Oleh:
Dyah Nalatama
NIM. P27226018464
i
HALAMAN PENGESAHAN
Clinical Educator
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan persentasi kasus
dengan judul “Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Spondylolisthesis Lumbal
di RSJD DR RM Soedjarwadi”.
Penulisan laporan persentasi kasus ini bertujuan untuk melengkapi tugas
kompetensi fisioterapi geriatri bagi mahasiswa Program Studi Fisioterapi Program
Profesi Poltekkes Kemenkes Surakarta. Penulis menyadari bahwa laporan persentasi
kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan laporan
persentasi kasus ini.
Selesainya laporan persentasi kasus ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh
rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan moril maupun materil secara langsung maupun tidak
langsung kepada kami dalam penyusunan makalah ini hingga selesai.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu. Penulis juga berharap semoga laporan persentasi kasus ini dapat
bermanfaat bagi semua kalangan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Spondylolisthesis adalah pergeseran kedudukan corpus vertebra.
Spondylolisthesis paling sering terjadi pada sendi lumbal karena beban yang
paling banyak pada tulang punggung terletak pada persendian ini. Gangguan yang
dapat ditimbulkan akibat kondisi ini antara lain nyeri tekan pada regio lumbal,
spasme otot, terjadi penurunan kekuatan otot, keterbatasan gerak, dapat juga
terjadi penjalaran nyeri pada tungkai. Sehingga dapat menimbulkan keterbatasan
fungsi seperti gangguan saat bangun dari keadaan duduk, saat membungkuk,
duduk atau berdiri lama dan berjalan.
Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan, fisioterapi mempunyai
peranan penting dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan pada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak dan
fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan. (Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor: 778/MENKES/SK/VIII/2008).
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam laporan ini adalah:
Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus spondylolisthesis lumbal?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua, yakni:
1. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas kompetensi fisioterapi geriatri
2. Untuk mengetahui permasalahan dan penatalaksanaan fisioterapi serta untuk
mengaplikasikan ilmu dan pengetahuan pada kasus spondylolisthesis lumbal.
1
D. Metode Penulisan
1. Data primer dengan menggunakan antara lain:
a. Pemeriksaan fisik
Bertujuan untuk mengetahui keadaan fisik pasien. Pemeriksaan fisik terdiri
dari: vital sign, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak dan pemeriksaan
fungsi.
b. Interview
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara tanya jawab
antara terapis dengan sumber data/pasien.
c. Observasi
Dilakukan untuk mengambil perkembangan pasien selama dilakukan
terapi.
2. Data sekunder dengan menggunakan antara lain:
a. Studi dokumentasi
Dalam studi dokumentasi penulis mengamati dan mempelajari data-data
medis dan fisioterapi dari awal sampai akhir.
b. Studi pustaka
Dari buku-buku, internet, jurnal dan yang berkaitan dengan
Spondylolisthesis Lumbal
E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Penulis
Menambah pemahaman mengenai kasus Spondylolisthesis Lumbal dan
menerapkan penatalaksanaan fisioterapi yang baik dan benar pada kasus
tesebut.
2. Bagi Fisioterapis
Dapat memperkaya atau menambah pengetahuan mengenai
Spondylolisthesis Lumbal dan mampu mengembangkan aplikasi latihan di
rumah maupun di rumah sakit atau klinik.
2
F. Sistematika Penulisan
Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang meliputi
latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dari pembuatan laporan persentasi
kasus, metode penulisan, manfaat serta sistematika dalam penulisan. BAB II
merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi dan fisiologi dari lumbal,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinik, diagnosis, prognosis dan
penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Spondylolisthesis Lumbal. BAB III
merupakan pembahasan status pasien. BAB IV merupakan penutup yang berisi
kesimpulan dan saran.
3
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Definisi
4
Spondylolisthesis degeneratif menghasilkan ketidakstabilan intersegmental.
Patofisiologi degenerasi diskus dan artropati facet telah diteliti secara ekstensif;
Namun, sifat dan etiologi pembentukan rasa sakit masih diperdebatkan.
Degenerasi anulus fibrosis menghasilkan robekan radial yang mana nukleus
pulposus berpindah ke posterior dan dapat terjadi hernia. Degenerasi disk juga
dapat menyebabkan perubahan yang mempengaruhi stabilitas segmen gerak tulang
belakang, sehingga mempengaruhi faset artikular. Pengeringan diskus memberi
tekanan lebih besar pada faset, yang kemudian terjadi shear forces. Subluksasi
terjadi sebagai akibat inkompetensi faset yang progresif. Tipe ini paling sering
terjadi pada L4-5 dan L3-4.
5
tulang belakang distabilkan posisinya oleh sendi facet yang juga berfungsi
menahan gerakan dari tulang belakang secara berlebihan. Hal ini yang
memungkinkan tulang belakang menekuk ke depan (fleksi) dan belakang
(ekstensi) tetapi tidak memungkinkan untuk melakukan banyak gerakan rotasi
(memutar/berputar)
Akibat proses penuaan timbul keausan dan menyebabkan perubahan di
tulang belakang (vertebra) dan diskus intervertebralis. Diskus kehilangan
elastisitas menjadi kaku, dan mulai timbul tonjolan pada tulang vertebra, yang
merupakan proses awal degenerasi. Tulang, sendi, dan ligamen di tulang belakang
menjadi lemah dan kurang mampu menahan tulang belakang sejajar, sendi facet,
menjadi tidak kompeten dan ketika terlalu banyak fleksi, memungkinkan ruas-ruas
tulang belakang meluncur/melesak keluar dari posisi sebenarnya atau mengalami
pergeseran.
Penyebab lain pergeseran ruas tulang belakang karena adanya trauma
langsung pada tulang belakang yang mengakibatkan fraktur atau akibat adanya
masa tumor yang menyebabkan pendesakan pada struktur tulang vertebra,
sehingga kehilangan kemampuannya dalam menjaga stabilitas dan posisi ruas-ruas
tulang yang ada.
E. Manifestasi Klinik
Pada beberapa orang, pergeseran ruas tulang belakang tidak menimbulkan gejala
sama sekali. Gejala spondylolisthesis timbul apabila terjadi pendesakan atau
penekanan pada saraf spinal.
- Beberapa pasien mungkin mengalami sakit punggung dan kaki yang berkisar
dari yang ringan hingga berat. Nyeri punggung bawah dan/atau sakit kaki
adalah gejala yang paling khas untuk pergeseran ruas tulang belakang di daerah
pinggang (lumbal).
- Gejala spondylolisthesis yang paling umum di kaki termasuk perasaan
kelemahan yang sering dikaitkan dengan berdiri terlalu lama atau berjalan.
6
Gejala kaki bisa disertai dengan mati rasa, kesemutan, dan/atau nyeri yang
sering dipengaruhi oleh postur.
- Timbul sakit siatik, rasa sakit di salah satu atau kedua kaki, atau perasaan lelah
pada kaki bagiah bawah ketika berdiri untuk jangka waktu lama atau mencoba
untuk berjalan jarak berapapun
- Umumnya, pada sakit punggung, membungkuk ke depan atau duduk sering
mengurangi gejala, karena dalam posisi membungkuk atau duduk, celah antar
tulang belakang lebih terbuka. Dalam posisi berdiri tegak atau berjalan, celah
antar tulang belakang semakin menyempit akibat tekanan, sehingga semakin
meningkatkan gejala.
- Pasien kadang merasakan otot hamstring (otot-otot di belakang paha) terasa
tegang
- Fleksibilitas punggung bawah kadang menurun, dan kesulitan atau nyeri pada
saat ekstensi (melengkungkan punggung ke belakang).
F. Diagnosis
- Pemeriksaan fisik; pasien diperiksa untuk gejala fisik, melalui berbagai gerakan,
untuk mengetahui fleksibilitas, kelemahan otot atau gejala neurologis yang
mungkin timbul akibat saraf yang terjepit. Bila dari riwayat medis dan
pemeriksaan fisik diduga terjadi pergeseran ruas tulang belakang
(spondylolisthesis), maka akan dilakukan beberapa tes pencitraan untuk
memastikannya.
- Rontgen dilakukan untuk mengkonfirmasikan adanya pergeseran ruas tulang
belakang dan/atau mengesampingkan kemungkinan penyebab lain dari gejala
pasien. Tes ini memvisualisasikan tulang dan akan menunjukkan apakah vertebra
yang dicurigai benar bergeser atau tidak, selain itu rontgen dapat menunjukkan
perubahan penuaan, seperti kehilangan tinggi diskus, adanya taji tulang ataupun
fraktur pada tulang vertebra.
7
- Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat membuat gambar yang lebih baik
untuk jaringan lunak, seperti otot, diskus, saraf, dan sumsum tulang belakang. Hal
ini dapat menampilkan lebih detail dari pergeseran ruas tulang belakang dan
apakah ada saraf yang terjepit.
- Computed tomography (CT) scan lebih rinci dari rontgen dan dapat menampilkan
penampang gambar tulang belakang.
G. Prognosis
Sebagian besar peneliti melaporkan 75-95% hasil yang bagus pada isthmic
sondylolisthesis. Sebagian besar pasien yang menjalani operasi melaporkan
peningkatan kualitas hidup dan penurunan tingkat nyeri. Yang mengejutkan, hasil
pada kebanyakan penelitian tidak berkorelasi dengan tingkat spondylolisthesis
atau sudut pergeseran. Beberapa studi tindak lanjut jangka panjang mendukung
pengobatan konservatif anak asimtomatik dan remaja dengan spondylolisthesis
(tipe I atau II). (Vokshoor, 2017)
H. Penatalaksanaan Fisioterapi
Assesment merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun data
pemeriksaan pasien yang kemudian menjadi dasar dari penyusunan program terapi
dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan sekitar
pasien. Assesment sangat penting dalam proses fisioterapi. Assesment dapat
membantu, fisioterapi mengidentifikasikan permasalahan yang ada. Kemudian
hasil dari identifikasi ini akan menjadi dasar untuk menentukan rencana dan
program fisioterapi, mengevaluasi perkembangan penderita dan dengan assesmen
pula akan diketahui metode yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi penderita.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam asesmen meliputi:
1. Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya jawab
antara terapis dengan sumber data. Dilihat dari segi pelaksanaannya
anamnesis dibedakan atas dua yaitu:
8
- Autoanamnesis, merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada
pasien yang bersangkutan
- Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan terhadap orang lain
yaitu keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan pasien yang
mengetahui keadaan pasien tersebut.
Anamnesis yang akan dilakukan berupa:
- Anamnesis Umum untuk mengetahui keterangan umum pasien
Anamnesis ini berisi tentang:
a. Nama,
b. Tempat tanggal lahir (usia),
c. Jenis Kelamin
d. Agama
e. Pekerjaan,
f. Alamat,
g. Nomor Rekam Medis
Identitas pasien harus diisi selengkap mungkin bertujuan untuk
menghindari kesalahan dalam pemberian tindakan.
- Anamnesis Khusus
a. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan alasan pasien datang ke
fisioterapi.Keluhan utama pasien dijadikan sebagai acuan dalam
menggali informasi lebih dalam, melakukan pemeriksaan, dan
pemberian tindakan.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Menceritakan hal-hal yang berhubungan dengan keluhan utama
yaitu perjalanan penyakit sejak timbul keluhan samapai dilakukan
intervensi fisioterapi sekarang. Riwayat penyakit sekarang
merupakan rincian dari keluhan utama, yang berisi riwayat
perjalanan penyakit secara kronologis dengan jelas dan lengkap
9
serta keterangan tentang riwayat pengobatan yang pernah dilakukan
sebelumnya dan hasil yang diperoleh.Hal ini bertujuan sebagai
acuan dalam melakukan pemeriksaan serta pemberian tindakan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit yang berhubungan tidak langsung ataupun tidak
berhubungan sama sekali dengan keluhan utama. Meliputi penyakit
diabetes melitus, hipertensi, gangguan jantung atau penyakit
lainnya. Pernah dirawat di rumah sakit atau tidak, dimana, kapan,
dan berapa lama. Hal ini perlu diketahui karena ada beberapa
penyakit yang sekarang dialami ada hubungannya dengan penyakit
yang pernah dialami sebelumnya serta sebagai bahan pertimbangan
dalam pemilihan cara dan toleransi latihan.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit yang sama seperti pasien yang diderita oleh
anggota keluarga lain.
e. Riwayat Psikososial
Riwayat psikososial pada kasus muskuloskeletal meliputi
pekerjaan, aktifitas sehari hari, dengan siapa pasien tinggal dan
berapa jumlah anggota keluarga pasien, serta biaya pengobatan
pasien.
2. Pemeriksaan Obyektif
a. Pemeriksaan Tanda Vital
1) Tensi atau Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat terjadi kontraksi otot
jantung yang mendorong isi ventrikel masuk ke dalam arteri yang
telah meregang.Sedangkan, tekanan diastolik adalah tekanan darah
10
yang digambarkan pada rentang di antara grafik denyut jantung dan
merupakan nilai terendah yang dicapai. (Magee, 2006)
Sistolik Diastolic
Pada Masa Bayi 70 – 90 50
Pada Masa Anak 80 - 100 60
Anak
Selama Masa Remaja 90 - 110 60
Dewasa muda 110 - 125 60-80
Umur Lebih Tua 130 – 150 80 - 90
(Nilai tekanan Darah Normal (dalam mm hg) (Pearce, 2011))
Tabel 1 Tekanan darah
2) Denyut Nadi
Suatu gelombang yang teraba pada arteri bila darah di pompa keluar
jantung. Mudah di raba di tempat arteri melintasi sebuah tulang yang
terletak dekat permukaan. Kecepatan denyut jantung berbeda, sesuai
dengan kondisi individu. (Magee, 2006)
Pada bayi baru lahir 160
1 tahun pertama 120
2 tahun 110
Umur 5 tahun 96-100
Pada umur 10 tahun 80-90
Pada orang dewasa 60-80
Tabel 2 nadi normal
11
3) Respiratory Rate
Kecepatan pernafasan diukur pada saat satu kali inspirasi dan
ekspirasi. Bernafas secara normal diidentifikasikan dengan ekspirasi
yang menyusul inspirasi dan kemudian terdapat jeda sebentar.
(Magee, 2006)
Kecepatan normal pernafasaan
Umur
tiap menit
Bayi baru lahir 30 – 40
1 tahun 30
1-5 tahun 24
Orang dewasa 16-20
Tabel 3 Respiratory Rate normal
4) Status Gizi
Body Mass Index atau BMI atau dalam bahasa Indonesia disebut
Index Masa Tubuh atau IMT adalah sebuah ukuran berat terhadap
tinggi badan yang umum digunakan untuk menggolongkan orang
dewasa ke dalam kategori Underweight yaitu kekurangan berat
badan, Overweight yaitu kelebihan berat badan dan Obesitas yaitu
kegemukan. Rumus atau cara menghitung BMI sangat mudah, yaitu
dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat dari
tinggi badan dalam meter yaitu kg/m².
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus
berikut (Day, 2009):
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝐾𝑔)
𝐼𝑀𝑇 =
𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝐵𝑎𝑑𝑎𝑛 (𝑚)
12
Gambar 2 Klasifikasi Body Mass Index
5) Suhu Badan
Pemeriksaan suhu badan bisa menggunakan punggung tangan.
Afebris berarti dalam batas normal, subfebris berarti demam yang
tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa hangat, febris berarti demam.
b. Pemeriksaan Khusus
1) Inspeksi
Fase observasi yang bertujuan untuk mendapatkan informasi dari
penglihatan atau penampilan.Berlangsung mulai dari pasien berjalan
dari ruang tunggu sampai masuk dan di periksa di dalam ruangan
pemeriksaan. Pada buku orthopaedic Physical Assesment, David
Magee mengatakan hal hal yang harus di periksa dalam fase inspeksi
adalah
13
Posture dan aligment
Deformitas
Kontur tubuh
Kontur jaringan lunak
Kesimetrisan batang tubuh
Warna dan tekstur kulit
Luka atau tanda tanda cidera
Krepitasi atau bunyi yang tidak normal dari sendi
Tanda radang.
Ekspresi
Pola gerakan abnormal atau tidak
2) Palpasi
Suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari-jari atau
tangan.Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya
getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi, dan ukutan rasa nyeri tekan
dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.Palpasi merupakan tindakan
penegasan dari hasil inspeksi untuk menemukan yang tidak terlihat.
3) Move dan joint test
Pemeriksaan gerak dapat di lakukan dengan 3 cara, antara lain (Day,
2009):
a) Active Movement
Secara aktif dilakukan oleh pasien.menunjukkan gerakan
fisiologi. Hal hal yang di perhatikan dalam pemeriksaan gerak
aktif yaitu dimana dan kapan nyeri muncul, gerakan seperti apa
yang ameningkatkan rasa nyeri dari pasien, pola gerakan dan
gerak kompensasi pasien, ritme gerakan yang dapat di lakukan
pasien. Selain itu dapat juga menunjukkan motivasi pasien untuk
14
menggerakkan tubuhnya Gerakan aktif yeng terbatas juga
mengidentifikasikan adanya masalah pada sendi.
b) Passive movement
Gerak pasif di lakukan oleh terapis atau pemeriksa.Gerakan pasif
menunjukkan gerak anatomi.Dengan menggerakkan pasien secara
pasif, terapis dapat merasakan hyper atau hypo mobility dari suatu
sendi. Dalam pemeriksaan gerak pasif yang harus dinilai oleh
terapis adalah kapan dan dimana muncul nyeri dan end feel dari
gerakan serta ROM gerakan yang dapat di capai oleh pasien
c) Resisted movement
Dilakukan dengan memberikan tahanan pada gerakan agar tidak
terjadi perubahan sudut sendi. Yang harus di lihat oleh terapis
adalah kontraksi yang bagaimana yang menimbulkan nyeri,
bagaimana intensitas dan kualitas dari nyerinya; kekuatan
kontraksi otot; dan terapis dapat menyimpulkan tipe kontraksi
seperti apa yang dapat menimbulan nyeri atau masalah.
5) MMT
Derajat dari MMT di nilai dalam angka dari 0 sampai dengan 5.
Derajat yang diberikan menggambungkan antara faktor subjektif dan
objektif. Faktor subjektif adalah penilaian penguji pada tahanan yang
di berikan pada pasien dalam test.Sedangkan faktor objektif adalah
15
kemampuan pasien untuk memenuhi ROM atau melawan tahanan dan
gravitasi. (Kisner, 2007)
Grade Terbilang Keterangan
0 Zero Tidak ada pergerakan otot, baik secara
palpasi atau visual
1 Trace Penguji dapat mendeteksi adanya
kontraksi dari satu atau lebih otot yang
berpasrtisiapasi dalam menimbulkan
sebuah gerakan yang sedang di uji baik
secara palpasi atau terlihat. Namun tidak
ada pergerakan dari sendinya
2* Poor Otot dapat memenuhi full ROM dalam
posisi yang gaya gravitasinya minimal.
Biasanya dalam posisi horizontal
3* Fair Otot atau group otot dapat memenuhi
ROM penuh dan dapat melawan gravitasi
saja.
4* Good Dapat memenuhi ROM full dan melawan
gravitasi serta dapat melawan tahanan
tanpa berhenti di tengah-tengah ROM.
5 Normal Dapat memenuhi ROM dan melawan
tahanan maksimal
Tabel 4 MMT
*spasme dan kontraktur bisa saja terdapat limit ROM
16
6) ROM
Merupakan pemeriksaan dasar untuk menilai pergerakan dan
mengidentifikasikan masalah gerak untuk intervensi.Ketika sendi
bergerak dengan ROM yang full atau penuh, semua struktur dalam
region sendi tersebut mulai dari otot, ligament, tulang dan fasia ikut
terlibat di dalamnya.Pengukuran ROM di lakukan dengan gonio
untuk menilai ROM dalam derajat (Kisner, 2007). Range dari otot
berhubungan dengan fungsi dari otot itu sendiri, tujuan dari
pengukuran ROM adalah untuk:
Menentukan limitasi dari fungsi atau adanya potensi dari
deformitas
Menentukan mana range yang harus di tingkatkan
Menentukan apakah di perlukannya penunjang atau alat bantu
Menegakkan pemeriksaan secara objektif.
Merekam peogressif atau regressif dari kelainan sendi
7) Tes Khusus
3. Pengumpulan Data Tertulis Penunjang
4. Algoritma Fisioterapi
5. Diagnosis Fisisoterapi
Berisikan tentang penegakkan diagnosa fisioterapi yang didapat dari
permasalahan fisioterapi yang terdiri dari impairment, functional limitation
dan partisipasi restricted.
6. Program Pelaksanaan Fisioterapi
- Tujuan
Tujuan Jangka Pendek
Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas
masalah yang utama.Dalam membuat Tujuan jangka pendek ini
harus disertai dengan bagaimana tujuan/ rencana tersebut akan
17
dicapai, alokasi waktu pencapaian,dan kondisi-kondisi seputar
pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan tersebut dapat
dicapai.
Tujuan Jangka Panjang.
Tujuan yang dibuat berdasarkan prioritas masalah, tetapi bukan
masalah utama/segera. Tujuan jangka Panjang harus sesuai
realistis sesuai dengan patologi dan kondisi pasien.
- Teknologi Intervensi Fisioterapi
Berisikan tentang semua terapi yang akan diberikan kepada pasien
sesuai dengan maslah fisioterapi, yang terdapat dalam metoda ini
adalah jenis latihan, metoda latihan, dosis (intensitas, durasi, frekuensi)
dan keterangan.
- Program untuk di rumah
Program untuk dirumah merupakan semua hal yang berkaitan dengan
tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan di
rumah terutama dalam kehidupan sehari-hari.
7. Rencana Evaluasi Terapi
Poin-poin yang akan dievaluasi pada pertemuan berikutnya
8. Prognosis
Terdiri dari:
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : bonam
Bonam: Baik
Sanam: Buruk
Dubia: Di antara baik dan buruk
18
9. Pelaksanaan Terapi
Pelaksanaan fisioterapi merupakan implementasi metode pemberian
fisioterapi.
10. Evaluasi dan Tindak Lanjut
Evaluasi dilakukan sesaat melakukan tindakan, dan setelah dilakukan
tindakan fisioterapi. Jika pasien mengalami kemajuan dari sebelumnya maka
evaluasi ditulis dalam format Subjektif, Objektif, Assesmen, Planning.
11. Hasil Terapi Akhir
19
BAB III
LEMBAR ASSESSMENT FISIOTERAPI
DEPARTEMEN KESEHATAN RI
N.I.M. : P27226018464
20
KETERANGAN UMUM PENDERITA
Nama : Tn. M
Usia : 70 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Petani
Alamat : Kudus
No. CM : 742112
SEGI FISIOTERAPI
A. PEMERIKSAAN SUBYEKTIF
21
1. Keluhan Utama Dan Riwayat Penyakit Sekarang
(Termasuk didalamnya lokasi keluhan, onset, penyebab, factor-2 yang memperberat atau
memperingan, irritabilitas dan derajad berat keluhan, sifat keluahan dalam 24 jam, stadium dari
kondisi)
Tanggal pemeriksaan : 8 September 2017
KU : Pasien merasakan nyeri pinggang saat berjalan > 10 meter baik dalam posisi
berdiri dan jongkok, nyeri saat mengangkat barang lebih dari 5 kg, nyeri saat
bangun tidur, tidur ke duduk, dan duduk ke berdiri.
RPS : Enam bulan yang lalu pasien mengeluh nyeri pinggang saat berjalan > 10 meter
baik dalam posisi berdiri (jika kaki kanan melangkah nyeri di bokong kiri, begitu
juga sebaliknya) dan jongkok, nyeri saat mengangkat barang lebih dari 5 kg,
nyeri saat bangun tidur, tidur ke duduk, dan duduk ke berdiri. Lalu berobat ke
dokter keluarga selama 6 bulan namun tidak ada hasil. Dalam 6 bulan tersebut,
sempat ada gotong royong agustusan, pinggang menjadi semakin sakit,
kemudian diurut 2-3 kali, sembuh namun sakit lagi. Akhirnya pasien
memutuskan untuk terapi di RSJD DR RM Soedjarwadi
(Lingkungan kerja, lingkungan tempat tinggal, aktivitas rekreasi dan diwaktu senggang, aktivitas
sosial)
Riwayat keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
serupa
Lingkungan kerja : Pasien adalah seorang petani
Lingkungan tempat tinggal : Posisi kasur di lantai
Aktivitas rekreasi : Pasien jarang pergi untuk berekreasi
Aktivitas di waktu senggang : Memelihara itik
Aktivitas sosial : Pasien aktif dalam kegiatan bermasyarakat seperti
gotong royong warga
22
3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta
Pasien belum pernah mengalami keluhan yang serupa sebelumnya. Tidak ada
riwayat penyakit penyerta yang menyertai selama menjalani pengobatan dan pasien tidak
memiliki riwayat penyakit dahulu.
B. PEMERIKSAAN OBYEKTIF
1. Pemeriksaan Tanda Vital
(Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan, berat badan)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Denyut nadi : 85x/menit
Pernapasan : 18x/menit
Tinggi badan : 163 cm
Berat badan : 62 kg
2. Inspeksi / Observasi
a. Statis :
b. Dinamis :
- Terdapat perlambatan gerakan dari tidur ke duduk, duduk ke berdiri, dan berdiri ke
persiapan berjalan
23
3. Palpasi
- Tidak terdapat nyeri tekan dan nyeri diam pada lumbal 3-4
4. Joint Test
Gerak aktif :
5. Muscle Test
(kekuatan otot, kontrol otot, panjang otot, isometric melawan tahanan/provokasi nyeri, lingkar
otot)
- Fleksor trunk: 4
- Ekstensor trunk: 4
24
6. Neurological Test
- SLR negatif
- Braggard negatif
- Neri negatif
- Patrick negatif
- Co Patrick negatif
7. Kemampuan Fungsional
Pasien merasakan kesulitan saat berjalan > 10 meter baik dalam posisi berdiri dan
jongkok, saat mengangkat barang lebih dari 5 kg, saat bangun tidur, tidur ke duduk,
dan duduk ke berdiri karena nyeri pinggang.
8. Pemeriksaan Spesifik
a. Tanda Spondylolisthesis
Nyeri pada saat anterior pelvic tilting
b. Nyeri
Nyeri gerak nilai VAS 40 mm saat anterior pelvic tilting dan gerak fungsional pada L3-
L4
c. Keseimbangan
Time Up and Go Test: 14 detik 43. Hasil: Risiko jatuh yang tinggi
25
C. ALGORITMA (CLINICAL REASONING)
ya C.
tidak
Nyeri di pinggang, bokong, LBP Myogenik atau ada
atau kaki saat beraktivitas gangguan visceral
ya
ya
ya
tidak
Pemeriksaan Penunjang X Ray terdapat pergeseran
Spondylolisis
corpus vertebra
ya
ya
1. Impairment
- nyeri pada L3 – L4
- gangguan keseimbangan
2. Functional Limitation
- gangguan gerak dan fungsi saat bangun tidur, tidur ke duduk, duduk ke berdiri,
persiapan berjalan, berjalan >10 m, dan mengangkat barang >5kg
Belum bisa kembali bekerja sebagai petani dan ikut gotong royong
E. PROGRAM FISIOTERAPI
1. Tujuan Jangka Panjang
- mengurangi nyeri
- mengurangi spasme
a. Infra Red
27
b. TENS
c. William Flexion
d. Latihan keseimbangan
d. Edukasi
F. RENCANA EVALUASI
- Nyeri : VAS
- Keseimbangan: TUGT
G. PROGNOSIS
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad cosmeticam : bonam
I. PELAKSANAAN TERAPI
1. Infra Red
Persiapan alat:
28
- Arahkan lampu IR di area yang akan diterapi. Pemasangan lampu diatur
sehingga jatuh tegak lurus pada area lumbal dengan jarak penyinaran 30 -
45cm.
- Nyalakan lampu IR waktu penyinaran 15 menit
- Tanyakan kepada pasien sensasi yang diterima ( hangat )
2. TENS
Persiapan alat
- Menghidupkan alat
Persiapan Pasien
- Pasien tidur tengkurap, pastikan tidak ada kontra indikasi
Penatalaksanaan terapi
- TENS dengan 2 pasang pad diletakkan pada area vertebra lumbal dengan
metode lokal, pastikan pad kontak langsung dengan jaringan kulit. Waktu 15
menit, intensitas sesuai dengan toleransi pasien
3. William Flexion
Persiapan alat
- Bed atau matras
Persiapan pasien
- Memastikan kondisi umum pasien sebelum latihan dan pastikan pasien
mengenakan pakaian yang tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu aktivitas
latihan
Penatalaksanaan terapi
- pelvic tilting : terlentang, dangan kedua lutut ditekuk, pasien menekan pinggang
ke bed.
- partial sit up : terlentang, menganggkat kepala dan bahu dari matras
4. Latihan Keseimbangan
Persiapan alat
- Ruangan yang cukup luas
29
Persiapan pasien
- Memastikan kondisi umum pasien sebelum latihan dan pastikan pasien
mengenakan pakaian yang tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu aktivitas
latihan
Penatalaksanaan terapi
- Berjalan dan berhenti setiap 3 langkah
- Berjalan dan menyentuh lutut setiap 3 langkah
- Berjalan maju
- Berjalan mundur
- Berjalan cepat
- Berjalan lambat
- Berjalan dengan membentuk kotak
- Berjalan menyamping
5. Edukasi
Pasien dianjurkan untuk memakai korset ketika beraktivitas kecuali mandi dan
tidur dan tidak dianjurkan untuk melakukan aktivitas berat yang berlebihan dan
berulang seperti mencangkul. Karena letak tempat tidur pasien di lantai,
disarankan untuk memindahkan ke posisi yang lebih tinggi untuk menghindari
tekanan berlebihan yang diterima oleh lumbal pada saat bangun tidur lalu berdiri.
30
J. HASIL TERAPI AKHIR
Seorang pasien laki-laki bernama Tn. M berusia 70 tahun dengan keluhan nyeri pinggang saat
berjalan > 10 meter baik dalam posisi berdiri dan jongkok, nyeri saat mengangkat barang lebih
dari 5 kg, nyeri saat bangun tidur, tidur ke duduk, dan duduk ke berdiri diberikan tindakan
fisioterapi berupa IR 15 menit, TENS 15 menit, William flexion, dan Latihan Keseimbangan
selama 3x terapi menunjukkan terdapat penurunan nilai nyeri dan penurunan nilai time up and
go test. Kemudian diberikan edukasi. Pasien mengungkapkan dapat berjalan lebih cepat dari
sebelumnya dan mengalami peningkatan kualitas tidur.
31
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan pasien dengan kondisi spondylolisthesis lumbal setelah
diberikan 3 kali terapi dengan modalitas Infra Red, TENS, William Flexion
Exercise, Latihan Keseimbangan dan Edukasi didapatkan perkembangan
positif yaitu (1) pengurangan nyeri, (2) Penurunan nilai Time Up and Go Test.
B. Saran
Pada akhir penulisan Laporan Persentasi Kasus ini penulis akan
menyampaikan sedikit saran demi tercapainya tujuan terapi secara optimal,
terutama pada fisioterapi, pasien dan masyarakat. Bagi fisioterapis sebaiknya
senantiasa meningkatkan pengetahuan mengenai spondylolisthesis sehingga
mampu mengidentifikasi masalah yang dikeluhkan pasien dan mampu
menentukan intervensi yang tepat serta diperlukan kerjasama antara pasien dan
fisioterapis untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal.
Bagi pasien diminta untuk (1) berlatih di rumah seperti yang diajarkan
terapis, (2) saat melakukan aktifitas angkat barang dianjurkan posisi punggung
tetap lurus dan menggunakan kekuatan tungkai, dan pasien disarankan untuk
memakai korset saat aktivitas.
Bagi masyarakat diharapkan agar lebih peduli terhadap kesehatannya
bila didapatkan keluhan-keluhan pada punggung bawah dapat segera diketahui
penyakit yang lebih jelasnya dan mendapatkan penanganan yang sesuai
sehingga resiko-resiko yang buruk dapat dihindari.
32
DAFTAR PUSTAKA
33