Anda di halaman 1dari 12

KONSEP DASAR MEDIS

A. DEFINISI
Hematothorax adalah adanya kumpulan darah di dalam ruang antara dinding dada dan
paru-paru (rongga pleura). Sumber darah mungkin dari dinding dada, parenkim paru–paru,
jantung atau pembuluh darah besar. Kondisi biasanya merupakan akibat dari trauma tumpul
atau tajam. Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari beberapa penyakit.
Hemathothoraks (hemotoraks) adalah terakumulasinya darah pada rongga thoraks akibat
trauma tumpul atau tembus pada dada. Hemathothoraks biasanya terjadi karena cedera di
dada. Penyebab lainnya adalah pecahnya sebuah pembuluh darah atau kebocoran aneurisma
aorta yang kemudian mengalirkan darahnya ke rongga pleura. Hemothorax adalah adanya darah
yang masuk kearea pleura (antara pleura viseralis dan pleura parietalis).

B. ETIOLOGI
Penyebab dari hemothorax adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah intercostal atau
arteri mammaria internal yang disebabkan oleh cidera tajam atau cedera tumpul. Dislokasi fraktur dari
vertebrata torakal juga dapat menyebabkan hemothorax. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan
tidak memerlukan intervensi operasi. Penyebab utama paling umum dari hemothorax adalah trauma
dada. Trauma misalnya :
1. Luka tembus paru- paru, jantung, pembuluh darah besar, atau dinding dada.
2. Traum tumpul dada kadang-kadang dapat mengakibatkan lecet hemothorax oleh pembuluh
internal. Diathesis pendarahan seperti penyakit hemoragik bayi baru lahir atau purpura
henoch-schonlein dapat menyebabkan spontan hemothorax. Adenomatoid malformasi
kongenital kistik, malformasi ini kadang –kadang mengalami komplikasi seperti hemothorax.

C. PHATOFISIOLOGI
Hemothoraks adalah adanya darah yang masuk ke areal pleura (antara pleura viseralisdan
pleura parietalis). Biasanya disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam pada dada,
yang mengakibatkan robeknya membran serosa pada dinding dada bagian dalam atau selaput
pembungkus paru. Robekan ini akan mengakibatkan darah mengalir ke dalam rongga pleura,
yang akan menyebabkan penekanan pada paru. Sumber perdarahan umumnya berasal dari A.
interkostalis atau A. mamaria interna. Rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan,
sehingga pasien hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya
perdarahan yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga
toraks. Pendarahan di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan dari
jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon fisiologis terhadap
perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area utama: hemodinamik dan pernafasan.
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah.
Perubahan hemodinamik bervariasi tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70-kg seharusnya
tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan. Hilangnya 750-1500 mL pada
individu yang sama akan menyebabkan gejala awal syok (yaitu, takikardia, takipnea, dan
penurunan tekanan darah). Tanda-tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi
yang buruk terjadi dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70- kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah, perdarahan
dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan darah. Efek pendesakan dari akumulasi
besar darah dalam rongga pleura dapat menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam
kasus trauma, kelainan ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan
dengan luka pada dinding dada. Sebuah kumpulan yang cukup besar darah menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea. Volume darah
yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu tertentu bervariasi 9 tergantung
pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera, tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru
dan jantung yang mendasari. Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana
hemothorax berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk menghasilkan
respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi keluhan utama. Darah yang masuk
ke rongga pleura terkena gerakan diafragma, paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya.
Hal ini menyebabkan beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap
terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah ada dengan
enzim pleura dimulai. Lisis sel darah merah menghasilkan peningkatan konsentrasi protein
cairan pleura dan peningkatan tekanan osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi
intrapleural menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya yang
menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara ini, sebuah hemothorax
kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi besar dan gejala efusi pleura berdarah. Dua
keadaan patologis yang berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax adalah
empiema dan fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika
tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat mengakibatkan syok
bakteremia dan sepsis. Fibrothorax terjadi ketika deposisi fibrin berkembang dalam
hemothorax yang terorganisir dan melingkupi baik parietal dan permukaan pleura viseral.
Proses adhesive ini menyebkan paruparu tetap pada posisinya dan mencegah dari
berkembang sepenuhnya. Hemotoraks traumatik trauma laserasi pembuluh darah atau
struktur parenkim paru perdarahan darah berakumulasi di rongga pleura hemotoraks.

D. MANIFESTASI KLINIS
Hemothorak tidak menimbulkan nyeri selain dari luka yang berdarah di dinding dada.
Luka di pleura viseralis umumnya juga tidak menimbulkan nyeri. Kadang-kadang anemia dan
syok hipovalemik merupakan keluhan dan gejala yang pertama muncul. Secara klinis pasien
menunjukan distress pernapasan berat, agitasi, sianosis, takipnea berat, takikardia dan
peningkatan awal tekanan darah, di ikuti dengan hipotensi sesuai dengan penurunan curah
jantung (Hudak & Gallo, 1997). Respon tubuh degan adanya hemothoraks dimanifestasikan
dalam 2 area mayor: a) Respon hemodinamik, Respon hemodinamik sangat tergantung pada
jumlah perdarahan yang terjadi. Tanda tanda shock seperti takikardi, takipnea, dan nadi yang
lemah dapat muncul pada pasien yang kehilangan 30% atau lebih volume darah. b) Respon
respiratori Akumulasi darah pada pleura dapat menggangu pergerakan napas. Pada kasus
trauma, dapat terjadi gangguan ventilasi dan oksigenasi, khususnya jika terdapat injuri pada
dinding dada. Akumulasi darah dalam jumlah yang besar dapat menimbulkan dispnea.
(Mancini, 2011)
Tingkat respon hemodinamik ditentukan oleh jumlah dan kecepatan hilangnnya darah.
Perdarahan hingga 750 mL biasanya belum mengakibatkan perubahan hemodinamik.
Perdarahan 750-1500 mL akan menyebabkan gejala gejala awal syok (takikardi, takipneu, TD
turun). Adapun tanda dan gejala adanya hemotoraks dapat bersifat simptomatik namun dapat
juga asimptomatik. Asimptomatik didapatkan pada pasien dengan hemothoraks yang sangat
minimal sedangkan kebanyakan pasien akan menunjukan symptom, diantaranya:
1. Nyeri dada yang berkaitan dengan trauma dinding dada
2. Tanda-tanda syok, seperti hipotensi, nadi cepat dan lemah, pucat, dan akral dingin -
Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ TD ↓ - Kehilangan banyak darah
vasokonstriksi perifer pewarnaan kulit oleh darah berkurang
3. Tachycardia - Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓ hipoksia kompensasi
tubuh takikardia
4. Dyspnea - Adanya darah atau akumulasi cairan di dalam rongga pleura pengembangan
paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat sesak napas. - Darah atau akumulasi cairan
di dalam rongga pleura pengembangan paru terhambat pertukaran udara tidak adekuat
kompensasi tubuh takipneu dan peningkatan usaha bernapas sesak napas.
5. Hypoxemia - Hemotoraks paru sulit mengembang kerja paru terganggu kadar O2 dalam
darah ↓
6. Takipneu - Akumulasi darah pada pleura hambatan pernapasan reaksi tubuh
meningkatkan usaha napas takipneu. - Kehilangan darah volume darah ↓ Cardiac output ↓
hipoksia kompensasi tubuh takipneu.
7. Anemia
8. Deviasi trakea ke sisi yang tidak terkena. - Akumulasi darah yang banyak menekan
struktur sekitar mendorong trakea ke arah kontralateral.
9. Gerak dan pengembangan rongga dada tidak sama (paradoxical).
10. Penurunan suara napas atau menghilang pada sisi yang terkena - Suara napas adalah suara
yang terdenger akibat udara yang keluar dan masuk paru saat bernapas. Adanya darah
dalam rongga pleura pertukaran udara tidak berjalan baik suara napas berkurang atau
hilang.
11. Dullness pada perkusi (perkusi pekak) - Akumulasi darah pada rongga pleura suara pekak
saat diperkusi (Suara pekak timbul akibat carian atau massa padat).
12. Adanya krepitasi saat palpasi.

E. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama terapi dari hemothoraks adalah untuk menstabilkan hemodinamik pasien,
menghentikan perdarahan dan mengeluarkan darah serta udara dari rongga pleura. Langkah
pertama untuk menstabilkan hemodinamik adalah dengan resusitasi seperti diberikan
oksigenasi, cairan infus, transfusi darah, dilanjutkan pemberian analgetik dan antibiotik.
Langkah selanjutnya untuk penatalaksanaan pasien dengan hemothoraks adalah
mengeluarkan darah dari rongga pleura yang dapat dilakukan dengan cara:
1. Chest tube (Tube thoracostomy drainage) : tube thoracostomy drainage merupakan
terapi utama untuk pasien dengan hemothoraks. Insersi chest tube melalui dinding dada
untuk drainase darah dan udara. Pemasangannya selama beberapa hari untuk
mengembangkan
paru ke ukuran normal. Indikasi untuk pemasangan thoraks tube antara lain:
 Adanya udara pada rongga dada (pneumothorax)
 Perdarahan di rongga dada (hemothorax)
 Post operasi atau trauma pada rongga dada (pneumothorax or hemothorax)
 Abses paru atau pus di rongga dada (empyema).
Adapun langkah-langkah dalam pemasangan chest tube thoracostomy adalah sebagai
berikut:
 Memposisikan pasien pada posisi trandelenberg.
 Disinfeksi daerah yang akan dipasang chest tube dengan menggunakan alkohol atau
povidin iodine pada ICS VI atau ICS VII posterior Axillary Line.
 Kemudian dilakukan anastesi local dengan menggunakn lidokain
 Selanjutnya insisi sekitar 3-4cm pada Mid Axillary Line
 Pasang curved hemostat diikuti pemasangan tube dan selanjutnya dihubungkan
dengan WSD (Water Sealed Drainage)
 Lakukan jahitan pada tempat pemasangan tube 16 Gambar pemasangan chest tube
2. Thoracotomy : merupakan prosedur pilihan untuk operasi eksplorasi rongga dada ketika
hemothoraks massif atau terjadi perdarahan persisten. Thoracotomy juga dilakukan ketika
hemothoraks parah dan chest tube sendiri tidak dapat mengontrol perdarahan sehingga
operasi (thoracotomy) diperlukan untuk menghentikan perdarahan. Perdarahan persisten
atau berkelanjutan yang segera memerlukan tindakan operasi untuk menghentikan sumber
perdarahan di antaranya seperti ruptur aorta pada trauma berat. Operasi (Thoracotomy)
diindikasikan apabila :
 1 liter atau lebih dievakuasi segera dengan chest tube
 Perdarahan persisten, sebanyak 150-200cc/jam selama 2-4 jam
 Diperlukan transfusi berulang untuk mempertahankan stabilitas hemodinamik
 Adanya sisa clot sebanyak 500cc atau lebih Gambar 5.
Prosedur torakotomi
 Trombolitik agent : trombolitik agent digunakan untuk memecahkan bekuan darah
pada chest tube atau ketika bekuan telah membentuk massa di rongga pleura, tetapi
hal ini sangat berisiko karena dapat memicu terjadinya perdarahan dan perlu tindakan
operasi segera.
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleura, dapat menunjukan
penyimpangan struktur mediastinal (jantung).
2. GDA : Variabel tergantung dari derajat fungsi paru yang dipengeruhi, gangguan
mekanik pernapasan dan kemampuan mengkompensasi. PaCO2 kadang-kadang
meningkat. PaO2
mungkin normal atau menurun, saturasi oksigen biasanya menurun.
3. Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa (hemothorax).
4. Hb : mungkin menurun, menunjukan kehilangan darah.

G. KOMPLIKASI
1. Adhesi pecah,
2. Bula paru pecah.
3. Kehilangan darah.
4. Kegagalan pernafasan
5. Kematian
6. Fibrosis atau parut dari membran pleura

H. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien. Adapun yang perlu diperhatikan dalam pengkajian
adalah :
a. Identitas klien : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, no.
register, diagnosa medis.
b. Keluhan.
c. Alergi terhadap obat, makanan tertentu
d. Pengobatan terakhir
e. Pengalaman pembedahan
f. Riwayat penyakit sekarang
g. Riwayat penyakit dahulu
h. Riwayat penyakit keluarga
i. Pemeriksaan Fisik
j. Sistem Sosial / Interaksi.
k. Spiritua

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan/kesimpulan yang diambil dan pengkajian tentang
situasi kesehatan pasien yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan secara teoritis diagnosa
keperawatan yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan dengan cara teoritis . Diagnosa
keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit hemathorax adalah:
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena
akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan
NURSING CARE PLAN
Rencana Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif NOC : NIC :


Respiratory status : Airway patency Airway Management
Definisi : Pertukaran udara inspirasi dan/atau Kriteria Hasil :  Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
ekspirasi tidak adekuat  Mendemonstrasikan batuk efektif dan bila perlu
suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Batasan karakteristik : dan dyspneu (mampu mengeluarkan  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
- Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi sputum, mampu bernafas dengan mudah, nafas buatan
- Penurunan pertukaran udara per menit tidak ada pursed lips)  Pasang mayo bila perlu
- Menggunakan otot pernafasan tambahan  Menunjukkan jalan nafas yang paten  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
- Nasal flaring (klien
- Dyspnea  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
tidak merasa tercekik, irama nafas,
- Orthopnea  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
frekuensi pernafasan dalam rentang
- Perubahan penyimpangan dada normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Lakukan suction pada mayo
- Nafas pendek  Tanda Tanda vital dalam rentang normal  Berikan bronkodilator bila perlu
- Assumption of 3-point position (tekanan darah, nadi, pernafasan)  Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
- Pernafasan pursed-lip  Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
- Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama  Monitor respirasi dan status O2
- Peningkatan diameter anterior-posterior
- Pernafasan rata-rata/minimal Terapi Oksigen
 Bayi : < 25 atau > 60
❖ Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
 Usia 1-4 : < 20 atau >
30 ❖ Pertahankan jalan nafas yang paten
❖ Atur peralatan oksigenasi
 Usia 5-14 : < 14 atau
> 25 ❖ Monitor aliran oksigen
 Usia > 14 : < 11 atau ❖ Pertahankan posisi pasien
> 24 ❖ Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
- Kedalaman pernafasan ❖ Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
 Dewasa volume
tidalnya 500 ml saat istirahat
 Bayi volume tidalnya Vital sign Monitoring
6-8 ml/Kg  Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
- Timing rasio  Catat adanya fluktuasi tekanan darah
- Penurunan kapasitas vital  Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Faktor yang berhubungan :
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
- Hiperventilasi aktivitas
- Deformitas tulang  Monitor kualitas dari nadi
- Kelainan bentuk dinding dada
 Monitor frekuensi dan irama pernapasan
- Penurunan energi/kelelahan
- Perusakan/pelemahan  Monitor suara paru
muskulo- skeletal  Monitor pola pernapasan abnormal
- Obesitas  Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
- Posisi tubuh  Monitor sianosis perifer
- Kelelahan otot pernafasan  Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
- Hipoventilasi sindrom melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
- Nyeri  Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign
- Kecemasan
- Disfungsi Neuromuskuler
- Kerusakan persepsi/kognitif
- Perlukaan pada jaringan syaraf
tulang belakang
- Imaturitas Neurologis

Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :


Respiratory status : Airway patency Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk  Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
membersihkan sekresi atau obstruksi dari Kriteria Hasil :  Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suctioning.
saluran pernafasan untuk mempertahankan  Mendemonstrasikan batuk efektif dan  Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
kebersihan jalan nafas. suara nafas yang bersih, tidak ada
sianosis  Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan.
dan dyspneu (mampu mengeluarkan  Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi
Batasan Karakteristik : suksion nasotrakeal
sputum, mampu bernafas dengan mudah,
- Dispneu, Penurunan suara nafas  Gunakan alat yang steril sitiap melakukan tindakan
tidak ada pursed lips)
- Orthopneu
- Cyanosis  Menunjukkan jalan nafas yang paten  Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah
- Kelainan suara nafas (rales, wheezing) (klien kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
tidak merasa tercekik, irama nafas,
- Kesulitan berbicara normal, tidak ada suara nafas abnormal)  Monitor status oksigen pasien
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada  Mampu mengidentifikasikan dan  Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
- Mata melebar mencegah factor yang dapat menghambat
jalan nafas ▪ Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien
- Produksi sputum menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dll.
- Gelisah
- Perubahan frekuensi dan irama nafas Airway Management
 Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw thrust
Faktor-faktor yang berhubungan: bila perlu
- Lingkungan : merokok, menghirup asap  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
rokok, perokok pasif-POK, infeksi
- Fisiologis : disfungsi neuromuskular,  Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
hiperplasia dinding bronkus, alergi nafas buatan
jalan nafas, asma.  Pasang mayo bila perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
nafas, sekresi tertahan, banyaknya  Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
mukus, adanya jalan nafas buatan,  Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
sekresi bronkus, adanya eksudat di  Lakukan suction pada mayo
alveolus, adanya benda asing di  Berikan bronkodilator bila perlu
jalan nafas.
 Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
 Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
 Monitor respirasi dan status O2

Anda mungkin juga menyukai