Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

BEDAH
HEMATOTORAKS

Oleh :
Ade Friskilla Harianja
201610330311117

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


FAKULTAS KEDOKTERAN
2020
BAB I

PENDAHULUAN

Haemothorax adalah entitas klinis yang dalam banyak kasus dapat

disebabkan oleh trauma, koagulopati, atau penyebab iatrogenik melalui prosedur

seperti IV sentral, torakosentesis, biopsi pleura. Hematotoraks didefinisikan

sebagai cairan pleura dengan hematokrit lebih besar dari 50% darah pasien,

meskipun dalam kasus hematotoraks lama karena hemodilusi, kadar hematokrit

dapat lebih rendah meniru eksudasi hemoragik. Oleh karena itu hematokrit 25-

50% dari darah pasien dapat meningkatkan kecurigaan adanya hematotoraks.

Penegakkan diagnosis hematotoraks berdasarkan pada data yang diperoleh

dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai dengan

kriteria yang terdapat pada Management of Haematothorax. Adapun tanda dan

gejala adanya hematotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga

asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hematotoraks yang

sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan simptom,

diantaranya: Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada, tanda-tanda

syok seperti hipotensi, dan nadi cepat, pucat, akral dingin, tachycardia, dyspnea,

hypoxemia, anxiety (gelisah), cyanosis, anemia, deviasi trakea ke sisi yang tidak

terkena, gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical),

penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena, dullness pada

perkusi dan krepitasi saat palpasi.

Hematotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat juga asimptomatik.

Tujuan utama tatalaksana dari hematotoraks adalah untuk menstabilkan

hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta


udara dari rongga pleura. Langkah pertama untuk menstabilkan hemodinamik

adalah dengan resusitasi seperti diberikan oksigenasi, cairan infus, transfusi darah,

dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Hematotoraks adalah adanya darah dalam rongga pleura. Sumber

perdarahan dapat berasal dari dinding dada, parenkim paru-paru, jantung atau

pembuluh darah besar. Jumlah perdarahan pada hematotoraks dapat mencapai

1500ml, apabila jumlah perdarahanm lebih dari 1500ml disebut hematotoaks

masif.

Epidemiologi

Sekitar 150.000 kematian terjadi dari trauma setiap tahun. Cedera dada

terjadi pada sekitar 60% kasus multiple-trauma. Oleh karena itu, perkiraan kasar

dari terjadinya hematotoraks terkait dengan trauma di Amerika Serikat mendekati

300.000 kasus per tahun. Sekitar 2.086 anak-anak muda Amerika Serikat,

berumur 15 tahun dirawat dnegan trauma tumpul atau penetrasi, 104 (4,4%)

memiliki trauma toraks. Dari pasien dengan trauma toraks, 15 memiliki

hemopneumotoraks (26,7% kematian), dan 14 memiliki hematotoraks (57,1 %

kematian).

Patofisiologi
Pendarahan ke hemithorax mungkin timbul dari diafragma, mediastinal,

paru, pleura, dinding dada, dan cedera perut. Setiap hemithorax dapat

menampung 40% dari volume darah pasien yang bersirkulasi. Penelitian

telah menunjukkan bahwa cedera pada pembuluh interkostal (mis., Arteri

mammae internal dan pembuluh pulmoner) menyebabkan perdarahan yang


signifikan yang memerlukan manajemen invasif. Respons fisiologis dini

hematotoraks memiliki komponen hemodinamik dan pernapasan. Tingkat

keparahan respon patofisiologis tergantung pada lokasi cedera, cadangan

fungsional pasien, volume darah, dan tingkat akumulasi di hemithorax.

Pada respons awal, hipovolemia akut menyebabkan penurunan preload,

disfungsi ventrikel kiri, dan penurunan curah jantung. Darah di ruang pleura

memengaruhi kapasitas vital fungsional paru dengan menciptakan

hipoventilasi alveolar dan pirau anatomi. Hematotoraks yang besar dapat

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik yang memberikan tekanan

pada vena cava dan parenkim paru yang menyebabkan penurunan preload

dan meningkatkan resistensi vaskular paru. Mekanisme ini mengakibatkan

fisiologi hemothorax tegang dan menyebabkan ketidakstabilan

hemodinamik, kolaps kardiovaskular, dan kematian.

Etiologi

Hematotoraks adalah manifestasi yang sering dari cedera traumatis (tumpul

atau tembus) ke struktur toraks. Sebagian besar kasus hematotoraks timbul dari

mekanisme tumpul dengan mortalitas keseluruhan 9,4%. Penyebab non-traumatis

lebih jarang terjadi. Contohnya termasuk iatrogenik, sekuestrasi paru, vaskuler,

neoplasia, koagulopati, dan proses infeksi.

Gejala klinis

Gejala awal dari cedera abdomen meliputi mual, muntah, dan demam. Darah

dalam urine juga sebagai tanda yang lainnya. Cedera pada abdomen bisa

didapatkan nyeri abdomen, distensi, atau kaku pada palpasi, dan suara usus bisa
menurun atau tidak ada. Perlindungan abdomen yaitu dengan penegangan dari

dinding perut untuk menjaga organ-organ yang mengalami inflamasi di dalam

abdomen. Pneumoperitoneum merupakan udara atau gas di dalam rongga

abdomen, bisa menjadi suatu indikasi adanya ruptur dari organ berongga. Pada

luka tembus, bisa didapatkan adanya eviserasi (keluarnya organ-organ dalam

abdomen dari tempat luka tersebut). Cedera-cedera yang berhubungan dengan

trauma intraabdomen meliputi fraktur costa, fraktur vertebra, fraktur pelvis, dan

cedera pada dinding abdomen.

Trauma tumpul abdomen seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan

berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. Adanya

darah atau cairan usus akan menimbulkan rangsangan peritoneum berupa nyeri

tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan dinding perut. Adanya darah dapat

pula ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan adanya udara bebas dapat

diketahui dengan hilang dan beranjaknya pekak hati. Bising usus biasanya

melemah dan menghilang. Rangsangan peritoneum dapat pula berupa nyeri alih di

daerah bahu sebelah kiri.

Trauma tembus dapat mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila

mengenai organ yang berongga intraperitoneal. Rangsangan peritoneal yang

timbul sesuai dengan isi dari organ yang berongga tersebut, mulai dari gaster yang

bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia onsetnya

paling cepat dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi di bagian atas,

misalnya di daerah lambung, maka akan terjadi perangsangan segera sesudah

trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat sedangkan bila bagian bawah,

seperti kolon, mula-mula tidak terdapat gejala karena mikroorganisme


membutuhkan waktu untuk berkembangbiak baru setelah 24 jam timbul gejala

akut abdomen karena perangsangan peritoneum.

Klasifikasi

Pada orang dewasa secara teoritis hematotoraks dibagi dalam 3 golongan yaotu :

a. Hematotoraks ringan

- Jumlah darah kurang dari 400cc

- Tampak sebagian bayangan kurang dari 15% pada foto toraks

- Perkusi pekak sampai iga IX

b. Hematotoraks sedang

- Jumlah darah 500cc sampai 2000cc

- 15%-35% tertutup bayangan pada foto toraks

- Perkusi pekak sampai iga VI

c. Hematotoraks berat

- Jumlah darah lebih dari 2000cc

- 35% tertutup bayangan pada foto toraks

- Perkusi pekak sampai iga IV

Gejala Klinis

Hematotoraks tidak menimbulkan nyeri, namun nyeri dapat berasal dari

luka yang berdarah di dinding dada. Kadang-kadang anemia dan syok

hipovolemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis

pasien menunjukkan distress pernapasan berat, agitasoi, sianosis, takipneu berat,

takikardia dan peningkatan awal tekanan darah, diikuti dengan hipotensi sesuai

dengan penurunan curah jantung.

Respon tubuh dengan adanya hematotoraks dimanifestasikan dalam 2 area


mayor :

a. Respon hemodinamik

Respon hemodinamik sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang

terjadi. Tanda-tanda syok seperti takikardi, takipneu, dan nadi yang lemah

dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah

b. Respon respiratori

Akumulasi darah pada pleura dapat mengganggu pergerakan napas. Pada

kasus trauma dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya

jika terdapat injuri pada dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah

besar dapat menimbulkan dispneu.

Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan

hilangnya darah. Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan

perubahan hemodinamik. Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala-

gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD turun).

Adapun tanda dan gejala adanya hematotoraks dapat bersifat simptomatik

namun dapat juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan

hematototraks yang sangat minimal sedangkan kebanyakan pasien akan

menunjukkan simptom, diantaranya :

- Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada

- Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan

akral dingin

Kehilangan darah, volume darah turun, curah jantung turun,

tekanan darah turun

Kehilangan banyak darah, vasokonstriksi perifer, pewarnaan kulit oleh


darah berkurang

- Takikardia

Kehilangan darah, volume darah berkurang, curah jantung berkurang,

hipoksia kompensasi tubuh takikardia

- Dispneu

Adanya darah atau akumulasi cairan dalam rongga pleura membuat

pengembangan paru terhambat sehingga pertukaran gas tidak adekuat

sehingga terjadi sesak napas

- Hipoksemia

Hematotoraks membuat paru sulit mengembang sehingga kerja paru

terganggu dan akhirnya kadar oksigen darah menjadi berkurang

- Takipneu

Akumulasi darah pada pleura membuat hambatan pernapasan sehingga

kompensasi tubuh berupa takipneu

Selain itu juga merupakan kompensasi dari hipoksia akibat

menurunnya curah jantung

- Anemia

- Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena

Akumulasi darah yang banyak akan menekan struktur sekitar dan

mendorong trakea ke arah kontralateral

- Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoksikal)

- Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena

Suara napas adalah suara yang terdengar akibat udara yang keluar dan

masuk paru saat bernapas. Adanya darah dalam rongga pleura


membuat pertukaran udara tidak berjalan dengan baik sehingga suara

napas berkurang atau bahkan menghilang.

- Dullness pada perkusi

Akumulasi darah pada rongga pleura menimbulkan suara pekak pada

perkusi

- Adanya krepitasi saat palpasi

Diagnosis

Penegakkan diagnosis hematotoraks berdasarkan pada data yang diperoleh dari

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis

didapatkan penderita hematotoraks mengeluh nyeri dada dan sesak napas. Juga

bisa didapatkan keterangan bahwa penderita sebelumnya mengalami kecelakaan

pada dada. Pada pemeriksaan fisik dari inspeksi biasnaya tidak tampak kelainan,

mungkin didapatkan pekak dengan batas tidak jelas, sedangkan pada auskultasi

didapatkan bunyi napas menurun atau bahkan menghilang.

Pemeriksaan penunjang :

a. Chest x-ray : adanya gambaran hipodense (menunjukkan akumulasi

cairan) pada rongga pleura di sisi yang terkena dan adanya mediastinum

shift (menunjukkan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)). Chest

x-ray sebagai penegak diagnostik yang paling utama dan lebih sensitif

dibandingkan yang lainnya.

b. CT-scan : diindikasikan untuk pasien hematotoraks minimal, untuk

evaluasi lokasi clotting (bekuanm darah) dan untuk menentukan kuantitas

atau jumlah bekuan darah di rongga pleura.

c. USG : USG yang digunakan adalah jenis FAST yang diindikasikan untuk
pasien tidak stabil dengan hematotoraks minimal.

d. BGA : hipoksemia mungkin disertai hiperkarbia yang menyebabkan

asidosis respiratori. Saturasi oksigen arterial mungkin menurun pada

awalnya tetapi biasanya kembali normal dalam waktu 24 jam.

e. DL : menurunnya Hb dan hematokrit menunjukkan jumlah darah hilang

pada hematotoraks.

f. Torakosintesis : menunjukkan darah/cairan serosanguinosa.

Diagnosis banding

▪ Tension pneumotoraks : terdapat deviasi trakea, distensi vena leher,

hipersonor pada perkusi, bising napas (-)

▪ Massive hematotoraks : deviasi trakea, venas leher kolaps, perkusi

dullness, bising napas (-)

▪ Cardiac tamponade : distensi vena leher, bunyi jantung jauh dan lemah,

EKG abnormal

Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana hematotoraks adalah untuk menstabilkan

hemodinamik pasien, menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta

udara dari rongga pleura. Langkah pertama adalah resusitasi seperti berikan

oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan

antibiotik.

Langkah selanjutnya adalah mengeluarkan darah dari rongga pleura

dengan cara :

• Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage

merupakan terapi utama untuk pasien dengan hematotoraks. Insersi chest tube
melalui dinding dada untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama

beberapa hari untuk mengembangkan paru ke ukuran normal.

❖ Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:

Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)

Perdarahan di rongga dada (hematothorax)

Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or

hematothorax)

abses paru atau pus di rongga dada (empyema).

❖ Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube

thoracostomy adalah sebagai berikut:

Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg

Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan

menggunakan alkohol atau povidin iodine pada ICS VI atau ICS

VII posterior Axillary Line

Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain

Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line

Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya

dihubungkan dengan WSD (Water Sealed Drainage)

Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube

•Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga

dada ketika hematothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten.

Thoracotomy juga dilakukan ketika hematothoraks parah dan chest tube sendiri

tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga operasi (thoracotomy) diperlukan

untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten atau berkelanjutan yang


segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber perdarahan

di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat.

Operasi (Thoracotomy) diindikasikan apabila :

1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube

Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam

Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas

hemodinamik

Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih

• Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah

pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi

hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu

tindakan operasi segera.

Komplikasi

Pada hematotoraks dapat terjadi komplikasi berupa kegagalan oernapasan

(karena paru kolaps), fibrosis atau skar pada membran pleura, pneumotoraks,

pneumonia, septisemia, syok.

Perbedaan tekanan yang didirikan di rongga dada oleh gerakan diafragma

(otot besar di dasar toraks) memungkinkan paru-paru untuk memperluas dan

kontak. Jika tekanan dalam rongga dada berubah tiba-tiba, paru-paru bisa kolaps.

Setiap cairan yang mengumpul di rongga menempatkan pasien pada risiko infeksi

dan mengurangi fungsi paru-paru, atau bahkan kematian.

Prognosis

Prognosis didasarkan pada penyebab dari terjadinya hematotoraks dan seberapa


cepat penanganan yang diberikan. Bila penanganan tidak segera dilakukan maka
kondisi pasien dapat bertambah buruk karena paru-paru menjadi kolaps akibat
akumulasi cairan di dalam rongga toraks.
BAB III
KESIMPULAN

Hematotoraks ialah terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma

tumpul atau tembus pada dada. Hematotoraks biasanya terjadi karena cedera di

dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran

aneurisma aorta yang kemudia mengalirkan darahnya ke rongga pleura.

Hematotoraks dapat dibagi berdasarkan penyebabnya, yaitu oleh trauma dan

non-trauma. Penanganan dan tujuan pengobatan hematotoraks adalah untuk

menstabilkan pasien, menghentikan perdarahan dan menghilangkan darah dan

udara dalam rongga pleura. Penanganan pada hematotoraks dapat berupa

resusitasi cairan, pemasangan chest tube (WSD), sampai torakotomi. Tergantung

dari derajat keparahannya. Oleh sebab itu, penting untuk mengetahui penyebab

serta menangani dengan cepat kasus ini karena dapat sangat menentukan

prognosis yang akan terjadi.


DAFTAR PUSTAKA

Gopinath N, Invited Arcticle “Thoracic Trauma”, Indian Journal of Thoracic and

Cardiovascular Surgery Vol. 20, Number 3, 144-148.

Mosby Inc. Elsevier Chapter 26. Thoracic Trauma. 2007

Patrini, Davide, et,al. Etiology and management of spontaneous haemothorax” F

Thorax Dis. Vo. 7, Number 3, 520-526

Stanford Trauma Service Housestaff Manual Available from :

http://scalpel.stanford.edu/ICU/Stanford%20Trauma%20Service%20rev%2

04-05.pdf

Syamsu Hidayat,R Dan Wim De Jong, Buku Ajar Bedah, Penerbit Buku

Kedokteran, EGC, Jakarta,tahun 1995

Anda mungkin juga menyukai