kasus yang jarang terjadi. Kedua, hal yang
memperberat vertigo dan nistagmusnya sendiri meningkat, dan
hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60 detik dari waktu
serangan nistagmus6.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus
memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang akan
dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan
merasakan serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja
disertai dengan rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik.
Karena pasien akan diposisikan dalam posisi supinasi dengan
kepala dibawah badan, pasien harus diberitahu agar saat berada
dalam posisi supinasi, kepala pasien akan menggantung dengan
bantuan meja percobaan hingga 20 derajat. Pemeriksa sebaiknya
meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala
pasien dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang
aman dan terjamin tanpa pemeriksa kehilangan keseimbangan
dirinya sendiri1,6 .

Cara melakukan pemeriksaan Dix- Hallpike1,6:


 Pertama, jelaskan pada penderita mengenai prosedur
pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun
menghilang setelah beberapa detik.
 Pasien didudukkan dekat bagian ujung tempat pemeriksa,
sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke

13
belakang 30 – 40 derajat, pasien diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
 Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis
semi sirkularis posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semi sirkularis
posterior.
 Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien
direbahkan secara cepat sampai kepala tergantung pada
ujung meja pemeriksaan.
 Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo,
posisi tersebut dipertahankan selama 40 detik. Penilaian
respon pada monitor dilakukan selama kira- kira 1 menit
atau sampai respon menghilang.
 Komponen cepat nistagmus seharusnya “up-bet” (ke arah
dahi) dan ipsilateral.
 Setelah pemeriksaan ini dilakukan, dapat langsung
dilanjutkan dengan Canalith Reposithoning Treatment
(CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal, pasien
dapat didudukkan kembali secara perlahan. Nistagmus
bisa terlihat dalam arah yang berlawanan dan penderita
mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
 Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh
ke sisi kiri 45 derajat dan seterusnya.

a.Kanalis semisirkularis posterior


Rotasi dan sentakan nistagmus ke arah vertikal atas (
lesi dilabirin kanan: berlawanan arah jarum jam, sedangkan
lesi di labirin kiri : searah jarum jam).

14
Gambar a. Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis posterior
telinga kiri5,6.

Gambar. Kriteria Diagnosis untuk BPPV Tipe Kanal Posterior 5.

b.Kanalis semisirkularis anterior


Rotasi dan sentakan nistagmus ke arah vertikal bawah
( lesi di labirin kanan : berlawanan arah jarum jam, sedangkan
lesi di labirin kiri : searah jarum jam).

15
Gambar b. Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis anterior
telinga kiri5.
 Kanalis semisirkularis lateral
Nistagmus yang terjadi ke arah horizontal.

Gambar c. Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis lateral


telinga kiri5.

 Tes Supine Roll


Tes ini diperuntukkan jika pasien memiliki riwayat yang sesuai
dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike negatif untuk
memeriksa ada atau tidaknya BPPV kanal lateral atau bisa kita
sebut juga BPPV kanal horizontal. Pasien yang memiliki riwayat

16
BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posterior
harus dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus
menginformasikan pada pasien bahwa pada pemeriksaan ini,
pasien akan mengalami pusing berat selama beberapa saat. Saat
melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau
berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti
dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan
pemeriksa mengamati mata pasien untuk melihat ada tidaknya
nistagmus. Setelah nistagmus mereda, kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan
dimiringkan kembali 90 derajat ke sisi yang berlawanan dan
mata pasien diamati untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus5.

Gambar. Supine Roll Test

c. Pemeriksaan Tambahan
Terdapat tiga jenis pemeriksaan tambahan, yaitu1,5:
 Radiografi
Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa
rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki
karakteristik tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi
radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis jika gejala
yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari percobaan
tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari
kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin merupakan

17
gabungan dari central nervous system ataupun otological
disorder.
 VestibularTesting
Electronystagmography memiliki kegunaan yang terbatas dalam
mendiagnosa BPPV kanalis, karena komponen torsional dari
nistagmus tidak bisa diketahui dengan menggunakan teknik
biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa BPPV kanalis horizontal,
nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu
memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan
dengan BPPV, tetapi tidak spesifik contohnya vestibular
hypofunction (35% dari kasus BPPV) yang umumnya ditemukan
pada kasus trauma kapitis ataupun infeksivirus.
 Audiometric Testing
Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat
memberikan informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk
vertigo masih belum jelas.

8. Diagnosis Banding

Vertigo perifer dalam hal ini BPPV harus dibedakan dengan vertigo
sentral. Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah
dikenali seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk
vertigo posisional yang paling sering menyebabkan kebingungan adalah
mereka dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus
yang tidak benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat
saat pasien berada pada posisi kepala menggantung. Sebagai aturan umum,
jika nistagmus tidak khas, atau jika gagal merespon terhadap terapi posisi,
penyebab sentral harus dipertimbangkan.7,8

18
 Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya


merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat
dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan.
Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Serangan
menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan
selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena
ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran.

 Labirintis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan


mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik
yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif7.

19
 Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum


diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan
pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita
dewasa. Patofisiologi karena pembengkakan endolimfe akibat penyerapan
endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. Dengan
manifestasi klinis seperti vertigo disertai muntah yang berlangsung antara
15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai gangguan
pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga.
Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetative. Serangan
lanjutan lebih ringan meskipun frekuensinya bertambah7.

9. Tatalaksana BPPV
a. Non Medika Mentosa

Benign Paroxysmal Positional Vertigo dikatakan adalah suatu


penyakit yang ringan dan dapat sembuh secara spontan dalam beberapa
bulan. Namun telah banyak penelitian yang membuktikan dengan
pemberian terapi dengan manuver reposisi partikel/ Particle Repositioning
Maneuver (PRM) dapat secara efektif menghilangkan vertigo pada BPPV,
meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi risiko jatuh pada pasien.
Keefektifan dari manuver-manuver yang ada bervariasi mulai dari 70%-
100%. Beberapa efek samping dari melakukan manuver seperti mual,
muntah, vertigo, dan nistagmus dapat terjadi, hal ini terjadi karena adanya
debris otolitith yang tersumbat saat berpindah ke segmen yang lebih sempit
misalnya saat berpindah dari ampula ke kanal bifurcasio. Setelah melakukan
manuver, hendaknya pasien tetap berada pada posisi duduk minimal 10
menit untuk menghindari risiko jatuh.5

Tujuan dari manuver yang dilakukan adalah untuk mengembalikan


partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula utrikulus. Ada lima manuver
yang dapat dilakukan tergantung dari varian BPPV nya.6

20
a. Manuver Epley
Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala
menoleh ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan
posisi kepala digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2
menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya,
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan
30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.6

Gambar 8.a Manuver Epley

b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari cupulolithiasis
kanalis posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita
didudukkan dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita
dimiringkan 45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit

21
dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan
vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1
sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk.6

Gambar 8.b. Manuver Semont

c. Manuver Lempert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis
horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat,
dimulai dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan
dari sisi yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala
penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke
arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90
derajat, dan tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara
bertahap, tubuh penderita kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap
langkah dilakukan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari
partikel- partikel sebagai respon terhadap gravitasi.6

22
Gambar 8.c Manuver Lempert6
d. Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan
dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap
simptomatik, bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun
Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu minggu sebelum
melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi
diri pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien
menerapkan berbagai posisi sehingga dapat lebih terbiasa.6

Gambar 8.e Brandt-Daroff Exercise

23
b. Medikamentosa

Penatalaksanaan dengan farmakologi untuk BPPV tidak


secara rutin dilakukan. Beberapa pengobatan hanya diberikan untuk
jangka pendek untuk gejala-gejala vertigo, mual dan muntah yang
berat yang dapat terjadi pada pasien BPPV, seperti setelah
melakukan terapi PRM. Pengobatan untuk vertigo yang disebut juga
pengobatan suppresant vestibular yang digunakan adalah golongan
benzodiazepine (diazepam, clonazepam) dan antihistamine
(meclizine, dipenhidramin). Benzodiazepine dapat mengurangi
sensasi berputar namun dapat mengganggu kompensasi sentral pada
kondisi vestibular perifer. Antihistamine mempunyai efek supresif
pada pusat muntah sehingga dapat mengurangi mual dan muntah
karena motion sickness. Harus diperhatikan bahwa benzodiazepine
dan antihistamine dapat mengganggu kompensasi sentral pada
kerusakan vestibular sehingga penggunaannya diminimalkan5.

c. Operatif

Operasi dapat dilakukan pada pasien BPPV yang telah


menjadi kronik dan sangat sering mendapat serangan BPPV yang
hebat, bahkan setelah melakukan manuver-manuver yang telah
disebutkan di atas. Dari literatur dikatakan indikasi untuk melakukan
operasi adalah pada intractable BPPV, yang biasanya mempunyai
klinis penyakit neurologi vestibular, tidak seperti BPPV biasa.

Terdapat dua pilihan intervensi dengan teknik operasi yang


dapat dipilih, yaitu singular neurectomy (transeksi saraf ampula
posterior) dan oklusi kanal posterior semisirkular. Namun lebih
dipilih teknik dengan oklusi karena teknik neurectomi mempunyai
risiko kehilangan pendengaran yang tinggi5.

24
10. Komplikasi BPPV
a. Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi
kanal vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat
bermigrasi hingga sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari
kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional menjadi
horizontal dangeotropik.
b. Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita
akan merasakan beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual,
muntah dan nistagmus.5

11. Prognosis
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria:1,5

1. Asimptomatis; pasien tidak lagi mengeluhkan rasa pusing berputar,


dan head roll test tidak lagi memberikan gambaran nistagmus.
2. Perbaikan; secara subjektif keluhan vertigo telah berkurang lebih
dari 70%, pasien mampu melakukan aktifitas yang sebelumnya
dihindari. Secara objektif nistagmus horizontal masih muncul pada
manuver provokasi.
3. tidak ada perbaikan; jika keluhan vertigo yang dirasakan berkurang
<70%, dan nistagmus muncul dengan intensitas yang sama.

25
BAB III
KESIMPULAN

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan


gangguan vestibular dikarakteristikan dengan serangan vertigo yang
disebabkan oleh perubahan posisi kepala dan berhubungan dengan
karakteristik nistagmus paroksimal. Untuk mendiagnosis berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis pasien biasanya mengeluh
vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi
kepala sulit untuk berkonsentrasi dan mual. Pemeriksaan fisik standar untuk
BPPV antara lain tes Dix-Hallpike dan tes Supine Roll. Penatalaksanaan
BPPV meliputi non-farmakologis, farmakologis, dan operasi.
Penatalaksanaan BPPV yang sering digunakan adalah non-farmakologis
yaitu terapi manuver reposisi partikel (PRM) dapat secara efektif
menghilangkan vertigo pada BPPV, meningkatkan kualitas hidup, dan
mengurangi risiko jatuh pada pasien. Tujuan dari manuver yang dilakukan
adalah untuk mengembalikan partikel ke posisi awalnya yaitu pada makula
utrikulus.

Komplikasi dari BPPV adalah canal switch dan canalith jam.


Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan menjadi asimptomatis apabila
pasien tidak mengeluhkan gejala, adanya perbaikan serta tidak adanya
perbaikan apabila keluhan vertigo tidak berkurang < 70%.

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Bhattacharyya N, Baugh RF, Orvidas L, Barrs D, Bronston LJ, Cass


S,et al.: Clinical practice guideline: benign paroxysmalpositional
vertigo.Otolaryngol Head Neck Surg. 2008:139 (5 suppl 4): S47-81.

2. Edward Y, Roza Y. Diagnosis dan Tatalaksana Benign Paroxysmal


Positional Vertigo (BPPV) Horizontal Berdasarkan Head Roll Test.
Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;3(1):77-82

3. Threenesia A, Iyos RN. Benign paroxysmal positional vertigo: Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; 2016.

4. Hain Timothy C. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV).


[internet]. Chicago,Illianos; the Vestibular Disorder
Association;2015. Tersedia di: http://www.vestibular.org

5. Purnamasari PP. Diagnosis dan tatalaksana benign paroxysmal


positional vertigo (BPPV). Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana. 2013; 2(6): 18-22.

6. Majeed, MA.,Haq, AU, Shabbir, Raza, SN. Clinical Comparative


Study of Efficacy of Epley Manouvere and Semont Manouver in
Benign Paroxysmal Positional Vertigo. Armed Forces Med J
2015;65(1):42-7

7. Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al. 2012. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

27
8. Baloh, RW, Honrubia V, Jacobson K.Benign positional vertigo:
clinical and oculographicfeatures in 240 cases. The American
Academy of Neurology1987;37:371-8.

9. Silva C, Amorim AM,Paiva A. Benign Paroxysmal Positional


Vertigo- A Review of 101 Cases. Acta Otorrinolaringol
Esp.2015;66(4):205-209.

28

Anda mungkin juga menyukai