Anda di halaman 1dari 7

Pengertian

Coronary Artery Bypass Grafting adalah prosedur pembedahan


yang dilakukan untuk memintas (jalan memutar) arteri jantung yang
tersumbat untuk memulihkan aliran darah normal ke otot jantung. Selama
prosedur Coronary Artery Bypass Grafting, pembuluh darah sehat dari
bagian lain tubuh, termasuk vena kaki atau arteri mamae (berhubungan
dengan payudara) internal diangkat melalui pembedahan dan dijahitkan
ke sekitar bagian tersumbat dari arteri yang terpengaruh, sehingga
membuat rute untuk mengalirkan darah yang kaya oksigen memintas
bagian arteri jantung yang tersumbat dan memulihkan aliran darah normal
ke jantung.

Penyebab

Serangan jantung adalah penyebab kematian tersering kedua


setelah kanker di Singapura. Ini juga merupakan alasan paling umum
ketiga bagi pasien untuk dirawat di rumah sakit. Operasi CABG yang
dilakukan untuk kondisi ini, adalah operasi jantung terbuka yang paling
umum. Serangan jantung terjadi ketika arteri koroner yang memasok
darah ke jantung menjadi mengeras dan kemudian tersumbat (penyakit
arteri koroner). Pencangkokan bypass arteri koroner adalah operasi yang
dilakukan untuk mengembalikan suplai darah ke jantung.

Risiko

Faktor risiko penyakit jantung termasuk diabetes, tekanan darah


tinggi, kolesterol darah berlebihan, obesitas, dan merokok. Meskipun
bertambahnya usia dan jenis kelamin laki-laki juga meningkatkan risiko, ini
adalah risiko 'yang tidak dapat dimodifikasi'. Namun, riwayat penyakit
arteri koroner keluarga yang kuat (terutama kerabat tingkat pertama yang
lebih muda dari 50 tahun) harus segera berkonsultasi dini ketika gejalanya
timbul. Hasil CABG lebih tahan lama karena bertahan rata-rata 10 tahun.
Namun, ini memiliki risiko komplikasi yang sedikit lebih tinggi daripada
angioplasti koroner (juga dikenal sebagai intervensi koroner perkutan,
atau PCI). Ini juga membutuhkan rawat inap yang lebih lama (satu
minggu) dan pemulihan lebih lama (satu hingga dua bulan).

JURNAL 1

EFFECTS OF HIGH-INTENSITY INSPIRATORY MUSCLE TRAINING


ASSOCIATED WITH AEROBIC EXERCISE IN PATIENTS UNDERGOING
CABG : RANDOMIZED CLINICAL TRIAL

Aline Paula Miozzo, PT; Cinara Stein,PT; Miriam Zago Marcollino, PT;
Isadora Rebolho Sisto,PT; Melina Hauck, PT; Christian Correa Coronel,
PT; Rodrigo Della Mea Plentz.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan dari high-


intensity inspiratory muscle training (IMT) dan latihan aerobic pada
kapasitas fisik, kekuatan otot repirasi, kekuatan otot perifer dan kualitas
hidup pasien CABG.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan randomized controlled clinical trial.


Pasien dewasa yang menjalani CABG secara acak mnjalani latihan
aerobic (GAE) atau latihan aerobic dengan intensitas tinggi IMT
(GAE+IMT) selama periode 3 bulan. Peserta diacak menggunakan
computer dengan nomor acak yang sudah dipersiapkan menggunakan
model blok acak oleh peneliti yang tidak terlibat dalam penelitan ini.
Urutan tugas disembunyikan dalam amplop tertutup, buram dan juga
diberi nomor. Setelah melakukan penilaian dasar, ketua dari peneliti
membuka amplop yang sesuai dan menugaskan peserta ke grup yang
sesuai.
Analisis menggunakan PICOT

1. Populasi
dengan hak medis.
- Kriteria Inklusi
Dua puluh empat pasien yang menjalani operasi CABG di
Institut Kardiologi Rio Grande do Sul, Porto Alegre, Brazil.
Pasien pasca operasi CABG hari keempat belas sampai
ketigapuluh, berusia 30 sampai 70 tahun yang dirujuk ke
rehabilitasi jantung
- Kriteria Eksklusi
Pasien dengan dekompensasi gagal jantung kronis yang
memiliki penyakit lebih dari satu, seperti : nyeri dada yang
muncul tidak stabil, penyakit pernapasan yang sedang sampai
berat, penyakit infeksi yang masih aktif atau kondisi demam,
penyakit pembuluh dari perifer yang tidak aktif, irama ventrikel
yang tidak stabil, dan pasien yang menggunakan alat pacu
jantung.
2. Intervensi
Pasien dibagi untuk GAE + IMT dilakukan protocol dari IMT-
intensitas tinggi dan juga protokol latihan aerobic. Protokol IMT-
intesitas tinggi menggunakan alat yaitu POWERbreathe ditambah
beban. IMT dilakukan selama 12 minggu dan protokol terdiri dari
lima set dengan 10 repitisi sampai minggu kedelapan dan jumlah
set ditingkatkan setiap minggunya (satu set per minggu) dan
pengulangan (10 – 12 repitisi) pada minggu kedelapan sampai
minggu kedua belas. Beban disesuaikan setiap minggunya dengan
peningkatan dari MIP dimulai dari 50% dari MIP selama minggu
pertama dan ke-2 minggu, 60% dari MIP pada minggu ke-3 dan ke-
4, 70% dari MIP pada minggu ke-5 dan ke-6 dan 80% dari MIP
pada minggu ke-7 sampai selesai.
Protokol latihan aerobik dilakukan selama 12 minggu dan
dibagi dalam 3 fase : fase pertama terdiri dari 12 sesi dengan 50%-
60% dari cadangan PeakHR (denyut jantung maksimal), fase
kedua terdiri dari 12 sesi dengan 60%-70% cadangan PeakHR
(denyut jantung maksimal), fase ketiga terdiri dari 12 sesi dengan
70-80% cadangan PeakHR (denyut jantung maksimal).
Rekomendasi latihan ini diberikan melalui uji ergometrik, dimana
PeakHR dan konsumsi oksigen maksimum (PeakVO2 max) melalui
upaya berulang-ulang dengan menggunakan protokol bruce yang
didapatkan. Latihan aerobik rata-rata berdurasi 40 menit.
Pasien yang ditempatkan pada grup GAE melakukan
protokol latihan aerobik yang sama dengan grup GAE+IMT selama
12 minggu pada minggu yang sama. Peserta ini tidak melakukan
IMT intensitas tinggi.

3. Comperation
Pada kedua jurnal yang kami analisis ada beberapa perbedaan
diantaranya:
1. Pada kriteria insklusi yaitu pada jurnal satu kriteria nya lebih
spesifik sedangkan pada jurnal dua itu lebih umum. Pada jurnal
satu untuk usia nya 30-70 tahun sedangkan pada jurnal dua 45-
65 tahun. Untuk kriteria eksklusi kedua jurnal tersebut memiliki
perbedaan.
2. Pada jurnal satu terdapat dua kelompok dan keduanya diberi
perlakuan, kelompok satu GAE + IMT dan kelompok dua hanya
diberi GAE. Pada jurnal dua ada dua kelompok yaitu kelompok
perlakuan dan kelompok kontrol, untuk kelompok perlakuan
mendapat dua intervensi yaitu IMT + CT dan IMT sedang kan
untuk kelompok control tidak diberi perlakuan.
3. Hasil
4.

4. Outcome

Evaluasi dilakukan sebelum intervensi pada sesi ke 12, 24


dan 36. Kualitas hidup dan uji egrometrik dievaluasi hanya pada
sebelum dan sesudah intervensi.

Kapasitas fungsional merupakan hasil dari penilaian SMWT,


dimana hal ini berdasarkan panduan dari American Toracic Society.
Pasien berjalan menyusuri koridor sepanjang 30 meter yang
dibatasi oleh kerucut, dan kerucut tersebut dipindahkan oleh
pengukur setiap menitnya. Penilaian kapasitas fungsional juga di
evaluasi dengan pengukuran tidak langsung dari PeakVO2 yang
diukur dengan uji ergometrik sebelum dan setelah intervensi.

Pengukuran kekuatan otot pernafasan, MIP dan tekanan


ekspirasi maksimal (MEP) tersusun dari MVD 300 digital
manometer (Microhard System , Globalmed, Porto Alegre, Brazil).
MIP diukur melalui volume residu dan MEP dari kapasitas total paru
– paru.

Evaluasi kekuatan otot perferal dengan Sitting-rising test


(SRT) dedengan cara pasien duduk pada kursi dengan tinggi 45 cm
dengan kaki berjarak dan didukung dilantai dengan lengan
disilangkan di dada. Pasien diminta untuk berdiri dan kembali ke
posisi duduk sebanyak duduk selama 30 detik, dengan jumlah
maksimum pengulangan dicatat.

Dalam rangka untuk mengevaluasi dampat dari


memodifikasi beberapa kebiasaan sehari – hari pada kualitas hidup
dan pemeliharaan kesehatan, pasien yang berpartisiasi dalam studi
dari kedua keelompok diminta untuk mengisi kuisioner tentang
kualitas hidup pada saat diawal dan diakhir penelitian dengan
menggunakan Kualitas Hidup Kuisioner –SF-36 versi Brasil.

Hasil

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang diperoleh di


kapasitas fungsional dengan 6MWD dalam setiap momen ketika
dibandingkan (P=0.935). Namun, ketika waktu dimodifikasi ditemukan
perbedaan yang signifikan terhadap kedua kelompok (P=0,000). Penilaian
konsumsi oksigen yang diukur menggunakan test ergometrik tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan pada kelompok saat sebelum dan
sesudah intervensi (PeakVO2 p=0.853) tetapi ada peningkatan setiap
momen dalam setiap kelompok (PeakVO2 p=0,000). Dalam hal kekuatan
otot pernapasan tidak ada perbedaan yang sinifikan dalam MIP di salah
satu dari empat momen (p=0,243). Namun, jika waktu dimodifikasi
didapati perbedaan yang signifikan terhadap kedua kelompok (p=0,000).
Dalam hal MEP tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok
setiap saat (P=0.268). untuk kekuatan otot perifer tidak terdapat
perbedaan yang signifikan ketika membandingkan kedua kelompok pada
salah satu dari empat momen (p=0,212). Namun, jika waktu diatur maka
terdapat perbedaan yang signifikan (p=0,001). Dalam penilaian kualitas
hidup dengan SF-36 tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok
sesudah dan sebelum intervensi. Ketika kita mengatur waktu, domain
keadaan umum (GAE + IMT pra-57,22 ± 5,65 pasca-52,77 ± 5,65; GAE
pra-52,77 ± 3,63 pasca-50 ± 8.29; P = 0,07), aspek sosial (GAE + IMT
pra-43,05 ± 12,67 pasca-44.38 ± 6.65; GAE pra-48,61 ± 7,51 pasca-51,38
± 14,58; P = 0,21), dan kesehatan mental (GAE + IMT pra-62,22 ± pasca-
51,38 ± 14,58; P = 0,21), GAE pra (56,44 ± 6,14 pasca-62,66 ± 4,89; P =
0,06) tidak memperoleh perbedaan. Domain, kapasitas fungsional (GAE +
IMT pra-61,11 ± 15,76 pasca-81,66 ± 15; GAME pra-61.11 ± 13,86 pasca-
88,33 ± 7,9; P < 0,000), aspek fisik (GAE + IMT pra-0 ± 0 pasca-52 ± 47,5;
GAE pra-8,33 ± 2,77 pasca-75 ± 39,52; P < 0,000), nyeri (GAE + IMT pra-
42,22 ± 13,01 pasca-17,77 ± 13,94; GAE pra-36.66 ± 15 pasca 21,11 ±
20,77; P < 0,000), vitalitas (GAE + IMT pra-57,77 ± 10,03 pasca 67,22 ±
10,92; GAE pra-53,33 ± 5,59 pasca-69,44 ± 15,09; P < 0,000), dan
emosional aspek (GAE + IMT pra-44,44 ± 52,7 pasca 85,17 ± 33,79; GAE
pra-55,54 ± 47,14 pasca-85.16 ± 24,23; P = 0,001) disajikan perbedaan
yang signifikan pada kedua kelompok.

5. Time
Penelitian ini dilakukan antara bulan September 2015 dan
Desember 2016. Penelitian ini dilakukan selama periode 3 bulan di
Institut Kardiologi Rio Grande do Sul, Porto Alegre, Brazil.

Anda mungkin juga menyukai