Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hemotoraks adalah laserasi paru atau laserasi dari pembuluh darah interkostal
atau arteri mamaria internal yang disebabkan oleh trauma tajam atau trauma
tumpul. Dislokasi fraktur dari vertebra torakal juga dapat menyebabkan
terjadinya hemotoraks. Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak
memerlukan intervensi operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga
terlihat pada foto toraks, sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar.
Selang dada tersebut akan mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi
resiko terbentuknya bekuan darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai
dalam memonitor kehilangan darah selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga
memungkinkan dilakukannya penilaian terhadap kemungkinan terjadinya ruptur
diafragma traumatik. Walaupun banyak faktor yang berperan dalam memutuskan
perlunya indikasi operasi pada penderita hemotoraks, status fisiologi dan volume
darah yang kelura dari selang dada merupakan faktor utama. Sebagai patokan
bila darah yang dikeluarkan secara cepat dari selang dada sebanyak 1.500 ml,
atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap jamuntuk 2 sampai 4 jam, atau
jika membutuhkan transfusi darah terus menerus, eksplorasi bedah herus
dipertimbangkan. (Black & Hawks, 2014).

B. Tujuan
Setelah membaca makalah ini, mahasiswa diharapkan mampu :
1. menjelaskan definisi hemotoraks
2. menyebutkan etiologi hemotoraks
3. menjelasskan kategori hemotoraks
4. menjelaskan patofisiologi hemotoraks
5. WOC
6. menyebutkan tanda dan gejala hemotoraks
7. menyebutkan komplikasi hemotoraks

1
8. Menjelaskan manifestasi klinis
9. menjelaskan diagnosis hemotoraks
10. menjelaskan penatalaksanaan keperawatan dan medis hemotoraks
11. melaksanakan asuhan keperawatan hemotoraks

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Hemotorax adalah keadaan dimana kavitas paru-paru terisi oleh darah.
Hemotorax disebabkan karena adanya trauma dada, baik trauma tumpul
maupun trauma tajam. Selain itu hemotorax dapat terjadi karena keganasan
neoplasma, rupture pembuluh darah akibat pebengkakan aorta, dan
komplikasi operasi. Trauma tumpul dapat menyebabkan hemotorax karena
tulang iga yang mengalami fraktur dapat melukai paru-paru. Ketika terjadi
fraktur iga, serpihan tulang iga maupun patahan tulang iga yang msih ada di
rongga dada dapat mencederai paru-paru. Biasanya cedera ini mengenai
alveolus. Alveolus sendiri adalah struktur yang banyak dikelilingis oleh
pembuluh darah. Pembuluh darah ini akan pecah setelah trauma. Pembuluh
darah yang pecah ini akan menyababkan perdarahan. Darah yang keluar dari
pembuluh akan berkumpul di rongga pleura. Suatu keberadaan darah dalam
pleura dapat diklasifikasikan sebagai hemotorax apabila volume darah
minimal 300-500 ml (Pooler,2009). Hematothorax adalah adanya darah dalam
rongga pleura . Sumber mungkin darah dinding dada , parenkim paru – paru ,
jantung atau pembuluh darah besar . kondisi diasanya merupakan konsekuensi
dari trauma tumpul atau tajam . Ini juga mungkin merupakan komplikasi dari
beberapa penyakit .( Puponegoro , 1995 ) .

2. Etiologi
Penyebab dari hemothorax adalah laserasi paru atau laserasi dari
pembuluh darah intercostal atau arteri mammaria internal yang disebabkan
oleh cidera tajam atau cedera tumpul.Dislokasi fraktur dari vertebrata torakal
juga dapat menyebabkan hemothorax.Biasanya perdarahan berhenti spontan
dan tidak memerlukan intervensi operasi.Penyebabnya adalah trauma dada.

3
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan
menyebabkan ruda paksa tumpul pada rongga thorak (Hemothorax) dan
rongga Abdomen. Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan
tembakan.

3. Patofisiologi
Kerusakan anatomi yang terjadi akibat trauma dapat ringan sampai
berat tergantung besar kecilnya gaya penyebab terjadinya trauma. Kerusakan
anatomi yang ringan berupa jejas pada dinding toraks, fraktur kosta simpel.
Sedangkan kerusakan anatomi yang lebih berat berupa fraktur kosta multiple
dengan komplikasi, pneumotoraks, hematotoraks dan kontusio paru. Trauma
yang lebih berat menyebabkan perobekan pembuluh darah besar dan trauma
langsung pada jantung. Akibat kerusakan anatomi dinding toraks dan organ
didalamnya dapat menganggu fungsi fisiologi dari sistem pernafasan dan
sistem kardiovaskuler. Gangguan sistem pernafasan dan kardiovaskuler dapat
ringan sampai berat tergantung kerusakan anatominya.Gangguan faal
pernafasan dapat berupa gangguan fungsi ventilasi, difusi gas, perfusi dan
gangguan mekanik/alat pernafasan.Salah satu penyebab kematian pada
trauma toraks adalah gangguan faal jantung dan pembuluh darah. Pendarahan
di dalam rongga pleura dapat terjadi dengan hampir semua gangguan dari
jaringan dada di dinding dan pleura atau struktur intrathoracic. Respon
fisiologis terhadap perkembangan hemothorax diwujudkan dalam 2 area
utama: hemodinamik dan pernafasan. Tingkat respon hemodinamik
ditentukan oleh jumlah dan kecepatan kehilangan darah. Perubahan
hemodinamik bervariasi, tergantung pada jumlah perdarahan dan kecepatan
kehilangan darah. Kehilangan darah hingga 750 mL pada seorang pria 70kg
seharusnya tidak menyebabkan perubahan hemodinamik yang signifikan.
Hilangnya 750-1500 mL pada individu yang sama akan menyebabkan gejala
awal syokyaitu, takikardia, takipnea, dan penurunan tekanan darah. Tanda-
tanda signifikan dari shock dengan tanda-tanda perfusi yang buruk terjadi

4
dengan hilangnya volume darah 30% atau lebih (1500-2000 mL). Karena
rongga pleura seorang pria 70kg dapat menampung 4 atau lebih liter darah,
perdarahan exsanguinating dapat terjadi tanpa bukti eksternal dari kehilangan
darah. Efek pendesakan dari akumulasi besar darah dalam rongga pleura dapat
menghambat gerakan pernapasan normal. Dalam kasus trauma, kelainan
ventilasi dan oksigenasi bisa terjadi, terutama jika berhubungan dengan luka
pada dinding dada.Sebuah kumpulan darah yang cukup besar menyebabkan
pasien mengalami dyspnea dan dapat menghasilkan temuan klinis takipnea.
Volume darah yang diperlukan untuk memproduksi gejala pada individu
tertentu bervariasi tergantung pada sejumlah faktor, termasuk organ cedera,
tingkat keparahan cedera, dan cadangan paru dan jantung yang mendasari.
Dispnea adalah gejala yang umum dalam kasus-kasus di mana hemothorax
berkembang dengan cara yang membahayakan, seperti yang sekunder untuk
penyakit metastasis. Kehilangan darah dalam kasus tersebut tidak akut untuk
menghasilkan respon hemodinamik terlihat, dan dispnea sering menjadi
keluhan utama. Darah yang masuk ke rongga pleura terkena gerakan
diafragma, paru-paru, dan struktur intrathoracic lainnya. Hal ini menyebabkan
beberapa derajat defibrination darah sehingga pembekuan tidak lengkap
terjadi. Dalam beberapa jam penghentian perdarahan, lisis bekuan yang sudah
ada dengan enzim pleura dimulai. Lisis sel darah merah menghasilkan
peningkatan konsentrasi protein cairan pleura dan peningkatan tekanan
osmotik dalam rongga pleura. Tekanan osmotik tinggi intrapleural
menghasilkan gradien osmotik antara ruang pleura dan jaringan sekitarnya
yang menyebabkan transudasi cairan ke dalam rongga pleura. Dengan cara
ini, sebuah hemothorax kecil dan tanpa gejala dapat berkembang menjadi
besar dan gejala efusi pleura berdarah. Dua keadaan patologis yang
berhubungan dengan tahap selanjutnya dari hemothorax: empiema dan
fibrothorax. Empiema hasil dari kontaminasi bakteri pada hemothorax. Jika
tidak terdeteksi atau tidak ditangani dengan benar, hal ini dapat
mengakibatkan syok bakteremia dan sepsis. (Mancini, 2015)

5
4. Hemotorax dibagi menjadi tiga kategori menurut Pooler (2009) yaitu :
a. Hemotorax Kecil, Apabila volume kurang dari 300-500 ml, biasanya
dalam keadaan ini darah mampu diabsorbsi oleh paru-paru dari rongga
plura. Proses ini akan memakan waktu 10-14 hari sampai pleura bersih
dari darah tanpa menimbulkan komplikasi.
b. Hemotorax moderate, Apabila volume darah melebihi 500-100 ml.
Darah akan mengisi sepertiga dari rongga pleura maka akan
menimbulkan gejala penekanan paru-paru dan kehilangan darah di
intravaskuler.
c. Hemotorax besar (large hemotorax), apabila volume darah dalam rongga
pleura lebih dari 1000 ml. Pada hemotorax besar, darah akan mengisi
setengah atau lebih rongga pleura. Keadaan ini terjadi apabila terjadi
perdarahan pada pembuluh darah bertekanan tinggi. Hemotorax besar
membutuhkan penanganan drainase sesegera mungkin, bahkan apabila
drainasi tidak efektif untuk mengeluarkan darah maka dibutuhkan
tindakan operasi bedah (Pooler,2009).
d. Hemotorax Masif, akumulasi darah dalam rongga pleura dengan
volume lebih dari 1500 ml (Caroline & Eling,2010). Darah yang hilang
mencapai 25%-30% dari total darah yang mengalir ke paru-paru.
Sehingga pasien yang mengalaminya akan mengalami syok berat. Paru-
paru dapat menampung darah kurang lebih 3000 ml, sehingga pada
keadaan hemotorax masif rongga dada hampir dipenuhi oleh darah
(Caroline & Eling,2010).

5. Manifestasi klinis
a. Respon Hemodinamik
Ketika terjadi perdarahan dan volume darah masuk ke rongga pleura,
maka volume darah dalam pebuluh darah akan berkurang, sehingga
terjadi syok hipovolemik. Syok hipovolemik akan menyebabkan berbagai

6
macam manifestasi klinis. Syok hipovolemik akan menyebabkan
berkurangnya tekanan nadi, karena darah yang di pompa oleh jantung
sedikit. Selain itu syok hipovolemik akan menyebabkan darah sebagai
pembawa oksigen akan berkurang. Sehingga, tubuh akan kekurangan
oksigen, untuk kompensasi hal ini jantung akan memompa darah dengan
cepat (trakikardi) dan mempercepat pernafasan (trakipnea).
Akumulasi darah dalam rongga pleura pada akhirnya akan
menyebabkan tekanan pada jantung. Apabila jantung tertekan maka darah
akan sulit memasuki ruangan atrium jantung. Sehingga akan terjadi
pengumpulan darah di area vena kava. Selain darah kesulitan untuk
memasuki rongga jantung, jantung juga akan kesulitan dalam memompa
darah ke seluruh tubuh. Akibatnya kardiak output jantung akan menurun.
Keadaan ini dapat mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen karena ada
gangguan dalam proses distribusi oksigen ke seluruh tubuh.
b. Respon Respirasi
Akumulasi darah dalam rongga pleura akan menekan paru-paru
sehingga dapat menyebabkan paru-paru kolaps. Kolapsnya paru-paru
dapat menyebabkan gangguan oksigenasi. Paru-paru gagal mengembang
dan kolap sehingga menyebabkan udara tidak bisa masuk ke dalam paru-
paru. Nafas penderita akan mengalami dyspnea di mana nafas lambat dan
dangkal.
c. Respon lain adalah ketika darah yang memenuhi rongga pleura biasanya
berasala dari jaringan parenkim paru (alveolus). Apabila kapiler darah
alveolus megeluarkan darahnya ke rongga pleura maka akan terjadi
gangguan pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh kapiler paru.
Akibatnya fungsi perfusi paru akan terganggu. Karena alveolus tidak bisa
melakukan pertukaran gas dengan kapiler

7
6. Komplikasi
Hemotorax yang tidak segera ditangani akan menimbulkan berbagai
dampak yang berbahaya bagi pasien. Darah yang berkumpul dalam rongga
pleura apabila tidak dikeluarkan akan menjadi zat iritan. Menurut Gourlay
(2002) dalam Jones et.all(2005) darah yang terakumulasi akan menyebabkan
peningkatan efusi serum yang meningkatkan volume rongga pleura. Darah
yang dibiarkan akan mengalami penggumpalan dalam rongga pleura (Jones
et.all,2005). Pada klien dengan posisi rekumbSen maka gumpalan akan
terbentuk dan menebal di area dasar posterior, apeks dan sedikit di bagian
anterior pleura. Setelah terjadi penggumpalan maka akanterbentuk hemotorax
terorganisasi. Hemotorax terorganisasi terdiri dari tiga lapisan. Lapisan paling
dalam berisi darah yang masih sedikit cair, lapisan tengah berisi deposit
jaringan fibrin yang sudah terorganisasi, sedangkan lapisan paling luar berisi
fibroblas yang menghasilkan matrix fibrin.
Dalam matrix fibrin akan terbentuk pertunasan pembuluh darah baru.
Kumpulan fibroblas ini akan menghasilkan jaringan kolagen yang
menyebabkan fibrosis pada paru-paru. Jaringan skar yang terbentuk akan
menyebabkan paru-paru sulit melakukan ekspansi, karena jaringan skar akan
menekan paru-paru dan menyebabkan paru-paru menjadi kaku atau mungkin
mengalami contract. Kondisi in disebut fibrinothorax. Selain fibrinothorax,
komplikasi lain adalah terjadinya infeksi. Darah yang terakumulasi
merupakan media yang sangat subur untuk perkembangan bakteri ataupun
pagen infeksi lain. Apabila hemothorax tidak ditangani segera maka akan
berkembangn infeksi pada torax.

8
7. WOC

Trauma pada Thoraks

Pendarahan jaringan interstitium.Pendarahan


intraalveolar, kolaps arteri dan kapiler-kapiler
kecil, hingga tahanan perifer pembuluh darah
paru meningkat.

Reabsorpsi darah oleh pleura tidak memadai/


tidak optimal

Akumulasi darah di kantong pleura

Gangguan ventilasi: pengembangan Keluhan sistemis, mual, intake nutrisi


paru tidak optimal, gangguan difusi, tidak adekuat, malaise, kelemahan,
distribusi, dan transportasi oksigen dan keletihan fisik, kecemasan, serta
ketidaktahuan akan prognosis

Tanda-tandanya: Terpasang bullow Tanda:


- Sesak napas drainase / WSD
- mual,
- Napas cuping - BB turun
hidung - Tidak bisa makan akibat sesak
Tanda-tanda:
- RR diatas 20x
- Irama nafas Klien terlihat intake nutrisi tidak adekuat,
tidak teratur menahan nyeri,
Respon nyeri, adanya Perubahan
luka pasca pemenuhan nutrisi
pemasangan bullow kurang dari
drainase
kebutuhan.

Intervensi: Nyeri Intervensi:

- Kaji kualitas, - Kaji kebiasaan makan


frekuensi dan Intervensi: - Anjurkan klien makan dalam
kedalaman porsi kecil tapi sering
- Kaji skala nyeri
pernapasan. - Hidangkan makanan yg hangat.
- Ajarkan tekhnik
- Posisikan pasien
relaksasi
(semifowler) Timbang
- Kolaborasi dengan
- Observasi TTV penggunaan analgesik

9
8. Pemeriksaan Diagnostik
1. AGD; menentukan kadar oksigen dan karbondioksida dalam darah;
hipoksia atau hiperkapnia
2. Hemoglobin/hemotokrit; jika hasil menurun menunjukan kehilangan
darah
3. X-ray dada; mengevaluasi organ atau struktur dada; merupakan pilihan
utama ketika klien mengalami trauma dada oleh benda tumpul.
4. CT toraks; lebih sensitif dibandingkan x-ray dalam mendeteksi cedera
dada, memar di paru-paru, hemotoraks, dan pneumotoraks.
5. Toraks ultrasound; membantu menentukan kelainan pada dada.
6. Toraksentesi; dilakukan untuk meringankan tekanan intratoraks karena
akumulasi cairan dalam rongga pleura, adanya darah atau cairan serosa
menunjukan hemotoraks.

9. Penatalaksanaan Keperawatan dan Medis


a. Hemothorax kecil : cukup diobservasi, gerakan aktif (fisioterapi)
dan tidak memerlukan tindakan khusus.
b. Hemothorax sedang : di pungsi dan penderita diberi transfusi.
Dipungsi sedapat mungkin dikeluarkan semua cairan. Jika ternyata
kambuh dipasang penyalir sekat air.
c. Hemothorax besar : diberikan penyalir sekat air di rongga antar iga
dan transfusi.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOTORAX


1. Pengkajian
Berdasarkan klasifikasi Doenges, dkk (2000) riwayat keperawatan
yang perlu dikaji adalah :
1) Aktifitas / istirahat.
Gejala : Dispnea dengan aktifitas ataupun istirahat

2) Sirkulasi
Tanda :
 Takikardia,
 Frekwensi tidak teratur/disritmia
 S3 atau S4 / irama jantung gallop
 Nadi apical berpindah oleh adanyapenyimpangan mediastinal
(dengan tegangan pneumothorak).
 Tanda Homan (bunyi renyah s/d denyutan jantung, menunjukan
udara dalam mediastinum).
 Tekanan Darah : Hipertensi / hipotensi

3) Integritas Ego
Tanda : ketakutan, gelisah

4) Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral/infus tekanan

5) Nyeri / Kenyamanan
Gejala :
 Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk.

11
 Timbul tiba-tiba sementara batuk atau regangan (pneumothorak
spontan.
 Tajam dan nyeri menusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinanan menyebar keleher, bahu abdomen (Effusi
Pleural).
Tanda :
 Berhati-hati pada area yang sakit - Perilaku distraksi.
 Mengkerutkan wajah.

6) Pernapasan
Gejala :
 kesulitan bernapas, lapar napas
 Batuk (mungkin gejala yang ada)
 Riwayat bedah dada/trauma: Penyakit paru kronik, inflamasi/infeksi
paru (Empiema, Efusi) ; penyakit interstisial menyebar
(Sarkoidosis) ; keganasan (mis: Obstruksi tumor).
Tanda :
 Pernapasan ; peningkatan frekwensi/takipnea
 Peningkatan kerja napas, penggunaan otot aksesoris pernapasan
pada dada, leher, retraksi interkostal, ekspirasi abdominal kuat.
 Bunyi napas menurun atau tidak ada (sisi yang terlibat) - Fremitus
menurun (sisi yang terlibat).
 Perkusi dada : Hiperresonan diatas area terisi udara
(pneumothorak), bunyi pekak diatas area yang terisi cairan
(hemothorak)
 Observasi dan palpasi dada : Gerakan dada tidak sama (paradoksik)
bila trauma atau kemps, penurunan penmgembangan thorak (are
yang sakit).

12
 Kulit : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subcutan (udara pada
jaringan dengan palpasi).
 Mental : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan
 Penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif / terapi PEEP.

7) Keamanan
Gejala :
 Adanya trauma dada
 Radiasi / kemoterapi untuk keganasan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan/kesimpulan yang
diambil dan pengkajian tentang situasi kesehatan pasien yang dapat
diatasi dengan tindakan keperawatan secara teoritis diagnosa keperawatan
yang dapat diatasi dengan tindakan keperawatan dengan cara teoritis .
Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien penyakit
hemathorax adalah
1. Ketidak efektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru
yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Kurang pengetahuan / kebutuhan belajar (tentang kondisi dan aturan
pengobatan b/d kurang terpajan dengan informasi.

3. Perencanaan
Perencanaan meliputi pengembangan strategi untuk mencegah,
mengurangi atau mengoreksi masalah-masalah yang akan diidentifikasi
pada diagnosa.

13
Rencana Keperawatan
Diagnosa
Tujuan dan Kriteria
Keperawatan Intervensi Rasional
Hasil
1. Ketidakefektifan· Status Pernafasan: 1M Manajemen Jalan Nafas: 1. Pasien diminta
pola pernapasan Setelah dilakukan 1. Posikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
berhubungan intervensi keperawatan memaksimalkan ventilasi agar proses pertukaran gas
dengan ekpansi ...x24 jam diharapkan 2. Identifikasi kebutuhan dapat berjalan lebih
paru yang tidak menunjukkan NOC status aktual/potensial pasien efektif
maksimal karena pernafasan dibuktikan untuk memasukkan alat 2. Dengan melakukan
akumulasi dengan indikator: membuka jalan nafas identifikasi, kita dapat
udara/cairan. 1. Status Pernafasan 3. Motivasi pasien untuk menuntukan kebutuhan

2. Irama Pernafasan bernafas pelan, dalam, dari pasien

3. Kedalaman Inspirasi berputar dan batuk 3. Memotivsi pasien

4. Suara Auskultasi nafas 4. Auskultasi suara nafas, sehingga membatu pasien

5. Kepatenan Jalan nafas catat area yang dalam bernafas untuk

ventilasinya menurun atau memenuhi kebutuhan


Dengan Level:
tidak ada dan adanya suara oksigennya
1. Deviasi berat dengan 4. Dengan mengauskultasi,
tambahan
kisan normal perawat dapat mengetahui
2. Deviasi yang cukup area mana yang
ventilasinya menurun atau
berat dari kisaran
tidak ada dan adanya suara
normal tambahan
3. Deviasi sedang dari
Perawatan Selang: Dada
kisaran normal
1. Tentukan indikasi 1. Dengan mengetahui
4. Deviasi ringan dari
dilakukannya pemasangan indikasi, perawat dapat
saran normal
selang dada mengetahui permasalahan

14
5. Tidak ada deviasi dari 2. Monitor terhadap adanya dan merencanakan hal
kisaran normal kebocoran udara yang yang selanjutnya

Nilai yang diharapkan 3- terdengar setelah dilakukan.

4 pemasangan 2. Dengan memonitor, dapat


3. Pastikan bahwa perangkat mengurangi resiko
katup telah familiar ( kebocoran yang terjadi
water-seal drainase) setelah pemasangan
4. Monitor fungsi perangkat, 3. Dengan memstikan
lokasi yang tepat dalam sehingga tidak
ruang pleura dan menimbulkan kekhwatiran
kepatenan selang dalam masa perawatan.
5. Pastikan bahwa semua 4. Dengan memonitor,
selang penghubung perawat dapat mengetahui
terpasang dengan kencang fungsi perangkat, lokasi
dan terbungkus yang tepat dalam ruang
6. Pertahankan level pleura dan kepatenan
container water seal selang
drainase eksternal berada 5. Dengan memastikn semua
dibawah level dada selang penghubung
7. Dokumentasi adanya terpasang dengan kencang
gelembung udara pada dan terbungkus akan
tabung suction pada sistem memilimlisir terjadinya
drainase selang dada kebocorn selang
8. Observasi terhadap adanya 6. Dengan mempertahankan
gejala akumulasi cairan level container water seal
intrapleura drainase eksternal berada
dibawah level dada, akan
memudahlan cairan untuk
mengalir sesuai dengan

15
gravitasi
7. Dokumentasikan adanya
gelembung udara dapat
mengetahui jika terajadi
keanehan pada system
selang drainase
8. Dengan mengobservasi
adanya gejala akumulasi
cairan intrapleura, dapat
menghindari kecelakaan
dalam masa perawatan.

Monitor pernafasan:

1. Monitor kecepatan irama, 1. Mengetahui apakah irama


kedalaman dan kesulitan nafas pasien masih dalam
bernafas tahap kesulitan atau
2. Monitor suara nafas normal dalam bernafas
tambahan seperti ngorok 2. Perawat dapat mengetahui
atau mengi bila pasien masih
3. Monitor pola nafas mengalami kesulitan dlam
4. Kaji perlunya penyedotan bernafas
pada jalan nafas dengan 3. Perawat dapat mengetahui
auskultasi suara nafas pola nafas sudah normal
ronki di paru atau belum
4. Perawat dapat
memperkirakan perlu atau
tidaknya tindakan
kolborasi penyedotan
dengn mendengarkan
suara nafas di paru

16
Bersihan jalan napas· Status Pernafasan : 1. Manajemen Jalan Nafas
tidak efektif Kepatenan Jalan Nafas 1. Instruksikan bagaimana 1. Batuk efektif dapat
berhubungan dengan Setelah dilakukan agar bias melakukan batuk meringankan jalan nafas
peningkatan sekresi intervensi keperawatan efektif pasien dalam
sekret dan penurunan ...x24 jam diharapkan 2. Buang sekret dengan mengeluarknan sekret.
batuk sekunder menunjukkan NOC status memotivasi pasien untuk 2. Dengan membuang sekret
akibat nyeri dan pernafasan dibuktikan melakukan batuk atau pasien akan lebih mudah
keletihan. dengan indikator: menyedot lendir untuk bernafas
1. Frekuensi Pernafasan 3. Motivasi pasien untuk 3. Memotivsi pasien
2. Irama pernafasan bernafas pelan, dalam, sehingga membatu pasien
3. Kedalaman inspirasi berputar dan batuk dalam bernafas untuk
4. Kemampuan untuk 4. Lakukan fisioterapi memenuhi kebutuhan
mengeluarkan sekresi dada,sebagaimana oksigennya

Dengan Level: mestinya 4. Fisioterapi dapat


meringankan beban pasien
1. Deviasi berat dengan
Pengisapan lender pada dalam bernafas.
kisan normal
2. Deviasi yang cukup Jalan Nafas

berat dari kisaran 1. Tentukan perlunya suksion 1. Perwat dapat mengetahui


normal mulut atau trakea dimana alat akan di pasang
3. Deviasi sedang dari 2. Auskultasi suara nafas 2. Untuk melihat adanya
kisaran normal sebelum dan setelah perubahan yang terjadi
4. Deviasi ringan tindakan suksion setelah penghisapan lender
dariisaran normal 3. Instruksikan kepada pasien 3. Membantu
5. Tidak ada deviasi dari untuk menarik nafas Memaksimalkan dan
kisaran normal dalam sebelum dilakukan meningkatkn keberhasilan

Nilai yang suction nasotrakeal dan dalam penghispan lender

diharapkan 3-4 gunakan oksigen sesuai dan memenuhi kebutuhan


kebutuhan oksigen

17
4. Biarkan pasien 4. Menjaga keamanan pasien

tersambung ke ventilator dengan prosedur yang

selama prosedur suksion telah direncanakan

jika menggunakan sitem 5. Penggunakan angka

suksion tertutup atau jika terendah untuk membuang

perangkat adaptor insuflasi sekret dapat menghindari

oksigen sedang di gunakan ketidakberhasilan dalam

5. Gunakan angka terendah suction

pada dinding suksion yang


diperlukan untuk
membuang sekresi (missal
80-120 mmHg untuk
pasien dewasa)

Perubahan Kontrol Nyeri: Manjemen Nyeri:


kenyamanan : Nyeri Setelah dilakukan 1. Lakukan Pengkajian 1. Untuk mengetahui
akut berhubungan intervensi keperawatan nyeri komprehensif yang perkembangan status
dengan trauma ...x24 jam diharapkan meliputi lokasi, kesehatan pasiendan
jaringan dan reflek menunjukkan NOC status karakteristik, mencegah komplikasi
spasme otot pernafasan dibuktikan onset/durasi, frekuensi, lanjutan
sekunder. dengan indikator: kualitas, intensitas atau 2. Mengobservasi berguna
beratnya nyeri dan faktor untuk
1. Mengenali kapan pencetus mengetahui intensitas
nyeri terjadi 2. Observasi adanya nyeri yang dirasakan dan
2. Menggunakan petunjuk nonverbal ketidaknyamanan melalui
tindakan pencegahan mengenai ekspresi dan
3. Menggunakan kemampuanberbicara

18
tindakan pengurangan ketidaknyamanan 3. Dengan memantau
nyeri tanpa analgesik terutama pada mereka pemberian perawatan
4. Menggunakan jurnal yang tidak analgetik dengan benar,
harian unuk berkomunikasi secara akan meminimalisir
memonitor gejala dari efektif terjadinya kesalahan atu
watu ke waktu 3. Pastikan perawatan masalah
5. Melaporkan gejala analgesic bagi pasien 4. Dengan menggali perawat
yang tidak terkontrol dilakukan dengan dapat membantu pasien
pada professional pemantauan yang ketat dalam mengubah pola
kesehatan 4. Gali pengetahuan dan piker pasien dalam nyeri
6. Mengenali apa yang kepercayaan pasien dan memotivasinya
terkait dengan gejala mengenai nyeri 5. Perawat membantu
nyeri 5. Bantu keluarga dalam menyediakan dukungan
Dengan Level: mencari dan sehinga mengurangi

1. Deviasi berat dengan menyediakan dukungan rasanyeri pasien

kisan normal 6. Evaluasi bersama pasien 6. Evaluasi membantu

2. Deviasi yang cukup dan tim kesehatan perawat dalam mengetahui

berat dari kisaran lainnya, mengenai sudah efektif/belum

normal efektifitas tindakan pengontrolannyeri yang

3. Deviasi sedang dari pengontrol nyeri yang dilakukan sebelumnya

kisaran normal pernah digunakan 7. Sehingga pasien

4. Deviasi ringan sebelumnya mendapatkan ilmu

dariisaran normal 7. Berikan informasi pengetahuan mengenai

5. Tidak ada deviasi dari mengenai nyeri, seperti nyeri, penyebannya,

kisaran normal penyebab nyeri, berapa lamanya, dan pasien dapat


lama nyeri akan mengantisipasi rasa nyeri
Nilai yang
dirasakan, dan antisipasi akibt prosedur yang
diharapkan 4-5
dari ketidaknyamanan dilaksanakan
Status Kenyamanan: akibat prosedur 8. Sehingga pasien dapat
Setelah dilakukan

19
intervensi keperawatan 8. Ajarkan prinsip prinsip mandiri jika menghadapi
...x24 jam diharapkan manajemen nyeri situasi genting
menunjukkan NOC status 9. Monitor kepuasan pasien 9. Dengan memonitor
pernafasan dibuktikan terhadap manajemen perawat dapat
dengan indikator: nyeri dalam interval mengevaluasi intervensi

1. Kesejahteraan fisik nyeri yang telah dilakukan

2. Kontrol terhadap Pengurangan Kecemasan:


gejala 1. Sehingga pasien tidak
1. Gunakan pendekatan
3. Kesejahteraan semakin cemas saat
yang tenang dan
psikologis didekati
menyenangkan
4. Lingkungan Fisik 2. Sehingga pasien dapat
2. Nyatakan dengan jelas
5. Perawatan sesuai mengerti tujuan dari
harapan terhadap
dengan kebutuhan pendekatan
perilaku klien
3. Pasien akan merasa aman
3. Berada disisi klien untuk
dan nyaman sehingga
meningkatkan rasa aman
mengurangi kecemasannya
dan mengurangi
4. Sehingga pasien dapat
ketakutan
sadar akan penyebab yang
4. Bantu klien
membuatnya menjadi
mengidentifikasi situasi
cemas
yang memicu kecemasan
5. Mekanisme koping yang
5. Dukung penggunaan
kelas akan membantu
mekanisme koping yang
perawat dalam
jelas
mengurangi kecemasan
6. Berikan objek yang
pasien
menunjukkan perasaan
6. Membantu meringankan
aman
kecemasan
2

20
Kurang pengetahuan· Pengetahuan : Proses 1. Pengajaran : Proses
/ kebutuhan belajar Penyakit Penyakit
(tentang kondisi dan Setelah dilakukan 1. Kaji tingat pengetahuan 1. Membantu perawat dalam
aturan pengobatan intervensi keperawatan pasien terkait dengan menentukan metode
b/d kurang terpajan ...x24 jam diharapkan proses penyakit yang pengajaran sesuai dengan
dengan informasi. menunjukkan NOC status efektif tingkat pengetahuan
pernafasan dibuktikan 2. Jelaskan patofisiologi pasien
dengan indikator: penyakit dan bagaimana 2. Sehingga pasien dapat

1. Karakteristik spesifik hubungannya dengan mengerti asal usul

penyakit anatomi dan fisiologis penyakit dapat muncul dan

2. Faktor- faktor sesuai kebutuhan hubungannya dengan

penyebab dan faktor 3. Kenali pengetahuan pasien tubuh manusia

yang berkontribusi mengenai kondisinya 3. Mengenali pengetahuan

3. Faktor risiko 4. Jelaskan tanda dan gejala pasien mengenai

4. Tanda dan gejala yang umum dari penyakit kondisinya sehingga

penyakit hemothorax pasien akan lebih mudah

5. Strategi untuk 5. Identifikasi kemungkian paham saat diberi

meminimalkan penyebab hemotorax pengetahuan

perkembangan 6. Berikan informasi pada 4. Pasien dapat mengerti

penyakit pasien mengenai kondisi dan mengingat

6. Proses perjalanan kondisinya sesuai gejala yang ada di dirinya

penyakit biasanya kebutuhan yang mengidentifikasikan

7. Potensial komplikasi 7. Identifikasi perubahan bahwa dia mengidap

penyakit kondisi fisik pasien penyakit hemothorax


8. Beri ketenangan terkait 5. Pasien berfikir dan
kondisi pasien mengetahui penyebabnya
9. Jelaskan alas an dibalik 6. Sehingga pasien dapat
manajemen/terapi/penanga berlapang dada mengenai
nan yang dirkomendasikan kondisinya saat ini

21
10. Edukasi pasien mengenai 7. Sehingga mengetahui
tanda dan gejala yang bahwa perubahan fisik
harus dilaporkan kepada tersebut disebabkan oleh
petugas kesehatan, sesuai penykit hemothorax
kebutuhan 8. Agar pasien tidak
mengalami stress
dikarenkan mengetahui
kondisinya saat ini
9. Sehingga pasien dapat
memahami tujuan
tindakan yang akan di
lakukan
10. Dengan pasien mengetahui
gejala umum, pasien
dapat segera melaporkan
dengan siaga jika muncul
gejala tersebut.

6. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian
terhadap tujuan apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil
perlu dikaji, direncanakan dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan
pendek tergantung respon dalam keefektifan intervensi.
a. Napas kembali normal.
b. Batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan klien nyaman.
c. Nyeri tidak terjadi lagi
d. Memahami kondisi /proses dan tindakan yang berhubumgam demgan
penyakit.

22
DAFTAR PUSTAKA

Black J.m. Hawks J.H. 2014. Keperawatan Medikal Bedah : Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Caroline, Nancy, Eling, Bob. 2011. Caroline’s Emergency Care in the Street.
London: Jones and Barlett Publisher.
Doenges, M. E. Moorhouse, M. F. & Murr, A. C. 2010. Nursing Care Plans:
Guidlines for Individualizing Client Care Across the Life Span, Edition 8.
Philadelphia: F.A. Davis Company.
Jones,Riyad Karmy, et.all. 2005. Thoracic Trauma and Critical Care. Massacushet:
Kluwer Academic Publisher.
Pooler,Charlotte. 2009. Porth Pathophysiology: Concept of Altered Healt State.
Philladhelphia: Lippincott Willian & Wilkins.
Bulechek. 2013. Nursing Intervension Classification (NIC). Jakarta : CV.Mocomedia.
Moorhead. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta : CV.Mocomedia.
Ed. Herman T.H and Komitsuru.S. 2015. Nanda Internasional Nursing Diagnosis,
Definition and Classification 2015-2017. Ahli Bahasa Budi Anna Kliat. Jakarta :
EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
(SDKI). Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

23

Anda mungkin juga menyukai