Oleh:
Barus rama dani
1410070100145
Preseptor :
dr. Elfahmi, Sp. THT-KL
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan referat ini yang
berjudul “Benign Paroxysmal Positional Vertigo”. Referat ini disusun
untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Senior pada bagian THT-KL di
RSUD M. Natsir.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Elfahmi, Sp.THT-
KL selaku pembimbing, karena telah meluangkan waktu dan ilmu
pengetahuannya kepada penulis. Dalam penyusunan referat ini penulis
mengalami beberapa hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dan
bimbingan yang telah beliau berikan, maka referat ini dapat diselesaikan
dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari masih banyak kesalahan baik dalam segi
penyusunan, pengolahan, pemilihan kata, dan proses pengetikan karena
masih dalam tahap pembelajaran. Saran dan kritik yang membangun tentu
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa yang
akan datang. Akhir kata, semoga referat ini dapat berguna khususnya bagi
penulis dan bagi pembaca pada umumnya dalam memahami masalah
Benign Paroxysmal Positional Vertigo.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I: PENDAHULUAN....................................................................................4
1.2 Tujuan.............................................................................................................5
1.3 Manfaat...........................................................................................................5
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
Diagnosis BPPV ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksanaan
THT, gejala klinis yang terjadi serta dikonfirmasi oleh berbagai manuver
diagnosis. Secara umum penatalaksanaan BPPV untuk meningkatkan
kualitas hidup serta mengurangi resiko jatuh yang dapat terjadi oleh pasien.
Penatalaksanaan BPPV secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan non-farmakologi dan penatalaksanaan farmakologi.2
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan
sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap
gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada
dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula
sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang
vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan
kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan
sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV.
6
Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan
ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular
posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat
merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat
(inhibitory). Pada kanal semisirkular lateral, terjadi yang sebaliknya.
7
2. Definisi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo adalah gangguan vestibuler
yang paling sering ditemui, dengan gejala rasa pusing berputar diikuti mual
muntah dan keringat dingin, yang dipicu oleh perubahan posisi kepala
terhadap gaya gravitasi tanpa adanya keterlibatan lesi di susunan saraf
pusat.2
3. Klasifikasi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu1,3,5 :
a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini
paling sering terjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85
sampai 90% dari kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu
kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung
bebas cenderung jatuh ke kanal posterior karena kanal ini adalah
bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat
kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring.
b. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal(Lateral)
8
karena adanya fragmen otokonia di dalam lumen anterior kanalis
horizontal (kanalolitiasis apogeotropik).
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa
tahun terakhir terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal.
Pasien dengan keluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak
sesuai dengan kriteria diagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai
sebagai BPPV kanalis horizontal1.
9
5. Patofisiologi BPPV
Benign Paroxysmal Positional Vertigo disebabkan oleh kalsium
karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus lepas dan bergerak dalam
lumen dari salah satu kanal semisirkular. Kalsium karbonat sendiri dua kali
lipat lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon
terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kalsium karbonat
tersebut bergerak dalam kanal semisirkular, akan terjadi pergerakan
endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga
menyebabkan vertigo.4
Patomekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Bunjamin et
al., 2013):
a. Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Horald Schuknecht mengemukakan teori ini
dimana ditemukan partikel-partikel basofilik yang berisi kalsium
karbonat dari fragmen otokonia (otolith) yang terlepas dari makula
utrikulus yang berdegenerasi dan menempel pada permukaan
kupula. Dia menerangkan bahwa kanalis semiriskularis posterior
menjadi sensitif akan gravitasi akibat partikel yang melekat pada
kupula. Sama halnya seperti benda berat diletakkan pada puncak
tiang, bobot ekstra itu akan menyebabkan tiang sulit untuk tetap
stabil, malah cenderung miring. Begitu halnya digambarkan oleh
nistagmus dan rasa pusing ketika kepala penderita dijatuhkan ke
belakang posisi tergantung (seperti pada tes Dix-Hallpike). Kanalis
semi sirkularis posterior berubah posisi dari inferior ke superior,
kupula bergerak secara utrikulofugal, dengan demikian timbul
nistagmus dan keluhan pusing (vertigo). Perpindahan partikel
tersebut membutuhkan waktu, hal ini menyebabkan adanya masa
laten sebelum timbulnya pusing dan nistagmus.
10
b. Teori Kanalitiasis
Pada 1980 Epley mengemukakan teori kanalitiasis, partikel otolith
bergerak bebas didalam kanalis semi sirkularis. Ketika kepala
dalam posisi tegak, endapan partikel tersebut berada pada posisi
yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika
kepala direbahkan ke belakang, partikelini berotasi ke atas di
sepanjang lengkung kanalis semi sirkularis. Hal ini menyebabkan
cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan
kupula membelok (deflected), sehingga terjadilah nistagmus dan
pusing. Saat terjadi pembalikan rotasi saat kepala ditegakkan
kembali, terjadi pula pembelokan kupula, muncul pusing dan
nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Digambarkan
layaknya kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil
akan terangkat seberntar kemudian terjatuh kembali karena gaya
gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut seolah-olah yang memicu organ
saraf menimbulkan rasa pusing. Dibanding dengan teori
kupulolitiasis, teori ini dapat menerangkan keterlambatan
sementara nistagmus, karena partikel butuh waktu untuk mulai
bergerak. Ketika mengulangi maneuver kepala, otolith menjadi
tersebar dan semakin kurang efektif dalam menimbulkan vertigo
serta nistagmus. Hal ini menerangkan konsep kelelahan dari gejala
pusing.
11
Benign Paroxysmal Positional Vertigo sendiri dapat dialami dalam
durasi yang cepat ataupun terjadi sepanjang hidup, disertai gejala yang
terjadi dengan pola sedang yang berbeda-beda tergantung pada durasi,
frekuensi, and intensitas. BPPV tidak dianggap sebagai sesuatu yang
membahayakan kehidupan penderita. Bagaimanapun, BPPV dapat
mengganggu perkerjaan dan kehidupan sosial penderita5,8.
7. Diagnosa BPPV
a. Anamnesa
Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang
dari 10-20 detik akibat perubahan dari posisi kepala. Posisi yang
memicu adalah berbalik di tempat tidur dengan posisi lateral,
bangun dari tempat tidur, melihat ke atas maupun ke belakang, dan
membungkuk. Vertigo juga dapat disertai dengan keluhan mual.
Pada banyak kasus BPPV dapat mereda sendiri namun
berulang di kemudian hari. Dalam anamnesa selain menanyakan
tentang gejala klinis, juga harus ditanyakan mengenai faktor-faktor
yang merupakan etiologi atau yang dapat mempengaruhi
keberhasilan terapi seperti stroke, hipertensi, diabetes, trauma
kepala, migraine, dan riwayat gangguan keseimbangan sebulumnya
maupun riwayat gangguan saraf pusat5,8.
b. PemeriksaanFisik
Benign Paroxysmal Positrional Vertigo kanalis posterior
dapat di diagnosa ketika pasien mengeluhkan adanya riwayat dari
vertigo yang disebabkan oleh perubahan posisi kepala terhadap gaya
gravitasi dan ketika dilakukan pemeriksaan fisik ditemukan
nistagmus yang muncul saat melakukan Dix-Hallpike Test.
Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah: Dix-Hallpike, dan
tes kalori. Supine Roll Test dilakukan untuk pasien yang memiliki
riwayat yang sesuai dengan BPPV tetapi hasil tes Dix-Hallpike
12
negatif untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral.6
Dix-Hallpike Test
Nistagmus yang ditemukan saat dilakukan pemeriksaan tes
Dix-Hallpike biasanya menunjukkan dua karakteristik penting.
Pertama, terdapat periode laten antara akhir dari masa percobaan
dan saat terjadi serangan dari nistagmus. Periode laten tersebut
terjadi selama 5 sampai 20 detik, tetapi dapat juga terjadi
hingga1menit dalam kasus yang jarang terjadi. Kedua, hal yang
memperberat vertigo dan nistagmusnya sendiri meningkat, dan
hilang dalam periode waktu tertentu dalam 60 detik dari waktu
serangan nistagmus6.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pemeriksa harus
memberitahu pasien tentang gerakan-gerakan yang akan
dilakukan dan mengingatkan pasien bahwa pasien akan
merasakan serangan vertigo secara tiba-tiba, yang mungkin saja
disertai dengan rasa mual, yang akan hilang dalam 60 detik.
Karena pasien akan diposisikan dalam posisi supinasi dengan
kepala dibawah badan, pasien harus diberitahu agar saat berada
dalam posisi supinasi, kepala pasien akan menggantung dengan
bantuan meja percobaan hingga 20 derajat. Pemeriksa sebaiknya
meyakinkan pasien bahwa pemeriksa dapat menjaga kepala
pasien dan memandu pasien mendapatkan pemeriksaan yang
aman dan terjamin tanpa pemeriksa kehilangan keseimbangan
dirinya sendiri1,6 .
13
belakang 30 – 40 derajat, pasien diminta tetap membuka
mata untuk melihat nistagmus yang muncul.
Kepala diputar melihat ke kanan 45 derajat (kalau kanalis
semi sirkularis posterior yang terlibat). Ini akan
menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak,
kalau ia memang sedang berada di kanalis semi sirkularis
posterior.
Tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala pasien, pasien
direbahkan secara cepat sampai kepala tergantung pada
ujung meja pemeriksaan.
Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo,
posisi tersebut dipertahankan selama 40 detik. Penilaian
respon pada monitor dilakukan selama kira- kira 1 menit
atau sampai respon menghilang.
Komponen cepat nistagmus seharusnya “up-bet” (ke arah
dahi) dan ipsilateral.
Setelah pemeriksaan ini dilakukan, dapat langsung
dilanjutkan dengan Canalith Reposithoning Treatment
(CRT). Bila tidak ditemukan respon abnormal, pasien
dapat didudukkan kembali secara perlahan. Nistagmus
bisa terlihat dalam arah yang berlawanan dan penderita
mengeluhkan kamar berputar ke arah berlawanan.
Berikutnya pemeriksaan diulang dengan kepala menoleh
ke sisi kiri 45 derajat dan seterusnya.
14
Gambar a. Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis posterior
telinga kiri5,6.
15
Gambar b. Pola nistagmus pada kanalis semisirkularis anterior
telinga kiri5.
Kanalis semisirkularis lateral
Nistagmus yang terjadi ke arah horizontal.
16
BPPV tetapi bukan termasuk kriteria BPPV kanal posterior
harus dicurigai sebagai BPPV kanal lateral. Pemeriksa harus
menginformasikan pada pasien bahwa pada pemeriksaan ini,
pasien akan mengalami pusing berat selama beberapa saat. Saat
melakukan tes ini, pasien berada dalam posisi supinasi atau
berbaring telentang dengan kepala pada posisi netral diikuti
dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan
pemeriksa mengamati mata pasien untuk melihat ada tidaknya
nistagmus. Setelah nistagmus mereda, kepala kembali
menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Kemudiaan
dimiringkan kembali 90 derajat ke sisi yang berlawanan dan
mata pasien diamati untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus5.
c. Pemeriksaan Tambahan
Terdapat tiga jenis pemeriksaan tambahan, yaitu1,5:
Radiografi
Gambaran yang didapatkan tidak terlalu berguna untuk diagnosa
rutin dari BPPV karena BPPV sendiri tidak memiliki
karakteristik tertentu dalam gambaran radiologi. Tetapi
radiografi ini memiliki peran dalam proses diagnosis jika gejala
yang muncul tidak khas, hasil yang diharapkan dari percobaan
tidak sesuai, atau jika ada gejala tambahan disamping dari
kehadiran gejala-gejala BPPV, yang mungkin merupakan
17
gabungan dari central nervous system ataupun otological
disorder.
VestibularTesting
Electronystagmography memiliki kegunaan yang terbatas dalam
mendiagnosa BPPV kanalis, karena komponen torsional dari
nistagmus tidak bisa diketahui dengan menggunakan teknik
biasa. Di sisi lain, dalam mendiagnosa BPPV kanalis horizontal,
nistagmus hadir saat dilakukan tes. Tes vestibular ini mampu
memperlihatkan gejala yang tidak normal, yang berkaitan
dengan BPPV, tetapi tidak spesifik contohnya vestibular
hypofunction (35% dari kasus BPPV) yang umumnya ditemukan
pada kasus trauma kapitis ataupun infeksivirus.
Audiometric Testing
Tes ini tidak digunakan untuk mendiagnosa BPPV, tapi dapat
memberikan informasi tambahan dimana diagnosa klinis untuk
vertigo masih belum jelas.
8. Diagnosis Banding
Vertigo perifer dalam hal ini BPPV harus dibedakan dengan vertigo
sentral. Benign Paroxysmal Positional Vertigo yang khas biasanya mudah
dikenali seperti di atas dan merespon terhadap pengobatan. Bentuk-bentuk
vertigo posisional yang paling sering menyebabkan kebingungan adalah
mereka dengan downbeating nystagmus, atau mereka dengan nistagmus
yang tidak benar-benar ditimbulkan oleh manuver posisi, tetapi tetap terlihat
saat pasien berada pada posisi kepala menggantung. Sebagai aturan umum,
jika nistagmus tidak khas, atau jika gagal merespon terhadap terapi posisi,
penyebab sentral harus dipertimbangkan.7,8
18
Vestibular Neuritis
Labirintis
19
Penyakit Meniere
9. Tatalaksana BPPV
a. Non Medika Mentosa
20
a. Manuver Epley
Manuver ini merupakan yang paling sering digunakan pada
kanal vertikal. Penderita berada dalam posisi tegak kemudian kepala
menoleh ke sisi yang sakit. Kemudian penderita ditidurkan dengan
posisi kepala digantungkan, dan dipertahankan selama 1 sampai 2
menit. Berikutnya, kepala ditolehkan 90 derajat ke sisi sebaliknya,
dan posisi supinasi berubah menjadi lateral dekubitus dan dipertahan
30-60 detik. Kemudian beritahu pasien untuk mengistirahatkan dagu
pada pundaknya dan duduk kembali secara perlahan.6
b. Manuver Semont
Manuver ini diindikasikan untuk terapi dari cupulolithiasis
kanalis posterior. Jika kanal posterior yang terkena, maka penderita
didudukkan dalam posisi tegak, kemudian kepala penderita
dimiringkan 45 derajat berlawanan arah dengan bagian yang sakit
21
dan secara cepat bergerak ke posisi berbaring. Nistagmus dan
vertigo dapat diperhatikan. Dan posisi ini dipertahankan selama 1
sampai 3 menit. Setelah itu pasien pindah ke posisi berbaring di sisi
yang berlawanan tanpa berhenti saat posisi duduk.6
c. Manuver Lempert
Manuver ini biasa digunakan sebagai terapi dari BPPV kanalis
horizontal. Pada manuver ini penderita berguling 360 derajat,
dimulai dari posisi supinasi lalu menghadap 90 derajat berlawanan
dari sisi yang sakit, posisi kepala dipertahankan, kemudian
membalikkan tubuh ke posisi lateral dekubitus. Berikutnya, kepala
penderita telah menghadap ke bawah dan badan dibalikkan lagi ke
arah ventral dekubitus. Kemudian kepala penderita diputar 90
derajat, dan tubuh berada pada posisi lateral dekubitus. Secara
bertahap, tubuh penderita kembali lagi dalam posisi supinasi. Setiap
langkah dilakukan selama 15 detik untuk migrasi lambat dari
partikel- partikel sebagai respon terhadap gravitasi.6
22
Gambar 8.c Manuver Lempert6
d. Brandt-Daroff Exercises
The Brandt-Daroff Exercises ini dikembangkan untuk latihan
dirumah, sebagai terapi tambahan untuk pasien yang tetap
simptomatik, bahkan setelah melakukan manuver Epley ataupun
Semont. Latihan-latihan ini diindikasian satu minggu sebelum
melakukan terapi manuver, agar meningkatkan kemampuan toleransi
diri pasien terhadap manuver. Latihan ini juga membantu pasien
menerapkan berbagai posisi sehingga dapat lebih terbiasa.6
23
b. Medikamentosa
c. Operatif
24
10. Komplikasi BPPV
a. Canal Switch
Selama melakukan manuver untuk mengembalikan posisi
kanal vertikal, partikel-partikel yang berpindah tempat dapat
bermigrasi hingga sampai ke kanal lateral, dalam 6 sampai 7% dari
kasus. Pada kasus ini, nistgamus yang bertorsional menjadi
horizontal dangeotropik.
b. Canalith Jam
Selama melakukan reposisi manuver, beberapa penderita
akan merasakan beberapa gejala, seperti vertigo yang menetap, mual,
muntah dan nistagmus.5
11. Prognosis
Keberhasilan terapi pada BPPV digolongkan atas tiga kriteria:1,5
25
BAB III
KESIMPULAN
26
DAFTAR PUSTAKA
7. Iskandar, N., Soepardi, E., & Bashiruddin, J., et al. 2012. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala dan Leher.
Edisi ke-7. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
27
8. Baloh, RW, Honrubia V, Jacobson K.Benign positional vertigo:
clinical and oculographicfeatures in 240 cases. The American
Academy of Neurology1987;37:371-8.
28