Anda di halaman 1dari 34

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

PADA KASUS FROZEN SINISTRA E.C CAPSULITIS ADHESIVA


DI RUMAH SAKIT UMUM JEND. AHMAD YANI METRO

MAKALAH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Tugas Praktik Klinik Profesi Fisioterapi di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro

Disusun Oleh :
Dina Setyorini P 27226021 049

PROGRAM STUDI PROFESI FISIOTERAPI


JURUSAN FISIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Yang Berjudul “Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Frozen


shoulder Sinistra e.c Capsulitis Adhesiva di Rumah Sakit Umum Jend. Ahmad Yani
Metro” telah disetujui dan disahkan oleh pembimbing sebagai bukti pelaporan
kegiatan mahasisa selama masa praktik klinik di RSUD Jend. Ahmad Yani Metro
stase muskuloskeletal periode praktik 1 November – 4 Desember 2021.

Metro, 18 Desember 2021


Mengetahui,

Pembimbing lahan

Sugriwo, S.St.Ftr.
NIP. 196601121987031003

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul..................................................................................................i
Halaman Pengesahan ......................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi Sendi Shoulder ..................................................................... 3
B. Definisi Frozen shoulder..................................................................... 7
C. Etiologi ............................................................................................... 7
D. Faktor Resiko ...................................................................................... 7
E. Patofisiologi ....................................................................................... 8
F. Tanda dan Gejala................................................................................. 9
G. Teknologi Intervensi Fisioterapi ......................................................... 9
BAB III STATUS KLINIS
A. Identitas Penderita ............................................................................. 12
B. Segi Fisioterapi.................................................................................. 13
C. Pemeriksaan Fisioterapi .................................................................... 14
BAB IV PEMBAHASAN KASUS
A. Kesimpulan ....................................................................................... 29
B. Saran.................................................................................................. 29
DAFTAR PUSTAKA. .................................................................................. 30

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan


keterbatasan gerak pada sendi bahu. Faktor yang menyebabkan terjadinya
Frozen shoulder adalah capsulitis adhesiva dimana keadaan ini disebabkan
karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan
perlengketan kapsul sendi serta tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang
timbul secara pelan-pelan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan
keterbatasan gerak (Cluett,2007).
Frozen shoulder bersifat idiopatik atau penyebabnya tidak diketahui,
diduga penyakit ini merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil
rusaknya jaringan lokal, selain dugaan adanya repon auto immobilisasi ada
juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang, diabetes melitus,
kelumpuhan, pasca operasi payudara dan infark miokardia (Cluett,2007).
Secara epidemiologi Frozen shoulder di Indonesia terjadi sekitar usia 40-
60 tahun, dari 2-5% populasi sekitar 60% dari kasus Frozen shoulder lebih
banyak mengenai perempuan dibandingkan laki – laki. Frozen shoulder juga
terjadi pada 10 – 20% dari penderita diabetus mellitus yang merupakan salah
satu faktor resiko Frozen shoulder (Miharjanto,et al, 2010).
Keluhan yang sering terjadi pada gerak dan fungsi pada sendi bahu pada
dasarnya adalah nyeri dan kekakuan yang mengakibatkan keterbatasan gerak
pada sendi bahu. Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita
Frozen shoulder adalah tidak mampu menyisir rambut, kesulitan dalam
berpakaian, kesulitan memakai breastholder (BH) bagi wanita, mengambil dan
memasukkan dompet di saku belakang dan gerakan–gerakan lainnya yang
melibatkan sendi bahu (Suharto et al., 2016)
Fisioterapi sebagai salah satu tenaga kesehatan berperan dan
memelihara, meningkatkan dan memperbaiki kemampuan gerak dan

1
fungsi, salah satu diantaranya kasus yang sering terjadi pada lingkungan
masyarakat yaitu Frozen shoulder yang mengalami gangguan gerak dan
fungsi. Penanganan yang umum diberikan dalam masalah-masalah yang
ditimbulkan Frozen shoulder antara lain adalah mengurangi nyeri, mengurangi
spasme otot, meningkatkan lingkup gerak sendi, meningkatkan kekuatan otot.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana pentalaksanaan fisioterapi pada kasus Frozen shoulder?

C. Tujuan

Untuk mengetahui pentalaksanaan fisioterapi pada kasus Frozen shoulder

D. Manfaat

1. Bagi Institusi

Diharapkan dapat dijadikan sumber informasi terkait dengan kasus Frozen

shoulder

2. Bagi Profesi Fisioterapi

Diharapkan dapat menjadi sumber referensi dalam pemberian terapi untuk

kasus terutama Frozen shoulder

3. Bagi Pasien

Diharapkan dapat membantu pasien / keluarga dalam mengetahui tentang

penyakit dan kondisi saat ini sehingga pasien / keluarga dapat memahami

apa yang harus dilakukan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Sendi Bahu

Sendi bahu atau disebut juga sendi glenohumeral secara anatomi dibentuk
oleh fossa glenoidalis scapulae dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae
berperan sebagai mangkuk sendi glenohumeral yang terletak di anterosuperior
angulus scapulae yaitu pertengahan antara acromion dan processus cocacoideus.
Sedangkan caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola
dengan diameter 3 cm dan menghadap ke superior, medial dan posterior.
Berdasarkan bentuk permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral
termasuk dalam tipe ball and socket joint (Porterfield & De rosa, 2004).

Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa


glenoidalis scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak
dilingkupi oleh fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi
glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh
stabilisator yang berupa ligamen, otot dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004).
1) Tulang
Sendi bahu merupakan sendi yang paling komplek pada tubuh manusia
dibentuk oleh beberapa tulang yaitu : scapula, clavicula, humerus, dan sternum.
Sendi bahu terbagi menjadi 5 sendi yaitu sendi glenohumeral, sendi
akromioklavicular, sendi sternoklavikular, sendi subakromia, sendi skapulo-
thorasik.

3
2) Otot
Otot pembentuk pada shoulder joint sebagi berikut:
 M. Pectoralis Mayor
Origo otot pectoralis mayor adalah medial clavicula, permukaan anterior
sternum dan costal cartilago ribs keenam. Insersio Sulcus intertubercularis
lateral humeri. Fungsi Fleksi shoulder sampai 60⁰ , adduksi bahu dan rotasi
internal humerus. (S, Lynn. 2013).

 M. Deltoid
M. Deltoid memiliki 3 origo yaitu origo anterior itu di sepertiga lateral
clavicula, origo medial di lateral acromion dan origo posterior di inferior
spina scapula. Insesio di tuberositas humerus. M. deltoid mempunyai tiga
fungsi, yaitu anterior deltoid berfungsi untuk gerakan fleksi, abduksi, rotasi
internal. Medial deltoid bergungsi untuk gerakan abduksi. Dan posterior
deltoid untuk gerakan ekstensi, abduksi, rotasi ekternal.

4
 M. Latissimus Dorsi
Origo m. latissimus dorsi di Prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar
fascia, posterior sacrum dan illium. Insesio di medial inter tuberositas
humerus. Fungsinya untu gerakan ekstensi, abduksi, internal rotasi.

 M. Serratus Anterior
Origo m. serratus anterior di upper costae 1-9. Insersio di anterior medial
scapula. Fungsi nya untuk gerakan protaksi dan upward scapula.

5
Otot Rotator Cuff
 M. Supraspinatus
Otot ini berorigo di fossa supraspinata dari scapula. Insersio di tuberculum
mayus humerus. Fungsinya untuk gerakan abduksi sendi bahu.
 M. Infraspinatus
Origo di fossa infraspinata scapula. Insersio di bagian tengah tuberculum
mayor humeri. Fungsi untuk gerakan eksorotasi bahu.
 M. Teres minor
Origo di bagian caudal fossa infraspinata. Insersio dibagian bawah
tuberculum mayor humeri. Fungsi melakukan eksorotasi bahu.

3) Ligamen
Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament coracohumeral
dan ligament glenohumeral. Ligament coracohumeral terbagi menjadi 2,
berjalan dari processus coracoideus samapai tuberculum mayor humeri dan
tuberculum minor humeri. Sedangkan ligament glenohumeral terbagi menjadi
3 yaitu (1) superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae
sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa
glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior bandyang berjalan
menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput
humeri (Porterfield & De rosa, 2004).

6
B. Definisi Frozen shoulder
Frozen shoulder (nyeri bahu) atau adhesive capsulitis adalah keaadaan
dimana terjadi peradangan, nyeri, perlengketan dan pemendekan kapsul sendi
sehingga terjadi keterbatasan gerak sendi bahu (Suharti dkk. 2018). Frozen
shoulder (nyeri bahu) menyebabkan kapsul yang membungkus sendi bahu
menjadi memendek dan mengerut dan terbentuk jaringan parut. Kondisi ini
dikenal sebagai adhesive capsulitis yang menyebabkan nyeri dan kekakuan pada
sendi bahu sehingga lama kelamaan bahu menjadi sulit untuk digerakkan. Kondisi
ini biasanya unilateral, bila mengenai dua bahu dapat terjadi bersamaan atau
berurutan. Frozen shoulder banyak dijumpai pada umur 40-60 tahun, dan lebih
sering terjadi pada wanita dari pada pria.

C. Etiologi
Meskipun etiologi masih belum jelas, Frozen shoulder dapat
diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder. Frozen shoulder dianggap primer
jika gejalanya tidak diketahui sedangkan hasil sekunder jika penyebabnya
diketahui (Walmsley et al, 2009).
Ada tiga subkategori Frozen shoulder sekunder yaitu meliputi (1) faktor
sistemik disebabkan oleh diabetes melitus dan kondisi metabolik lainnya, (2)
Faktor ekstrinsik disebabkan oleh kardiopulmonal, serviks, CVA, fraktur
humerus serta Parkinson dan (3) faktor instrinsik disebabkan oleh patologi pada
rotator cuff, tendinitis bisipitalis , tendonitis supraspinatus, capsulitis adhesiva
(Mcclure dan Leggin, 2009).
D. Fakor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan Frozen shoulder
diantaranya :
 Usia dan jenis kelamin

7
Kebanyakan kasus terjadi pada pasien dengan usia 40-60 tahun dan biasanya
wanita lebih banyak dari pada pria.
 DM ( Diabetes Melitus )
Pasien dengan riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar mengalami
keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada sendi lainnya.
Penggunaan insulin juga memperbesar resiko kekakuan sendi.
 Trauma sendi bahu
Pasien yang mengalami cidera atau menjalani operasi pada bahu dan disertai
immobilisasi sendi bahu dalam waktu lama akan beresiko tinggi mengalami
Frozen shoulder.
 Aktivitas
Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga aerobic, menari,
golf, renang, pemain raket ( badminton, tenis ) dll. Semua kegiatan ini dapat
menuntun kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu.

E. Patofisiologi
Perubahan patologi yang merupakan respon terhadap rusaknya jaringan
lokal berupa inflamasi pada membrane sinovial, penyebabkan perlengketan pada
kapsul sendi dan terjadi peningkatan viscositas cairan sinovial sendi
glenohumeral dan selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menyempit. Frozen
shoulder atau sering juga disebut Capsulitis adhesive umumnya akan melewati
proses yang terdiri dari beberapa fase yaitu:
 Fase nyeri (Painfull)
Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien akan mengalami nyeri secara spontan
yang sering kali parah dan menganggu tidur. Pasien juga takut untuk
mengerakan bahu sehingga menambah kekakuan. Pada fase ini , volume
kapsul glenohumeral secara signifikan berkurang.
 Fase kaku (Freezing)
Berlangsung antara 2-9 bulan. Fase ini ditandai dengan hyperplasia synovial
pada sendi glenohumeral, rasa sakit sering kali diikuti dengan fase kaku.
 Fase beku (Frozen)
Berlangsung sampai 4-12 bulan. Difase ini patofisiologi sinovial mulai
mereda/membaik dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan lingkup

8
gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti
gerakan abduksi dan rotasi internal.
 Fase mencair (Trawing phase)
Berlangsung antara 2-24 bulan. Fase akhir ini digambarkan sebagai bahu
kembali atau mendekati normal.

F. Tanda dan gejala


Tanda dan gejala yang khas dari Frozen shoulder adalah nyeri,
kekakuan, keterbatasan pada luas gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai
dengan penurunan kekuatan otot sekitar bahu dan penurunan kemampuan
aktivitas fungsional karena tidak digunakan (Kenny, 2006).
Sifat keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu keterbataan gerak sendi
yang spesifik mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi bahu mengikuti
keterbatasan yang paling terbatas yaitu eksoritasi, endorotasi, dan abduksi
(Kuntono, 2004). Tanda dan gejala Frozen shoulder adalah nyeri terutama
ketika meraih ke belakang dan elevasi bahu dan rasa tidak nyaman biasanya
dirasakan pada daerah anterolateral bahu dan lengan (Sheon et al., 1996)

G. Teknologi Intervensi Fisioterapi


Beberapa teknologi intervensi fisioterapi yang dapat digunakan pada kasus ini
adalah sebagai berikut:
1) Infra Red
Infra red (IR) adalah gelombang elektromagnetik yang tak terlihat
danbagian yang terlihat hanya radiasi merah. Sasaran yang dituju adalah
bagian tubuh yang dipanaskan. Metode pengobatan ini digunakan untuk
berbagai penyakit. Efek terapeutik dari infrared adalah terdapat hiperemia
lokal dan pemanasan yang baik dapat berdampak mengurangi ketegangan otot.
Selanjutnya, infrared dapat berpengaruh untuk meredam rasa sakit (karena
terjadi peningkatan sekresi endorfin), reaksi imunologi, percepatan
metabolisme, dan juga meregulasi aktivitas sistem saraf otonom dalam
mengendalikanketegangan otot. (Putra, 2011).
2) Ultra Sound (US)
US secara umum diberikan untuk mengurangi nyeri, melancarkan
peredaran darah dan meningkatkan elastisitas jaringan ikat, yang diantaranya

9
adalah kapsul sendi. Terapi ultrasound merupakan jenis thermotherapy (terapi
panas) yang dapat mengurangi nyeri akut maupun kronis. Terapi ultrasound
dilakukan pada rentang frekuensi 0,8 sampai dengan 3 MHz. Frekuensi yang
lebih rendah dapat menimbulkan penetrasi yang lebih dalam sampai dengan 5
cm. Frekuensi yang umumnya dipakai adalah 1 MHz memiliki sasaran
pemanasan pada kedalaman 3 sampai 5 cm dibawah kulit. Pada frekuensi yang
lebih tinggi misalkan 3 MHz energi diserap pada kedalaman yang lebih
dangkal yaitu sekitar 1 sampai 2 cm. Gelombang suara dapat mengakibtkan
molekulmolekul pada jaringan bergetar sehingga menimbulkan energi
mekanis dan panas (Arofah, 2010).
3) TENS
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk
merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit. Dalam hubungannya
dengan modulasi nyeri (Slamet, 2006). Dalam kasus ini menggunakan metode
umum dimana pemasangan elektroda pada atau sekitar nyeri. Cara ini
merupakan cara yang paling mudah dan paling sering digunakan sebab metode
ini dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter
nyeri ataupun letak yang paling optimal yang hubungannya dengan jaringan
penyebab nyeri (Slamet, 2006).
4) Short Wave Diathermy (SWD)
SWD menggunakan energi elektromagnetik yang menghasilkan
pemanasan melalui konversi energi elektromagnetik frekuensi tinggi menjadi
energi panas di jaringan pasien. Pemberian SWD dapat menghasilkan efek
terhadap jaringan seperti meningkatnya metabolisme sel-sel lokal,
meningkatkan elastisitas jaringan, menurunkan nyeri dan untuk relaksasi otot
sehingga dapat menurunkan spasme otot (Sujatno dkk, 2002)
5) Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi merupakan teknik terapi yang digunakan pada
gangguan sendi dan jaringan lunak terkait. Salah satu metode penanganan yang
utama adalah mobilisasi meliputi mobilisasi sendi dan jaringan lunak yang
dalam praktek kedua tehnik ini selalu digabungkan (Kaltenborn, 2011).
Mobilisasi sendi pada bahu berkaitan dengan mekanisme joint play movement
yaitu roll gliding dan traksi serta kompresi. Terapi manipulasi dapat
meningkatkan lingkup gerak sendi, mengurangi nyeri, memberikan relaksasi,

10
meningkatkan pemulihan jaringan kontraktil dan non kontraktil, meningkatkan
ekstensibilitas, meningkatkan stabilitas; memfasilitasi gerakan dan
meningkatkan fungsi tubuh (Salim 2014).
6) Terapi Latihan
 Hold Relaxed
Hold Relax adalah suatu teknik yang menggunakan kontraksi optimal
secara isometrik (tanpa terjadi gerakan pada sendi) pada kelompok otot
agonis, yang dilanjutkan dengan relaksasi kelompok otot tersebut. Pemberian
Hold Relax agonist contraction akan mengakibatkan penurunan spasme
akibat aktivasi golgi tendon organ, dimana terjadi pelepasan perlengketan
fasia intermiofibril dan pumping action pada sisa cairan limfe dan venosus,
sehingga (venous return dan limph drainage meningkat yang kemudian akan
meningkatkan vaskularisasi jaringan sehingga elastisitas jaringan meningkat
berpengaruh terhadap penurunan nyeri (Wahyono, 2002).
 Passive Movement
Passive movement, adalah suatu latihan yang digunakan dengan gerakan
yang dihasilkan oleh tenaga/kekuatan dari luar tanpa adanya kontraksi otot
atau aktifitas otot. Semua gerakan dilakukan sampai batas nyeri atau toleransi
pasien. Efek pada latihan ini adalah memperlancar sirkulasi darah, relaksasi
otot, memelihara dan meningkatkan Luas Gerak Sendi (LGS), mencegah
pemendekan otot, mencegah perlengketan jaringan. Tiap gerakan dilakukan
sampai batas nyeri pasien.
 Active Movement
Active movement, suatu gerak yang dilakukan oleh otot-otot anggota tubuh
itu sendiri. Gerak yang dalam mekanisme pengurangan nyeri dapat terjadi
secara reflek dan disadari. Gerak yang dilakukan secara sadar dengan
perlahan dan berusaha hingga mencapai lingkup gerak penuh dan diikuti
relaksasi otot akan menghasilkan penurunan nyeri.

11
BLANKO STUDI KASUS

KOMPETENSI : Muskuloskeletal

NAMA MAHASISWA : Dina Setyorini

N.I.M. : P27226021049

TEMPAT PRAKTIK : RSUD Jend. Ahmad Yani Metro

PEMBIMBING : Sugriwo, S.St.Ftr.

Tanggal Pembuatan SK : 13 Desember 2021

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. M. I

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Petani

Alamat : Metro

No. CM : 131813

12
II. SEGI FISIOTERAPI

1. Deskripsi Pasien dan Keluhan Utama

 Keluhan Utama
pasien mengeluh nyeri pada bahu kirinya terutama daerah depan, dan sulit
menggerakan lengan kiri ke segala arah.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien telah merasakan nyeri bahu dari tahun 2019. Pasien merasakan nyeri pada bahu
kirinya akibat mengangkat beban berelebih hasil panen menggunakan angkong, tetapi
pasien tidak langsung berobat. Sekitar tahun 2020 karena nyeri bahu semakin parah dan
sudah sampai mengganggu aktivitas kemudian pasien memutuskan berobat ke dokter
dan dirujuk ke fisioterapi di RS Islam Metro. setelah sekitar kurang lebih 1 tahun dirasa
tidak ada perubahan akhirnya pasien dirujuk ke fisioterapi RSUD A. Yani pada bulan
oktober 2021.
 Riwayat Penyakit Dahulu
Tidak ada
 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada
 Riwayat Alergi
Tidak ada

2. Data Medis Pasien

 Medika Mentosa
1. Meloxicam 15 mg (2x1)
2. Eperison hcl 50 mg (3x1)

 Hasil Radiologi

Tidak ada

13
III. PEMERIKSAAN FISIOTERAPI

1. Pemeriksaan Tanda Vital ( Umum)


(Tekanan darah, denyut nadi, pernapasan, temperatur, tinggi badan, berat badan)

Tekanan darah : 130/80 mmHg

Denyut nadi : 80x/menit

Pernapasan : 18x/menit

Temperature : 36o C

Tinggi badan : 162 cm

Berat badan : 57 kg

SpO2 : 98%

14
2. Inspeksi / Observasi
 Inspeksi statis
- Keadaan umum pasien baik
- Bahu asimetris, bahu kanan tapak lebih tinggi dari bahu kiri
 Inspeksi Dinamis
- Pada saat berjalan sedikit ayunan pada tangan kiri

3. Palpasi

- Suhu lokal bahu kiri teraba normal


- Ada nyari tekan otot pada deltoid kiri, nyeri tekan pada insersio otot latissimus dorsi
kiri, nyeri tekan otot romboideus
- Spasme otot upper trapezius dan otot romboideus

4. Joint Test
Pemeriksaan Gerak Dasar (Gerak aktif/pasif/isometrik fisiologis)
Gerak Aktif

Regio Gerakan ROM Nyeri


Fleksi Tidak full ROM Nyeri
Ekstensi Tidak full ROM Nyeri
Abduksi Tidak full ROM Nyeri
Shoulder
Sinistra Adduksi Full ROM Tidak Nyeri
Eksorotasi Tidak full ROM Nyeri
Endorotasi Tidak full ROM Nyeri

Gerak Pasif
Regio Gerakan ROM Endfeel Nyeri

Fleksi Tidak full ROM Firm Nyeri

Ekstensi Tidak full ROM Firm Nyeri


Shoulder
Abduksi Tidak full ROM Firm Nyeri
Sinistra
Adduksi Full ROM Soft Tidak nyeri

15
Eksorotasi Tidak full ROM Firm Nyeri

Endorotasi Tidak full ROM Firm Nyeri

Gerakan Isometrik
Regio Gerakan Keterangan Nyeri
Fleksi Mampu melawan tahanan minimal Nyeri

Ekstensi Mampu melawan tahanan minimal Nyeri

Shoulder Abduksi Mampu melawan tahanan minimal Nyeri


sinistra Adduksi Mampu melawan tahanan maksimal Tidak nyeri
Eksorotasi Mampu melawan tahanan minimal Nyeri
Endorotasi Mampu melawan tahanan minimal Nyeri

16
5. Muscle Test dan Antopometri

MMT
Tidak dilakukan karena masih nyeri

LGS

Normal Aktif Pasif


S.45⁰.0⁰.180⁰ S.20⁰.0⁰.90⁰ S.25⁰.0⁰.100⁰
F.180⁰.0⁰.75⁰ F.90⁰.0⁰.75⁰ F.100⁰.0⁰.75⁰
R (F.90⁰) 90⁰.0⁰.90⁰ R (F.90⁰) 35⁰.0⁰.50⁰ R (F.90⁰) 45⁰.0⁰.60⁰

6. Kemampuan Fungsional
Skala nyeri: Seberapa berat nyeri Anda?

0= tidak ada nyeri-------------------------------------10=sangat nyeri, nyeri tak tertahankan

1 Saat kondisi paling buruk (paling nyeri)? 6

2 Saat berbaring pada sisi lesi? 4

3 Saat meraih sesuatu pada tempat yang tinggi? 7

4 Saat menyentuh bagian belakang leher? 3

5 Saat mendorong dengan lengan sisi nyeri? 8

Skala disabilitas: Seberapa besar kesulitan yang Anda alami…?

0= tidak ada kesulitan ----------------------------10=sangat sulit, harus dibantu orang lain

6 Saat mencuci rambut (keramas)? 5

7 Saat mandi membersihkan punggung? 8

8 Saat memakai kaos dalam atau melepas sweater? 3

9 Saat memakai baju dengan kancing di depan? 2

10 Saat memakai celana? 2

11 Saat menaruh benda di tempat yang tinggi? 8

12 Saat membawa benda dengan berat + 5 kg (10 pond)? 7

17
13 Saat mengambil sesuatu dari saku belakang? 4

Jumlah skor nyeri : 28/50x100 = 56 %


Jumlah skor disabilitas : 39/80x100 = 48,75 %
Total skor SPADI : 67/130x100 = 51,53 %
Ket :
0 : membaik
100 : memburuk

Pemeriksaan Khusus Lainnya


1. Pemeriksaan nyeri dengan VAS
Jenis Nyeri Nilai VAS Keterangan
Nyeri Diam 3/10 Saat istirahat
Nyeri Tekan 5/10 Otot-otot rotator cuff
Nyeri Gerak 7/10 Eksorotasi, abduksi
endorotasi

2. Pemeriksaan khusus Frozen shoulder

 Drop arm test : negatif


 Pain full arc : positif
 Apely scratch test : positif

18
B. ALGORITMA
(CLINICAL REASONING)

Idiopatik

Capsulitis Adhesiva Shoulder

Otot Vaskularisasi Pembentuk Jar. Fibrous Inervasi

Muscle Vasokonstriksi Inflamasi Aktivasi serabut saraf


Guarding capsul sendi A Delta & tipe C
Penurunan suplai O2
Spasme Adesi Ambang rangsang
menurun
Penurunan Retriksi
Pembatasan Gerak Metabolisme Kapsul Sendi Nyeri

Penurunan Iskemik
Kekuatan Otot Nyeri Renggang

Keterbatasan LGS
Pola Kapsuler

Penurunan Kemampuan Fungsional

TENS US
 Mengurangi nyeri  Mengurangi nyeri
 Mengurangi substansi P, yang akan  Melancarkan peredaran darah
meningkat pada ganglia pada manusia  Meningkatkan elastisitas jaringan
setelah cedera jaringan ikat, yang diantaranya adalah
kapsul sendi.
Terapi Latihan
 Active dan Passive Movement Terapi Manipulasi
memperlancar sirkulasi darah, relaksasi  meningkatkan lingkup gerak sendi,
otot, memelihara dan meningkatkan Luas mengurangi nyeri, memberikan relaksasi,
Gerak Sendi (LGS), mencegah meningkatkan pemulihan jaringan
pemendekan otot, mencegah kontraktil dan non kontraktil,
perlengketan jaringan. meningkatkan ekstensibilitas,
 Hold Relax meningkatkan stabilitas; memfasilitasi
rileksasi otot-otot dan menambah LGS gerakan dan meningkatkan fungsi tubuh
serta dapat untuk mengurangi nyeri

Peningkatan Kemampuan Fungsional

19
C. KODE DAN KETERANGAN PEMERIKSAAN ICF

1. Body Functions
b28016 : pain in joint
b730 : muscle power function
b735 : muscle tone function
b710 : mobility of joint function

2. Activities and Participation


d445 : hand and arm use
d5101 : Washing body
d4309 : Lifting and carying
d4452 : reaching

3. Environmental Factors
e310 : immediate family
e315 : extended family

4. Body Structures
s7201 : joint of shoulder region
s7202 : muscle of shoulder region
s7203 : ligament and fasciae of shoulder region

20
C. DIAGNOSIS FISIOTERAPI

1. Impairment
 Nyeri tekan pada otot rotator cuff kiri, deltoid kiri, nyeri tekan pada insersio otot
latissimus dorsi kiri, nyeri tekan otot romboideus kiri
 Penurunan LGS sendi bahu kiri untuk gerakan pola kapsuer eksorotasi, abduksi dan
endorotasi
 Spasme otot upper trapezius dan otot romboideus

2. Functional Limitation
 Keterbatasan aktivitas bahu kiri seperti mengangkat, meraih benda keatas

3. Disability / Participation restriction


 Belum bisa kembali mengikuti kegiatan kerja bakti RT

21
D. PROGRAM FISIOTERAPI

1. Tujuan Jangka Panjang


 Agar pasien dapat mengikuti kegiatan kerja bakti RT
 Meningkatkan aktivitas dan kemampuan fungsional sendi bahu

2. Tujuan Jangka Pendek


 Mengurangi nyeri sendi bahu kiri
 Meningkatkan LGS sendi shoulder kiri
 Menurunkan spasme otot upper trapezius dan romboideus

3. Teknologi Intervensi Fisioterapi


 US
 TENS
 Terapi Manipulasi
 Traksi
 Roll-slide
 Terapi Latihan
 Active Movement
 Passive Movement
 Hold Relaxed

22
E. RENCANA EVALUASI
 Evaluasi nyeri dengan VAS
 Evaluasi gerak sendi dengan pengukuran LGS
 Evaluasi kemampuan fungsional dengan SPADI

F. PROGNOSIS

Penelitian yang dilakukan Alarab, A. et.al (2018) pemberian US dan terapi latihan berupa
passive stretching, strengthening, dan mobilisasi exercise pada seseorang dengan Frozen
shoulder efektif mengontrol nyeri dan meningkatkan LGS pada sendi bahu. Prognosis
baik.

Penelitian yang dilakukan oleh Pallavi Rawat. et.al. (2016) pemberian TENS, mobilisasi
sendi dan penambahan latihan penguatan otot rotator cuff pada seseorang dengan
capsulitis adhesive efektif menurunkan nyeri, meningkatkan LGS, dan meningkatkan
fungsi sendi bahu.

23
G. PELAKSANAAN TERAPI

Pelaksanaan Terapi Tanggal 4 November 2021


US (Ultra Sound Therapy)
1. Persiapan alat cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik.
2. Persiapan pasien sebelum dilakukan terapi, pasien diberitahu maksud dan tujuan
pemberian terapi beserta efek atau rasa yang ditimbulkan.
3. Posisi pasien tidur miring ke kanan senyaman mungkin dan area yang akan diterapi bebas
dari penghalang.
4. Pelaksanaan terapi, hidupkan alat, oleskan gel pada shoulder kiri, atur frekuensi sebesar
1Mhz intensitas sebesar 1,4 w/cm, atur waktu sesuai luas area yang akan diberikan
ultrasound (7 menit), tempelkan tranduser pada area kulit di sendi bahu kiri, klik star.
Kemudian gerakan tranduser dan pastikan tranduser selalu kontak dengan kulit pasien,
setelah selesai bersihkan tranduser dan area kulit dari gel menggunakan tisu, rapihkan alat
seperti semula.

TENS (Trancutaneus Electrical Nerve Stimulation)


1. Persiapan alat. Cek alat, kabel dan pastikan alat dalam keadaan baik.
2. Persiapan pasien sebelum dilakukan terapi, pasien diberitahu tujuan dari terapi dan harus
dijelaskan bahwa yang dirasakan berupa rangsangan getran nyaman. Posisi pasien tidur
terlentang di bed dan posisi senyaman mungkin diusahakan selama proses terapi pasien
dapat relax.
3. Pelaksanaan terapi, pastikan pad pembungkus elektroda sudah dalam keadaan basah,
kemudian pasang elektroda pada glenohumeral kiri (anterior dan posterior) dan diberi
fiksasi. Setting alat menggunakan arus symmetrical biphasic, waktu 15 menit. Kemudian
naikan intensitas sampai pasien merasakan adanya rangsangan berupa getaran nyaman
intensitas 45 mA. Selama terapi harus dimonitor rasa ynag dirasakan pasien. Setelah terapi
selesai intensitas dikembalikan ke posisi nol dan matikan alat. Elektroda dan kabel
dirapikan seperti semula.

Terapi Manipulasi
1. Traksi
Pasien berbaring terlenang diatas bed dengan nyaman, Kedua tangan terapi memberikan
pegangan pada humerus kiri sedekat mungkin denga bahu. Terapis mengambil posisi

24
kuda-kuda lalu memberikan tarikan pada sendi bahu kiri dengan arah latero-ventro-cranial.
Posisi lengan bawah pasien rileks dengan disangga oleh lengan terapis.
2. Roll-slide
 Roll-slide ke caudal (memperbaiki abduksi)
Pasien diposisikan tidur telentang, terapis berdiri di sisi kiri pasien. Bahu kiri difiksasi
posisi depresi oleh tangan kiri terapis. Kemudian tangan kanan terapis diletakkan pada
humeri kiri sisi lateral dan sedekat mungkin dengan sendi dan selanjutnya mendorong
caput humeri kiri ke arah caudal menggunakan berat badan Roll-slide diulangi delapan
kali sebanyak lima kali pengulangan.
 Roll-slide ke dorsal (memperbaiki endorotasi)
Pasien diposisikan tidur telentang. terapis berdiri di sisi bahu kiri pasien. Scapula
terfiksasi oleh sisi tempat tidur. Tangan kanan terapis diletakkan pada bahu kiri bagian
ventral dan selanjutnya melakukan gerakan gliding ke arah dorsal sedikit lateral.
Lengan pasien disangga oleh tangan kiri terapis. Roll-slide diulangi delapan kali
sebanyak lima kali pengulangan.
 Roll-slide ke ventral (memperbaiki eksorotasi)
Posisi awal pasien tidur tengkurap, terapis berdiri di sisi bahu kiri pasien. Tangan kanan
terapis diletakkan di bahu kiri bagian dorsal selanjutnya melakukan gerakan gliding ke
arah ventral sedikit medial. Roll-slide diulangi delapan kali sebanyak lima kali.
Terapi Latihan
1. Active Movement
Posisi pasien duduk dikursi senyaman mungkin. Pasien diminta menggerakkan secara aktif
sendi bahu dimulai dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, internal dan eksternal
rotasi. Gerakan yang dilakukan sebatas toleransi nyeri pasien. Setiap gerakan dilakukan
sebanyak 8 kali pengulangan.
2. Passive movement
Posisi pasien duduk dikursi senyaman mungkin. Terapis menggerakkan secara pasif sendi
bahu kiri pasien dimulai dari gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, adduksi, internal dan
eksternal rotasi. Gerakan yang dilakukan sebatas toleransi nyeri pasien. Setiap gerakan
dilakukan sebanyak 8 kali pengulangan.
3. Hold Relaxed
Posisi pasien duduk dikursi senyaman mungkin. Latihan dimulai dengan memposisikan
otot memanjang denga nyaman. Pasien diminta melakukan kontraksi secara aktif sesuai

25
intruksi yang diberikan oleh fisioterapis. Kontraksi yang dilakukan sebatas toleransi nyeri
pasien. Fisioterapis lalu memberikan tahanan sesuai toleransi nyeri pasien, tahanan yang
diberikan bertahap meningkat. Pasien diminta melawan tahanan yang diberikan oleh
terapis, namun tidak sampai terjadi perubahan panjang otot, hanya sebatas kontraksi otot
yang diberikan tahanan. Setelah 8 detik, anjurkan pasien untuk rileks dan terapis
meregangkan otot lebih jauh. Proses ini diulang 3 kali.

Pelaksanaan Terapi Tanggal 8 November 2021


Pelaksanaan terapi tanggal 8 November 2021 masih sama dengan tanggal 4 November 2021

Pelaksanaan Terapi Tanggal 11 November 2021


Pelaksanaan terapi tanggal 11 November 2021 masih sama dengan tanggal 8 November 2021

26
H. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT

Evaluasi nyeri dengan VAS


Nilai VAS
Jenis Nyeri Keterangan
T1 T2 T3
Nyeri Diam 3/10 2/10 1/10 Saat istirahat
Nyeri Tekan 5/10 3/10 2/10 Otot-otot rotator cuff
Nyeri Gerak Eksorotasi, abduksi,
7/10 5/10 4/10 endorotasi

Evaluasi Gerak Sendi dengan Pengukuran LGS


Knee T1 T2 T3
Sinistra
Normal Aktif Pasif Aktif Pasif Aktif Pasif

S.45⁰.0⁰.180⁰ S.20⁰.0⁰.90⁰ S.25⁰.0⁰.100⁰ S.25⁰.0⁰.110⁰ S.30⁰.0⁰.120⁰ S.30⁰.0⁰.120⁰ S.35⁰.0⁰.130⁰

F.180⁰.0⁰.75⁰ F.90⁰.0⁰.75⁰ F.100⁰.0⁰.75⁰ F.100⁰.0⁰.75⁰ F 110⁰.0⁰.75⁰ F.115⁰.0⁰.75⁰ F.125⁰.0⁰.75⁰


R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰)
90⁰.0⁰.90⁰ 35⁰.0⁰.50⁰ 45⁰.0⁰.60⁰ 40⁰.0⁰.50⁰ 45⁰.0⁰.60⁰ 45⁰.0⁰.55⁰ 50⁰.0⁰.65⁰

Evaluasi Kemampuan Fungsional dengan Womac Osteoarthritis Index


HASIL SPADI T1 T2 T3 Keterangan
Skor nyeri 56% 44% 36% Membaik
Skor disabilitas 48,75% 37,5% 28,75% Membaik
Total skor
51,58% 40% 31,53% Membaik
SPADI
Ket :
0 : membaik
100 : memburuk

Tindak Lanjut :
Program fisioterapi selanjutnya adalah tetap berfokus pada penurunan nyeri, peningkatan LGS,
dan peningkatan kemampuan fungsional karena masih belum menunjukan berubahan yang
maksimal.

27
I. HASIL TERAPI AKHIR

Pasien atas nama Tn. M.I dengan diagnosis medis Frozen shoulder sinistra telah
dilakukan tindakan fisioterapi berupa US, TENS, Terapi Manipulasi dan Terapi
Latihan sebanyak 3 kali pertemuan diperoleh hasil akhir berupa penurunan nyeri
pada shoulder kiri, peningkatan LGS shoulder kiri, dan peningkatan kemampuan
fungsional walaupun belum maksimal.

VAS
Nilai VAS
Jenis Nyeri
T1 T3
Nyeri Diam 3/10 1/10
Nyeri Tekan 5/10 2/10
Nyeri Gerak
7/10 4/10

LGS

T1 T3
Aktif Aktif Aktif Pasif
S.20⁰.0⁰.90⁰ S.30⁰.0⁰.120⁰ S.30⁰.0⁰.120⁰ S.35⁰.0⁰.130⁰
F.90⁰.0⁰.75⁰ F.115⁰.0⁰.75⁰ F.115⁰.0⁰.75⁰ F.125⁰.0⁰.75⁰

R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰) R (F.90⁰)


35⁰.0⁰.50⁰ 45⁰.0⁰.55⁰ 45⁰.0⁰.55⁰ 50⁰.0⁰.65⁰

Fungsional dengan SPADI


HASIL SPADI T1 T3
Skor nyeri 56% 36%
Skor disabilitas 48,75% 28,75%
Total skor
51,58% 31,53%
SPADI

30
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah-masalah yang ditimbulkan pada kondisi Frozen shoulder seperti
nyeri gerak dan nyeri tekan pada bahu, penurunan kekuatan otot, keterbatasan
LGS, dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional dapat diatasi secara
intensif dengan pemberian US, TENS, terapi manipulasi (traksi dan roll-slide)
dan terapi latihan (active movement dan passive movement). Hal ini dapat dilihat
dari hasil evaluasi sesaat setelah intervensi hingga hasil evaluasi terakhir,
didapatkan adanya kemajuan yang bermakna meskipun hasil yang telah
diperoleh masih belum maximal. Namun penulis memiliki keyakinan bahwa
suatu intervensi fisioterapi yang disertai dengan landasan teori yang kuat,
kontinuitas terapi dan kerja sama yang baik antara pasien atau keluarga pasien
dengan terapis akan memberikan hasil yang jauh lebih baik.

B. Saran

Kepada pasien dan keluarga pasien disarankan untuk tetap melanjutkan


perawatan, pengobatan dan fisioterapi di rumah maupun di klinik guna
memperoleh penyembuhan yang optimal yakni dimana pasien mampu
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Untuk mendapatkan
kepercayaan pada pasien terhadap profesi fisioterapi, fisioterapi diharapkan
memiliki pengetahuan yang memadai disamping kesungguhan dalam
memberikan pelayanan dan motivasi bagi pasien. Disarankan bagi masyarakat
untuk tidak membawa pasien dengan kondisi osteoartritis ke dukun pijat karena
dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah baru yang akan
memperburuk kondisi pasien.

30
DAFTAR PUSTAKA

Amien Suharti et al 2018 (Penatalaksanaan Fisioterapi pada Frozen


shoulder Sinistra Terkait Hiperintensitas Labrum Posterior Superior)

C, Hand et all. Long-Term Outcome Of Frozen shoulder. J Shoulder Elbow


Surg 2008; 321

Donatelli, A Robert, (2012). Physical therapy of the shoulder: Edisi 5,


Elsevier ChurachiiLivingstore

Kelley, Martin j. Phillip,WM. Brian G.L. (2009). Frozen shoulder:


Evidence And A Proposed Model Guiding Rehabilitation. Journal of orthopardic &
sports physical therapy 39 (2) 135 – 148.

Kisner, Carolyn, and Colby, Allen L. (2017). Therapeutic Exercise


Foundations and Techniques Sixth Edition. F.A. Davis Company. Philadelphia.

K, Stephen. Shoulder Joint Anatomy. 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/18 99211-overview#showall Diunduh
tanggal 17 Mei 2016.

Miharjanto, H. Heru, Purbo kuntono dan Danur,S (2010). Perbedaan


Pengaruh Antara Latihan Konvensional Ditambah Latihan Plyomatric Dan Latihan
Konvensional Terhadap Pengurangan Nyeri, Dan Disabilitas Penderita Frozen
shoulder. Phedheral. 3(2). 1-13

Pearce, Evelyan C. 2011. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta :


Gramedia.

Siegel LB, Cohen NJ, EP Gall. Adhesive Capsulitis : A. Sticky Issue. (Cited
at 11 Nopember 2015). Available from ; http// www. aaft.org /afp/990401
/1843.html.

Suharto, Suriani, Sri Saadiyah. L. (2016). Pengaruh Teknik Hold Relax


Terhadap Penambahan Jarak Gerak Abduksi Sendi Bahu Pada Frozen shoulder Di
Ratulangi Medical Centre Makassar.

S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis


Company ; 2011

Rawat, P., Eapen, C., Seema, K.P., (2016). Effect of Rotator Cuff
Srengthtening as an adjunct to standard care in subject with adhesive capsulitis:
Randomized Control Trial. Journal of Hand Therapy. India. diakses tanggal 9
Desember 2021 dari https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/27884497/

30
Alarab, A., Shameh, R. A., Shaheen, H., Ahmad, M. S., (2018). Shock Wave
Therapy and Ultrasound Therapy plus Exercises for Frozen shoulder Joint Clients.
Advanced Nursing & Patient Care International Journal. Palestina. diakses tanggal
10 Desember 2021 dari https://www.researchgate.net/publication/329949756

31

Anda mungkin juga menyukai