Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FISIOTERAPI PADA DEMENSIA

MATA KULIAH FISIOTERAPI GERIATRIK

DISUSUN OLEH:
GABRIELA FEBRIADUM RANDA
PO714241181017
D.IV A TK.III

PRODI D.IV FISIOTERAPI


POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hikmat dan karunia-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah mengenai Fisioterapi pada Demensia ini dengan
tepat waktu.

Terima kasih kepada bapak Yonathan Ramba yang telah memberikan tugas
makalah ini dalam mata kuliah Fisioterapi Geriatrik.

Saya menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam penulisan


makalah ini. Oleh sebab itu, saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang
dapat membantu dan membangun semangat penulis untuk memperbaiki kesalahan dan
menjadi lebih baik.

Semoga makalah ini dapat memenuhi standar nilai untuk tugas mata kuliah
Fisioterapi Geriatrik. Serta dapat menambah wawasan para pembaca dan dapat
bermanfaat untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Sabtu, 31 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
C. Tujuan.................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................. 2
A. Fisioterapi Pada Osteoarthritis pada Knee.............................................. 2
1. Definisi Demensia............................................................................... 2
2. Etiologi Demensia............................................................................... 2
3. Patofisiologi Demensia....................................................................... 4
4. Epidemiologi Demensia...................................................................... 5
5. Fisioterapi pada Demensia................................................................. 5
BAB III PENUNTUP...................................................................................... 13
A. Kesimpulan............................................................................................ 13
B. Saran...................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejumlah masalah kesehatan menjadi lebih umum seiring bertambahnya usia.
Ini termasuk masalah kesehatan mental serta masalah kesehatan fisik, terutama
demensia. Diperkirakan 27 juta orang terkena demensia di seluruh dunia, dengan
biaya perawatan di banyak negara maju sudah melampaui biaya perawatan orang
dengan penyakit jantung dan kanker atau gabungan. Tingkat diagnosis demensia
baru akan meningkat karena profil usia dan pergeseran penduduk (Valenzuela,
2009).
Peningkatan angka penderita demensia akan berpengaruh pada kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan perawatan diri dalam melakukan aktivitas sehari-hari
pada lansia. Adanya keterbatasan dari keluarga maka akan mengambil keputusan
untuk menggunakan jasa perawat dan hal ini akan banyak menelan biaya karena
ketergantungan lansia demensia dalam menjalani sisa umurnya. Banyaknya lansia
dengan demensia yang belum terdata dan rendahnya penelitian tentang kondisi ini
yang memotivasi penelitI untuk meneliti hubungan umur dan demensia terhadap
kemampuan fungsional pada lansia.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini yaitu mengetahui bagaimana fisioterapi
pada demensia.

C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu bagaimana fisioterapi pada demensia.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fisioterapi Pada Demensia


1. Definisi Demensia
Demensia adalah gangguan intelektual meliputi fungsi kognisi, daya ingat,
bahasa, fungsi visuospasial dan bersifat ireversibel. Demensia menjadi
penyebab kedua yang menimbulkan ketidakmampuan pada individu yang
berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensia demensia bertambah seiring dengan
bertambahnya usia. Faktor risiko yang menyebab demensia adalah proses
penuaan, riwayat keluarga dan jenis kelamin. Proses menua tidak dengan
sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan
terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan syaraf pusat sehingga
dapat menyebabkan terjadinya pembentukan neurofibrillary tangles yang dapat
menyubat sel syaraf serta menyebabkan perubahan neurotransmitter
asetikolim dan norepinefrin pada sel syaraf yang berperan sebagai faktor
pertumbuhan sel syaraf dan pemeliharaan sel syaraf. Secara garis besar
demensia pada lansia dapat dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu: demensia
Alzheimer, demensia vaskular, demensia Lewy Body, demensia penyakit
Parkinson dan demensia Frontotemporal.
Penatalaksanaan terhadap demensia pada lansia dapat diberikan aktivitas
fisik berupa senam lansia untuk mengurangi bahkan meningkatkan fungsi
kognitif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh senam lansia
terhadap fungsi kognitif lansia dengan demensia. Desain penelitian ini adalah
quasy eksperimental dengan metode prepost test one group, sampel dipilih
dari semua lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang sesuai
kriteria inklusi dan ekslusi berjumlah 28 orang.diberikan perlakuan berupa
senam lansia diberikan 3 kali perminggu selama 5 minggu. Untuk mengukur
demensia sebelum dan sesudah perlakuan digunakan Mini Mental State
Examination (MMSE). Hasil didapatkan nilai rerata sebelum senam 17,36 ±
5,559 dan setelah senam 18,39 ± 5.724. Dari hasil uji v Wilcoxon didapatkan
nilai p 0,000. Kesimpulan terdapat pengaruh senam lansia terhadap fungsi
kognitif lansia dengan demensia.

2. Etiologic Demensia
Tindakan preventif harus dikerjakan karena diperkirakan bahwa menunda
awitan demensia selama lima tahun dapat menurunkan setengah dari inisiden
demensia. Oleh sebab itu perlu pengetahuan tentang faktor risiko dan bukti
yang telah ada.
FAKTOR RISIKO YANG TIDAK DAPAT DIMODIFIKASI
Usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat penyakit keluarga, disabilitas
intelektual dan Sindrom Down adalah faktor risiko tidak dapat dimodifikasi.

2
a. Usia
Risiko terjadinya PA meningkat secara nyata dengan meningkatnya usia,
meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun pada individu diatas 65 tahun dan
50% individu diatas 85 tahun mengalami demensia. Dalam studi populasi,
usia diatas 65 tahun risiko untuk semua demensia adalah OR=1,1 dan untuk
PA OR=1,2.
b. Jenis Kelamin
Beberapa studi prevalensi menunjukkan bahwa PA lebih tinggi pada
wanita dibanding pria. Angka harapan hidup yang lebih tinggi dan tingginya
prevalensi PA pada wanita yang tua dan sangat tua dibanding pria. Risiko
untuk semua jenis demensia dan PA untuk wanita adalah OR=1,7 dan
OR=2.0. Kejadian DV lebih tinggi pada pria secara umum walaupun menjadi
seimbang pada wanita yang lebih tua.
c. Riwayat Keluarga Dan Faktor Genetik
Penyakit Alzheimer Awitan Dini (Early onset Alzheimer Disease/EOAD)
terjadi sebelum usia 60 tahun, kelompok ini menyumbang 6-7% dari kasus
PA. Sekitar 13% dari EOAD ini memperlihatkan transmisi otosomal
dominan. Tiga mutasi gen yang teridentifkasi untuk kelompok ini adalah
amiloid ß protein precursor (AßPP) pada kromosom 21 ditemukan pada 10-
15% kasus, presenelin 1 (PS1) pada kromosom 14 ditemukan pada 30-70%
kasus dan presenilin 2 (PS) pada kromosom 1 ditemukan kurang dari 5%
kasus.
Sampai saat ini tidak ada mutasi genetik tunggal yang teridentifikasi
untuk PA Awitan Lambat. (Level III, fair) Diduga faktor genetik dan
lingkungan saling berpengaruh. Di antara semua faktor genetik, gen
Apolipoprotein E yang paling banyak diteliti. Telaah sistematik studi
populasi menerangkan bahwa APOE e4 signifikan meningkatkan risiko
demensia PA teruma pada wanita dan populasi antara 55-65 tahun,
pengaruh ini berkurang pada usia yang lebih tua. (Level III, good).
Sampai saat ini tidak ada studi yang menyebutkan perlunya tes genetik
untuk pasien demensia atau keluarganya. Apabila dicurigai autosomal
dominan, maka tes dapat dilakukan hanya setelah dengan informed
consent yang jelas atau untuk keperluan penelitian.
FAKTOR RISIKO YANG DAPAT DIMODIFIKASI
a. Faktor Risiko Kardiovaskuler
Berbagi studi kohort dan tinjauan sistematis menunjukkan bahwa faktor
resiko vaskular berkontribusi terhadap meningkatnya resiko DV dan PA.
Secara khusus, hipertensi usia pertengahan (R.R 1,24-2,8),
hiperkolesterolemia pada usia pertengahan (R.R 1,4-3.1), diabetes melitus
(R.R 1.39-1.47) dan stroke semuanya terbukti ebrhubungan dengan
peningkatan resiko terjadinya demensia.
1) Hipertensi

3
Pasien dengan hipertensi yang disertai dengan penurunan kognisi,
maka perlu dilakukan pemeriksaan CT scan/MRI otak untuk mendeteksi
adanya silent infarct, microbleed atau white matter lesion.
2) Asam Folat Dan Vitamin B
Suplemen asam Folat dan vitamin B tidak direkomendasikan untuk
pencegahan dalam pengobatan pasien dengan demensia yang bukan
disebabkan karena defisiensi vit B12.
3) Statin
Terapi statin tidak direkomendasikan untuk prevensi atau rutin
diberikan pada PA.
b. Perubahan Gaya Hidup
Beberapa Nasehat untuk lanjut usia:
1) Menikmati makanan yang bervariasi
2) Berusaha tetap aktif untuk mempertahankan kekuatan otot dan berat
badan
3) Menyediakan makanan yang sehat serta menyimpan dengan benar
4) Banyak makan sayuran dan buah-buahan
5) Diet rendah lemak yang bersaturasi
6) Minum air secukupnya
7) Minum alcohol dalam jumlah terbatas
8) Kurangi asupan garam
9) Batasi asupan gula
10) Stop merokok

3. Patofisiologi Demensia
Hal yang menarik dari gejala penderita demensia (usia >65 tahun) adalah
adanya perubahan kepribadian dan tingkah laku sehingga mempengaruhi
aktivitas sehari-hari. Lansia penderita demensia tidak memperlihatkan gejala
yang menonjol pada tahap awal, mereka sebagaimana Lansia pada umumnya
mengalami proses penuaan dan degeneratif. Kejanggalan awal dirasakan oleh
penderita itu sendiri, mereka sulit untuk mengingat dan sering lupa jika
meletakkan suatu barang. Mereka sering kali menutup-nutupi hal tersebut dan
meyakinkan bahwa itu adalah hal yang biasa pada usia mereka. Kejanggalan
berikutnya mulai dirasakan oleh orang-orang terdekat yang tinggal bersama
mereka, mereka merasa khawatir terhadap penurunan daya ingat yang semakin
menjadi, namun sekali lagi keluarga merasa bahwa mungkin lansia kelelahan
dan perlu lebih banyak istirahat. Mereka belum mencurigai adanya sebuah
masalah besar di balik penurunan daya ingat yang dialami oleh orang tua
mereka.
Gejala demensia berikutnya yang muncul biasanya berupa depresi pada
Lansia, mereka menjaga jarak dengan lingkungan dan lebih sensitif. Kondisi
seperti ini dapat saja diikuti oleh munculnya penyakit lain dan biasanya akan
memperparah kondisi Lansia. Pada saat ini mungkin saja lansia menjadi sangat
ketakutan bahkan sampai berhalusinasi. Disinilah keluarga membawa Lansia

4
penderita demensia ke rumah sakit dimana demensia bukanlah menjadi hal
utama fokus pemeriksaan. Seringkali demensia luput dari pemeriksaan dan
tidak terkaji oleh tim kesehatan. Tidak semua tenaga kesehatan memiliki
kemampuan untuk dapat mengkaji ddan mengenali gejala demensia.

Faktor Psikososial
Derajat keparahan dan perjalanan penyakit demensia dapat dipengaruhi oleh
faktor psikososial. Semakin tinggi intelegensia dan pendidikan pasien sebelum
sakit maka semakin tinggi juga kemampuan untuk mengkompensasi deficit
intelektual. Pasien dengan awitan demensia yang cepat (rapid onset)
menggunakan pertahanan diri yang lebih sedikit daripada pasien yang
mengalami awitan yang bertahap. Kecemasan dan depresi dapat memperkuat
dan memperburuk gejala. Pseudodemensia dapat terjadi pada individu yang
mengalami depresi dan mengeluhkan gangguan memori, akan tetapi pada
kenyataannya ia mengalami gangguan depresi. Ketika depresinya berhasil
ditanggulangi, maka defek kognitifnya akan menghilang.

4. Epidemiologi Demensia
Peningkatan pelayanan kesehatan abad sekarang yang disertai dengan
peningkatan standar hidup, telah meningkatkan umur harapan hidup di negara
maju dan negara berkembang. Perubahan demografis ini merupakan tantangan
terhadap sistem pelayanan kesehatan yang ada, terutama menyangkut
peningkatan jumlah orang dengan demensia.
Konsensus Delphi mempublikasikan bahwa terdapat peningkatan
prevelansi demensia sebanyak 10% dibandingkan dengan publikasi
sebelumnya. Diperkirakan terdapat 35,6 juta orang dengan demensia pada
tahun 2010 dengan peningkatan dua kali lipat setiap 20 tahun, menjadi 65,7
juta di tahun 2030 dan 115,4 juta di tahun 2050. Di Asia Tenggara jumlah orang
dengan demensia diperkirakan meningkat dari 2,48 juta di tahun 2010 menjadi
5,3 juta pada tahun 2030.
Data dari BAPPENAS 2013, angka harapan hidup di Indonesia (laki-laki dan
perempuan) naik dari 70,1 tahun pada periode 2010-2015 menjadi 72,2 tahun
pada periode 2030-2035. Hasil proyeksi juga menunjukkan bahwa jumlah
penduduk Indonesia selama 25 tahun ke depan akan mengalami peningkatan
dari 238,5 juta pada tahun 2010 menjadi 305,8 juta pada tahun 2035. Jumlah
penduduk berusia 65 tahun ke atas akan meningkat dari 5,0 % menjadi 10,8 %
pada tahun 2035.
Belum ada data penelitian nasional mengenai prevalensi demensia di
Indonesia. Namun demikian Indonesia dengan populasi lansia yang semakin
meningkat, akan ditemukan kasus demensia yang banyak. Demensia Vaskuler
(DV) diperkirakan cukup tinggi di negeri ini, data dari Indonesia Stroke Registry
2013 dilaporkan bahwa 60,59 % pasien stroke mengalami gangguan kognisi saat
pulang perawat dari rumah sakit. Tingginya prevalensi stroke usia muda dan

5
faktor risiko stroke seperti hipertensi, diabetes, penyakit kardiovaskuler
mendukung asumsi di atas.

5. Fisioterapi pada Demensia


Salah satu cara agar dapat memelihara fungsi kognitif pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif yaitu dengan cara memberikan aktivitas fisik,
dimana aktivitas tersebut berupa latihan yang membantu menjaga kesehatan
dan kebugaran pada lansia. Latihan fisik secara terus menerus mempunyai
keuntungan untuk lansia, yaitu dapat meningkatkan plastisitas otak dan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel di otak. Hasil penelitian menunjukan
bahwa gambaran otak individu yang melakukan latihan fisik dengan intensitas
sedang dapat meningkatkan volume otak dibagian terpenting seperti memori,
pengetahuan dan perencanaan yang signifikan dibandingkan individu yang tidak
aktif. Latihan fisik meningkatkan penyambungan antara bagian otak dan
memiliki fungsi kognitif yang lebih baik. Hal ini memberikan kesan bahwa sel
otak yang banyak dan saling terhubung dengan yang lain membantu otak untuk
berfungsi sangat efektif (Farrow et al., 2013).
Ada berbagai macam latihan fisik yang telah terbukti efektif oleh lansia
seperti latihan keseimbangan, mobilitas, aerobic, stretching dan strengthening
(Dementia and Geriatric Cognitive Disorder, 2010). Penelitian yang dilakukan
oleh Nouchi menunjukan adanya pengaruh pemberian latihan fisik berupa
latihan aerobic, stretching dan strengthening dapat meningkatkan fungsi
kognitf dengan lama pemberian latihan selama 4 minggu (Nouchi et al., 2012).
Penelitian yang dilakukan William mengungkapkan bahwa pemberian latihan
berupa aerobic dan strengthening pada lansia yang dilakukan selama 6 minggu
dapat meningkatkan kemampuan berjalan, meningkatkan VO2 max,
meningkaatkan aliran darah keotak dan meningkatkan fungsi kognitif (Bossers
et al., 2014).
LATIHAN KESEIMBANGAN
Berikut adalah sederet latihan yang aman dilakukan oleh para lansia:
a. Berdiri dengan satu kaki

6
Berdiri dengan satu kaki tidak hanya akan melatih keseimbangan, tapi juga
kekuatan otot kaki lansia.
Latihan ini mungkin agak sulit bagi lansia yang baru memulainya. Akan
tetapi, latihan keseimbangan ini jadi lebih mudah dilakukan jika lansia
menempelkan tangan pada dinding.
Berikut langkah-langkah yang bisa dilakukan:
1) Berdirilah menghadap dinding, lalu ulurkan tangan Anda dan sentuh
dinding dengan ujung jari Anda. Jadikan jari Anda sebagai tumpuan.
2) Angkat kaki kiri hingga setinggi pinggul. Biarkan kaki kanan sedikit
menekuk dengan nyaman.
3) Tahan selama 5-10 detik, lalu turunkan kaki secara perlahan. Ulangi
sebanyak 3 kali. Kemudian, lakukan langkah yang sama pada kaki
kanan.
b. Berjalan dengan tumit menyentuh jari kaki

Sumber: National Health Service

Setelah lebih terbiasa berdiri dengan satu kaki, latihan keseimbangan


lainnya bisa mulai dilakukan, salah satunya berjalan kaki dengan teknik
khusus.
Berjalan dengan tumit menyentuh jari kaki akan membantu lansia melatih
kestabilan tubuhnya.
Berikut caranya:
1) Berdirilah dengan tegak, lalu langkahkan kaki kanan ke depan. Pastikan
tumit kanan bersentuhan dengan ibu jari kaki kiri.
2) Kini, langkahkan kaki kiri dan pastikan tumit kiri Anda bersentuhan
dengan ibu jari kaki kanan.
3) Lanjutkan langkah Anda sambil terus menatap ke depan. Berjalanlah
setidaknya sebanyak 5 langkah.
c. Mengangkat Kaki ke Belakang

7
Latihan ini bermanfaat untuk menjaga keseimbangan serta memperkuat
otot punggung dan bokong lansia.
Sebelum melakukan gerakan, siapkan sebuah bangku untuk dijadikan
tumpuan. Pastikan bangku cukup kokoh untuk dijadikan pegangan.
Kemudian, ikuti langkah-langkah berikut:
1) Berdirilah dengan tegak di belakang bangku, lalu peganglah
sandarannya.
2) Angkat kaki kiri Anda dan luruskan ke belakang. Usahakan agar lutut kiri
Anda tidak ikut menekuk.
3) Selama mengangkat kaki kiri, jagalah kaki kanan Anda agar tetap lurus.
Anda dapat mencondongkan badan ke depan agar posisi badan lebih
nyaman.
4) Tahan posisi ini selama satu detik, lalu kembalilah ke posisi semula.
Ulangi sebanyak 15 kali, kemudian lakukan kembali dengan kaki kanan
Anda.
d. Berjinjit

Sumber: Philips Lifeline


Meski sederhana, latihan berjinjit bermanfaat untuk menjaga
keseimbangan lansia saat berjalan dan menaiki tangga.
Gerakan ini juga dapat memperkuat otot kaki, betis, dan pergelangan kaki.
Agar lebih aman, gunakanlah bangku atau meja sebagai tumpuan.

8
Berikut langkah-langkahnya:
1) Berdirilah dengan tegak sambil berpegangan pada tumpuan.
2) Angkat tumit Anda secara perlahan hingga Anda berada dalam posisi
berjinjit. Usahakan agar tumit terangkat setinggi mungkin.
3) Kembalilah ke posisi semula, lalu ulangi kembali seluruh langkah
sebanyak 20 kali.
e. Push-up dinding
Push-up  dinding adalah latihan yang sesuai untuk menjaga keseimbangan
dan kekuatan otot inti lansia.
Latihan ini cukup aman dan mudah dilakukan, tapi lansia mungkin perlu
membiasakan diri dahulu sebelum bisa melakukannya dengan mudah.

Berikut langkah-langkahnya:
1) Berdirilah menghadap dinding dengan kedua kaki sedikit melebar.
2) Ulurkan tangan Anda dan sentuh dinding dengan kedua telapak tangan.
Pastikan kedua tangan Anda sejajar dengan bahu.
3) Condongkan sedikit badan Anda ke depan hingga tangan Anda
menekuk. Saat mencondongkan badan, jaga kedua kaki Anda agar tetap
diam.
4) Mulailah mendorong badan secara perlahan hingga kedua tangan Anda
lurus.
5) Condongkan lagi badan Anda, lalu dorong kembali. Ulangi sebanyak 20
kali.

LATIHAN STREACHING
a. Rotasi peregangan dalam
Memegang ujung handuk atau item pakaian dengan masing-masing
tangan, dengan siku ditekuk kiri, telapak belakang kepala dan tangan kanan
lurus, dengan handuk sesuai dengan tulang belakang; Kemudian,
menggunakan kekuatan tangan kiri untuk menarik handuk up, membawa
tangan kanan atas juga; mempertahankan posisi selama 30-60 detik; sekali
pada setiap sisi adalah satu set, ulangi 5-10 kali.
Catatan: Orang yang menderita bahu kaku serius mungkin tidak dapat
mengangkat lengan mereka; ini adalah kasus melakukan satu peregangan
sisi, dengan tangan yang memiliki kekuatan memindahkan terluka sisi.

9
b. Peregangan Paha
Dengan kedua kaki kuat di tanah, tekuk lutut kanan dan mengangkat
mundur, ambil bagian atas kaki kanan di tangan kanan dan kemudian tarik
paha lembut mundur sampai Anda merasa sakit sedikit di depan paha.
Tahan posisi selama 30-60 detik; sekali pada setiap sisi adalah satu set dan
melakukan 5-10 set.

c. Peregangan Otot Lutut


Duduk di tanah atau kursi yang tidak akan meluncur, dengan kaki kiri ringan
di lantai, lutut kanan lurus dan punggung lurus; memperpanjang lengan
Anda di depan Anda dan salib mereka, bersandar tubuh bagian atas Anda
sejauh ke depan yang Anda bisa sampai Anda merasa sakit sedikit di
belakang kanan thigh. Hold posisi untuk 30-90 detik. Setelah di setiap sisi
adalah salah satu set, lakukan 5-10 set.

10
d. Peregangan Dorsofleksi Pergelangan Ankle Kaki
Angkat kaki kanan dan letakkan di kaki kiri; memegang jari-jari kaki di
tangan kanan dan ringan menarik, mempertahankan posisi selama 30-60
detik. Sekali pada setiap sisi set, lakukan 5-10 set. Ketika peregangan tidak
menyala pergelangan kaki ke dalam ke arah bawah fleksi plantar karena hal
ini akan mengurangi efek peregangan.

LATIHAN AEROBIK
Lansia direkomendasikan melakukan aktivitas fisik setidaknya selama 30
menit pada intensitas sedang hampir setiap hari dalam seminggu. Berpartisipasi
dalam aktivitas seperti berjalan, berkebun, melakukan pekerjaan rumah, dan
naik turun tangga dapat mencapai tujuan yang diinginkan.
Lansia dengan usia lebih dari 65 tahun disarankan melakukan olahraga
yang tidak terlalu membebani tulang, seperti berjalan, latihan dalam air,
bersepeda statis, dan dilakukan dengan cara yang menyenangkan. Bagi Lansia
yang tidak terlatih harus mulai dengan intensitas rendah dan peningkatan
dilakukan secara individual berdasarkan toleransi terhadap latihan fisik.
Olahraga yang bersifat aerobik adalah olahraga yang membuat jantung
dan paru bekerja lebih keras untuk memenuhi meningkatnya kebutuhan
oksigen, misalnya berjalan, berenang, bersepeda, dan lain-lain. Latihan fisik

11
dilakukan sekurangnya 30 menit dengan intensitas sedang, 5 hari dalam
seminggu atau 20 menit dengan intensitas tinggi, 3 hari dalam seminggu, atau
kombinasi 20 menit intensitas tinggi 2 hari dalam seminggu dan 30 menit
dengan intensitas sedang 2 hari dalam seminggu.

LATIHAN PENGUATAN OTOT


Bagi Lansia disarankan untuk menambah latihan penguatan otot
disamping latihan aerobik. Kebugaran otot memungkinkan melakukan kegiatan
sehari-hari secara mandiri.
Latihan fisik untuk penguatan otot adalah aktivitas yang memperkuat dan
menyokong otot dan jaringan ikat. Latihan dirancang supaya otot mampu
membentuk kekuatan untuk mengerakkan atau menahan beban, misalnya
aktivitas yang melawan 6 gravitasi seperti gerakan berdiri dari kursi, ditahan
beberapa detik, berulang-ulang atau aktivitas dengan tahanan tertentu
misalnya latihan dengan tali elastik. Latihan penguatan otot dilakukan
setidaknya 2 hari dalam seminggu dengan istirahat diantara sesi untuk masing-
masing kelompok otot. Intensitas untuk membentuk kekuatan otot
menggunakan tahanan atau beban dengan 10-12 repetisi untuk masing-masing
latihan. Intensitas latihan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan
individu. Jumlah repetisi harus ditingkatkan sebelum beban ditambah. Waktu
yang dibutuhkan adalah satu set latihan dengan 10-15 repetisi.

12
13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Salah satu cara agar dapat memelihara fungsi kognitif pada lansia yang
mengalami gangguan kognitif yaitu dengan cara memberikan aktivitas fisik, dimana
aktivitas tersebut berupa latihan yang membantu menjaga kesehatan dan
kebugaran pada lansia. Latihan fisik secara terus menerus mempunyai keuntungan
untuk lansia, yaitu dapat meningkatkan plastisitas otak dan pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel di otak.
Ada berbagai macam latihan fisik yang telah terbukti efektif oleh lansia seperti
latihan keseimbangan, mobilitas, aerobic, stretching dan strengthening (Dementia
and Geriatric Cognitive Disorder, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Nouchi
menunjukan adanya pengaruh pemberian latihan fisik berupa latihan aerobic,
stretching dan strengthening dapat meningkatkan fungsi kognitf dengan lama
pemberian latihan selama 4 minggu. Penelitian yang dilakukan William
mengungkapkan bahwa pemberian latihan berupa aerobic dan strengthening pada
lansia yang dilakukan selama 6 minggu dapat meningkatkan kemampuan berjalan,
meningkatkan VO2 max, meningkaatkan aliran darah keotak dan meningkatkan
fungsi kognitif.

B. Saran
Diharapkan kepada terapis dalam penangan pasien penyakit jantung koroner
yang diderita lansia untuk lebih memperhatikan tahap-tahap Latihan dan atau
aturan dalam melakukan pemeriksaan agar dapat mencapai hasil yang maksimal
dan kepuasan bagi lansia.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ong, P. A., Muis, A., Rambe, A. S., Widjojo, F. S., & Laksmidewi, A. A. (2015). Panduan
Praktik Klinik Diagnosis dan Penatalaksanaan Demensia. Jakarta: Perhimpunan Dokter
Spesialis Saraf Indonesia.

Ambardini, R. L., & Staf Pengajar, F. I. K. (2009). Aktivitas fisik pada lanjut
usia. Yogyakarta: UNY.

USIA, F. K. P. L., & NURAFRIANI, E. PENGARUH LATIHAN KOMBINASI TERHADAP


PENINGKATAN.

Nisa, K. M., & Lisiswanti, R. (2016). Faktor risiko demensia alzheimer. Jurnal


Majority, 5(4), 86-90.

Setiawati, A., Dhari, I. F. W., & Wardhani, R. R. (2019). PERBEDAAN PENGARUH SINGLE
TASK DAN DUAL TASK EXERCISE TERHADAP KOGNITIF PADA LANSIA DENGAN MILD
DEMENTIA.

Suwarni, S., Setiawan, S., & Syatibi, M. M. (2017). Hubungan usia demensia dan
kemampuan fungsional pada lansia. Jurnal Keterapian Fisik, 2(1), 34-41.

PUTRI, N. R. (2019). PENGARUH SENAM LANSIA TERHADAP FUNGSI KOGNITIF LANSIA


DENGAN DEMENSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA TERATAI PALEMBANG (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Palembang).

iii

Anda mungkin juga menyukai