Anda di halaman 1dari 121

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU

OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN MODALITAS CHEST


PHYSIOTHERAPY DAN CHEST MOBILITY EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
IRMA AYU NURAFFIRDA
NIM:30618022

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2021

i
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU
OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN MODALITAS CHEST
PHYSIOTHERAPY DAN CHEST MOBILITY EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
IRMA AYU NURAFFIRDA
NIM:30618022

PROGRAM STUDI D3 FISIOTERAPI


FAKULTAS KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI
2021

i
HALAMAN PERSETUJUAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN MODALITAS CHEST
PHYSIOTHERAPY DAN CHEST MOBILITY EXERCISE

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:
IRMA AYU NURAFFIRDA
NIM. 30618022

Telah disetujui
Pada tanggal 6 Mei 2021

Pembimbing

Diyah Proboyekti, SSt.FT., M.Or

Mengetahui,
Program Studi D3 Fisioterapi
Fakultas Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Yefi Purwasih, SST., M.Kes


Ketua Program Studi

ii
HALAMAN PENGESAHAN

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN MODALITAS CHEST
PHYSIOTHERAPY DAN CHEST MOBILITY EXERCISE

Oleh:

IRMA AYU NURAFFIRDA

NIM. 30618022

Telah diuji pada tanggal 6 Mei 2021

Oleh Tim Penguji:

Penguji I : Diyah Proboyekti, SSt.FT., M.Or ( )

Penguji II : Indra Cahyadinata, SST. FT., M.Kes ( )

Penguji III : Whida Rahmawati, SST.FT.,M.Kes ( )

Mengetahui:
Program Studi D3 Fisioterapi
Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Ika Rahmawati, S.Kep.Ns., M.Kep


Dekan

iii
iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan

bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah

dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK) dengan Modalitas Chest Physiotherapy dan Chest

Mobility Exercise”, dengan lancar.

Bersama ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Dra. EC Lianawati, MBA, selaku Ketua Yayasan Bhakti Wiyata Kediri.

2. Prof. Dr. apt. Muhamad Zainuddin, selaku Rektor Institut Ilmu Kesehatan

Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan pendidikan.

3. Ika Rahmawati, S.Kep., M.Kep. selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Institut

Ilmu Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang telah memberikan

kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan pendidikan.

4. Yefi Purwasih, SST., M.Kes selaku Ketua Program Studi D3 Fisioterapi

Fakultas Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri yang

senantiasa membimbing kami untuk menyelesaikan pendidikan.

5. Diyah Proboyekti, SSt.FT., M.Or sebagai pembimbing yang memberikan

masukan, pengarahan, semangat, petunjuk serta selalu tetap sabar dalam

membimbing kami sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat

terselesaikan dengan baik.

v
6. Indra Cahyadinata, SST.FT., M.Kes dan Whida Rahmawati, SST.FT.,M.Kes

selaku penguji II dan III yang telah memberikan saran dan kritikan yang

membangun sehingga Karya Tulis Ilmiah dapat terselesaikan dengan baik.

7. Orang tua saya yang telah memberikan do’a dan dukungan secara moral

maupun material selama pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

8. Teman-temanku seperjuangan keluarga besar D3 Fisioterapi tingkat 3 Institut

Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri serta semua pihak yang telah mendukung

dan membantu dalam Karya Tulis Ilmiah

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah

memberikan kesempatan, dukungan dan bantuan dalam menyelesaikan karya tulis

ilmiah ini. Kami sadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna,

tetapi kami berharap karya tulis ilmiah ini bermanfaat bagi pembaca.

Kediri, 6 Mei 2021

Penulis

vi
ABSTRAK

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PENYAKIT PARU


OBSTRUKSI KRONIS (PPOK) DENGAN MODALITAS CHEST
PHYSIOTHERAPY DAN CHEST MOBILITY EXERCISE

Irma Ayu NurAffirda, Diyah Proboyekti¹


Program Studi D3 Fisioterapi Fakultas Kesehatan, Institut Ilmu Kesehatan
Bhakti Wiyata Kediri

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang
ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya
reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon
inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun yang berbahaya.Tujuan penulisan
Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada
kondisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan modalitas Chest
Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise. Metode studi kasus digunakan dalam
penyusunan Karya Tulis Ilmiah yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Paru
Dungus Madiun pada tanggal 15 s/d 21 Januari 2021 yang dilakukan sebanyak 6
kali selama seminggu dengan 6 kali terapi. Intervensi yang digunakan untuk dapat
mengatasi problematika yang timbul pada pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK) adalah Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises. Hasil dari
penatalaksanaan fisioterapi dengan menggunakan modalitas tersebut adalah
penurunan derajat sesak napas, pengeluaran sputum, peningkatan ekspansi sangkar
thorax serta peningkatan kemampuan fungsional pasien. Kesimpulan yang
didapatkan adalah pemberian modalitas Chest Physiotherapy berupa diafragma
breathing exercise, percussion dan vibration dilakukan selama 6 kali terapi dengan
durasi 20-30 menit, interval latihan 3 menit latihan dan 3 menit istirahat. Chest
Mobility Exercise berupa rib rotation, lateral stretching dan trunk rotation diulangi
sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30 detik yang dapat mengurangi derajat
sesak napas, peningkatan ekspansi sangkar thorax, pengeluaran sputum serta
peningkatan kemampuan fungsional pasien. Saran yang diberikan kepada pasien
yaitu dalam melakukan latihan pasien harus memiliki kesungguhan dan semangat
dalam melakukan terapi ataupun menaati larangan yang telah dianjurkan oleh
terapis, sehingga dibutuhkan motivasi dan semangat dari pasien serta dukungan
keluarga dan lingkungan.

Kata kunci : Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK), Chest Physiotherapy,


Chest Mobility Exercise

vii
ABSTRACT
Management Physiotherapy in Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD) with Chest Physiotherapy and Chest Mobility Exercise
Irma Ayu NurAffirda, Diyah Proboyekti¹
D3 Physiotherapy Study Program, Faculty of Health, Institut Ilmu
Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a chronic lung disease


characterized by obstruction of airflow in the airways that is not completely
reversible. This air resistance is progressive and is related to the pulmonary
inflammatory response to harmful particles or toxic gases. The purpose of this
Scientific Paper (KTI) is to determine the management of physiotherapy in Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD) with Chest Physiotherapy and Chest
Mobility Exercise modalities. Case study method was used in the preparation of
Scientific Writing which was carried out in the inpatient department of the Dungus
Madiun General Hospital on January 15-21, 2021, which was carried out 6 times a
week with 6 treatments. The interventions used to overcome the problems that arise
in patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) are chest
physiotherapy and chest mobility exercises. The results of the management of
physiotherapy using these modalities are a decrease in the degree of breath pressure,
sputum removal, an increase in thoracic cage expansion and an increase in the
patient's functional ability. The conclusion is the provision of Chest Physiotherapy
modalities in the form of diaphragm breathing exercise, percussion and vibration is
carried out for 6 treatments with a duration of 20-30 minutes, 3 minutes of exercise
interval and 3 minutes of rest. Chest Mobility Exercise in the form of rib rotation,
lateral stretching and trunk rotation is repeated 6 times on each side with a 30
second delay which can reduce the degree of shortness of breath, increase thoracic
cage expansion, sputum release and increase the patient's functional ability.
Suggestions given to patients are that in exercising the patient must have
seriousness and enthusiasm in doing therapy or obeying the prohibitions
recommended by the therapist, so that motivation and enthusiasm from the patient
and family and environmental support are needed.
Keywoards : Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD), Chest
Physiotherapy, Chest Mobility Exercises

viii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL DALAM ................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................. v
ABSTRAK ............................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN DAN ISTILAH ................. xiv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1


A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan .......................................................................... 4
D. Manfaat ........................................................................................ 4
E. Batasan Masalah ........................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6


A. Deskripsi Kasus ............................................................................ 6
1. Definisi .................................................................................... 6
2. Derajat Penyakit Paru Obstruksi Kronis ................................... 6
3. Anatomi .................................................................................. 7
4. Mekanisme Pernapasan ............................................................ 12
5. Etiologi .................................................................................... 14
6. Patofisiologi............................................................................. 15
7. Manifestasi klinis .................................................................... 16
8. Prognosis ................................................................................ 16
9. Diagnosis Banding ................................................................... 17
B. Problematika Fisioterapi ............................................................... 17
1. Body Function ......................................................................... 18
2. Body Structures ....................................................................... 18
3. Activities and participation ..................................................... 18
4. Environmental factor .............................................................. 19
5. Personal factor ........................................................................ 19
C. Intervensi Fisioterapi .................................................................... 20
1. Chest Physiotherapy ................................................................ 20
2. Chest Mobility Exercise .......................................................... 29
3. Intervensi Terpilih .................................................................. 32

ix
BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................. 36
A. Kerangka Konsep ......................................................................... 36
B. Deskripsi Kerangka Konsep ......................................................... 37

BAB IV METODE PENELITIAN DAN PENATALAKSANAAN


FISIOTERAPI ................................................................................... 39
A. Rencana Penelitian ....................................................................... 39
B. Rencana Pengkajian...................................................................... 39
1. Pemeriksaan Subjektif ............................................................. 39
2. Pemeriksaan Obyektif .............................................................. 42
C. Pemeriksaan Gerak Dasar ............................................................ 49
1. Pemeriksaan Gerak Aktif ........................................................ 49
2. Pemeriksaan Gerak Pasif ......................................................... 51
3. Pemeriksaan gerak isometric (melawan tahanan) ..................... 52
4. Pemeriksaan kognitif, Intrapersonal, Interpersonal ................. 53
5. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dasar ............................ 53
6. Pemeriksaan Spesifik .............................................................. 54
D. Problematika Fisioterapi .............................................................. 59
E. Tujuan Fisioterapi ........................................................................ 61
F. Teknologi Alternatif .................................................................... 62
G. Pelaksanaan Tindakan Fisioterapi ................................................ 62
1. Chest Physiotherapy ................................................................ 63
2. Chest Mobility Exercise ........................................................... 65
H. Rencana Evaluasi ........................................................................ 67
I. Edukasi ........................................................................................ 69

BAB IV PEMBAHASAN ....................................................................... 71


A. Terapi Pertama (T1) 15 Januari 2021 ........................................... 71
B. Terapi Kedua (T2) 16 Januari 2021 ............................................. 73
C. Terapi Ketiga (T3) 18 Januari 2021 ............................................. 74
D. Terapi Keempat (T4) 19 Januari 2021 .......................................... 75
E. Terapi kelima (T5) 20 Januari 2021 ............................................. 77
F. Terapi Keenam (T6) 21 Januari 2021 ........................................... 79

BAB V PENUTUP ................................................................................. 85


A. Kesimpulan ................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................... 85

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 88


LAMPIRAN ............................................................................................ 90

x
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel II.1 Diagnosa banding PPOK .................................................... 17
Tabel IV.1 Skala Borg........................................................................... 48
Tabel IV.1 Hasil Pemeriksaan Perkusi .................................................. 48
Tabel IV.2 Hasil Pemeriksaan Gerak Aktif ........................................... 50
Tabel IV.3 Hasil Pemeriksaan Gerak Pasif ........................................... 51
Tabel IV.4 Hasil Pemeriksaan Gerak Isometrik .................................... 52
Tabel IV.5 Skala Borg .......................................................................... 55
Tabel IV.6 Klasifikasi Tingkat Keparahan Keterbatasan Aliran Udara
pada COPD ......................................................................... 56
Tabel IV.7 Hasil pemeriksaan spirometri .............................................. 56
Tabel IV.8 Pengukuran Ekspansi Sangkar Thoraks menggunakan
Midline ............................................................................... 58
Tabel IV.9 Hasil Pemeriksaan Six Minute Walking Test ...................... 59
Tabel IV.10 Hasil Evaluasi Derajat Sesak Napas .................................... 67
Tabel IV.11 Hasil Evaluasi Sangkar Thorax .......................................... 68
Tabel IV.12 Hasil Evaluasi Aktivitas Fungsional ................................... 68
Tabel IV.13 Hasil Evaluasi Kapasital faal paru ...................................... 69

Tabel V.1 Hasil Kesimpulan Terapi pada Skala Borg .......................... 80


Tabel V.2 Hasil Kesimpulan Terapi Ekspansi Sangkar Thorax ........... 81
Tabel V.3 Hasil Kesimpulan Spirometry ............................................. 82
Tabel V.4 Hasil Kesimpulan Aktivitas Fungsional ............................... 82

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar II.1 Anatomi pernafasan ....................................................... 8
Gambar II.2. Paru-paru ........................................................................ 11
Gambar II.3 Otot-otot pernapasan ....................................................... 12
Gambar II.4 Diaphragmatic Breathing Exercises ................................ 21
Gambar II.5 Diagram persebaran letak sputum ................................... 22
Gambar II.6 Posisi segmen 1 dan 2 ..................................................... 23
Gambar II.7 Posisi segmen 3 dan 4 ..................................................... 23
Gambar II.8 Posisi segmen 5 dan 6 ..................................................... 24
Gambar II.9 Posisi segmen 7 .............................................................. 24
Gambar II.10 Posisi segmen 8 .............................................................. 25
Gambar II.11 Posisi segmen 9 .............................................................. 25
Gambar II.12 Posisi segmen 10............................................................. 26
Gambar II.13 Posisi segmen 11 dan 12 ................................................. 26
Gambar II.14 Posisi segmen 13............................................................. 26
Gambar II.15 Posisi segmen 14............................................................. 27
Gambar II.16 Posisi segmen 15 dan 16 ................................................. 27
Gambar II.17 Percussion ...................................................................... 28
Gambar II.18 Vibration ........................................................................ 28
Gambar II.19 Coughing ........................................................................ 29
Gambar II.20 Rib torsion ...................................................................... 30
Gambar II.21 Lateral streatching .......................................................... 31
Gambar II.22 Trunk rotation ................................................................. 31
Gambar III.1 Kerangka Konsep ........................................................... 36
Gambar IV.1 Pemeriksaan Tekanan Darah .......................................... 44
Gambar IV.2 Pemeriksaan Denyut Nadi .............................................. 44
Gambar IV.3 Pemeriksaan Frekuensi Pernapasan ................................ 45
Gambar IV.4 Pemeriksaan Suhu Tubuh ............................................... 46
Gambar IV.5 Pemeriksaan Saturasi Oksigen ....................................... 47
Gambar IV.6 Pemeriksaan Palpasi ....................................................... 48
Gambar IV.7 Hasil Pemeriksaan Spirometry ....................................... 49
Gambar IV.8 Pemeriksaan Ekspansi Sangkar Thorax .......................... 49
Gambar IV.9 Hasil Pemeriksaan Spirometri ........................................ 56
Gambar IV.10 Hasil pemeriksaan spirometry ........................................ 57
Gambar IV.11 Pemeriksaan Ekspansi Sangkar Thorax ........................... 58
Gambar IV.12 Pemeriksaan six minute walking test .............................. 59
Gambar IV.13 Diaphragmatic Breathing Exercises ................................ 64
Gambar IV.14 Percussion ..................................................................... 64
Gambar IV.15 Vibration......................................................................... 65
Gambar IV.16 Rib Rotation ................................................................... 66
Gambar IV.17 Lateral Streatching ........................................................ 66
Gambar IV.18 Trunk Rotation ............................................................... 67

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 : Layak Etik ......................................................................... 90
Lampiran 2 : Surat Ijin Penelitian ............................................................. 91
Lampiran 3 : Informed Concent .............................................................. 92
Lampiran 4 : Status Klinik ..................................................................... 93
Lampiran 5 : Hasil Rotgen ...................................................................... 103
Lampiran 6 : Lembar Konsultasi ............................................................. 104
Lampiran 7 : Biodata Penulis .................................................................. 106

xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH

Daftar Arti Lambang:

( : kurung buka
) : kurung tutup
: : pembagi
/ : atau
% : persen
≥ : lebih besar atau sama dengan
< : lebih kecil

Daftar Singkatan:

ACBT : Active Cycle of Breathing Technique


BC : Breathing Control
DEPKES RI : Depertemen Kesehatan Republik Indonesia
FET : Forced Expiration Technique
KVP : Kapasitas Vital Paksa
PDPI : Perkumpulan Dokter Paru Indonesia
PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronik
TEE : ThoracicExpansion Exercise
VEP : Volume Ekspirasi Paksa
WHO : World Health Organization

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara didunia yang penduduknya

mempunyai kebiasaan merokok mulai yang muda sampai orang tua. Merokok

menjadi salah satu kegiatan yang dianggap sudah biasa di masyarakat kita,

dimanapun dan kapanpun kita berada, baik di desa maupun di kota. Faktor

resiko lain selain merokok yaitu paparan inhalasi bahan bakar biomassa, debu

dan asap kimia (Kim et al., 2012). Salah satu akibat dari banyaknya pengguna

rokok yaitu meningkatnya penderita Penyakit Paru Obtruksi Kronis (PPOK)

dimasyarakat (Naser, 2016). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah

penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif

dan berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan

atau gas (GOLD, 2017). Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) terdiri dari

bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya (PDPI, 2003).

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) penyebab umum penyakit

pernapasan kronik dan merupakan penyebab kematian nomor 4 di dunia (Basri

et al., 2017). Hasil dari Riskesdas (2013), Prevalensi PPOK di Jawa Timur

mencapai 3,6% dengan jumlah penderita laki-laki sebanyak 4,2% dan penderita

perempuan sebanyak 3,3%. Pasien PPOK berdasarkan sudut pandang

fisioterapi dapat menimbulkan berbagai tingkat gangguan yaitu impairment

berupa nyeri dada dan sesak nafas, terjadinya perubahan pola pernapasan,

1
2

rileksasi menurun, perubahan postur tubuh, functional limitation meliputi

gangguan aktivitas sehari-hari karena keluhan-keluhan tersebut diatas dan pada

tingkat participation restriction yaitu berat badan menjadi menurun (Cross et

al., 2010).

Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) menurut Global

Intiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2019), terbagi menjadi 4 yaitu

Grade 1 ringan (Mild) dengan interpretasi FEV1 80% predicted, Grade 2

sedang (Moderate) dengan interpretasi 50%  FEV1< 80% predicted, Grade 3

berat (Severe) dengan interpretasi 30%  FEV1 < 50% predicted, Grade 4 sangat

berat (Very severe) dengan interpretasi FEV1 < 30% predicted. Gejala klinis

derajat PPOK (1) PPOK ringan ditandai dengan batuk produksi sputum dan

keterbatasan aliran udara, (2) PPOK sedang ditandai dengan semakin

memburuknya hambatan udara disertai adanya pemendekan dalam bernafas, (3)

PPOK berat ditandai dengan keterbatasan bernafas, sesak yang semakin berat

dan penurunan kapasitas latihan, (4) PPOK sangat berat ditandai dengan

hambatan aliran udara yang berat dan ditambah dengan adanya gagal jantung.

Penelitian menurut (Cross et al., 2010) dengan judul ”A Randomised

Controlled Equivalence Trial to Determine the Effectiveness and Cost–Utility

of Manual Chest Physiotherapy Techniques in the Management of

Exacerbations of Chronic Obstructive Pulmonary Disease” menyatakan setelah

dilakukan Chest Physiotherapy diketahui belum ada penurunan jumlah sputum

yang signifikan, namun dibandingkan dengan pasien yang tidak dilakukan

Chest Physiotherapy. Pasien yang mendapat Chest Physiotherapy memiliki


3

kualitas hidup yang lebih baik, Chest Physiotherapy merupakan teknik terapi

yang membutuhkan skill dan kekuatan dari terapis, serta kesiapan fisik dan

mental pasien. Chest Physiotherapy terdiri dari breating exercise, postural

drainage, percussion, vibration, dan cough. Durasi Chest Physiotherapy

dilakukan selama 2-6 kali seminggu dengan durasi 20-30 menit, interval 3

menit latihan dan 3 menit istirahat.

Penelitian menurut (Mehta et al., 2015) yang berjudul “Combined Effect

of PNF Stretching with Chest Mobility Exercise on Chest Expansion and

Pulmonary Functions for Elderly” yang menyatakan bahwa chest mobility

exercises adalah salah satu teknik dalam fisioterapi dalam meningkatkan

mobilitas dinding dada, teknik chest mobility exercises terdiri dari rib torsion,

lateral stretching, trunk rotation, dan sebagainya. Durasi intervensi diulangi

sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30 detik dan dilakukan selama

seminggu total 7 sesi.

Penulis memilih modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility

Exercise sebagai intervensi untuk kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK) karena kedua modalitas tersebut dapat membantu mengeluarkan

sputum dengan efektif serta dapat meningkatkan mobilitas dinding dada.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang diatas adalah

bagaimanakah penatalaksanaan fisioterapi pada kondisi Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK) dengan modalitas Chest Physiotherapy dan Chest

Mobility Exercise ?
4

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi

pada kondisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan modalitas

Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise.

2. Tujuan Khusus

a. Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi

pada kondisi Penyakit Paru Obtruksi Kronis (PPOK) dengan modalitas

Chest Physiotherapy.

b. Karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi

pada kondisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan modalitas

Chest Mobility Exercise.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan untuk memperdalam

pengetahuan tentang penggunaan modalitas Chest Physiotherapy dan Chest

Mobility Exercise pada kondisi penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

2. Bagi Institusi

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan referensi

penatalaksanaan fisioterapi pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)

dengan modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise.


5

3. Bagi Pasien dan Masyarakat

Karya Tulis Ilmiah ini diharapakan dapat memberikan informasi,

edukasi serta pemahaman kepada pasien PPOK, keluarga dan masyarakat

tentang gambaran dari PPOK, tanda dan gejala serta faktor resiko dari

PPOK. Selain itu juga memberikan pemahaman dan tindakan fisioterapi

yang dapat diberikan untuk meningkatkan kualitas hidup pada pasien

PPOK.

4. Bagi Fisioterapis

Karya Tulis Ilmiah ini dapat digunakan untuk meningkatkan

pengetahuan dalam memberikan solusi pada kasus PPOK dengan

menggunakan modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise.

E. Batasan Masalah

Penulis mengambil batasan masalah penelitian Penyakit Paru Obstruksi

Kronis (PPOK) grade 3 (berat) dengan modalitas Chest Physiotherapy dan

Chest Mobility Exercises.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Kasus

1. Definisi

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak

sepenuhnya reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan

berhubungan dengan respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun

yang berbahaya (GOLD, 2017).

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan penyempitan

jalan napas progressive dan tidak sepenuhnya reversible yang menyebabkan

sesak napas, batuk, dan gangguan pernapasan (Cross et al., 2010).

Pengertian dari Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah penyakit paru

dengan penyempitan jalan napas yang tidak sepenuhnya dan bersifat

progresif.

2. Klasifikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis

Klasifikasi penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut Global

Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2017) diklasifikasikan

menjadi 4 yaitu:

a. Derajat I / ringan

PPOK ringan ditandai dengan gejala klinis (batuk produksi

sputum) dan keterbatasan aliran udara. Nilai Spirometri : FEV1 / FVC <

70%; FEV1 > 80% prediksi.

6
7

b. Derajat II / sedang

PPOK sedang ditandai dengan semakin memburuknya hambatan

aliran udara disertai adanya pemendekan dalam bernafas. Nilai

Spirometri : FEV1 / FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80% prediksi.

c. Derajat III / berat

PPOK berat ditandai dengan keterbatasan bernafas, sesak nafas

yang semakin berat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang

berulang sehongga berdampak pada kualitas hidup penderita. Nilai

Spirometri : FEV1 / FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50% prediksi.

d. Derajat IV / sangat berat

PPOK sangat berat ditandai dengan hambatan aliran udara yang

berat, ditambah dengan adanya gagal napas kronik dan gagal jantung.

Nilai Spirometri : FEV1 / FVC < 70%; FEV1 < 30% prediksi atau FEV1

< 50% prediksi.

3. Anatomi

Respirasi merupakan proses oksigen dari udara masuk ke aliran darah

untuk ditransportasikan ke sel jaringan dan karbondioksida. Karbondioksida

dikumpulkan lalu dikirim kembali ke paru dan dikeluarkan dari tubuh.

Aliran pernafasan bawah terdiri atas trakea, bronkus, bronkiolus dan

alveolus (Malik, 2014)


8

1
2 7
3
8
4
9
5

10
6

11

Gambar II. 1 Anatomi pernafasan (Malik, 2014)


Keterangan:

1. Kavum nasal 7. Faring


2. Nostril 8. Trakea
3. Kavum oris 9. Karina
4. Laring 10. Pulmo sinistra
5. Bronkus dekstra 11. Diafragma
6. Pulmo dekstra

a. Rongga hidung (Cavum Nasalis)

Rongga hidung dilapisi selaput yang kaya akan pembuluh darah.

Daerah pernafasan dilapisi epitelium silinder dan sel epitel berambut

yang mengandung sel lendir. Sekresi sel lendir membuat rongga hidung

basah dan berlendir, Udara masuk melalui hidung akan disaring oleh

bulu-bulu yang terdapat didalam vestibulum. Udara akan kontak dengan

lendir sehingga udara menjadi hangat dan lembab (Pearce, 2013).


9

b. Faring

Faring merupakan pipa berotot berbentuk cerobong yang letaknya

bermula dari dasar tengkorak sampai dengan persambungannya dengan

esofagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Faring dibagi menjadi 3

bagian yaitu dibelakang hidung (nasofaring), dibelakang mulut

(orofaring) dan dibelakang laring (laringo faring) (Pearce, 2013).

c. Laring

Laring menghubungkan faring dengan trachea. Laring berfungsi

untuk mengendalikan getararan pita suara ketika udara di dorong keluar

paru dan melalui laring (Malik, 2014)

d. Trachea

Trachea adalah lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 - 20

cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa. Trachea

dilapisi oleh selaput lendir yang berbulu getar disebut sebagai sel bersilia

yang berguna untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersamaan

dengan udara pernafasan. Trachea terletak pada leher paling depan dan

terus masuk rongga dada sampai bercabang menjadi dua bronkus utama

(Pearce, 2013).

e. Bronkus dan Bronkiolus

Cabang dari bronkus kanan lebih pendek dan lebar daripada cabang

bronkus kiri. Hal ini menyebabkan benda asing lebih mudah masuk

kedalam cabang bronkus sebelah kanan. Segmen dan sub segmen

bronkus bercabang lagi berbentuk seperti ranting dan masuk ke dalam


10

paru-paru. Cabang-cabang ini dinamakan bronkiolus. Perbedaan antara

bronkus dan bronkiolus adalah bronkus dilapisi oleh kartilago sementara

bronkiolus tidak dilapisi dengan kartilago. Bronkiolus dibagi menjadi 3

bagian yaitu bronkiolus terminalis adalah cabang bronkiolous yang

memiliki kelenjar lendir dan silia, bronkiolus superior cabang bronkiolus

terminalis sebagai saluran antara jalan nafas dan jalan pertukaran gas,

duktus alveolar dan sakus alveolar merupakan saluran dari bronkioulus

respiratory (Pearce, 2013).

f. Alveolus

Alveolus merupakan kantong udara yang berukuran sangat kecil

dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbon dioksida (Pearce, 2013).

g. Paru-paru

Paru-paru merupakan alat pernafasan utama. Paru-paru mengisi

rongga dada. Terletak di sebelah kanan dan kiri, dan di tengah dipisahkan

oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang

terletak di dalam mediastinum. Paru-paru adalah organ yang berbentuk

kerucut dengan apeks diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada

klavikula di dalam dasar leher. Pangkal paru-paru berada diatas

diafragma. Paru-paru dibagi menjadi beberapa lobus. Paru-paru kanan

mempunyai tiga lobus dan paru-paru kiri dua lobus. Setiap lobus tersusun

atas lobula (Pearce, 2013).


11

Gambar II.2. Paru-paru (Paulse & Waschke, 2013).

Keterangan:

Paru kanan Paru kiri


Lobus Superior 1-2 Segmentum apicoposterius
1. Segmentum apical 3. Segmentum anterius
2. Segmentum posterius 4. Segmentem lingulare superius
3. Segmentum anterius lobus 5. Segmentum lingulare inferius
medianus Lower lobe
4. Segmentum laterale 6. Segmentum superius
5. Segmentum mediale lobus 7-8 Segmentum basale anterius
inferior 9. Segmentum basale laterale
6. Segmentum superius 10. Segmentum basale posterius
7. Segmentum basale mediale
8. Segmentum basale anterius
9. Segmentum basale laterale

h. Otot-otot pernapasan

Otot-otot pernafasan sangat berperan dalam membantu proses

inspirasi dan ekspirasi diantaranya: Otot inspirasi utama (diafragma,

external intercostalis, levatorcostalis, scalene), Otot bantu inspirasi

(sternocleiomastoideus, trapezius, seratus anterior, pectoralis mayor,

pectoralis minor, latisimusdorsi), Otot ekspirasi utama (internal


12

intercostalis), dan Otot bantu ekspirasi (internal obliq, eksternal obliq,

rectus abdominis, longisimus, ilio costalis lumborum)

1 8

2 9
3 10
4

5 11

6 12
7 13

Gambar II. 3 Otot-otot pernapasan (Paulsen & Waschke, 2013).

Keterangan: 7. m. Transfersusabdominis
1. m. Sternocleidomastoideus 8. m. Trapezius
2. m. Pectoralis minor 9. m. Deltoid
3. m. Internal ontercostal 10. m. Pectoralis mayor
4. m. Serratus anterior 11. m. Lineaalba
5. m. Rectusabdominis 12. m. External oblique
6. m. Internal oblique 13. m. Aponeurosis ext. Oblique

4. Mekanisme Pernapasan

a. Fisiologi Pernapasan

Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang

mengandung oksigen (O2) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara

yang banyak mengandung karbondioksida (CO2) sebagai sisa oksidasi

keluar dari tubuh. Fungsi paru-paru sebagai alat pernapasan sangat


13

kompleks, terutama untuk pertukaran gas (Price, 2012). Proses

pernafasan dibagi menjadi 3 bagian yaitu:

1) Ventilasi Paru

Ventilasi Paru merupakan suatu proses dari siklus inspirasi dan

ekpirasi yang berfungsi untuk mempertahankan kadar oksigen dan

karbondioksida dalam alveoli dan darah arteri dalam keadaan

optimal (Price, 2012).

a) Inspirasi

Inspirasi adalah proses aktif kontraksi otot-otot inspirasi

yang menaikkan volume intratoraks dan bernafas selama tekanan

intra pleura kira-kira 2,5 mmHG (relatif terhadap atmosfer).

Inspirasi menurun sampai 6 mmHg dan paru ditarik ke arah

posisi yang lebih mengembang, di jalan udara menjadi sedikit

negatif dan udara mengalir ke dalam paru. Akhir inspirasi rekoil

menarik dada kembali ke posisi ekspirasi karena tekanan rekoil

paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam jalan

pernapasan seimbang menjadi sedikit positif, udara mengalir

keluar dari paru (Syaifudin, 2013).

Pengaliran udara saat inspirasi ke rongga pleura dan paru

berhenti sebentar ketika tekanan dalam paru bersamaan bergerak

mengelilingi atmosfer. Penguapan pernafasan volume sebuah

paru berkurang karena naiknya tekanan udara untuk memperoleh

dorongan keluar pada sistem pernapasan (Syaifudin, 2013).


14

b) Ekspirasi

Pernapasan tenang bersifat pasif, tidak ada otot-otot yang

menurunkan volume untuk toraks berkontraksi, permulaan

ekaspirasi kontraksi ini menimbulkan kerja yang menahan

kekuatan rekoil dan melambatkan ekspirasi. Inspirasi yang kuat

berusaha mengurangi tekanan intra pleura sampai serendah 30

mmHg, ini menimbulkan pengembangan paru dengan derajat

lebih besar. Ventilasi meningkat dan luasnya deflasi paru dengan

kontraksi otot-otot pernapasan yang menurunkan volume

intratoraks (Syaifudin, 2013).

2) Difusi

Difusi adalah proses dimana terjadi pertukaran oksigen dan

kardioksida pada tempat pertemuan udara dan darah (Price, 2012).

3) Perfusi

Perfusi adalah aliran darah yang tersedia di sirkulasi parudan

berfungsi untuk pertukaran gas (Price, 2012).

5. Etiologi

Etiologi pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah merokok

sebagai penyebab utama. Faktor resiko potensial lainnya yaitu paparan

inhalasi bahan bakar biomassa, debu, dan asap kimia (Kim et al., 2012).

6. Patofisiologi

Patofisiologi pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori
15

terminal. Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) memiliki dua dasar

patologi yaitu bronchitis kronis dengan hipersekresi mukus dan emifsema

paru ditandai pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari

distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dinding tanpa fibrosis.

Penyempitan saluran nafas yang besar dan kecil disebabkan oleh perubahan

konstituen normal terhadap respon inflamasi yang persisten (Fitriana,

2015).

Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamousa akan

mengalami metaplasia, sel-sel silia yang atropi dan kelenjar mukus menjadi

hipertrofi. Proses ini akan di respon dengan terjadinya remodeling saluran

nafas tersebut, remodeling ini akan merangsang dan mempertahankan

inflamasi yg terjadi. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam

lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet,

infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot

polos. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon

inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok (Fitriana,

2015).

Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit

akan melepaskan mediator mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan

struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan

struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan

penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok. Faktor-faktor

inflamasi yang sebelumnya telah ada. Hipersekresi mukus menyebabkan


16

batuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses

ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas

pada saluran nafas yang kecil (Fitriana, 2015).

7. Manifestasi klinis

Manifestasi klinis pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

adalah batuk, dada terasa sesak, sesak napas yang progresif, peningkatan

volume sputum dan berkurangnya berat badan. (Permadi, 2014).

8. Prognosis

Prognosis adalah prediksi perkembangan keadaan diagnostik pasien

atau klien dimasa mendatang setelah mendapatkan intervensi fisioterapi

(DEPKES RI, 2008). Prognosis dibagi menjadi 4 hal yaitu :

a. Quo ad vitam : mengenai hidup dan mati pasien atau apakah penyakit

paru obstruksi kronis (PPOK) mempengaruhi hidup dan mati

penderitanya, prognosis penyakit tersebut adalah dubia ad bonam

apabila tidak terjadi penurunan fungsi paru.

b. Quo ad sanam: mengenai sembuh tidaknya pasien. Prognosis ini dubia

ad bonam karena penyakit ini bisa sembuh apabila penderita bisa

menghindari faktor resiko.

c. Quo ad fungsionam : mengenai fungsi bagian tubuh yang terkena

penyakit. Prognosis untuk penderita penyakit paru obstruksi kronis

(PPOK) ini bersifat dubia ad bonam.

d. Quo ad cosmeticam : mengenai penampilan (estetika) tubuh yang

terkena. Prognosis untuk penderita penyakit paru obstruksi kronis


17

(PPOK) ini dubia ad bonam apabila tidak disertai dengan adanya

perubahan bentuk dada.

Penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) ini memiliki

prognosis kesembuhan yang baik namun semua tergantung dari berat

ringan jenis keadaan, cepat lambatnya penanganan yang diberikan

semakin baik hasilnya juga sebaliknya, namun juga harus dilihat ada

tidaknya komplikasi (DEPKES RI, 2008).

9. Diagnosis Banding

PPOK lebih mudah dibedakan dengan bronkiektasis dan sindroma

pasca TB paru, namun sering kali sulit dibedakan dengan asma bronkial atau

gagal jantung kronik. Perbedaan klinis dan hasil pemeriksaan spirometri

pada PPOK, asma bronkial, dan gagal jantung kronik.

Tabel II.1 Diagnosa banding PPOK (Kemenkes, 2008).

B. Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

menurut WHO 2001 meliputi:


18

1. Body Function

Body Function adalah suatu fungsi fisiologis dari sistem tubuh

termasuk pula pada fungsi psikologis. Gangguan yang terjadi adalah suatu

masalah dalam fungsi atau struktur tubuh sebagai penyimpangan yang

signifikan. Body Function pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK) yaitu :

a. Pain in chest : nyeri pada dada

b. Respiratory rhythm : perubahan pola napas

c. Exercise tolerance function : penurunan toleransi kerja fisik

2. Body structures

Body structures adalah bagian antomis tubuh seperti organ, anggota

badan dan komponennya. Gangguan yang terjadi adalah gangguan struktur

fungsi tubuh sebagai penyimpangan atau kerugian yang signifikan. Body

structures pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu :

a. Structure of lungs, unspecified : adanya gangguan pada struktur paru

b. Structure of respiratory system, other specified : adanya gangguan pada

saluran pernafasan

3. Activities and participation

Aktivitas (activities) adalah pelaksanaan tugas atau tindakan oleh

seorang individu dan partisipasi (participation) adalah keterlibatan dalam

situasi kehidupan. Batasan aktivitas yang terjadi adalah adanya kesulitan

yang mungkin dialami seseorang dalam melaksanakan aktivitas.

Pembatasan partisipasi yang terjadi adalah adanya masalah yang mungkin


19

dialami seseorang dalam keterlibatan situasi kehidupan. Activities and

participation pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu :

a. Walking long distances : kesulitan berjalan jauh dan dapat

menimbulkan sesak napas

b. Socializing : kesulitan bersosialisasi

c. Community life : tidak mampu melakukan aktivitas sosial

4. Environmental factor

Enviromental factor adalah suatu faktor lingkungan yang dapat

membentuk lingkungan fisik, sosial dam sikap pada tempat tinggal dan

melakukan kehidupannya. Enviromental faktor pada kasus Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK yaitu :

a. Immediate family : dukungan keluarga untuk mendukung kesembuhan

pasien

b. Friends : dukungan orang terdekat untuk mendukung kesembuhan

pasien

5. Personal factor

Personal factor adalah faktor yang berasal dari status kesehatan

seseorang, serta latar belakang kesehatan seseorang tersebut. Personal

factor pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu human-

caused events : kebiasaan yang kurang sehat seperti merokok.


20

C. Intervensi Fisioterapi

1. Chest Physiotherapy

a. Definisi

Chest Physiotherapy merupakan teknik fisioterapi yang dirancang

untuk meningkatkan mobilisasi sekresi bronkus, ventilasi dan perfusi,

normalisasikan residual capacity fungsional. Hasil ini didasarkan pada

efek gravitasi dan manipulasi eksternal thorax. Chest Physiotherapy

termasuk breathing exercise, postural drainage, percussion, vibration

dan cough (Cross et al., 2010).

b. Indikasi

Indikasi dari Chest Physiotherapy adalah gejala gejala yang

mungkin muncul seperti sesak napas, batuk, peningkatan produksi

sputum dan perubahan warna sputum (Cross et.al., 2010).

c. Kontra Indikasi

Kontra indikasi dari pemberian Chest Physiotherapy adalah

Ostheophorosis, hipersensitivitas bronkiolus, keganasan pada sistem

pernapasan, emboli paru, hipertensi tak terkontrol, dan gangguan

kognitif (Cross et.al., 2010).

d. Teknik Chest Physiotherapy

Chest Physiotherapy berdasarkan penelitian (Cross et al., 2010)

dengan judul ”A Randomised Controlled Equivalence Trial to Determine

the Effectiveness and Cost–Utility of Manual Chest Physiotherapy

Techniques in the Management of Exacerbations of Chronic Obstructive


21

Pulmonary Disease”, Chest Physiotherapy dilakukan dilakukan selama

2-5 kali seminggu dengan durasi 20-30 menit, interval 3 menit latihan

dan 3 menit istirahat, Chest Physiotherapy meliputi:

1) Breathing Exercise

Breathing Exercise merupakan teknik pernapasan dengan

tujuan untuk mengajarkan pasien cara untuk menurunkan

respiratory rate dan meningkatkan volume tidal (Olszewska, 2011)

a) Diaphragmatic Breathing Exercises

Posisi pasien : Half lying di bed

Pelaksanaan : meminta pasien menarik napas lewat hidung

disertai dengan mengembangkan perutnya dan mengembuskan

dengan mengempiskan perut, lakukan 3-4 kali (Olszewska,

2011)

Gambar II.4 Diaphragmatic Breathing Exercises


(Jones et.al., 2003)

2) Postural drainage

Postural drainage adalah salah satu metode pembersihan jalan

napas yang sudah lama digunakan. Metode Postural drainage


22

melibatkan penyesuaian posisi tertentu serta menggunakan gravitasi

untuk mengalirkan sputum agar lebih mudah dibersihkan (Bowden,

2015).

Posisi pasien: Posisikan pasien sesuai letak sputum

Penatalaksanaan : Posisikan pasiem selama 30 menit (Olszewska,

2011). Selama posisi tersebut bias dilakukan percussion dan

Vibration

Gambar II.5 Diagram persebaran letak sputum (Bowden, 2015)

Posisi Postural Drainage sesuai letak sputumnya:

a) Segmen 1 dan 2 (lobus atas kiri dan kanan bagian atas)

Penatalaksanaan fisioterapi adalah Pasien duduk rilex di

kursi, shoulder bersandar di sandaran, hip sedikit maju, dan

punggung bawah diganjal bantal (Bowden, 2015).


23

Gambar II.6 Posisi segmen 1 dan 2 (Bowden, 2015).

b) Segmen 3 dan 4 (lobus atas kiri dan kanan bagian belakang)

Duduk di kursi, condongkan dada ke depan, sandarkan dada

pada bantal di atas meja (Bowden, 2015).

Gambar II.7 Posisi segmen 3 dan 4 (Bowden, 2015).

c) Segmen 5 dan 6 (lobus atas kiri dan kanan bagian depan)

Pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal

(Bowden, 2015).
24

Gambar II.8 Posisi segmen 5 dan 6 (Bowden, 2015).

d) Segmen 7 (lobus tengah kanan)

Pasien side lying ke kiri, pinggul dan kaki di atas bantal

dengan lutut ditekuk. Tubuh bagian atas sedikit diputar ke

belakang. Tempatkan bantal di antara lutut untuk kenyamanan

(Bowden, 2015).

Gambar II.9 Posisi segmen 7 (Bowden, 2015).

e) Segmen 8 (lobus tengah kiri)

Pasien side lying ke kanan, pinggul dan kaki di atas bantal

dengan lutut ditekuk. Tubuh bagian atas sedikit diputar ke

belakang. Tempatkan bantal di antara lutut untuk kenyamanan

(Bowden, 2015).
25

Gambar II.10 Posisi segmen 8 (Bowden, 2015).

f) Segmen 9 (lobus bawah kanan bagian depan)

Pasien side lying ke kiri, pinggul dan kaki di atas bantal

dengan lutut ditekuk. Tempatkan bantal di antara lutut untuk

kenyamanan (Bowden, 2015).

Gambar II.11 Posisi segmen 9 (Bowden, 2015).

g) Segmen 10 (lobus bawah kiri bagian depan)

Pasien side lying ke kanan, pinggul dan kaki di atas bantal

dengan lutut ditekuk. Tempatkan bantal di antara lutut untuk

kenyamanan (Bowden, 2015).

Gambar II.12 Posisi segmen 10 (Bowden, 2015)


26

h) Segmen 11 dan 12 (lobus bawah kiri dan kanan bagian

belakang)

Pasien prone lying, pinggul dan kaki diganjal bantal.

Posisi kaki harus lebih tinggi dari pada pinggul (Bowden, 2015).

Gambar II.13 Posisi segmen 11 dan 12 (Bowden, 2015).


i) Segmen 13 (lobus kanan bawah bagian samping)

Pasien side lying ke kiri, pinggul dan kaki diganjal bantal.

Tubuh bagian atas sedikit diputar ke depan (Bowden, 2015).

Gambar II.14 Posisi segmen 13 (Bowden, 2015).

j) Segmen 14 (lobus kiri bawah bagian samping)

Pasien side lying ke kanan, pinggul dan kaki diganjal

bantal. Tubuh bagian atas sedikit diputar ke depan (Bowden,

2015).
27

Gambar II.15 Posisi segmen 14 (Bowden, 2015).

k) Segmen 15 dan 16 (lobus bawah kiri dan kanan bagian atas)

Pasien prone lying, pinggul diganjal bantal. Pinggul harus

lebih tinggi dari kaki dan bahu Gambar. (Bowden, 2015).

Gambar II.16 Posisi segmen 15 dan 16 (Bowden, 2015).

3) Percussion

Posisi pasien : pasien dengan posisi postural drainage

Penatalaksanaan: melakukan percussion toraks dengan tangan yang

ditangkupkan dan di tepukkan secara ritmis pada segmen paru yang

akan dibersihkan, perkusi dilakukan selama 15-20 detik (Cross et.al.,

2010).
28

Gambar II.17 Percussion (Cross et.al., 2010).


4) Vibration

Posisi pasien: pasien pada posisi Postural Drainage,

Pelaksanaan: kedua tangan diletakkan pada segmen paru yang akan

dibersihkan, minta pasien untuk inhalasi, Vibration dilakukan

dengan menekan dan megetarkan secara manual dengan kedua

tangan selama ekspirasi vibrasi dilakukan 15-20 detik (Cross et.al.,

2010).

Gambar II.18 Vibration (Cross et.al., 2010).


5) Coughing

Posisi pasien: setelah beberapa kali pengulangan Percussion dan

Vibration, posisikan pasien half lying, letakkan bantal atau kedua

tangan diatas perut (Cross et.al., 2010). Pelaksanaan: minta pasien

menarik napas dalam, lalu batukkan 2 kali, ulangi sebanyak 2 kali

(Cross et.al., 2010).


29

Gambar II.19 Coughing (Kim et.al., 2016)

2. Chest Mobility Exercise

a. Definisi

Chest Mobility Exercise adalah salah satu dari banyak teknik dan

sangat penting dalam fisioterapi dada konvensional untuk

meningkatkan mobilitas dinding dada dan meningkatkan ventilasi

(Mehta et.al,. 2015)

b. Indikasi

Indikasi dari Chest Mobility Exercise adalah penurunan expansi

thorax dan penurunan mobilitas thorax.

c. Kontra Indikasi

Kontra Indikasi dari Chest Mobility Exercise adalah Osteoporosis,

kondisi terkait yang membatasi ekspansi dada (obesitas, scoliosis

parah, spondylitis), operasi dada.

d. Teknik Chest Mobility Exercise

Penelitian menurut (Mehta et al., 2015) yang berjudul “Combined

Effect of PNF Stretching with Chest Mobility Exercise on Chest

Expansion and Pulmonary Functions for Elderly” yang menyatakan


30

bahwa chest mobility exercises adalah salah satu teknik dalam

fisioterapi dalam meningkatkan mobilitas dinding dada, teknik Chest

Mobility Exercises terdiri dari rib torsion, lateral stretching, trunk

rotation, dan sebagainya. Durasi intervensi diulangi sebanyak 6 kali

pada setiap sisi dengan jeda 30 detik dan dilakukan selama seminggu

dengan total 7 sesi. Teknik Chest Mobility Exercise meliputi:

1) Rib Rotation

Posisi pasien : Pasien dengan posisi supine lying

Penatalaksanaan: Terapis berdiri di sisi yang berlawanan,

merenggangkan sisi kanan dada dengan meletakkan tangan di satu

sisi tulang rusuk, memberikan gaya arah yang berlawanan dan hal

yang sama dilakukan di sisi lain (Mehta et al., 2015)

Gambar II.20 Rib torsion (Mehta et al., 2015)

2) Lateral Stretching

Posisi pasien : Berbaring miring diatas bantal

Penatalaksanaan : Terapis meregangkan sisi atas dada dengan

abduksi bahu. Latihan yang sama diulangi di sisi lain (Mehta et al.,

2015)
31

Gambar II.21 Lateral stretching (Mehta et al., 2015)

3) Trunk rotation

Posisi pasien : Pasien dengan posisi sitting

Penatalaksanaan: Terapis berada di belakang pasien lalu dilakukan

rotasi trunk. Pernafasan dalam posisi maju awal fleksi dan rotasi

sisi kiri dilakukan secara lateral (Mehta et al., 2015)

Gambar II.22 Trunk rotation (Mehta et al., 2015)

3. Intervensi Terpilih Berkaitan dengan COVID-19

Fisioterapis dalam memberikan pelayanan harus mengutamakan

keselamatan diri dan pasien. Beberapa modalitas fisioterapis dapat

diberikan kepada pasien tetapi dengan perhatian khusus. Prinsip benefit

(manfaat) dan risk (risiko) harus menjadi pertimbangan utama (Ajimsha et

al., 2002).

Penelitian pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) dengan

intervensi Chest Physiotherapy yang dipilih adalah diaphragmatic


32

breathing exercises, Percussion dan Vibration. Hal ini merujuk pada

peraturan Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) nomor 011 tahun 2020 tentang

Pedoman Umum Pelayanan Fisioterapi di masa Pandemi COVID-19 versi 2.

Pengurus Pusat Ikatan Fisioterapi Indonesia (PP-IFI) menetapkan

Pedoman Umum Pelayanan Fisioterapi di Masa Pandemi COVID-19 versi

2. Beberapa Hal-hal yang direkomendasikan dalam memberikan Intervensi

Fisioterapi adalah :

a. Intervensi pernapasan seperti drainase postural, teknik latihan

pernapasan, dan teknik pembersihan sekresi adalah prosedur yang

berpotensi menghasilkan aerosol. (Tidak ada bukti insentive spirometri

pada pasien dengan COVID-19), sehingga fisioterapi harus

menghindari/ meminimalkan intervensi ini dan harus

mempertimbangkan risiko versus manfaat untuk memulai intervensi ini.

b. Kewaspadaan penularan melalui udara harus diikuti selama melakukan

intervensi fisioterapi. Gunakan APD sesuai panduan sebelum memasuki

ruang pasien.

c. Masker N95 harus sesuai dengan wajah pengguna dengan pas untuk

meminimalkan jumlah partikel yang melewati filter melalui celah antara

kulit pengguna dan segel masker.

d. APD harus digunakan dengan benar, teknik pemasangan dan

pelepasannya harus mengikuti pedoman pengendalian infeksi.


33

e. Pada saat memberikan intervensi, Fisioterapis harus memposisikan diri

≥ 2m dari pasien (jika mungkin) untuk keluar dari "zona ledakan" atau

garis batuk.

f. Pada pasien hipoksemia akut, sesak nafas dapat bertahan meskipun

dengan pemberian oksigen > 10-15 L/ menit dengan masker reservoir.

Pada kasus ini, penggunaan High Flow Nasal Oxygen (HFNO) atau

Continuous Positive Airways Pressure (CPAP) atau Non-Invasive

Ventilation (NIV) dapat bermanfaat selama prosedur Fisioterapi

g. Masker wajah/masker reservoir lebih disukai daripada kanula hidung

selama memobilisasi pasien (masker wajah dengan aliran oksigen

hingga 5 L/mnt, masker reservoir hingga 10 L/mnt O2 atau masker

Venturi hingga 60% FiO2) untuk meminimalkan penyebaran droplet,

dengan masker bedah menutupi wajah. Jika masker kotor maka harus

dibuang segera sesuai pedoman pengendalian infeksi dan memakai

masker baru.

h. Jika kanula hidung adalah satu-satunya pilihan, maka gunakan dengan

benar baik di dalam lubang hidung dan tambahkan masker bedah di atas

kanula. Aturan yang sama berlaku jika pasien menggunakan terapi

HFNO.

i. Jika pasien menggunakan ventilator noninvasif (CPAP / BIPAP),

pastikan tidak ada kebocoran udara sebelum memulai sesi latihan

fisioterapi. Harus dilakukan pengawasan untuk menghindari pemutusan

sirkuit koneksi mesin.


34

j. Masker NIV yang dihubungkan oleh tabung-T ke sirkuit dapat

digunakan untuk pasien yang bernafas dengan mulut yang terbuka

sebagai cara untuk meningkatkan saturasi oksigen selama sesi latihan.

k. Batasi atau hindari penggunaan perangkat mekanik seperti insentif

spirometer, PEEP, chest vest, flutter, Karena teknik-teknik ini

berpotensi menghasilkan aerosol dan meningkatkan kerja pernapasan.

l. Apabila diperlukan suction pada pasien dengan tracheostomi dan pasien

dengan ventilator mekanik, maka direkomendasikan hanya

menggunakan suction sirkuit tertutup.

m. Posisioning untuk meningkatkan oksigenasi: Pasien dapat diposisikan

semi-duduk atau duduk, lateral decubitus, semi-prone atau prone

position mungkin bermanfaat untuk meningkatkan oksigenasi. Posisi

yang dilakukan pada prinsipnya harus mengurangi aktivitas otot dan

merelaksasikan otot aksesori untuk memfasilitasi rasio ventilasi /

perfusi. Bantal / ganjal dapat digunakan untuk mendapatkan posisi yang

optimal.

n. Mobilisasi harus dianggap sebagai prosedur yang penghasil aerosol

karena dapat menyebabkan batuk atau pengeluaran sekresi. Mobilisasi

juga mengharuskan kontak dekat antara fisioterapis dengan pasien,

sehingga diperlukan kewaspadaan dan kehati-hatian saat melakukan

teknik ini. Perlu juga dilakukan tindakan pencegahan penularan melalui

udara.
35

o. Ketika memobilisasi pasien dengan ventilator mekanis, perlu

pengawasan untuk menjaga sirkuit ventilator selama mobilisasi.

p. Pasien yang tidak menggunakan ventilator mekanis harus mengenakan

masker selama sesi fisioterapi. Jika masker kotor maka harus segera

dibuang sesuai pedoman pengendalian infeksi dan memakai masker

baru.
BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Kerangka Konsep

Etiologi :
Merokok, paparan udara
dingin,debu

Penyakit paru obstruksi kronis


(PPOK)

Body Body Activities & Enviromental Personal


Structure : Function : participation : factors : Factors :
Gangguan pada Nyeri dada Kesulitan Dukungan Kebiasaan
struktur paru Perubahan berjalan jauh keluarga dan merokok
Gangguan pada pola napas dan dapat orang terdekat
saluran Penurunan menimbulkan untuk sembuh
pernafasan toleransi kerja sesak napas
fisik Kesulitan
bersosialisasi

Modalitas Alternatif
1. Active Cycle Of Modalitas Terpilih :
Breathing Technique 1. Chest Physiotherapy
(ACBT) 2. Mobility exercise
2. Forced Expiration
Technique (FET)

Hasil :
Berkurangnya sesak nafas
Pengeluaran sputum
Meningkatkan toleransi kerja fisik
Meningkatkan fungsi paru
Keterangan :

: Diteliti

: Tidak Diteliti

Gambar III.1 Kerangka Konsep

36
37

B. Deskripsi Kerangka Konsep

Kerangka konsep diatas dapat dijelaskan bahwa etiologi yang

menyebabkan terjadinya Penyaki Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu

merokok, paparan inhalasi bahan bakar biomassa, debu dan asap kimia.

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) memiliki beberapa problematika

fisioterapi, antara lain 1) Body function adalah suatu fungsi fisiologis dari sistem

tubuh termasuk pada fungsi psikologi. Gangguan yang terjadi adalah suatu

masalah dalam fungsi atau struktur tubuh sebagai penyimpangan yang

signifikan. Body function yang di peroleh yaitu nyeri dada, perubahan pola

napas, penurunan toleransi kerja fisik, 2) Body structures adalah bagian

anatomis tubuh seperti organ, anggota badan dan komponennya. Gangguan

yang terjadi adalah gangguan struktur fungsi tubuh sebagai penyimpangan atau

kerugian yang signifikan. Body structures yang di peroleh yaitu adanya

gangguan paru, adanya gangguan pada saluran pernapasan, 3) Activitas

(activities) adalah pelaksanaan tugas atau tindakan oleh seorang individu dan

partisipasi (participation) adalah keterlibatan dalam situasi kehidupan.

Activities dan Participation yang di peroleh yaitu Pasien mengalami

kesulitan saat berjalan jauh dan dapat minimbulkan sesak napas, kesulitan

bersosialisasi, tidak mampu melakukan aktivitas sosial, 4) Enviromental faktor

adalah suatu faktor lingkungan yang dapat membentuk lingkungan fisik,sosial

dan sikap pada tempat tinggal dan melakukan kehidupannya. Enviromental

faktor yang diperoleh yaitu dukungan keluarga untuk mendukung kesembuhan

pasien, dukungan orang terdekat untuk mendukung kesembuhan pasien, 5)


38

Personal Factor adalah faktor yang berasal dari status kesehatan seseorang,

serta latar belakang kesehatan seseorang tersebut. Personal factor yang

diperoleh yaitu kebiasaan merokok. Fisioterapi sebagai salah satu tenaga

kesehatan berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam

bidang memulihkan gerak dan fungsi tubuh di sepanjang daur kehidupan

memiliki peran untuk mengatasi masalah diatas yaitu dengan menggunakan

modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise.


BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN DAN PENATALAKSANAAN

FISIOTERAPI

A. Rencana Penelitian

Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah metode

studi kasus tentang penatalaksanaan fisioterapi pada penyakit paru obstruksi

kronik dengan Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercise yang

dilaksanakan pada tanggal 15-21 Januari 2021 di Rumah Sakit Umum Paru

Dungus Madiun, intervensi akan dilakukan sebanyak 6 kali selama seminggu.

B. Rencana Pengkajian

Rencana pengkajian dilakukan untuk mengetahui problematika yang

dialami oleh seorang pasien, maka hal penting yang harus dilakukan oleh

seorang fisioterapi adalah pengkajian. Adapun pengkajian yang akan dilakukan

oleh seorang fisioterapi adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Subjektif

a. Anamnesis

Anamnesis dilakukan dengan bertanya langsung kepada pasien

(auto anamnesis). Anamnesis dilakukan pada tanggal 15 Januari 2021.

1) Anamnesis Umum

Dalam anamnesis ini di peroleh informasi identitas =umum

pasien sebagai berikut: (1) Nama: Tn. S, (2) Umur: 67 Tahun, (3)

39
40

Jenis Kelamin: Laki laki, (4) Alamat: Geger Madiun, (5) Agama:

Islam, (6) Pekerjaan : Penjaga warung dan petani.

2) Anamnesis khusus

Anamnesis khusus adalah anamnesis yang berkaitan dengan

penyakit yang diderita pasien, terdiri dari:

a) Keluhan utama

Pasien mengeluhkan sesak napas dan batuk yang disertai

susah mengeluarkan dahak.

b) Riwayat penyakit sekarang

Pasien merasakan sesak nafas dan batuk disertai susah

mengeluarkan dahak sejak seminggu yang lalu pada tanggal 8

Januari 2021 lalu dibawa ke Rumah Sakit Paru Dungus Madiun.

Pada tanggal 15 Januari 2021 pasien mengeluhkan keluhan yang

sama lalu dibawa ke Rumah Sakit Paru Dungus Madiun. Pasien

menjalani rawat inap untuk mendapatkan perawatan, lalu

dirujuk ke fisioterapi. Fisioterapi melakukan anamnesis sampai

intervensi kepada pasien. Penyebab pasien mengalami sesak

nafas yaitu saat terpapar udara dingin dan asap rokok. Keluhan

bertambah saat pasien melakukan aktivitas berlebihan karena

pekerjaan pasien pagi sampai siang sebagai petani, sore sampai

malam sebagai penjaga warung. Keluhan menurun saat pasien

istirahat dengan posisi duduk atau tidur dengan bed sedikit

ditinggikan. Pasien diberi Tindakan fisioterapi oleh fisioterapis


41

berupa Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises

sebanyak 6 kali selama seminggu di Rumah Sakit Umum Paru

Dungus Madiun.

c) Riwayat penyakit terdahulu

Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk sejak umur 50

tahun dan selama setahun terakhir sudah di rawat selama 2 kali.

Pasien mengkonsumsi obat batuk namun tak kunjung sembuh,

setiap ada keluhan lasngsung dibawa ke Rumah Sakit Umum

Paru Dungus Madiun.

d) Riwayat penyakit penyerta

Pasien tidak mempunyai iwayat penyakit penyerta.

e) Riwayat penyakit pribadi

Pasien merokok sejak umur 21 tahun dan berhenti 1 tahun

yang lalu .Pasien merupakan seorang petani dan penjual kopi di

warung. Pasien merokok dalam sehari menghabiskan sekitar 13

batang, hasil merokok selama 46 tahun yaitu 598 batang menurut

indeks brinkam pengukuran derajat merokok.

f) Riwayat keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami penyakit seperti

dialami pasien.
42

3) Anamnesis sistem

Anamnesis sistem meliputi:

a) Kepala dan leher

Pasien tidak mengeluhkan pusing, nyeri dan kaku leher.

b) Kardiovaskuler

Pasien tidak mengeluhkan jantung berdebar-debar.

c) Respirasi

Pasien mengeluhkan sesak nafas dan batuk disertai dahak

yang susah keluar.

d) Gastrointestinal

Pasien tidak mengeluhkan mual dan BAB terkontrol.

e) Urogenital

Pasien dapat buang air kecil lancar dan terkontrol.

f) Musculoskeletal

Pasien tidak ada spasme otot bantu pernafasan.

g) Nervorum

Pasien tidak mengeluhkan nyeri yang menjalar dan tidak

ada rasa kesemutan

2. Pemeriksaan Objektif

a. Pemeriksaan Vital Sign

Pemeriksaan vital sign yang dilakukan pada hari Jumat 15 Januari

2021, untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien meliputi pemeriksaan

(1) Tekanan darah, (2) Denyut nadi (heart rate), (3) Frekuensi
43

pernafasan (respiratory rate), (4) Suhu tubuh (temperature), (5) Tinggi

badan dan Berat badan (Bickley, 2017).

Prosedur pemeriksaan vital sign menurut Bickley, (2017) :

1) Tekanan darah

Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan dengan cara 1)

Pasien posisi berbaring atau duduk, (2) Terapis memposisikan diri

di samping lengan pasien yang dipasang manset spigmomanometer,

(3) Manset dipasang pada lengan atas sejajar dengan jantung jarak

2-3 cm di atas fossa cubiti dengan pipa karet berada di bagian luar,

manset tidak boleh terlalu kencang dan longgar, (4) Gunakan dan

letakan stetoschope pada arteri brachialis untuk mendengarkan

denyut arteri pertama (sistole) dan denyut arteri terakhir (diastole),

(5) Pengukuran tekanan darah dimulai dengan menutup skrup balon

karet lalu pompa balon hingga denyut arteri tidak terdengar

kemudian buka skrup balon secara perlahan, (6) Perhatikan arah

jarum yang menunjuk angka pada spigmomanometer dengan

mendengarkan denyut arteri pertama dan terakhir, (7) Denyut arteri

pertama menunjukan sistole dan denyut arteri kedua menunjukkan

diastole.

Hasil pemeriksaan tekanan darah yang di dapatkan adalah

130/80 mmHg.
44

Gambar IV .1 Pemeriksaan Tekanan Darah


(Sumber : data primer 2021)

2) Denyut Nadi (Heart rate)

Pemeriksaan denyut nadi dilakukan dengan cara (1) terapis

menekan arteri radialis dengan jari telunjuk dan jari tengah, (2)

Pastikan pasien dalam keadaan rileks, (3) Hitung frekuensi denyut

nadi arteri tersebut selama 60 detik, (4) Rata-rata normal denyut nadi

pada dewasa 60-100 kali per menit.

Hasil pemeriksaan denyut nadi yang di dapatkan adalah

75x/menit.

Gambar IV .2 Pemeriksaan Denyut Nadi


(Sumber : data primer 2021)
45

3) Frekuensi pernapasan (Respiratory rate)

Pemeriksaan frekuensi pernapasan dilakukan dengan cara (1)

Terapis memposisikan diri disamping pasien, (2) Palpasi arteri

radialis seperti pemeriksaan denyut nadi, namun perhatikan dada

atau perut pasien untuk mengetahui pernafasan pasien, (3) Satu

hitungan terdiri dari satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi, (4)

Hitung pernafasan selama satu menit, (5) Rata-rata normal

pernafasan pada dewasa 14-20 kali per menit.

Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan frekuensi pernafasan

adalah 27x/menit artinya takipnea (pola pernapasan cepat dan

dangkal).

Gambar IV. 3 Pemeriksaan Frekuensi Pernapasan


(Sumber : data primer 2021)

4) Suhu Tubuh (temperature)

Pemeriksaan suhu tubuh dapat dilakukan dengan cara (1)

posisi pasien sitting, (2) Terapis memposisikan diri di samping

pasien, (3) Letakan termometer di axila pasien selama 2 menit, (4)

Rata- rata normal suhu tubuh pada dewasa 36,4 celcius. Hasil yang

didapatkan dari pemeriksaan suhu tubuh adalah 36,5° celcius.


46

Gambar IV .4 Pemeriksaan Suhu Tubuh


(Sumber : data primer 2021)

5) Pemeriksaan Tinggi badan dan Berat badan

Pemeriksaan tinggi badan dan berat badan dapat dilakukan

dengan catatan kondisi pasien memungkinkan untuk dilakukan

pemeriksaan, karena dengan posisi berpindah dari tempat tidur.

Terapis dapat menanyakan pada pasien atau keluarga pasien terkait

tinggi badan dan berat badan terakhir saat kondisi tidak

memungkinkan dilakukan pemeriksaan.

Hasil yang didapatkan adalah tinggi badan 155 cm dan berat

badan 55kg.

6) Saturasi Oksigen (SPO2)

Pemeriksaan saturasi oksigen bertujuan untuk mengetahui

besarnya kadar oksigen dalam darah. Pemeriksaan ini dilakukan

dengan cara (1) Posisi pasien berbaring (supinelying) , (2) Terapis

berada di samping pasien, (3) Letakan oxymetri di jari pasien selama

1-2 menit, (4) Rata-rata normal saturasi oksigen pada orang dewasa

95-99%. Hasil yang didapatkan dari pemeriksaan saturasi oksigen

adalah 95%.
47

Gambar IV .5 Pemeriksaan Saturasi Oksigen


(Sumber : data primer 2021)

b. Pemeriksaan Fisik

1) Inspeksi

Pemeriksaan inspeksi dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Pemeriksaan inspeksi ini dilakukan pada saat diam (statis)

maupun bergerak (dinamis) sebagai berikut :

a) Inspeksi Statis

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pengamatan pada

pasien dalam keadaan diam. Hasil pemeriksaan inspeksi statis

didapatkan hasil (1) wajah tidak tampak pucat, (2) terpasang alat

bantu nafas, (3) tidak ada clubbing fingers, (4) bahu tampak

simetris, (5) tidak ada sianosis, (6) cuping hidung normal.

b) Inspeksi Dinamis

Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara pengamatan pada

pasien dalam keadaan melakukan aktivitas. Dari pemeriksaan

inspeksi dinamis didapatkan hasil (1) pola pernafasan pasien

cepat dan dangkal, (2) aktivitas fungsional pasien memerlukan

bantuan, (3) pernapasan thoracoabdominal


48

2) Palpasi

Pemeriksaan palpasi dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Palpasi adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara

meraba tubuh pasien. Pemeriksaan palpasi didapatkan hasil (1) tidak

ada nyeri tekan di otot pernafasan, (2) tidak ada perubahan suhu, (3)

letak trachea normal, (4) pergerakan sangkar thorax simetris, (5)

tidak ada penurunan vocal fremitus.

Gambar IV .6 Pemeriksaan Palpasi


(Sumber : data primer 2021)
3) Perkusi

Pemeriksaan perkusi dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Perkusi adalah pemeriksaan dengan cara mengetuk

menggunakan jari terapis pada permukaan bagian tubuh pasien

untuk menghasilkan bunyi yang dapat di dengar. Hasil yang

didapatkan dari pemeriksaan perkusi sebagai berikut:

Tabel IV.1 Hasil Pemeriksaan Perkusi


Lobus Paru Paru Dextra Paru Sinistra
Lobus Upper Sonor Sonor
Lobus Middle Sonor Sonor
Lobus Lower Sonor Sonor
(Sumber : data primer 2021)
49

Gambar IV . 7 Pemeriksaan Perkusi


(Sumber : data primer 2021)
4) Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Pemeriksaan auskultasi dilakukan dengan cara mendengarkan

bunyi paru menggunakan stetoskop. Pemeriksaan yang didapatkan

adalah suara ronchi di lobus atas paru kanan dan kiri saat ekspirasi.

Gambar IV . 8 Pemeriksaan Auakultasi


(Sumber : data primer 2021)

C. Pemeriksaan Gerak Dasar

1. Pemeriksaan Gerak Aktif

Pemeriksaan gerak aktif yang dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Pemeriksaan ini dengan cara memberikan instruksi kepada pasien

untuk menggerakan setiap sendi. Pemeriksaan gerak aktif bertujuan untuk

mengetahui adanya keterbatasan lingkup gerak sendi atau ROM (Range Of


50

Motion), nyeri gerak, serta gangguan koordinasi Gerakan. Pemeriksaan

dilakukan dalam posisi pasien sitting. Hasil dari pemeriksaan gerak aktif

sebagai berikut:

Tabel IV .2 Hasil Pemeriksaan Gerak Aktif


Regio Scapula
Gerakan Nyeri ROM
D S D S
Elevasi - - Full Full
Depresi - - Full Full
Protaksi - - Full Full
Retraksi - - Full Full
Regio neck
Gerakan Nyeri ROM
D S D S
Fleksi neck - - Full full
Ekstensi neck - - Full Full
Side fleksi neck - - Full Full
Rotasi neck - - Full Full
Regio shoulder
Gerakan Nyeri Rom
D S D S
Fleksi shoulder - - Full Full
Ekstensi shoulder - - Full Full
Abduksi shoulder - - Full Full
Adduksi shoulder - - Full Full
Endorotasi shoulder - - Full Full
Exorotasi shoulder - - Full Full
(Sumber: data primer 2021)

Keterangan : Full = ROM Penuh

(-) = Tidak Nyeri

Pemeriksaan gerak aktif didapatkan hasil ROM pasien tidak

mengalami keterbatasan dan tidak terdapat nyeri saat melakukan gerak aktif.

2. Pemeriksaan Gerak Pasif

Pemeriksaan gerak pasif dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari 2021,

pemeriksaan ini dilakukan dengan cara terapis menggerakan anggota gerak


51

pasien. Pemeriksaan gerak pasif bertujuan untuk mengetahui end feel,

keterbatasan ROM dan nyeri pada setiap gerakan. Pemeriksaan dilakukan

dalam posisi pasien tidur terlentang atau duduk. Hasil dari pemeriksaan

gerak pasif sebagai berikut:

Tabel IV .3 Hasil Pemeriksaan Gerak Pasif


Regio scapula
Gerakan ROM Nyeri End Fell
D S D S D S
Elevasi Full Full - - Soft Soft
Depresi Full Full - - Soft Soft
Protaksi Full Full - - Soft Soft
Retraksi Full Full - - Hard Hard
Regio Neck
Gerakan ROM Nyeri End Fell
D S D S D S
Fleksi neck Full Full - - Soft Soft
Ekstensi neck Full Full - - Soft Soft
Slide fleksi neck Full Full - - Soft Soft
Rotasi neck Full Full - - Soft Soft
Regio Shoulder
Gerakan ROM Nyeri End Fell
D S D S D S
Fleksi shoulder Full Full - - Soft Soft
Ekstensi shoulder Full Full - - Firm Firm
Abduksi shoulder Full Full - - Firm Firm
Adduksi shoulder Full Full - - Soft Soft
Endorotasi shoulder Full Full - - Firm Firm
Exorotasi shoulder Full Full - - Soft Soft
(Sumber : data primer 2021)

Keterangan : Full : ROM Penuh

(-) : Tidak ada nyeri

Pemeriksaan gerak pasif didapatkan hasil ROM dapat digerakan full,

tidak ada nyeri dan end feel pada seluruh gerakan normal (fisiologis).
52

3. Pemeriksaan gerak isometrik (melawan tahanan)

Pemeriksaan gerak isometrik dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari

2021. Pemeriksaan ini dengan cara pasien diinstruksikan untuk bergerak

aktif melawanan tahanan yang diberikan oleh terapis. Pemeriksaan gerak

isometrik bertujuan untuk mengetahui adanya nyeri pada saat melawan

tahanan. Pemeriksaan ini dilakukan dalam posisi pasien duduk dan berdiri.

Hasil dari pemeriksaan gerak isometrik sebagai berikut :

Tabel IV .4 Hasil Pemeriksaan Gerak Isometrik

Regio Scapula
Gerakan Nyeri Tahanan
D S D S
Elevasi - - Maksimal Maksimal
Depresi - - Maksimal Maksimal
Protaksi - - Maksimal Maksimal
Retraksi - - Maksimal Maksimal
Regio Neck
Gerakan Nyeri Tahanan
D S D S
Fleksi neck - - Maksimal Maksimal
Ekstensi neck - - Maksimal Maksimal
Side fleksi neck - - Maksimal Maksimal
Rotasi neck - - Maksimal Maksimal
Regio Shoulder
Gerakan Nyeri Tahanan
D S D S
Fleksi shoulder - - Maksimal Maksimal
Ekstensi shoulder - - Maksimal Maksimal
Abduksi shoulder - - Maksimal Maksimal
Adduksi shoulder - - Maksimal Maksimal
Endorotasi shoulder - - Maksimal Maksimal
Exorotasi shoulder - - Maksimal maksimal
(Sumber : data primer 2021)

Keterangan : (-) = Tidak Nyeri


53

Pemeriksaan gerak isometrik di dapatkan hasil tidak ada nyeri dan

mampu melakukan Gerakan melawan gravitasi pada sebagian gerakan.

4. Pemeriksaan kognitif, Intrapersonal, Interpersonal

a. Pemeriksaan Kognitif

Dari pemeriksaan kognitif diperoleh hasil kognitif pasien baik,

memori pasien baik karena mampu menceritakan awal kejadian yang

dialami hingga saat ini, pasien mampu memahami dan mengikuti

instruksi terapis.

b. Pemeriksaan Intrapersonal

Pasien memiliki keinginan dan semangat yang tinggi untuk

sembuh.

c. Pemeriksaan Interpersonal

Pasien dapat berinteraksi baik dengan lingkungan,keluarga dan

masyarakat.

5. Pemeriksaan Kemampuan Fungsional dasar

a. Kemampuan Fungsional Dasar

Dalam pemeriksaan kemampuan fungsional dasar didapatkan hasil

bahwa pasien belum mampu melakukan aktivitas fungsional seperti

berdiri dan berjalan secara mandiri dibuktikan dengan skala borg.

b. Aktivitas fungsional mandiri

Dalam pemeriksaan aktivitas fungsional didapatkan hasil bahwa

pasien dalam aktivitas toileting belum bisa dilakukan secara mandiri.


54

c. Lingkungan aktifitas

Dalam pemeriksaan lingkungan aktivitas didapatkan hasil

bahwa aktivitas sehari-hari pasien yang berlebihan menyebabkan sesak

nafas dan lingkungan tempat tinggal pasien bersuhu dingin yang

menyebabkan pasien mengalami sesak nafas di malam hari.

6. Pemeriksaan Spesifik

a. Pemeriksaan derajat sesak napas

Pemeriksaan derajat sesak napas menggunakan skala borg

dilakukan pada hari Jumat, 15 Januari 2021 pada Terapi pertama yang

bertujuan untuk mengukur derajat sesak napas yang dirasakan oleh

pasien. Prosedur mengukur derajat sesak nafas yaitu Posisi pasien half

lying, terapis menjelaskan tujuan pelaksanaan skala borg dan

menunjukan ke pasien. Pasien diminta untuk memilih dari 0 sampai 10

sesuai dengan seberapa sesak yang dirasakan oleh pasien.

Tabel IV. 5 Skala Borg (Trisnowiyanto, 2013).


Nilai Deskripsi
0 Tidak sesak sama sekali
0,5 Sangat – sangat ringan (Tidak begitu terasa)
1 Sesak napas sangat ringan
2 Sesak napas ringan
3 Sedang
4 Cukup Berat
5 Sesak Berat
6
7 Sesak napas sangat berat
8
9 Sangat – sangat berat ( hampir maksimal)
10 Maksimal
55

Hasil yang di dapatkan dari skala borg untuk pasien ini didapatkan

hasil yaitu 6 artinya sesak nafas berat dan sangat mengganggu.

b. Pemeriksaan Spirometry

Pemeriksaan spirometry yang dilakukan pada hari selasa, 19

Januari 2021 pada terapi ke 4 yang bertujuan untuk mengetahui

kapasitas faal paru. Prosedur spirometry yang paling umum digunakan

adalah untuk mengukur volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1)

dan kapasitas vital paksa (KVP), posisikan pasien duduk, pasien di

instruksikan menarik nafas secara maksimal menghembuskannya

dengan manuver ekspirasi paksa, kemudian nilai KVP dibandingkan

terhadap nilai normal dan nilai prediksi. Untuk mendapatkan nilai yang

akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang reproducible dan

accepTabel (dapat diterima).

Tabel IV. 6 klasifikasi tingkat keparahan keterbatasan aliran udara


pada COPD (GOLD, 2019)
In patients with FEV1/FVC < 0.70:
GOLD 1 Mild FEV1 80% predicted
GOLD 2 Moderate 50%  FEV1< 80% predicted
GOLD 3 Severe 30%  FEV1 < 50% predicted
GOLD 4 Very Severe FEV1 < 30% predicted
56

Gambar IV.9 Hasil Pemeriksaan Spirometri


(Data primer : 2021)

Tabel IV.7 Hasil pemeriksaan spirometri


Nilai Normal FEV1 Nilai FEV1 Interpretasi
80% 35% Severe
(Data primer : 2021)

Hasil yang didapatkan dari pengukuran spirometry adalah

Nilai FEV1 adalah 35% termasuk PPOK grade 3 (Severe).

Gambar IV. 10 Hasil pemeriksaan spirometry


(sumber : data primer 2021)
57

c. Pemeriksaan mobilisasi sangkar thorax dengan midline.

Pemeriksaan mobilisasi sangkar thorax dilakukan pada hari

Jumat, 15 Januari 2021 pada terapi pertama bertujuan untuk mengetahui

gangguan mobilisasi sangkar thoraks. Prosedur pelaksanaan untuk

pengukuran mobilisasi sangkar thoraks meliputi : (1) Terapis

menjelaskan tujuan diukur dan prosedur pengukuran, (2) Pasien

diminta untuk melepas pakaian tebalnya seperti jaket, (3) Posisi pasien

bisa duduk atau berdiri, (4) Midline diletakkan pada tempat yang telah

ditentukan, terdapat 3 tempat pengukuran yaitu axilla, intercostal space

4, dan processus xypoideus, (5) Memulai pengukuran dari inspirasi

maksimal diikuti ekspirasi maksimal, kemudian hasil pengukuran

dicatat pada blangko pengukuran, tes diulangi sebanyak 3 kali dan hasil

terbaik yang akan dijadikan interpretasi hasil.

Tabel IV. 8 Pengukuran Ekspansi Sangkar Thoraks menggunakan


Midline
Titik Pengukuran Inspirasi Ekspirasi Selisih
Axilla 77,5 cm 77 cm 0,5 cm
Inter Costa 4 77,5 cm 77 cm 0,5 cm
Processus Xyphoideus 76,5 cm 75,5 cm 1 cm
(sumber: data primer 2021)
Hasil yang di dapatkan dari pengukuran Ekspansi Sangkar

Thoraks dengan titik pengukuran pada axilla dengan selisih

inspirasi dan ekspirasi 0,5 cm, pada titik pengukuran intercostalis

space of sternum 4 (ICS 4) di dapatkan selisih 0,5 cm, pada titik

processus xyphoideus di dapatkan silisih 1cm. Pengukuran ekspansi


58

sangkar thoraks ini artinya selisih tersebut berarti pasien mengalami

sesak, normalnya pengukuran ekspansi sangkar thoraks sekitar (3-

5) cm.

Gambar IV. 11 Pemeriksaan Ekspansi Sangkar Thorax


(Sumber : data primer 2021)

d. Pemeriksaan aktivitas fungsional six (6MWT)

Pemeriksaan six minute walking test bertujuan unuk mengetahui

batas toleransi aktivitas pasien. Pemeriksaan ini dilakukan pada hari

Selasa, 19 Januari 2021 pada terapi keempat, prosedur melakukan six

minute walking test (1) Terapis menjelaskan tujuan dan prosedur test,

(2) Sebelum melakukan test dilakukan pengukuran tekanan darah,

denyut nadi, pernapasan dan oxygen saturasi, (3) Test dilakukan pada

waktu yang sama dan dilakukan 2 jam setelah makan, (4) Pasien

diminta untuk berjalan dari ujung ke ujung selama 6 menit, ketika

pasien mengalami sesak napas atau kelelehan selama tes pasien boleh

istirahat sampai pasien siap melanjutkan lagi, (5) Sesudah test pasien

diminta untuk menunjukkan derajat sesak napas yang dirasakan setelah

melakukan tes. Hasil Pemeriksaan Six Minute Walking Test


59

Tabel IV. 9 Hasil Pemeriksaan Six Minute Walking Test


Vital Sign Sebelum Sesudah
Tekanan Darah 130/80 mmHG 140/80 mmHG
Nadi 75×/menit 80×/menit
Pernapasan 20×/menit 24×/menit
Saturasi Oksigen 95% 92%
(sumber: data primer 2021)

Dari hasil pemeriksaan Six Minute Walking Test didapatkan hasil

bahwa pasien hanya mampu menempuh jarak 48 meter hanya dengan 4

menit dan tidak dapat melanjutkan Kembali dikarenakan pasien

mengalami sesak napas. V02 Max 7,668 dan Mets nya 2,190 termasuk

kebugaran fisik rendah.

Gambar IV. 12 Pemeriksaan six minute walking test


(sumber : data primer 2021)

D. Problematika Fisioterapi

Problematika fisioterapi pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

menurut WHO 2001 meliputi:

1. Body Function

Body Function adalah suatu fungsi fisiologis dari sistem tubuh

termasuk pula pada fungsi psikologis. Gangguan yang terjadi adalah suatu

masalah dalam fungsi atau strukur tubuh sebagai penyimpangan yang


60

signifikan. Body Function pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis

(PPOK) yaitu :

a. Respiratory rhythm : perubahan pola nafas

d. Respiration rate : peningkatan frekuensi pernapasan

e. Functions of the diaphragm : perubahan ekspansi sangkar thorax

f. Sensations associated with cardiovascular and respiratory functions :

sensasi terkait fungsi kardiovaskuler dan pernafasan

2. Body Structures

Body structures adalah bagian antomis tubuh seperti organ, anggota

badan dan komponennya. Gangguan yang terjadi adalah gangguan struktur

fungsi tubuh sebagai penyimpangan atau kerugian yang signifikan. Body

structures pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu :

a. Thoracic cage :perubahan struktur thorax

b. Structure of respiratory system, other specified : struktur dari sistem

pernapasan, dengan spesifikasi lain seperti adanya gangguan pada

saluran pernapasan

c. Structure of lungs, unspecified: adanya gangguan pada struktur paru

3. Activities and participation

Aktivitas (activities) adalah pelaksanaan tugas atau tindakan oleh

seorang individu dan partisipasi (participation) adalah keterlibatan dalam

situasi kehidupan. Batasan aktivitas yang terjadi adalah adanya kesulitan

yang mungkin dialami seseorang dalam melaksanakan aktivitas.

Pembatasan partisipasi yang terjadi adalah adanya masalah yang mungkin


61

dialami seseorang dalam keterlibatan situasi kehidupan. Activities and

participation pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu :

a. Walking short distances : kesulitan berjalan jauh dan dapat

menimbulkan sesak napas

b. Socializing : kesulitan bersosialisasi

c. Organized religion : kesulitan beribadah ketika mengalami sesak

d. Informal relationships with neighbours : hubungan dengan tetangga

4. Environmental factor

Enviromental factor adalah suatu faktor lingkungan yang dapat

membentuk lingkungan fisik, sosial dam sikap pada tempat tinggal dan

melakukan kehidupannya. Enviromental faktor pada kasus Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK yaitu :

a. Temperature : suhu udara dingin

b. Friends : dukungan orang terdekat untuk mendukung kesembuhan

pasien

5. Personal factor

Personal factor adalah faktor yang berasal dari status kesehatan

seseorang, serta latar belakang kesehatan seseorang tersebut. Personal

factor pada kasus Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu human-

caused event: kebiasaan kurang sehat seperti merokok.

E. Tujuan Fisioterapi

Tujuan fisioterapi dibuat berdasarkan problematika fisioterapi yang

dialami oleh pasien, agar tindakan terapi yang diberikan sesuai dengan kondisi
62

pasien. Tujuan fisioterapis terdiri dari tujuan jangka pendek serta tujuan jangka

panjang

1. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan jangka pendek: 1) Mengurangi sesak napas, 2) Pengeluaran

sputum, 3) Meningkatkan ekspansi thorax.

2. Tujuan Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang: 1) Melanjutkan tujuan jangka pendek, 2)

Meningkatkan aktivitas fungsional pasien.

F. Teknologi Alternatif

Banyak modalitas yang dapat digunakan untuk penatalaksaan Penyakit

Paru Obstruksi Kronis (PPOK) sebagai berikut :

1. FET (Forced Expiratory Technique) adalah teknik ekspirasi paksa atau

huffing, coughing. Ekspirasi dengan glottis terbuka dan saat

menghembuskan napas otot perut diaktifkan dan otot dada di imobilisasi.

Tujuan teknik ini untuk pengeluaran sputum (Olwezka, 2011).

2. ACBT (Active Cycle of Breathing Technique) adalah teknik mengoreksi pola

pernapasan dan memperkuat otot pernapasan dengan pembersihan jalan

napas. Teknik ini meliputi : Breathing Control, Thoracic Expansion

Exercise, Forced Expiration Technique (Olwezka, 2011).

G. Penatalaksanaan Tindakan Fisioterapi

Teknologi intervensi yang dipilih penulis dalam menangani problematika

yang mucul pada kasus penyakit paru obstruksi kronis adalah Chest

Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises. Terapi dilakukan selama 6 kali


63

dalam seminggu dimulai sejak tanggal 18-23 Januari 2021. Terapi satu (T1)

dilaksanakan pada hari Jumat, 15 Januari 2021, pukul 08.30 WIB. Terapi

kedua (T2) dilaksanakan pada hari Sabtu, 16 Januari 2021, pukul 08.50 WIB.

Terapi ketiga (T3) dilaksanakan pada hari Senin 18 Januari 2021, pukul 09.00

WIB. Terapi keempat (T4) dilaksanakan pada hari Selasa, 19 Januari 2021,

pukul 09,15 WIB. Terapi kelima (T5) dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Januari

2021, pukul 09,30 WIB. Terapi keenam (T6) dilaksanakan pada hari Kamis,

21 Januari 2021, pukul 09.45 WIB. Pelaksanaan intervensi yaitu:

1. Chest Physiotherapy

Chest Physiotherapy bertujuan untuk meningkatkan mobilisasi

sekresi bronkus, ventilasi dan perfusi, normalisasikan residual capacity

fungsional. Dosis terapi Chest Physiotherapy dilakukan dilakukan selama

2-6 kali seminggu dengan durasi 20-30 menit, interval 3 menit latihan dan

3 menit istirahat. Penelitian pada Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)

dengan intervensi Chest Physiotherapy yang dipilih adalah diaphragmatic

breathing exercises, Percussion dan Vibration. Hal ini merujuk pada

peraturan Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) nomor 011 tahun 2020 tentang

Pedoman Umum Pelayanan Fisioterapi di masa Pandemi COVID-19 versi

2. Pelaksanaan Chest Physiotherapy meliputi:

a) Breathing Exercise

Diaphragmatic Breathing Exercises posisi pasien half lying di bed.

Terapis berada di samping pasien. Terapis meminta pasien untuk


64

menarik napas lewat hidung disertai dengan mengembangkan perutnya

dan mengembuskan disertai mengempiskan perut, dilakukan 3-4 kali.

Gambar IV. 13 Diaphragmatic Breathing Exercises


(Sumber : data primer 2021)

b) Percussion

Percussion dilakukan dengan cara terapis berada di samping pasien.

Pasien dengan posisi postural drainage (lobus atas kiri dan kanan

bagian depan ). Terapis melakukan percussion thorax dengan tangan

yang di tangkupkan dan ditepukkan secara ritmis pada segmen paru

yang akan dibersihkan, percussion dilakukan selama 15- 20 detik.

Gambar IV. 14 Percussion


(sumber : data primer 2021)
65

2) Vibration

Vibration dilakukan dengan cara terapis berada di samping pasien.

Pasien pada posisi postural drainage (lobus atas kiri dan kanan bagian

depan). Terapis berada di samping pasien. Kedua tangan terapis

diletakan pada segmen paru yang akan dibersihkan. Terapis meminta

kepada pasien untuk inhalasi, Vibration dilakukan dengan menekan dan

menggetarkan secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi,

Vibration dilakukan 15-20 detik.

Gambar IV. 15 Vibration.


(Sumber : data primer 2021)

2. Chest Mobility Exercise

Chest Mobility Exercise bertujuan untuk meningkatkan mobilitas

dinding dada dan meningkatkan ventilasi. Dosis terapi Chest Mobility

Exercises dengan intervensi tersebut diulangi sebanyak 6 kali pada setiap

sisi dengan jeda 30 detik dan dilakukan selama seminggu total 7 sesi

dengan jeda 30 detik. Teknik Chest Mobility Exercises terdiri dari rib

torsion, lateral stretching, back extension, lateral bending, trunk rotation,

dan sebagainya. Teknik Chest Mobility Exercise meliputi:


66

a) Rib Rotation

Rib rotation dilakukan dengan posisi pasien supine lying. Terapis

berada di sisi yang berlawanan, mereganggangkan sisi kanan dada

dengan meletakkan tangan di satu sisi tulang rusuk dan memberikan

gaya ke arah yang berlawanan. Hal yang sama juga di lakukan di sisi

lain. Dilakukan di setiap sisi sebanyak 6 kali dengan jeda 30 detik.

Gambar IV. 16 Rib Rotation


(sumber : data primer 2021)

b) Lateral stretching

Lateral streatching dilakukan dengan cara pasien berbaring miring.

Terapis meregangkan sisi atas dada dengan pasien melakukan abduksi

bahu. Latihan yang sama diulangi di sisi lain. Dilakukan di setiap sisi

sebanyak 6 kali dengan jeda 30 detik.

Gambar IV. 17 Lateral Stretching


(sumber : data primer 2021)
67

c) Trunk rotation

Trunk Rotation dilakukan dengan cara pasien posisi sitting. Terapis

berada di samping pasien lalu dilakukan rotasi trunk. Pernafasan dalam

posisi maju dengan awal fleksi dan rotasi sisi kiri dilakukan secara

lateral. Dilakukan di setiap sisi sebanyak 6 kali dengan jeda 30 detik.

Gambar IV. 18 Trunk Rotation


(sumber : data primer 2021).

H. Evaluasi

Evaluasi dilakukan berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan.

Evaluasi bertujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan terapi yang

dilakukan fisioterapis sebelum dan sesudah diberikan program terapi. Evaluasi

sesak napas dengan skala borg, fungsi faal paru dengan spirometry, aktivitas

fungsional dengan 6MWT. Hasil dari evaluasi tersebut sebagai berikut:

1. Evaluasi Derajat Sesak Sesak Napas

Tabel IV. 10 Hasil Evaluasi Derajat Sesak Napas


Skala borg T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6

Derajat Sesak Napas 6 6 5 4 3 2 2


(Sumber: data primer 2021)
68

Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan derajat

sesak napas dari T1 dengan derajat sesak napas 6 (sesak mengganggu),

setelah dilakukan T6 dengan derajat sesak napas 2 (ringan).

2. Evaluasi Ekspansi Sangkar Thorax menggunakan midline

Tabel IV. 11 Hasil Evaluasi Sangkar Thorax


Axis Hasil pemeriksaan (selisih)

T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Axilla 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm 1,1 cm 1,7 cm 1,9 cm
ICS 4 0,5 cm 0,5 cm 0,5 cm 1,5 cm 1,5 cm 1,8 cm 1,8 cm
Proc. xypoideus 1 cm 1 cm 1 cm 1 cm 1,7 cm 2,3 cm 2,5 cm
(sumber : data primer 2021)

Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan dari

ekspansi sangkar thorax. Pada T0 dan T1 dengan titik pengukuran pada

axilla dengan selisih inspirasi dan ekspirasi 0,5 cm, pada titik pengukuran

intercostalis space of sternum 4 (ICS 4) di dapatkan selisih 0,5 cm, pada

titik Pro. Xyphoideus didapatkan selisih 1 cm. Pada T6 terjadi peningkatan

ekspansi sangkar thorax dengan titik pengukuran axilla selisih antara

inspirasi dan ekspirasi 1,9 cm, pada titik pengukuran pada intercostalis

space of sternum 4 (ICS 4) didapatkan selisih 1,8 cm, pada titik pengukuran

proc. Xyphoideus didapatkan selisih 2,5 cm. Pengukuran ekspansi sangkar

thoraks ini artinya jika mengalami peningkatan ekspansi sangkar thoraks

sesak pasien berkurang, normal ekspansi sangkar thorax (3-5) cm.

3. Evaluasi Aktivitas Fungsional menggunakan Six Minute Walking Test

Tabel IV. 12 Hasil Evaluasi Aktivitas Fungsional


6 MWT T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Jarak - - - - 48 m 180 m 240 m
Selama 4 selama 5 selama 6
menit menit menit
69

VO2 - - - - 7,668 8,46 8,82


Max
METs - - - - 2,190 2,417 2,52
(Sumber : data primer 2021)

Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan aktivitas

fungsional yaitu pada T0-T3 pasien masih belum mampu untuk diberikan

pemeriksaan Six minute walking test pada pasien penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK) karena skala borg pasien masih tinggi sehingga tidak

memungkinkan pasien melakukan test tersebut. Pemeriksaan Six Minute

Walking Test dilaksanakan mulai T4 pasien bisa melakukan dengah hasil 48

meter selama 4 menit dan tidak dapat melanjutkan test ini dikarenakan

mengalami sesak, didapatkan V02 Max artinya volume maksimal oksigen

yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas yaitu 7,668. Mets yaitu

untuk mengetahui aktivatas yang dapat dilakukan pasien dengan nilai 2,190

artinya pasien boleh melakukan aktivias seperti merawat diri, berjalan santai

<3 km/jam dan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju.

4. Evaluasi kapasitas faal paru menggunakan Spirometry

Tabel IV. 13 Hasil Evaluasi Kapasital faal paru


Spirometry T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nilai FEV1 - - - - 35 % - 37%

Nilai Normal - - - - 80% - 80%


FEV1
Interpretasi Severe Severe
(Sumber: data primer 2021)

Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pasien dilakukan spirometry T4

dan T6 karena pasien sudah tidak sesak. Pemeriksaan spirometry dengan

nilai FEV1 artinya volume maksimal udara yang dikeluarkan pada detik
70

pertama saat ekspirasi paksa dan inspirasi maksimal adalah 35% pada T4

yaitu 35% yang berarti termasuk PPOK berat (severe). Hasil pemeriksaan

pada T6 nilai FEV1 adalah 37% PPOK berat dan nilai normalnya 80%.

I. Edukasi

Edukasi diberikan berdasarkan penatalaksanaan yang telah dilakukan oleh

fisioterapis kepada pasien. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi

kepada pasien maupun keluarga pasien terkait hal-hal penting yang harus

dilakukan oleh pasien dalam aktivitas sehari- hari. Edukasi ini terhadap hal-hal

yang akan disampaikan kepada pasien sebagai berikut :

1. Pasien diminta untuk mengurangi aktivitas berlebihan yang bisa

menyebabkan sesak nafas.

2. Pasien disarankan untuk melakukan pola hidup sehat seperti konsumsi buah,

sayur, menjaga kebersihan, selalu memakai masker saat keluar rumah dan

berolahraga.

3. Pasien dianjurkan menghindari faktor pencetus seperti merokok, suhu

dingin dan polusi udara.

Home program yang diberikan kepada pasien yaitu disarankan untuk

melakukan diaphragmatic breathing exercise Ketika pasien mengalami sesak

dan diulangi selama 3-4 kali.


BAB V

PEMBAHASAN

Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) adalah penyakit paru kronik yang

ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang tidak sepenuhnya

reversible. Hambatan udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respon

inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun yang berbahaya. Problematika

fisioterapi yang timbul pada kasus Penyakit Paru Obatruksi Kronis (PPOK) antara

lain sesak nafas, penurunan ekspansi sangkar thorax, peningkatan volume sputum,

batuk,penurunan toleransi kerja fisik.

Fisioterapi mempunyai modalitas untuk mengurangi problematika pada

pasien Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yaitu menggunakan modalitas

Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises. Tujuan dari pemberian

modalitas tersebut adalah mengurangi sesak nafas, mempermudah pengeluaran

sputum, meningkatkan ekspansi sangkar thorax serta meningkatkan kemampuan

fungsional pasien. Modalitas tersebut dilakukan kepada pasien Penyakit Paru

Obstruksi Kronis (PPOK) selama 6 kali terapi mulai tanggal 15-21 Januari 2021.

Penatalaksanaan fisioterapi yang dilakukan mulai T1-T6 adalah sebagai berikut :

A. Terapi Pertama (T1) 15 Januari 2021

Terapi pertama dilakukan pada hari jumat tanggal 15 Januari 2021 pada

kondisi Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK). Sebelum melakukan terapi,

terapis melakukan anamnesis terlebih dahulu kepada pasien guna mendapatkan

data pasien yaitu melakukan anamnesis umum seperti (1) Nama, (2) Usia, (3)

71
72

Jenis Kelamin, (4) Agama, (5) Pekerjaan dan (6) Alamat. Anamnesis yang

dilakukan selanjutnya yaitu menanyakan keluhan utama, Riwayat penyakit

sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit penyerta, Riwayat

kelurga dan Riwayat pribadi. Anamnesis selanjutnya yaitu anamnesis sistem

yang meliputi sistem kepala dan leher, kardiovaskuler, respirasi,

gastrointestinal, urogenital, musculoskeletal dan nervorum. Terapis setelah

melakukan anamnesis dilanjutkan dengan memeriksa tanda-tanda vital,

inspeksi, perkusi, palpasi, gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik melawan

tahanan. Pemeriksaan tersebut selesai dilakukan maka dilanjutkan dengan

pemeriksaan kognitif, intrapersonal, interpersonal dan pemeriksaan

kemampuan fungsional. Terapis setelah melakukan pemeriksaan tersebut

kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan spesifik seperti pemeriksaan derajat

sesak nafas menggunakan skala borg, pemeriksaan mobilisasi sangkar thorax

dengan midline. Untuk pemeriksaan status faal paru menggunakan spirometry

dan pemeriksaan aktivitas fungsional menggunakan Six minute walking test

(6MWT) belum bisa dilakukan karena skala borg pasien 6 , pasien mengalami

sesak. Fisioterapis setelah melakukan pemeriksaan dapat menyimpulkan

diagnose fisioterapi, yang meliputi (1) Body function, (2) Body structures, (3)

Activities and participation, (4) Enviromental factors dan (5) Personal factors

serta ditentukan program fisioterapi untuk menentukan jangka pendek dan

tujuan jangka Panjang. Setelah seluruh pemeriksaan dilakukan, fisioterapis

memberikan modalitas berupa Chest Physiotherapy yaitu Diafrgama breathing

exercise dengan posisi pasien half lying di bed, dan terapis berada di samping
73

pasien. Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas lewat

hidung disertai dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan disertai

mengempiskan perut. Dilakukan 3-4 kali. Tujuan nya untuk menurunkan

respiratory rate dan meningkatkan volume tidal paru. Percussion dilakukan

dengan posisi pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis

melakukan Percussion thorax dengan tangan yang ditangkupkan dan di

tepukkan secara ritmis pada segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus

atas kanan dan kiri), percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali

pengulangan. Vibration dilakukan dengan Posisi postural drainage yaitu supine

lying. Terapis berada di samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada

segmen paru yang akan di bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis

meminta pasien untuk inhalasi. Vibration dilakukan dengan menekan dan

menggetarkan dada secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi.

Vibration dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan. Tujuan dari

postural drainage yang terdiri dari vibration dan percussion yaitu pembersihan

jalan nafas untuk mengalirkan sputum agar lebih mudah keluar.

B. Terapi Kedua (T2) 16 Januari 2021

Terapi kedua dilakukan pada hari Sabtu, 16 Januari 2021, untuk

intervensi hanya bisa dilakukan Chest physiotherapy karena kondisi pasien

masih sesak dengan skala borg 5. Chest Physiotherapy yaitu Diafrgama

breathing exercise dengan posisi pasien half lying di bed, dan terapis berada di

samping pasien. Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas

lewat hidung disertai dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan


74

disertai mengempiskan perut. Dilakukan 3-4 kali. Percussion dilakukan dengan

posisi pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis

melakukan percussion toraks dengan tangan yang ditangkupkan dan di

tepukkan secara ritmis pada segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus

atas kanan dan kiri), percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali

pengulangan. Vibration dilakukan dengan posisi postural drainage yaitu supine

lying. Terapis berada di samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada

segmen paru yang akan di bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis

meminta pasien untuk inhalasi. Vibration dilakukan dengan menekan dan

menggetarkan dada secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi.

Vibration dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan.

C. Terapi Ketiga (T3) 18 Januari 2021

Terapi ketiga dilakukan pada hari Senin tanggal 18 januari 2021 dengan

diberikan modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises.

modalitas Chest physiotherapy terdiri dari diaphragma breathing exercise

dengan posisi pasien half lying di bed, dan terapis berada di samping pasien.

Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas lewat hidung

disertai dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan disertai

mengempiskan perut. Dilakukan 3-4 kali. Percussion dilakukan dengan posisi

pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis melakukan

percussion toraks dengan tangan yang ditangkupkan dan di tepukkan secara

ritmis pada segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus atas kanan dan

kiri), percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan.


75

Vibration dilakukan dengan posisi postural drainage yaitu supine lying. Terapis

berada di samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada segmen paru

yang akan di bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis meminta pasien

untuk inhalasi. Vibration dilakukan dengan menekan dan menggetarkan dada

secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi. Vibration dilakukan

selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan. Chest Mobility Exercises terdiri

dari rib rotation dengan posisi pasien supine lying dan terapis berada di sisi

yang berlawanan dengan meregangkan sisi kanan dada dengan meletakan

tangan di satu sisi tulang rusuk, memberikan gaya arah yang berlawanan dan

hal yang sama dilakukan di sisi lain. Lateral stretching dengan posisi pasien

berbaring miring diatas bantal dan terapis berada disamping pasien, terapis

meregangkan sisi atas dada dengan pasien melakukan abduksi bahu. Latihan

yang sama diulangi di sisi lain. Trunk rotation dengan posisi pasien sitting,

terapis berada di belakang pasien lalu dilakukan rotasi trunk. Pernafasan dalam

posisi maju awal fleksi dan rotasi sisi kiri dulakukan secara lateral. Chest

mobility exercises ini diulangi sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30

detik.

D. Terapi Keempat (T4) 19 Januari 2021

Terapi keempat dilakukan pada hari Selasa tanggal 19 Januari 2021

dengan melakukan terapi yang diberikan seperti hari ketiga pada hari

sebelumnya. Pada terapi keempat skala borg pasien 3 yang artinya sesak ringan

dan tidak cukup menggangu, pasien sudah tidak terpasang alat bantu napas,

maka dilakukan pemeriksaan spirometry serta pemeriksaan Six minute walking


76

test. Prosedur pemeriksaan spirometry yaitu pasien duduk, meletakan bibir

pasien pada mouthpiece, terapis menginstruksikan kepada pasien untuk ambil

nafas dalam, lalu diminta untuk melakukan ekspirasi mendadak. Lalu kita cek

hasilnya untuk menentukan kategori diagnosa penyakit paru obstruksi kronis

(PPOK). Pemeriksaan Six minute walking test sebelum melakukan test tersebut

dilakukan pengukuran tekanan darah terlebih dahulu, denyut nadi, pernapasan

dan derajat sesak napas. Jika hasilnya normal pasien boleh melakukan Six

minute walking test dengan berjalan selamat 6 menit. Selanjutnya pemberian

intervensi Chest physiotherapy terdiri dari diaphragma breathing exercise

dengan posisi pasien half lying di bed, dan terapis berada di samping pasien.

Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas lewat hidung

disertai dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan disertai

mengempiskan perut. Dilakukan 3-4 kali. Percussion dilakukan dengan posisi

pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis melakukan

percussion thorax dengan tangan yang ditangkupkan dan di tepukkan secara

ritmis pada segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus atas kanan dan

kiri), percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan.

Vibration dilakukan dengan posisi postural drainage yaitu supine lying. Terapis

berada di samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada segmen paru

yang akan di bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis meminta pasien

untuk inhalasi. Vibration dilakukan dengan menekan dan menggetarkan dada

secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi. Vibration dilakukan

selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan. Chest Mobility Exercises terdiri
77

dari dari rib rotation dengan posisi pasien supine lying dan terapis berada di sisi

yang berlawanan dengan meregangkan sisi kanan dada dengan meletakan

tangan di satu sisi tulang rusuk, memberikan gaya arah yang berlawanan dan

hal yang sama dilakukan di sisi lain. Lateral stretching dengan posisi pasien

berbaring miring diatas bantal dan terapis berada disamping pasien, terapis

meregangkan sisi atas dada dengan pasien melakukan abduksi bahu. Latihan

yang sama diulangi di sisi lain. Trunk rotation dengan posisi pasien sitting,

terapis berada di belakang pasien lalu dilakukan rotasi trunk. Pernafasan dalam

posisi maju awal fleksi dan rotasi sisi kiri dulakukan secara lateral. Chest

mobility exercises ini diulangi sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30

detik.

E. Terapi kelima (T5) 20 Januari 2021

Terapi kelima dilakukan pada hari Rabu tanggal 20 januari 2021.

sebelum melakukan terapi dilakukan pemeriksaan skala borg derajat sesak

nafas di dapatkan pasien dengan skala 2 yaitu sesak sangat ringan dan tidak

mengganggu, lalu dilakukan pemeriksaan Six minute walking test. Prosedur

melakukan Six minute walking test (1) Terapis menjelaskan tujuan dan prosedur

test, (2) Sebelum melakukan test dilakukan pengukuran tekanan darah, denyut

nadi, pernapasan dan oxygen saturasi, (3) Test dilakukan pada waktu yang

sama dan dilakukan 2 jam setelah makan, (4) Pasien diminta untuk berjalan dari

ujung ke ujung selama 6 menit, ketika pasien mengalami sesak napas atau

kelelehan selama tes pasien boleh istirahat sampai pasien siap melanjutkan lagi,

(5) Sesudah test pasien diminta untuk menunjukan derajat sesak napas yang
78

dirasakan setelah melakukan. Selanjutnya pemberian intervensi Chest

physiotherapy terdiri dari diaphragma breathing exercise dengan posisi pasien

half lying di bed, dan terapis berada di samping pasien. Terapis

menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas lewat hidung disertai

dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan disertai mengempiskan

perut. Dilakukan 3-4 kali. Percussion dilakukan dengan posisi pasien supine

lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis melakukan percussion

toraks dengan tangan yang ditangkupkan dan di tepukkan secara ritmis pada

segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus atas kanan dan kiri),

percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan. Vibration

dilakukan dengan posisi postural drainage yaitu supine lying. Terapis berada di

samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada segmen paru yang akan di

bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis meminta pasien untuk inhalasi.

Vibration dilakukan dengan menekan dan menggetarkan dada secara manual

dengan kedua tangan selama ekspirasi. Vibration dilakukan selama 15-20 detik

dengan 3 kali pengulangan. Chest Mobility Exercises terdiri dari dari rib

rotation dengan posisi pasien supine lying dan terapis berada di sisi yang

berlawanan dengan meregangkan sisi kanan dada dengan meletakan tangan di

satu sisi tulang rusuk, memberikan gaya arah yang berlawanan dan hal yang

sama dilakukan di sisi lain. Lateral stretching dengan posisi pasien berbaring

miring diatas bantal dan terapis berada disamping pasien, terapis meregangkan

sisi atas dada dengan pasien melakukan abduksi bahu. Latihan yang sama

diulangi di sisi lain. Trunk rotation dengan posisi pasien sitting, terapis berada
79

di belakang pasien lalu dilakukan rotasi trunk. Pernafasan dalam posisi maju

awal fleksi dan rotasi sisi kiri dulakukan secara lateral. Chest mobility exercises

ini diulangi sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30 detik.

F. Terapi Keenam (T6) 21 Januari 2021

Terapi keenam dilakukan pada hari Kamis 21 Januari 2021. Sebelum

melakukan terapi dilakukan pemeriksaan derajat sesak napas menggunakan

skala borg dan didapatkan hasil skala 2 yaitu sesak ringan. lalu dilakukan

pemeriksaan Six minute walking test. Prosedur melakukan Six minute walking

test (1) Terapis menjelaskan tujuan dan prosedur test, (2) Sebelum melakukan

test dilakukan pengukuran tekanan darah, denyut nadi, pernapasan dan oxygen

saturasi, (3) Test dilakukan pada waktu yang sama dan dilakukan 2 jam setelah

makan, (4) Pasien diminta untuk berjalan dari ujung ke ujung selama 6 menit,

ketika pasien mengalami sesak napas atau kelelehan selama tes pasien boleh

istirahat sampai pasien siap melanjutkan lagi, (5) Sesudah test pasien diminta

untuk menunjukan derajat sesak napas yang dirasakan setelah melakukan.

Selanjutnya pemberian intervensi Chest physiotherapy terdiri dari diaphragma

breathing exercise dengan posisi pasien half lying di bed, dan terapis berada di

samping pasien. Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk menarik napas

lewat hidung disertai dengan mengembangkan perutnya, lalu diembuskan

disertai mengempiskan perut. Dilakukan 3-4 kali. Percussion dilakukan dengan

posisi pasien supine lying di bed dengan kepala diganjal bantal. Terapis

melakukan percussion thorax dengan tangan yang ditangkupkan dan di

tepukkan secara ritmis pada segmen paru yang akan di bersihkan ( bagian lobus
80

atas kanan dan kiri), percussion dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali

pengulangan. Vibration dilakukan dengan posisi postural drainage yaitu supine

lying. Terapis berada di samping pasien dengan kedua tangan diletakan pada

segmen paru yang akan di bersihkan (lobus atas kanan dan kiri), terapis

meminta pasien untuk inhalasi. Vibration dilakukan dengan menekan dan

menggetarkan dada secara manual dengan kedua tangan selama ekspirasi.

Vibration dilakukan selama 15-20 detik dengan 3 kali pengulangan. Chest

Mobility Exercises terdiri dari dari rib rotation dengan posisi pasien supine

lying dan terapis berada di sisi yang berlawanan dengan meregangkan sisi kanan

dada dengan meletakan tangan di satu sisi tulang rusuk, memberikan gaya arah

yang berlawanan dan hal yang sama dilakukan di sisi lain. Lateral stretching

dengan posisi pasien berbaring miring diatas bantal dan terapis berada

disamping pasien, terapis meregangkan sisi atas dada dengan pasien melakukan

abduksi bahu. Latihan yang sama diulangi di sisi lain. Trunk rotation dengan

posisi pasien sitting, terapis berada di belakang pasien lalu dilakukan rotasi

trunk. Pernafasan dalam posisi maju awal fleksi dan rotasi sisi kiri dulakukan

secara lateral. Chest mobility exercises ini diulangi sebanyak 6 kali pada setiap

sisi dengan jeda 30 detik.


81

Tabel V. 1 Hasil Kesimpulan Terapi pada Skala Borg

Evaluasi Terapi pertama Terapi terakhir Hasil


Skala borg 6 2 Penurunan derajat
sesak nafas
(Sumber : data primer 2021)

Tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadi penurunan derajat

sesak napas dari T1 dengan derajat sesak napas 6 (sesak mengganggu),

setelah dilakukan T6 dengan derajat sesak napas 2 (ringan).

Tabel V. 2 Hasil Kesimpulan Terapi Ekspansi Sangkar Thorax


Axis Terapi Terapi Hasil
Pertama Terakhir
Axilla 0,5 cm 1,9 cm Peningkatan ekspansi
sangkar thorax
ICS 4 0,5 cm 1,8 cm Peningkatan ekspansi
sangkar thorax
Proc. 1cm 2,5 cm Peningkatan ekspansi
Xyphoideus sangkar thorax

(Sumber : data primer 2021)

Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan dari

ekspansi sangkar thorax. Pada T0 dan T1 dengan titik pengukuran pada

axilla dengan selisih inspirasi dan ekspirasi 0,5 cm, pada titik pengukuran

intercostalis space of sternum 4 (ICS 4) di dapatkan selisih 0,5 cm, pada

titik Pro. Xyphoideus didapatkan selisih 1 cm. Pada T6 terjadi peningkatan

ekspansi sangkar thorax dengan titik pengukuran axilla selisih antara

inspirasi dan ekspirasi 1,9 cm, pada titik pengukuran pada intercostalis

space of sternum 4 (ICS 4) didapatkan selisih 1,8 cm, pada titik pengukuran

proc. Xyphoideus didapatkan selisih 2,5 cm. Pengukuran ekspansi sangkar

thoraks ini artinya jika mengalami peningkatan ekspansi sangkar thoraks

sesak pasien berkurang, normal ekspansi sangkar thorax (3-5) cm.


82

Tabel V. 3 Hasil Kesimpulan Spirometry


Spirometry T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Nilai FEV1 - - - - 35 % - 37%

Nilai Normal - - - - 80% - 80%


FEV1
Interpretasi Severe Severe
(Sumber: data primer 2021)

Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa pasien dilakukan spirometry T4

dan T6 karena pasien sudah tidak sesak. Pemeriksaan spirometry dengan

nilai FEV1 artinya volume maksimal udara yang dikeluarkan pada detik

pertama saat ekspirasi paksa dan inspirasi maksimal adalah 35% pada T4

yaitu 35% yang berarti termasuk PPOK berat (severe). Hasil pemeriksaan

pada T6 nilai FEV1 adalah 37% PPOK berat dan nilai normalnya 80%.

Tabel V. 4 Hasil Kesimpulan Aktivitas Fungsional


6 MWT T0 T1 T2 T3 T4 T5 T6
Jarak - - - - 48 m Selama 180 m 240 m
4 menit selama 5 selama 6
menit menit
VO2 - - - - 7,668 8,46 8,82
Max
METs - - - - 2,190 2,417 2,52
(Sumber: data primer 2021)

Tabel diatas dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan aktivitas

fungsional yaitu pada T0-T3 pasien masih belum mampu untuk diberikan

pemeriksaan Six minute walking test pada pasien penyakit paru obstruksi

kronis (PPOK) karena skala borg pasien masih tinggi sehingga tidak

memungkinkan pasien melakukan test tersebut. Pemeriksaan Six Minute

Walking Test dilaksanakan mulai T4 pasien bisa melakukan dengah hasil 48

meter selama 4 menit dan tidak dapat melanjutkan test ini dikarenakan
83

mengalami sesak, didapatkan V02 Max artinya volume maksimal oksigen

yang dikeluarkan pada saat melakukan aktivitas yaitu 7,668. Mets yaitu untuk

mengetahui aktivatas yang dapat dilakukan pasien dengan nilai 2,190 artinya

pasien boleh melakukan aktivias seperti merawat diri, berjalan santai <3

km/jam dan pekerjaan rumah tangga seperti mencuci baju.

Pada penelitian ini, penulis menggunakan 2 jurnal penelitian untuk dapat

memberikan dosis terapi pada pasien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK).

Jurnal penelitian menurut (Cross et al., 2010) dengan judul ”A Randomised

Controlled Equivalence Trial to Determine the Effectiveness and Cost–Utility

of Manual Chest Physiotherapy Techniques in the Management of

Exacerbations of Chronic Obstructive Pulmonary Disease” Chest

Physiotherapy terdiri dari breathing exercise, postural drainage, percussion,

vibration, dan cough. Durasi Chest Physiotherapy dilakukan selama 2-6 kali

seminggu dengan durasi 20-30 menit, interval 3 menit latihan dan 3 menit

istirahat dan tujuan nya untuk penurunan jumlah sputum.

Jurnal penelitian yang kedua dilakukan oleh (Mehta et al., 2015) yang

berjudul “Combined Effect of PNF Stretching with Chest Mobility Exercise on

Chest Expansion and Pulmonary Functions for Elderly” yang menyatakan

bahwa chest mobility exercises adalah salah satu teknik dalam fisioterapi dalam

meningkatkan mobilitas dinding dada, teknik chest mobility exercises terdiri

dari rib torsion, lateral streatching, trunk rotation, dan sebagainya. Durasi

intervensi diulangi sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30 detik dan

dilakukan selama seminggu total 7 sesi.


84

Terdapat ketidaksesuaian dan perbedaan antara penatalaksanaan yang

dilakukan di lahan dengan jurnal yang mendasari, dimana terjadi perbedaan.

Hal ini merujuk pada peraturan Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) nomor 011

tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pelayanan Fisioterapi di masa Pandemi

COVID-19 versi 2. Penelitian pada penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)

dengan intervensi Chest Physiotherapy yang dipilih adalah Diaphragmatic

breathing exercises, Percussion dan Vibration. Terapi yang dilakukan menurut

kedua jurnal, yaitu selama 7 kali dalam seminggu namun hanya dilakukan

sebanyak 6 kali dalam seminggu dikarenakan adanya kondisi keterbatasan

penelitian di lahan praktek karena pandemic covid-19 dan kebijakan dari

Rumah Sakit tantang BPJS.


BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasien atas nama Tn. S, jenis kelamin laki-laki, usia 67 tahun dengan

diagnosa Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) yang telah dilakukan

tindakan fisioterapi sebanyak 6 kali terapi dalam seminggu mulai tanggal 15-

21 Januari 2021 di Rumah Sakit Umum Paru Dungus Madiun dengan

modalitas Chest Physiotherapy dan Chest Mobility Exercises yang bertujuan

untuk mengurangi sesak napas, meningkatkan ekspansi sangkar thorax,

mempermudah pengeluaran sputum dan meningkatkan aktivitas fungsional

pasien.

Pemberian modalitas Chest Physiotherapy berupa diafragma breathing

exercise, percussion dan vibration dilakukan selama 6 kali terapi dengan durasi

20-30 menit, interval latihan 3 menit latihan dan 3 menit istirahat. Chest

Mobility Exercise berupa rib rotation, lateral stretching dan trunk rotation

diulangi sebanyak 6 kali pada setiap sisi dengan jeda 30 detik yang dapat

mengurangi derajat sesak napas, peningkatan ekspansi sangkar thorax,

pengeluaran sputum serta peningkatan kemampuan fungsional pasien.

B. Saran

Keberhasilan proses kesembuhan ditentukan oleh tim medis dan pasien itu

sendiri serta untuk dapat mendukung lancarnya pelaksanaan program

fisioterapi yang telah ditetapkan, maka latihan dan larangan harus ditaati sesuai

dengan yang telah dianjurkan oleh terapis, seperti tidak mengangkat beban

85
86

yang terlalu berat, namun tetap di perbolehkan untuk mengangkat beban sesuai

dengan kemampuan pasien. Dalam melakukan pemberian tindakan, fisioterapi

tidak dapat bekerja sendiri dan diperlukan kerjasama antara dokter dan tim

medis lain demi keberhasilan dalam proses penyembuhan pasien, dan saran

untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian dalam jangka waktu yang

lebih lama agar hasil terapi lebih baik dan maksimal.

1. Kepada pasien

Pasien dianjurkan untuk tetap rutin dalam melakukan terapi dan

melakukan latihan di rumah (home program) sesuai yang telah diberikan

terapis agar hasil terapi kebih optimal. Pasien dianjurkan untuk selalu

menjaga kebugaran tubuh dengan melakukan olahraga secara rutin dan

mengurangi aktifitas berlebihan. Pasien diminta untuk menghindari faktor

pencetus seperti merokok, polusi udara dan suhu dingin. Pasien diminta

untuk melakukan pola hidup sehat seperti perbanyak konsumsi buah dan

sayur, berolahraga,menjaga kebersihan, dan ketika keluar rumah

disarankan untuk selalu menggunakan masker.

2. Kepada Keluarga Pasien

Keluarga pasien dianjurkan untuk selalu memberi semangat dan

motivasi kepada pasien mengingat kesembuhan pada pasien penyakit paru

obstruksi kronis (PPOK). Keluarga pasien diminta untuk meluangkan

waktuknya untuk mengingatkan dan mendampingi ketika latihan

pernapasan di rumah.
87

3. Kepada Masyarakat

Masyarakat dianjurkan untuk menerapkan pola hidup sehat dengan

rutin berolahraga,menjaga pola makan dan istirahat yang cukup.

Masyarakat disarankan untuk berobat dan konsultasi ke dokter jika

mengalami sesan napas, susah mengeluarkan dahak untuk mendeteksi

penyakit sejak dini dan menghindari kondisi yang semakin memburuk.

4. Kepada Fisioterapis

Fisioterapis dalam melakukan pelayanan, hendaknya dilakukan sesuai

dengan prosedur yang ada untuk memperoleh hasil yang maksimal.

Fisioterapis melakukan pemeriksaan dengan teliti dan sistematis sehingga

dapat memecahkan atau menyelesaikan permasalah yang terjadi pada

pasien dan mendapatkan hasil secara rinci. Fisioterapis dapat memilih

teknologi intervensi yang paling sesuai dengan hasil yang memuaskan bagi

pasien dan terapis itu sendiri untuk dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
88

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik ( PPOK ) Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan di Indonesia. Indonesia: PDPI.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.


Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2013. Litbang
Depkes RI. Jakarta.

Bickley, Lynn S., and Peter G, Szilagyi. 12 Eds. Bates’ Guide to Physical
Examination and History Taking. 2017. Philadelphia: Wolters Kluwer.
Bowden, Magnus. 2015. Postural Drainage. Royal: Royal Surrey County
Hospital NHS Foundation

Cross, J., Elender, F., Barton, G et al. 2010. A Randomised Controlled


Equivalence Trial to Determine the Efectiveness and Cost-Utility of
Manual Chest Physiotherapy Techniques in the Management of
Exacerbations of Chronic Obstructive Pulmonary Disease (MATREX).
Health Technology Assessment. Vol 14(23)

Djojodibroto, R. Darmanto. 2009. Respirology (Respiratory Medicine). Jakarta :


EGC

Fitriana P. 2015. Influence of Smoking on Chronic Obstructive Pulmonary Disease


(COPD). Jurnal Majoriti. 4(5), 67-74.

GOLD. 2017. Pocket Guide to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. A


guide for Health Care Professionals 2017 Edition. Universitas De
Barcelona : Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease.

Kim, Criner. 2013. Chronic Bronchitis and Chronic Obstructive Pulmonary


Disease. Am J Respir Crit Care Med. 187(3): 229-234

Menkes.2008. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Tentang


Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif
Kronis.(www.pdpersi.co.id/peraturan/kepmenkes/kmk10222008.pdf)

Metha, gopi P. K, Vinod B. 2015. Combined Effect of Pnf Stretching with Chest
Mobility Exercises on Chest expansion and Pulmonary Functions for
Eldery. Int j physiother Vol 2(3).

Malik, Rajni. 2014. Fisioterapi Kardiopulmonal. Jakarta : EGC


89

Naser, Fadhil. 2016. Gambaran Derajat Merokok pada Penderita PPOK di Bagian
Paru RSUP Dr. M. Djamil. Jurnal Kesehatan Andalas. Vol 5(2):306-307

Olszewska, Jolanta. 2011. Rehabilitation of Chronic Obstructive Pulmonary


Disease Patients. Pol. Ann. Med . 18 (1): 177–187

Pearce, Evelyn C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama

Permadi, Agung W. 2014. Fisioterapi Manajemen Komprehensif Praklinik. Jakarta


: EGC

Paulsen, F., & Waschke, J. 2013. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Anatomi Umum
dan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Setyawan. 2017. Pengaruh Penambahan Pursed Lips Breathing Exercise pada Static
Cycle Intensitas Sedang terhadap Peningkatan Kebugaran pada Penderita
PPOK. Sport and Fitness Journal. 5(2).97-98.

Soemarno. 2005. Pengaruh Penambahan MWD pada Terapi Inhalasi, Chest


Fisioterapi (Postural Drainage, Huffing, Caughing, Tapping dan Clapping)
dalam Meningkatkan Volume Pengeluaran Sputum pada Penderita Asma
Bronchiale. Jurnal Fisioterapi Indonesia. 5(1).57-60.

Syaifuddin. 2013. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta :


EGC.

World Health Organizing. 2001. Internasional Classification of Functioning,


Disabilitty and Health. Geneva : World health Organizing
90

Lampiran 1 : Layak Etik


91

Lampiran 2: Surat Ijin Penelitian


92

Lampiran 3 : Informed Concent


93

Lampiran 4 : Status Klinik


94
95
96
97
98
99
100
101
102
103

Lampiran 5 : Hasil Rontgen


104

Lampiran 6 : Lembar Konsultasi


105
106

Lampiran 7 : Biodata Penulis

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Irma Ayu NurAffirda

Tempat dan Tanggal Lahir : Madiun, 05 Agustus 1999

Alamat : Jalan kenanga, RT 16/RW 07 Ds. Pilangkenceng,

Kec. Pilangkenceng, Kab. Madiun.

Email : irmaaffirda5@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SDN Bangunsari 2 lulus tahun 2012

2. SMPN 2 Mejayan lulus tahun 2015

3. SMAN 2 Mejayan lulus tahun 2018

4. Masuk Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata Kediri Jurusan D3 Fisioterapi

tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai