AKNE VULGARIS
Oleh :
Putu Srinata Dampati (2002612116)
Made Ratna Savitri Indraswari (2002612117)
I Komang Sutama Arta (2002612124)
Pembimbing :
Dr. dr. IGAA Praharsini, Sp.KK, FINSDV, FAADV
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
atas karunia- Nya, laporan kasus yang berjudul “Akne Vulgaris” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan kasus ini disusun dalam rangka
mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Dalam penyusunan laporan
kasus ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, petunjuk serta bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr.dr.IGN Darmaputra, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV selaku Ketua
SMF/Bagian Dermatologi dan Venereologi FK Universitas Udayana,
RSUP Sanglah, Denpasar,
2. dr. Ni Made Dwi Puspawati, Sp.KK(K), FINSDV selaku Koordinator
Pendidikan Dokter SMF Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar
sekaligus pembimbing kami yang senantiasa membimbing dan
memberikan masukan dalam penyusunan laporan kasus ini,
3. Dr. dr. IGAA Praharsini, Sp.KK, FINSDV, FAADV selaku penguji
dan pembimbing laporan kasus kami yang telah memberikan kritik dan
saran dalam penyusunan laporan kasus ini,
4. dr. Marrietta Sugiarti Sadeli selaku pembimbing kami yang senantiasa
membimbing dan memberikan masukan dalam penyusunan laporan
kasus ini
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan sumbangan ilmiah dalam masalah
kesehatan dan memberi manfaat bagi masyarakat.
Denpasar, 7 Juni 2021
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Definisi...............................................................................................................2
2.2 Etiologi...............................................................................................................2
2.3 Patofisiologi.......................................................................................................2
2.4 Gejala Klinis.......................................................................................................3
2.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding.....................................................................4
2.6 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................5
2.7 Penatalaksanaan.................................................................................................5
2.8 Pencegahan.........................................................................................................6
2.9 Prognosis............................................................................................................7
BAB III LAPORAN KASUS...................................................................................8
3.1 Identitas Pasien...................................................................................................8
3.2 Anamnesis..........................................................................................................8
3.3 Pemeriksaan Fisik..............................................................................................9
3.4 Pemeriksaan Penunjang...................................................................................10
3.5 Diagnosis Banding...........................................................................................11
3.6 Diagnosis Kerja................................................................................................11
3.7 Penatalaksanaan...............................................................................................11
3.8 Prognosis..........................................................................................................11
BAB IV PEMBAHASAN......................................................................................12
BAB V SIMPULAN..............................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Akne vulgaris merupakan salah satu penyakit kulit yang paling umum
biasanya menyerang remaja walaupun bisa terdapat di segala umur. Akne vulgaris
adalah penyakit peradangan kronis pada folikel pilosebasea, ditandai dengan
adanya lesi polimorfik berupa komedo, papula, pustula, nodul dan kista di tempat
predileksi. Akne yang sembuh dapat meninggalkan sekuele berupa makula
hiperpigmentasi atau hipopigmentasi atau jaringan parut.8
2.2 Etiologi
Penyebab pasti timbulnya akne vulgaris sampai saat ini belum diketahui
secara jelas. Namun terdapat empat faktor utama yang menyebabkan timbulnya
akne, yaitu hiperproliferasi epidermis folikel kulit, produksi sebum berlebih,
proses inflamasi, dan adanya aktivitas bakteri Propionibacterium acnes. Faktor
lain yang dapat menyebabkan akne yang berasal dari luar adalah makanan,
penggunaan kosmetik, dan lingkungan/pekerjaan.9
2.3 Patofisiologi
Akne terjadi ketika lubang kecil dipermukaan kulit yang disebut pori - pori
tersumbat. Secara normal, kelenjar minyak membantu melumasi kulit dan
menyingkirkan sel kulit mati. Namun, ketika kelenjar tersebut menghasilkan
minyak yang berlebihan, pori-pori menjadi tersumbat oleh penumpukan kotoran
dan bakteri. Penyumbatan ini disebut sebagai komedo.10
Pembentukan komedo dimulai dari bagian tengah folikel akibat masuknya
bahan keratin sehingga dinding folikel menjadi tipis dan menggelembung, secara
bertahap akan terjadi penumpukan keratin sehingga dinding folikel menjadi
bertambah tipis dan dilatasi. Pada waktu yang bersamaan kelenjar sebasea
menjadi atrofi dan diganti dengan sel epitel yang tidak berdiferensiasi. Komedo
yang telah terbentuk sempurna mempunyai dinding yang tipis. Komedo terbuka
(blackheads) mempunyai keratin yang tersusun dalam bentuk lamelar yang
2
konsentris dengan rambut pusatnya dan jarang mengalami inflamasi kecuali bila
terkena trauma. Komedo tertutup (whiteheads) mempunyai keratin yang tidak
padat, lubang folikelnya sempit dan sumber timbulnya lesi yang inflamasi.10,11
Pada awalnya lemak keluar melalui dinding komedo yang udem dan
kemudian timbul reaksi seluler pada dermis, ketika pecah seluruh isi komedo
masuk ke dalam dermis yang menimbulkan reaksi lebih hebat dan terdapat sel
raksasa sebagai akibat keluarnya bahan keratin. Pada infiltrat ditemukan bakteri
difteroid gram positif dengan bentukan khas Propionibacterium acnes diluar dan
didalam leukosit. Lesi yang nampak sebagai pustul, nodul, dengan nodul
diatasnya, tergantung letak dan luasnya inflamasi. Selanjutnya kontraksi jaringan
fibrosa yang terbentuk dapat menimbulkan jaringan parut.10,11
3
Derajat Lesi
Akne ringan Komedo < 20, atau lesi inflamasi < 15, atau total lesi <
30
Akne sedang Komedo 20-100 atau lesi inflamasi 15-50, atau total lesi
30-125
Akne berat Kista > 5 atau komedo < 100, atau lesi inflamasi > 50,
atau total lesi > 125
3. Dermatitis perioral
Gejala klinis berupa papul eritema atau papulo pustul dengan ukuran 1- 3 mm
terletak pada dagu, cekungan nasolabial dan sekitar mulut disertai skuama dan
rasa gatal.10
4
4. Adenoma sebaseum
Sering merupakan manifestasi kulit dari penyakit tuberous sclerosis. Nampak
sebagai papul merah muda sampai merah diwajah yang timbul sejak usia anak-
anak atau pubertas. Lesi ini merupakan angiofibroma.10
2.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada kasus akne vulgaris memiliki beberapa tujuan
diantaranya:
- Mempercepat penyembuhan
- Mencegah pembentukan akne baru
- Mencegah jaringan parut yang permanen
A. Tatalaksana non medikamentosa/nasehat/anjuran:
Pasien diberikan penjelasan yang cukup terkait penyakit, penyebab/pencetus,
menghindari pencetus, perjalanan penyakit, serta cara penggunaan obat yang
sesuai.
B. Tatalaksana Medikamentosa
Tatalaksana medikamentosa yang diberikan disesuaikan dengan diagnosis
klinis dan gradasi akne pada pasien. Jenis terapi pilihan pada akne vulgaris
mengikuti algoritma sebagai berikut:
1. Perawatan kulit dengan membersihkan kulit teratur, sabun wajah, dan
penyegar
2. Gradasi Akne Vulgaris:
A. Akne vulgaris ringan: Lotio kumerfeldin, tretinoin 0,025%-0,05%,
asam salisilat 2%.
B. Akne vulgaris sedang:
5
- Komedonal: tretinoin topikal 0,025%-0,05%
- Papulopustular
Topikal: benzoil peroksida gel 0,025%, klindamisin gel 1%,
eritromisin 1%
Sistemik: doksisiklin 2x50-100 mg selama 1 bulan
C. Akne vulgaris berat: sama dengan terapi gradasi sedang
Konglobata: isotretinoin 0,5-1 mg/kgBB/hari (laki-laki dan wanita
dewasa dengan pengawasan khusus), Siprosteron asetat 2 mg atau
Spironolakton 25-300 mg/hari (wanita dewasa dengan pengawasan
khusus), kortikosteroid sistemik pada akne fulminan dengan jangka
waktu pendek
3. Ibu hamil/menyusui : Benzoil peroksida topikal 2,5%-5%, eritromisin 4x500
mg atau azitromisin 250-500 mg tiga kali/minggu
4. Terapi tambahan
- Skin care: ekstraksi komedo pada pasien dengan makro atau mikro komedo.
- Peeling kimiawi (asam glikolat, asam salisilat) untuk akne ringan hingga
sedang.
- Laser/terapi sinar apabila terapi standar belum berhasil.
5. Terapi pemeliharaan diberikan setelah terapi selesai (pasien sembuh) dengan
tujuan untuk mencegah kekambuhan melalui KIE, skin care, dan topikal
retinoid dosis rendah 0,025% dievaluasi setiap 6 bulan untuk dihentikan.
Pada pemberian regimen terapi harus diinformasikan kepada pasien
bagaimana obat tersebut bekerja untuk mendapatkan respons terapi maksimum.
8,10, 12, 13
2.8 Pencegahan
Pencegahan akne vulgaris dapat dilakukan secara primer dan sekunder.
Pencegahan primer melalui diet, aktivitas fisik, dan riwayat keluarga. Secara
klinis hubungan diet dan kejadian akne masih belum diketahui secara pasti dan
kontroversial, namun kontrol glikemik yang baik diharapkan dapat menekan
aktivitas proliferasi pada akne vulgaris. Aktivitas fisik sangat penting ditujukan
terutama pada pasien dengan obesitas atau kecurigaan polycystic ovarian
6
syndrome (PCOS) untuk mencegah perkembangan dan membantu dalam
kemajuan terapi akne. Pada pasien dengan riwayat akne pada keluarga yang kuat
terapi antiakne harus dilakukan lebih dini untuk mencegah morbiditas.
Pencegahan sekunder melalui terapi akne vulgaris jangka panjang serta
terapi maintenans pada usia rentan yaitu sampai usia 30 tahun. 14
2.9 Prognosis
Pada sebagian besar kasus, pasien memiliki prognosis yang baik setelah
terapi. Namun, akne vulgaris juga dapat menyebabkan jaringan parut residual. Hal
ini dapat dicegah dengan mengedukasi pasien untuk tidak memanipulasi lesi dan
melakukan perawatan secara rutin. Ketika jaringan parut (skar) sudah muncul
maka terapi terhadap kondisi ini tidak bisa optimal. Sehingga Quo ad vitam: ad
bonam, quo ad functionam: ad bonam, quo ad sanationam: ad bonam, quo ad
kosmetikum: dubia ad bonam.
BAB III
LAPORAN KASUS
7
3.1 Identitas Pasien
Nama : AM
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 25 tahun
Alamat : Jalan Tukad Unda 1 No. 3, Renon, Denpasar
Pekerjaan : Pramugari
Suku/Bangsa : Bali/Indonesia
Agama : Hindu
Status perkawinan : Belum menikah
Tanggal Pemeriksaan : 22 Juni 2020
3.2 Anamnesis
a. Keluhan Utama
Bintil dan bercak kemerahan di seluruh wajah sejak 5 hari sebelumnya.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin RSUP Sanglah dengan
keluhan terdapat bintil dan bercak kemerahan di seluruh wajah sejak 5 hari
yang lalu. Awalnya bintil mulai muncul sejak dua tahun lalu dan hilang timbul.
Bintil terkadang menjadi bintik merah, kadang bernanah, dan terkadang
disertai nyeri.
Pasien mengeluhkan bertambah banyak menjelang menstruasi. Dalam dua
bulan terakhir, pasien mengatakan bahwa bintil lebih banyak yang bernanah
dan terasa nyeri. Pasien menutupi bintil kemerahan dan bercak kemerahannya
dengan alas bedak karena alasan malu, namun keluhannya tidak berkurang dan
menurut pasien semakin bertambah. Pasien juga mengatakan bahwa daerah T-
zone di wajahnya sangat berminyak. Kondisi saat ini merupakan keluhan
pasien yang terberat.
8
hipertensi, diabetes, penyakit ginjal, penyakit hari, dan gangguan hormon
disangkal.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan ayah pasien pernah mengalami kondisi yang sama saat
muda dan bekasnya meninggalkan bolong-bolong di wajah.
e. Riwayat Pengobatan
Pasien pernah berobat ke dokter umum, diobati dengan krim kombinasi
tetapi pasien lupa nama obat tersebut, respons terapi tidak membaik tetapi
keluhan masih bertambah.
f. Riwayat Alergi
Pasien tidak mempunyai alergi terhadap makanan maupun obat-obatan.
g. Riwayat Sosial
Pasien sehari hari bekerja sebagai pramugari sehingga dituntut untuk full
make-up.
Status General
Kepala : Normocephali (+)
Mata : RP +/+ isokor, konjungtiva hiperemi -/-, ikterus -/-
THT : sekret -/-, kesan tenang
Leher : nyeri (-), memar (-)
Thorax :Simetris (+)
Cor : S1 S2 tunggal reguler murmur (-)
Pulmo : vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
9
Abdomen : bising usus normal, distensi (-)
Ekstremitas : Akral hangat pada semua ekstremitas, Udem (-)
Status Dermatologi
10
Saraf : Penebalan saraf (-), parestesi (-)
3.7 Penatalaksanaan
a. Non medikamentosa
- Menjelaskan pada pasien mengenai penyakit yang diderita dan
penyebabnya
- Meminta pasien untuk tidak memencet jerawat
- Meminta pasien untuk mencuci tangan sebelum dan setelah menyentuh
wajah
- Mengingatkan pasien untuk menjaga kebersihan wajah, seperti menghapus
make-up sebelum tidur dan membersihkan wajah secara rutin
- Menjelaskan pada pasien mengenai cara penggunaan obat yang diberikan
b. Medikamentosa
Perawatan kulit dengan membersihkan kulit teratur, sabun wajah, dan
penyegar
Topikal: benzoil peroksida gel 0,025% 2 kali sehari, tretinoin topikal
0,025% 1 x 1 saat malam hari
Sistemik: doksisiklin 2 x 100 mg sehari selama 1 bulan
11
3.8 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam
Ad kosmetikum : dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
12
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis pada folikel pilosebasea,
ditandai dengan adanya lesi polimorfik berupa komedo, papula, pustula, nodul
dan kista di tempat predileksi (wajah, punggung, dada dan leher). Penyebab pasti
timbulnya akne vulgaris sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Namun
terdapat empat faktor utama yang menyebabkan timbulnya akne, yaitu
hiperproliferasi epidermis folikel kulit, produksi sebum berlebih, proses inflamasi,
dan adanya aktivitas bakteri Propionibacterium acnes. Faktor lain yang dapat
menyebabkan akne yang berasal dari luar adalah makanan, penggunaan kosmetik,
dan lingkungan/pekerjaan.
Pada kasus ini. Pasien mengeluhkan timbulnya bintil dan bercak kemerahan
di seluruh wajah sejak 5 hari yang lalu. Awalnya bintil mulai muncul sejak dua
tahun lalu dan hilang timbul. Bintil terkadang menjadi bintik merah, kadang
bernanah, dan terkadang disertai nyeri. Pasien mengeluhkan bertambah banyak
menjelang menstruasi. Dalam dua bulan terakhir, pasien mengatakan bahwa bintil
lebih banyak yang bernanah dan terasa nyeri. Pasien menutupi bintil kemerahan
dan bercak kemerahannya dengan alas bedak karena alasan malu, namun
keluhannya tidak berkurang dan menurut pasien semakin bertambah. Pasien juga
mengatakan bahwa daerah T-zone di wajahnya sangat berminyak. Pasien
mengalami menstruasi pertama ketika berusia 13 tahun dengan riwayat menstruasi
yang teratur. Riwayat atopi, alergi makanan dan obat, hipertensi, diabetes,
penyakit ginjal, penyakit hari, dan gangguan hormon disangkal. Pasien
mengatakan ayah pasien pernah mengalami kondisi yang sama saat muda dan
bekasnya meninggalkan bolong-bolong di wajah. Pasien sehari hari bekerja
sebagai pramugari sehingga dituntut untuk full make-up. Hasil anamnesis ini
sesuai dengan pustaka mengenai keluhan, manifestasi klinis, dan faktor risiko
terkait akne vulgaris. Data pendukung lainnya seperti riwayat kebersihan diri
pasien (membersihkan make-up sebelum tidur, membersihkan wajah secara rutin)
juga perlu ditanyakan untuk mendukung diagnosis dan mengidentifikasi faktor
risiko lainnya.
Pada pemeriksaan fisik dermatologis, pada wajah pasien ditemukan papul
dan pustul, multipel (lesi inflamasi berjumlah 45) dengan dasar eritema, batas
tegas, bentuk bulat dengan ukuran terkecil berdiameter 0,1 cm dan terbesar
13
berdiameter 0,5 cm, sebagian diskret sebagian konfluens, distribusi regional, serta
disertai lesi komedo. Berdasarkan gambaran klinis yang ditunjukkan yaitu papul
dan pustul multipel dengan lesi komedo maka sesuai dengan pustaka, kondisi ini
mengarah ke akne vulgaris. Untuk derajat keparahannya, kasus ini termasuk
dalam akne vulgaris gradasi sedang dimana ditandai dengan adanya lesi inflamasi
berjumlah sekitar 45. Hal ini mengacu pada klasifikasi Lehmann mengenai tingkat
keparahan akne vulgaris yang dijelaskan pada pustaka.
Diagnosis banding pasien ini antara lain akne vulgaris, erupsi akneiformis,
dan rosacea. Hal ini berdasarkan lesi papul dan pustul dengan dasar eritema pada
kulit pasien memiliki kesamaan dengan manifestasi klinis dari ketiga diagnosis
banding tersebut. Untuk menyingkirkan diagnosis banding tersebut, maka dapat
dibedakan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik secara seksama. Erupsi
akneiformis umumnya disebabkan oleh obat-obatan, dimana lesi papulopustul
muncul secara mendadak tanpa adanya komedo, dapat timbul di hampir seluruh
bagian tubuh serta dapat disertai demam. Sedangkan rosacea merupakan suatu
peradangan kronis pada kulit wajah yang ditandai dengan eritema yang persisten,
disertai telangiektasis, papul dan pustul, kadang-kadang disertai hipertrofi kelenjar
sebasea tetapi tidak ditemukan komedo.
Pada kasus ini, tidak dilakukan pemeriksaan penunjang karena dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap gejala klinis pasien sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis. Hal ini sesuai dengan pustaka dimana diagnosis akne
vulgaris bisa ditegakkan atas dasar klinis. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan serta dengan mengacu pada
pustaka, maka akne vulgaris gradasi sedang menjadi diagnosis kerja dari kasus ini.
Pemilihan terapi untuk akne vulgaris didasarkan atas tingkat keparahannya.
Pada kasus ini, dimana termasuk dalam akne vulgaris gradasi sedang, maka
pilihan terapi yang digunakan berdasarkan pustaka antara lain, perawatan kulit
dengan membersihkan kulit teratur, sabun wajah, dan penyegar, pengobatan
topikal menggunakan benzoil peroksida gel 0,025% 2 x 1 dan tretinoin topikal
0,025% 1 x 1 saat malam hari serta sistemik menggunakan doksisiklin 2 x 100 mg
selama 1 bulan. Prognosis akne vulgaris berdasarkan pustaka cenderung baik,
namun akne vulgaris juga dapat menyebabkan jaringan parut residual. Hal ini
14
dapat dicegah dengan mengedukasi pasien untuk tidak memanipulasi lesi dan
melakukan perawatan secara rutin.
BAB V
SIMPULAN
15
Akne vulgaris adalah penyakit peradangan kronis pada folikel pilosebasea,
ditandai dengan adanya lesi polimorfik berupa komedo, papula, pustula, nodul
dan kista di tempat predileksi (wajah, punggung, dada dan leher). Penyebab pasti
timbulnya akne vulgaris sampai saat ini belum diketahui secara jelas. Namun
terdapat empat faktor utama yang menyebabkan timbulnya akne, yaitu
hiperproliferasi epidermis folikel kulit, produksi sebum berlebih, proses inflamasi,
dan adanya aktivitas bakteri Propionibacterium acnes. Faktor lain yang dapat
menyebabkan akne yang berasal dari luar adalah makanan, penggunaan kosmetik,
dan lingkungan/pekerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
16
1. Thappa D, Adityan B. Profile of acne vulgaris-A hospital-based study from
South India. Indian J Dermatol Venereol Leprol. 2009; 75(3):272.
2. Vos, T. et al. Years lived with disability (YLDs) for 1160 sequelae of 289
diseases and injuries 1990–2010: a systematic analysis for the Global
Burden of Disease Study 2010. The Lancet. 380(9859), 2163–96,
https://doi.org/10.1016/s0140-6736(12)61729-2 (2012).
3. Tasoula E, Gregoriou S, Chalikias J, Lazarou D, Danopoulou I, Katsambas
A dkk. The impact of acne vulgaris on quality of life and psychic health in
young adolescents in Greece: results of a population survey. An Bras
Dermatol. 2012; 87(6):862-869.
4. RS Indera Provinsi Bali. 2013. Laporan Tahunan 2012 RS Indera Provinsi
Bali. [online] Denpasar. Available at: http://www.baliprov.go.id [Accessed
15 Nov. 2014].
5. Wasitaatmadja, S. Akne, Erupsi Akneiformis, Rosasea, Rinofima. Dalam:
A. Djuanda, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi ke-6.
Jakarta: Badan Penerbit FK UI. 2010. h.253-9.
6. Fayers P, Machin D. Quality of life. Chichester, England: John Wiley &
Sons; 2007.
7. Ravi, T. Kualitas Hidup Pada Pasien Akne Vulgaris. Medan: Universitas
Sumatera Utara. 2011.
8. Wasitaatmadja SM. Akne, erupsi akneiformis, rosasea, rinofima. Dalam:
Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2010.h.253-9.
9. Kabau S. Hubungan antara Pemakaian Jenis Kosmetik dengan Kejadian
Akne Vulgaris. Jurnal Media Medika Muda. 43(1) :32-6. 2012.
10. Zaenglein, A.L., Graber, E.M., Thiboutot, D.M., Strauss, J.S., Acne vulgaris
and acneiform eruptions. In: Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.
2003. Vol 1, 7th Edition, Mc Graw-Hill Companies, Inc.
11. Harper JC. An update on the pathogenesis and management of acne
17
vulgaris. J Am Acad Dermatol. 2004:51(1):S36-8.
12. PERDOSKI. Panduan praktik klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit Kelamin di
Indonesia Edisi Pertama. Jakarta: PP Perdoski; 2017.
13. Rumah Sakit Universitas Udayana. Panduan Praktek Klinis SMF Kulit dan
Kelamin. 2016:h 91-92
14. Kubba, R, Kumar, AR, Thappa, DM, Sharma R. Acne prevention. Indian
Journal of Dermatology Venereology and Leprologi; 2019. 75 (7).
18