Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

FROZEN SHOULDER SYNDROME DI RUANG FLAMBOYAN 2

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TEMANGGUNG

DI SUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

ANTON KRISWANTORO

ANDREAS KRISTIAWAN

DEVI ELISA

ELVARA EXA FRENANDA

INTANIA SEKAR PUTRI

RIMA TESALONIKA

AKADEMI KEPERAWATAN NGESTI WALUYO PARAKAN

2019
BAB I
KONSEP DASAR MEDIK
A. ANATOMI FISIOLOGI
Secara anatomi sendi bahu merupakan sendi peluru (ball and socket joint) yang terdiri atas
bonggol sendi dan mangkuk sendi. Cavitas sendi bahu sangat dangkal, sehingga memungkinkan
seseorang dapat menggerakkan lengannya secara leluasa dan melaksanakan aktifitas sehari-hari.
Namun struktur yang demikian akan menimbulkan ketidakstabilan sendi bahu dan
ketidakstabilan ini sering menimbulkan gangguan pada bahu. Sendi bahu merupakan sendi yang
komplek pada tubuh manusia dibentuk oleh tulang-tulang yaitu : scapula (shoulder
blade),clavicula (collar bone),humerus (upper arm bone), dan sternum. Daerah persendian bahu
mencakup empat sendi, yaitu sendi sternoclavicular, sendi glenohumeral, sendi
acromioclavicular, sendi scapulothoracal. Empat sendi tersebut bekerjasama secara secara
sinkron. Pada sendi glenohumeralsangat luas lingkup geraknya karena caput humeri tidak masuk
ke dalam mangkok karena fossa glenoidalis dangkal (Sidharta, 1984). Berbeda dngan cara
berpikir murni anatomis tentang gelang bahu, maka bila dipandang dari sudut klinis praktis
gelang bahu ada 5 fungsi persendian yang kompleks, yaitu:
1. Sendi Glenohumeralis
Sendi ini merupakan sendi synovial yang menghubungkan tulang humerus (caput humerus)
dengan scapula (cavitas glenoidalis). Caput humerus berbentuk hampir setengah bola
berdiameter 3 centimeter bernilai sudut 153° dan cavitas glenoidalis bernilai sudut 75º, keadaan
ini yang membuat sendi tidak stabil. Adanya labrium glenoidalis, jaringan fibrocartilaginous dan
menghadapnya fossa glenoidalis agak ke atas membuat sendi ini sedikit lebih stabil lagi. Ada 9
buah otot yang menggerakkan sendi ini, yaitu : m.deltoideus, m.supraspinatus, m.infraspinatus,
m.subscapularis, m.teres minor, m.latasimus dorsi, m.teres mayor, m.coracobracialis dan
m.pectoralis mayor. m.deltoideus dan otot-otot rotator cuff (m.supraspinatus, m.infraspinatus,
m.subscapularis, m.teres minor) tergolong prime mover (otot penting dalam memindahkan
barang) dan fungsinya sebagai abduktor lengan.
Gerakan abduksi sendi Glenohumeralis dipengaruhi oleh rotasi humerus pada sumbu
panjangnya. Da\ri posisi lengan menggantung ke bawah dan telapak tangan menghadap tubuh,
gerakan abduksi lengan secara aktif hanya mungkin sampai 90° saja (bila dilakukan secara pasif
bisa sampai 120°) dan gerakan elevasi selanjutnya hanya mungkin apabila disertai rotasi ke luar
dari humerus pada sumbunya. Hal ini dilakukan agar turbeculum mayus humeri berputar ke
belakang acromion, sehingga gerakan selanjutnya ke atas tidak terhalang lagi. Sebaliknya bila
lengan berada dalam rotasi ke dalam, maka gerakan abduksi hanya mungkin sampai 60° saja.
2. Sendi Acromioclavicular
Sendi ini merupakan persendian antara acromion dan extermitas acromialis clavicula. Kedua
bagian tulang ini di dalam ruang sendinya dihubungkan melalui suatu cakram yang terdiri dari
jaringan fibrocartilaginous dan sendi ini diperkuat oleh ligamentum acromioclavicularis superior
dan inferior. Pada waktu scapula rotasi ke atas (saat lengan elevasi) maka terjadi rotasi clavicula
mengitari sumbu panjangnya. Rotasi ini akan menyebabkan elevasi clavicula. Elevasi pada sudut
30° pertama terjadi pada sendi sternoclavicularis kemudian 30° berikutnya terjadi akibat rotasi
clavicula ini.
3. Sendi Sternoclavicularis
Sendi ini merupakan persendian antara sternum dan extermitas sternalis clavicula. Kedua bagian
tulang ini di dalam ruang sendinya juga dihubungkan melalui suatu cakram. Sendi ini diperkuat
oleh ligamentum clavicularis dan costo clavicularis. Adanya ligamen ini maka sendi
costosternalis dan costovertebralis (costa 1) secara tidak langsung mempengaruhi gerakan sendi
glenohumeralis secara keseluruhan.
4. Sendi Suprahumeral
Sendi ini bukan merupakan sendi sebenarnya, tetapi hanya merupakan articulatio (persendian)
protektif antara caput humeri dengan suatu arcus yang dibentuk oleh ligamentum
coracoacromialis yang melebar. Ligamen ini fungsinya untuk melindungi sendi glenohumeralis
terhadap trauma dari atas dan sebaliknya mencegah dislokasi ke atas dari caput humeri. Ligamen
ini juga menjadi hambatan pada waktu abduksi lengan. Di dalam sendi yang sempit ini terdapat
struktur-struktur yang sensitif yaitu: cursae subacromialis dan subcoracoideus, tendon
m.supraspinatus, bagian atas kapsul sendi glenohumeralis, tendon m. biceps serta jaringan ikat.

B. DEFINISI
Frozen Shoulder adalahsuatu patologi yang ditandai dengan nyeri, limitasi gerakan sendi
glenohumeralis baik secara aktif maupun pasif tanpa perubahan radiologis, kecuali adanya
oestopenia atau klasifikasi tendinitis. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan
bahwa kasus ini merupakan patologi yang belum diketahui penyebabnya atau idopatik yang
menyebabkan nyeri, penurunan lingkup gerak sendi dan mengakibatkan penurunan aktifitas
fungsional ( Salim, 2013)
C. ETIOLOGI
Frozen Shoulder adalah penyakit kronis yang ditandai dengan adanya keterbatasan gerak pada
saat gerakan aktifmaupun pasif yang disertai dengan nyeri pada sendi glenohumeral dengan
penyebab yang tidak diketahui pasti atau idopatikdan mungkin penyebab yang lainnya yaitu
imunologi, inflamasi, biokimia dan perubahan endokrin (Donatelli, 2004).

D. TANDA GEJALA
Pembengkakan
Mati rasa
Kesemutan
Kelemahan
Nyeri
Kehangatan di daerah
Kemerahan atau perubahan warna lain
Memar
Keterbatasan dalam jangkauan gerak normal bahu atau lengan

E. KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin muncul akibat frozen shoulder adalah kaku dan nyeri pada bahu yang
berlangsung lama.Pada beberapa kasus,pasien mengalami kaku atau nyeri bahu hungga 3 tahun
pasca mendapat penanganan.Komplikasi lain dapat terjadi pasca menjalani manipulasi
bahu,yaitu patah pada tulang lengan atas (humerus/terjadi robekan pada otot bisep)

F. PATOFISIOLOGI
Frozen Shoulder dapat terjadi karena penimbunan kristal kalsium fosfat dan kalsium karbonat.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon dan biasanya menyebar menuju ruang bawah
bursa subdeltoideus sehingga terjadi radang bursa. Radang bursa terjadi berulang-ulang karena
adanya penekanan yang terus menerus dapat menyebabkan penebalan dinding dasar dengan
bursa akhirnya terjadi perikapsulitis adhesiva (Kuntono, 2004).
Pada frozen shoulder terdapat beberapa fase antara lain: (1) fase nyeri(painful), (2) fase
kaku(freezing), (3) fase kaku(frozen), (4) fase mencair(thawing).
G. PATHWAY
Kristal Kalsium Fosfat Kalsium Karbonat

Penimbunan

Pada Tendon Pasien tidak proses terjadinya penyakit

Menyebar
Defisit Pengetahuan

bursa subdeltoideus

radang bursa

Perikapsulitis adhesive Nyeri

Gangguan Pola Tidur

Nyeri Akut

H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Rontgen – rontgen menggambarkan ruang antara bola dan soket bahu, yang dapat menentukan
apakah ada pelepasan sambungan (dislokasi) atau ketidakstabilan.
MRI – Sebuah proses pencitraan resonansi magnetik dapat menggambarkan rincian yang
berkaitan dengan saraf, tendon, dan ligamen untuk menyelidiki kemungkinan penyebab lain dari
nyeri bahu yang tidak muncul di sinar-x.
Myelography atau CT scan – CT scan bisa mendapatkan apa yang MRI dapat, dan sering
digunakan sebagai pilihan lain untuk memastikan hasil MRI.
Elektromiografi atau EMG – Ini, bersama dengan tes kecepatan pengantaran saraf atau tes NCV,
dapat digunakan untuk mendiagnosa penyebab nyeri, mati rasa, dan kesemutan di bahu.

I. PENATALAKSANAAN
Non Surgical :
a. Non steroid anti inflamantory : aspirin dan ibu profen untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan
b. steroid injection : cortisone untuk anti inflamasi
c. akupuntur
d. terapi fisik
Surgical :
a. Athroscopic capsular release bertujuan untuk mengurangi gejala dengan melakukan fisioterapi.
Prosedur ini dilakukan bersama MUA
b. Manipulation Under Anaesthetic (MUA) dilakukan oleh ahli bedah. Teknik ini berguna untuk
memblok saraf regional sehingga pasien tidak bergerak ketika dilakukan tindakan
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Anamnesis
a. Anamnesis Umum
Dari anamnesis didapatkan hasil meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, dan
alamat
b. Ananemis Khusus
Dari anamnesis khusus didapatkan hasil berikut :
1) Keluhan Utama
2) Riwayat Penyakit Sekarang
2. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-tanda vital, nadi, suhu, respiration rate, saturasi oksigen
b. Pemeriksaan Heat To Toe
c. Pengkajian Pola Gordon

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan imobilisasi
3. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi

C. Rencana Keperawatan
1. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah nyeri akut dapat teratasi
dengan kriteria hasil :
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dari skala berat-skala ringan
3. TTV normal
TD : 120/80 mmhg
N : 60-100x/menit
RR : 12-20x/menit
S : 36,5-37,5 C
Intervensi :
1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif yang meliputi
lokasi,karakteristik,frekuensi,kualitas,intensitas atau beratnya dan factor pencetus
2. Ajarkan prinsip prinsip manajemen nyeri
3. Libatkan keluarga dalam modalitas penurun nyeri jika memungkinkan
4. Berikan informasi mengenai nyeri seperti penyebab nyeri,berapa lama nyeri
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgesic

2. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah gangguan pola tidur dapat
teratasi dengan kriteria hasil :
1. Meningkatnya pola tidur
2. Kualitas tidur yang baik
3. Nyeri berkurang ketika tidur
Intervensi
1. Tentukan pola tidur atau aktivitas pasien
2. Monitor pola tridur pasien dan catat kondisi fisik missal nyeri atau ketidaknyamanan
3. Ajarkan pasien untuk melakukan relaksasi untuk memancing tidur
4. Kolaborasi dengan jeluarga mengenai teknik meningkatkan tidur

3. Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x30 menit masalah defisiensi pengetahuan
dapat teratasi dengan kriteria hasil :
1. Pasien dapat mengetahui factor penyebab proses terjadinya penyakit
2. Pasien dapat mengerti tanda dan gejala penyakit
3. Pasien dapat mengerti factor resiko penyakit
4. Pasien dapat mengetahui potensial yang dapat timbul karena penyakit
Intervensi :
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien terkait dengan proses penyakit yang spesifik
2. Jelaskan tanda dan gejala yang umum dari penyalkit sesuai kebutuhan
3. Identifikasi kemungkinan penyebab penyakit,seperti kebutuhan
4.Berikan informasi kepada pasien mengenai kondisinya
5. Edukasi pasien mengenai tanda dan gejala yang harus dilaporkan kepada petugas kesehatan
6. Kolaborasi dengan keluarga untuk mengantisipasi factor resiko penyakit yang dapat timbul
pada pasien

DAFTAR PUSTAKA
Shirdarta Priguna, Dr.1984.Sakit Neuro Muskulosekeletal Dalam Praktek Klinik,PT Dian
Rakyat:Jakarta

Anda mungkin juga menyukai