Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FISIOTERAPI PADA PARKINSON

MATA KULIAH FISIOTERAPI GERIATRIK

DISUSUN OLEH:
GABRIELA FEBRIADUM RANDA
PO714241181017
D.IV A TK.III

PRODI D.IV FISIOTERAPI


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah mengenai Fisioterapi pada Parkinson ini dengan
tepat waktu.

Terima kasih kepada bapak Yonathan Ramba yang telah memberikan tugas
makalah ini dalam mata kuliah Fisioterapi Geriatrik.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan


makalah ini. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
dapat membantu dan membangun semangat penulis untuk memperbaiki kesalahan dan
menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini dapat memenuhi standar nilai untuk tugas mata kuliah
Fisioterapi Geriatrik. Serta dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Sabtu, 10 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 1
C. Tujuan............................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A. Fisioterapi Pada Parkinson................................................................. 2
1. Definisi Parkinson........................................................................ 2
2. Etiologi......................................................................................... 2
3. Patofisiologi................................................................................. 3
4. Epidemiologi................................................................................ 3
5. Fisioterapi pada Parkinson........................................................... 4
BAB III PENUNTUP...................................................................................... 6
A. Kesimpulan........................................................................................ 6
B. Saran................................................................................................. 6
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Parkinson merupakan gangguan neurodegenerative terbanyak kedua
yang diderita manusia setelah penyakit Alzheimer. (Iskandar, 2002) Penyakit
tersebut menyerang penduduk dari berbagai etnis dan status sosial ekonomi.
Penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 876.665 orang Indonesia dari total
jumlah penduduk sebesar 238.452.952. Total kasus kematian akibat penyakit
Parkinson di Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di
Asia dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada 2002 (Noviani, 2010).
Penyakit Parkinson menyebabkan penderitanya mengalami beberapa gejala
diantaranya gangguan intelek dan tingkah laku, demensia, penurunan daya ingat,
kelemahan otot, katalepsi (gerakan jadi lambat dan kaku) dan tremor (Iskandar,
2002). Katalepsi adalah kekuatan otot yang ditandai jika lengan bawah ditekuk atau
diluruskan oleh orang lain maka akan terasa kaku. Demensia adalah menurunnya
fungsi otak yang disebabkan oleh kelainan yang terjadi pada otak. Penderita
Parkinson juga akan mengalami tremor, yaitu suatu gerakan gemetar yang berirama
dan tidak terkendali, yang terjadi karena otot berkontraksi dan berelaksasi secara
berulang-ulang.
Penyakit Parkinson disebabkan karena bagian otak bernama Ganglia Basalis
mengalami kelonggaran akibat produksi dopamine berkurang, sehingga
menyebabkan hubungan antar sel saraf dengan sel otot pun berkurang. Ganglia
basalis berfungsi sebagai penghalus gerakan tubuh dan menyampaikan sinyal-sinyal
dari otak ke thalamus. Hingga saat ini, pengobatan yang dilakukan terhadap
penyakit Parkinson yang dianggap paling efektif dalam mengurangi berbagai gejala
penderita penyakit Parkinson adalah dengan memberikan asupan L-dopa a
(levodopa) sintesis. L-dopa diubah menjadi dopamine yang berfungsi untuk
melenturkan otot-otot sehingga mengurangi katalepsi dan berbagai gejala penyakit
Parkinson lainnya (Setiyani, 2012).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi pembahasan dari makalah ini yaitu bagaimana
Fisioterapi pada Parkinson.

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Fisioterapi pada
Parkinson.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fisioterapi Pada Parkinson


1. Definisi Parkinson
Penyakit Parkinson merupakan penyakit degenerasi fungsi otak dan
peringkat kedua yang paling banyak diderita setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit Parkinson disebabkan oleh adanya penurunan jumlah dopamin di otak
yang berperan dalam mengendalikan gerakan akibat kerusakan sel saraf di
substansia nigra pars compacta (SNc) di batang otak serta adanya agregasi
protein abnormal berupa Lewy bodies, yang mengandung α-synuclein. Penyakit
Parkinson terjadi pada 1% populasi berusia di atas 60 tahun dengan prevalensi
yang meningkat seiring meningkatnya usia. Morbiditas penyakit Parkinson
terjadi pada 1–2 per 1000 orang populasi dan sebagian besar pada laki-laki dan
kelompok usia lanjut. Di Indonesia, belum terdapat data resmi yang
memublikasikan jumlah pasien Parkinson secara keseluruhan, namun demikian,
penyakit Parkinson diperkirakan menyerang 1 per 272 orang populasi di
Indonesia.
Progresivitas penyakit Parkinson dapat bervariasi antara satu pasien
dengan pasien lainnya. Karakteristik penyakit Parkinson ditandai oleh adanya
gejala motorik dominan berupa tremor pada saat istirahat, rigiditas,
bradikinesia, dan hilangnya refleks postural tubuh. Penyakit Parkinson juga
berhubungan dengan gejala nonmotorik antara lain depresi, rasa cemas,
halusinasi, psikosis, delusi, dan gangguan tidur yang diikuti dengan gejala
motorik onset lambat seperti ketidakstabilan postural, kekakuan dalam gaya
berjalan, serta kesulitan berbicara dan menelan. Hal ini menyebabkan pasien
Parkinson sangat rentan mengalami penurunan kualitas hidup terkait kesehatan
akibat gangguan motorik yang signifikan dan beban gejala nonmotorik yang
menyertainya.

2. Etiologi
Etiologi dari penyakit Parkinson yaitu:
a. Penyebab paralisis agitans atau parkinsonisme primer tidak diketahui.
Penyakit dapat menyerang laki-laki maupun wanita dan terdapat pada
semua ras. Mula timbul pada usia antara 50-65 tahun.
b. Sel-sel substansia nigra dan globus palidus menghilang yang menyebabkan
kekurangan dopamine otak.
c. Mungkin berkaitan dengan proses menuanya sel neuron.
d. Sindrom parkinsonisme terlihat setelah keracunan karbon monoksida,
keracunan mangan, tumor di daerah ganglia basalis, ensefalitis letargika
(penyakit von Economo), obat-obat tertentu (obat neuroleptic atau
psukoterapik), penyakit Creutzfeldt-Jakob

2
e. Gangguan degenerasi multineuron dengan penyebab yang tidak jelas,
sering menyebabkan gejala parkinsonisme seperti sindrom Shy-Drager.

3. Patofisiologi
Secara umum dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena
penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di pars kompakta
substansia nigra sebesar 40 hingga 50 persen yang disertai adanya inklusi
sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies).
Lesi primer pada penyakit Parkinson adalah degenerasi sel saraf yang
mengandung neuromelanin di dalam batang otak, khususnya di substansia
nigra pars kompakta, yang menjadi terlihat pucat dengan mata telanjang.
Dalam kondisi normal (fisiologik), pelepasan dopamine dari ujung saraf
nigrostriatum akan merangsang reseptor D1 (eksitatorik) dan reseptor D2
(inhibitorik) yang berada didendrit output neuro striatum. Output striatum
disalurkan ke globus palidus segmen interna atau substansia nigra pars
retikularis lewat 2 jalur yaitu jalur direk reseptor D1 dan jalur indirek yang
berkaitan dengan reseptor D2. Apabila masukan direk dan indirek seimbang,
maka tidak ada kelaian gerakan.
Pada penderita penyakit Parkinson, terjadi degenerasi kerusakan
substansia nigra pars kompakta dan saraf dopaminergic nigrostriatum sehingga
tidak ada rangsangan terhadap reseptor D1 maupun D2. Gejala penyakit
Parkinson belum terlihat sampai lebih dari 50 persen sel saraf dopaminergic
rusak dan dopamine berkurang sebanyak 80 persen.
Resepotor D1 yan geksitatorik tidak terangsang sehingga jalur langsung
dengna neurotransmitter GABA (inhibitorik) tidak teraktifasi. Reseptor D2 yang
inhibitorik tidak terangsang, sehingga jalur indirek dari putamen ke globus
palidus segmen eksterna yang GABAergik tidak ada yang menghambat sehingga
fungsi inhibitorik terhadap globus palidur segmen eksterna berlebihan. Fungsi
inhibisi dari saraf GABAergik dari globus palidus segmen eksterna ke nukleu
subtalamikus melemah dan kegiatan neuron nucleus subtalamikus meningkat
akibat inhibisi.
Terjadi peningkatan output nucleus subtalamikus ke globus palidus
segmen interna/substansia nigra pars retikularis melalui saraf glutaminergic
yang eksitatorik akibatnya terjadi peningkatan kegiatan neuron globus
palidus/substansia nigra. Keadaan ini diperhebat oleh lemahnya fungsi kearah
thalamus. Saraf eferen dari globus palidus segmen interna ke thalamus adalah
GABAergik sehingga kegiatan thalamus akan tertekan dan selanjutnya
rangsangan dari thalamus ke korteks lewat saraf glutamatergic akan menurun
dan output korteks motoric ke neuron motoric medulla spinalis melemah
terjadi hipokine.

4. Epidemiologi
Penyakit Parkinson diakui sebagai salah satu gangguan neurologis yang
paling umum, mempengaruhi sekitar 1% dari orang yang lebih tua dari 60

3
tahun. Insiden dan prevalensi penyakit Parkinson meningkat dengan usia, dan
usia rata-rata onset adalah sekitar 60 tahun. Onset pada orang yang lebih muda
dari 40 tahun relative jarang.
Kejadian penyakit Parkinson telah diperkirakan 4,5-21 kasus per 100.000
penduduk per tahun, dan perkiraan prevalensi berkisar 18-328 kasus per
100.000 penduduk, dengan sebagian besar studi menghasilkan prevalensi
sekitar 120 kasus per 100.000 penduduk. Di Indonesia, diperkirakan sebanyak
876.665 orang dari total jumlah penduduk sebesar 238.452.952 menderita
penyakit Parkinson. Total kasus kematian akibat penyakit Parkinson di
Indonesia menempati peringkat ke-12 di dunia atau peringkat ke-5 di Asia,
dengan prevalensi mencapai 1100 kematian pada tahun 2002.
Suatu kepustakaan menyebutkan prevalensi tertinggi penyakit Parkinson
terjadi pada ras Kaukasian di Amerika Utara dan ras Eropa 0,98% hingga 1,94%,
mencegah terdapat pada ras Asia 0,018% dan prevalensi terendah terdapat
pada ras kulit hitam di Afrika 0,01%. Penyakit Parkinson 1,5 kali lebih sering
terjadi pada pria dibandingkan pada wanita.

5. Fisioterapi pada Parkinson


Secara umum, tingkat rujukan untuk Fisioterapi untuk penyakit
parkinson (parkinson disease) masih rendah, namun, dalam beberapa tahun
terakhir, tingkat rujukan telah meningkat baik di tingkat rumah sakit maupun
klinik.
Peran utama fisioterapis sebagai bagian dari tim multidisiplin adalah
untuk memaksimalkan kemampuan fungsional pasien sambil meminimalkan
komplikasi sekunder yang ditimbulkan melalui gerakan.
Fisioterapi sebagai pilihan treatment untuk parkinson berfokus pada
transfer (berpindah tempat), perbaikan postur dan fungsi ekstremitas atas
maupun bawah, keseimbangan dan kapasitas fisik serta aktivitas. Fisioterapis
juga dapat menggunakan latihan kognitif dan strategi, termasuk berolahraga
untuk mempertahankan atau meningkatkan tingkat kemandirian pasien dan
kualitas hidup secara keseluruhan.
Pada tahap awal penyakit Parkinson, ketika gejalanya belum begitu berat,
fisioterapis berperan dalam mempromosikan / mengenalkan keterlibatan
penderita parkinson dalam program latihan, dimana program latihan ini
memanfaatkan waktu luang penderita parkinson yang bertujuan meningkatkan
kebugaran dan inklusi dalam kegiatan dalam komunitas bersosial. Ketika
gejalanya berkembang, pasien diajari strategi gerakan untuk mengatasi
kesulitan dalam menghasilkan gerakan dan berpikir.
Ini termasuk salah satu keahlian fisioterapi khususnya para fisioterapis
yang berkecimpung,dan tentunya fokus, berpengalaman, juga memiliki keahlian
dalam memeriksa gangguan gerak dan fungsi, juga menangani kasus/kondisi
gangguan saraf/neurologi yang tergabung dalam Perhimpunan Fisioterapi
Neurologi Indonesia (PFNI) dalam memeriksa dan menangani,

4
mengembangkan strategi untuk mengkompensasi hilangnya fungsi akibat
penyakit parkinson (parkinson disease).
Berdasarkan literatur penelitian yang ada, dampak keberadaan fisioterapi
untuk penyakit parkinson, jelas bahwa berbagai pendekatan yang digunakan
oleh fisioterapi bermanfaat dalam meningkatkan kualitas hidup pasien. Selain
itu, ada beberapa pendekatan melalui gerakan yang digunakan oleh fisioterapis
yang memiliki manfaat jangka pendek (contoh DNS “Dynamic Neuromuscular
Stabilization”, Bobath Concept, PNF “Propioceptif Neuromuscular Fascilitation”,
Feldenkraiz dll). Telah ditemukan bahwa latihan berbasis aerobik dan
pembelajaran paling cocok untuk individu yang menderita Penyakit Parkinson
(Parkinson Disease). Latihan-latihan maupun konsep-konsep pendekatan
gisioterapi ini secara khusus bermanfaat sebagai “neuroprotective” pada lansia
yang terkena Parkinson.

Peran Fisioterapi
Peranan fisioterapi pada penyakit Parkinson adalah:
 Mencegah kontraktur oleh karena rigiditas, dengan gerakan pasif
perlahan namun full  ROM.
 Meningkatkan nilai otot secara general dengan fasilitasi gerak yang
dimulai dari sendi proximal, misalnya dengan menggunakan PNF, NDT
atau konvensional.
 Meningkatkan fungsi koordinasi.
 Meningkatkan  transfer dan ambulasi  disertai dengan latihan
keseimbangan.
a. Terapi Fisik
Rehabilitasi sebaiknya adalah terapi yang ditujukan khusus melatih
keterampilan dan fungsional training. Terapi seharusnya diberikan dengan
intensitas yang cukup untuk mencapai keterampilan yang diperlukan. Teori
latihan rehabilitasi utama diantaranya:
1) Terapi Range of Motion (ROM), penguatan, mobilisasi dan teknik
kompesatori.
2) Neurodevelopmental  Treatment  (NDT) Bobath-Training
 Pola otot, tidak mengisolasi gerakan, digunakan untuk
pergerakan.
 Ketidakmampuan untuk memberikan impuls langsung pada otot
dalam kombinasi yang berbeda oleh orang dengan susunan saraf
pusat yang utuh.
 Pola otot yang abnormal ditekan sebelum pola otot yang normal
muncul.
 Reaksi asosiasi: sinergi massa dihindari karena dapat
memperburuk kelemahan otot dan otot yang tidak berserpon
(penguatan yang abnormal akan meningkatkan tonus dan
spastisitas).

5
 Pola penghambat reflex digunakan untuk mencegah reaksi
postural yang abnormal; juga untuk memfasiliitasi gerakan
involunter.
 Pola yang abnormal dimodifikasi pada titik kunci proksimal
sebagai control (misalnya leher, tulang belakang, bahu atau
pelvis).
3) Proprioceptif Neuromuscular Facilitation (PNF)
 Stimulasi dari saraf, otot, reseptor sensorik untuk menghasilkan
respon melalui rangsangan manual untuk meningkatkan
kemudahan pergerakan dan meningkatkan fungsi otot.
 Mekanise neuromuskular yang normal memberi kemampuan
untuk melakukan aktifitas motorik yang luas dengan struktur
anatomis yang terbatas. Hal ini terintegrasi dan efisien tanpa
mempengaruhi aksi motorik, aktifitas reflex dan reaksi lainnya.
 Mekanisme neuromuskular yang tidak lengkap tidak cukup
memenuhi untuk hidup sehari-hari karena kelemahan, ikoordinasi,
spasme otot atau spastisitas.
 Keperluan khusus diberikan oleh terapis fisik dan terapis
okupasional memfasilitasi efek dari mekanisme neuromuskular
dan mengembalikan keterbatasan pasien.
 Pola pergerakan-massa digunakan sesuai dengan aksioma Beevor
(bahwa otak tidak tahu tentang aksi dari otok tertentu tapi tahu
tentang pergerakannya)
4) Brunnstrom: Fasilitasi sentral menggunakan pemulihan Twitchell
dimana meningkatkan sinergi tertentu melalui stimulus proprioseptif
pada kulit.
Dengan menambahkan breating retraining (BRT) dan inspiratory mucle
training (IMT) pada program rehabilitasi pasien Parkinson’s Disease
menghasilkan perbaikan fungsi otot pernafasan, kapasitas latihan, dan
kualitas hidup menurut Sutbeyaz dkk. Pada studi ini pasien diberikan BRT
dan IMT selama setengah jam sehari, 6 kali seminggu.
b. Terapi Sinar Infra Red
1) Efek Fisiologis
Pengaruh sinar infra red jika sinar infra red diabsorbsi oleh kulit,
maka panas akan timbul pada tempat sinar tadi diabsorbsi. Dengan
adanya panas ini temperature naik dan pengaruh-pengaruh lain akan
terjadi antara lain adalah:
 Meningkatkan proses metabolism
 Vasodilatasi pembuluh darah
 Pigmentasi
 Pengaruh terhadap jaringan otot
 Menaikkan temperatur tubuh
 Mengaktifkan kerja kelenjar keringat
2) Efek Terapeutik

6
 Relaksasi otot
 Meningkatkan suplai darah

c. Terapi Okupasi
Kebanyakan pasien yang mengalami kelainan neurologis seperti
pada Parkinson’s Disease sangat tergantung kepada orang lain untuk
melakukan ADL dasar (seperti mandi, berpakaian, makan, ke toilet, bersih-
bersih, berpindah tempat). Kemampuan individu untuk melakukan aktivitas
ini biasanya dinilai dengan disability rating scale seperti Fungsional
Independence Measure. Hampir semua pasien menunjukan peningkatan
ADL ketika pemulihan terjadi. Faktor yang memprediksi ADL outcome yang
jelek adalah:
1) Usia tua
2) Adanya komorbiditas
3) Myocardial infarction
4) Diabetes mellitus
5) Parkinson’s Disease yang berat
6) Kelemahan yang berat
7) Skor awal ADL yang rendah
8) Penundaan dalam memulai rehabilitasi sejak onset

Latihan Keseimbangan dan Koordinasi
a. Latihan keseimbangan
1) Posisi duduk
Pasien duduk di tempat tidur, terapis di belakang pasien dengan
memegang salah satu tangan pasien dan tangan yang lain memfiksasi
pada bahu yang kontralateral. Lalu terapis menarik tangan pasien
secara perlahan ke arah samping secara perlahan dan pasien di minta
untuk mempertahankan keseimbangan agar tidak jatuh ke samping.
Setelah itu dilakukan pada tangan yang lain dengan prosedur yang
sama.
2) Posisi berdiri
Pasien berdiri dengan tumpuan 10 cm, terapis memfiksasi pada
pevis pasien, lalu terapis menggerakkan ke depan, belakang, samping
kanan dan samping kiri dan pasien diminta agar menjaga keseimbangan
agar tidak jatuh.
b. Latihan koordinasi
Dilakukan pada posisi berdiri maupun duduk untuk gerak jari ke
hidung, jari pasien ke jari terapis, jari ke jari tangan pasien, gerak oposisi jari
tangan dan gerakan lain yang ada pada pemeriksaan koordinasi non-
ekuilibrium. Pasien duduk atau berdiri dengan kedua lengan ke depan
(fleksi sendi bahu 90ᵒ) sehingga ke dua jari telunjuk pasien dan terapis
saling bersentuhan, lalu pasien di minta mempertahankannya setelah itu

7
pasien di minta mengikuti gerakan tangan terapis, usahakan jari telunjuk
masih saling bersentuhan selama pergerakan tangan terapis.

1) Frenkel’s exercise
Merupakan suatu bentuk latihan gerak untuk perbaikan koordinasi
dengan menggunakan indra yang lain (visual, pendengaran, reseptor).
Program ini terdiri seri latihan yang sudah terencana yang didesain
untuk membantu mengkompensasi ketidak mampuan dari lengan dan
tungkai untuk melakukan gerakan yang terkoordinasi, yaitu ketidak
mampuan untuk meletakkan posisi dan mengatakan dimana posisi
lengan dan tungkai jika bergerak tanpa pasien melihat gerakan.

Edukasi dan Home Program


Edukasi dan home program prinsipnya adalah tindakan yang dapat
dilakukan oleh keluarga dan penderita untuk menunjang pemulihan
kemampuan gerak dan fungsi. Dengan melakukan program rumah ini akan
sangat membantu proses perkembangan motorik. Namun demikian, program
latihan di rumah hendaknya dilakukan dengan benar agar proses pembelajaran
motorik yang diberikan oleh fisioterapis tidak berlawanan dengan yang
dilakukan di rumah.
a. Mengatur Posisi di Tempat Tidur
Umumnya penderita Parkinson’s Disease akan mengalami imobilisasi
atau kurang gerak karena menurunnya kemampuan fungsional. Dengan
kondisi tersebut, makan beberapa komplikasi mungkin terjadi seperti
pembentukan bekuan darah, dekubitus, pneumonia, kontraktur otot,
keterbatasan sendi, dan lain lain.
b. Pijatan pada Lengan
Pijatan yang diberikan pada penderita Parkinson’s Disease bertujuan
untuk meningkatkan sirkulasi darah local pada area yang diberikan pijatan.
Pada area lengan maka arah pijatan dari distal ke area proksimal.
c. Latihan Mandiri (self exercise)
Pada dasarnya penderita Parkinson’s Disease juga dapat melakukan
latihan mandiri, hal ini ditujukan untuk membantu proses pembelajaran
motorik. Setiap gerakan yang dilakukan hendaknya secara perlahan dan
berkelanjutan dan anggota gerak yang mengalami gangguan ikut aktif
melakukan gerakan seoptimal mungkin.
d. Latihan Fungsional Tangan
Salah satu ciri khas dari Parkinson’s Disease adalah tangan tremor   jika
sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu,
getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang
hilang juga sewaktu tidur. Fungsi tangan begitu penting dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dan merupakan bagian yang paling aktif.

8
Latihan fungsional tangan dapat berupa:
 Membuka tangan.
 Menutup jari-jari untuk menggenggam objek.
 Menggeser engsel kunci pintu atau lemari.
 Membuka menutup kran air
 Membuka dan mengancingkan baju, dll
e. Latihan pada Wajah dan Mulut
Salah satu mesalah yang sering muncul pada penderita Parkinson’s
Disease adalah menurunnya kemampuan bicara dan ekspresi wajah.
Latihan pada wajah dan mulut antara lain, latihan tersenyum,
memembentuk bibir menjadi huruf “O” dan lain lain.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pasien Parkinson memerlukan fisioterapi untuk mengembalikan kondisi pasien
yang mengalami paralis seperti ulasan saya diatas untuk diberdayakan
kesehatannya dengan metode fisioterapi yaitu:
1. Terapi panas pada tengkuk dan bahu
2. Mobilisasi pasif pada leher
3. Latihan aktif exercise berulang, rutin dilakukan setiap hari
4. Edukasi keluarga untuk latihan pasien parkinson di rumah
5. Mempertahankan ADL (Aktifitas Daily Living) dengan cara melatih cara menyisir
rambut, pola gerak yang benar, mempertahankan posisi duduk, dll
6. Postur pasien parkinson perlu di lakukan review latihan untuk pengembalian
postur yang benar
7. Posisi postur pasien miring kearah bebena maka fifioterapi harus melatih
keposisi kontralateral agar terjadi keseimbangan weight bearing
8. Latihan jalan (gait), fisioterapi harus melakukan review latihan irama jalan
dengan menghitung, memperbaiki step length (langkah kedepan)
9. Fisioterapi juga harus melatih pasien untuk jalan semicircle yaitu berputar.

B. Saran
Diharapkan kepada terapis dalam penangan pasien Parkinson yang diderita lansia
untuk lebih memperhatikan tahap-tahap atau aturan dalam melakukan
pemeriksaan agar dapat mencapai hasil yang maksimal dan kepuasan bagi lansia.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ovedoff, david. 2009. Kapita Selekta Kedokteran Klinik. Tanggerang ; BINARUPA AKSARA
Publisher

Lumbantobing, S.M. 2000. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta ; Gadjah Mada


University Press

Oktariza, Y., Amalia, L., & Sobaryati, S. (2019). Evaluasi Kualitas Hidup Pasien Parkinson
Berdasarkan Terapi Berbasis Levodopa. Indonesian Journal of Clinical Pharmacy, 8(4),
246-255.

Sunaryati, Titiek. Penyakit parkinson. Jurnal Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. 2011.

Pelosin, E., Barella, R., Bet, C., Magioncalda, E., Putzolu, M., Di Biasio, F., ... & Avanzino,
L. (2018). Effect of group-based rehabilitation combining action observation with
physiotherapy on freezing of gait in Parkinson’s disease. Neural Plasticity, 2018.

Assad, O., Hermann, R., Lilla, D., Mellies, B., Meyer, R., Shevach, L., ... & Wieferich, J.
(2011). WuppDi–Supporting Physiotherapy of Parkinson ́s Disease Patients via Motion-
based Gaming. Mensch & Computer 2011: überMEDIEN| ÜBERmorgen.

Safitri, R. A. A., Marisdina, S., & Novita, E. (2020). PENGETAHUAN DOKTER UMUM


MENGENAI PENYAKIT PARKINSON DI PUSKESMAS KOTA PALEMBANG (Doctoral
dissertation, Sriwijaya University).

iii

Anda mungkin juga menyukai